1. penerapan dan dampak pendidikan karakter di SD

advertisement
APLIKASI DAN DAMPAK PENDIDIKAN KARAKTER
DI SEKOL AH DASAR
Oleh. Drs. Zainal Abidin
PGSD FIP UNP
Abstract
In the world of education was a hift educational goals, which prioritizes
the cognitive and psychomotor and affective domains to ignore. It can make
someonehave a bed character.
Character is way of thinking and behaving a family environment, society
and the state. Character education is sn education totrain and nurture so that ane
can thinkand behavior in the family, and socyety in accordance with the rules
written or unwritten. Thus, character education must be implemented as early as
possible. Implement character education in elementary school be incorporatet
intothe education curricular, and extra cor-curricular activities, school program
sand the cultural development center for learning activies. Implement character
education in elementary a positiveimpact for children. Students are motivated to
achievehigher learning and mke student batter at thinking and behaving in
school, in families and in society.
I. PENDAHULUAN
Pada saat ini ilmu pengetahuan sudah semakin meningkat dan teknologi berkembang
dengan pesat. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) seolah-seolah
tidak ada keterbatasan jarak ruang dan waktu, sehingga semakin cepat seseorang dapat
memperoleh berbagai hal yang ingin diketahuinya. Dengan perkembangan IPTEK juga akan
lebih membantu seseorang untuk lebih berprestasi sesuai dengan tingkat dan bidang
pendidikan yang diikutinya. Bila seseorang itu berada dalam bangku pendidikan, mereka
mereka dapat lebih berprestasi berkat memanfaatkan berbagai kemajuan yang ada di zaman
teknologi sekarang ini.
Pembelajaran dari berbagai mata pelajaran di Sekolah Dasar (SD) telah diprogramkan
dengan tegas bahwa tujuan pembelajaran yang hendak dicapai harus mencakup aspek
kognitif, psikomotor dan afektif. Tujuan pembelajaran dibidang kognitif dapat menjadikan
siswa mengetahui berbagai wawasan. Melalui pembelajaran bidang psikomotor akan
menjadikan siswa terampil dalam berbagai bidang. Sedangkan tujuan pembelajaran dalam
bidang afektif membantu siswa menjadi seseorang yang dapat berfikir dan berperilaku
sesuai dengan nilai, norma atau aturan yang berlaku baik di sekolah, dalam keluarga dan di
masyarakat.
Saat ini pembelajaran yang dilakukan di SD belum menampakkan keseimbangkan
dalam mencapai tujuan pembelajaran antara kognitif, afektif dan psikomotor, bahkan
terkesan hanya memetingkan asperk kognitif. Hal ini tentu disebabkan oleh beberapa faktor.
Salah satu penyebab yang menjadikan sekolah-sekolah mengutamakan aspek kognitif
adalah dalam ujian nasional (UN) yang menentukan lulus dan tidak lulusnya seorang siswa
di SD ditentukan oleh kemampuan siswa menyelesaikan soal-soal ujian nasional yang
semuanya berkaitan dengan aspek kognitif. Kondisi ini lebih diperparah dengan perhatian
sekolah yang juga lebih mementingkan aspek kognitif dalam penentuan ketuntasan siswa
dalam belajar dan juga sebagai dasar utama dalam menentukan naik-naiknya siswa kekelas
selanjutnya.
Kondisi di atas menjadikan siswa
berfikir dan bertingkah laku yang dominan
berdasarkan pertimbangan kognitif dan mereka akan lebih akan kurang mampu perfikir dan
berperilaku sesuai dengan ketentuan atau norma yang ada dalam lingkungan sekolah,
keluarga dan masyarakat. Perilaku demikian menggambarkan bahwa mereka kurang
mendapat perhatian dalam pendidikan karakter.
Karakter menurut Suyanto (dalam
Taufik.2011) adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu
untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan
Negara. Hal ini berarti, karakter merupakan gambaran dari kualitas individu sebagai warga
di dalam keluarga, di masyarakat dan Negara.
Untuk menunjang pencapaian cita-cita orang tua bahkan cita-cita semua orang
terhadap seorang anak yaitu “menjadi anak yang berguna bagi keluarga , masyarakat dan
bangsa dan agama” atau dengan istilah memiliki karakter yang baik, maka tidak dapat
ditawar lagi bahwa pendidikan karakter harus segera diprogramkan dan dilaksanakan di
sekolah-sekolah terutama di SD sebagai lembaga pendidikan dasar.
Potensi karakter yang baik telah dimiliki setiap manusia sebelum dilahirkan, tetapi
potensi tersebut harus terus-menerus dibina melalui sosialisasi dan pendidikan sejak usia
dini. Bila karakter seseorang tidak dibina dan dilatih kearah yang baik-baik, maka karakter
seseorang juga berpeluang menjadi karakter yang negative. Karakter merupakan kualitas
moral dan mental seseorang yang pembentukannya dipengaruhi oleh faktor bawaan (fitrah-
natural) dan lingkungan (sosialisasi atau pendikan-natural). Sedangkan pendidikan karakter
menurut Thomas Lickona (dalam Syarif.2001) mengartikan “pendidikan karakter sebagai
upaya sadar untuk membantu seseorang agar mampu memahami, peduli dan bertindak atas
dasar nilai-nilai inti etika dan merupakan salah satu wadah dalam menunjang pembentukan
karakter tiap individu”. Sekolah Dasar adalah merupakan pendidikan awal penanaman
karakter anak dalam perkembangan dirinya. Tak bisa kita mungkiri bahwa banyaknya
generasi pada saat ini yang tidak mengenal bahwa dirinya merupakan salah seorang anggota
keluarga, seorang anggota masyarakat dan sebagai warga dari bangsa Indonesia yang yang
harus merfikir dan berbuat sesuai aturan dan norma yang berlaku dalam keuarga,
masyarakat dan pemeritan Indonesia.
II. PEMBAHASAN.
A. Penerapan Pendidikan Karakter di SD
Sebenarnya pendidikan karakter sudah dilaksanakan semenjak dahulu, karena
pendidikan karakter merupakan pendidikan untuk mempersiapkan individu menjadi
warga yang baik di masyarakat ataupun sebagai warga negara. Terkait dengan upaya
mewujudkan pendidikan karakter sebagaimana yang diamanatkan dalam RPJPN,
sesungguhnya hal yang dimaksud itu sudah tertuang dalam fungsi dan tujuan pendidikan
nasional, yaitu “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab” (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional --UUSPN).
Pendidikan karakter dalam suatu masyarakat dan bangsa memiliki karakteristik
tertentu dalam pendidikan karakter sesuai dengan filosofi, sejarah, agama dan budaya
masing-masing. Tujuan pendidikan nasional sudah sangat jelas yaitu membangun
manusia seutuhnya, namun pada implementasinya mengalami pergeseran titik tekan
sehingga lebih mengedepankan aspek kognitif-akademik dari pada membangun karakter.
Pergeseran titik tekan dalam mencapai tujuan pendidikan tersebut bukan hanya terjadi di
negara Indonesia saja, tetapi di Negara lain juga terjadi seperti yang diungkapkan oleh
Syarif (2011) bahwa, di hampir seluruh negara termasuk di negara-negara maju seperti
Amerika telah pergeseran tujuan pendidikan yang tebih mengedepankan aspek kognitif.
Sebagai akibat pendidikan yang tidak seimbang, maka dirasakan oleh negara-negara di
dunia tentang fenomena pencapaian tujuan pendidikan. Menyadari akan hal tersebut,
pada tahun 1992 masyarakat Amerika yang terdiri dari para ahli etika, ahli pendidikan,
pemerintah dan swasta mengadakan deklarasi tentang pentingnya Pendidikan Karakter.
Berdasarkan perobahan arah tujuan pendidikan yang tidak lagi didominasi oleh
aspek kognitif yang sudah diberlakukan dalam waktu yang cukup lama, seperti yang telah
dilakukan di Negara maju, maka di Indonesia khususnya ditingkat SD pendidikan
karakter harus diterapkan dalam waktu yang singkat.
Penerapan pendidikan karakter di SD dapat dilakukan pada ranah kegiatan kurikuler
(kegiatan pembelajaran), pengembangan budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar,
kegiatan ko-kurikuler dan atau kegiatan ekstrakurikuler. Pelaksanaan pendidikan karakter
pada ranah masing dapat dirinci sebagai berikut:
1. Pendidikan karakter dalam kegiatan kurikuler
Penerapan
pendidikan
karakter
pada
pelaksanaan
pembelajaran
kurikuler
dilaksanakan dengan menggunakan strategi yang tepat. Strategi yang tepat adalah
strategi yang menggunakan pendekatan-pendekatan yang tidak menekankan pada
pembelajaran secara konvebsional, tetapi mengunakan pendekatan yang menekankan
pada iswa lebih banyak aktif dan melibatkan diri dalam membahas materi
pembelajaran serta pendekatan yang lebih menekan pada kehidupan dunia nyata,
seperti pendekatan kontekstual. Alasan penggunaan strategi kontekstual adalah bahwa
strategi tersebut dapat mengajak siswa menghubungkan atau mengaitkan materi yang
dipelajari dengan dunia nyata. Puskur (2011:8). Mengemukakan bahwa dengan dapat
mengajak menghubungkan materi yang dipelajari dengan dunia nyata, berati siswa
diharapkan dapat mencari hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapan pengetahuan dalam bentuk berfikir, perbuatan, atau perilaku sesuai dengan
norma dan aturan yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari. Dengan pendekatan itu,
siswa lebih memiliki hasil yang komprehensif tidak hanya pada tataran kognitif,
tetapi pada tataran afektif serta psikomotor. Adapun beberapa strategi pembelajaran
kontekstual antara lain (a) pembelajaran berbasis masalah, (b) pembelajaran
kooperatif, (c) pembelajaran berbasis proyek, (d) pembelajaran pelayanan, dan (e)
pembelajaran berbasis kerja.
2. Pengembangan Budaya Sekolah dan Pusat Kegiatan Belajar
Pengembangan budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar dilakukan melalui kegiatan
pengembangan diri, yaitu kegiatan rutin, kegiatan spontan, keteladanan, dan,
pengkondisian. Adapun hal-hal tersebut adalah sebagai berikut.
a.
Kegiatan rutin
kegiatan rutin merupakan kegiatan yang rutin atau ajeg dilakukan setiap saat.
Kegiatan rutin dapat juga berarti kegiatan yang dilakukan siswa secara terus
menerus dan konsisten setiap saat (Puskur, 2011: 8). Beberapa contoh kegiatan
rutin antara lain kegiatan upacara hari Senin, upacara besar kenegaraan,
pemeriksaan kebersihan badan, piket kelas, shalat berjamaah, berbaris ketika
masuk kelas, berdoa sebelum pelajaran dimulai dan diakhiri, dan mengucapkan
salam apabila bertemu guru, tenaga pendidik, dan teman.
b. Kegiatan spontan
Kegiatan spontan dapat juga disebut kegiatan insidental. Kegiatan ini dilakukan
secara spontan tanpa perencanaan terlebih dahulu. Contoh kegiatan ini adalah
mengumpulkan sumbangan ketika ada teman yang terkena musibah atau
sumbangan untuk masyarakat ketika terjadi bencana.
c. Keteladanan
Keteladanan merupakan sikap “menjadi contoh”. Sikap menjadi contoh
merupakan perilaku dan sikap guru dan tenaga kependidikan dan siswa dalam
memberikan contoh melalui tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan
menjadi panutan bagi siswa lain (Puskur, 2011: 8). Contoh kegiatan ini misalnya
guru menjadi contoh pribadi yang bersih, rapi, ramah, dan supel.
d. Pengkondisian
Pengkondisian berkaitan dengan upaya sekolah untuk menata lingkungan fisik
maupun nonfisik demi terciptanya suasana mendukung terlaksananya pendidikan
karakter. Kegiatan menata lingkungan fisik misalnya adalah mengkondisikan
toilet yang bersih, tempat sampah, halaman yang hijau dengan pepohonan, poster
kata-kata bijak yang dipajang di lorong sekolah dan di dalam kelas. Sedangkan
pengkondisian lingkungan nonfisik misalnya mengelola konflik antar guru supaya
tidak menjurus kepada perpecahan, atau bahkan menghilangkan konflik tersebut.
3. Kegiatan ko-kurikuler dan atau kegiatan ekstrakurikuler
Kegiatan ko dan ekstra kurikuler merupakan kegiatan-kegiatan di luar kegiatan
pembelajaran. Meskipun di luar kegiatan pembelajaran, guru dapat juga
mengintegrasikannya dalam pembelajaran. Kegiatan-kegiatan ini sebenarnya sudah
mendukung pelaksanaan pendidikan karakter. Namun demikian tetap diperlukan
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang baik atau merevitalisasi kegiatankegiatan ko dan ekstra kurikuler tersebut agar dapat melaksanakan pendidikan
karakter kepada siswa.
Uman Suherman, (2011) mengemukakan alternatif lain dalam pendidikan
karakter dengan menggunakan model yang dapat diterapkan dari tingkat pendidikan
SD sampai ke Perguruan tinggi adalah dengan melalui tiga modus, yaiti:
Pertama, melalui Pendidikan Kewarganegaraan sebagaimata pelajaran yang
dilaksanakan dari kelas I sampai kelas VI. Model yang pertama ini diarahkan untuk
meningkatkan
kualitas
pembelajaran
dengan
menggunakan
inovasi
pembelajaran untuk membina karakter demokratis dan partisipatif.
Kedua, mengoptimalkan Layanan Bimbingan Konseling kepada para siswa
baik di dalam kegiatan pembelajaran secara kurikulen ataupun dalam kegiatan
ekstrakurikuler. Dalam kegiatan ini siswa diarahkan agar mampu dan terdorong agar
siswa mampu menyelesaikan masalah yang terkait dengan dirinya sendiri dan
menumbuhkan kesadaran akan segala potensi yang dimilikinya. Melalui berbagai
pendekatan, game, dan strategi maka potensi-potensi siswa dapat dikembangkan
secara optimal, sehingga siswa memiliki kepercayaan diri untuk berkembang.
Ketiga, menyelenggarakan pembelajaran secara tematik yang dapat
diarahkan untuk memantapkan berbagai karakater yang telah dipelajari atau dibina
selama di SD dalam kehidupan bermasyarakat.
B. Dampak Pendidikan karakter di SD
Menyelenggarakan pendidikan karakter di SD dapat menimbulkan dampak yang
positif bagi siswa baik dalam proses pembelajaran ataupun dalam kegidupan sehari-hari
dimasyarakat. Banyak pertanyaan yang muncul tentang apa sebenarnya dampak dari
pendidikan karakter. Penemuan penting mengenai hal ini dikemukakan oleh Marvin
(dalam Russel dan Ratna. 2011) menyatakan bahwa pendidikan karakter dapat
meningkatkan motivasi siswa di sekolah dalam meraih prestasi akademik pada sekolahsekolah yang menerapkan pendidikan karakter. Dengan pendidikan karakter, seorang anak
menjadi
cerdas
emosinya.
Kecerdasan
emosi
adalah
bekal
terpenting
dalam
mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena dengankecerdasan emosi
seseorang dapat lebih berhasil dalam menghadapi segala macam tantangan, termasuk
tantangan untuk berhasil secara akademik, dalam keluarga dan dimasyarakat. Hal ini
sesuai dengan pendapat Daniel Goleman (dalam Russell dan Ratna. ---) bahwa
keberhasilan seseorang di masyarakat, ternyata 80 persen dipengaruhi oleh kecerdasan
emosi, dan hanya 20 persen ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ). Anak-anak yang
mempunyai masalah dalam kecerdasan emosinya, akan mengalami kesulitan belajar,
bergaul dan tidak dapat mengontrol emosinya. Anak-anak yang bermasalah ini harus
dibina dan ditangani dengan baik dan sungguh-sungguh agar menjadi orang lebi baik
dalam keluarga, masyarakat dan Negara. Sebaliknya bila seseorang memiliki karakter
yang kurang baik dan tidak pula mendapat pembinaan atau pendidikan karakter maka dia
berpeluang berperilaku yang tidak diharapkan seperti kenakalan, tawuran, narkoba, miras,
perilaku seks bebas, dan sebagainya.
Pendidikan karakter perlu mendapat perhatiang yang sungguh-sungguh dari berbagai
pihak terkait, harus direncanakan menerapkan program pendidikan karakter sedini
mungkin agar seseorang atau siswa SD dapat secepatnya pula diarahkan kedada berfikir
dan berperilaku yang kita harapkan. Bila pendidikan karakter kurang mendapat perhatian
maka berpeluang hakl-hal yang negative yang lebih dulu masuk pada diri siswa.
III. SIMPULAN
Dari paparan yang dikemukakan pada artikel ini, dapat disimpulkan bahwa pendidikan
karakter merupakan pendidikan yang diarahkan untuk melatih dan membiasakan agar
seseorang dapat berfikir dan berperilaku dalam keluarga, masyarakat dan Negara, sesuai
dengan aturan yang berlaku baik tertulis ataupun secara tidak tertulis. Menerapkan
pendidikan karakter di SD dapat dimasukkan ke dalam pendidikan kurikuler, kegiatan ko
dan esktra kurikuler, program Pengembangan Budaya Sekolah dan Pusat Kegiatan Belajar
(PBSPKB)
Penerapan pendidikan karakter di SD memberikan pengaruh petitif pada siswa. Siswa
akan lebih termotivasi untuk meraih prestasi yang lebih baik. Di samping itu pendidikan
karakter dapat menjadikan siswa lebih berpeluang berprilaku yang diharapkan dalam
keluarga, masyarakat dan Negara. Secara umum dengan pendidikan karakter membawa
generasi muda menjadi sumber daya manusia yang lebih berkualitas dan berguna dalam
melanjutkan pembangunan di Negara kita ini.
Disarankan kepada semua pihak terutama pada jajaran yang terkait: sekolah,
dinas pendidikan, pemerintah daerah dan tokoh masyarakat lebih terlibat untuk
memprogramkan dan menerapkan pendidikan karakter di sekolah-sekolah mulai dari tingkat
pendidikan dasar sampai ketingkat perguruan tinggi.
Download