2.1. Kitosan - Universitas Sumatera Utara

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kitosan
Kitosan adalah polisakarida alam yang diperoleh dari deasetilasi kitin. Jika
sebagian besar gugus asetil pada kitin disubstitusikan oleh atom hidrogen menjadi
gugus amina dengan penambahan larutan basa kuat berkonsentrasi tinggi, hasilnya
dinamakan kitosan atau kitin terdeasetilasi (Bastman, 1989). Kitin bukan merupakan
senyawa tunggal tetapi merupakan kelompok yang terdeasetilasi sebagian dengan
derajat polimerisasi yang berbeda. Kitin dan kitosan adalah nama untuk dua
kelompok senyawa yang dibatasi dengan stokiometri. Derajat deasetilasi biasanya
bervariasi antara 8-15%, tetapi tergantung pada sumber yang digunakan untuk
memperoleh kitin dan metode yang digunakan untuk isolasi dan pemurnian. Kitosan
adalah kitin yang terdeasetilasi sebanyak mungkin dengan derajat deasetilasi antara
50-70% (Bastman, 1989).
Kitosan merupakan suatu kopolimer dari glukosamin dan unit-unit
glukosamin N-asetil yang diikat oleh ikatan glikosidik 1,4, yang terbentuk oleh
proses deasetilasi dari kitin. Kitosan adalah salah satu sumber amino polisakarida
alami yang dikenal dengan sifat sensitif terhadap pH (Zhao, 2003).
1. Struktur Kitosan
Kitosan adalah poli-(2-amino-2-deoksi-β-(1-4)-D-glukopiranosa) dengan
rumus molekul (C6H12NO4)n (Sugita,2009).
H
OH
H 2C
O
H
OC
HO
O
O
CH3
NH
O
HO
H
NH2
H
H H 2C
OH
HO
H
CH2
O
H
O
NH2
HO
O
OHO
H
NH2
H
CH2
HH C
2
O
HO
H
OH
O
O
NH2
H
HO
Gambar 2.1 Struktur Kitosan
Gugus hidroksi dan amin dapat memberikan jembatan hidrogen secara
intramolekuler dan intermolekuler. Dengan demikian terbentuk jaringan hidrogen
yang kuat, membuat kitosan tidak larut dalam air (Goosen, 1997).
Universitas Sumatera Utara
H
HOH2C
HO
O
O
HOH2C
NH
O
O
O
O
HO
NH
HO
NH
CH2OH
H
n
H
H
HOH2C
O
O
HO
HOH2C
NH
O
O
O
O
HO
NH
HO
NH
CH2OH
H
n
H
(a)
H
HOH2C
O
O
HO
HOH2C
NH
O
O
O
O
HO
NH
HO
NH
CH2OH
H
H
(b)
Gambar 2.2 Jembatan hidrogen pada molekul kitosan (a) intermolekul (b)
intramolekul
2. Sumber Kitosan
Kitosan yang merupakan derivat kitin adalah biopolimer kedua terbesar yang
terdapat dialam sesudah selulosa. Terdapat pada hewan khususnya kerang-kerangan,
moluska, dan serangga sebagai konstituen utama penyusun eksoskeleton. Sedangkan
pada jamur, kitin atau kitosan terdapat sebagai polimer penyusun dinding sel
(Kaban,2007).
Secara komersial, kitin dan kitosan dihasilkan dalam jumlah besar dari kulit
kepiting dan udang. Isolasi kitin biasanya terdiri atas tahapan demineralisasi,
deproteinasi dan pemutihan.Demineralisasi dilakukan melalui ekstraksi kitin/kitosan
dari kulit udang/kepiting dengan HCL 1-8% selama 1-3 jam pada suhu kamar.
Sedangkan tahap deproteinasi dilakukan dengan pemberian larutan natrium
hidroksida 1-10% (w/v). Pemutihan atau penghilangan warna dapat dilakukan dengan
menggunakan larutan NaOCl atau H2O2 (Kaban,2007).
Universitas Sumatera Utara
3. Sifat-Sifat Fisika Dan Kimia Kitosan
Sifat Fisika
Kitosan adalah turunan kitin yang mengalami N-deasetilasi seluruhnya atau
sebagian (Roberts,1992). Spesifikasi kitosan secara umum menurut Sugita (2009)
adalah:
Tabel 2.1 Sifat Fisika Kitosan
Parameter
Ciri
Ukuran partikel
Serpihan sampai bubuk
Kadar air (%)
≤10,0
Kadar abu (%)
≤2,0
Warna larutan
Tidak berwarna
N-deasetilasi
≥70,0
Derajat N-asetilasi adalah suatu parameter yang penting untuk menentukan
perbandingan dari unit struktur 2-asetamido-2-deoksi-D-glukopiranose terhadap unit
struktur 2-amino-2-deoksi-D-glukopiranose. Perbandingan ini mempunyai efek yang
mencolok pada kelarutan kitin dan kitosan dan sifat-sifat larutan (Kaban, 2007).
Sifat Kimia
Keterbatasan penggunaan kitosan saat ini adalah karena sifatnya yang tidak
larut dalam air. Kitosan larut dalam asam asetat dan formiat 5 %. Beberapa penelitian
telah dilakukan untuk memodifikasi kitosan agar dapat menaikkan kelarutannya di
dalam air diantaranya karboksilmetil kitosan, asetil kitosan, dan hidroksipropil
kitosan (Hirano, 2003 dan Park, 2001).
Kitosan larut pada kebanyakan larutan asam organik seperti asam asetat, asam
piruvat, dan asam formiat pada pH sekitar 4 tetapi tidak larut dalam pelarut air, aseton
dan alkohol. Dalam asam mineral pekat seperti HCl dan HNO3 kitosan larut pada
Universitas Sumatera Utara
konsentrasi 0,15-1,1% tetapi tidak larut pada konsentrasi 10%. Kitosan tidak larut
dalam H2SO4 pada berbagai konsentrasi, sedangkan dalam H3PO4 tidak larut pada
konsentrasi 1% sementara pada konsentrasi 0,1% sedikit larut. Kelarutan kitosan
dipengaruhi oleh bobot molekul, derajat deasetilasi, dan rotasi spesifiknya yang
beragam bergantung pada sumber dan metode isolasi serta transformasinya (Sugita
dkk, 2009).
Pada umumnya polisakarida alami seperti selulosa, dekstran, pektin, alginat,
agar-agar, bersifat netral atau sedikit asam, sedangkan kitin dan kitosan bersifat basa
(Kumar, 2000). Kitosan adalah padatan amorf putih yang tidak larut dalam alkali dan
asam mineral kecuali pada keadaan tertentu. Kitosan merupakan molekul polimer
yang mempunyai berat molekul tinggi. Kitosan dengan berat molekul tinggi didapati
mempunyai viskositas yang baik dalam suasana asam (Onsoyen dan Skaugruad,
1990).
Adanya gugus amina (NH2) dan hidroksil (OH) dari kitosan menyebabkan
kitosan mudah di modifikasi secara kimia.
(a). N-Asilasi
Sebagai contoh dapat diperoleh dari reaksi amidasi antara kitosan dan
anhidrida suksinat dalam pelarut asam laktat (Kamoun, 2015)
O
HOH2C
O
HO
NH2
OH
O
OH
O
O
O
HO
O
Lactic Acid
O
pH 6-7
O
O
H2N
HO
HN
O
n
Kitosan
Suksinat Anhidrat
HOOC
N-Suksinil Kitosan
Gambar 2.3 Reaksi pembentukan N-suksinil kitosan
Pereaksi yang paling umum digunakan untuk N-asilasi kitosan adalah asil
anhidrida dan telah digunakan dalam kondisi heterogen dan homogen. Tiga sistem
yang telah diuji adalah : (a) anhidrid asetat – asam asetat glacial-HClO4; (b) anhidrida
asetat pada temperatur ruangan selama 120 jam yang diikuti proses refluks anhidrida
Universitas Sumatera Utara
asetat selama dua jam; (c) anhidrida asetat-metanol pada temperatur ruangan. Dari
ketinganya, metode yang paling baik digunakan adalah metode yang terakhir (Robert,
1992).
(b). N-alkilasi
Metode yang paling mudah untuk N-alkilasi kitosan adalah reaksi antara
kitosan dan alkil halida yaitu metode yang menyelidiki reaksi kitosan dengan metiletil iodida dalam keberadaan beberapa amina tersier, piridin, dimetil piridin, trimetil
piridin, dan trietilamin (Roberts, 1992).
Cl
HOH2C
HOH2C
O
O
n
HO
O
NH2
O
O
N
HO
O
NH
2-kloro butana
n
n
kitosan
CH
nHCl
N-metil etil kitosan
Gambar 2.4 Reaksi alkilasi kitosan
(c). Sulfonasi
Kitosan sulfat diperoleh dengan mereaksikan kitosan dengan ClSO3H-piridin
yang dicampur selama 1 jam pada suhu 100oC. Hasil yang diberikan mengandung
dua gugus sulfat setiap satu D-glukosamin anhidrid. Perlakuan lain adalah dengan
menggantikan piridin dengan DMF, karena kompleks SO3-DMF melebihi DMF maka
reaksi dibuat pada suhu kamar. Hasil yang diberikan mengandung satu gugus N-sulfat
dan satu gugus O-sulfat dalam setiap D-glukosamin (Ginting, 2004).
HO3S
HOH2C
HO
OH2C
O
O
NH2
2 nClSO3H
O
O
O
HO
2n HCl
O
NH
n
kitosan
HO3S
n
N,O-kitosan sulfat
Gambar 2.5 Reaksi pembentukan N,O-Kitosan Sulfat
Universitas Sumatera Utara
(d). Alkoksilasi
Karboksimetil kitosan merupakan salah satu turunan kitosan yang berasal dari
kitin yang diisolasi dari invertebrata laut (misalnya udang, kepiting), darat, serangga,
jamur dan ragi. Karboksi metil kitosan mempunyai sifat yang penting yaitu
larutdalam air, kapasitas gel tinggi, toksisitas rendah dan biokompatibel yang baik
sehingga aplikasinya akan lebih luas (Erna dkk, 2009).
O
HOH2C
O
O
O
nClH2C
HO
NH2
HOCH2COH2C
n NaOH
O
C
O
OH
asam monokloro asetat
HO
n
kitosan
O
n H2O
n NaCl
O
NH2
n
karboksimeti kitosan
Gambar 2.6 Reaksi pembentukan Karboksimetil Kitosan
(e). Kondensasi
Basa Schiff merupakan turunan kitosan yang pembahasannya belum seluas Nasil kitosan atau eter kitosan karena rendahnya kestabilan basa Schiff yang
menyebabkan basa Schiff mudah mengalami hidrolisis asam dan telah digunakan
sebagai proteksi terhadap gugus amina. Turunan basa Schiff dapat diperoleh dari
reaksi film kitosan dengan aldehid alifatik, bukan saja yang linear-asetaldehid
kedekanal juga yang bercabang dan aldehid aromatik (Zoubi et al, 2011).
O
HOH2C
HOH2C
HO
CH
O
O
n
NH2
CH3COOH
HO
O
n
O
O
N
CH
Benzaldehid
O
n
H2O
Kitosan
Aldimin Kitosan
(basa Schiff)
Gambar 2.7 Reaksi pembentukan Basa Schiff Kitosan
Universitas Sumatera Utara
Aldimin kitosan disebut juga sebagai basa Schiff kitosan. Aldimin kitosan
merupakan hasil reaksi antara aldehida dengan kitosan, dimana aldehida terikat pada
gugus amina (-NH2) kitosan yang akan membentuk suatu gugus imina (-C=N) yang
merupakan ciri khas terbentuknya aldimin. Aldimin juga dapat dibuat dengan
mereaksikan aldehida dengan senyawa yang mengandung gugus amina siklik maupun
alifatis. Ginting (2013), mereaksikan aldehida campuran yang merupakan hasil
ozonolisis dari asam tidak jenuh dari minyak kemiri dengan anilin yang merupakan
sumber amina siklik. Aldimin kitosan juga dapat dihasilkan dengan mereaksikan
kitosan dengan campuran aldehida yang berasal dari hasil ozonolisis minyak kelapa
sawit dengan kondisi refluks pada suhu 60oC selama 6 jam (Parry, 2013). Manalu
(2008) mereaksikan asetaldehida dengan kitosan yang menghasilkan aldimin kitosan
yang berfungsi sebagai gugus pelindung untuk melindungi gugus amina pada kitosan
sehingga dapat berbentuk suatu ester kitosan.
HOH2C
HOH2C
O
O
n CH3CHO
HO
NH2
CH3COOH 1%
HO
O
n
O
N
HC
Asetaldehid
Kitosan
O
O
CH3
n
nH2O
Aldimin Kitosan
(basa Schiff)
Gambar 2.8 Reaksi pembentukan aldimin kitosan
4. Kegunaan Kitosan
Derivat kitosan memiliki berbagai macam aplikasi didalam industri farmasi,
dan bioteknologi, dan bahan pembalut luka (Zhao, 2003).
Kitosan dapat membentuk gel dalam N- metilmorpholin N-oksida yang
digunakan dalam formulasi pelepasan obat terkendali. Kandungan nitrogen dalam
kitin berkisar 5-8% tergantung pada tingkat deasetilasi sedangkan nitrogen pada
kitosan kebanyakan dalam bentuk gugus amin, maka kitosan dapat bereaksi melalui
Universitas Sumatera Utara
gugus amin dalam pembentukan N-asilasi dalam reaksi Schiff, merupakan reaksi
yang penting (Kumar, 2000).
Kitosan sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan anti bakteri
didasarkan pada interaksi awal antara kitosan dan bakteri yang bersifat elektrostatik.
Kitosan memiliki gugus fungsional amina (-NH2) yang bermuatan positif sangat kuat,
sehingga dapat berikatan dengan dinding sel bakteri yang relatif bermuatan negatif.
Ikatan ini mungkin terjadi pada bagian elektronegatif di permukaan dinding sel
bakteri, selain itu gugus amina (-NH2) pada kitosan memiliki pasangan elektron bebas
sehingga dapat menarik mineral Ca2+ yang terdapat pada dinding sel bakteri dengan
membentuk ikatan kovalen koordinasi. Interaksi inilah yang menyebabkan perubahan
permeabilitas dinding sel dari bakteri sehingga terjadi ketidak seimbangan tekanan
internal sel dan menyebabkan kebocoran elektrolit intraseluler. N-piridinilmetil
kitosan merupakan salah satu turunan kitosan yang memiliki aktivitas bakterisida
kuarterner yang disintesis dengan kitosan dan 3-piridinkarboksialdehid dalam 1metil-2-pirolidon (Sajomsang dan Gonil, 2010).
2.2. Suksinat Anhidrida
Suksinat
anhidrida disebut juga dengan dihidro-2,5-furandion, adalah
senyawa organik yang memiliki rumus umum C4H4O3. Senyawa ini merupakan
bentuk anhidrat dari asam suksinat.
O
O
O
Gambar 2.9Struktur Suksinat Anhidrida
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Sifat-sifat Suksinat Anhidrida
Nama IUPAC
Oxolane-2,5-dione
Nama Lain
Anhidrit
asam
suksinat,
suksinil
oksida,
2,5-
diketotetrahidrofuran, butanedionic anhydride
Berat Molekul
100,07
Bentuk
Kristal putih prisma orthohombik, tidak berbau dan rasa asam.
Titik Leleh
119-120oC
Titik Didih
261 oC
Berat Jenis
4,16 g.cm-3
Suksinat anhidrat larut dalam kloroform, karbon tetraklorida, alkohol, dan
sangat sedikit larut dalam eter dan air. Suksinat anhidrat ini juga dapat dibuat dari
reaksi antara asam suksinat, asetat anhidrid, asetil klorida, dan posforus oksiklorida
(Cecilia, 2011).
2.3. N-Suksinil Kitosan
N-suksinil kitosan (NSK) merupakan derivat kitosan yang larut dalam air
dalam kondisi normal. Kebutuhan akan NSK mulai menarik perhatian sebagai
polimer penghantar obat dibandingkan dengan kitosan yang murni. Ini dikarenakan
sifatnya yang menarik dan alami, seperti kelarutan yang mudah didalam pH yang
berbeda tanpa perlu pengasaman, sifat hidrofilik yang besar, biokompabilitas, dan
sifat antibakteri yang sama seperti kitosan murni. Sebelumnya NSK disintesa dan
diikat silang dengan polimer lain, seperti asam hialuronik, alginat, laktosaminat, dan
lipoprotein yang mempunyai densitas rendah untuk aplikasi biomedis (Kamoun,
2015).
N-suksinil kitosan (NSK) diperoleh dengan adanya gugus suksinil yang
masuk pada gugus –N kitosan dari unit glukosaminnya. Kompleks poliion dapat
dibentuk dari gugus –NH3+ dan gugus –COO- pada molekul suksinil kitosan. Struktur
kimia dan jalannya reaksi dapat ditunjukkan oleh gambar (2.10). NSK memiliki
kelarutan dalam air yang baik dalam berbagai pH (Sannan, 1976). NSK awalnya
Universitas Sumatera Utara
digunakan sebagai material penutup luka (Kuronayagi, 1994) dan juga sekarang
digunakan pada bahan kosmetik (Izume, 1998). Penutup luka terbaru yang
mengandung NSK dan dalam bentuk gelatin sudah mulai diteliti (Tazima, 2000).
NSK memiliki sifat karakteristik yang unik secara in vitro dan in vivo, seperti
biokompabilitas, efek toksik yang rendah, dan retensi jangka panjang dalam tubuh.
NSK dapat digunakan sebagai bahan pembawa obat yang dengan mudah berikatan
dengan obat tersebut untuk mencegah komplikasi pada kemoterapi kanker, karena
adanya gugus -NH2 dan gugus –COOH pada strukturnya.
2.4. Pati
Pati merupakan sumber pangan dan mengandung karbohidrat yang terdapat
pada tumbuh-tumbuhan. Pati memiliki rumus umum (C6H10O5)n, dimana n lebih dari
1000 (Egan,1981). Pati terdiri atas dua macam polisakarida yang kedua-duanya
adalah polimer dari glukosa, yaitu amilosa (kira-kira 20-28%) dan amilopektin (kirakira 80-72%). Amilosa terdiri atas 250-300 unit D-glukosa yang terikat dengan ikatan
α-1,4-glikosidik. Amilopektin juga terdiri atas molekul D-glukosa yang mempunyai
ikatan disamping 1,4-glikosidik, juga percabangannya pada ikatan 1,6-glikosidik.
Molekul amilopektin lebih besar daripada molekul amilosa karena terdiri atas lebih
dari 1000 unit glukosa. Butir-butir pati tidak larut dalam air dingin tetapi apabila air
dipanaskan, akan membentuk gel (gelatinisasi). Larutan patiapabila diberi larutan
iodium akan berwarna biru. Amilopektin dengan iodium akan memberikan warna
ungu atau merah lembayung (Poedjiadi,1994).
Oksidasi pati merupakan cara lain dari modifikasi pati secara kimia. Dimana
gugus hidroksil dari pati diganti dengan gugus aldehid yang menunjukkan sifat
hidrofobisitas yang lebih besar dan rekristalisasi terhambat. (Zang, et al, 2009).
Reaksi utama yang terjadi selama oksidasi dapat dilihat pada Gambar 2.11
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.11 Dari atas ke bawah: gugus karboksil, atau C-1 dengan pembukaan
cincin; gugus karboksil pada C-6;diketon pada C-2 dan C-3 dan dikarboksil pada C-2
dan C-3 (Beynum, 1985).
Beberapa reaksi oksidasi pati dengan berbagi oksidator dapat dilihat
pada gambar berikut :
1.
Oksidasi pati dengan Natrium Hipoklorit
Gambar 2.12 Reaksi Oksidasi Pati dengan Natrium Hipoklorit
Sumber : Vanier, 2016
Universitas Sumatera Utara
2. Oksidasi Pati dengan Hidrogen Peroksida
Gambar 2.13 Reaksi Oksidasi Pati dengan Hidrogen Peroksida
Sumber : Vanier, 2016
3. Oksidasi Pati dengan Periodat
Gambar 2.14 Reaksi Oksidasi Pati dengan Periodat
Sumber : Vanier, 2016
Pati dialdehid (PDA) adalah suatu derivatif pati, yang mana merupakan hasil
dari oksidasi dari pati dengan menggunakan asam periodat atau natrium periodat
sebagai oksidator untuk mengoksidasi pati 2,3-o-dihidroksil menjadi pati dialdehid.
PDA mempunyai degradasi biologis yang baik, dan karakteriktik biokimia yang
intrinsik, seperti kelarutannya yang semi alkali, mengandung banyak gugus fungsi
aldehid, ikatannya yang kuat, sumbernya alami, lebih efisien untuk bahan campuran
dengan polimer-polimer yang mempunyai sifat biodegradable, dan dapat dengan
mudah berikatan silang (Onishi, 1986 dan Su Yao, 2012).
Pati dialdehid (PDA) dibuat dengan menggunakan asam periodat dan periodat
merupakan bentuk yang paling baik dalam mengoksidasi pati dan dapat digunakan
dalam beberapa bidang industri, seperti makanan, pelapis kertas, dan bidang
biomaterial (Tokhadze et al, 1975).
Universitas Sumatera Utara
PDA memiliki sifat degradasi biologis, dan karakteristik biokimia alami,
seperti kelarutannya semi-basa, mengandung banyak gugus fungsi aldehid, ikatan
yang kuat, sumber melimpah, lebih murah dibandingkan dengan polimer
biodegradabel lainnya, dan lebih mudah ikat-silang (Onishi et al, 1986 dan SuYao et
al, 2012).
2.5. Gel dan Hidrogel
Gel disebut juga jeli merupakan sistem semi padat terdiri dari suspensi yang
dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar,
terpenetrasi oleh suatu cairan. Jika massa gel terdiri dari jaringan partikel kecil
terpisah, maka gel digolongkan sebagai sistem dua fase (misalnya gel Aluminium
Hidroksida). Dalam sistem dua fase jika ukuran partikel dari fase terdispersi relatif
besar, maka massa gel kadang-kadang dinyatakan sebagai magma (misalnya magma
bentonit) (Anwar, 2012).
Jika suatu gel didiamkan beberapa saat, maka gel tersebut seringkali
mengkerut secara alamiah dan sebagian dari cairannya terperas keluar. Fenomena ini
dikenal sebagai sineresis. Kebalikan dari sineresis adalah diserapnya cairan oleh suatu
gel dengan peningkatan volume. Fenomena ini dikenal sebagai penggembangan
(swelling). Gel juga bisa menyerap sejumlah cairan tanpa pembesaran volume yang
dapat diukur, ini disebut dengan imbibisi. Cairan-cairan yang dapat mengakibatkan
penggembungan ialah cairan-cairan yang dapat mensolvasi suatu gel (Martin, 2008).
Gel sering digunakan dalam penghantaran obat yang mengandung polimer
yang dapat menjerap sejumlah air yang dikenal dengan hidrogel (Anwar, 2012).
Klasifikasi gel, yaitu:
A. Berdasarkan sifat fasa koloid:
a. Gel anorganik, pembentuk gel berbahan dasar anorganik. Contoh: bentonit
magma
b. Gel organik, pembentuk berupa polimer alam berupa polimer alam dalam
fasa koloid seperti natural gums (gum alam) contohnya acacia, karagenan,
dan xanthan gum yang merupakan polisakarida anionik.
Universitas Sumatera Utara
B. Berdasarkan sifat pelarut:
a. Hidrogel merupakan gel yang menggunakan pelarut air.
b. Organogel merupakan gel yang merupakan pelarut bukan air (pelarut
organik). Contoh: plastibase (suatu polietilen dengan berat molekul rendah
yang terlarut dalam minyak mineral dan didinginkan secara shock cooled),
dan dispersi logam stearat dalam minyak.
c. Xerogel merupakan gel padat dengan konsentrasi pelarut yang rendah.
Xerogel dihasilkan oleh evaporasi pelarut, sehingga sisa-sisa rangka gel
tertinggal. Kondisi ini dapat dikembalikan pada keadaan semula dengan
penambahan agen yang menyerap dan mengembangkan matriks gel
seperti gelatin kering, selulosa kering, dan polistirena (Lieberman, 1990).
2.5.1
Hidrogel
Gel yang hidrofilik biasanya disebut sebagai hidrogel adalah jaringan dari
rantai polimer yang terkadang ditemukan sebagai gel koloid dimana air adalah media
dispersinya (Ahmed, 2013).
Hidrogel adalah kelas polimer yang sangat mirip dengan jaringan lunak
dengan kandungan air yang banyak, sifat mekanik (modulus rendah dan elastis),
kelunakan, permeabilitas oksigen, dan biokompabilitas yang sangat baik. Berdasarkan
sumber dari material, hidrogel dapat dibagi menjadi dua kelas: hidrogel yang berbasis
bahan sintetik dan hidrogel yang berbasis bahan alami. Pada hidrogel yang berbasis
bahan sintetik terdapat beberapa kelemahan yaitu termasuk reaksi inflamasi, migrasi
bahan serta sulitnya menghilangkannya dan sebagainya. Sehingga belakangan ini,
banyak perhatian berorientasi kepada hidrogel yang biokompatibel, dan kitosan yang
biodegradasi yang terbuat dari polimer alami yang rentan terhadap degradasi
enzimatik (Li, 2012).
Berdasarkan jenis ikatannya, hidrogel dapat diklasifikasikan menjadi hidrogel
fisika dan kimia. Hidrogel kimia dibentuk oleh reaksi yang tidak dapat balik,
sedangkan hidrogel fisika dibentuk oleh reaksi yang dapat balik (Sugita et al, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Para peneliti, selama bertahun-tahun, telah membuat hidrogel dengan cara
yang berbeda-beda.yang paling umum adalah hidrogel yang membengkak dalam air,
dan terikat silang yang dihasilkan oleh reaksi yang sederhana dari satu atau lebih
monomer. Defenisi lain adalah bahwa hidrogel adalah polimer bahan polimer yang
dapat membengkak dan mempertahankan sebagian kecil air dalam strukturnya, tetapi
tidak larut dalam air. Hidrogel telah menjadi perhatian dalam 50 tahun terakhir,
karena hidrogel memiliki aplikasi yang menjanjikan. Hidrogel juga memiliki tingkat
fleksibilitas yang serupa dengan jaringan natural karena kandungan air yang besar.
Kemampuan hidrogel menyerap air timbul dari gugus fungsi hidrofilik yang melekat
pada kekuatan polimer, sedangkan resistensi hidrogel untuk larut berasal dari ikatan
silang antara rantai jaringan (Ahmed, 2013).
Hidrogel yang biodegradable telah banyak di gunakan sebagai bahan perancah
secara in situ pada berbagai aplikasi biomedis, sebagai contoh penghantar obat,
enkapsulasi sel, atau perancah pada rekayasa jaringan, yang membantu untuk
menggabungkan sel atau obat-obatan tanpa mengubah ukuran atau bentuk pada
pembentukan hidrogel (Kamoun, 2015).
2.5.1.1 Prinsip Pembentukan Hidrogel
Terlepas dari jenis, bentuk dan geometri keberadaannya,hidrogel terbentuk
melalui ikatan silang fisika atau kimia makromolekul yang tepat untuk menghasikan
struktur tiga dimensi yang spesifik dengan sifat mekanik dan kimia. Ikatan silang
dapat dibentuk oleh interaksi kovalen dan non kovalen. Hidrogel non kovalen disebut
gel fisika ketika jaringannya adalah ikatan silang yang terbentuk melalui keterlibatan
molekul dan kekuatan sekunder seperti ikatan-H, kekuatan ionik dan asosiasi
hidrofobik, sementara hidrogel ikatan silang kovalen disebut gel kimia. Keuntungan
terbesar dari dari hidrogel fisika sebagai penghantar obat adalah bahwa tidak ada
ikatan silang beracun yang terlibat selama pembentukan gel, namun memiliki
keterbatasan seperti kekuatan mekanik yang lemah, dissolution tidak terkontrol dari
hidrogel, dan pelepasan cepat dari obat. Juga sulit untuk mengontrol secara tepat
ukuran pori gel fisika, fungsionalisasi kimia, dan degradasi atau dissolution, yang
mengarah ketidak konsistenan kinerja in vivo. Dibandingkan dengan gel fisika,
Universitas Sumatera Utara
hidrogel kimia memberikan kekuatan mekanik yang baik dan profil pelepasan obat
terkontrol tetapi memiliki efek samping yang merugikan (Yao, et al., 2012).
2.5.1.1.1 Hidrogel Terikat-Silang Fisika
Ada tiga interaksi fisika yang utama (yaitu interaksi muatan, asosiasi
hidrofobik, dan ikatan hidrogen) yang mengarah pada pembentukan gel dari larutan
polimer dalam menanggapi atau merespon pengaruh lingkungan pH, suhu, atau
kekuatan ion.
2.5.1.1.2 Hidrogel Terikat Silang Kimia
Beberapa metode kimia telah dieksplorasi untuk membentuk ikatan kovalen
terhadap cross-linkkitosan, yang mengarah terhadap pembentukan hidrogel.
Mekanisme pembentukan hidrogel ini terutama mencakup pembentukan basa Schiff,
Adisi Michael, rekais yang dikatalisis enzim, polimerisasi, dan sebagainya. Beberapa
molekul kecil pengikat silang atau terkonjugasi gugus fungsionalnya ke polimer
sering terlibat dalam proses ini.
2.5.1.1.2 Pembentukan basa Schiff
Telah diketahui bahwa aldehida bifungsional, seperti glutaraldehid dan
phthalaldehid, dapat digunakan untuk cross-linkkitosan. Mekanisme metode crosslinkini melibatkan pembentukan basa Schiff. Sebuah jembatan basa Schiff terbentuk
melalui reaksi gugus aldehid dengan gugus –NH2 kitosan. Molekul kitosan kemudian
terikat bersama dengan cara ini dan menyebabkan gelasi. Reaksi ini sangat cepat dan
dapat meningkatkan stabilitas dan sifat mekanik hidrogel. Namun, glutaraldehid
adalah sitotoksik, dan bahkan sisa yang tidak bereaksi akan membahayakan tubuh
dan merusak biokompabilitas dari sistem penghantaran kitosan. (Zhao, et al., 2012).
Universitas Sumatera Utara
Download