Laporan Praktikum Mikrometeorologi PRAKTIKUM LAPANG PENGUKURAN PROFIL IKLIM MIKRO PADA LAHAN BERVEGETASI RUMPUT Lapangan Taman Koleksi IPB Baranangsiang, Bogor Disusun Oleh : Kelompok 4 Sintong MT Pasaribu G24080007 Aulia Maharani G24080009 Swari Farkhah Mufida G24080016 Dewa Putu AM G24080017 Fitra Dian Utami G24080024 Adhayani Dewi G24080029 Tiska S Merliyuanti G24080036 Rahmadhania G24080042 Fatchah Sakinah G24080048 Yoga Prasaja K G24080069 Fella Fauziah H G24080075 DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 KONTRIBUSI PENULISAN Sintong MT Pasaribu G24080007 9.1 % Aulia Maharani G24080009 9.1 % Swari Farkhah Mufida G24080016 9.1 % Dewa Putu AM G24080017 9.1 % Fitra Dian Utami G24080024 9.1 % Adhayani Dewi G24080029 9.1 % Tiska S Merliyuanti G24080036 9.1 % Rahmadhania G24080042 9.1 % Fatchah Sakinah G24080048 9.1 % Yoga Prasaja K G24080069 9.1 % Fella Fauziah H G24080075 9.1 % DAFTAR TABEL Tabel 1. Harga Alpha…………………………………………………… 6 Tabel 2. Klasifikasi Stabilitas Atmosfer………………………………... 13 Tabel 3. Data Kecepatan Angin di Lima Ketinggian…………………… 19 Tabel 4. Data Suhu Vertikal di Tiga Ketinggian……………………….. 24 Tabel 5. Data Suhu Tanah………………………………………………. 26 Tabel 6. Fluks Momentum dan Fluks Bahang………………………….. 31 Tabel 7. Data Kelembaban Relatif……………………………………… 34 Tabel 8. Kecepatan Angin pada Kondisi Stabil dan Tidak Stabil………. 36 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Cup Anemometer dan Wind Vane………………………….. 4 Gambar 2. Aliran Angin yang Terpengaruh Kontur……………………. 6 Gambar 3. Profil Angin Akibat Kekasaran Permukaan………………… 7 Gambar 4. Pengaruh Topografi terhadap Kecepatan Angin……………. 7 Gambar 5. Pengaruh Penghalang terhadap Angin……………………… 7 Gambar 6. Turbulensi…………………………………………………... 14 Gambar 7. Profil Angin Horizontal…………………………………….. 19 Gambar 8. Profil Angin Vertikal Tiap Dua Jam……………………….. 21 Gambar 9. Kurva Hubungan Suhu terhadap Waktu……………………. 25 Gambar 10. Kurva Hubungan Suhu Tanah terhadap Waktu……………. 27 Gambar 11. Profil Suhu Vertikal Rata-rata Dua Jam…………………… 29 Gambar 12. Profil Angin pada Kondisi Netral…………………………. 31 Gambar 13. Kurva Hubungan Radiasi Datang terhadap Waktu…………. 33 Gambar 14. Kurva Hubungan RH terhadap Waktu……………………… 34 Gambar 15. Profil Vertikal Kecepatan Angin Stabil dan Tidak Stabil….. 36 DAFTAR ISI Kontribusi Penulisan…….…………………………………………….. i Daftar Tabel…………………………………………………………… ii Daftar Grafik …………………………………………………………. iii Daftar Isi……………………………………………………………… iv BAB I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang…………………………………………………….. 1 I.2 Tujuan…………………………………………………………….... 2 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Lingkup Meteorologi………………………………………. 3 2.2 Arah dan Kecepatan Angin………………………………………... 3 2.3 Suhu Udara dan Suhu Tanah………………………………………. 8 2.4 Fluks Momentum dan Fluks Bahang..…………………………….. 9 2.5 Radiasi……………………………………………………………... 11 2.6 Kelembaban Udara………………………………………………… 12 2.7 Stabilitas Atmosfer………………………………………………… 13 BAB III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Pengamatan…………………………………… 15 3.2 Alat dan Bahan…………………………………………………….. 15 3.3 Metode Pengamatan……………………………………………….. 16 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Arah dan Kecepatan Angin………………………………………... 19 4.2 Suhu Udara dan Suhu Tanah………………………………………. 24 4.3 Radiasi……………………………………………………………… 31 4.4 Kelembaban Udara…………………………………………………. 32 4.5 Stabilitas Atmosfer…………………………………………………. 35 BAB V. KESIMPULAN……………………………………………….. 37 BAB VI. DAFTAR PUSTAKA…………………………….................. 39 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radiasi surya merupakan gelombang elektromagnetik yang sangat penting bagi kehidupan makhluk hidup di bumi, dan sebagai sumber energi utama untuk proses – proses fisika atmosfer yang menentukan keadaan cuaca dan iklim. Penerimaan radiasi surya di permukaan bumi bervariasi menurut tempat dan waktu, seperti perbedaan letak lintang. Pada skala mikro arah lereng sangat menentukan jumlah radiasi yang diterima. Proses pemindahan energi radiasi antara kanopi dengan udara diatasnya terjadi secara konveksi yaitu gerakan massa dari fluida yang didalamnya terjadi proses transport dan pencampuran bahan. Turbulensi berlangsung setiap saat dan berperan penting dalam proses pertukaran bahan dan sifat dari atau ke atmosfer. Turbulensi, mempercepat pemindahan uap air yang berasal dari proses transpirasi dan evaporasi; begitu juga pemindahan bahang yang berfungsi sebagai pengendali suhu permukaan kanopi, agar proses fotosintesis tanaman dapat berlangsung optimum. Selain turbulensi dapat juga diketahui profil kecepatan angin. Kecepatan angin dan karakteristik kanopi suatu tanaman menjadi factor penentu proses pertukaran uap air, bahang, CO2, dan momentum antara kanopi dengan udara diatasnya. Analisis profil kecepatan angin yang diukur di atas kanopi tanaman pada kondisi atmosfer netral dapat digunakan untuk menentukan koefisien pertukaran turbulensi untuk momentum (Km), uap air (KE) dan bahang (KH) sehingga 132 perhitungan fluks atau hantaran bahang dan uap air dapat dilakukan. Di atas kanopi tanaman profil kecepatan angin mempunyai bentuk logaritmik sebagai berikut : Tiga parameter yang dapat diturunkan dari profil kecepatan angin di atas, yang menggambarkan karakteristik dari struktur permukaan kanopi adalah : 1. Pemindahan bidang nol, d (m) 2. Panjang kekasapan, zo (m) 3. Kecepatan kasap, U* (m/s) Ketiga parameter yang didapat dari profil kecepatan angin pada kondisi netral ini kemudian dapat digunakan untuk menentukan besarnya fluks uap air dan bahang dengan mengetahui profil angin menggunakan persamaan : Dimana KH dan KE merupakan koefisien pertukaran turbulensi (turbulent exchange coefficient) untuk bahang dan uap air; u, T dan q adalah komponen kecepatan angin, suhu udara dan kelembaban spesifik; dan ρ adalah kerapatan udara; dan k adalah konduktivitas thermal dari tanah. Pada kondisi atmosfer netral, similary principle terjadi sehingga KM = KH = KE. 1.2 Tujuan Tujuan dari praktikum adalah : (1) Menentukan variasi diurnal Radiasi netto yang terdapat pada permukaan rumput (2) Mendapat profil kecepatan angin, suhu udara, suhu tanah, dan kelembaban spesifik pada permukaan umput selama 24 jam. (3) Menentukan karakteristik kekasapan kanopi rumput (Zo dan U*); (4) Menentukan kondisi stabilitas atmosfer (Ri), netral, stabil, dan inversi dalam periode 24 jam. (5) Menentukan besarnya fluks bahang (QH dan QG), dan uap air (Qe) pada kondisi netral. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Lingkup Mikrometeorologi Iklim mikro menggambarkan kondisi iklim lingkungan sekitar yang berhubungan langsung dengan organisme hidup, baik dekat permukaan bumi maupun pada lingkungan yang terbatas. Menurut Geiger (1959) iklim mikro adalah iklim di dekat permukaan tanah yaitu iklim dimana sebagian makhluk hidup berada. Geiger memperkirakan skala kajian iklim mikro secara vertikal sampai dengan ketinggian 1.5 – 2 meter. Sedangkan mikrometeorologi merupakan ilmu yang mempelajari proses – proses terjadinya iklim mikro itu. Ruang lingkup mikrometeorologi hanya yang berasal dari dominasi oleh lapisan dangkal di atas permukaan bumi, yang umum dikenal sebagai atmosfer boundary layer (ABL). Secara sederhana bahwa daerah disekitar perakaran sampai tajuk tanaman merupakan iklim mikro tanaman. Dimana iklim ini yang pertama kali berpengaruh terhadap perkembangan dan pertumbuhan. Karakteristik iklim mikro suatu pertanaman atau lahan dapat digambarkan melalui pengolahan data. Unsur – unsur iklim yang diolah adalah suhu tanah dan suhu udara, kelembaban (RH) dan kecepatan angin. Dalam mikrometeorologi dipelajari fenomena-fenomena cuaca dalam skala kecil seperti fenomena cuaca pada lapisan permukaan dan pada lapisan perbatas (boundary layer). Pada lapisan di dekat permukaan terjadi pertukaran-pertukaran fluks (aliran yang membawa sifat-sifat atmosfer secara vertikal), seperti fluks CO2, fluks H2O, fluks bahang, fluks energi radiasi matahari, dan lain-lain. Radiasi matahari merupakan sumber energi untuk proses-proses fisik di bumi (pergerakan massa udara, penguapan dan pemanasan atmosfer dan tanah) dan energi yang diperlukan tanaman untuk proses fotosintesis. Aliran di atas kanopi tanaman selalu mengalami turbulensi yang berlangsung setiap saat dan berperan penting dalam proses pertukaran bahan dan sifat dari dan ke atmosfer. 2.2 Arah dan Kecepatan Angin Angin merupakan gerakan udara yang disebabkan perbedaan suhu dan tekanan antara suatu tempat dan tempat lain. Istilah angin digunakan untuk menyatakan gerak udara dalam arah mendatar. Angin dicirikan dengan arah datang dan kecepatannya. Arah angin dinyatakan dengan derajat. Angin dari utara arahnya dinyatakan 360 derajat, dari timur 90 derajat, dari selatan 180 derajat, dan dari barat 270 derajat. Kecepatan angin dinyatakan dalam km/jam, m/detik, atau dalam knot (1 knot = 1 mil/jam = 1,8 km/jam) (atlasnasional.bakosurtanal.go.id). Radiasi matahari yang mencapai bumi akhirnya akan dirubah menjadi energi kinetik dari gas – gas atmosfer dan akan menyebabkan gerakan – gerakan molekulnya menjadi tetap. Besar vektor angin disebut kecepatan angin, sedangkan arah angin adalah arah darimana angin berhembus. Laju angin permukaan mudah mengalami gangguan yang cepat. Perkembangan dari gangguan yang terjadi disebut Gustiness. Standar penempatan alat pengukur angin permukaan adalah dipasang setinggi 10 meter di atas suatu lapangan terbuka, dengan jarak paling sedikit 10 kali tinggi dari bangunan – bangunan atau penghalang yang ada disekitarnya. Arah angin dinyatakan dalam derajat, yang diukur searah dengan arah jarum jam, mulai dari titik utara bumi. Sedangkan kecepatan angin dinyatakan dalam knots, dimana 1 knot sama dengan 0,5 m/s. Arah angin permukaan ditentukan dengan wind vane. Sedangkan kecepatan angin diukur menggunakan anemometer cup counter. Gambar 1. Cup Anemometer dan Wind Vane Angin adalah fluida homogen yang bergerak dengan kecepatan tertentu. Karena udara memiliki masa, maka udara memiliki energi kinetik. Energi kinetik yang terkandung dalam suatu bidang udara, dengan masa m dan kecepatan u bergerak sepanjang sumbu x dapat dirumuskan sebagai: E = ½ mu2 ...(1.1) Dengan: E = Energi kinetik [joule] m = Masa [Kg] u = Kecepatan [m/s]. Power atau daya didefinisikan dengan energ kinetik per satuan waktu. Jika ditulis dalam persamaan matematik, menjadi: P = E/time = mu2 = ½ ρAu3 Dengan: P = Daya atau power [Watt] ρ = Masa jenis [Kg/m3] A = Bidang angin [m2] u = Kecepatan angin [m/s]. Sifat angin di suatu wilayah memiliki karakteristik yang sangat berpengaruh pada penentuan lokasi konversi energi angin. Beberapa karakteristik yang perlu diperhatikan adalah: a. Estimasi energi pada angin Agar konversi angin yang dibuat memiliki kecepatan yang cukup, maka perlu dilakukan pengumpulan data angin untuk mengetahui energi yang dapat dimanfaatkan. Estimasi energi biasanya diukur dalam satuan tahun (kWh/tahun). b. Kontur Guna mendapatkan angin dengan kecepatan maksimum dan laminer maka diperlukan kajian mengenai kontur suatu wilayah. Kontur dari suatu tempat mempengaruhi aliran angin, ditunjukkan pada gambar 1 .Penempatan konversi angin sebisa mungkin berada pada aliran laminer sehingga energi yang dikonversi semakin besar. Gambar 2. Aliran Angin yang Terpengaruh Kontur. c. Kekasaran permukaan Kekasaran permukaan mempengaruhi profil dari kecepatan angin. Semakin kasar dan tidak rata suatu permukaan menyebabkan profil kecepatan angin didekat permukaan semakin kecil, dapat dilihat pada gambar 3. Efek permukaan dapat ditulis dalam persamaan sebagai berikut. Vh = Vref x (h / ref) ^alpha Dengan : Vh = kecepatan angin pada ketinggian h [m/s] Vrev = kecepatan angin pada ketinggian yang sudah diketahui [m/s] h = ketinggian h [m] Alpha (α) = koefisien vertical wind shear Harga alpha dapat dilihat pada table dibawah ini. Tabel 1. Harga Alpha Deskripsi Kekerasan Alpha Very low roughness (flat ice, calm sea) 0,1 Low roughness (meadows, lowland, open fields) 0,16 Average roughness (bush, sparse trees) 0,2 Average roughness (villages, spread houses) 0,28 High roughness (town with high buildings) 0,4 Gambar 3. Profil Angin Akibat Kekasaran Permukaan. d. Topografi Kecepatan angin dipengaruhi oleh bentuk topografi suatu wilayah, ditunjukkan pada gambar 4. Daerah lembah memiliki angin yang kencang karena bukit disekitarnya berfungsi sebagai pengarah angin, sehingga angin yang berhembus dilembah semakin kencang. Gambar 4. Pengaruh Topografi terhadap Kecepatan Angin e. Pengaruh penghalang Penghalang dapat mempengaruhi kecepatan angin pada konversi angin. Oleh karena itu desain tempat harus jauh dari penghalang, sehingga angin dapat bertiup maksimal, ditunjukkan pada gambar 5. Gambar 5. Pengaruh Penghalang terhadap Angin Angin merupakan besaran yang paling efektif dalam proses pemindahan bahang, momentum dan massa udara secara konveksi jika dibandingkan dengan proses difusi maupun konduksi. Dalam skala mikro, laju pemindahan gas dari atau ke permukaan ditentukan oleh lapisan tipis di atas permukaan tanah yang disebut sebagai Kecepatan angin permukaan lapisan perbatas (boundary layer). dapat dipengaruhi oleh karakteristik permukaan yang dilaluinya. Kecepatan angin diatas suatu kanopi tanaman dapat ditulis dalam persamaan: U(z) = (U*/k) ln {(z-d)/zo} Dengan : U* = kecepatan kasap k = konstanta Von Karman = 0.4 zo = panjang kekasapan d = perpindahan bidang nol z = ketinggian/letak alat Sehingga ekstrapolasi dari u pada sumbu y, yaitu pada z = zo + d menghasilkan u = 0 dan garis linier dengan kemiringan = k/U*. 2.3 Suhu Udara dan Suhu Tanah Suhu udara adalah ukuran energi kinetik rata – rata dari pergerakan molekul-molekul. Suhu suatu benda ialah keadaan yang menentukan kemampuan benda tersebut, untuk memindahkan (transfer) panas ke benda – benda lain atau menerima panas dari benda – benda lain tersebut. Dalam sistem dua benda, benda yang kehilangan panas dikatakan benda yang bersuhu lebih tinggi (Yani, 2009). Suhu merupakan karakteristik yang dimiliki oleh suatu benda yang berhubungan dengan panas dan energi. Jika panas dialirkan pada suhu benda, maka suhu benda tersebut akan turun jika benda yang bersangkutan kehilangan panas. Akan tetapi hubungan antara satuan panas dengan satuan suhu bukan merupakan suatu konstanta, karena besarnya peningkatan suhu akibat penerimaan panas dalam jumlah tertentu akan dipengaruhi oleh daya tampung panas (heat capacity) yang dimiliki oleh benda penerima tersebut (Lakitan, 2002). Suhu udara akan berfluktuasi dengan nyata selama setiap periode 24 jam. Fluktuasi suhu udara (dan suhu tanah) berkaitan erat dengan proses pertukaran energi yang berlangsung di atmosfer. Pada siang hari, sebagian dari radiasi matahari akan diserap oleh gas-gas atmosfer dan partikel-partikel padat yang melayang di atmosfer. Serapan energi radiasi matahari akan menyebabkan suhu udara meningkat. Suhu udara harian maksimum tercapai beberapa saat setelah intensitas cahaya maksimum tercapai. Intensitas cahaya maksimum tercapai pada saat berkas cahaya jatuh tegak lurus, yakni pada waktu tengah hari (Lakitan, 2002). Permukaan bumi merupakan permukaan penyerap utama dari radiasi matahari. Oleh sebab itu permukaan bumi merupakan sumber panas bagi udara di atasnya dan bagi lapisan tanah di bawahnya. Pada malam hari, permukaan bumi tidak menerima masukan energi dari radiasi matahari, tetapi permukaan bumi tetap akan memancarkan energi dalam bentuk radiasi gelombang panjang, sehingga permukaan akan kehilangan panas, akibatnya suhu permukaan akan turun. Karena perannya yang demikian maka fluktuasi suhu permukaan akan lebih besar dari fluktuasi udara di atasnya (Lakitan, 2002). Suhu tanah merupakan hasil dari keseluruhan radiasi yang merupakan kombinasi emisi panjang gelombang dan aliran panas dalam tanah. Suhu tanah ditentukan oleh panas matahari yang menyinari bumi. Intensitas panas tanah dipengaruhi oleh kedudukan permukaan yang menentukan besar sudut datang, letak digaris lintang utara dan selatan dan tinggi dari permukaan laut. Tanah dapat dipandang sebagai campuran antara partikel, mineral dan organik dengan berbagai ukuran dan komposisi. Sejumlah sifat tanah juga menentukan suhu tanah antara lain intensitas warna tanah, komposisi, panas jenis tanah, kemampuan dan kaar lengas tanah. Suhu tanah ditentukan oleh interaksi sejumlah faktor. Semua panas tanah berasal dari dua sumber yaitu : 1. Radiasi matahari dan awan 2. Konduksi dari dalam bumi. Faktor eksternal (lingkungan) dan internal (tanah) menyumbang perubahanperubahan suhu tanah. 2.4 Fluks Panas Sensibel dan Panas Laten Panas Sensibel, yaitu jumlah energi panas (dalam satuan BTU) yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan suhu benda. Jadi untuk menaikkan atau menurunkan suhu suatu benda dibutuhkan sejumlah energi panas. Sedangkan panas laten adalah jumlah energi panas yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan wujud benda. Misalnya, bila air diubah wujudnya menjadi gas atau uap, maka diperlukan sejumlah panas yang disebut sebagai panas laten. Dalam hal ini dibedakan panas laten penguapan dan panas laten pengembunan. Selama proses perubahan wujud tersebut maka suhu benda tidak berubah. Istilah panas sensibel ini digunakan dalam kontras dengan panas laten , yang merupakan jumlah energi ditukar yang tersembunyi, yang berarti tidak dapat diamati sebagai perubahan suhu. Sebagai contoh, selama fase perubahan seperti mencairnya es, suhu dari sistem yang mengandung es dan cair yang konstan sampai semua es telah mencair. Panas sensibel dari sebuah proses termodinamika dapat dihitung sebagai produk dari tubuh massa (m) dengan perusahaan kapasitas panas spesifik (c) dan perubahan suhu (Δ T): Sensible heat dan laten heat bukan merupakan syarat khusus dari bentuk energi, melainkan mencirikan bentuk yang sama energi, panas, dalam hal pengaruhnya terhadap bahan atau sistem termodinamika. Panas sensibel adalah energi panas dalam proses transfer antara sistem dan sekitarnya atau antara dua sistem dengan suhu yang berbeda. Panas laten dikaitkan dengan perubahan fasa dari atmosfer uap air, sebagian besar penguapan dan kondensasi, sedangkan panas sensibel adalah energi ditransfer yang mempengaruhi suhu atmosfer. Pada siang hari, porsi surplus panas yang memancar ke bawah atmosfer dikenal sebagai panas terasa (QH). Panas ini harus melewati lapisan perbatas dengan kondisi molekul. Transfer panas secara langsung ditandai sebagai gradien temperatur. Pada siang hari nilainya negatif (lapse) dan QH positif. Malam hari gradien positif (inversi) dan nilai QH negatif. Nilai fluks ditanah dikontrol oleh nilai Ks tetapi diudara oleh KH. Suhu permukaan yang rendah cenderung menurunkan fluks panas terasa dari lapisan perbatasan terendah dan suhunya juga dingin. Segera setelah matahari terbit, sinarnya memanaskan permukaan, kemudian panas terasa cenderung naik dan berkumpul pada suatu tempat dan memanaskan lapisan perbatas terendah. Transfer uap air antara permukaan dan atmosfer terendah adalah penting untuk mengetahui gambaran uap air yang dikandung udara. Evaporasi dari permukaan akan melalui lapisan perbatas laminar. Proses ini tidak hanya bergantung pada tersedianya air tetapi juga tersedianya energi untuk merubah bentuk, adanya gradien konsentrasi uap air dan turbulensi untuk membawa uap air. Perubahan uap lembab antara permukaan dan atmosfer diartikan sebagai kelembaban. Sebagian besar fluks panas terasa berpengaruh pada suhu di lapisan perbatas terendah. Panas dipompa ke udara pada siang hari dan dikembalikan kepermukaan pada malam hari, fluks air cenderung naik dalam jumlah yang besar sekali. Uap air ditransfer ke atas oleh difusi eddy yang sejalan dengan panas terasa. 2.5 Radiasi Radiasi surya merupakan gelombang elektromagnetik yang dibangkitkan dari proses fusi nuklir yang mengubah hidrogen menjadi helium. Radiasi surya yang sampai ke permukaan bumi hanya sekitar setengah dari yang diterima di puncak atmosfer. Karena sebagian akan diserap dan dipantulkan ke angkasa luar oleh atmosfer khususnya oleh awan. Rata-rata sebesar 30% radiasi surya yang sampai kebumi dipantulkan kembali ke angkasa luar. Matahari juga merupakan kendali iklim yang sangat penting dan sebagai sumber energi utama di bumi yang menggerakkan udara dan arus laut. Alih energi yang terjadi tanpa membutuhkan medium untuk mentransmisikannya disebut radiasi. Diameter matahari 1,42 x 106 Km, dan suhu permukaannya 6000 K. Energi matahari diradiasikan ke segala arah dengan intensitas yang sama, sebagian besar dari energi tersebut hilang ke alam semesta, dan hanya sebagian kecil saja yang dapat diterima bumi. Energi matahari yang jatuh pada permukaan bumi berbentuk gelombang elektromagnetik yang menjalar dengan kecepatan cahaya. Panjang gelombang radiasi matahari sangat pendek dan biasanya dinyatakan adalam mikron (1 mikrometer = 10 -6 m). Kesetimbangan energi alam antara input radiasi matahari, emisifitas panjang gelombang, dan transfer panas terasa menghasilkan siklus diurnal pemanasan dan pendinginan dari permukaan bumi dan lapisan batas atmosfer .Neraca energi didekat permukaan merupakan faktor utama dalam pembentukan cuaca, dimana terjadi kesetimbangan dinamis antara masukan energi dari matahari dengan kehilangan energi oleh permukaan setelah melalui proses–proses yang kompleks. Selisih antara masukan dan keluaran pada sistem tersebut disebut Radiasi netto (Lakitan, 2001). Energi yang diterima permukaan bumi pertama kali akan digunakan untuk menguapkan air tanah (soil water) dan lengas tanah (soil moisture) (LE), baru kemudian untuk memanaskan tanah (S) dan sisanya untuk memanaskan udara (A). Kandungan air tanah dan lengas tanah yang sangat rendah (energi untuk LE kecil) akan menyebabkan radiasi matahari (solar radiation) yang jatuh ke permukaan dalam bentuk radiasi netto (Qn) sebagian besar akan digunakan untuk memanaskan tanah dan udara sehingga suhunya meningkat. Radiasi netto (Rn) bisa diartikan sebagai selisih antara gelombang pendek matahari dari gelombang panjang yang datang ke permukaan dengan gelombang pendek dan gelombang panjang yang keluar. Radiasi tersebut berada pada kisaran panjang gelombang 0,3-100,0 μm (Monteith, 1979). Radiasi netto yang positif akan digunakan untuk memanaskan udara (H), penguapan (LE), pemanasan tanah/lautan (G) dan kurang dari 5 % untuk fotosintesis (Handoko, 1993). Sehingga radiasi netto dapat dinyatakan : R = H + LE + G Keterangan : R = Fluks bahang bersih (W/m2) G = Fluks bahang terasa (W/m2) LE = Fluks bahang konduksi (W/m2) H = Fluks bahang laten (W/m2) 2.6 Kelembaban Udara Status air di udara sebagai uap air dinyatakan sebagai kelembaban. Kapasitas udara dalam menampung uap air ditentukan oleh nilai kelembabannya. Keterkaitan kelembaban udara dengan suhu udara berhubungan dengan proses pengembangan dan pengkerutan udara. Semakin tinggi suhu udara, kapasitas udara untuk menampung uap air per satuan volume udara juga semakin besar. Kelembaban mutlak dinyatakan dengan tekanan uap (e) yang menunjukkan kandungan uap air persatuan volume udara atau dapat juga dinyatakan dengan massa uap air per satuan volume udara (ρ). Hubungan antara tekanan uap air, suhu dan volume udara dapat diturunkan dari hukum persamaan gas ideal sebagai berikut: e = nRT/V Nisbah campuran (mixing ratio/w) merupakan nisbah massa uap air terhadap massa udara kering per satuan volume udara (mv/md). Kelembaban spesifik (q) merupakan nisbah antara massa uap air dengan massa udara total, sedangkan kelembaban relatif (RH) merupakan perbandingan antara jumlah uap dengan kapasitas udara dalam menampung uap air. Nilai RH dinyatakan dalam persen. Pola sebaran diurnal kelembaban udara di permukaan mencapai minimum pada siang hari saat suhu mencapai maksimum dan RH menjadi maksimum di permukaan pada dini hari karena terdapat proses pengendapan udara yang memperkecil nilai es. 2.7 Stabilitas Atmosfer Stabilitas atmosfer merupakan kecenderungan atmosfer untuk menahan gerakan vertikal atau untuk menekan turbulensi yang ada, yang mempengaruhi kemampuan atmosfer untuk mendispersikan polutan-polutan yang teremisikan ke atmosfer. Penentuan stabilitas atmosfer suatu wilayah dapat ditentukan kecepatan angin permukaan dan radiasi harian menggunakan Tabel 1. Tabel 2. Klasifikasi Stabilitas Atmosfer Day Incoming Solar Radiation Surface Wind Speed (m/s) Night (Cloudliness) Cloudy ≥48 Clear ≤38 Strong Moderate Slight <2 A A-B B E E 2–3 A-B B C E E 3–5 B B-C C D E 5–6 C C-D D D D 6 C D D D D Sumber: Cooper dan Alley, 1994 Keterangan: A = Sangat Labil C = Agak Labil E= Agak Stabil B = Labil D = Netral F = Stabil Ketidakstabilan statis di atmosfer menyebabkan konveksi vertikal pencampuran dalam bentuk panas dan mungkin awan kumulus. Pencampuran secara vertikal dapat terjadi dalam lingkungan yang stabil, khususnya dalam bentuk gelombang. Gelombang ini adalah penyebab utama turbulensi tinggi, terutama berada di atas lapisan batas planet atau dekat jet stream, dimana seringkali terjadi turbulensi (CAT) yang ditakuti oleh penerbang. Evolusi dari turbilen telah dijelaskan secara matematis oleh Kelvin dan Helmholtz. Kondisi kestabilan atmosfer dapat digambarkan oleh bilangan Richardson (Ri), yang besarnya ditentukan oleh : Ri = N2/(dU/dz)2; N2=(g /T) (dT/dz) Berikut U g percepatan gravitasi (sekitar 9,8 m/s2), kecepatan angin, q suhu potensial dan tinggi z. Gambar 6. Turbulensi BAB III BAHAN DAN METODE 2.1 Tempat dan Waktu Pengamatan Praktikum pengukuran dan pengamatan iklim mikro pada tanaman rumput dilakukan selama 2 hari 1 malam mulai dari hari Sabtu tanggal 18 Desember 2010 pukul 16:00 WIB sampai hari Minggu tanggal 19 Desember 2010 pukul 16:00 WIB yang berlokasi di Lapangan Rumput Kampus IPB Baranangsiang, Bogor. 2.2 Alat dan Bahan yang digunakan Alat dan bahan yang digunakan yaitu : 1. Cup anemometer sebanyak 10 buah 2. Termokopel untuk mengukur suhu tanah sebanyak 2 buah 3. Termokopel untuk mengukur suhu lingkungan pada 3 ketinggian (25 cm, 40 cm, dan 120 cm) sebanyak 6 buah (suhu bola kering) 4. Sensor radiasi sebanyak 1 buah 5. Tiang penyangga sebanyak 2 buah 6. Wind vane untuk mengukur arah angin 7. Kabel 8. Catu daya berupa accu 6 volt 9. Signal receiver untuk menerima data sensor sebanyak 11 channel 10. Data logger 11. Software evenlogger untuk menerima data sensor 12. Termokopel sebanyak 2 buah untuk mengukur suhu bola basah dan bola kering secara manual 13. Sangkar cuaca 14. Kompas bidik yang digunakan untuk mengukur arah angin yang ditunjukkan pada wind vane 15. Software Ms. Excel untuk pengolahan data 2.3 Metode Pengamatan 1. Pengukuran kecepatan angin Kecepatan angin diukur dengan menggunakan cup counter anemometer pada lima ketinggian yang berbeda, yaitu z1 = 12 cm, z2 = 23,8 cm, z3 = 47,6 cm, z4 = 95 cm, dan z5 = 189 cm dimana pada etiap ketinggian terdapat dua anemometer. Besarnya ketinggian diperoleh dari fungsi logaritmik, dengan rumus: ln z ο½ k u ( z ) ο« ln z 0 U* Sedangkan untuk 1 kali data kecepatan angin yang masuk ke data logger tercatat setiap 8 kali putaran cup counter anemometer. Dengan mengestimasi kerapatan udara disekitar sebesar 0.8 sehingga besarnya kecepatan angin dapat dihitung sebagai berikut : Jari-jari : 3.90 cm Keliling : 24.49 cm 1 Sinyal : 24.49 cm x 8 100 m x ο½ 2.4492 m 0.8 1 cm Kecepatan Angin : 1 sinyal selisih wa ktu antar sinyal Setelah semua data kecepatan angin didapat kemudian diplotkan grafik kecepatan angin secara horizontal dan vertikal selama 24 jam. 2. Pengukuran suhu udara Pengukuran suhu udara dilakukan dengan dua cara, yaitu pengukuran otomatis dan pengukuran manual. Pada pengukuran otomatis digunakan termokopel yang terdapat di sangkar cuaca, yang diukur pada 3 ketinggian (z1 = 25 cm, z2 = 40 cm, dan z3 = 120 cm) dengan 2 sensor pada tiap ketinggian. Data suhu yang diterima, harus dikonversi ke dalam satuan Celcius (0C) yaitu dengan dibagi 10. Pengukuran secara manual dilakukan dengan menggunakan termokopel setiap 10 menit sekali dan dengan membaca nilai suhu setiap 1 jam sekali yang terukur pada sangkar cuaca di stasiun cuaca kampus IPB Baranangsiang. 3. Pengukuran kelembaban udara Untuk menentukan kelembaban udara diperlukan nilai suhu pada kondisi aktual dan jenuh. Suhu tersebut diukur dengan menggunakan termometer bola basah dan bola kering yang terdapat pada sangkar cuaca. Data suhu yang didapatkan, kemudian diolah untuk mendapatkan tekanan uap air jenuh (es) dengan persamaan : es(Tbk) = 6.1078 e{17.139 Tbk / (Tbk +273)} dimana γ = 0.66 dan es (Tbb) diperoleh dari : es(Tbb) = 6.1078 e{17.139 Tbk / (Tbk +273)} Tekanan uap air aktual dihitung dengan persamaan: ea = es(Tbb) - γ (Tbk – Tbb) sehingga nilai kelembaban relatifnya adalah RH = ea x 100% es 4. Pengukuran radiasi Radiasi netto diukur menggunakan solarimeter yang terhubung pada logger dan bekerja secara otomatis sehingga output datanya tercatat pada perangkat lunak yang digunakan. 5. Penentuan stabilitas atmosfer Stabilitas atmosfer ditentukan menggunakan nilai Richardson Number (Ri) dengan menggunakan persamaan : π π = π ππ⁄ππ§ 2 ππ (ππ’⁄ππ§) dengan Ta : suhu rata-rata pada ketinggian za = (z1 x z5)/2 (K) dT : selisih suhu ketinggian paling atas dengan ketinggian paling bawah (K) dz : selisih ketinggian paling atas dengan ketinggian paling bawah (cm) du : selisih kecepatan angin pada ketinggian paling atas (m/s) Setelah mendapatkan nilai Ri, maka kita dapat menentukan stabilitas atmosfer yang sedang terjadi. Jika nilai Ri ± 0,01 maka kondisi atmosfer netral, jika nilai Ri lebih dari 0,01 maka kondisi atmosfer stabil (inversi), dan jika nilai Ri kurang dari 0,01 maka kondisi atmosfer tidak stabil (lapse rate). 6. Penentuan Km (Koefisien pertukaran turbulensi/ eddy untuk momentum) Km dihitung pada tiga ketinggian dengan menggunakan persamaan : πΎπ = π π ∗ (π§ − π) karena d pada rumput sama dengan nol maka persamaan diatas menjadi πΎπ = π π ∗ (π§) 7. Menghitung QG (Fluks Ground) QG adalah fluks perpindahan energi dalam tanah yang dihitung menggunakan persamaan : QG = k dT dz Dimana k adalah konduktivitas termal dari tanah yang besarnya sama dengan XXX Wm-1K-1 8. Menghitung QH (Wm-2) dan QE (Wm-2) pada kondisi netral Nilai QE dan QH dihitung dengan persamaan : QE = K E ρ dq dz QH = K H ρcp dT dz Dimana pada kondisi atmosfer netral nilai KH = KE = Km, dengan KH dan KE merupakan koefisien pertukaran turbulensi (turbulence exchange coefficient) untuk bahang dan uap air. T dan q adalah komponen suhu udara dan kelembaban spesifik, J adalah kerapaan udara (1,29 kg/m3), Cp adalah kapasitas panas udara pada tekanan tetap (1005 JKg-1K-1). BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Arah dan Kecepatan Angin 4.1.1 Profil Angin Horizontal Tabel 3. Data Kecepatan Angin di Lima Ketinggian waktu 129 Cm 95 Cm 47.6 Cm 23.8 Cm 12 Cm 16:00 0.272 0.082 0.122 0.077 0.015 18:00 0.058 0.091 0.136 0.060 0.070 20:00 0.049 0.021 0.034 0.034 0.050 22:00 0.046 0.051 0.077 0.070 0.163 0:00 0.106 0.136 0.079 0.111 0.079 2:00 0.016 0.046 0.033 0.033 0.058 4:00 0.272 0.129 0.163 0.084 0.063 6:00 0.306 0.036 0.014 0.011 0.030 8:00 0.008 0.117 0.122 0.084 0.077 10:00 0.612 0.350 0.350 0.245 0.175 12:00 0.408 0.490 0.490 0.306 0.272 14:00 0.033 0.188 0.175 0.144 0.117 0.700 Kecepatan Angin (m/s) 0.600 0.500 0.400 0.300 0.200 0.100 0.000 16:00 18:00 20:00 22:00 0:00 2:00 4:00 6:00 8:00 10:00 12:00 14:00 Waktu (WIB) 129 95 47.6 23.8 12 Gambar 7. Profil Angin Horizontal Angin didefinisikan sebagai massa udara yang bergerak akibat perbedaan tekanan. Angin bergerak dari tekanan tinggi menuju tekanan yang lebih rendah. Berdasarkan literatur, kecepatan angin akan semakin besar dengan bertambahnya ketinggian. Kecepatan angin di permukaan lebih kecil dari pada kecepatan angin di ketinggian di atasnya. Di permukaan, tingkat kekasapan tinggi karena dipengaruhi oleh vegetasi, bangunan dan dan lain-lain sehingga memperbesar gaya gesekan antara angin dan permukaan yang menyebabkan kecepatan angin berkurang. Kecepatan angin maksimum dekat permukaan secara umum terjadi pada siang hari karena terjadi fluktuasi suhu yang besar di permukaan sehingga fluktuasi tekanan yang mempengaruhi pergerakan angin juga semakin besar. Sedangkan pada malam hari kecepatan angin berkurang karena radiasi matahari tidak ada sehingga pemanasan tidak terjadi. Pada praktikum ini, kecepatan angin diukur pada ketinggian yang berbeda yaitu 129 cm, 95 cm, 47.6 cm, 23.8 cm dan 12 cm. Kecepatan angin diukur pada selang waktu antara pukul 16.00 WIB hingga pukul 14.00 WIB. Pada ketinggian 12 cm (garis berwarna biru muda), dapat dilihat terjadi fluktuasi kecepatan angin. Kecepatan angin maksimum terjadi pada selang waktu antara 12.00 hingga 14.00. Pada ketinggian diatasnya yaitu 23.8 cm (garis berwarna ungu), 47.6 cm (garis berwarna hijau), 95 cm (garis berwarna merah) dan 129 (garis berwarna biru tua) juga terjadi fluktuasi angin. Secara umum, kecepatan angin maksimum terjadi pada selang waktu antara pukul 12.00 hingga 14.00 untuk setiap ketinggian. Profil kecepatan angin yang terbentuk berdasarkan pengukuran, menunjukkan pola yang sesuai dengan literatur, dimana kecepatan angin akan meningkat dengan bertambahnya ketinggian. 4.1.2 Profil Angin Vertikal Untuk mendapatkan profi angin dibutuhkan perbedaan kecepatan angin baik secara diurnal (per/jam selama 24 jam) meupun berdasarkan ketinggian. Data kecepatan angin berdasarkan ketinggian dapat dilihat dari tabel kecepatan angin diatas. Dari data kecepatan angin yang didapat terlihat bahwa kecepatan angin yang paling besar terukur pada ketinggian yang paling tinggi yaitu pada ketinggian 129 cm. hal ini menunjukkan bahwa kecepatan angin akan semakin besar dengan bertambahnya ketinggian Kondisi ini dipengaruhi oleh besarnya kekasapan serta waktu pengamatannya. Permukaan yang kasar akan mengakibatkan kecepatan angin menjadi kecil karena memiliki gaya gesek yang besar. Gesekan cenderung memperlambat gerakan udara, karena gaya gesek ini bekerja pada arah yang berlawanan dengan arak gerakan udara dalam hal ini angin. Dengan meningkatnya ketinggian, gaya gesek menjadi berkurang sehingga kecepatan anginnya menjadi meningkat. Gambar 8. Profil Angin Vertikal Tiap Dua Jam Pengukuran dilakukan dalam rentang waktu pukul 16.00 WIB sampai pukul 14.00 WIB keesokan harinya. Dari data kecepatan angin yang didapat kemudian dibuat grafik profil angin setiap 2 jam sekali. Dimana grafik tersebut menggambarkan hubungan antara kecepatan angin dengan berbagai tingkat ketinggian. Pada pukul 16.00 WIB profil angin yang terlihat bahwa pada ketinggian 12 cm kecepatan angin sebesar 0.015 m/s, pada ketinggian 23.8 cm sebesar 0.077 m/s, pada ketinggian 47.6 cm sebesar 0.1222 m/s, namun pada ketinggian 95 cm menurun sebesar 0.082 m/s kemudian pada ketinggian 129 cm meningkat kembali sebesar 0.272 m/s. Pada pukul 18.00 WIB profil angin yang terlihat bahwa pada ketinggian 12 cm kecepatan angin sebesar 0.070 m/s, pada ketinggian 23.8 cm sebesar 0.060 m/s, pada ketinggian 47.6 cm sebesar 0.136 m/s, pada ketinggian 95 cm menurun sebesar 0.091 m/s kemudian pada ketinggian 129 cm menurun sebesar 0.0058 m/s. Pada pukul 20.00 WIB profil angin yang terlihat bahwa pada ketinggian 12 cm kecepatan angin sebesar 0.050 m/s, kemudian kecepatan anginnya menurun sampai pada ketinggian 95 cm sebesar 0.021 m/s, kemudian pada ketinggian 129 cm meningkat kembali sebesar 0.0.049 m/s. Pada pukul 22.00 WIB profil angin yang terlihat bahwa pada ketinggian 12 cm kecepatan angin sebesar 0.163 m/s, pada ketinggian 23.8 cm sebesar 0.070 m/s, pada ketinggian 47.6 cm sebesar 0.077 m/s, kemudian kecepatan anginnya menurun sampai ketinggian 129 cm sebesar 0.046 m/s. Pada pukul 00.00 WIB profil angin yang terlihat bahwa pada ketinggian 12 cm kecepatan angin sebesar 0.079 m/s, pada ketinggian 23.8 cm sebesar 0.111 m/s, pada ketinggian 47.6 cm sebesar 0.079 m/s, namun pada ketinggian 95 cm sebesar 0.136 m/s, dan pada ketinggian 129 cm sebesar 0.106 m/s. Pada pukul 02.00 WIB profil angin yang terlihat bahwa pada ketinggian 12 cm kecepatan angin sebesar 0.058 m/s, pada ketinggian 23.8 cm menurun sebesar 0.033 m/s, pada ketinggian 47.6 cm sebesar 0.033 m/s, namun pada ketinggian 95 cm sebesar menigkat 0.046 m/s, dan turun kembali pada ketinggian 129 cm sebesar 0.016 m/s. Pada pukul 04.00 WIB profil angin yang terlihat bahwa pada ketinggian 12 cm kecepatan angin sebesar 0.063 m/s, pada ketinggian 23.8 cm sebesar 0.084 m/s, pada ketinggian 47.6 cm sebesar 0.163 m/s, namun pada ketinggian 95 cm menurun sebesar 0.129 m/s, dan pada ketinggian 129 cm meningkat kembali sebesar 0.272m/s. Pada pukul 06.00 WIB profil angin yang terlihat bahwa pada ketinggian 12 cm kecepatan angin sebesar 0.030 m/s, pada ketinggian 23.8 cm menurun sebesar 0.011 m/s, pada ketinggian 47.6 cm sebesar 0.014 m/s, pada ketinggian 95 cm sebesar 0.036 m/s, dan pada ketinggian 129 cm sebesar 0.306 m/s. Pada pukul 08.00 WIB profil angin yang terlihat bahwa pada ketinggian 12 cm kecepatan angin sebesar 0.077 m/s, pada ketinggian 23.8 cm sebesar 0.084 m/s, pada ketinggian 47.6 cm sebesar 0.122 m/s, namun pada ketinggian 95 cm menurun sebesar 0.177 m/s, dan pada ketinggian 129 cm menurun drastis sebesar 0.008 m/s. Pada pukul 10.00 WIB profil angin yang terlihat bahwa pada ketinggian 12 cm kecepatan angin sebesar 0.175 m/s, pada ketinggian 23.8 cm sebesar 0.245 m/s, pada ketinggian 47.6 cm sebesar 0.350 m/s, pada ketinggian 95 cm sebesar 0.350 m/s, dan pada ketinggian 129 cm sebesar 0.612 m/s. Pada pukul 12.00 WIB profil angin yang terlihat bahwa pada ketinggian 12 cm kecepatan angin sebesar 0.272 m/s, pada ketinggian 23.8 cm sebesar 0.306 m/s, pada ketinggian 47.6 cm sebesar 0.490 m/s, pada ketinggian 95 cm sebesar 0.490 m/s, dan namun pada ketinggian 129 cm menurun sebesar 0.408m/s. Pada pukul 14.00 WIB profil angin yang terlihat bahwa pada ketinggian 12 cm kecepatan angin sebesar 0.117 m/s, pada ketinggian 23.8 cm sebesar 0.144 m/s, pada ketinggian 47.6 cm sebesar 0.175 m/s, pada ketinggian 95 cm sebesar 0.188 m/s, dan pada ketinggian 129 cm menurun sebesar 0.033 m/s. Dari grafik profil angin selang dua jam yang didapat terlihat bahwa profil secara vertical angin pada pukul 10.00 grafiknya mendekati literature. Dimana kecepatan angin akan bertambah seiring meningkatnya ketinggian. Sedangkan pada pengukuran waktu yang lainnya terdapat pencilan data sehingga menyalahi literaur. Hal ini disebabkan adanya anemometer yang tidak bekerja dengan baik yang berakibat ada beberapa nilai kecepatan angin pada ketinggian lebih tinggi menjadi lebih kecil dari pada kecepatan angin pada ketinggian yang lebih rendah. 4.2 Suhu Udara dan Suhu Tanah 4.2.1 Suhu Udara Tabel 4. Data Suhu Vertikal Tiga Ketinggian Waktu BK 1 (25 cm) 0C BK 2 (40 cm) 0C BK 3 (120 cm) 0C 16:00 26.9 27.1 28.2 18:00 26.0 26.0 25.1 20:00 25.7 25.4 24.0 22:00 25.5 25.3 23.9 0:00 24.7 25.2 25.2 2:00 24.2 24.6 24.9 4:00 23.1 23.7 24.4 6:00 25.6 26.2 24.3 8:00 30.4 30.0 26.4 10:00 30.5 30.2 29.6 12:00 29.5 29.2 30.3 14:00 26.5 26.7 29.0 32.0 31.0 30.0 Suhu (°C) 29.0 28.0 27.0 26.0 25.0 24.0 23.0 22.0 16:00 18:00 20:00 22:00 0:00 2:00 4:00 6:00 8:00 10:00 12:00 14:00 Waktu Gambar 9. Kurva Hubungan Suhu terhadap Waktu Dari grafik di atas kita dapat melihat bahwa suhu diurnal sangat fluktuatif. Pengukuran yang dimulai pada pukul 16.00 menunjukkan suhu tidak terlalu tinggi yaitu 25,5oC selanjutnya suhu menurun sampai pukul 20.00. Suhu naik kembali pada pukul 22.00. Selanjutnya suhu kembali turun sampai pukul 4.00. Variasi suhu diurnal pada daerah tropis tidak begitu bervariasi. Sebelum suhu maksimum, radiasi surya datang masih lebih besar daripada radiasi keluar berupa pantulan gelombang pendek dan pancaran radiasi bumi berupa radiasi gelombang panjang (radiasi netto positif). Pemanasan udara berlangsung terus hingga suhu maksimum tercapai pada pukul 14.00.Terjadi keterlambaan waktu (time lag) antara radiasi surya maksimum dan suhu maksimum. Suhu akan terus menurun, dan mencapai minimum pada pagi hari (sekitar 04.00). Pada praktikum, suhu mulai naik tepatnya pukul 6.00 sampai 12.00. Seharusnya radiasi maksimum terjadi pada pukul 12.00 dan suhu maksimum berada pada pukul 14.00. Namun, pada praktikum kali ini hujan turun pada pukul 13.00 sampai 14.00. Hal tersebut dapat menyebabkan suhu setelah pukul 12.00 menurun akibat radiasi matahari yang terhalangi oleh awan. 4.2.2 Suhu Tanah Suhu tanah merupakan hasil dari keseluruhan radiasi yang merupakan kombinasi emisi panjang gelombang dan aliran panas dalam tanah. Suhu tanah akan dipengaruhi oleh jumlah panas yang diserap terutama ditentukan oleh jumlah sinar matahari efektif yang mencapai bumi. Kondisi cuaca juga menentukan variasi suhu tanah harian disamping kedalaman, dimana semakin menuju lapisan dalam suhu tanah akan bertambah karena mendekati inti bumi (magma). Variasi tanah juga dipengaruhi oleh penerimaan radiasi surya yang mempengaruhi pertukaran bahang antar lapisan. Pada siang hari suhu permukaan tanah akan lebih tinggi dibandingkan suhu pada lapisan tanah yang lebih dalam. Hal ini disebabkan karena permukaan tanah yang akan menyerap radiasi matahari secara langsung pada siang hari tersebut, baru kemudian panas dirambatkan ke lapisan tanah yang lebih dalam secara konduksi. Sebaiknya, pada malam hari permukaan tanah akan kehilangan panas terlebih dahulu, sebagai akibatnya suhu pada permukaan tanah akan lebih rendah dibandingkan dengan suhu pada lapisan tanah yang lebih dalam. Pada malam hari, panas akan merambat dari lapisan tanah yang lebih dalam menuju ke permukaan. Selain itu suhu tanah dipengaruhi oleh waktu. Tanah merupakan penyimpan panas yang baik, sehingga tanah membutuhkan waktu lebih lama untuk menjadi panas pada siang hari dan lebih lama melepaskan panas pada malam hari. Pada siang hari saat matahari cukup tinggi, suhu tanah juga akan meningkat sebaliknya pada malam hari ketika radaisi matahari menurun dan terjadi pelepasan panas dari permukaan bumi (radiasi gelombang panjang) suhu tanah juga akan menurun. Tabel 5. Data Suhu Tanah Waktu oC 16:00 27.5 18:00 27.2 20:00 26.9 22:00 26.4 00:00 25.1 02:00 24.5 04:00 23.7 06:00 26.5 08:00 31.8 10:00 30.8 12:00 29.7 14:00 27.3 33 32 31 Suhu Tanah (°) 30 29 28 27 26 25 24 23 14:00 12:00 10:00 8:00 6:00 4:00 2:00 0:00 22:00 20:00 18:00 16:00 22 Waktu Gambar 10. Kurva Hubungan Suhu Tanah terhadap Waktu Pengukuran suhu tanah dilakukan pada tanah yang tertutupi oleh vegetasi rumput. Berdasarkan praktikum, nilai suhu tanah semakin menurun dari sore hingga malam hari. Hal tersebut terjadi karena pada malam hari sumber panas bukan dari matahari akan tetapi dari dalam tanah. Pada malam hari, terjadi pelepasan energi dari permukaan bumi, sehingga suhu tanah menjadi lebih kecil dari pada suhu tanah. Pada siang hari, ketika menerima energi dari matahari dalam jumlah yang cukup banyak untuk menaikan suhu udara dan suhu tanah tidak terlalu besar, karena dibandingkan udara tanah merupakan penyimpan panas yang baik, sehingga tanah membutuhkan waktu lebih lama untuk menjadi panas pada siang hari dan lebih lama melepaskan panas pada malam hari. Suhu tanah maksimum tercapai pada rentang waktu antara pukul 08.0010.00 WIB sebesar 31,7β. Hal tersebut terjadi karena pada permukaan tanah akan tercapai pada saat intensitas radiasi matahari mencapai maksimum. Kemudian suhu tanah semakin berkurang menjelang sore hari. Nilai suhu tanah yang turun disebabkan oleh adanya hujan dan penutupan awan sehingga radiasi matahari yang diterima berkurang. 4.4.3 Profil Suhu Vertikal Di dekat permukaan suhu memiliki karakteristik yang berbeda dengan suhu udara. Hal ini disebabkan pertukaran bahang yang terjadi di dekat permukaan berlangsung melalui proses konveksi bebas yang ditunjukkan dengan pergerakan laminar dan konveksi paksa dengan gerakan turbulen. Tekanan udara secara vertikal berbeda sesuai degan jarak dari permukaan, berpengaruh terhadap proses pemindahan bahang antar lapisan. Untuk udara, hal tersebut ditunjukkan dengan perbedaan suhu antar lapisan. Dengan berkurangnya tekanan maka suhu juga akan turun. Pengukuran profil suhu udara vertikal, alat dipasang pada tiga ketinggian yaitu BK1, BK2 dan BK3 dengan ketinggian berturut-turut yaitu 25 cm (Z1), 40 cm (Z2) dan 120 cm (Z3) diatas permukaan tanah. Profil suhu diplotkan setiap dua jam sekali sehingga diperoleh profil suhu vertikal sebanyak 12 yaitu pada pukul 16.00, 18.00, 20.00, 22.00, 00.00, 02.00, 04.00, 06.00, 08.00, 10.00, 12.00, dan 14.00. Profil suhu vertikal pada jam 16.00 terlihat suhu permukaan lebih rendah dibandingkan suhu udara diatasnya. Menurut literatur, pada jam 16.00 suhu permukaan lebih tinggi dibandingkan suhu udara diatasnya. Hal ini disebabkan karena penerimaan bahang oleh permukaan menyebabkan suhu di permukaan akan lebih tinggi dibandingkan dengan suhu di lapisan atasnya. Sedangkan pada jam 18.00, suhu dipermukaan lebih kecil dari suhu pada ketinggian 40 cm, namun suhu kembali turun pada ketinggian 120 cm. Pada grafik profil suhu diatas, jam 20.00 sampai jam 02.00 menunjukkan profil suhu vertikal yang berbeda pada tiap ketinggian. Pada jam 20.00 sampai jam 22.00 terlihat suhu di permukaan lebih tinggi dibandingkan suhu udara diatasnya. Sedangkan pada jam 0.00 dan jam 02.00 suhu udara di permukaan lebih rendah dibandingkan suhu diatasnya. Pada malam hari umumnya suhu mencapai titik minimum. Suhu udara sangat dipengaruhi oleh penerimaan radiasi surya, pada malam hari suhu udara mencapai titik minimum yang disebabkan karena tidak ada radiasi matahari sehingga sumber pemanasan permukaan tidak ada tetapi permukaan bumi tetap mengeluarkan radiasi dalam bentuk gelombang panjang dan menyebabkan radiasi netto bernilai negatif. Permukaan yang terus mengeluarkan panas menyebabkan terjadinya kehilangan panas pada permukaan sehingga suhu pada malam hari rendah dan akan mengalami penurunan dengan semakin meningkatnya ketinggian. Gambar 11. Profil Suhu Vertikal Rata-rata Tiap Dua Jam Suhu pada malam hari akan terus menurun dan mencapai minimum pada pagi hari sekitar jam 04.00 yaitu 23,1ΛC pada ketinggian 20 cm dan mengalami peningkatan suhu dengan bertambahnya ketinggian. Sedangkan pada jam 06.00 suhu di permukaan mengalami peningkatan kembali karena adanya penerimaan radiasi. Namun suhu lapisan udara di atasnya mengalami penurunan. Grafik profil suhu udara dari jam 08.00 sampai jam 14.00 menunjukkan profil suhu vertikal yang berbeda pada tiap ketinggian. Pada jam 08.00 sampai jam 12.00 terlihat suhu di permukaan lebih tinggi dibandingkan suhu udara diatasnya. Sedangkan pada jam 14.00 suhu udara di permukaan lebih rendah dibandingkan suhu diatasnya. Pada siang hari penerimaan bahang oleh permukaan menyebabkan suhu dipermukaan akan lebih tinggi dibandingkan dengan suhu di lapisan atasnya. Keadaan tersebut akan berlangsung sampai tanah atau permukaan kehilangan bahang akibat proses pelepasn yang terjadi setelah penerimaan radiasi gelombang pendek dari matahari berhenti. Menurut literatur, umumnya suhu maksimum terjadi pada jam 14.00, hal ini terjadi karena adanya keterlambatan waktu (time lags) antara radiasi surya maksimum dengan suhu maksimum. Namun pada saat pengukuran suhu maksimum terjadi pada jam 10.00. Anomali profil suhu udara bisa terjadi jika turbulensi udara atau pergerakan menjadi sangat aktif, misalnya pada kondisi kecepatan angin tinggi. Permukaan bumi merupakan penyerap utama dari radiasi matahari, oleh sebab itu permukaan bumi merupakan sumber panas bagi udara diatasnya dan bagi lapisan tanah dibawahnyanya Pada malam hari, pemukaan bumi tidak menerima masukan energi dari radiasi matahari, tetapi permukaan bumi tetap akan memancarkan energi dalam bentuk radiasi gelombang panjang, sehingga permukaan akan kehilangan panas yang akan mengakibatkan suhu dipermukaan akan turun. Karena perannya yang demikian maka fluktuasi suhu permukaan akan lebih tinggi dari fluktuasi udara diatasnya. Suhu udara akan berfluktuasi dengan nyata selama 24 jam. Pada siang hari suhu udara dekat permukaan akan lebih tinggi dibandingkan pada lapisan udara diatasnya. Sebaliknya pada malam hari, terutama saat menjelang subuh suhu udara dekat permukaan menjadi lebih rendah daripada lapian diatasnya. Suhu udara maksimum akan tercapai beberapa saat setelah intensitas cahaya maksimum tercapai. Intensitas cahaya maksimum tercapai pada saat berkas cahaya jatuh tegak lurus, yakni pada waktu tengah hari (Lakitan, 1997). 4.3 Fluks Momentum dan Fluks Bahang Dari pengukuran profil angin dan profil suhu yang dilakukan didapatkan nilai fluks momentum dan bahang seperti pada tabel dibawah ini. Gambar 12. Profil Angin pada Kondisi Netral Tabel 6. Fluks Momentum dan Fluks Bahang Fluks Tinggi momentum (ο΄) Fluks panas terasa (H) kg m-1 s-1 Tabel tentang 1,2 0,116 -319,513 0,4 0,039 -106,504 0,24 0,024 319,513 fluks momentum serta fluks panas terasa diatas memperlihatkan nilai fluks momentum yang bernilai positif dan meningkat seiring dengan meningkatnya ketinggian. Nilai positif pada fluks momentum ini menunjukan adanya transfer momentum dari atas menuju ke-permukaan vegetasi yang dalam praktikum ini merupakan vegetasi rumput sedangkan peningkatan nilai fluks pada setiap ketinggian menunjukan bahwa momentum pada suatu titik pengukuran 1,2 meter memiliki transfer momentum ke permukaan (titik 0 m ketinggian) yang lebih besar dibandingkan dengan titik pengukuran yang lebih rendah. Hal ini dapat dipahami karena untuk memindahkan momentum pada ketinggian 1,2 meter digunakan eddy yang merupakan komulatif dari eddy antara 1,2 meter hingga titik penyerapan momentum, sedangkan pada ketinggian 0,4 meter hanya menggunakan eddy dari ketinggian 0,4 meter hingga titik penyerapan momentum. Atau dengan kata lain perbandingan kecepatan angin antara titik pengukuran 1,2 meter terhadap permukaan relatif lebih besar dari pada kecepatan angin yang diukur pada titik pengukuran 0,4 meter terhadap permukaan. Perubahan nilai fluks momentum dari setiap ketinggian juga menunjukan trend yang serupa perubahan dari titik pengukuran 1,2 sampai 0,4 relatif lebih besar dibandingkan perubahan fluks momentum di titik 0,4 menuju 0,24, perubahan ini menunjukan semakin kebawah besarnya momentum yang ditransfer semakin kecil. Sedangkan dari nilai fluks panas terasa terlihat bahwa, nilai fluks panas terasa bervareasi terhadap ketinggian. Variasi ini berupa nilai maupun tanda. Berdasarkan nilai, fluks panas terasa menurun berdasarkan ketinggian, akan tetapi hal ini tidak menunjukan nilai yang berarti, karena tanda positif maupun negatif pada pendugaan fluks bahang merupakan vektor arah. Tanda positif menyatakan panas terasa ditransferkan dari permukaan ke atasnya sedangkan tanda negatif menunjukan transfer bahang berlangsung dari atas menuju permukaan. Nilai yang seperti ini, dimana nilai pada ketinggian 0,24 memiliki nilai fluks positif sedangkan pada ketinggian 0,4 dan 1,2 memiliki nilai fluks negatif menunjukan adanya konfergensi dalam transfer bahan pada ketinggian antara ketinggian 0,4 dengan ketinggian 0,24. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa hal seperti lebih efektifnya penyerapan panas terasa di interval tersebut maupun adanya kumpulan massa yang terkonsentrasi padainterval itu dan menyebabkan panas yang terjerap menjadi semakin banyak. 4.4 Radiasi Berikut ini adalah data radiasi di stasiun Baranangsiang. Data radiasi diperoleh dengan menggunakan rumus Radiasi = [(Tr-1.3)-Tu)*60] sehingga diperoleh nilai radiasi seperti yang terdapat di dalam tabel di bawah ini. Gambar 13. Kurva Hubungan antara Radiasi Datang dengan Waktu Pengukuran radiasi matahari seharusnya dilakukan dengan menggunakan net solarimeter sehingga diperoleh radiasi netto tetapi dikarenakan kondisi alat pengukur yang tidak dapat bekerja dengan baik, maka pengukuran radiasi dilakukan dengan menggunakan rumus: radiasi = [(Tr-1.3)-Tu)*60]. Tr merupakan suhu radiasi dan Tu adalah suhu hasil pengukuran dengan menggunakan termokopel. Kondisi cuaca pada saat pengukuran adalah mendung dan gerimis sehingga radiasi yang terukur adalah hanya radiasi gelombang panjang. Grafik radiasi di atas masih menunjukkan adanya kesalahan dalam pengukuran. Intensitas radiasi terbesar terjadi pada pukul 12:44:44 dengan intensitas radiasi 162 W/m2. Intensitas radiasi terendah terjadi pada pukul 23:26 dengan nilai -12 W/m2. Nilai ini sangatlah kecil. Kesalahan alat pengukur menjadi faktor penyebab terjadinya kekeliruan dalam menentukan intensitas radiasi dalam pengukuran. Radiasi maksimum biasanya terjadi pada saat tengah hari dengan time lag 1 jam dan radiasi minimum terjadi pada saat malam hari atau pada saat matahari tenggelam. Grafik berbentuk parabola yang dioverlay di atas grafik radiasi surya hasil perhitungan merupakan keadaan sebenarnya atau pola radiasi surya yang seharusnya muncul. Dari kedua grafik tersebut, dapat dilihat error atau kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran.Namun, grafik radiasi hasil perhitungan sudah dapat dianggap merepresentasikan radiasi surya selama pengukuran dari pukul 16.00 hari Sabtu sampai dengan pukul 16.00 hari Minggu. 4.5 Kelembaban Udara Tabel 7. Data Kelembaban Relatif Waktu TBB TBK RH 16.00 23.25 25.75 81.48 18.00 23.00 25.25 83.06 20.00 22.75 25.00 82.95 22.00 22.00 24.50 80.91 0.00 21.50 24.35 78.29 2.00 21.45 24.00 80.33 4.00 21.00 23.25 82.28 6.00 20.75 23.20 80.72 8.00 22.50 27.00 68.66 10.00 24.25 29.65 64.66 12.00 25.25 30.00 68.86 14.00 23.50 25.50 87.45 16:00 23.1 25.5 82.05 90 85 RH % 80 75 70 65 16:00 14.00 12.00 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 0.00 22.00 20.00 18.00 16.00 60 Waktu Gambar 14. Kurva Hubungan antara RH dengan Waktu Grafik diatas menunjukkan hubungan antara waktu dengan RH. Pengambilan data dilakukan pada hari sabtu pukul 16:00 WIB sampai hari minggu pukul 14:00 WIB. Nilai RH tersebut didapat dari perhitungan data suhu bola basah dan suhu bola kering pada sangkar cuaca selama 13 jam yang diamati setiap satu jam, namun grafik ini dibuat dari RH rata-rata per dua jam dengan cara merata-ratakan nilai RH yang berurutan setiap dua jam. Pada rentang waktu tersebut terjadi fluktuasi nilai RH. Pada mulanya nilai RH meningkat sampai pukul 18:00 WIB dari 83% menjadi 81%, kemudian semakin menurun sampai pukul 00:00 WIB sebesar 78%. Setelah itu terjadi peningkatan lagi sampai pukul 04:00 sampai 82% dan selanjutnya terjadi penurunan yang drastis sampai pukul 10:00 WIB menjadi 64% dan meningkat lagi dari pukul 12:00 WIB menjadi 85%. Nilai RH terendah terjadi pada pukul 10:00 WIB (64%) dan tertinggi terjadi pada pukul 14:00 WIB (85%). Hal ini disebabkan oleh pancaran radiasi yang mulai terjadi pada dini hari maka semakin siang nilai suhu akan semakin meningkat, sehingga dari pukul 04:00 WIB sampai sekitar pukul 11:30 WIB nilai RH menurun drastis. Dari pukul 11:30 WIB, nilai RH semakin meningkat, padahal suhu maksimum terjadi pada pukul 14:00. Kondisi yang menyebabkan terjadinya hal ini adalah cuaca yang mendung mulai sekitar jam 13:00 WIB. Cuaca mendung membuat RH semakin meningkat karena suhu lingkungan semakin rendah. RH memperlihatkan tingkat kejenuhan udara ambien terhadap uap air pada temperatur tertentu. Nilai RH yang tinggi diperoleh ketika udara ambien semakin jenuh terhadap uap air. Pada waktu malam hari atau ketika cuaca mendung maupun hari hujan, dimana temperatur relatif lebih rendah dan tidak ada radiasi matahari yang memanaskan bumi, menyebabkan kandungan uap air di udara ambien tidak terlalu banyak. Akibatnya, pada keadaan tersebut udara ambien lebih mudah menjadi jenuh terhadap uap air dan menyebabkan nilai RH menjadi tinggi. (Alberth Christian Nahas dan Sugeng Nugorho, 2009). 4.6 Stabilitas Atmosfer Stabilitas atmosfer ditentukan dengan menggunakan bilangan Richardson (Richardson Number atau Ri). Nilai Ri yang negatif menunjukkan atmosfer dalam keadaan tidak stabil (Ri < 0) dan nilai Ri yang positif menunjukkan atmosfer dalam keadaan stabil (Ri > 0). Bila nilai Richardson number (Ri) beradadalam selang nilai -0.01 dan 0.01 atau -0.01<Ri<0.01 maka atmosfer berada dalam kondisi netral. Di bawah ini adalah data hasil perhitungan nilai Ri pada pukul 8:16:31 AM dan 3:06:09 PM. Tabel 8. Kecepatan Angin Pada Kondisi Stabil dan Tidak Stabil Z (cm) 129 95 47.6 23.8 12 Ri Ln Z 4.86 4.55 3.86 3.17 2.48 Tidak Stabil 8:16:31 AM 0.111 0.087 0.079 0.077 0.061 -2321.12 Stabil 3:06:09 PM 0.163 0.163 0.144 0.136 0.136 2215.12 Gambar 15. Profil Vertikal Kecepatan Angin pada Kondisi Stabil dan Tidak Stabil Kondisi atmosfer pada pukul 8:16:31 AM adalah tidak stabil yang ditunjukkan oleh bentuk grafik seperti di atas dengan nilai Ri -2321.12 (Ri < 0) pada ketinggian 12 cm. Kondisi atmosfer pada pukul 3:06:09 PM adalah stabil yang ditunjukkan oleh grafik di sebelah kanan atas dengan nilai Ri sebesar 2215.12 (Ri > 0). Slope atau kemiringan grafik atmosfer tidak stabil dan stabil ditunjukkan oleh pola garis yang logaritmik. Bentuk grafik atmosfer yang tidak stabil jauh lebih landai daripada bentuk grafik atmosfer yang stabil. BAB V KESIMPULAN Dari Pengamatan Mikrometeorologi yang dilakukan diperoleh kondisi mikro dari parameter cuaca antara lain arah angin, kecepatan angin di lima ketinggian, suhu udara di tiga ketinggian berbeda, suhu udara diurnal, suhu tanah, kelembaban relatif, fluks momentum dan fluks bahang, serta stabilitas atmosfer. Dengan menggunakan data kecepatan angin di lima ketinggian, dapat ditentukan karakteristik kekasaran permukaan rumput. Suhu udara dan suhu tanah sangat dipengaruhi oleh radiasi matahari dan jenis penutupan yang ada di atasnya. Radiasi matahari yang tinggi akan meningkatkan suhu tanah dan penutupan di atas tanah akan memperlihatkan bagaimana radiasi matahari akan diserap dan dipantulkan. Suhu udara dan suhu tanah berfluktuasi sesuai kondisi saat pengamatan. Profil kecepatan angin diurnal selalu mengalami fluktuasi. Kecepatan angin pada ketinggian 12 cm sangat kecil namun cenderung meningkat seiring dengan perubahan ketinggian. Kecepatan angin permukaan yang diperoleh dipengaruhi oleh penutupan permukaan yang bervegetasi rumput. Nilai RH pada siang hari berkisar antara 70% - 90% dan tidak jauh berbeda dengan malam hari. Hal ini disebabkan karena kondisi cuaca yang berubah setiap saat. Nilai RH umumnya kecil pada siang hari saat suhu mencapai maksimum dan meningkat pada malam hari saat suhu minimum. Kondisi stabilitas atmosfer dominan tiap jam dalam satu hari pengamatan didominasi oleh atmosfer yang tidak stabil. Kondisi atmosfer dominan stabil hanya dicapai dalam beberapa waktu yaitu pukul 5 dini hari dan dan pukul 1 siang hingga pukul 6 petang. Sementara kondisi netral terjadi beberapa kali dalam waktu-waktu tertentu tetapi bukan merupakan kondisi kestabilan atmosfer yang dominan. Cuaca saat pengamatan adalah hujan pada siang hari dengan penutupan awan yang cukup banyak dan tersebar merata (mendung). Fluks momentum bernilai positif dan meningkat seiring dengan meningkatnya ketinggian. Nilai ini menunjukan adanya transfer momentum dari atas menuju ke-permukaan vegetasi yang dalam praktikum ini merupakan vegetasi rumput sedangkan peningkatan nilai fluks pada setiap ketinggian menunjukan bahwa momentum pada suatu titik pengukuran 1,2 meter memiliki transfer momentum ke permukaan (titik 0 m ketinggian) yang lebih besar dibandingkan dengan titik pengukuran yang lebih rendah. Fluks panas terasa bervariasi terhadap ketinggian. Variasi ini berupa nilai maupun tanda. Berdasarkan nilai, fluks panas terasa menurun berdasarkan ketinggian, akan tetapi hal ini tidak menunjukan nilai yang berarti, karena tanda positif maupun negatif pada pendugaan fluks bahang merupakan vektor arah. Tanda positif menyatakan panas terasa ditransferkan dari permukaan ke atasnya sedangkan tanda negatif menunjukan transfer bahang berlangsung dari atas menuju permukaan. Nilai yang seperti ini, dimana nilai pada ketinggian 0,24 memiliki nilai fluks positif sedangkan pada ketinggian 0,4 dan 1,2 memiliki nilai fluks negatif menunjukan adanya konfergensi dalam transfer bahan pada ketinggian antara ketinggian 0,4 dengan ketinggian 0,24. Selain dipengaruhi oleh gaya gesek permukaan, kecepatan angin juga dipengaruhi oleh kekasaran permukaan. Dengan meningkatnya ketinggian maka kecepatan angin akan semakin meningkat. Ini disebabkan karena bila ketinggian tempat meningkat maka pengaruh kekasaran dan gesekan permukaan berkurang. Sebaliknya pada ketinggian yang dekat dengan permukaan rumput kecepatan anginnya lambat. Adapun tiga parameter yang dapat menunjukkan karakteristik dari struktur permukaan kanopi dalam hubungannya dengan kekasapan permukaan yaitu: • Pemindahan bidang nol (d) • Panjang kekasapan (z0) • Kecepatan kasap (U*) Dalam praktikum ini pemindahan bidang nol (d) dianggap nol karena penutupan permukaan berupa vegetasi rumput. BAB VI DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2009. Suhu Udara. http://www.cuacajateng.com/ [27 Desember 2010]. BMKG Jateng. 2009. Gerak-gerak Atmosfer. www.cuacajateng.com/ gerakgerakatmosfer.htm Cooper, C. D. dan Alley, F.C. 1994. Air Pollution Control a Design Approach. 2nd Edition. Waveland Press. Inc. United States. Handoko. 1993. Klimatologi Dasar. Bogor: Jurusan Geofisika dan Meteorologi FMIPA, IPB. Hidayatulloh, R.N, A. Suroso dan Wahyudi. Desai Alat Konversi Energi Angin Tipe Savonius sebagai Pembangkit Listrik pada Pulau Bawean. [Skripsi]. Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Januhariadi. 2010. Pengenalan Alat Pengukuran Lama Penyinaran Sinar Matahari, Suhu Udara Dan Suhu Tanah. http://www.scribd.com/doc/ 32259904/Laporan Mingguan Agroklimatologi [27 Desember 2010] Lakitan, Benyamin. 1997. Dasar-Dasar Klimatologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Yani, S. A. 2009. Suhu Udara. Jawa Tengah: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. (2010). Iklim mikro. Dalam Encyclopedia Britannica. Encyclopedia Britannica Online: http://www.britannica.com/EBchecked/topic/380278/microclimate [27 Desember 2010].