1 Sikap Empati dan Kemampuan Mendengar Pustakawan: Pengaruhnya bagi Hubungan yang Terbentuk dengan Pengguna Perpustakaan (Studi Kasus Pada Perpustakaan Kementerian Keuangan) Nur Wahyu Nugroho Nies Sutjahjo Suleiman, S.E., M.M. Program Studi S1 Ekstensi Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Tujuan dari dibuatnya skripsi ini adalah untuk mengetahui pengaruh sikap empati dan kemampuan mendengarkan yang dimiliki oleh pustakawan terhadap hubungan yang terbentuk dengan pengguna perpustakaan. Data penelitian ini diolah dengan software Lisrel 8.51, menggunakan tenik structural equation modeling (SEM). Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa empati tidak didukung oleh data yang signifikan yang menunjukkan bahwa ada pengaruh positif dengan kepuasan pengguna, sementara itu kemampuan mendengar yang baik berpengaruh secara positif terhadap kepuasan pengguna. Kemudian tidak ditemukan data yang signifikan atas pengaruh sikap empati yang dimiliki pustakawan terhadap kepercayaan yang bisa timbul dalam diri pengguna, serta ditemukan hubungan yang positif antara kemampuan mendengarkan terhadap rasa percaya dari pengguna. Terakhir dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa kepercayaan tidak berpengaruh positif terhadap keinginan pengguna perpustakaan untuk berinteraksi kembali dengan pustakawan, serta kepuasan yang timbul atas pelayanan dari pustakawan akan berpengaruh positif terhadap keinginan pengguna perpustakaan untuk berinteraksi kembali dengan pustakawan. Kata Kunci: empathy, listening, librarian, satisfaction, future interaction LATAR BELAKANG Salah satu tujuan dari sebuah layanan baik itu pada perusahaan maupun organisasi nirlaba adalah kepuasan pengguna atau pelanggan. Kepuasan pelanggan atau pengguna telah menjelma menjadi kosa kata wajib bagi setiap organisasi bisnis dan nirlaba, konsultan bisnis, peneliti pemasaran, eksekutif bisnis dan dalam konteks tertentu, para birokrat dan politisi. (Tjiptono 2008: 169) Seperti halnya konsep-konsep manajemen lainnya, ada begitu banyak definisi yang berkembang untuk kepuasan pengguna. Menurut Hill, Brierly & MacDougall (1999) dalam Tjiptono (2008), kepuasan pengguna adalah ukuran UNIVERSITAS INDONESIA Sikap empati..., Nur Wahyu Nugroho, FE-Ui, 2013 2 kinerja ‘produk total’ sebuah organisasi dibandingkan serangkaian keperluan pelanggan (customer requirements) Sementara menurut Kotler, et al (2004) dalam Tjiptono (2008) definisi kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang ia persepsikan dibandingkan dengan harapannya. Kepuasan pengguna sebagai salah satu metode dalam mengevaluasi sistem layanan telah banyak diterapkan organisasi-organisasi yang bergerak dalam bidang layanan informasi (information service). Evaluasi berorientasi pemakai seperti survei kepuasan pemakai ini dinilai penting karena dapat mengamati sistem dari konteks operasional dan berkontribusi langsung dalam upaya pengembangan layanan. Walaupun evaluasi ini tidak murni obyektif tetapi bermanfaat karena hanya dengan pendekatan inilah aktual dan praktikal suatu sistem layanan dapat diperoleh maksimal. (Bawden, 1990: 6-7) Kementerian Keuangan menjadi salah satu kementerian penting dalam pemerintahan. Kementerian yang dipimpin oleh Menteri Keuangan ini bertugas untuk menyelenggarakan urusan di bidang keuangan dan kekayaan negara dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam meyelenggarakan pemerintahan negara. Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan sebagai supporting unit mempunyai tugas melaksanakan koordinasi pelaksanaan tugas serta pembinaan dan pemberian dukungan administrasi Kementerian Keuangan dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penyediaan layanan referensi ilmu pengetahuan baik berupa buku literatur, jurnal ilmiah, serta materi publikasi lain menjadi salah satu hal yang tidak terpisahkan dari fungsi Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan. Maka pada tahun 2008 Menteri Keuangan mengeluarkan PMK No. 100 tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan yang pada pasal 115 disebutkan bahwa salah satu fungsi pengelolaan perpustakaan departemen adalah tugas dari Biro Hubungan Masyarakat Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan, dan hal ini sekaligus sebagai tonggak awal berdirinya Perpustakaan Kementerian Keuangan. UNIVERSITAS INDONESIA Sikap empati..., Nur Wahyu Nugroho, FE-Ui, 2013 3 Selama kurun waktu 4 tahun Perpustakaan Kementerian Keuangan telah menunjukkan pertumbuhan yang cukup pesat. Layanan yang disediakannya pun mulai berkembang mulai dari layanan koleksi, layanan perpustakaan online, penyelenggaraan acara edukasi publik serta kegiatan lainnya yang bertujuan untuk menyediakan materi perpustakaan dan akses informasi yang lengkap bagi para penggunanya. Layanan pengguna sebagai salah satu kegiatan pokok dalam perpustakaan merupakan ujung tombak keberhasilan suatu perpustakaan, karena layanan merupakan kegiatan yang langsung berhubungan dengan pengguna perpustakaan. Sudah banyak penelitian yang dilakukan seputar tingkat kepuasan pengguna pada layanan perpustakaan, dan hasil penelitian itu adalah hasil perhitungan dari 5 dimensi Servqual yang terdiri dari Realibility, Assurance, Tangibles, Empathy, dan Responsiveness. Dari dua penelitian sebelumnya ditemukan bahwa dimensi Empathy merupakan dimensi yang paling penting dalam mengetahui kepuasan pengguna terkait pelayanan di perpustakaan. Penulis kemudian tertarik guna membahas faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap empathy yang kaitannya dengan tingkat kepuasan pengguna pada layanan perpustakaan khusus yang bernaung dibawah Kementerian Keuangan ini. Dalam skripsi yang nanti disusun, penulis mengambil judul “LIBRARIAN EMPATHY AND LISTENING: IMPACT ON RELATIONSHIP OUTCOMES” Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui pengaruh sikap empathy dan listening oleh pustakawan berkaitan dengan kepuasan pengguna perpustakaan. 2. Mengetahui pengaruh sikap empathy dan listening oleh pustakawan berkaitan dengan kepercayaan pengguna perpustakaan. 3. Mengetahui apakah trust (kepercayaan) serta satisfaction (kepuasan) pengguna ini akan mempengaruhi sikap mereka untuk berinteraksi kembali dengan Pustakawan. UNIVERSITAS INDONESIA Sikap empati..., Nur Wahyu Nugroho, FE-Ui, 2013 4 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Library Marketing Persaingan dalam menyediakan informasi harus dianggap penting oleh perpustakaan. Maka dari itu, perpustakaan harus menggiatkan kegiatan marketing yang ada dalam institusi tersebut. Marketing perpustakaan bukan sekedar menawarkan layanan yang ada di perpustakaan, tetapi lebih menekankan pada produk apa yang akan “dijual” dan kepada siapa produk tersebut ditujukan (Block, 2001). Block menambahkan bahwa marketing adalah tugas yang tidak mudah bagi seorang pustakawan, khususnya tentang bagaimana meyakinkan pengguna bahwa mereka berada di pusat informasi. Menurut Koontz dan Rockwood (2001), “Marketing is much more than this (selling goods or persuading people to buy). It is a systematic tried and true approach that relies heavily on designing the service or product in terms of the consumers’ needs and desires, with consumers’ satisfaction as its goal.” Dari pengertian ini, dapat dipahami bahwa marketing dilakukan secara sistematik, dan ditujukan untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen, di mana tujuannya adalah tercapainya kepuasan konsumen. Dengan memenuhi kebutuhan dan keinginan pengguna secara efektif dan efisien, perpustakaan akan mengambil tempat di hati komunitas, hal ini akan berakibat positif bagi peningkatan jumlah pengguna, menaikkan performance perpustakaan, dan mengarahkan pandangan para pemilik kebijakan serta pemberi dana ke arah perpustakaan. Spalding dan Wang (2006) menyatakan “By using marketing principles and techniques, they (librarians) can understand better their users’ needs, justify funding, communicate more effectively with a variety of external audiences, and achieve greater efficiency and optimal results in delivering products and services that meet the identified needs of their clients”. Prinsipprinsip dan teknik marketing di sini tentunya di adaptasi dari ilmu manajemen, yaitu manajemen pemasaran. Pendapat Spalding dan Wang ini juga mengarah pada pemenuhan kebutuhan pengunanya serta komunikasi yang efektif pada komunitas di luar perpustakaan secara efektif. UNIVERSITAS INDONESIA Sikap empati..., Nur Wahyu Nugroho, FE-Ui, 2013 5 Baldock (1993) mengatakan bahwa kunci marketing yang berhasil, dimulai dari analisa, penilaian dan pemuasan kebutuhan pengguna dengan mencocokkan pada kemampuan pustakawan (Baldock, 1993). Baldock juga menegaskan bahwa pendekatan yang paling penting dalam marketing perpustakaan adalah fokus untuk mengumpulkan informasi tentang komunitas di mana perpustakaan berada. Hal ini jelas untuk memahami kebutuhan komunitas sehingga perpustakaan tahu layanan apa yang benar-benar dibutuhkan oleh penggunanya. Para pustakawan yang bekerja di perpustakaan tidak boleh lagi berprinsip bahwa pengguna pasti datang meminta bantuan informasi dari mereka, konsep yang salah ini harus diperbaiki dengan sikap aware terhadap kebutuhan pengguna tanpa harus diminta dulu, ada inisiatif untuk mau tahu apa yang terjadi di lingkungan perpustakaan. Dalam Visi Pustaka (2009) secara umum, ada banyak media (tools) dalam pemasaran perpustakaan, diantaranya adalah: a. Sales promotion b. Advertising (periklanan) c. Direct selling d. Personal selling/salesperson e. Public relations Dalam skripsi ini kita hanya akan membahas salesperson sebagai salah satu media pemasaran, khususnya dalam bidang informasi dan perpustakaan. Konsep Service Management Dalam literatur manajemen dijumpai setidaknya empat lingkup definisi konsep layanan (service). Pertama, service menggambarkan berbagai subsektor dalam kategorisasi aktivitas ekonomi, dengan kata lain lingkupnya adalah industri. Kedua, service dipandang sebagai produk intangible yang hasilnya lebih berupa aktivitas ketimbang obyek fisik meskipun dalam kenyataannya produk fisik bisa dilibatkan, dalam hal ini lingkupnya adalah tawaran produk. Ketiga service merefleksikan proses, yang mencakup penyampaian produk utama, interaksi personal, kinerja dalam arti luas, serta UNIVERSITAS INDONESIA Sikap empati..., Nur Wahyu Nugroho, FE-Ui, 2013 6 pengalaman layanan. Keempat, service bisa pula dipandang sebagai sebuah sistem yang terdiri atas dua komponen utama, yakni service operations yang kerap kali tidak tampak atau tidak diketahui keberadaannya oleh pelanggan (back office atau backstage) dan service delivery yang biasanya tampak (visible) atau diketahui pelanggan (seringpula disebut front office atau frontstage). (Tjiptono 2008: 2) Riset dan literatur manajemen jasa mengungkapkan bahwa jasa/layanan memiliki empat karakteristik unik yang membedakannya dari barang dan berdampak pada strategi mengelola dan memasarkannya. Keempat karakteristik utama tersebut dikenal dengan istilah paradigma IHIP: Intangibility, Heteroginity, Inseparability, dan Perishability. (Tjiptono 2008: 15) Jasa bersifat intangible, artinya jasa tidak dapat dilihat, dirasa, dicium, didengar, atau diraba sebelum dibeli dan dikonsumsi. Seorang konsumen tidak dapat menilai hasil dari sebuah jasa sebelum ia mengalami atau mengonsumsinya sendiri. Produk-produk intangible diyakini lebih sulit dievaluasi, karenanya bisa menimbulkan tingkat ketidakpastian dan persepsi resiko yang besar. (Tjiptono 2008: 15) Layanan jasa bersifat sangat variabel atau heterogen karena merupakan non-standardized output, artinya bentuk, kualitas, dan jenisnya sangat beraneka ragam, tergantung pada siapa, kapan, dan dimana layanan tersebut dihasilkan. Sebagai contoh, dua orang yang datang ke salon yang sama dan meminta model rambut yang sama belum tentu mendapatkan hasil yang seratus persen identik. (Tjiptono 2008: 19) Interaksi antara penyedia jasa dan pelanggan merupakan ciri khusus dalam pemasaran jasa/layanan. Keduanya memengaruhi hasil (outcome) dari jasa/layanan bersangkutan. Dalam hubungan antara penyedia jasa dan pengguna ini, efektifitas staf layanan merupakan unsur kritis. Implikasinya. sukses atau tidaknya jasa/layanan bersangkutan ditunjang oleh kemampuan organisasi dalam melakukan proses rekrutmen dan seleksi, penilaian kinerja, sistem kompensasi, pelatihan, dan pengembangan karyawannya secara efektif. (Tjiptono 2008: 22) UNIVERSITAS INDONESIA Sikap empati..., Nur Wahyu Nugroho, FE-Ui, 2013 7 Perishability berarti bahwa jasa/layanan adalah komoditas yang tidak tahan lama, tidak disimpan untuk pemakaian ulang di waktu mendatang, dijual kembali atau dikembalikan. Kursi penonton konser musik yang kosong, kamar hotel yang tidak dihuni, atau jam tertentu tanpa pasien di tempat praktik dokter umum akan berlalu atau hilang begitu saja karena tidak bisa disimpan. Komponen Empathy Empathy merupakan bagian penting social competency (kemampuan sosial). Empathy juga merupakan salah satu dari unsur-unsur kecerdasan sosial. Hal ini terinci dan berhubungan erat dengan komponen-komponen lainnya seperti pengetahuan dasar, penyelarasan, ketepatan empatik dan pengertian sosial. Empati dasar yakni memiliki perasaan dengan orang lain atau merasakan isyarat-isyarat emosi non verbal. Penyelarasan adalah mendengarkan dengan penuh reseptivitas, menyelaraskan diri pada seseorang. Ketepatan empatik adalah memahami pikiran, perasaan dan maksud orang lain, serta pengertian sosial adalah mengetahui bagaimana dunia sosial bekerja (Goleman, Daniel, 2007: 114) Menurut Decety & Jackson dalam Gerdes & Segal (2011) dalam Aggarwal e.t al , ada tiga komponen yang bisa membetuk sikap empati dan mempengaruhinya yaitu: 1. Afeksi untuk berbagi antara satu dengan yang lain didasarkan atas persepsi-tindakan saling menghubungkan untuk berbagi representasi. 2. Kesadaran untuk dirinya sendiri dengan orang lain. Bahkan ketika ada suatu pengidentifikasian yang sifatnya sementara, tidak ada kebingungan antara diri sendiri dan orang lain. 3. Fleksibilitas mental (yaitu pengaturan emosi) untuk mengadopsi perspektif subyektif orang lain dan juga mengatur itu semua. (Decety & Jackson, 2004 Listening dalam Komunikasi Interpersonal Terdapat beberapa pengertian komunikasi interpersonal yang dikemukakan oleh para ahli komunikasi. DeVito (1992) menyatakan: UNIVERSITAS INDONESIA Sikap empati..., Nur Wahyu Nugroho, FE-Ui, 2013 8 “interpersonal communication is defined as communication that takes places between two persons who have a clearly established relationship; the people are in some way connected.” (DeVito, 1992:11). Menurut DeVito komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang terjadi diantara dua orang yang telah memiliki hubungan yang jelas, yang terhubungkan dengan beberapa cara. Jadi komunikasi interpersonal misalnya komunikasi yang terjadi antara ibu dengan anak, dokter dengan pasien, dua orang dalam suatu wawancara, dsb. (Komariah: 2009) Deddy Mulyana (2005) menyatakan: “Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal”. (Mulyana, 2005:73) Memperhatikan karakteristik komunikasi interpersonal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa komunikasi interpersonal merupakan suatu proses komunikasi yang paling efektif, karena para pelaku komunikasi dapat terus menerus saling menyesuaikan diri baik dari segi isi pesan maupun dari segi perilaku, demi tercapainya tujuan komunikasi. (Komariah:2009) Proses komunikasi interpersonal merupakan proses komunikasi yang interaktif dan bersifat face to face. Oleh karena itu para pelaku komunikasi akan bergantian peran secara terus menerus. Bila pada suatu saat seseorang menjadi penyampai pesan atau komunikator (source) pada detik berikutnya dia akan menjadi penerima pesan atau komunikan (receiver). DeVito (1992) dalam Model Komunikasi Interpersonal, menempatkan source-receiver sebagai satu kesatuan yang hanya dipisahkan oleh tanda strip. Dengan demikian kemampuan berbicara atau menyampaikan pesan sama pentingnya dengan kemampuan mendengarkan atau menerima pesan. Dalam Komariah (2009), kemampuan mndengarkan secara efektif sering dilupakan oleh sebagian orang. Sering dijumpai orang-orang yang begitu bersemangat untuk berbicara, namun malas untuk mendengarkan. Bahkan sering dijumpai seseorang yang senang memotong pembicaraan orang lain, karena tidak sabar dalam posisi sebagai pendengar. Oleh karena itu dalam UNIVERSITAS INDONESIA Sikap empati..., Nur Wahyu Nugroho, FE-Ui, 2013 9 mempelajari komunikasi interpersonal, mendengar menjadi salah satu topik yang dibahas. DeVito (1992) membedakan antara listening (mendengarkan) dengan hearing (mendengar). Selanjutnya DeVito menyatakan, “Listening is an active rather than a passive process. Listening does not just happen; you must make it happen. Listening takes energy and commitment to engage in often difficult labor.” (DeVito, 1992: 54). Jadi menurut DeVito mendengarkan merupakan proses yang aktif dan tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi seseorang harus berusaha agar bisa mendengarkan, sehingga mendengarkan memerlukan energi dan komitmen untuk melakukannya dan bahkan merupakan pekerjaan yang sulit. (Komariah, 2009) DeVito (1992) menjelaskan tentang tujuan atau kegunaan mendengarkan (listening) adalah sebagai berikut: • Listening for enjoyment (mendengarkan untuk kesenangan) misalnya ketika mendengarkan musik. Kita berkonsentrasi untuk mendengarkan sehingga bisa menikmati indahnya musik tersebut. • Listening for information (mendengarkan untuk mendapatkan informasi). Sebagian besar dari kegatan mendengarkan adalah mendengarkan untuk memperoleh informasi. Misalnya mendengarkan dosen yang memberikan kuliah di kelas, mendengarkan siaran berita di radio, dsb. • Listening to help (mendengarkan untuk membantu). Dalam hal ini adalah mendengarkan seseorang yang mungkin sedang menyampaikan keluhan, atau meminta nasehat, sehingga tujuan dari mendengarkan adalah untuk membantu. Kegiatan mendengarkan dalam hal ini sangat penting, karena bagaimana keterampilan dan sikap kita dalam mendengarkan akan berakibat langsung pada orang yang sedang berkomunikasi dengan kita. Dengan demikian ketika kita terlibat dalam suatu proses komunikasi interpersonal, seharusnya kita tahu bagaimana posisi kita dan tujuan dari kegiatan komunikasi interpersonal tersebut, sehingga kita akan mengetahui pula tujuan mendengarkan yang kita lakukan. UNIVERSITAS INDONESIA Sikap empati..., Nur Wahyu Nugroho, FE-Ui, 2013 10 Keterampilan Komunikasi Interpersonal Pustakawan Pelayanan merupakan ujung tombak dari perpustakaan (Soeatminah, 1992:129). Baik atau tidaknya suatu perpustakaan bergantung pada bagaimana pelayanannya, karena bagian layanan inilah yang berhubungan langsung dengan para pengguna perpustakaan. Di sisi lain, pustakawan adalah pelaku langsung kegiatan layanan, sehingga kualitas pustakawan akan berpengaruh pada kualitas layanan perpustakaan. Kualitas pustakawan ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain latar belakang pendidikan yang akan menentukan keahlian, kepribadiannya, dan kemampuan berkomunikasi. (Komariah, 2009) Lebih lanjut kemampuan komunikasi interpersonal sangat penting, karena dalam pekerjaannya pustakawan akan berhadapan langsung dengan para pengguna perpustakaan. Keterampilan pustakawan dalam melakukan komunikasi interpersonal yang efektif akan menentukan keberhasilan pustakawan tersebut dalam melaksanakan tugasnya. Menurut DeVito dalam Komariah (2009), untuk profesi pustakawan beberapa keterampilan komunikasi interpersonal yang efektif yang harus dimiliki adalah sebagai berikut: • Empathy Pustakawan harus mampu untuk merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain dalam hal ini pencari informasi yang sedang dilayani. Misalnya ketika ada seorang pencari informasi yang datang mencari informasi dan dia mengatakan bahwa informasi tersebut sangat dia butuhkan dengan cepat, karena merupakan bahan untuk membuat paper yang harus dikumpulkan esok hari. Pustakawan yang memiliki sikap empati akan membatu orang itu dengan bekerja lebih cepat, karena dia juga merasakan bahwa informasi itu sangart dibutuhkan dan harus segera diperoleh. • Supportiveness Pustakawan harus menciptakan suasana yang nyaman, yang fleksibel, dan mendukung para pencari informasi untuk berkomunikasi dengan dia. Tunjukkan sikap bahwa pustakawan siap membantu para pengunjung perpustakaan. UNIVERSITAS INDONESIA Sikap empati..., Nur Wahyu Nugroho, FE-Ui, 2013 11 • Positiveness Komunukasi yang dibangun antara pustakawan dengan pengguna harus dengan sikap positif dan menganggap mereka sebagai orang yang penting dan yang harus diperlakukan dengan baik. Menyapa mereka dengan kata-kata yang sopan dan menyenangkan serta senyum akan membuat pengunjung merasa dihargai, dan sebaliknya pengunjung juga akan menghargai pustakawan sebagai profesional yang dapat diandalkan. • Equality Pustakawan harus mempunyai pandangan bahwa semua pengguna perpustakaan merupakan orang-orang penting yang harus dihormati tanpa syarat. Pustakawan tidak boleh membeda-bedakan perlakuan pada pengunjung hanya karena penampilannya atau karena gelar akademisnya. Semua pengunjung perpustakaan merupakan pencari informasi yang harus dibantu secara profesional dan proporsional sehingga mereka puas dengan layanan informasi yang diberikan. Selain itu dalam sikap equality juga bahwa pustakawan tidak boleh merasa lebih pintar dari tamunya. Tidak boleh menggurui, tapi tunjukkan bahwa pustakawan bisa membantu tanpa menyinggung perasaan pengunjung. • Confidence Dalam melayani para pengguna perpustakaan, pustakawan harus memiliki rasa percaya diri. Tunjukkan bahwa pustakawan adalah orang yang cerdas yang menguasai pekerjaan dengan baik sehingga para pengunjung akan percaya bahwa pustakawan merupakan orang yang dapat diandalkan sebagai tempat berkonsultasi apabila mereka membutuhkan informasi. • Immediacy Maksud dari immediacy adalah pustakawan harus menunjukkan sikap perhatian, rasa tertarik dan juga senang terhadap permasalahan yang disampaikan oleh pengunjung perpustakaan. Hal tersebut bisa diekpresikan secara nonverbal dengan senyuman dan tatapan mata yang ramah. Hal ini akan membangkitkan semangat pengguna UNIVERSITAS INDONESIA Sikap empati..., Nur Wahyu Nugroho, FE-Ui, 2013 12 perpustakaan untuk mau bertanya tentang infomasi yang dibutuhkannya. Sikap ini akan membantu pengunjung supaya terbuka dan mengkonsultasikan semua permasalahannya dengan baik kepada pustakawan. • Interaction management Pustakawan harus mampu mengelola proses komunikasi yang berlangsung antara dia dengan pencari informasi secara efektif. Membuat percakapan berjalan secara lancar, sehingga pencari informasi bisa mengutarakan apa maksudnya secara jelas sehingga pustakawan bisa memahami secara jelas. Interaction management harus menciptakan situasi komunikasi yang menyenangkan yang akan memuaskan kedua belah pihak METODOLOGI PENELITIAN Menurut Fade (2007), penelitian dapat dibagi dalam tiga kategori yang berbeda dari studi. Memilih strategi analisis untuk penelitian akan membantu peneliti membuktikan secara adil, menghasilkan kesimpulan analisis yang menarik, dan mengesampingkan interpretasi alternatif. Jenis penelitian adalah: eksplorasi, studi deskriptif dan eksplanatori (Fade, 2007). Dalam penelitian ini, kita ingin mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang pengaruh sikap empathy dan listening pustakawan terhadap keinginan pengguna perpustakaan untuk kembali berinterkasi dengan pustakawan serta datang ke perpustakaan, maka penelitian ini adalah eksplorasi untuk batas tertentu. Penelitian ini juga deskriptif karena kita menggambarkan kunci variabel pengaruh sikap empathy ,listening pustakawan serta sikap pengguna atas kedua hal tersebut dan hubungan teoritis antara mereka. Penelitian ini juga sebagian eksplanatori karena berfokus pada pengguna Perpustakaan Kementerian Keuangan untuk mencoba menjelaskan hubungan antara variabel kunci dari sikap empathy dan listening pustakawan. Mengingat fakta bahwa tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sikap pengguna perpustakaan, sebuah konstruk kuesioner penelitian telah digunakan untuk mengumpulkan data. UNIVERSITAS INDONESIA Sikap empati..., Nur Wahyu Nugroho, FE-Ui, 2013 13 Responden penelitian merupakan pengguna Perpustakaan Kementerian Keuangan. Responden meliputi perempuan dan laki laki. Jumlah responden yang dibutuhkan adalah minimal 5 kali jumlah pertanyaan dalam kuisioner yaitu 155 responden (sesuai ketentuan dalam Structural Equation Models selanjutnya di sebut SEM). Model Penelitian Dengan mengadopsi model penelitian dari Aggarwal et. al didapatkan model penelitan penulis adalah seperti berikut: Satisfaction with Librarian H3 Empathy H1 H8 H5 Librarian Listening H6 Future Interaction H9 H2 H4 H7 Trust in Librarian Gambar 3.2 Conceptual Model diadaptasi dari Aggarwal, Castelberry, Ridnour dan Shepherd (2005) Confirmatory Factor Analysis (CFA) Model pengukuran dalam penelitian ini adalah memodelkan hubungan antara variabel laten dengan variabel-variabel teramati. Hubungan tersebut bersifat reflektif, dimana variabel-variabel teramati merupakan refleksi dari variabel-variabel laten terkait. Lazimnya dalam SEM hubungan ini bersifat congeneric, yaitu satu variabel teramati hanya mengukur atau merefleksikan sebuah variabel laten. UNIVERSITAS INDONESIA Sikap empati..., Nur Wahyu Nugroho, FE-Ui, 2013 14 Penetapan variabel-variabel teramati yang merefleksikan sebuah variabel laten dilakukan berdasarkan substansi dari studi yang bersangkutan. Kemudian model pengukuran berusaha untuk mengkonfirmasi apakah variabel-variabel teramati tersebut memang merupakan refleksi dari sebuah variabel laten. Oleh karena itu, analisis model pengukuran ini disebut juga sebagai Confirmatory Factor Analysis (CFA). Analisis Hubungan Kausal Hasil estimasi semua hubungan kausal penelitian bisa dilihat pada hasil output LISREL 8.51 berikut ini: Satisfaction with Librarian 7 0.4 0.67 Librarian Listening 0.54 Future Interaction 0.9 0. 35 0.80 72 0. Empathy 3 0.2 0.2 1 5 Trust in Librarian Chi-Square = 509.65, df = 265, P-Value = 0.00000, RMSEA = 0.077 Gambar 4.5 Path Model Struktural Standardized Coeficient Sumber: Output LISREL 8.51 Hasil Olahan Peneliti 4.20 Librarian Listening 4 3 4.2 -1.3 2.22 Future Interaction 1. 42 6.12 34 5. Empathy 2.2 5 -1.7 2 Satisfaction with Librarian Trust in Librarian Chi-Square = 509.65, df = 265, P-Value = 0.00000, RMSEA = 0.077 Gambar 4.6 Path Model Struktural (t-value) Sumber: Output LISREL 8.51 Hasil Olahan Peneliti UNIVERSITAS INDONESIA Sikap empati..., Nur Wahyu Nugroho, FE-Ui, 2013 15 Pengujian Hipotesis Dalam penelitian ini terdapat sembilan buah hipotesis. Analisis pengujian hipotesis dilakukan dengan tingakt signifikansi 5% sehingga menghasilkan nilai kritis t adalah ± 1.96. Hipotesis diterima apabila nilai t yang didapat ≥ 1.96, sedangkan hipotesis tidak didukung apabila nilai t yang didapat ≤ 1.96. berikut ini adalah ringkasan uji hipotesis untuk melihat apakah model yang diusulkan didukung oleh data. Tabel 4.12 Pengujian Hipotesis Hipotesa Pernyataan Hipotesa Nilai-t Keterangan Dari perspekif pengguna, sikap empati pustakawan berpengaruh secara positif H1 terhadap kemampuan mendengarkan yang dimiliki oleh 6.12 pustakawan Data mendukung hipotesis tersebut. Dari perspektif pengguna, sikap empati yang dimiliki pustakawan H2 berpengaruh positif terhadap Data tidak -1.33 mendukung hipotesis kepercayaan (trust) yang timbul paada pustakawan tersebut. Dari perspektif pengguna, sikap Data tidak empati pustakawan akan berpengaruh H3 positif terhadap kepuasan yang -1.75 hipotesis diterima oleh pengguna. Dari perspektif pengguna, kemampuan mendengar secara baik H4 yang dimiliki oleh mendukung pustakawan 4.24 berpengaruh positif atas kepercayaan Data mendukung hipotesis yang bisa timbul kepada pustakawan H5 tersebut. Dari perspektif keterampilan pengguna, kemampuan 2.22 Data mendukung hipotesis UNIVERSITAS INDONESIA Sikap empati..., Nur Wahyu Nugroho, FE-Ui, 2013 16 mendengarkan yang dimiliki oleh pustakawan berpengaruh positif atas kepuasan yang didapatkan oleh pengguna. Dari perspektif pengguna, keterampilan kemampuan mendengarkan yang dimiliki oleh H6 pustakawan berpengaruh positif atas terciptanya terjadi hubungan antara baik pengguna 2.22 yang Data mendukung hipotesis dengan pustakawan tersebut Dari perspektif pengguna, tingkat rasa percaya yang timbul pada H7 pustakawan akan berpengaruh positif atas keinginan untuk berinteraksi lagi Data tidak 1.42 mendukung hipotesis dengan pustakawan itu dikemudian hari. Dari perspektif pengguna, tingkat kepuasan yang timbul atas pelayanan H8 dari pustakawan akan berpengaruh positif atas keinginan mereka untuk 5.34 Data mendukung hipotesis berinteraksi lagi dengan pustakawan itu dikemudian hari. Dari perspektif pengguna, tingkat rasa percaya yang timbul pada H9 pustakawan akan berpengaruh positif atas kepuasan yang diterima oleh pengguna dari layanan 4.2 Data mendukung hipotesis yang diberikan oleh pustakawan tersebut.. UNIVERSITAS INDONESIA Sikap empati..., Nur Wahyu Nugroho, FE-Ui, 2013 17 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil dari analisis data yang telah dibahas dalam bab sebelumnya, peneliti mendapatkan hasil berupa kesimpulan untuk menjawab permasalahan penelitian. Kesimpulan yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah: 1. Pada penelitian ini sikap empathy yang dimiliki oleh pustakawan tidak didukung oleh data yang signifikan yang menunjukkan bahwa ada pengaruh positif antara sikap empathy dengan kepuasan pengguna, hal ini dapat dilihat pada pengukuran hipotesis ketiga. 2. Dengan adanya listening skill yang baik, maka hal ini berpengaruh secara positif terhadap kepuasan pengguna perpustakaan. Pada pengukuran hipotesis kelima ditunjukkan bahwa hal ini relevan dengan hipotesis diawal. 3. Pada pengukuran hipotesis kedua tidak ditemukan data yang signifikan atas pengaruh sikap empathy yang dimiliki pustakawan terhadap trust yang bisa timbul dalam diri pengguna perpustakaan. Banyak faktor yang mempengaruhi rasa trust bisa timbul dari seseorang untuk orang lain. Menurut Lewicki & Wiethoff (2000) hal-hal yang mempengaruhi trust diantaranya adalah Predisposisi kepribadian, Reputasi dan Stereotip, Pengalaman aktual, serta Orientasi psikologis. Dan memang empathy tidak termasuk didalamnya. 4. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa ada hubungan yang positif antara kemampuan mendengarkan (listening skill) yang dimiliki oleh pustakawan dalam interaksi komunikasi dengan penggunanya terhadap rasa percaya (trust) dari pengguna tersebut. Pada pengujian hipotesis keempat dapat dilihat adanya data yang signifkan yang mendukung hipotesis ini. Aspek komunikasi yang efektif memang memegang peranan penting untuk membangun kepercayaan dengan orang lain. Maka dari itu, sebaiknya pustakawan memiliki listening skill yang baik sebagai salah satu cara untuk menunjang tugasnya. 5. Trust yang timbul pada diri pengguna tidak serta merta berpengaruh positif terhadap keinginan pengguna perpustakaan untuk berinteraksi UNIVERSITAS INDONESIA Sikap empati..., Nur Wahyu Nugroho, FE-Ui, 2013 18 kembali dengan pustakawan. Pada dasarnya trust adalah efek, bukan pendorong utama bagi pengguna untuk berinteraksi kembali dengan pustakawan. 6. Dari perspektif pengguna, tingkat kepuasan yang timbul atas pelayanan dari pustakawan (satisfaction) akan berpengaruh positif atas keinginan mereka untuk berinteraksi lagi dengan pustakawan itu dikemudian hari. Implikasi Manajerial Dalam penelitian ini, peneliti menemukan bahwa sikap empathy dan listening berpengaruh pada keinginan pengguna perpustakaan untuk berinteraksi kembali dengan pustakawan. Pengguna jasa layanan perpustakaan akan mencapai kepuasan dalam pemecahan masalahnya melalui proses pelayanan professional dari seorang pustakawan. Mereka akan lebih tertarik dengan pustakawan yang dapat membantunya. Pengguna perpustakaan cenderung akan menghindari pustakawan yang tidak menunjukkan sikap profesionalnya dalam bekerja memberikan pelayanan jasa tersebut secara tidak ramah. Hal inilah yang perlu mendapat perhatian khusus dari Perpustakaan untuk bisa membentuk tenaga pustakawan yang mempunyai ‘nilai jual’ yang menarik bagi penggunanya. Oleh karena itu, Perpustakaan Kementerian Keuangan sebaiknya melakukan hal-hal sebagai berikut: 1. Dalam perekrutan pustakawan bukan hanya berdasarkan kemampuan akademis saja, namun juga melihat aspek kepribadian dan kemampuan komunikasi yang dimiliki oleh pustakawan tersebut. Untuk mengetahui apakah seseorang mempunyai empati yang tinggi maka dapat diketahui dengan cara wawancara secara mendalam. Materi wawancara disusun sedemikian rupa sehingga pewawancara bisa menggali lebih banyak mengenai kepribadian pustakawan dengan lebih baik. 2. Mengadakan pelatihan secara komprehensif dalam upaya untuk membangun serta menumbuhkan sikap empathy dan listening skill yang baik pada diri pustakawan. Pelatihan untuk meng-up grade kemampuan tidak hanya sekedar menambah ilmu pengetahuan bagi pustakawan saja tetapi juga bagaimana UNIVERSITAS INDONESIA Sikap empati..., Nur Wahyu Nugroho, FE-Ui, 2013 19 menerapkan kemampuan empathy dan penerapan listening skill yang baik menjadi tujuan utama dari pelatihan ini. Saran untuk Penelitian Selanjutnya Dalam penelitian ini ditemukan bahwa sikap empathy yang dimiliki pustakawan tidak berpengaruh positif terhadap kepercayaan (trust) yang timbul pada pustakawan tersebut; sikap empathy tidak berpengaruh positif terhadap kepuasan yang diterima oleh pengguna; serta tidak terpenuhinya hipotesis yang menyatakan bahwa trust tidak berpengaruh positif atas keinginan untuk berinteraksi lagi dengan pustakawan. Hal ini menandakan bahwa penelitian ini masih memiliki keterbatasan, oleh sebab itu peneliti menyarankan penelitian selanjutnya untuk: • Menambah jumlah responden dan mencari responden yang lebih beragam karena dalam penelitian ini sebagian besar responden adalah pegawai Kementerian Keuangan yang hanya berada di lingkungan Kantor Pusat Kementerian Keuangan dengan kisaran umur 20-30 tahun. • Menambah faktor lain yang dapat menjelaskan dan memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap variabel trust serta satisfaction. • Menggabungkan pendekatan kuantitatif dan kualitatif, dapat dengan melakukan focus group discussion (FGD) atau wawancara secara langsung dengan objek yang ingin diteliti untuk menambah kedalaman penelitian. • Melakukan penelitian terhadap dimensi Service Quality (SERVQUAL) yang lain pada pelayanan yang ada pada Perpustakaan Kementerian Keuangan. • Dalam penelitian ini tidak ditemukan kesamaan yang antara salesperson dengan librarian. Hal ini menjadi perhatian tersendiri bagi peneliti untuk lebih menspesifikasikan lagi bentuk layanan pemasaran seperti apa yang harus ada pada librarian. DAFTAR REFERENSI Aggarwal, Praveen e.t al.(2005). Salesperson Empathy and Listening : Impact On Relationship Outcomes UNIVERSITAS INDONESIA Sikap empati..., Nur Wahyu Nugroho, FE-Ui, 2013 20 Baldock Carole. 1993. Marketing Libraries: a Survival Course? Library Management. Bradford. URL: http://proquest.umi.com/pqdweb?did=1195506&sid=1&Fmt=3&clientld=45625&RQT=3 09&VName=PQD. Diakses 20 Mei 2013. Jam 13.35 WIB Bawden, David. (1990). User-Oriented Evaluation of Information Systems and Services. London: Gowe Pub Co. Block, Marylanine. 2001. The Secret of Library Marketing: Make Yourself Indispensable. American Libraries. Chicago. URL: http://proquest.umi.com/pqdweb?did=80244948&sid=6&Fmt=4&clientId=45625&RQT= 309&VName=PQD. Diakses 20 Mei 2013. Jam 13.35 WIB Christine M. Koontz and Persis E. Rockwood. 2001. Developing Performance Measures Within a Marketing Frame of Reference. New Library World. London. URL: http://proquest.umi.com/pqdweb?did=248029991&sid=1&Fmt=4&clientId=45625&RQT =309&VName=PQD. Diakses 20 Mei 2013. Jam 13.30 WIB DeVito, Joseph. (2010). Komunikasi Antar Manusia. Jakarta: Karisma Publishing. Firma, Adriko dan Elva Rahmah. (2012). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pemustaka di Perpustakaan Kopertis Wilayah X. Padang: Jurnal FBS Universitas Negeri Padang. Goleman, Daniel (2007), Social Intelligence: Ilmu Baru tentang Hubungan Antar Manusai. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta Hair, J. (2006). Multivariate data analysis (6th ed). New Jersey: Perason Prentice Hall. Komariah, Neneng. (2009). Keterampilan Komunikasi Interpersonal Bagi Pustakawan. Bandung. URL: http://aurajogja.files.wordpress.com/2012/06/keterampilan_komunikasi_internasional_ba gi_pustakawan1.pdf Kotler, Philips. and Kevin Lane Keller. (2004). Marketing Management. New Jersey: Pearson Prentice-Hall. Kurniasari, Dewi. (2007). Kepuasan Peneliti Centre For Strategis And International Studies (CSIS) Terhadap Layanan Perpustakaan CSIS. Jakarta: Skripsi UI Lewicki, R. J., & Wiethoff, C. (2000). "Trust, trust development, and trust repair," in The Handbook of Conflict Resolution: Theory and practice, Eds. M. Deutsch & P. Coleman, San Francisco, CA: Jossey-Bass. Pp. 86-107. (p. 92) Lupiyoadi, Rambat dan A. Hamdani. (2008). Manajemen Pemasaran Jasa. Jakarta: Salemba Empat Malhotra, N.K. (2007). Marketing Research: An applied orientation (5th ed). New Jersey: Pearson Prentice Hall. UNIVERSITAS INDONESIA Sikap empati..., Nur Wahyu Nugroho, FE-Ui, 2013 21 Mufid. (2011). Pengaruh Mutu layanan Terhadap Kepuasan Pemustaka: Studi Kasus di Perpustakaan Pusat UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Jakarta: Thesis UI Nkanga, Nndonia Adonis. 2002. Marketing Information Service in Botswana: an Exploratory Study of Selected Information Providing Institutions in Gaborone. Library. Management. Bradford. URL: http://proquest.umi.com/pqdweb?did=259567371&sid=3&Fmt=4&clientId=45625&RQT =309&VName=PQD. Diakses 20 Mei 2013. Jam 13.33 WIB Olson, Jerru C. & J. Paul Peter. (2005). Consumer Berhaviour and Marketing Strategy (7th ed). New York: MacGraw-Hill Surtiawan, Dwi. (2006). Pendekatan Manajemen Pemasaran sebagai Paradigma Baru Perpustakaan. Yogyakarta: Jurnal UNY Spalding, Helen H. and Wang, Jian. 2006. The Challenges and Opportunities of Marketing Academic Libraries in the USA. Library Management. Bradford. URL: http://proquest.umi.com/pqdweb?did=1127945401&sid=13&Fmt=3&clientId=45625&R QT=309&VName=PQD. Diakses 20 Mei 2013. Jam 13.48 WIB Sitinjak. T. JR & Sugiarto. (2006). Lisrel. Yogyakarta: Graha Ilmu Tjiptono, Fandy. (2008). Service Management Mewujudkan Layanan Prima. Yogyakarta: Andi. Tim Penulis. (2002). Standar Perpustakaan Khusus. Jakarta: PNRI Tim Penulis. (2002). Standar Perpustakaan Khusus. Jakarta: PNRI. Wijanto, Setyo Hari. (2008). Structural Equation Modeling dengan Lisrel 8.8: Konsep dan Tutorial. Yogyakarta: Graha Ilmu. UNIVERSITAS INDONESIA Sikap empati..., Nur Wahyu Nugroho, FE-Ui, 2013