Spiritualitas Seorang Pelayan ?

advertisement
Spiritualitas Seorang Pelayan ?
( Seksi Liturgi Paroki )
Apa itu Spiritualitas?
Untuk memahami spiritualitas kita bisa meninjau kata spiritualitas itu sendiri. Ia berasal dari
akar kata “spare” (Latin) yang berarti: menghembus, meniup, mengalir. Dari kata kerja
“spare” terjadi bentukan kata bendanya, yaitu “spiritus” atau spirit. Konotasinya kemudian
berkembang sangat luas: udara, hawa yang dihirup, nafas hidup, nyawa, roh, hati, sikap,
perasaan, kesadaran diri, kebesaran hati, keberanian. Dalam Alkitab spirit dipahami dalam
kata “ruakh” (Ibrani) dan “pneuma” (Yunani) yang secara pokok berarti: “nafas atau angin
yang menggerakkan dan menghidupkan.” Dalam terang ini, spiritualitas adalah sumber
semangat untuk hidup di dunia ini dengan segala aspek dan cakupannya, baik secara
pribadi, bersama sesama dan dalam relasi dengan Allah.
Spiritualitas Berawal dari Relasi dengan Tuhan?
Spiritualitas orang percaya berawal dari dan berdasar pada relasi kita dengan Tuhan. Relasi
itu sifatnya eksistensial dalam kehidupan manusia. Relasi yang hanya mungkin karena Allah
terlebih dahulu menyatakan diri-Nya kepada manusia melalui Yesus Kristus. Maka relasi itu
bukan sekadar relasi yang formal sifatnya (dalam ibadah atau ketaatan pada ajaran/dogma
misalnya), tetapi dalam kehidupan keseharian dengan segala aspeknya. Maka dalam terang
ini spiritualitas adalah relasi (pribadi) dengan Tuhan yang pada satu sisi adalah anugerahNya, serta pada sisi lain adalah tugas dan panggilan untuk tetap di dalam-Nya (Yoh. 15:1-8),
dan hidup menuruti teladan-Nya. Untuk itu orang percaya tidak dapat dan tidak perlu
melakukannya dengan kekuatan sendiri, melainkan dengan kuasa Roh Kudus yang berkenan
hadir dalam kehidupan kita.
Spiritualitas Seorang Pelayan ?
Seorang pelayan bukanlah sekadar seorang pekerja. Seorang pekerja adalah seseorang yang
harus melaksanakan tugas atau kewajibannya. Memang dalam terang ini seorang pelayan
adalah juga seorang pekerja, yang harus melakukan tugas dan kewajibannya, bahkan
dengan sebaik-baiknya (profesionalitas). Dan itu terjadi dalam terang apa yang dikatakan
Paulus: “Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan,
lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia
kepada Allah, Bapa kita. ”(Kol. 3:17).
Segala sesuatu yang kita lakukan dengan kata dan perbuatan, –jelas termasuk pelaksanaan
tugas kita sebagai pejabat gerejawi atau pegiat (aktivis) dalam salah satu badan pelayanan,–
harus terjadi dalam Nama Tuhan Yesus, dalam keterpautan dan ketaatan kita kepada-Nya,
serta dalam meneladani-Nya. Itu berarti bahwa sebagai seorang pelayan, kita terpanggil
untuk terus merefleksikan pelaksanaan tugas kita sebagai Seksi Liturgi Paroki.
Maka pelayanan kita sebaiknya:

tidak sekadar memenuhi janji untuk melayani, melainkan terus membarui motivasi
pelayanan;

lebih lebar ketimbang mengikuti aturan dan prosedur, dan dan tidak hanya puas
dengan itu, tetapi terus menajamkan

sensitivitas kita terhadap pelayan itu sendiri maupun terhadap mereka yang kita layani;

lebih dalam ketimbang sekadar mengembangkan ketrampilan (profesionalitas),
melainkan mengupayakannya seraya terus membulatkan komitmen;

lebih jauh ketimbang sekadar melaksanakan apa yang harus dilakukan, tetapi terus
mengembangkan kreativitas.
Apa itu Liturgi?
Kata Liturgi (bahasa Latin: liturgia) berasal dari bahasa Yunani leitourgia. Kata leitourgia terbentuk
dari akar kata benda ergon, yang berarti karya, dan leitos yang merupakan kata sifat untuk kata
benda laos ( = bangsa atau rakyat ). Secara Harfiah, leitourgia berarti karya atau pelayanan yang
dibaktikan bagi kepentingan bangsa. Kata leitourgia berarti karya publik, yakni pelayanan dari rakyat
dan untuk rakyat ( lih KGK no. 1069). Dalam masyarakat Yunani kuno, kata leitourgia dimaksudkan
untuk menunjuk kerja bakti atau kerja pelayanan yang tidak dibayar, iuran atau sumbangan dari
warga masyarakat yang kaya, dan pajak untuk masyarakat atau negara. Dari sisi asal usul sejarah
istilah ini, kata leitourgia pertama-tama justru memiliki arti profan-politis, dan bukan arti kultis
sebagaimana biasa kita pahami sekarang ini. Sejak abad ke-4 sM, pemakaian kata leitourgia
diperluas, yakni untuk menyebut berbagai macam karya pelayanan.
Semangat Seksi Liturgi Paroki

Seksi Liturgi Paroki adalah orang beriman.
“Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan, jadilah padaku menurut perkataanmu
itu.” (Luk 1:38). Disini, mereka diharapkan menjadi sosok orang beriman, sekaligus
menjadi contoh orang beriman, berdasarkan Sakramen Baptis dan Penguatan atau
Krisma yang telah mereka terima.

Seksi Liturgi Paroki bersemangat melayani.
“Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat sebab memang Akulah
Guru dan Tuhan. Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan
Gurumu, maka kamupun wajib saling membasuh kakimu; sebab Aku telah
memberikan suatu teladan kepada kamu supaya kamu juga berbuat sama seperti
yang telah Kuperbuat kepadamu” (Yoh 14:13-15).

Seksi Liturgi Paroki rela berkorban.
“Jadi apabila engkau memberi sedekah, janganlah engkau mencanangkan hal itu,
seperti yang dilakukan orang munafik di rumah-rumah ibadat dan di lorong-lorong,
supaya mereka dipuji orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah
mendapat upahnya. Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan
kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu. Hendaklah sedekahmu itu diberikan
dengan tersembunyi” (Mat 6:2-4).

Seksi Liturgi Paroki bersemangat Gembala Baik dan murah hati (lih.Yoh 10:1-21)
Pengurus Seksi Liturgi Paroki diharapkan mempunyai tanggung jawab atas nasib
domba-domba (ay 4), memberikan nyawa bagi domba-domba (ay 11), mengenal
domba-domba dengan baik dan dikenal baik oleh domba-domba (ay 14), serta
menuntun domba-domba lain, yang bukan dari kandang, kepada satu Gembala (ay
16). Artinya bahwa mereka diharapkan mempunyai hati terhadap kepentingan umat
beriman katolik di parokinya, bertanggung jawab atas tugas pelayanannya, tidak
mencari keuntungan bagi dirinya sendiri, tidak bersikap keras atau otoriter terhadap
umat beriman, dan tidak mudah meninggalkan umat beriman yang sedang
mengalami masalah besar atau tersesat.Semangat “Gembala Baik dan Murah Hati” ini
sangat sesuai dengan semangat Gereja Keuskupan Agung Jakarta.
Aneka keutamaan hidup ini harus ada dan berkembang subur dalam diri dan hidup
pengurus Seksi Liturgi Paroki agar mereka mampu memberikan yang terbaik bagi
umat beriman Katolik di Parokinya demi kemajuan dan perkembangan liturgi di
Parokinya.
Doa Seorang Pelayan:
TUHAN JADIKANLAH AKU PELAYAN KASIH
Dimana ada
Dimana ada
Dimana ada
Dimana ada
Dimana ada
kemiskinan, jadikanlah aku pelayan kekayaan cintakasih.
penyakit. jadikanlah aku pelayan penyembuhan Ilahi.
keterhambatan , jadikanlah aku pelayan harapan.
keterlantaran, jadikanlah aku pelayan persaudaraan.
nafsu dan dosa, jadikanlah aku pelayan kemurnian.
Dimana ada
Dimana ada
Dimana ada
Dimana ada
Dimana ada
kesusahan, jadikanlah aku pembawa hiburan.
kesedihaan , jadikanlah aku pembawa kegembiraan.
kekerasan, jadikanlah aku pembawa kelembutan.
pemerasan, jadikanlah aku pembawa kemurahan hati.
pemerkosaan hak, jadikanlah aku pembawa keadilan.
Tuhan semoga aku lebih ingin
Melayani dari pada dilayani
Mengasuh dari pada diasuh
Memahami dari pada dipahami
Mencintai dari pada dicintai
Sebab dengan memberi kami menerima
Dengan mengampuni kami diampuni.
Dengan melayani kasih kami berjumpa
Dengan Yesus sendiri untuk selama-lamanya.
(tulisan dikutip dari berbagai sumber)
Salam Damai,
RD. A. Susilo Wijoyo
Download