7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Public Relations Sering diungkapkan, betapa sulitnya untuk mendefinisikan PR secara memuaskan dan bisa diterima oleh berbagai kalangan. Kesulitan membuat definisi tersebut menegaskan bahwa PR memang bukan sekedar corong organisasi untuk berbicara pada publiknya melalui media massa. Ruang lingkup kegiatan PR begitu besar, luas dan kompleks. Hal ini dikarenakan PR bukan hanya menangani pihakpihak yang berada di lingkungan dalam organisasi, tapi meliputi pihak-pihak yang berada di lingkungan luar organisasi yang memiliki beragam keinginan, kebutuhan dan kepentingannya. Untuk sekedar memberikan acuan dan pemahaman bersama, maka penulis paparkan definisi PR dari beberapa pakar PR dan pakar komunikasi sebagai berikut: Menurut De Fleur dan Dennis (1988:297) mengutip Scott Cutlip dan Allan Center dalam buku Community Relations, Konsep dan Aplikasinya yang diterbitkan Simbiosa Rekatama Media (2007) , bahwa Public Relations adalah upaya terencana guna memengaruhi opini publik melalui karakter yang baik dan kinerja yang bertanggung jawab, yang didasarkan pada komunikasi dua arah yang memuaskan kedua belah pihak. Selanjutnya, Bernays dalam buku Community Relations, Konsep dan Aplikasinya yang diterbitkan Simbiosa Rekatama Media (2007) menyebut PR sebagai sebuah profesi yang berkaitan dengan relasi-relasi satu unit dengan publik atau publik-publiknya sebagai relasi yang mendasari berlangsungnya kehidupan. 8 Kemudian, DeFleur dan Dennis (1988:298) dalam buku Community Relations, Konsep dan Aplikasinya yang diterbitkan Simbiosa Rekatama Media (2007) berdasarkan perspektif ilmu komunikasi, menyebutkan PR sebagai proses komunikasi di mana individu atau unit-unit masyarakat berupaya untuk menjalin relasi yang terorganisasi dengan berbagai kelompok atau publik untuk tujuan tertentu. Menurut Rhenald Kasali (1994:5) dalam buku Community Relations menyatakan bahwa PR sebagai fungsi strategi dalam manajemen yang melakukan komunikasi guna melahirkan pemahaman dan penerimaan publik. Sedangkan menurut Lesley (1992:5) dalam buku Community Relations mendefinisikan PR sebagai kegiatan membantu organisasi dan public-publiknya untuk saling menyesuaikan diri. 2.2 Peran dan Fungsi PR Tugas-tugas PR menurut Oxley (1987:12-13) dalam buku Community Relations, Konsep dan Aplikasinya yang diterbitkan Simbiosa Rekatama Media (2007) adalah sebagai berikut: a. Memberi saran kepada manajemen tentang semua perkembangan internal dan eksternal yang mungkin memenagruhi hubungan organisasi dengan publik-publiknya. b. Meneliti dan menafsirkan untuk kepentingan organisasi, sikap publikpunlik utama pada saat ini atau antisipasi sikap publik-publik utama terhadap organisasi. c. Bekerja sebagai penghubung (liasion) antara manajemen dan publikpubliknya. d. Memberi laporan berkala kepada manajemen tentang semua kegiatan yang mempengaruhi hubungan publik dan oragnisasi. Menurut Efendy sebagaimana dikutip oleh Ruslan (2005:9-10) bahwa secara umum definisi fungsi Public Relations yaitu sebagai berikut: a. Menunjang kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan organisasi b. Membina hubungan harmonis antara organisasi dengan public internal dan publik eksternal. c. Mencipakan komunikasi dua rah dengan menyebarkan informasi dari organisasi kepadapubliknya dan menyalurkan opini publik kepada organisasi. 9 d. Melayani publik dan menasehati pimpinan organisasi demi kepentingan umum. e. Operasionalisasi dan organisasi public relations adalah bagaimana membina hubungan harmonis antara organisasidengan publiknya, untuk mencegah terjadinya rintangan psikologis, baik yang ditimbulkan dari pihak organisasi maupun dari pihak publiknya. Menurut Ruslan (2005:10-12), secara struktural PR merupakan bagian integral dari suatu lembaga ataupun organisasi. Artinya public relations merupakan salah satu fungsi manajemen modern yang bersifat melekat pada manajemen perusahaan (corporate management function). Itu berarti bagaimana Humas dapat berperan dalam melakukan komunikasi timbal balik (two ways communication) dengan tujuan menciptakan saling pengertian (mutual understanding), saling menghargai (mutual appreciation), saling mempercayai (mutual confidence) menciptakan good will, memperoleh dukungan publik (public support) dan sebagainya demi tercapainya citra yang positif bagi suatu lembaga ataupun perusahaan (corporate image). Public Relations merupakan suatu seni untuk mencpitakan pengertian public yang lebih baik yang dapat memperdalam kepercayaan publik secara lebih baik atau pemberdayaan lebih tingi terhadap suatu lembaga atau organisasi. Berdasarkan uraian-uraian diatas maka penulis mencoba untuk meyimpulkan bahwa Public Relations merupakan suatu fungsi manajemen untuk membuat perencanaan, memberikan informasi, menciptakan opini, untuk mencapai pemahaman antara organisasi dan publiknya serta untuk memperoleh dukungan dari publiknya 2.3 Konsep Komunikasi Di dalam ilmu komunikasi terdapat satu konsep yang dikenal sebagai lambang komunikasi. Istilah lambang komunikasi di dalam diskusi dan literatur ilmu komunikasi mungkin jarang digunakan. Biasanya kita langsung mengacu pada bahasa atau pesan berikut makna yang dikandungnya. Sebagai bentuk 10 konkret dari pesan, lambang komunikasi dapat dibedakan atas komunikasi verbal dan komunikasi non-verbal. 1. Komunikasi Verbal Yang termasuk di dalam kategori verbal adalah bahasa yang merupakan seperangkat kata yang disusun secara berstruktur sehingga menjadi suatu kalimat yang mengandung makna. Fungsi dari bahasa yang mendasar bagi manusia adalah untuk menamai atau menjuluki obyek, orang, dan peristiwa. Menurut Barker, bahasa memiliki tiga fungsi yakni penamaan, interaksi dan transmisi informasi. Pertama, fungsi dari penamaan adalah untuk mengidentifikasi objek, tindakan, atau orang dengan menyebut namanya sehingga dapat dirujuk dalam komunikasi. Kedua, fungsi dari interkasi adalah untuk menekankan gagasan dan emosi yang dapat menghubungkan antara orang dengan orang lainnya, atau antara kelompok orang dengan kelompok orang lainnya. Ketiga, fungsi transmisi informasi adalah untuk mengenal dunia disekitar kita, berhubungan dengan orang lain dan menciptakan koherensi dalam hidup kita. 2. Komunikasi Non-Verbal Secara harafiah komunikasi non-verbal adalah komunikasi tanpa kata yang merupakan suatu penyederhanaan berlebihan dikarenakan kata yang berbentuk tulisan tetap dianggap verbal meskipun tidak memiliki unsur suara. Menurut Samovar dan Porter, komunikasi nonverbal mencakup semua rangsangan kecuali rangsangan verbal dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima. 11 Dalam hubungannya dengan perilaku verbal, perilaku nonverbal mempunyai 5 fungsi yakni : 1. Perilaku nonverbal dapat mengulangi perilaku verbal. Kita menganggukan kepala ketika kita mengatakan “Ya” atau menggelengkan kepala ketika mengatakan “Tidak”. 2. Memperteguh, menekankan, atau melengkapi perilaku verbal. Misalnya kita melambaikan tangan seraya mengucapkan ”selamat jalan” atau ketika kita berpidato kita melakukan ”gerakan tangan”, atau ”nada suara tingi atau rendah”. 3. Perilaku nonverbal dapat menggantikan perilaku verbal. Menggoyangkan tangan dan telapak tangan menghadap ke depan (sebagai pengganti kata ”tidak”). Atau menunjuk dengan jari telunjuk ke arah ruang depan untuk menjawab pertanyaan dari seseorang yang bertanya ”dimana si Ali?”. 4. Perilaku nonverbal dapat meregulasi perilaku verbal. Misalnya melihat jam tangan ketika waktu kuliah sudah berakhir sehingga dosen segera menutup kuliahnya. 5. Perilaku nonverbal dapat membantah atau bertentangan denga perilaku verbal. Misalnya seorang suami mengatakan ”Bagus! Bagus!” ketika diminta komentar oleh istrinya mengenai baju yang baru dibelinya, seraya terus membaca surat kabar di tangannya. 12 Komunikasi nonverbal terjadi sepanjang waktu. Dalam membahas penafsiran pesan nonverbal, kita dapat melihat bahwa sebagian besar dari seluruh makna sosial dihasilkan melalui rangsangan nonverbal. Selain itu kita juga dapat melihat bahwa saluran nonverbal terutama menghasilkan pesan relasional, pesanpesan mengenai tingkat emosi komunikasi dan bahwa suatu pesan nonverbal dapat menggantikan, memperkuat, atau bertentangan dengan pesan verbal. Stewart dan D’Angelo (1980) berpendapat bahwa bila kita membedakan verbal dari non-verbal dan vokal-non vokal, kita mempunyai empat kategori atau jenis komunikasi. 1. Komunikasi Verbal-Vokal Jenis komunikasi ini merujuk pada komunikasi melalui kata yang diucapkan. Misalnya, Budi dan ayahnya mendiskusikan mobil baru yang ingin dibeli oleh Budi dan rencananya untuk mengumpulkan uang untuk membelinya. 2. Komunikasi Verbal-Non Vokal Dalam jenis komunikasi ini kata-kata yang digunakan tapi tidak diucapkan. Misalnya, Budi menulis surat kepada ayahnya mengenai mobil, komunikasinya verbal tapi nonvokal. 3. Komunikasi Non Verbal- Vokal Dalam jenis komunikasi ini hanya ada vokalisasi. Misalnya, Budi berbicara tentang mobil, ia meminjam uang kepada ayahnya, dan ayahnya hanya mengerutu. 13 4. Komunikasi Non Verbal- Non Vokal Dalam jenis komunikasi ini hanya mencakup sikap dan penampilan. Misalnya, ayah budi terlihat marah atau senang atau mungkin bingung ketika Budi hendak meminjam uang. Dengan melihat pengertian dari keempat jenis komunikasi nonverbal tersebut, maka dapat disimpulkan jenis komunikasi nonverbal yang dilakukan oleh Supemal Karawaci adalah komunikasi nonverbalnonvokal. Hal ini dikarenakan rangsangan yang diberikan kepada konsumen dengan melakukan perubahan mal yang dinilai dengan sikap dari konsumennya yakni dengan senang berkunjung ke Supermal Karawaci. 14 2.4 Citra Citra tidak dapat terbentuk begitu saja, namun dapat terbentuk dari kesan yang diperoleh sesuai dengan pemahaman dan pengetahuan seseorang terhadap sesuatu. Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya, Psikologi Komunikasi menyebutkan bahwa citra adalah penggambaran tentang realitas, citra adalah dunia menurut persepsi. Solomon, dalam Rakhmat, mengemukakan sikap pada seseorang atau sesuatu bergantung pada citra kita tentang orang atau objek tersebut. (Danasaputra, 1995:33) Citra adalah cara bagaimana pihak lain memandang sebuah perusahaan, seseorang, suatu komite, atau suatu aktifitas. Setiap perusahaan mempunyai citra sebanyak jumlah orang yang memandangnya. Berbagai citra perusahaan datang dari pelanggan perusahaan, pelanggan potensial, banker, staf perusahaan, pesaing, distributor, pemasok, asosiasi dagang, dan gerakan pelanggan di sektor perdagangan terhadap perusahaan. (Katz, 1994:67-68) Ada banyak citra perusahaan, misalnya: siap membantu, inovatif, sangat memperhatikan karyawannya, bervariasi dalam produk, dan tepat dalam pengiriman. Tugas perusahaan dalam rangka membentuk citranya adalah dengan mengidentifikasi citra seperti apa yang ingin dibentuk di mata masyarakat, ujar Katz. 15 Menurut Canton dalam Sukatendel (1990) mengatakan bahwa citra adalah “image: the impression, the feeling, the conception which the public has of a company; a consciously created impression of an object, person or organization” . Citra adalah kesan, perasaan, gambaran diri public terhadap perusahaan; kesan yang dengan sengaja diciptakan dari suatu objek, orang atau organisasi. Jadi, ungkap Sukatendel, citra itu sendiri merupakan salah satu asset terpenting dari suatu perusahaan atau organisasi. Istilah lainnya adalah Favourable Opinion. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian citra adalah: (1) kata benda: gambar, rupa, gambaran; (2) gamabran yang dimiliki orang banyak mengenai pribadi, perusahaan, organisasi atau produk; (3) kesan mental atau bayangan visual yang ditimbulkan oleh sebuah kata, frase atau kalimat, dan merupakan unsur dasar yang khas dalam karya prosa atau puisi (Soemirat, 2005:114). Citra adalah kesan yang diperoleh seseorang berdasarkan pengetahuan dan pengertiannya tentang fakta-fakta atau kenyataan. Untuk mengetahui citra seseorang terhadap suatu objek dapat diketahui dari sikapnya terhadap objek tersebut. Solomon , dalam Rakhmat, menyatakan semua sikap bersumber pada organisasi kognitif pada informasi dan pengetahuan yang kita miliki. Tidak akan ada teori sikap atau aksi sosial yang tidak didasarkan pada penyelidikan tentang dasar-dasar kognitif. Efek kognitif dari komunikasi sangat mempengaruhi proses pembentukan citra seseorang. Citra terbentuk berdasarkan pengetahuan dan informasi-informasi yang diterima seseorang. Komunikasi tidak secara langsung menimbulkan perilaku tertentu, tetapi cenderung mempengaruhi cara kita mengorganisasikan citra kita tentang lingkungan. (Danasaputra, 1995:34-35) Menurut Jeffkins dalam bukunya Public Relations (1984) dan buku lainnya Essential of Public Relations (1998) mengemukakan jenis-jenis citra sebagai berikut: 1. The Mirror Image (cerminan citra) Yaitu bagaimana dugaan (citra) manajemen terhadap public ekternal dalam melihat perusahaannya 2. The Current Image (citra masih hangat) Yaitu citra yang terdapat pada publik eksternal, yang berdasarkan pengalaman atau menyangkut miskinnya informasi dan pemahaman public ekternal. Citra ini bisa saja bertentangan dengan mirror image. 3. The wish image (citra yang diinginkan) Yaitu manajemen menginginkan pencapaian prestasi tertentu. Citra ini diaplikasikan untuk sesuatu yang baru sebelum publik eksternal memperoleh informasi secara lengkap. 4. The multiple image (citra yang berlapis) 16 Yaitu sejumlah individu, kantor cabang atau perwakilan perusahaan lainnya dapat membentuk citra tertentu yang belum tentu sesuai dengan keseragaman citra seluruh organisasi atau perusahaan. Menurut Jefkins, dalam bukunya Hubungan Masyarakat yang diterbitkan oleh Intermasa,yang dikutip dalam buku Manajemen Humas dan Komunikasi (Ruslan, 2006:77-79), ada beberapa jenis citra yang dikenal di dunia aktiitas PR, yakni dapat dibedakan sebagai berikut: 1. Citra Cermin ( Mirror Image) Pengertian disini bahwa citra yang diyakini oleh perusahaan bersangkutan, terutama para pemimpinnya yang tidak percaya terhadap kesan orang luar, terhadap perusahaan yang dipimpinnya itu tidak selamanya selalu dalam posisi baik. 2. Citra Kini ( Current Image) Citra merupakan kesan yang baik diperoleh dari orang lain tentang perusahaan atau organisasi atau hal lain yang berkaitan dengan produknya. kemudian ada kemungkinan berdasarkan pada pengalaman dan informasi diterima kurang baik, sehingga dalam posisi tersebut pihak PR akan menghadapi resiko yang sifatnya permusuhan, kecurigaan, prasangka buruk (prejudice), dan hingga kesalahpahaman (misunderstanding) yang menyebabkan citra kini yang ditanggap secara tidak adil bahkan kesan negatif yang diperolehnya. 3. Citra Keinginan ( Wish Image) Citra keinginan ini adalah seperti apa yang ingin dan dicapai oleh pihak manajemen terhadap lembaga atau perusahaan atau produk yang ditampilkan tersebut lebih dikenal (good awareness), menyenangkan dan diterima dengan kesan yang selalu positif diberikan (take and give) oleh publiknya atau masyarakat umum. 4. Citra Perusahaan ( Corporate Image) Jenis citra berkaitan dengan sosok perusahaan sebagai tujuan utamanya, bagaimana menciptakan citra perusahaan (corporate image) yang positif, lebih dikenal serta diterima oleh publiknya, mungkin tentang sejarahnya, kualitas pelayanan prima, keberhasilan dalam bidang marketing dan hingga berkaitan dengan tanggung jawab social (social care) dan s ebagainya. Dalam hal ini pihak PR berupaya atau bahkan ikut bertanggung jawab untuk mempertahankan cira perusahaan agar mamapu mempengaruhi harga sahamnya tetap bernilai tinggi untuk berkompetisi di pasar bursa saham. 5. Citra Serbaneka (Multiple Image) Citra ini merupakan pelengkap dari citra perusahaan diatas, misalnya bagaimana pihak PR akan menampilkan pengenalan (awareness) terhadap identitas, atribut logo, barnds name, seragam (uniform) para front liner, sosok gedung, dekorasi lobi kantor dan penampilan para 17 6. profesionalnya, kemudian di unifikasikan atau diidentikan ke dalam suatu citra serbaneka yang diintegrasikan terhadap citra perusahaan. Citra Penampilan ( Performance Image) Citra penampilan ini lebih ditujukan pada subjeknya, bagaimana kinerja atau penampilan diri para profesional pada perusahaan bersangkutan, misalnya dalam berbagai bentuk dan kualitas pelayanannya, bagaimana pelaksanaan etika menyambuttelepon,tamu dan pelanggan serta publiknya, serta menyenangkan kesan yang selalu baik. Hal ini dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis citra ada enam, yakni citra cermin; citra kini; citra keinginan; citra periusahaan; citra serbaneka; citra penampilan. Dengan meihat pengertian dari masing-masing jenis citra, dapat disimpulkan bahwa citra Supermal Karawaci termasuk ke dalam Wish Image atau citra keinginan. 2.5 Proses Terbentuknya Citra Di dalam proses pembentukan citra, Public Relations digambarkan sebagai input-output. Proses intern dalam hal ini adalah pembentukan citra, sedangkan input adalah stimulus yang diberikan dan output adalah tanggapan atau perilaku tertentu. Citra itu sendiri digambarkan melalui persepsi-kognisi-motivasi dan sikap. ”....proses-proses psikodinamis yang berlangsung pada individu konsumen berkisar antara komponen-komponen persepsi, kognisi, motivasi, dan sikap konsumen terhadap produk. Keempat komponen itu diartikan sebagai mental representation (citra) dari stimulus” (Nimpoeno, dalam Danasaputra, 1995:36) Pada proses pembentukan citra, stimulus yang berasal dari luar diorganisasikan dan memepengaruhi respons. Stimulus (rangsangan) yang diberikan pada individu dapat diterima atau ditolak. Apabila rangsang ditolak 18 proses selanjutnya tidak akan berjalan, hal ini menunjukkan bahwa rangsang tersebut tidak efektif dalam mempengaruhi individu karena tidak ada perhatian dari individu tersebut. Sebaliknya jika rangsang diterima oleh individu, berarti terdapat komunikasi dan terdapat perhatian dari organisme. Dengan demikian proses selanjutnya dapat berjalan. Empat komponen seperti persepsi-kognisi-motivasi-sikap diartikan sebagai citra individu terhadap rangsang. Ini disebut sebagai ”picture of head” oleh Walter Lipman. Jika stimulus mendapat perhatian, individu akan berusaha untuk mengerti tentang rangsang tersebut. Persepsi adalah hasil pengamatan terhadap unsur lingkungan yang dikaitkan dengan suatu proses pemaknaan. Artinya individu akan memberikan makna terhadap rangsang berdasarkan pengalamannya mengenai rangsang. Kemampuan mempersepsi itulah yang dapat melanjutkan proses pembentukan citra. Persepsi atau pandangan individu akan positif apabila informasi yang diberikan oleh rangsang dapat memenuhi kognisi individu. Kognisi adalah suatu keyakinan diri dari individu terhadap stimulus. Keyakinan ini akan timbul apabila individu telah mengerti rangsang tersebut, sehingga individu harus diberikan informasi-informasi yang cukup yang dapat mempengaruhi perkembangan kognisinya. Motivasi dan sikap yang ada akan menggerakkan respon seperti yang diinginkan oleh pemberi rangsang. Motif adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan. 19 Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam mengahadap objek, situasi atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu. Sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi. Sikap menentukan apakah orang harus pro atau kontra terhadap sesuatu, menentukan apa yang disukai, diharapkan dan diinginkan. Sikap mengandung aspek evaluatif, artinya mengandung nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan. Sikap ini juga dapat diperteguh atau diubah. Proses pembentukan citra pada akhirnya akan menghasilkan sikap, pendapat, tanggapan, atau perilaku tertentu. Untuk mengetahui bagaimana citra sebuah perusahaan di benak publiknya dibutuhkan adanya suatu penelitian. Melalui penelitian, perusahaan dapat mengetahui secara pasti sikap publik terhadap lembaganya, mengetahui apa yang disukai dan apa yang tidak disukai oleh publiknya. Pentingnya penelitian citra, ungkap Moore, dalam Danasaputra, penelitian citra menentukan sosok institusional dan citra perusahaan dalam pikiran publik dengan mengetahui secara pasti sikap masyarakat terhadap sebuah perusahaan, bagaimana mereka memahami dengan baik, dan apa yang mereka sukai dan tidak sukai tentang perusahaan tersebut. Dalam penelitian citra dapat memberikan informasi untuk mengevaluasi kebijaksanaan, memperbaiki kesalahpahaman, menentukan daya tarik pesan humas, dan meningkatkan citra humas dalam pikiran publik. 20 Menurut Haney, dalam Danasaputra, pentingnya penelitian mencakup: 1) memprediksi tingkah laku publik sebagai reaksi terhadap tindak organisasi perusahaan; 2) mempermudah usaha kerjasama dengan publik; 3) memelihara hubungan yang ada. Dengan adanya penelitian maka perusahaan dapat mengetahui secara pasti sikap publik tehadap organisasi maupun terhadap produk barang atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan yang bersangkutan. Dari penelitian citra ini, perusahaan juga dapat mengetahui apa yang disukai dan tidak disukai publik tentang perusahaan dengan demikian perusahaan dapat mengambil langkah-langkah yang tepat bagi kebijaksanaan perusahaan selanjutnya. (Soemirat, 2005:114-117) 2.6 Cara Memperoleh Citra atau Image Positif Setelah menguraikan proses pembentukan citra, peneliti akan menguraikan cara memperoleh citra positif. Menurut Jefkins (Soemirat, 2005:121-122), cara memperoleh citra atau image yang positif adalah sebagai berikut : 1. Menciptakan Public Understanding (pengertian publik) Pengertian belum berarti persetujuan atau penerimaan, persetujuan belum berarti penerimaan. Dalam hal ini publik memahami organisasi atau perusahaan atau 21 instansi, apakah itu dalam hal produk atau jasanya, aktivitas-aktivitasnya, reputasinya, perilaku manajemennya. 2. Public Confidence (adanya kepercayaan publik terhadap organisasi kita). Publik percaya bahwa hal-hal yang berkaitan dengan organisasi atau perusahaan atau instansi adalah benar adanya apakah itu dalam hal kualitas produk atau ajsanya, aktivitas-aktivitas yang positif, reputasi yang baik, perilaku manajemennya dapat diandalkan. 3. Public Support ( adanya unsur dukungan dari publik terhadap oraganisasi) Baik dalam bentuk material (membeli produk kita) maupun spiritual (dalam bentuk pendapat atau pikiran untuk menunjang keberhasilan perusahaan kita). 4. Public Cooperation ( adanya kerjasama dari publik terhadap organisasi kita). Jika ketiga tahapan diatas dapat dilalui, maka akan mempermudah adanya kerjasama dari publik yang berkepentingan terhadap organisasi kita guna mencapai keuntungan dan kepuasan bersama. Selanjutnya, Jefkins (1988-14) dalam bukunya Essential Of Public Relations menyatakan bahwa untuk menciptakan, meningkatkan atau memelihara dan memperbaiki citra organisasi atau perusahaan atau instansi, ia merumuskan tentang : “ The Public Relations Tranfer Process” , yaitu proses dari kegiatan untuk mentransfer hal-hal yang negatif menjadi positif yang dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Hostility : Adanya rada permusuhan, anti pati dari public terhadap suatu organisasi, keadaan ini harus diubah menjadi symphathy. Symphathy : Suatu pernyataan yang dikemukakan publik terhadap 22 suatu organisasi tentang adanya rasa senang terhadap suatu organisasi, memeperhatikan suatu organisasi atau adanya kesediaan membantu dan mendukung organisasi. 2. Prejudice organisasi : Adanya prasangka negatif dari publik terhadap suatu atau tuduhan-tuduhan tertentu terhadap suatu organisasi, keadaan ini harus diubah menjadi acceptance. Acceptance : Publik menerima kehadiran suatu organisasi tanpa mempunyai prasangka negatif, mengakui akan eksistensi suatu organsiasasi bahwa organisasi tersebut bagus. 3. Apathy tentang : Adanya rasa apatisme dalam arti masa bodo dari publik adanya suatu organisasi. Apatis ini biasa juga berupa adanya rasa putus asa atau frustasi publik terhadap organisasi untuk memperjuangkan sesuatu bagi keuntungan organisasi dimana dianggapnya bahwa perjuangan tersebut adalah sia-sia saja. Keadaan ini harus diubah menjadi interest. Interest : Adanya rasa bahwa publik mempunyai kepentingan terhadap suatu organisasi sehingga publik mempunyai rasa memiliki organisasi secara tinggi bahkan adanya rasa ketergantungan dari publik terhadap organisasi. 4. Ignorance : Adanya ketidaktahuan dari publik terhadap sesuatu yang menyangkut organisasi, sehingga hal tersebut dapat menimbulkan kesulitan-kesulitan terhadap fungsi sosial dari suatu organisasi. Keadaan ini harus diubah menjadi knowledge. 23 Knowledge : Publik mempunyai pengetahuan yang baik tentang suatu organisasi sehingga pengetahuan yang dimiliki akan membuka jalan bagi lancarnya kegiatan komunikasi organisasi. Jadi, peneliti menyimpulkan citra adalah kesan, perasaan, gambaran yang sengaja diciptakan dari suatu objek, orang atau organisasi guna mendapat hasil yang diharapkan. Cara memeperoleh citra positif adalah dengan menciptakan public understanding,public confidence, public support dan public cooperation. 24 2.7 Operasionalisasi Variabel Berdasarkan pada penelitian ini maka peneliti mengoperasionalkan variabel citra Supermal Karawaci sebagai kesan positif yang berasal dari konsumen mengenai mall. VARIABEL ATRIBUT INDIKATOR Citra Supermal Karawaci 1. Sangat Positif 1. Prasarana 2. Positif 2. Pelayanan 3. Netral 3. Keamanan 4. Negatif 4. Produk 5. Sangat Negatif 25 Interval : Nilai tertinggi – Nilai terendah Interval 1. Sangat Positif : 50 - 10 :8 5 : apabila responden mendapat nilai 46 - 50 dari 10 pernyataan mengenai Citra Supermal Karawaci Bagi Pengunjung. 2. Positif : apabila responden mendapat nilai 37 – 45 dari 10 pernyataan mengenai Citra Supermal Karawaci Bagi Pengunjung. 3. Netral : apabila responden mendapat nilai 28 - 36 dari 10 pernyataan mengenai Citra Supermal Karawaci Bagi Pengunjung. 4. Negatif : apabila responden mendapat nilai 19 - 27 dari 10 pernyataan mengenai Citra Supermal Karawaci Bagi Pengunjung. 5. Sangat Negatif: apabila responden mendapat nilai 10 - 18 dari 10 pernyataan mengenai Citra Supermal Karawaci Bagi Pengunjung. 26 2.7 Kerangka Pemikiran Gambar 2.2 :Kerangka Pemikiran Supermal Karawaci Citra Supermal Bagi Pengunjung