bab ii tinjauan pustaka

advertisement
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Public Relations
Sering diungkapkan, betapa sulitnya untuk mendefinisikan PR secara
memuaskan dan bisa diterima oleh berbagai kalangan. Kesulitan membuat definisi
tersebut menegaskan bahwa PR memang bukan sekedar corong organisasi untuk
berbicara pada publiknya melalui media massa. Ruang lingkup kegiatan PR begitu
besar, luas dan kompleks. Hal ini dikarenakan PR bukan hanya menangani pihakpihak yang berada di lingkungan dalam organisasi, tapi meliputi pihak-pihak yang
berada di lingkungan luar organisasi yang memiliki beragam keinginan,
kebutuhan dan kepentingannya.
Untuk sekedar memberikan acuan dan pemahaman bersama, maka penulis
paparkan definisi PR dari beberapa pakar PR dan pakar komunikasi sebagai
berikut:
Menurut De Fleur dan Dennis (1988:297) mengutip Scott Cutlip dan Allan
Center dalam buku Community Relations, Konsep dan Aplikasinya yang
diterbitkan Simbiosa Rekatama Media (2007) , bahwa Public Relations adalah
upaya terencana guna memengaruhi opini publik melalui karakter yang baik dan
kinerja yang bertanggung jawab, yang didasarkan pada komunikasi dua arah yang
memuaskan kedua belah pihak.
Selanjutnya, Bernays dalam buku Community Relations, Konsep dan
Aplikasinya yang diterbitkan Simbiosa Rekatama Media (2007) menyebut PR
sebagai sebuah profesi yang berkaitan dengan relasi-relasi satu unit dengan publik
atau publik-publiknya sebagai relasi yang mendasari berlangsungnya kehidupan.
8
Kemudian, DeFleur dan Dennis (1988:298) dalam buku Community
Relations, Konsep dan Aplikasinya yang diterbitkan Simbiosa Rekatama Media
(2007) berdasarkan perspektif ilmu komunikasi, menyebutkan PR sebagai proses
komunikasi di mana individu atau unit-unit masyarakat berupaya untuk menjalin
relasi yang terorganisasi dengan berbagai kelompok atau publik untuk tujuan
tertentu.
Menurut Rhenald Kasali (1994:5) dalam buku Community Relations
menyatakan bahwa PR sebagai fungsi strategi dalam manajemen yang melakukan
komunikasi guna melahirkan pemahaman dan penerimaan publik.
Sedangkan menurut Lesley (1992:5) dalam buku Community Relations
mendefinisikan PR sebagai kegiatan membantu organisasi dan public-publiknya
untuk saling menyesuaikan diri.
2.2
Peran dan Fungsi PR
Tugas-tugas PR menurut Oxley (1987:12-13) dalam buku Community
Relations, Konsep dan Aplikasinya yang diterbitkan Simbiosa Rekatama Media
(2007) adalah sebagai berikut:
a.
Memberi saran kepada manajemen tentang semua perkembangan internal
dan eksternal yang mungkin memenagruhi hubungan organisasi dengan
publik-publiknya.
b.
Meneliti dan menafsirkan untuk kepentingan organisasi, sikap publikpunlik utama pada saat ini atau antisipasi sikap publik-publik utama
terhadap organisasi.
c.
Bekerja sebagai penghubung (liasion) antara manajemen dan publikpubliknya.
d.
Memberi laporan berkala kepada manajemen tentang semua kegiatan yang
mempengaruhi hubungan publik dan oragnisasi.
Menurut Efendy sebagaimana dikutip oleh Ruslan (2005:9-10) bahwa secara
umum definisi fungsi Public Relations yaitu sebagai berikut:
a. Menunjang kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan organisasi
b. Membina hubungan harmonis antara organisasi dengan public internal
dan publik eksternal.
c. Mencipakan komunikasi dua rah dengan menyebarkan informasi dari
organisasi kepadapubliknya dan menyalurkan opini publik kepada
organisasi.
9
d. Melayani publik dan menasehati pimpinan organisasi demi kepentingan
umum.
e. Operasionalisasi dan organisasi public relations adalah bagaimana
membina hubungan harmonis antara organisasidengan publiknya, untuk
mencegah terjadinya rintangan psikologis, baik yang ditimbulkan dari
pihak organisasi maupun dari pihak publiknya.
Menurut Ruslan (2005:10-12), secara struktural PR merupakan bagian
integral dari suatu lembaga ataupun organisasi. Artinya public relations
merupakan salah satu fungsi manajemen modern yang bersifat melekat pada
manajemen perusahaan (corporate management function). Itu berarti bagaimana
Humas dapat berperan dalam melakukan komunikasi timbal balik (two ways
communication) dengan tujuan menciptakan saling pengertian (mutual
understanding), saling menghargai (mutual appreciation), saling mempercayai
(mutual confidence) menciptakan good will, memperoleh dukungan publik (public
support) dan sebagainya demi tercapainya citra yang positif bagi suatu lembaga
ataupun perusahaan (corporate image).
Public Relations merupakan suatu seni untuk mencpitakan pengertian
public yang lebih baik yang dapat memperdalam kepercayaan publik secara lebih
baik atau pemberdayaan lebih tingi terhadap suatu lembaga atau organisasi.
Berdasarkan
uraian-uraian
diatas
maka
penulis
mencoba
untuk
meyimpulkan bahwa Public Relations merupakan suatu fungsi manajemen untuk
membuat perencanaan, memberikan informasi, menciptakan opini, untuk
mencapai pemahaman antara organisasi dan publiknya serta untuk memperoleh
dukungan dari publiknya
2.3 Konsep Komunikasi
Di dalam ilmu komunikasi terdapat satu konsep yang dikenal sebagai
lambang komunikasi. Istilah lambang komunikasi di dalam diskusi dan literatur
ilmu komunikasi mungkin jarang digunakan. Biasanya kita langsung mengacu
pada bahasa atau pesan berikut makna yang dikandungnya. Sebagai bentuk
10
konkret dari pesan, lambang komunikasi dapat dibedakan atas komunikasi verbal
dan komunikasi non-verbal.
1. Komunikasi Verbal
Yang termasuk di dalam kategori verbal adalah bahasa yang merupakan
seperangkat kata yang disusun secara berstruktur sehingga menjadi suatu kalimat
yang mengandung makna. Fungsi dari bahasa yang mendasar bagi manusia adalah
untuk menamai atau menjuluki obyek, orang, dan peristiwa.
Menurut Barker, bahasa memiliki tiga fungsi yakni penamaan, interaksi dan
transmisi informasi. Pertama, fungsi dari penamaan adalah untuk mengidentifikasi
objek, tindakan, atau orang dengan menyebut namanya sehingga dapat dirujuk
dalam komunikasi. Kedua, fungsi dari interkasi adalah untuk menekankan
gagasan dan emosi yang dapat menghubungkan antara orang dengan orang
lainnya, atau antara kelompok orang dengan kelompok orang lainnya. Ketiga,
fungsi transmisi informasi adalah untuk mengenal dunia disekitar kita,
berhubungan dengan orang lain dan menciptakan koherensi dalam hidup kita.
2. Komunikasi Non-Verbal
Secara harafiah komunikasi non-verbal adalah komunikasi tanpa kata
yang merupakan suatu penyederhanaan berlebihan dikarenakan kata yang
berbentuk tulisan tetap dianggap verbal meskipun tidak memiliki unsur suara.
Menurut Samovar dan Porter, komunikasi nonverbal mencakup semua
rangsangan kecuali rangsangan verbal dalam suatu setting komunikasi, yang
dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu, yang
mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima.
11
Dalam hubungannya dengan perilaku verbal, perilaku nonverbal
mempunyai 5 fungsi yakni :
1. Perilaku nonverbal dapat mengulangi perilaku verbal.
Kita menganggukan kepala ketika kita mengatakan “Ya” atau
menggelengkan kepala ketika mengatakan “Tidak”.
2. Memperteguh, menekankan, atau melengkapi perilaku verbal.
Misalnya kita melambaikan tangan seraya mengucapkan ”selamat jalan”
atau ketika kita berpidato kita melakukan ”gerakan tangan”, atau ”nada
suara tingi atau rendah”.
3. Perilaku nonverbal dapat menggantikan perilaku verbal.
Menggoyangkan tangan dan telapak tangan menghadap ke depan (sebagai
pengganti kata ”tidak”). Atau menunjuk dengan jari telunjuk ke arah ruang
depan untuk menjawab pertanyaan dari seseorang yang bertanya ”dimana
si Ali?”.
4. Perilaku nonverbal dapat meregulasi perilaku verbal.
Misalnya melihat jam tangan ketika waktu kuliah sudah berakhir sehingga
dosen segera menutup kuliahnya.
5. Perilaku nonverbal dapat membantah atau bertentangan denga perilaku
verbal.
Misalnya seorang suami mengatakan ”Bagus! Bagus!” ketika diminta
komentar oleh istrinya mengenai baju yang baru dibelinya, seraya terus
membaca surat kabar di tangannya.
12
Komunikasi nonverbal terjadi sepanjang waktu. Dalam membahas
penafsiran pesan nonverbal, kita dapat melihat bahwa sebagian besar dari seluruh
makna sosial dihasilkan melalui rangsangan nonverbal. Selain itu kita juga dapat
melihat bahwa saluran nonverbal terutama menghasilkan pesan relasional, pesanpesan mengenai tingkat emosi komunikasi dan bahwa suatu pesan nonverbal
dapat menggantikan, memperkuat, atau bertentangan dengan pesan verbal.
Stewart dan D’Angelo (1980) berpendapat bahwa bila kita membedakan
verbal dari non-verbal dan vokal-non vokal, kita mempunyai empat kategori atau
jenis komunikasi.
1. Komunikasi Verbal-Vokal
Jenis komunikasi ini merujuk pada komunikasi melalui kata yang
diucapkan. Misalnya, Budi dan ayahnya mendiskusikan mobil baru yang
ingin dibeli oleh Budi dan rencananya untuk mengumpulkan uang untuk
membelinya.
2. Komunikasi Verbal-Non Vokal
Dalam jenis komunikasi ini kata-kata yang digunakan tapi tidak
diucapkan. Misalnya, Budi menulis surat kepada ayahnya mengenai mobil,
komunikasinya verbal tapi nonvokal.
3. Komunikasi Non Verbal- Vokal
Dalam jenis komunikasi ini hanya ada vokalisasi. Misalnya, Budi
berbicara tentang mobil, ia meminjam uang kepada ayahnya, dan ayahnya
hanya mengerutu.
13
4. Komunikasi Non Verbal- Non Vokal
Dalam jenis komunikasi ini hanya mencakup sikap dan penampilan.
Misalnya, ayah budi terlihat marah atau senang atau mungkin bingung
ketika Budi hendak meminjam uang.
Dengan melihat pengertian dari keempat jenis komunikasi
nonverbal tersebut, maka dapat disimpulkan jenis komunikasi nonverbal
yang dilakukan oleh Supemal Karawaci adalah komunikasi nonverbalnonvokal. Hal ini dikarenakan rangsangan yang diberikan
kepada
konsumen dengan melakukan perubahan mal yang dinilai dengan sikap
dari konsumennya yakni dengan senang berkunjung ke Supermal
Karawaci.
14
2.4
Citra
Citra tidak dapat terbentuk begitu saja, namun dapat terbentuk dari kesan
yang diperoleh sesuai dengan pemahaman dan pengetahuan seseorang terhadap
sesuatu.
Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya, Psikologi Komunikasi menyebutkan
bahwa citra adalah penggambaran tentang realitas, citra adalah dunia menurut
persepsi. Solomon, dalam Rakhmat, mengemukakan sikap pada seseorang atau
sesuatu bergantung pada citra kita tentang orang atau objek tersebut.
(Danasaputra, 1995:33)
Citra adalah cara bagaimana pihak lain memandang sebuah perusahaan,
seseorang, suatu komite, atau suatu aktifitas. Setiap perusahaan mempunyai citra
sebanyak jumlah orang yang memandangnya. Berbagai citra perusahaan datang
dari pelanggan perusahaan, pelanggan potensial, banker, staf perusahaan, pesaing,
distributor, pemasok, asosiasi dagang, dan gerakan pelanggan di sektor
perdagangan terhadap perusahaan. (Katz, 1994:67-68)
Ada banyak citra perusahaan, misalnya: siap membantu, inovatif, sangat
memperhatikan karyawannya, bervariasi dalam produk, dan tepat dalam
pengiriman. Tugas perusahaan dalam rangka membentuk citranya adalah dengan
mengidentifikasi citra seperti apa yang ingin dibentuk di mata masyarakat, ujar
Katz.
15
Menurut Canton dalam Sukatendel (1990) mengatakan bahwa citra adalah
“image: the impression, the feeling, the conception which the public has of a
company; a consciously created impression of an object, person or organization”
. Citra adalah kesan, perasaan, gambaran diri public terhadap perusahaan; kesan
yang dengan sengaja diciptakan dari suatu objek, orang atau organisasi. Jadi,
ungkap Sukatendel, citra itu sendiri merupakan salah satu asset terpenting dari
suatu perusahaan atau organisasi. Istilah lainnya adalah Favourable Opinion.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian citra adalah: (1) kata
benda: gambar, rupa, gambaran; (2) gamabran yang dimiliki orang banyak
mengenai pribadi, perusahaan, organisasi atau produk; (3) kesan mental atau
bayangan visual yang ditimbulkan oleh sebuah kata, frase atau kalimat, dan
merupakan unsur dasar yang khas dalam karya prosa atau puisi (Soemirat,
2005:114).
Citra adalah kesan yang diperoleh seseorang berdasarkan pengetahuan dan
pengertiannya tentang fakta-fakta atau kenyataan. Untuk mengetahui citra
seseorang terhadap suatu objek dapat diketahui dari sikapnya terhadap objek
tersebut. Solomon , dalam Rakhmat, menyatakan semua sikap bersumber pada
organisasi kognitif pada informasi dan pengetahuan yang kita miliki. Tidak akan
ada teori sikap atau aksi sosial yang tidak didasarkan pada penyelidikan tentang
dasar-dasar kognitif. Efek kognitif dari komunikasi sangat mempengaruhi proses
pembentukan citra seseorang.
Citra terbentuk berdasarkan pengetahuan dan informasi-informasi yang
diterima seseorang. Komunikasi tidak secara langsung menimbulkan perilaku
tertentu, tetapi cenderung mempengaruhi cara kita mengorganisasikan citra kita
tentang lingkungan. (Danasaputra, 1995:34-35)
Menurut Jeffkins dalam bukunya Public Relations (1984) dan buku
lainnya Essential of Public Relations (1998) mengemukakan jenis-jenis citra
sebagai berikut:
1.
The Mirror Image (cerminan citra)
Yaitu bagaimana dugaan (citra) manajemen terhadap public ekternal
dalam melihat perusahaannya
2.
The Current Image (citra masih hangat)
Yaitu citra yang terdapat pada publik eksternal, yang berdasarkan
pengalaman atau menyangkut miskinnya informasi dan pemahaman
public ekternal. Citra ini bisa saja bertentangan dengan mirror image.
3.
The wish image (citra yang diinginkan)
Yaitu manajemen menginginkan pencapaian prestasi tertentu. Citra ini
diaplikasikan untuk sesuatu yang baru sebelum publik eksternal
memperoleh informasi secara lengkap.
4.
The multiple image (citra yang berlapis)
16
Yaitu sejumlah individu, kantor cabang atau perwakilan perusahaan
lainnya dapat membentuk citra tertentu yang belum tentu sesuai dengan
keseragaman citra seluruh organisasi atau perusahaan.
Menurut Jefkins, dalam bukunya Hubungan Masyarakat yang diterbitkan
oleh Intermasa,yang dikutip dalam buku Manajemen Humas dan Komunikasi
(Ruslan, 2006:77-79), ada beberapa jenis citra yang dikenal di dunia aktiitas PR,
yakni dapat dibedakan sebagai berikut:
1.
Citra Cermin ( Mirror Image)
Pengertian disini bahwa citra yang diyakini oleh perusahaan bersangkutan,
terutama para pemimpinnya yang tidak percaya terhadap kesan orang luar,
terhadap perusahaan yang dipimpinnya itu tidak selamanya selalu dalam
posisi baik.
2.
Citra Kini ( Current Image)
Citra merupakan kesan yang baik diperoleh dari orang lain tentang
perusahaan atau organisasi atau hal lain yang berkaitan dengan
produknya. kemudian ada
kemungkinan berdasarkan pada pengalaman
dan informasi diterima kurang
baik, sehingga dalam posisi tersebut pihak PR akan menghadapi resiko
yang
sifatnya permusuhan, kecurigaan, prasangka buruk (prejudice), dan
hingga kesalahpahaman (misunderstanding) yang menyebabkan citra kini
yang ditanggap secara tidak adil bahkan kesan negatif yang diperolehnya.
3.
Citra Keinginan ( Wish Image)
Citra keinginan ini adalah seperti apa yang ingin dan dicapai oleh pihak
manajemen terhadap lembaga atau perusahaan atau produk yang
ditampilkan tersebut lebih dikenal (good awareness), menyenangkan
dan diterima dengan kesan yang selalu positif diberikan (take and give)
oleh publiknya atau masyarakat umum.
4.
Citra Perusahaan ( Corporate Image)
Jenis citra berkaitan dengan sosok perusahaan sebagai tujuan utamanya,
bagaimana menciptakan citra perusahaan (corporate image) yang positif,
lebih dikenal serta diterima oleh publiknya, mungkin tentang sejarahnya,
kualitas pelayanan prima, keberhasilan dalam bidang marketing dan
hingga berkaitan dengan tanggung jawab social (social care) dan s
ebagainya. Dalam hal ini pihak PR berupaya atau bahkan ikut bertanggung
jawab untuk mempertahankan cira perusahaan
agar
mamapu
mempengaruhi harga sahamnya tetap bernilai tinggi untuk berkompetisi di
pasar bursa saham.
5.
Citra Serbaneka (Multiple Image)
Citra ini merupakan pelengkap dari citra perusahaan diatas, misalnya
bagaimana
pihak PR akan menampilkan pengenalan (awareness)
terhadap identitas, atribut logo, barnds name, seragam (uniform) para front
liner, sosok gedung, dekorasi lobi kantor dan penampilan para
17
6.
profesionalnya, kemudian di unifikasikan atau diidentikan ke dalam suatu
citra serbaneka yang diintegrasikan terhadap citra perusahaan.
Citra Penampilan ( Performance Image)
Citra penampilan ini lebih ditujukan pada subjeknya, bagaimana kinerja
atau penampilan diri para profesional pada perusahaan bersangkutan,
misalnya dalam berbagai bentuk dan kualitas pelayanannya,
bagaimana pelaksanaan etika menyambuttelepon,tamu dan pelanggan
serta publiknya, serta menyenangkan kesan yang selalu baik.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis citra ada enam, yakni citra
cermin; citra kini; citra keinginan; citra periusahaan; citra serbaneka; citra
penampilan. Dengan meihat pengertian dari masing-masing jenis citra, dapat
disimpulkan bahwa citra Supermal Karawaci termasuk ke dalam Wish Image atau
citra keinginan.
2.5
Proses Terbentuknya Citra
Di dalam proses pembentukan citra, Public Relations digambarkan sebagai
input-output. Proses intern dalam hal ini adalah pembentukan citra, sedangkan
input adalah stimulus yang diberikan dan output adalah tanggapan atau perilaku
tertentu. Citra itu sendiri digambarkan melalui persepsi-kognisi-motivasi dan
sikap.
”....proses-proses psikodinamis yang berlangsung pada individu konsumen
berkisar antara komponen-komponen persepsi, kognisi, motivasi, dan sikap
konsumen terhadap produk. Keempat komponen itu diartikan sebagai mental
representation (citra) dari stimulus” (Nimpoeno, dalam Danasaputra, 1995:36)
Pada proses pembentukan citra, stimulus yang berasal dari luar
diorganisasikan dan memepengaruhi respons. Stimulus (rangsangan) yang
diberikan pada individu dapat diterima atau ditolak. Apabila rangsang ditolak
18
proses selanjutnya tidak akan berjalan, hal ini menunjukkan bahwa rangsang
tersebut tidak efektif dalam mempengaruhi individu karena tidak ada perhatian
dari individu tersebut. Sebaliknya jika rangsang diterima oleh individu, berarti
terdapat komunikasi dan terdapat perhatian dari organisme. Dengan demikian
proses selanjutnya dapat berjalan.
Empat komponen seperti persepsi-kognisi-motivasi-sikap diartikan sebagai
citra individu terhadap rangsang. Ini disebut sebagai ”picture of head” oleh
Walter Lipman. Jika stimulus mendapat perhatian, individu akan berusaha untuk
mengerti tentang rangsang tersebut. Persepsi adalah hasil pengamatan terhadap
unsur lingkungan yang dikaitkan dengan suatu proses pemaknaan. Artinya
individu akan memberikan makna terhadap rangsang berdasarkan pengalamannya
mengenai rangsang.
Kemampuan mempersepsi itulah yang dapat melanjutkan proses
pembentukan citra. Persepsi atau pandangan individu akan positif apabila
informasi yang diberikan oleh rangsang dapat memenuhi kognisi individu.
Kognisi adalah suatu keyakinan diri dari individu terhadap stimulus.
Keyakinan ini akan timbul apabila individu telah mengerti rangsang tersebut,
sehingga individu harus diberikan informasi-informasi yang cukup yang dapat
mempengaruhi perkembangan kognisinya.
Motivasi dan sikap yang ada akan menggerakkan respon seperti yang
diinginkan oleh pemberi rangsang. Motif adalah keadaan dalam pribadi seseorang
yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu
guna mencapai suatu tujuan.
19
Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa
dalam mengahadap objek, situasi atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi
merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu.
Sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi. Sikap menentukan
apakah orang harus pro atau kontra terhadap sesuatu, menentukan apa yang
disukai, diharapkan dan diinginkan. Sikap mengandung aspek evaluatif, artinya
mengandung nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan. Sikap ini juga dapat
diperteguh atau diubah.
Proses pembentukan citra pada akhirnya akan menghasilkan sikap,
pendapat, tanggapan, atau perilaku tertentu. Untuk mengetahui bagaimana citra
sebuah perusahaan di benak publiknya dibutuhkan adanya suatu penelitian.
Melalui penelitian, perusahaan dapat mengetahui secara pasti sikap publik
terhadap lembaganya, mengetahui apa yang disukai dan apa yang tidak disukai
oleh publiknya.
Pentingnya penelitian citra, ungkap Moore, dalam Danasaputra, penelitian
citra menentukan sosok institusional dan citra perusahaan dalam pikiran publik
dengan mengetahui secara pasti sikap masyarakat terhadap sebuah perusahaan,
bagaimana mereka memahami dengan baik, dan apa yang mereka sukai dan tidak
sukai tentang perusahaan tersebut. Dalam penelitian citra dapat memberikan
informasi untuk mengevaluasi kebijaksanaan, memperbaiki kesalahpahaman,
menentukan daya tarik pesan humas, dan meningkatkan citra humas dalam pikiran
publik.
20
Menurut Haney, dalam Danasaputra, pentingnya penelitian mencakup: 1)
memprediksi tingkah laku publik sebagai reaksi terhadap tindak organisasi
perusahaan; 2) mempermudah usaha kerjasama dengan publik; 3) memelihara
hubungan yang ada. Dengan
adanya
penelitian
maka
perusahaan
dapat
mengetahui secara pasti sikap publik tehadap organisasi maupun terhadap produk
barang atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan yang bersangkutan. Dari
penelitian citra ini, perusahaan juga dapat mengetahui apa yang disukai dan tidak
disukai publik tentang perusahaan dengan demikian perusahaan dapat mengambil
langkah-langkah yang tepat
bagi kebijaksanaan perusahaan selanjutnya.
(Soemirat, 2005:114-117)
2.6
Cara Memperoleh Citra atau Image Positif
Setelah menguraikan proses pembentukan citra, peneliti akan menguraikan
cara memperoleh citra positif. Menurut Jefkins (Soemirat, 2005:121-122), cara
memperoleh citra atau image yang positif adalah sebagai berikut :
1.
Menciptakan Public Understanding (pengertian publik)
Pengertian belum berarti persetujuan atau penerimaan, persetujuan belum berarti
penerimaan. Dalam hal ini publik memahami organisasi atau perusahaan atau
21
instansi, apakah itu dalam hal produk atau jasanya, aktivitas-aktivitasnya,
reputasinya, perilaku manajemennya.
2.
Public Confidence (adanya kepercayaan publik terhadap organisasi kita).
Publik percaya bahwa hal-hal yang berkaitan dengan organisasi atau perusahaan
atau instansi adalah benar adanya apakah itu dalam hal kualitas produk atau
ajsanya,
aktivitas-aktivitas
yang
positif,
reputasi
yang
baik,
perilaku
manajemennya dapat diandalkan.
3.
Public Support ( adanya unsur dukungan dari publik terhadap oraganisasi)
Baik dalam bentuk material (membeli produk kita) maupun spiritual (dalam
bentuk pendapat atau pikiran untuk menunjang keberhasilan perusahaan kita).
4.
Public Cooperation ( adanya kerjasama dari publik terhadap organisasi
kita). Jika ketiga tahapan diatas dapat dilalui, maka akan mempermudah adanya
kerjasama dari publik yang berkepentingan terhadap organisasi kita guna
mencapai keuntungan dan kepuasan bersama.
Selanjutnya, Jefkins (1988-14) dalam bukunya Essential Of Public
Relations menyatakan bahwa untuk menciptakan, meningkatkan atau memelihara
dan memperbaiki citra organisasi atau perusahaan atau instansi, ia merumuskan
tentang : “ The Public Relations Tranfer Process” , yaitu proses dari kegiatan
untuk mentransfer hal-hal yang negatif menjadi positif yang dapat dijelaskan
sebagai berikut :
1. Hostility
: Adanya rada permusuhan, anti pati dari public terhadap
suatu organisasi, keadaan ini harus diubah menjadi symphathy.
Symphathy
: Suatu pernyataan yang dikemukakan publik terhadap
22
suatu organisasi tentang adanya rasa senang terhadap suatu organisasi,
memeperhatikan suatu organisasi atau adanya kesediaan membantu
dan mendukung organisasi.
2. Prejudice
organisasi
: Adanya prasangka negatif dari publik terhadap suatu
atau tuduhan-tuduhan tertentu terhadap suatu organisasi,
keadaan ini harus diubah menjadi acceptance.
Acceptance
: Publik menerima kehadiran suatu organisasi tanpa
mempunyai
prasangka negatif, mengakui akan eksistensi suatu
organsiasasi bahwa organisasi tersebut bagus.
3. Apathy
tentang
: Adanya rasa apatisme dalam arti masa bodo dari publik
adanya suatu organisasi. Apatis ini biasa juga berupa
adanya rasa putus asa atau frustasi publik terhadap organisasi untuk
memperjuangkan sesuatu bagi keuntungan organisasi dimana
dianggapnya bahwa perjuangan tersebut adalah sia-sia saja. Keadaan
ini harus diubah menjadi interest.
Interest
: Adanya rasa bahwa publik mempunyai
kepentingan terhadap suatu organisasi sehingga publik mempunyai rasa
memiliki organisasi secara tinggi bahkan adanya rasa ketergantungan dari
publik terhadap organisasi.
4.
Ignorance
: Adanya ketidaktahuan dari publik terhadap sesuatu
yang menyangkut organisasi, sehingga hal tersebut dapat menimbulkan
kesulitan-kesulitan terhadap fungsi sosial dari suatu organisasi. Keadaan
ini harus diubah menjadi knowledge.
23
Knowledge
: Publik mempunyai pengetahuan yang baik tentang
suatu organisasi sehingga pengetahuan yang dimiliki akan membuka jalan
bagi lancarnya kegiatan komunikasi organisasi.
Jadi, peneliti menyimpulkan citra adalah kesan, perasaan, gambaran yang
sengaja diciptakan dari suatu objek, orang atau organisasi guna mendapat hasil
yang diharapkan. Cara memeperoleh citra positif adalah dengan menciptakan
public understanding,public confidence, public support dan public cooperation.
24
2.7
Operasionalisasi Variabel
Berdasarkan pada penelitian ini maka peneliti mengoperasionalkan
variabel citra Supermal Karawaci sebagai kesan positif yang berasal dari
konsumen mengenai mall.
VARIABEL
ATRIBUT
INDIKATOR
Citra Supermal Karawaci
1. Sangat Positif
1. Prasarana
2. Positif
2. Pelayanan
3. Netral
3. Keamanan
4. Negatif
4. Produk
5. Sangat Negatif
25
Interval :
Nilai tertinggi – Nilai terendah
Interval
1. Sangat Positif
: 50 - 10
:8
5
: apabila responden mendapat nilai
46 - 50 dari 10
pernyataan mengenai Citra Supermal Karawaci Bagi Pengunjung.
2. Positif : apabila responden mendapat nilai 37 – 45 dari 10 pernyataan
mengenai Citra Supermal Karawaci Bagi Pengunjung.
3. Netral : apabila responden mendapat nilai 28 - 36 dari 10 pernyataan
mengenai Citra Supermal Karawaci Bagi Pengunjung.
4. Negatif : apabila responden mendapat nilai 19 - 27 dari 10 pernyataan
mengenai Citra Supermal Karawaci Bagi Pengunjung.
5. Sangat Negatif:
apabila responden mendapat nilai 10 - 18 dari 10
pernyataan mengenai Citra Supermal Karawaci Bagi Pengunjung.
26
2.7 Kerangka Pemikiran
Gambar 2.2 :Kerangka Pemikiran
Supermal Karawaci
Citra Supermal Bagi
Pengunjung
Download