Laporan Praktikum Mikrometeorologi PRAKTIKUM LAPANG

advertisement
Laporan Praktikum Mikrometeorologi
PRAKTIKUM LAPANG PENGUKURAN PROFIL IKLIM MIKRO PADA
LAHAN BERVEGETASI RUMPUT Lapangan Taman Koleksi IPB
Baranangsiang, Bogor
Disusun Oleh :
Kelompok 4
Sintong MT Pasaribu
G24080007
Aulia Maharani
G24080009
Swari Farkhah Mufida
G24080016
Dewa Putu AM
G24080017
Fitra Dian Utami
G24080024
Adhayani Dewi
G24080029
Tiska S Merliyuanti
G24080036
Rahmadhania
G24080042
Fatchah Sakinah
G24080048
Yoga Prasaja K
G24080069
Fella Fauziah H
G24080075
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
KONTRIBUSI PENULISAN
Sintong MT Pasaribu
G24080007
9.1 %
Aulia Maharani
G24080009
9.1 %
Swari Farkhah Mufida
G24080016
9.1 %
Dewa Putu AM
G24080017
9.1 %
Fitra Dian Utami
G24080024
9.1 %
Adhayani Dewi
G24080029
9.1 %
Tiska S Merliyuanti
G24080036
9.1 %
Rahmadhania
G24080042
9.1 %
Fatchah Sakinah
G24080048
9.1 %
Yoga Prasaja K
G24080069
9.1 %
Fella Fauziah H
G24080075
9.1 %
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Harga Alpha…………………………………………………… 6
Tabel 2. Klasifikasi Stabilitas Atmosfer………………………………... 13
Tabel 3. Data Kecepatan Angin di Lima Ketinggian…………………… 19
Tabel 4. Data Suhu Vertikal di Tiga Ketinggian……………………….. 24
Tabel 5. Data Suhu Tanah………………………………………………. 26
Tabel 6. Fluks Momentum dan Fluks Bahang………………………….. 31
Tabel 7. Data Kelembaban Relatif……………………………………… 34
Tabel 8. Kecepatan Angin pada Kondisi Stabil dan Tidak Stabil………. 36
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Cup Anemometer dan Wind Vane………………………….. 4
Gambar 2. Aliran Angin yang Terpengaruh Kontur……………………. 6
Gambar 3. Profil Angin Akibat Kekasaran Permukaan………………… 7
Gambar 4. Pengaruh Topografi terhadap Kecepatan Angin……………. 7
Gambar 5. Pengaruh Penghalang terhadap Angin……………………… 7
Gambar 6. Turbulensi…………………………………………………... 14
Gambar 7. Profil Angin Horizontal……………………………………..
19
Gambar 8. Profil Angin Vertikal Tiap Dua Jam………………………..
21
Gambar 9. Kurva Hubungan Suhu terhadap Waktu……………………. 25
Gambar 10. Kurva Hubungan Suhu Tanah terhadap Waktu……………. 27
Gambar 11. Profil Suhu Vertikal Rata-rata Dua Jam…………………… 29
Gambar 12. Profil Angin pada Kondisi Netral…………………………. 31
Gambar 13. Kurva Hubungan Radiasi Datang terhadap Waktu…………. 33
Gambar 14. Kurva Hubungan RH terhadap Waktu……………………… 34
Gambar 15. Profil Vertikal Kecepatan Angin Stabil dan Tidak Stabil….. 36
DAFTAR ISI
Kontribusi Penulisan…….……………………………………………..
i
Daftar Tabel……………………………………………………………
ii
Daftar Grafik ………………………………………………………….
iii
Daftar Isi………………………………………………………………
iv
BAB I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang……………………………………………………..
1
I.2 Tujuan……………………………………………………………....
2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ruang Lingkup Meteorologi……………………………………….
3
2.2 Arah dan Kecepatan Angin………………………………………...
3
2.3 Suhu Udara dan Suhu Tanah……………………………………….
8
2.4 Fluks Momentum dan Fluks Bahang..……………………………..
9
2.5 Radiasi……………………………………………………………...
11
2.6 Kelembaban Udara…………………………………………………
12
2.7 Stabilitas Atmosfer…………………………………………………
13
BAB III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Pengamatan……………………………………
15
3.2 Alat dan Bahan……………………………………………………..
15
3.3 Metode Pengamatan………………………………………………..
16
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Arah dan Kecepatan Angin………………………………………...
19
4.2 Suhu Udara dan Suhu Tanah……………………………………….
24
4.3 Radiasi………………………………………………………………
31
4.4 Kelembaban Udara………………………………………………….
32
4.5 Stabilitas Atmosfer………………………………………………….
35
BAB V. KESIMPULAN………………………………………………..
37
BAB VI. DAFTAR PUSTAKA……………………………..................
39
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Radiasi surya merupakan gelombang elektromagnetik yang sangat penting
bagi kehidupan makhluk hidup di bumi, dan sebagai sumber energi utama untuk
proses – proses fisika atmosfer yang menentukan keadaan cuaca dan iklim.
Penerimaan radiasi surya di permukaan bumi bervariasi menurut tempat
dan waktu, seperti perbedaan letak lintang. Pada skala mikro arah lereng sangat
menentukan jumlah radiasi yang diterima.
Proses pemindahan energi radiasi antara kanopi dengan udara diatasnya
terjadi secara konveksi yaitu gerakan massa dari fluida yang didalamnya terjadi
proses transport dan pencampuran bahan. Turbulensi berlangsung setiap saat dan
berperan penting dalam proses pertukaran bahan dan sifat dari atau ke atmosfer.
Turbulensi, mempercepat pemindahan uap air yang berasal dari proses transpirasi
dan evaporasi; begitu juga pemindahan bahang yang berfungsi sebagai
pengendali suhu permukaan kanopi, agar proses fotosintesis tanaman dapat
berlangsung optimum.
Selain turbulensi dapat juga diketahui profil kecepatan angin. Kecepatan
angin dan karakteristik kanopi suatu tanaman menjadi factor penentu proses
pertukaran uap air, bahang, CO2, dan momentum antara kanopi dengan udara
diatasnya.
Analisis profil kecepatan angin yang diukur di atas kanopi tanaman pada
kondisi atmosfer netral dapat digunakan untuk menentukan koefisien pertukaran
turbulensi untuk momentum (Km), uap air (KE) dan bahang (KH) sehingga 132
perhitungan fluks atau hantaran bahang dan uap air dapat dilakukan. Di atas
kanopi tanaman profil kecepatan angin mempunyai bentuk logaritmik sebagai
berikut :
Tiga parameter yang dapat diturunkan dari profil kecepatan angin di atas,
yang menggambarkan karakteristik dari struktur permukaan kanopi adalah :
1. Pemindahan bidang nol, d (m)
2. Panjang kekasapan, zo (m)
3. Kecepatan kasap, U* (m/s)
Ketiga parameter yang didapat dari profil kecepatan angin pada kondisi
netral ini kemudian dapat digunakan untuk menentukan besarnya fluks uap air dan
bahang dengan mengetahui profil angin menggunakan persamaan :
Dimana KH dan KE merupakan koefisien pertukaran turbulensi (turbulent
exchange coefficient) untuk bahang dan uap air; u, T dan q adalah komponen
kecepatan angin, suhu udara dan kelembaban spesifik; dan ρ adalah kerapatan
udara; dan k adalah konduktivitas thermal dari tanah. Pada kondisi atmosfer
netral, similary principle terjadi sehingga KM = KH = KE.
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum adalah :
(1) Menentukan variasi diurnal Radiasi netto yang terdapat pada permukaan
rumput
(2) Mendapat profil kecepatan angin, suhu udara, suhu tanah, dan kelembaban
spesifik pada permukaan umput selama 24 jam.
(3) Menentukan karakteristik kekasapan kanopi rumput (Zo dan U*);
(4) Menentukan kondisi stabilitas atmosfer (Ri), netral, stabil, dan inversi
dalam periode 24 jam.
(5) Menentukan besarnya fluks bahang (QH dan QG), dan uap air (Qe) pada
kondisi netral.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ruang Lingkup Mikrometeorologi
Iklim mikro menggambarkan kondisi iklim lingkungan sekitar yang
berhubungan langsung dengan organisme hidup, baik dekat permukaan bumi
maupun pada lingkungan yang terbatas. Menurut Geiger (1959) iklim mikro
adalah iklim di dekat permukaan tanah yaitu iklim dimana sebagian makhluk
hidup berada. Geiger memperkirakan skala kajian iklim mikro secara vertikal
sampai dengan ketinggian 1.5 – 2 meter. Sedangkan mikrometeorologi merupakan
ilmu yang mempelajari proses – proses terjadinya iklim mikro itu. Ruang lingkup
mikrometeorologi hanya yang berasal dari dominasi oleh lapisan dangkal di atas
permukaan bumi, yang umum dikenal sebagai atmosfer boundary layer (ABL).
Secara sederhana bahwa daerah disekitar perakaran sampai tajuk tanaman
merupakan iklim mikro tanaman. Dimana iklim ini yang pertama kali berpengaruh
terhadap perkembangan dan pertumbuhan. Karakteristik iklim mikro suatu
pertanaman atau lahan dapat digambarkan melalui pengolahan data. Unsur – unsur
iklim yang diolah adalah suhu tanah dan suhu udara, kelembaban (RH) dan
kecepatan angin.
Dalam mikrometeorologi dipelajari fenomena-fenomena cuaca dalam skala
kecil seperti fenomena cuaca pada lapisan permukaan dan pada lapisan perbatas
(boundary layer). Pada lapisan di dekat permukaan terjadi pertukaran-pertukaran
fluks (aliran yang membawa sifat-sifat atmosfer secara vertikal), seperti fluks
CO2, fluks H2O, fluks bahang, fluks energi radiasi matahari, dan lain-lain.
Radiasi matahari merupakan sumber energi untuk proses-proses fisik di bumi
(pergerakan massa udara, penguapan dan pemanasan atmosfer dan tanah) dan
energi yang diperlukan tanaman untuk proses fotosintesis. Aliran di atas kanopi
tanaman selalu mengalami turbulensi yang berlangsung setiap saat dan berperan
penting dalam proses pertukaran bahan dan sifat dari dan ke atmosfer.
2.2 Arah dan Kecepatan Angin
Angin merupakan gerakan udara yang disebabkan perbedaan suhu dan
tekanan antara suatu tempat dan tempat lain. Istilah angin digunakan untuk
menyatakan gerak udara dalam arah mendatar. Angin dicirikan dengan arah
datang dan kecepatannya. Arah angin dinyatakan dengan derajat. Angin dari utara
arahnya dinyatakan 360 derajat, dari timur 90 derajat, dari selatan 180 derajat, dan
dari barat 270 derajat. Kecepatan angin dinyatakan dalam km/jam, m/detik, atau
dalam knot (1 knot = 1 mil/jam = 1,8 km/jam) (atlasnasional.bakosurtanal.go.id).
Radiasi matahari yang mencapai bumi akhirnya akan dirubah menjadi
energi kinetik dari gas – gas atmosfer dan akan menyebabkan gerakan – gerakan
molekulnya menjadi tetap. Besar vektor angin disebut kecepatan angin, sedangkan
arah angin adalah arah darimana angin berhembus. Laju angin permukaan mudah
mengalami gangguan yang cepat. Perkembangan dari gangguan yang terjadi
disebut Gustiness. Standar penempatan alat pengukur angin permukaan adalah
dipasang setinggi 10 meter di atas suatu lapangan terbuka, dengan jarak paling
sedikit 10 kali tinggi dari bangunan – bangunan atau penghalang yang ada
disekitarnya. Arah angin dinyatakan dalam derajat, yang diukur searah dengan
arah jarum jam,
mulai dari titik utara bumi. Sedangkan kecepatan angin
dinyatakan dalam knots, dimana 1 knot sama dengan 0,5 m/s. Arah angin
permukaan ditentukan dengan wind vane. Sedangkan kecepatan angin diukur
menggunakan anemometer cup counter.
Gambar 1. Cup Anemometer dan Wind Vane
Angin adalah fluida homogen yang bergerak dengan kecepatan tertentu.
Karena udara memiliki masa, maka udara memiliki energi kinetik. Energi kinetik
yang terkandung dalam suatu bidang udara, dengan masa m dan kecepatan u
bergerak sepanjang sumbu x dapat dirumuskan sebagai:
E = ½ mu2 ...(1.1)
Dengan:
E = Energi kinetik [joule]
m = Masa [Kg]
u = Kecepatan [m/s].
Power atau daya didefinisikan dengan energ kinetik per satuan waktu. Jika
ditulis dalam persamaan matematik, menjadi:
P = E/time = mu2 = ½ ρAu3
Dengan:
P = Daya atau power [Watt]
ρ = Masa jenis [Kg/m3]
A = Bidang angin [m2]
u = Kecepatan angin [m/s].
Sifat angin di suatu wilayah memiliki karakteristik yang sangat berpengaruh
pada penentuan lokasi konversi energi angin. Beberapa karakteristik yang perlu
diperhatikan adalah:
a. Estimasi energi pada angin
Agar konversi angin yang dibuat memiliki kecepatan yang cukup, maka perlu
dilakukan pengumpulan data angin untuk mengetahui energi yang dapat
dimanfaatkan. Estimasi energi biasanya diukur dalam satuan tahun
(kWh/tahun).
b. Kontur
Guna mendapatkan angin dengan kecepatan maksimum dan laminer maka
diperlukan kajian mengenai kontur suatu wilayah. Kontur dari suatu tempat
mempengaruhi aliran angin, ditunjukkan pada gambar 1 .Penempatan konversi
angin sebisa mungkin berada pada aliran laminer sehingga energi yang
dikonversi semakin besar.
Gambar 2. Aliran Angin yang Terpengaruh Kontur.
c. Kekasaran permukaan
Kekasaran permukaan mempengaruhi profil dari kecepatan angin. Semakin
kasar dan tidak rata suatu permukaan menyebabkan profil kecepatan angin didekat
permukaan semakin kecil, dapat dilihat pada gambar 3. Efek permukaan dapat
ditulis dalam persamaan sebagai berikut.
Vh = Vref x (h / ref) ^alpha
Dengan :
Vh = kecepatan angin pada ketinggian h [m/s]
Vrev = kecepatan angin pada ketinggian yang
sudah diketahui [m/s]
h = ketinggian h [m]
Alpha (α) = koefisien vertical wind shear
Harga alpha dapat dilihat pada table dibawah ini.
Tabel 1. Harga Alpha
Deskripsi Kekerasan
Alpha
Very low roughness (flat ice, calm sea)
0,1
Low roughness (meadows, lowland, open fields)
0,16
Average roughness (bush, sparse trees)
0,2
Average roughness (villages, spread houses)
0,28
High roughness (town with high buildings)
0,4
Gambar 3. Profil Angin Akibat Kekasaran Permukaan.
d. Topografi
Kecepatan angin dipengaruhi oleh bentuk topografi suatu wilayah,
ditunjukkan pada gambar 4. Daerah lembah memiliki angin yang kencang karena
bukit disekitarnya berfungsi sebagai pengarah angin, sehingga angin yang
berhembus dilembah semakin kencang.
Gambar 4. Pengaruh Topografi terhadap Kecepatan Angin
e. Pengaruh penghalang
Penghalang dapat mempengaruhi kecepatan angin pada konversi angin.
Oleh karena itu desain tempat harus jauh dari penghalang, sehingga angin dapat
bertiup maksimal, ditunjukkan pada gambar 5.
Gambar 5. Pengaruh Penghalang terhadap Angin
Angin
merupakan
besaran
yang
paling
efektif
dalam
proses
pemindahan bahang, momentum dan massa udara secara konveksi jika
dibandingkan dengan proses difusi maupun konduksi. Dalam skala mikro, laju
pemindahan gas dari atau ke permukaan ditentukan oleh lapisan tipis di atas
permukaan tanah yang disebut sebagai
Kecepatan angin permukaan
lapisan perbatas (boundary layer).
dapat dipengaruhi oleh karakteristik permukaan
yang dilaluinya. Kecepatan angin diatas suatu kanopi tanaman dapat ditulis
dalam persamaan:
U(z) = (U*/k) ln {(z-d)/zo}
Dengan : U* = kecepatan kasap
k = konstanta Von Karman = 0.4
zo = panjang kekasapan
d = perpindahan bidang nol
z = ketinggian/letak alat
Sehingga ekstrapolasi dari u pada sumbu y, yaitu pada z = zo + d
menghasilkan u = 0 dan garis linier dengan kemiringan = k/U*.
2.3 Suhu Udara dan Suhu Tanah
Suhu udara adalah ukuran energi kinetik rata – rata dari pergerakan
molekul-molekul. Suhu suatu benda ialah keadaan yang menentukan kemampuan
benda tersebut, untuk memindahkan (transfer) panas ke benda – benda lain atau
menerima panas dari benda – benda lain tersebut. Dalam sistem dua benda, benda
yang kehilangan panas dikatakan benda yang bersuhu lebih tinggi (Yani, 2009).
Suhu merupakan karakteristik yang dimiliki oleh suatu benda yang
berhubungan dengan panas dan energi. Jika panas dialirkan pada suhu benda,
maka suhu benda tersebut akan turun jika benda yang bersangkutan kehilangan
panas. Akan tetapi hubungan antara satuan panas dengan satuan suhu bukan
merupakan suatu konstanta, karena besarnya peningkatan suhu akibat penerimaan
panas dalam jumlah tertentu akan dipengaruhi oleh daya tampung panas (heat
capacity) yang dimiliki oleh benda penerima tersebut (Lakitan, 2002).
Suhu udara akan berfluktuasi dengan nyata selama setiap periode 24 jam.
Fluktuasi suhu udara (dan suhu tanah) berkaitan erat dengan proses pertukaran
energi yang berlangsung di atmosfer. Pada siang hari, sebagian dari radiasi
matahari akan diserap oleh gas-gas atmosfer dan partikel-partikel padat yang
melayang di atmosfer. Serapan energi radiasi matahari akan menyebabkan suhu
udara meningkat. Suhu udara harian maksimum tercapai beberapa saat setelah
intensitas cahaya maksimum tercapai. Intensitas cahaya maksimum tercapai pada
saat berkas cahaya jatuh tegak lurus, yakni pada waktu tengah hari (Lakitan,
2002).
Permukaan bumi merupakan permukaan penyerap utama dari radiasi
matahari. Oleh sebab itu permukaan bumi merupakan sumber panas bagi udara di
atasnya dan bagi lapisan tanah di bawahnya. Pada malam hari, permukaan bumi
tidak menerima masukan energi dari radiasi matahari, tetapi permukaan bumi
tetap akan memancarkan energi dalam bentuk radiasi gelombang panjang,
sehingga permukaan akan kehilangan panas, akibatnya suhu permukaan akan
turun. Karena perannya yang demikian maka fluktuasi suhu permukaan akan lebih
besar dari fluktuasi udara di atasnya (Lakitan, 2002).
Suhu tanah merupakan hasil dari keseluruhan radiasi yang merupakan
kombinasi emisi panjang gelombang dan aliran panas dalam tanah. Suhu tanah
ditentukan oleh panas matahari yang menyinari bumi. Intensitas panas tanah
dipengaruhi oleh kedudukan permukaan yang menentukan besar sudut datang,
letak digaris lintang utara dan selatan dan tinggi dari permukaan laut. Tanah dapat
dipandang sebagai campuran antara partikel, mineral dan organik dengan berbagai
ukuran dan komposisi. Sejumlah sifat tanah juga menentukan suhu tanah antara
lain intensitas warna tanah, komposisi, panas jenis tanah, kemampuan dan kaar
lengas tanah.
Suhu tanah ditentukan oleh interaksi sejumlah faktor. Semua panas tanah
berasal dari dua sumber yaitu :
1. Radiasi matahari dan awan
2. Konduksi dari dalam bumi.
Faktor eksternal (lingkungan) dan internal (tanah) menyumbang perubahanperubahan suhu tanah.
2.4 Fluks Panas Sensibel dan Panas Laten
Panas Sensibel, yaitu jumlah energi panas (dalam satuan BTU) yang dapat
menyebabkan terjadinya perubahan suhu benda. Jadi untuk menaikkan atau
menurunkan suhu suatu benda dibutuhkan sejumlah energi panas. Sedangkan
panas laten adalah jumlah energi panas yang dapat menyebabkan terjadinya
perubahan wujud benda. Misalnya, bila air diubah wujudnya menjadi gas atau
uap, maka diperlukan sejumlah panas yang disebut sebagai panas laten. Dalam hal
ini dibedakan panas laten penguapan dan panas laten pengembunan. Selama
proses perubahan wujud tersebut maka suhu benda tidak berubah.
Istilah panas sensibel ini digunakan dalam kontras dengan panas laten , yang
merupakan jumlah energi ditukar yang tersembunyi, yang berarti tidak dapat
diamati sebagai perubahan suhu. Sebagai contoh, selama fase perubahan seperti
mencairnya es, suhu dari sistem yang mengandung es dan cair yang konstan
sampai semua es telah mencair.
Panas sensibel dari sebuah proses termodinamika dapat dihitung sebagai
produk dari tubuh massa (m) dengan perusahaan kapasitas panas spesifik (c) dan
perubahan suhu (Δ T):
Sensible heat dan laten heat bukan merupakan syarat khusus dari bentuk
energi, melainkan mencirikan bentuk yang sama energi, panas, dalam hal
pengaruhnya terhadap bahan atau sistem termodinamika. Panas sensibel adalah
energi panas dalam proses transfer antara sistem dan sekitarnya atau antara dua
sistem dengan suhu yang berbeda. Panas laten dikaitkan dengan perubahan fasa
dari atmosfer uap air, sebagian besar penguapan dan kondensasi, sedangkan panas
sensibel adalah energi ditransfer yang mempengaruhi suhu atmosfer.
Pada siang hari, porsi surplus panas yang memancar ke bawah
atmosfer dikenal sebagai panas terasa (QH). Panas ini harus melewati
lapisan
perbatas dengan kondisi molekul. Transfer panas secara
langsung
ditandai sebagai gradien temperatur. Pada siang hari nilainya negatif (lapse)
dan QH positif. Malam hari gradien positif (inversi) dan nilai QH negatif.
Nilai fluks ditanah dikontrol oleh nilai Ks tetapi diudara oleh KH.
Suhu permukaan yang rendah cenderung menurunkan fluks panas terasa
dari lapisan perbatasan terendah dan suhunya juga dingin. Segera setelah
matahari terbit, sinarnya memanaskan permukaan, kemudian panas terasa
cenderung
naik dan berkumpul pada suatu tempat dan memanaskan lapisan
perbatas terendah.
Transfer uap air antara permukaan dan atmosfer terendah adalah penting
untuk mengetahui gambaran uap air yang dikandung udara. Evaporasi dari
permukaan akan melalui lapisan perbatas laminar. Proses ini tidak hanya
bergantung pada tersedianya air tetapi juga tersedianya energi untuk merubah
bentuk, adanya gradien konsentrasi uap air dan turbulensi untuk membawa uap
air.
Perubahan uap lembab antara permukaan dan atmosfer diartikan
sebagai kelembaban. Sebagian besar fluks panas terasa berpengaruh pada
suhu di lapisan perbatas terendah. Panas dipompa ke udara pada siang hari
dan dikembalikan kepermukaan pada malam hari, fluks air cenderung naik
dalam jumlah yang besar sekali. Uap air ditransfer ke atas oleh difusi eddy yang
sejalan dengan panas terasa.
2.5 Radiasi
Radiasi surya merupakan gelombang elektromagnetik yang dibangkitkan
dari proses fusi nuklir yang mengubah hidrogen menjadi helium. Radiasi surya
yang sampai ke permukaan bumi hanya sekitar setengah dari yang diterima di
puncak atmosfer. Karena sebagian akan diserap dan dipantulkan ke angkasa luar
oleh atmosfer khususnya oleh awan. Rata-rata sebesar 30% radiasi surya yang
sampai kebumi dipantulkan kembali ke angkasa luar. Matahari juga merupakan
kendali iklim yang sangat penting dan sebagai sumber energi utama di bumi yang
menggerakkan udara dan arus laut. Alih energi yang terjadi tanpa membutuhkan
medium untuk mentransmisikannya disebut radiasi. Diameter matahari 1,42 x 106
Km, dan suhu permukaannya 6000 K. Energi matahari diradiasikan ke segala
arah dengan intensitas yang sama, sebagian besar dari energi tersebut hilang ke
alam semesta, dan hanya sebagian kecil saja yang dapat diterima bumi. Energi
matahari yang jatuh pada permukaan bumi berbentuk gelombang elektromagnetik
yang menjalar dengan kecepatan cahaya. Panjang gelombang radiasi matahari
sangat pendek dan biasanya dinyatakan adalam mikron (1 mikrometer = 10 -6 m).
Kesetimbangan energi alam antara input radiasi matahari, emisifitas panjang
gelombang, dan transfer panas terasa menghasilkan siklus diurnal pemanasan dan
pendinginan dari permukaan bumi dan lapisan batas atmosfer .Neraca energi
didekat permukaan merupakan faktor utama dalam pembentukan cuaca, dimana
terjadi kesetimbangan dinamis antara masukan energi dari matahari dengan
kehilangan energi oleh permukaan setelah melalui proses–proses yang kompleks.
Selisih antara masukan dan keluaran pada sistem tersebut disebut Radiasi netto
(Lakitan, 2001).
Energi yang diterima permukaan bumi pertama kali akan digunakan untuk
menguapkan air tanah (soil water) dan lengas tanah (soil moisture) (LE), baru
kemudian untuk memanaskan tanah (S) dan sisanya untuk memanaskan udara (A).
Kandungan air tanah dan lengas tanah yang sangat rendah (energi untuk LE kecil)
akan menyebabkan radiasi matahari (solar radiation) yang jatuh ke permukaan
dalam bentuk radiasi netto (Qn) sebagian besar akan digunakan untuk
memanaskan tanah dan udara sehingga suhunya meningkat.
Radiasi netto (Rn) bisa diartikan sebagai selisih antara gelombang pendek
matahari dari gelombang panjang yang datang ke permukaan dengan gelombang
pendek dan gelombang panjang yang keluar. Radiasi tersebut berada pada kisaran
panjang gelombang 0,3-100,0 μm (Monteith, 1979). Radiasi netto yang positif
akan digunakan untuk memanaskan udara (H), penguapan (LE), pemanasan
tanah/lautan (G) dan kurang dari 5 % untuk fotosintesis (Handoko, 1993).
Sehingga radiasi netto dapat dinyatakan :
R = H + LE + G
Keterangan : R
= Fluks bahang bersih (W/m2)
G
= Fluks bahang terasa (W/m2)
LE = Fluks bahang konduksi (W/m2)
H
= Fluks bahang laten (W/m2)
2.6 Kelembaban Udara
Status air di udara sebagai uap air dinyatakan sebagai kelembaban.
Kapasitas udara dalam menampung uap air ditentukan oleh nilai kelembabannya.
Keterkaitan kelembaban udara dengan suhu udara berhubungan dengan proses
pengembangan dan pengkerutan udara. Semakin tinggi suhu udara, kapasitas
udara untuk menampung uap air per satuan volume udara juga semakin besar.
Kelembaban mutlak dinyatakan dengan tekanan uap (e) yang menunjukkan
kandungan uap air persatuan volume udara atau dapat juga dinyatakan dengan
massa uap air per satuan volume udara (ρ). Hubungan antara tekanan uap air,
suhu dan volume udara dapat diturunkan dari hukum persamaan gas ideal sebagai
berikut:
e = nRT/V
Nisbah campuran (mixing ratio/w) merupakan nisbah massa uap air
terhadap massa udara kering per satuan volume udara (mv/md). Kelembaban
spesifik (q) merupakan nisbah antara massa uap air dengan massa udara total,
sedangkan kelembaban relatif (RH) merupakan perbandingan antara jumlah uap
dengan kapasitas udara dalam menampung uap air. Nilai RH dinyatakan dalam
persen.
Pola sebaran diurnal kelembaban udara di permukaan mencapai minimum
pada siang hari saat suhu mencapai maksimum dan RH menjadi maksimum di
permukaan pada dini hari karena terdapat proses pengendapan udara yang
memperkecil nilai es.
2.7 Stabilitas Atmosfer
Stabilitas atmosfer merupakan kecenderungan atmosfer untuk menahan
gerakan vertikal atau untuk menekan turbulensi yang ada, yang mempengaruhi
kemampuan atmosfer untuk mendispersikan polutan-polutan yang teremisikan ke
atmosfer. Penentuan stabilitas atmosfer suatu wilayah dapat ditentukan kecepatan
angin permukaan dan radiasi harian menggunakan Tabel 1.
Tabel 2. Klasifikasi Stabilitas Atmosfer
Day Incoming Solar Radiation
Surface Wind
Speed (m/s)
Night (Cloudliness)
Cloudy ≥48
Clear ≤38
Strong
Moderate
Slight
<2
A
A-B
B
E
E
2–3
A-B
B
C
E
E
3–5
B
B-C
C
D
E
5–6
C
C-D
D
D
D
6
C
D
D
D
D
Sumber: Cooper dan Alley, 1994
Keterangan:
A = Sangat Labil
C = Agak Labil
E= Agak Stabil
B = Labil
D = Netral
F = Stabil
Ketidakstabilan statis di atmosfer menyebabkan konveksi vertikal
pencampuran dalam bentuk panas dan mungkin awan kumulus. Pencampuran
secara vertikal dapat terjadi dalam lingkungan yang stabil, khususnya dalam
bentuk gelombang. Gelombang ini adalah penyebab utama turbulensi tinggi,
terutama berada di atas lapisan batas planet atau dekat jet stream, dimana
seringkali terjadi turbulensi (CAT) yang ditakuti oleh penerbang. Evolusi dari
turbilen telah dijelaskan secara matematis oleh Kelvin dan Helmholtz. Kondisi
kestabilan atmosfer dapat digambarkan oleh bilangan Richardson (Ri), yang
besarnya ditentukan oleh :
Ri = N2/(dU/dz)2; N2=(g /T) (dT/dz)
Berikut U g percepatan gravitasi (sekitar 9,8 m/s2), kecepatan angin, q suhu
potensial dan tinggi z.
Gambar 6. Turbulensi
BAB III
BAHAN DAN METODE
2.1 Tempat dan Waktu Pengamatan
Praktikum pengukuran dan pengamatan iklim mikro pada tanaman rumput
dilakukan selama 2 hari 1 malam mulai dari hari Sabtu tanggal 18 Desember 2010
pukul 16:00 WIB sampai hari Minggu tanggal 19 Desember 2010 pukul 16:00
WIB yang berlokasi di Lapangan Rumput Kampus IPB Baranangsiang, Bogor.
2.2 Alat dan Bahan yang digunakan
Alat dan bahan yang digunakan yaitu :
1. Cup anemometer sebanyak 10 buah
2. Termokopel untuk mengukur suhu tanah sebanyak 2 buah
3. Termokopel untuk mengukur suhu lingkungan pada 3 ketinggian (25 cm, 40
cm, dan 120 cm) sebanyak 6 buah (suhu bola kering)
4. Sensor radiasi sebanyak 1 buah
5. Tiang penyangga sebanyak 2 buah
6. Wind vane untuk mengukur arah angin
7. Kabel
8. Catu daya berupa accu 6 volt
9. Signal receiver untuk menerima data sensor sebanyak 11 channel
10. Data logger
11. Software evenlogger untuk menerima data sensor
12. Termokopel sebanyak 2 buah untuk mengukur suhu bola basah dan bola
kering secara manual
13. Sangkar cuaca
14. Kompas bidik yang digunakan untuk mengukur arah angin yang ditunjukkan
pada wind vane
15. Software Ms. Excel untuk pengolahan data
2.3 Metode Pengamatan
1. Pengukuran kecepatan angin
Kecepatan angin diukur dengan menggunakan cup counter anemometer pada
lima ketinggian yang berbeda, yaitu z1 = 12 cm, z2 = 23,8 cm, z3 = 47,6 cm, z4 =
95 cm, dan z5 = 189 cm dimana pada etiap ketinggian terdapat dua anemometer.
Besarnya ketinggian diperoleh dari fungsi logaritmik, dengan rumus:
ln z ο€½
k
u ( z )  ln z 0
U*
Sedangkan untuk 1 kali data kecepatan angin yang masuk ke data logger
tercatat setiap 8 kali putaran cup counter anemometer. Dengan mengestimasi
kerapatan udara disekitar sebesar 0.8 sehingga besarnya kecepatan angin dapat
dihitung sebagai berikut :
Jari-jari
: 3.90 cm
Keliling : 24.49 cm
1 Sinyal :
24.49 cm x 8 100 m
x
ο€½ 2.4492 m
0.8
1 cm
Kecepatan Angin :
1 sinyal
selisih wa ktu antar sinyal
Setelah semua data kecepatan angin didapat kemudian diplotkan grafik
kecepatan angin secara horizontal dan vertikal selama 24 jam.
2. Pengukuran suhu udara
Pengukuran suhu udara dilakukan dengan dua cara, yaitu pengukuran
otomatis dan pengukuran manual. Pada pengukuran otomatis digunakan
termokopel yang terdapat di sangkar cuaca, yang diukur pada 3 ketinggian (z1 =
25 cm, z2 = 40 cm, dan z3 = 120 cm) dengan 2 sensor pada tiap ketinggian. Data
suhu yang diterima, harus dikonversi ke dalam satuan Celcius (0C) yaitu dengan
dibagi 10. Pengukuran secara manual dilakukan dengan menggunakan termokopel
setiap 10 menit sekali dan dengan membaca nilai suhu setiap 1 jam sekali yang
terukur pada sangkar cuaca di stasiun cuaca kampus IPB Baranangsiang.
3. Pengukuran kelembaban udara
Untuk menentukan kelembaban udara diperlukan nilai suhu pada kondisi
aktual dan jenuh. Suhu tersebut diukur dengan menggunakan termometer bola
basah dan bola kering yang terdapat pada sangkar cuaca. Data suhu yang
didapatkan, kemudian diolah untuk mendapatkan tekanan uap air jenuh (es)
dengan persamaan :
es(Tbk) = 6.1078 e{17.139 Tbk / (Tbk +273)}
dimana γ = 0.66 dan es (Tbb) diperoleh dari :
es(Tbb) = 6.1078 e{17.139 Tbk / (Tbk +273)}
Tekanan uap air aktual dihitung dengan persamaan:
ea = es(Tbb) - γ (Tbk – Tbb)
sehingga nilai kelembaban relatifnya adalah
RH =
ea
x 100%
es
4. Pengukuran radiasi
Radiasi netto diukur menggunakan solarimeter yang terhubung pada logger
dan bekerja secara otomatis sehingga output datanya tercatat pada perangkat lunak
yang digunakan.
5. Penentuan stabilitas atmosfer
Stabilitas atmosfer ditentukan menggunakan nilai Richardson Number (Ri)
dengan menggunakan persamaan :
𝑅𝑖 =
𝑔 𝑑𝑇⁄𝑑𝑧
2
π‘‡π‘Ž (𝑑𝑒⁄𝑑𝑧)
dengan Ta : suhu rata-rata pada ketinggian za = (z1 x z5)/2 (K)
dT : selisih suhu ketinggian paling atas dengan ketinggian paling bawah (K)
dz : selisih ketinggian paling atas dengan ketinggian paling bawah (cm)
du : selisih kecepatan angin pada ketinggian paling atas (m/s)
Setelah mendapatkan nilai Ri, maka kita dapat menentukan stabilitas atmosfer
yang sedang terjadi. Jika nilai Ri ± 0,01 maka kondisi atmosfer netral, jika nilai Ri
lebih dari 0,01 maka kondisi atmosfer stabil (inversi), dan jika nilai Ri kurang dari
0,01 maka kondisi atmosfer tidak stabil (lapse rate).
6. Penentuan Km (Koefisien pertukaran turbulensi/ eddy
untuk
momentum)
Km dihitung pada tiga ketinggian dengan menggunakan persamaan :
πΎπ‘š = π‘˜ π‘ˆ ∗ (𝑧 − 𝑑)
karena d pada rumput sama dengan nol maka persamaan diatas menjadi
πΎπ‘š = π‘˜ π‘ˆ ∗ (𝑧)
7. Menghitung QG (Fluks Ground)
QG adalah fluks perpindahan energi dalam tanah yang dihitung menggunakan
persamaan :
QG = k
dT
dz
Dimana k adalah konduktivitas termal dari tanah yang besarnya sama dengan
XXX Wm-1K-1
8.
Menghitung QH (Wm-2) dan QE (Wm-2) pada kondisi netral
Nilai QE dan QH dihitung dengan persamaan :
QE = K E ρ
dq
dz
QH = K H ρcp
dT
dz
Dimana pada kondisi atmosfer netral nilai KH = KE = Km, dengan KH dan KE
merupakan koefisien pertukaran turbulensi (turbulence exchange coefficient)
untuk bahang dan uap air. T dan q adalah komponen suhu udara dan kelembaban
spesifik, J adalah kerapaan udara (1,29 kg/m3), Cp adalah kapasitas panas udara
pada tekanan tetap (1005 JKg-1K-1).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Arah dan Kecepatan Angin
4.1.1 Profil Angin Horizontal
Tabel 3. Data Kecepatan Angin di Lima Ketinggian
waktu
129 Cm
95 Cm
47.6 Cm
23.8 Cm
12 Cm
16:00
0.272
0.082
0.122
0.077
0.015
18:00
0.058
0.091
0.136
0.060
0.070
20:00
0.049
0.021
0.034
0.034
0.050
22:00
0.046
0.051
0.077
0.070
0.163
0:00
0.106
0.136
0.079
0.111
0.079
2:00
0.016
0.046
0.033
0.033
0.058
4:00
0.272
0.129
0.163
0.084
0.063
6:00
0.306
0.036
0.014
0.011
0.030
8:00
0.008
0.117
0.122
0.084
0.077
10:00
0.612
0.350
0.350
0.245
0.175
12:00
0.408
0.490
0.490
0.306
0.272
14:00
0.033
0.188
0.175
0.144
0.117
0.700
Kecepatan Angin (m/s)
0.600
0.500
0.400
0.300
0.200
0.100
0.000
16:00 18:00 20:00 22:00 0:00 2:00 4:00 6:00 8:00 10:00 12:00 14:00
Waktu (WIB)
129
95
47.6
23.8
12
Gambar 7. Profil Angin Horizontal
Angin didefinisikan sebagai massa udara yang bergerak akibat perbedaan
tekanan. Angin bergerak dari tekanan tinggi menuju tekanan yang lebih rendah.
Berdasarkan literatur, kecepatan angin akan semakin besar dengan bertambahnya
ketinggian. Kecepatan angin di permukaan lebih kecil dari pada kecepatan angin
di ketinggian di atasnya. Di permukaan, tingkat kekasapan tinggi karena
dipengaruhi oleh vegetasi, bangunan dan dan lain-lain sehingga memperbesar
gaya gesekan antara angin dan permukaan yang menyebabkan kecepatan angin
berkurang. Kecepatan angin maksimum dekat permukaan secara umum terjadi
pada siang hari karena terjadi fluktuasi suhu yang besar di permukaan sehingga
fluktuasi tekanan yang mempengaruhi pergerakan angin juga semakin besar.
Sedangkan pada malam hari kecepatan angin berkurang karena radiasi matahari
tidak ada sehingga pemanasan tidak terjadi.
Pada praktikum ini, kecepatan angin diukur pada ketinggian yang berbeda
yaitu 129 cm, 95 cm, 47.6 cm, 23.8 cm dan 12 cm. Kecepatan angin diukur pada
selang waktu antara pukul 16.00 WIB hingga pukul 14.00 WIB. Pada ketinggian
12 cm (garis berwarna biru muda), dapat dilihat terjadi fluktuasi kecepatan angin.
Kecepatan angin maksimum terjadi pada selang waktu antara 12.00 hingga 14.00.
Pada ketinggian diatasnya yaitu 23.8 cm (garis berwarna ungu), 47.6 cm (garis
berwarna hijau), 95 cm (garis berwarna merah) dan 129 (garis berwarna biru tua)
juga terjadi fluktuasi angin. Secara umum, kecepatan angin maksimum terjadi
pada selang waktu antara pukul 12.00 hingga 14.00 untuk setiap ketinggian. Profil
kecepatan angin yang terbentuk berdasarkan pengukuran, menunjukkan pola yang
sesuai dengan literatur, dimana kecepatan angin akan meningkat dengan
bertambahnya ketinggian.
4.1.2 Profil Angin Vertikal
Untuk mendapatkan profi angin dibutuhkan perbedaan kecepatan angin
baik secara diurnal (per/jam selama 24 jam) meupun berdasarkan ketinggian. Data
kecepatan angin berdasarkan ketinggian dapat dilihat dari tabel kecepatan angin
diatas. Dari data kecepatan angin yang didapat terlihat bahwa kecepatan angin
yang paling besar terukur pada ketinggian yang paling tinggi yaitu pada
ketinggian 129 cm. hal ini menunjukkan bahwa kecepatan angin akan semakin
besar dengan bertambahnya ketinggian Kondisi ini dipengaruhi oleh besarnya
kekasapan serta waktu pengamatannya.
Permukaan yang kasar akan
mengakibatkan kecepatan angin menjadi kecil karena memiliki gaya gesek yang
besar. Gesekan cenderung memperlambat gerakan udara, karena gaya gesek ini
bekerja pada arah yang berlawanan dengan arak gerakan udara dalam hal ini
angin. Dengan meningkatnya ketinggian, gaya gesek menjadi berkurang sehingga
kecepatan anginnya menjadi meningkat.
Gambar 8. Profil Angin Vertikal Tiap Dua Jam
Pengukuran dilakukan dalam rentang waktu pukul 16.00 WIB sampai pukul
14.00 WIB keesokan harinya. Dari data kecepatan angin yang didapat kemudian
dibuat grafik profil angin setiap 2 jam sekali. Dimana grafik tersebut
menggambarkan hubungan antara kecepatan angin dengan berbagai tingkat
ketinggian.
Pada pukul 16.00 WIB profil angin yang terlihat bahwa pada ketinggian 12
cm kecepatan angin sebesar 0.015 m/s, pada ketinggian 23.8 cm sebesar 0.077
m/s, pada ketinggian 47.6 cm sebesar 0.1222 m/s, namun pada ketinggian 95 cm
menurun sebesar 0.082 m/s kemudian pada ketinggian 129 cm meningkat kembali
sebesar 0.272 m/s.
Pada pukul 18.00 WIB profil angin yang terlihat bahwa pada ketinggian 12
cm kecepatan angin sebesar 0.070 m/s, pada ketinggian 23.8 cm sebesar 0.060
m/s, pada ketinggian 47.6 cm sebesar 0.136 m/s, pada ketinggian 95 cm menurun
sebesar 0.091 m/s kemudian pada ketinggian 129 cm menurun sebesar 0.0058
m/s.
Pada pukul 20.00 WIB profil angin yang terlihat bahwa pada ketinggian 12
cm kecepatan angin sebesar 0.050 m/s, kemudian kecepatan anginnya menurun
sampai pada ketinggian 95 cm sebesar 0.021 m/s, kemudian pada ketinggian 129
cm meningkat kembali sebesar 0.0.049 m/s.
Pada pukul 22.00 WIB profil angin yang terlihat bahwa pada ketinggian 12
cm kecepatan angin sebesar 0.163 m/s, pada ketinggian 23.8 cm sebesar 0.070
m/s, pada ketinggian 47.6 cm sebesar 0.077 m/s, kemudian kecepatan anginnya
menurun sampai ketinggian 129 cm sebesar 0.046 m/s.
Pada pukul 00.00 WIB profil angin yang terlihat bahwa pada ketinggian 12
cm kecepatan angin sebesar 0.079 m/s, pada ketinggian 23.8 cm sebesar 0.111
m/s, pada ketinggian 47.6 cm sebesar 0.079 m/s, namun pada ketinggian 95 cm
sebesar 0.136 m/s, dan pada ketinggian 129 cm sebesar 0.106 m/s.
Pada pukul 02.00 WIB profil angin yang terlihat bahwa pada ketinggian 12
cm kecepatan angin sebesar 0.058 m/s, pada ketinggian 23.8 cm menurun sebesar
0.033 m/s, pada ketinggian 47.6 cm sebesar 0.033 m/s, namun pada ketinggian 95
cm sebesar menigkat 0.046 m/s, dan turun kembali pada ketinggian 129 cm
sebesar 0.016 m/s.
Pada pukul 04.00 WIB profil angin yang terlihat bahwa pada ketinggian 12
cm kecepatan angin sebesar 0.063 m/s, pada ketinggian 23.8 cm sebesar 0.084
m/s, pada ketinggian 47.6 cm sebesar 0.163 m/s, namun pada ketinggian 95 cm
menurun sebesar 0.129 m/s, dan pada ketinggian 129 cm meningkat kembali
sebesar 0.272m/s.
Pada pukul 06.00 WIB profil angin yang terlihat bahwa pada ketinggian 12
cm kecepatan angin sebesar 0.030 m/s, pada ketinggian 23.8 cm menurun sebesar
0.011 m/s, pada ketinggian 47.6 cm sebesar 0.014 m/s, pada ketinggian 95 cm
sebesar 0.036 m/s, dan pada ketinggian 129 cm sebesar 0.306 m/s.
Pada pukul 08.00 WIB profil angin yang terlihat bahwa pada ketinggian 12
cm kecepatan angin sebesar 0.077 m/s, pada ketinggian 23.8 cm sebesar 0.084
m/s, pada ketinggian 47.6 cm sebesar 0.122 m/s, namun pada ketinggian 95 cm
menurun sebesar 0.177 m/s, dan pada ketinggian 129 cm menurun drastis sebesar
0.008 m/s.
Pada pukul 10.00 WIB profil angin yang terlihat bahwa pada ketinggian 12
cm kecepatan angin sebesar 0.175 m/s, pada ketinggian 23.8 cm sebesar 0.245
m/s, pada ketinggian 47.6 cm sebesar 0.350 m/s, pada ketinggian 95 cm sebesar
0.350 m/s, dan pada ketinggian 129 cm sebesar 0.612 m/s.
Pada pukul 12.00 WIB profil angin yang terlihat bahwa pada ketinggian 12
cm kecepatan angin sebesar 0.272 m/s, pada ketinggian 23.8 cm sebesar 0.306
m/s, pada ketinggian 47.6 cm sebesar 0.490 m/s, pada ketinggian 95 cm sebesar
0.490 m/s, dan namun pada ketinggian 129 cm menurun sebesar 0.408m/s.
Pada pukul 14.00 WIB profil angin yang terlihat bahwa pada ketinggian 12
cm kecepatan angin sebesar 0.117 m/s, pada ketinggian 23.8 cm sebesar 0.144
m/s, pada ketinggian 47.6 cm sebesar 0.175 m/s, pada ketinggian 95 cm sebesar
0.188 m/s, dan pada ketinggian 129 cm menurun sebesar 0.033 m/s.
Dari grafik profil angin selang dua jam yang didapat terlihat bahwa profil
secara vertical angin pada pukul 10.00 grafiknya mendekati literature. Dimana
kecepatan angin akan bertambah seiring meningkatnya ketinggian. Sedangkan
pada pengukuran waktu yang lainnya terdapat pencilan data sehingga menyalahi
literaur. Hal ini disebabkan adanya anemometer yang tidak bekerja dengan baik
yang berakibat ada beberapa nilai kecepatan angin pada ketinggian lebih tinggi
menjadi lebih kecil dari pada kecepatan angin pada ketinggian yang lebih rendah.
4.2 Suhu Udara dan Suhu Tanah
4.2.1 Suhu Udara
Tabel 4. Data Suhu Vertikal Tiga Ketinggian
Waktu
BK 1 (25 cm)
0C
BK 2 (40 cm)
0C
BK 3 (120 cm)
0C
16:00
26.9
27.1
28.2
18:00
26.0
26.0
25.1
20:00
25.7
25.4
24.0
22:00
25.5
25.3
23.9
0:00
24.7
25.2
25.2
2:00
24.2
24.6
24.9
4:00
23.1
23.7
24.4
6:00
25.6
26.2
24.3
8:00
30.4
30.0
26.4
10:00
30.5
30.2
29.6
12:00
29.5
29.2
30.3
14:00
26.5
26.7
29.0
32.0
31.0
30.0
Suhu (°C)
29.0
28.0
27.0
26.0
25.0
24.0
23.0
22.0
16:00 18:00 20:00 22:00 0:00 2:00 4:00 6:00 8:00 10:00 12:00 14:00
Waktu
Gambar 9. Kurva Hubungan Suhu terhadap Waktu
Dari grafik di atas kita dapat melihat bahwa suhu diurnal sangat fluktuatif.
Pengukuran yang dimulai pada pukul 16.00 menunjukkan suhu tidak terlalu tinggi
yaitu 25,5oC selanjutnya suhu menurun sampai pukul 20.00. Suhu naik kembali
pada pukul 22.00. Selanjutnya suhu kembali turun sampai pukul 4.00. Variasi
suhu diurnal pada daerah tropis tidak begitu bervariasi. Sebelum suhu maksimum,
radiasi surya datang masih lebih besar daripada radiasi keluar berupa pantulan
gelombang pendek dan pancaran radiasi bumi berupa radiasi gelombang panjang
(radiasi netto positif). Pemanasan udara berlangsung terus hingga suhu maksimum
tercapai pada pukul 14.00.Terjadi keterlambaan waktu (time lag) antara radiasi
surya maksimum dan suhu maksimum. Suhu akan terus menurun, dan mencapai
minimum pada pagi hari (sekitar 04.00). Pada praktikum, suhu mulai naik
tepatnya pukul 6.00 sampai 12.00. Seharusnya radiasi maksimum terjadi pada
pukul 12.00 dan suhu maksimum berada pada pukul 14.00. Namun, pada
praktikum kali ini hujan turun pada pukul 13.00 sampai 14.00. Hal tersebut dapat
menyebabkan suhu setelah pukul 12.00 menurun akibat radiasi matahari yang
terhalangi oleh awan.
4.2.2 Suhu Tanah
Suhu tanah merupakan hasil dari keseluruhan radiasi yang merupakan
kombinasi emisi panjang gelombang dan aliran panas dalam tanah. Suhu tanah
akan dipengaruhi oleh jumlah panas yang diserap terutama ditentukan oleh jumlah
sinar matahari efektif yang mencapai bumi. Kondisi cuaca juga menentukan
variasi suhu tanah harian disamping kedalaman, dimana semakin menuju lapisan
dalam suhu tanah akan bertambah karena mendekati inti bumi (magma). Variasi
tanah juga dipengaruhi oleh penerimaan radiasi surya yang mempengaruhi
pertukaran bahang antar lapisan. Pada siang hari suhu permukaan tanah akan lebih
tinggi dibandingkan suhu pada lapisan tanah yang lebih dalam. Hal ini disebabkan
karena permukaan tanah yang akan menyerap radiasi matahari secara langsung
pada siang hari tersebut, baru kemudian panas dirambatkan ke lapisan tanah yang
lebih dalam secara konduksi. Sebaiknya, pada malam hari permukaan tanah akan
kehilangan panas terlebih dahulu, sebagai akibatnya suhu pada permukaan tanah
akan lebih rendah dibandingkan dengan suhu pada lapisan tanah yang lebih
dalam. Pada malam hari, panas akan merambat dari lapisan tanah yang lebih
dalam menuju ke permukaan.
Selain itu suhu tanah dipengaruhi oleh waktu. Tanah merupakan
penyimpan panas yang baik, sehingga tanah membutuhkan waktu lebih lama
untuk menjadi panas pada siang hari dan lebih lama melepaskan panas pada
malam hari. Pada siang hari saat matahari cukup tinggi, suhu tanah juga akan
meningkat sebaliknya pada malam hari ketika radaisi matahari menurun dan
terjadi pelepasan panas dari permukaan bumi (radiasi gelombang panjang) suhu
tanah juga akan menurun.
Tabel 5. Data Suhu Tanah
Waktu
oC
16:00
27.5
18:00
27.2
20:00
26.9
22:00
26.4
00:00
25.1
02:00
24.5
04:00
23.7
06:00
26.5
08:00
31.8
10:00
30.8
12:00
29.7
14:00
27.3
33
32
31
Suhu Tanah (°)
30
29
28
27
26
25
24
23
14:00
12:00
10:00
8:00
6:00
4:00
2:00
0:00
22:00
20:00
18:00
16:00
22
Waktu
Gambar 10. Kurva Hubungan Suhu Tanah terhadap Waktu
Pengukuran suhu tanah dilakukan pada tanah yang tertutupi oleh vegetasi
rumput. Berdasarkan praktikum, nilai suhu tanah semakin menurun dari sore
hingga malam hari. Hal tersebut terjadi karena pada malam hari sumber panas
bukan dari matahari akan tetapi dari dalam tanah. Pada malam hari, terjadi
pelepasan energi dari permukaan bumi, sehingga suhu tanah menjadi lebih kecil
dari pada suhu tanah. Pada siang hari, ketika menerima energi dari matahari dalam
jumlah yang cukup banyak untuk menaikan suhu udara dan suhu tanah tidak
terlalu besar, karena dibandingkan udara tanah merupakan penyimpan panas yang
baik, sehingga tanah membutuhkan waktu lebih lama untuk menjadi panas pada
siang hari dan lebih lama melepaskan panas pada malam hari.
Suhu tanah maksimum tercapai pada rentang waktu antara pukul 08.0010.00 WIB sebesar 31,7℃. Hal tersebut terjadi karena pada permukaan tanah akan
tercapai pada saat intensitas radiasi matahari mencapai maksimum. Kemudian
suhu tanah semakin berkurang menjelang sore hari. Nilai suhu tanah yang turun
disebabkan oleh adanya hujan dan penutupan awan sehingga radiasi matahari
yang diterima berkurang.
4.4.3 Profil Suhu Vertikal
Di dekat permukaan suhu memiliki karakteristik yang berbeda dengan suhu
udara. Hal ini disebabkan pertukaran bahang yang terjadi di dekat permukaan
berlangsung melalui proses konveksi bebas yang ditunjukkan dengan pergerakan
laminar dan konveksi paksa dengan gerakan turbulen. Tekanan udara secara
vertikal berbeda sesuai degan jarak dari permukaan, berpengaruh terhadap proses
pemindahan bahang antar lapisan. Untuk udara, hal tersebut ditunjukkan dengan
perbedaan suhu antar lapisan. Dengan berkurangnya tekanan maka suhu juga akan
turun.
Pengukuran profil suhu udara vertikal, alat dipasang pada tiga ketinggian
yaitu BK1, BK2 dan BK3 dengan ketinggian berturut-turut yaitu 25 cm (Z1), 40
cm (Z2) dan 120 cm (Z3) diatas permukaan tanah. Profil suhu diplotkan setiap
dua jam sekali sehingga diperoleh profil suhu vertikal sebanyak 12 yaitu pada
pukul 16.00, 18.00, 20.00, 22.00, 00.00, 02.00, 04.00, 06.00, 08.00, 10.00, 12.00,
dan 14.00.
Profil suhu vertikal pada jam 16.00 terlihat suhu permukaan lebih rendah
dibandingkan suhu udara diatasnya. Menurut literatur, pada jam 16.00 suhu
permukaan lebih tinggi dibandingkan suhu udara diatasnya. Hal ini disebabkan
karena penerimaan bahang oleh permukaan menyebabkan suhu di permukaan
akan lebih tinggi dibandingkan dengan suhu di lapisan atasnya. Sedangkan pada
jam 18.00, suhu dipermukaan lebih kecil dari suhu pada ketinggian 40 cm, namun
suhu kembali turun pada ketinggian 120 cm.
Pada grafik profil suhu diatas, jam 20.00 sampai jam 02.00 menunjukkan
profil suhu vertikal yang berbeda pada tiap ketinggian. Pada jam 20.00 sampai
jam 22.00 terlihat suhu di permukaan lebih tinggi dibandingkan suhu udara
diatasnya. Sedangkan pada jam 0.00 dan jam 02.00 suhu udara di permukaan lebih
rendah dibandingkan suhu diatasnya. Pada malam hari umumnya suhu mencapai
titik minimum. Suhu udara sangat dipengaruhi oleh penerimaan radiasi surya,
pada malam hari suhu udara mencapai titik minimum yang disebabkan karena
tidak ada radiasi matahari sehingga sumber pemanasan permukaan tidak ada tetapi
permukaan bumi tetap mengeluarkan radiasi dalam bentuk gelombang panjang
dan menyebabkan radiasi netto bernilai negatif. Permukaan yang terus
mengeluarkan panas menyebabkan terjadinya kehilangan panas pada permukaan
sehingga suhu pada malam hari rendah dan akan mengalami penurunan dengan
semakin meningkatnya ketinggian.
Gambar 11. Profil Suhu Vertikal Rata-rata Tiap Dua Jam
Suhu pada malam hari akan terus menurun dan mencapai minimum pada
pagi hari sekitar jam 04.00 yaitu 23,1˚C pada ketinggian 20 cm dan mengalami
peningkatan suhu dengan bertambahnya ketinggian. Sedangkan pada jam 06.00
suhu di permukaan mengalami peningkatan kembali karena adanya penerimaan
radiasi. Namun suhu lapisan udara di atasnya mengalami penurunan.
Grafik profil suhu udara dari jam 08.00 sampai jam 14.00 menunjukkan
profil suhu vertikal yang berbeda pada tiap ketinggian. Pada jam 08.00 sampai
jam 12.00 terlihat suhu di permukaan lebih tinggi dibandingkan suhu udara
diatasnya. Sedangkan pada jam 14.00 suhu udara di permukaan lebih rendah
dibandingkan suhu diatasnya. Pada siang hari penerimaan bahang oleh permukaan
menyebabkan suhu dipermukaan akan lebih tinggi dibandingkan dengan suhu di
lapisan atasnya. Keadaan tersebut akan berlangsung sampai tanah atau permukaan
kehilangan bahang akibat proses pelepasn yang terjadi setelah penerimaan radiasi
gelombang pendek dari matahari berhenti. Menurut literatur, umumnya suhu
maksimum terjadi pada jam 14.00, hal ini terjadi karena adanya keterlambatan
waktu (time lags) antara radiasi surya maksimum dengan suhu maksimum.
Namun pada saat pengukuran suhu maksimum terjadi pada jam 10.00. Anomali
profil suhu udara bisa terjadi jika turbulensi udara atau pergerakan menjadi sangat
aktif, misalnya pada kondisi kecepatan angin tinggi.
Permukaan bumi merupakan penyerap utama dari radiasi matahari, oleh
sebab itu permukaan bumi merupakan sumber panas bagi udara diatasnya dan
bagi lapisan tanah dibawahnyanya Pada malam hari, pemukaan bumi tidak
menerima masukan energi dari radiasi matahari, tetapi permukaan bumi tetap akan
memancarkan energi dalam bentuk radiasi gelombang panjang, sehingga
permukaan akan kehilangan panas yang akan mengakibatkan suhu dipermukaan
akan turun. Karena perannya yang demikian maka fluktuasi suhu permukaan akan
lebih tinggi dari fluktuasi udara diatasnya.
Suhu udara akan berfluktuasi dengan nyata selama 24 jam. Pada siang hari
suhu udara dekat permukaan akan lebih tinggi dibandingkan pada lapisan udara
diatasnya. Sebaliknya pada malam hari, terutama saat menjelang subuh suhu
udara dekat permukaan menjadi lebih rendah daripada lapian diatasnya. Suhu
udara maksimum akan tercapai beberapa saat setelah intensitas cahaya maksimum
tercapai. Intensitas cahaya maksimum tercapai pada saat berkas cahaya jatuh
tegak lurus, yakni pada waktu tengah hari (Lakitan, 1997).
4.3 Fluks Momentum dan Fluks Bahang
Dari pengukuran profil angin dan profil suhu yang dilakukan didapatkan
nilai fluks momentum dan bahang seperti pada tabel dibawah ini.
Gambar 12. Profil Angin pada Kondisi Netral
Tabel 6. Fluks Momentum dan Fluks Bahang
Fluks
Tinggi
momentum ()
Fluks panas terasa
(H)
kg m-1 s-1
Tabel
tentang
1,2
0,116
-319,513
0,4
0,039
-106,504
0,24
0,024
319,513
fluks
momentum
serta
fluks
panas
terasa
diatas
memperlihatkan nilai fluks momentum yang bernilai positif dan meningkat seiring
dengan meningkatnya ketinggian. Nilai positif pada fluks momentum
ini
menunjukan adanya transfer momentum dari atas menuju ke-permukaan vegetasi
yang dalam praktikum ini merupakan vegetasi rumput sedangkan peningkatan
nilai fluks pada setiap ketinggian menunjukan bahwa momentum pada suatu titik
pengukuran 1,2 meter memiliki transfer momentum ke permukaan (titik 0 m
ketinggian) yang lebih besar dibandingkan dengan titik pengukuran yang lebih
rendah. Hal ini dapat dipahami karena untuk memindahkan momentum pada
ketinggian 1,2 meter digunakan eddy yang merupakan komulatif dari eddy antara
1,2 meter hingga titik penyerapan momentum, sedangkan pada ketinggian 0,4
meter hanya menggunakan eddy dari ketinggian 0,4 meter hingga titik penyerapan
momentum. Atau dengan kata lain perbandingan kecepatan angin antara titik
pengukuran 1,2 meter terhadap permukaan relatif lebih besar dari pada kecepatan
angin yang diukur pada titik pengukuran 0,4 meter terhadap permukaan.
Perubahan nilai fluks momentum dari setiap ketinggian juga menunjukan trend
yang serupa perubahan dari titik pengukuran 1,2 sampai 0,4 relatif lebih besar
dibandingkan perubahan fluks momentum di titik 0,4 menuju 0,24, perubahan ini
menunjukan semakin kebawah besarnya momentum yang ditransfer semakin
kecil.
Sedangkan dari nilai fluks panas terasa terlihat bahwa, nilai fluks panas
terasa bervareasi terhadap ketinggian. Variasi ini berupa nilai maupun tanda.
Berdasarkan nilai, fluks panas terasa menurun berdasarkan ketinggian, akan tetapi
hal ini tidak menunjukan nilai yang berarti, karena tanda positif maupun negatif
pada pendugaan fluks bahang merupakan vektor arah. Tanda positif menyatakan
panas terasa ditransferkan dari permukaan ke atasnya sedangkan tanda negatif
menunjukan transfer bahang berlangsung dari atas menuju permukaan. Nilai yang
seperti ini, dimana nilai pada ketinggian 0,24 memiliki nilai fluks positif
sedangkan pada ketinggian 0,4 dan 1,2 memiliki nilai fluks negatif menunjukan
adanya konfergensi dalam transfer bahan pada ketinggian antara ketinggian 0,4
dengan ketinggian 0,24. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa hal
seperti lebih efektifnya penyerapan panas terasa di interval tersebut maupun
adanya kumpulan massa yang terkonsentrasi padainterval itu dan menyebabkan
panas yang terjerap menjadi semakin banyak.
4.4 Radiasi
Berikut ini adalah data radiasi di stasiun Baranangsiang. Data radiasi
diperoleh dengan menggunakan rumus Radiasi = [(Tr-1.3)-Tu)*60] sehingga
diperoleh nilai radiasi seperti yang terdapat di dalam tabel di bawah ini.
Gambar 13. Kurva Hubungan antara Radiasi Datang dengan Waktu
Pengukuran radiasi matahari seharusnya dilakukan dengan menggunakan
net solarimeter sehingga diperoleh radiasi netto tetapi dikarenakan kondisi alat
pengukur yang tidak dapat bekerja dengan baik, maka pengukuran radiasi
dilakukan dengan menggunakan rumus: radiasi = [(Tr-1.3)-Tu)*60]. Tr
merupakan suhu radiasi dan Tu adalah suhu hasil pengukuran dengan
menggunakan termokopel. Kondisi cuaca pada saat pengukuran adalah mendung
dan gerimis sehingga radiasi yang terukur adalah hanya radiasi gelombang
panjang. Grafik radiasi di atas masih menunjukkan adanya kesalahan dalam
pengukuran. Intensitas radiasi terbesar terjadi pada pukul 12:44:44 dengan
intensitas radiasi 162 W/m2. Intensitas radiasi terendah terjadi pada pukul 23:26
dengan nilai -12 W/m2. Nilai ini sangatlah kecil. Kesalahan alat pengukur menjadi
faktor penyebab terjadinya kekeliruan dalam menentukan intensitas radiasi dalam
pengukuran. Radiasi maksimum biasanya terjadi pada saat tengah hari dengan
time lag 1 jam dan radiasi minimum terjadi pada saat malam hari atau pada saat
matahari tenggelam. Grafik berbentuk parabola yang dioverlay di atas grafik
radiasi surya hasil perhitungan merupakan keadaan sebenarnya atau pola radiasi
surya yang seharusnya muncul. Dari kedua grafik tersebut, dapat dilihat error atau
kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran.Namun, grafik radiasi hasil
perhitungan sudah dapat dianggap merepresentasikan radiasi surya selama
pengukuran dari pukul 16.00 hari Sabtu sampai dengan pukul 16.00 hari Minggu.
4.5 Kelembaban Udara
Tabel 7. Data Kelembaban Relatif
Waktu
TBB
TBK
RH
16.00
23.25
25.75
81.48
18.00
23.00
25.25
83.06
20.00
22.75
25.00
82.95
22.00
22.00
24.50
80.91
0.00
21.50
24.35
78.29
2.00
21.45
24.00
80.33
4.00
21.00
23.25
82.28
6.00
20.75
23.20
80.72
8.00
22.50
27.00
68.66
10.00
24.25
29.65
64.66
12.00
25.25
30.00
68.86
14.00
23.50
25.50
87.45
16:00
23.1
25.5
82.05
90
85
RH %
80
75
70
65
16:00
14.00
12.00
10.00
8.00
6.00
4.00
2.00
0.00
22.00
20.00
18.00
16.00
60
Waktu
Gambar 14. Kurva Hubungan antara RH dengan Waktu
Grafik diatas
menunjukkan hubungan antara waktu
dengan RH.
Pengambilan data dilakukan pada hari sabtu pukul 16:00 WIB sampai hari
minggu pukul 14:00 WIB. Nilai RH tersebut didapat dari perhitungan data suhu
bola basah dan suhu bola kering pada sangkar cuaca selama 13 jam yang diamati
setiap satu jam, namun grafik ini dibuat dari RH rata-rata per dua jam dengan cara
merata-ratakan nilai RH yang berurutan setiap dua jam. Pada rentang waktu
tersebut terjadi fluktuasi nilai RH. Pada mulanya nilai RH meningkat sampai
pukul 18:00 WIB dari 83% menjadi 81%, kemudian semakin menurun sampai
pukul 00:00 WIB sebesar 78%. Setelah itu terjadi peningkatan lagi sampai pukul
04:00 sampai 82% dan selanjutnya terjadi penurunan yang drastis sampai pukul
10:00 WIB menjadi 64% dan meningkat lagi dari pukul 12:00 WIB menjadi 85%.
Nilai RH terendah terjadi pada pukul 10:00 WIB (64%) dan tertinggi terjadi pada
pukul 14:00 WIB (85%). Hal ini disebabkan oleh pancaran radiasi yang mulai
terjadi pada dini hari maka semakin siang nilai suhu akan semakin meningkat,
sehingga dari pukul 04:00 WIB sampai sekitar pukul 11:30 WIB nilai RH
menurun drastis. Dari pukul 11:30 WIB, nilai RH semakin meningkat, padahal
suhu maksimum terjadi pada pukul 14:00. Kondisi yang menyebabkan terjadinya
hal ini adalah cuaca yang mendung mulai sekitar jam 13:00 WIB.
Cuaca mendung membuat RH semakin meningkat karena suhu lingkungan
semakin rendah. RH memperlihatkan tingkat kejenuhan udara ambien terhadap
uap air pada temperatur tertentu. Nilai RH yang tinggi diperoleh ketika udara
ambien semakin jenuh terhadap uap air. Pada waktu malam hari atau ketika cuaca
mendung maupun hari hujan, dimana temperatur relatif lebih rendah dan tidak ada
radiasi matahari yang memanaskan bumi, menyebabkan kandungan uap air di
udara ambien tidak terlalu banyak. Akibatnya, pada keadaan tersebut udara
ambien lebih mudah menjadi jenuh terhadap uap air dan menyebabkan nilai RH
menjadi tinggi. (Alberth Christian Nahas dan Sugeng Nugorho, 2009).
4.6 Stabilitas Atmosfer
Stabilitas atmosfer ditentukan dengan menggunakan bilangan Richardson
(Richardson Number atau Ri). Nilai Ri yang negatif menunjukkan atmosfer dalam
keadaan tidak stabil (Ri < 0) dan nilai Ri yang positif menunjukkan atmosfer
dalam keadaan stabil (Ri > 0). Bila nilai Richardson number (Ri) beradadalam
selang nilai -0.01 dan 0.01 atau -0.01<Ri<0.01 maka atmosfer berada dalam
kondisi netral. Di bawah ini adalah data hasil perhitungan nilai Ri pada pukul
8:16:31 AM dan 3:06:09 PM.
Tabel 8. Kecepatan Angin Pada Kondisi Stabil dan Tidak Stabil
Z (cm)
129
95
47.6
23.8
12
Ri
Ln Z
4.86
4.55
3.86
3.17
2.48
Tidak
Stabil
8:16:31
AM
0.111
0.087
0.079
0.077
0.061
-2321.12
Stabil
3:06:09
PM
0.163
0.163
0.144
0.136
0.136
2215.12
Gambar 15. Profil Vertikal Kecepatan Angin pada Kondisi Stabil dan Tidak Stabil
Kondisi atmosfer pada pukul 8:16:31 AM adalah tidak stabil yang
ditunjukkan oleh bentuk grafik seperti di atas dengan nilai Ri -2321.12 (Ri < 0)
pada ketinggian 12 cm. Kondisi atmosfer pada pukul 3:06:09 PM adalah stabil
yang ditunjukkan oleh grafik di sebelah kanan atas dengan nilai Ri sebesar
2215.12 (Ri > 0). Slope atau kemiringan grafik atmosfer tidak stabil dan stabil
ditunjukkan oleh pola garis yang logaritmik. Bentuk grafik atmosfer yang tidak
stabil jauh lebih landai daripada bentuk grafik atmosfer yang stabil.
BAB V
KESIMPULAN
Dari Pengamatan Mikrometeorologi yang dilakukan diperoleh kondisi
mikro dari parameter cuaca antara lain arah angin, kecepatan angin di lima
ketinggian, suhu udara di tiga ketinggian berbeda, suhu udara diurnal, suhu tanah,
kelembaban relatif, fluks momentum dan fluks bahang, serta stabilitas atmosfer.
Dengan menggunakan data kecepatan angin di lima ketinggian, dapat ditentukan
karakteristik kekasaran permukaan rumput.
Suhu udara dan suhu tanah sangat dipengaruhi oleh radiasi matahari dan
jenis penutupan yang ada di atasnya. Radiasi matahari yang tinggi akan
meningkatkan suhu tanah dan penutupan di atas tanah akan memperlihatkan
bagaimana radiasi matahari akan diserap dan dipantulkan. Suhu udara dan suhu
tanah berfluktuasi sesuai kondisi saat pengamatan.
Profil kecepatan angin diurnal selalu mengalami fluktuasi. Kecepatan angin
pada ketinggian 12 cm sangat kecil namun cenderung meningkat seiring dengan
perubahan ketinggian. Kecepatan angin permukaan yang diperoleh dipengaruhi
oleh penutupan permukaan yang bervegetasi rumput.
Nilai RH pada siang hari berkisar antara 70% - 90% dan tidak jauh berbeda
dengan malam hari. Hal ini disebabkan karena kondisi cuaca yang berubah setiap
saat. Nilai RH umumnya kecil pada siang hari saat suhu mencapai maksimum dan
meningkat pada malam hari saat suhu minimum.
Kondisi stabilitas atmosfer dominan tiap jam dalam satu hari pengamatan
didominasi oleh atmosfer yang tidak stabil. Kondisi atmosfer dominan stabil
hanya dicapai dalam beberapa waktu yaitu pukul 5 dini hari dan dan pukul 1 siang
hingga pukul 6 petang. Sementara kondisi netral terjadi beberapa kali dalam
waktu-waktu tertentu tetapi bukan merupakan kondisi kestabilan atmosfer yang
dominan. Cuaca saat pengamatan adalah hujan pada siang hari dengan penutupan
awan yang cukup banyak dan tersebar merata (mendung).
Fluks
momentum
bernilai
positif
dan
meningkat
seiring dengan
meningkatnya ketinggian. Nilai ini menunjukan adanya transfer momentum dari
atas menuju ke-permukaan vegetasi yang dalam praktikum ini merupakan vegetasi
rumput sedangkan peningkatan nilai fluks pada setiap ketinggian menunjukan
bahwa momentum pada suatu titik pengukuran 1,2 meter
memiliki transfer
momentum ke permukaan (titik 0 m ketinggian) yang lebih besar dibandingkan
dengan titik pengukuran yang lebih rendah.
Fluks panas terasa bervariasi terhadap ketinggian. Variasi ini berupa nilai
maupun tanda. Berdasarkan nilai, fluks panas terasa menurun berdasarkan
ketinggian, akan tetapi hal ini tidak menunjukan nilai yang berarti, karena tanda
positif maupun negatif pada pendugaan fluks bahang merupakan vektor arah.
Tanda positif menyatakan panas terasa ditransferkan dari permukaan ke atasnya
sedangkan tanda negatif menunjukan transfer bahang berlangsung dari atas
menuju permukaan. Nilai yang seperti ini, dimana nilai pada ketinggian 0,24
memiliki nilai fluks positif sedangkan pada ketinggian 0,4 dan 1,2 memiliki nilai
fluks negatif menunjukan adanya konfergensi dalam transfer bahan pada
ketinggian antara ketinggian 0,4 dengan ketinggian 0,24.
Selain dipengaruhi oleh gaya gesek permukaan, kecepatan angin juga
dipengaruhi oleh kekasaran permukaan. Dengan meningkatnya ketinggian maka
kecepatan angin akan semakin meningkat. Ini disebabkan karena bila ketinggian
tempat meningkat maka pengaruh kekasaran dan gesekan permukaan berkurang.
Sebaliknya pada ketinggian yang dekat dengan permukaan rumput kecepatan
anginnya lambat.
Adapun tiga parameter yang dapat menunjukkan karakteristik dari struktur
permukaan kanopi dalam hubungannya dengan kekasapan permukaan yaitu:
• Pemindahan bidang nol (d)
• Panjang kekasapan (z0)
• Kecepatan kasap (U*)
Dalam praktikum ini pemindahan bidang nol (d) dianggap nol karena
penutupan permukaan berupa vegetasi rumput.
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Suhu Udara. http://www.cuacajateng.com/ [27 Desember 2010].
BMKG
Jateng.
2009.
Gerak-gerak
Atmosfer.
www.cuacajateng.com/
gerakgerakatmosfer.htm
Cooper, C. D. dan Alley, F.C. 1994. Air Pollution Control a Design Approach.
2nd Edition. Waveland Press. Inc. United States.
Handoko. 1993. Klimatologi Dasar. Bogor: Jurusan Geofisika dan Meteorologi
FMIPA, IPB.
Hidayatulloh, R.N, A. Suroso dan Wahyudi. Desai Alat Konversi Energi Angin
Tipe Savonius sebagai Pembangkit Listrik pada Pulau Bawean. [Skripsi].
Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi
Sepuluh Nopember.
Januhariadi. 2010. Pengenalan Alat Pengukuran Lama Penyinaran Sinar
Matahari, Suhu Udara Dan Suhu Tanah. http://www.scribd.com/doc/
32259904/Laporan Mingguan Agroklimatologi [27 Desember 2010]
Lakitan, Benyamin. 1997. Dasar-Dasar Klimatologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Yani, S. A. 2009. Suhu Udara. Jawa Tengah: Badan Meteorologi Klimatologi dan
Geofisika.
(2010). Iklim mikro. Dalam Encyclopedia Britannica. Encyclopedia Britannica
Online:
http://www.britannica.com/EBchecked/topic/380278/microclimate
[27 Desember 2010].
Download