Pendahuluan Sitem endokrin merupakan kumpulan jaringan yang sangat terintegrasi dan terdistribusi secara luas untuk mengoordinasi keseimbangan metabolism (homeostasis) antara berbagai organ tubuh. Pada penyampaian sinyal endokrin, molekul-molekul yang disekresi (disebut hormone) bekerja pada sel-sel target yang letaknya jauh dari lokasi sintesis molekul tersebut. Peningktan aktivitas jaringan target kerap kali menurunkan aktivitas kelenjar semula yang mensekresi hormone penstimulasi-suatu proses yang dinamakan inhibisi umpan balik. Hormone diklasifikasikan dalam sejumlah katagori yang luas menurut tipe resptornya: Molekul penyampai sinyal yang berinteraksi dengan reseptor permukaan sel hormone peptide (misalnya, growth hormone dan insulin) molekul kecil (misalnya,epinefrin dan histamine yang berasal dari asam amino) Hormone steroid yang berdifusi melintasi membaran plasma dan berinteraksi dengan reseptor intraseluler kemudian mengaktifkan ekspresi gen tertentu. Penyakit endokrin secara umum dapat diklasifikasikan menjadi: - Penyakit karena kekurangan atau kelebihan produksi hormone - Penyakit yang berkaitan dengan terjadinya lesi massa. Lesi massa tersebut dapat bersifat nonfungsional atau disertai dengan kelebihan atau kekurangan produksi hormone. Working diagnosis Diabetes Melitus Type 2 Diabetes melitus (DM) mengacu pada sekelompok kelainan metabolik dengan gejala hiperglikemia. Terdapat beberapa jenis DM dan disebabkan oleh interaksi antara faktor genetic dan lingkungan. Berdasarkan etiologi yang menyebabkan DM, faktor yang ikut berperan dalam terjadinya hiperglikemia adalah berkurangnya sekresi insulin, pengaturan kemampuan menggunakan glukosa, dan peningkatan produksi glukosa. Kelainan metabolik yang menyertai DM dapat menyebabkan perubahan patofisiologik sekunder pada berbagi sistem organ. Di US, DM adalah penyebab utama terjadinya end-stage renal diseases (ESRD), amputasi ekstremitas bawah non-trauma, kebutuhan pada orang dewasa. DM juga merupakan faktor predisposisis terjadinya kelainan kardiovaskuler.1.3 Diabteas melitus diklasifikasikan berdasarkan proses patogenik yang menyebabkan terjadinya hipoglikemia. Secara garis besar dibagi menjadi DM tipe 1 dan tipe 2. Kedua jenis DM ini didahului oleh fase henostatis glukosa abnormal seiring dengan proses patogenik berlanjut. Tipe 1 disebakan oleh defisiensi insulin total atau mendekati total. DM tipe 2 merupakan sekelompok kelainan yang dicirikan dengan berbagai derajat resistensi insulin, ganguan sekresi insulin, dan peningkatan produksi glukosa. Defek metabolik dan genetic yang jelas pada fungsi/sekresi insulin merupakan penyebab hiperglikemia yang umum pada pasien DM tipe 2, dan mempunyai peranan yang penting dalam implikasi terapi karena sekarang sudah terdapat obat yang dapat memperbaiki ganguan metabolik secara spesifik. Patogenesis dibetes melitus tipe 2 Diabetes melitus tipe 2 sejauh ini merupakan tipe yang lebih sering ditemukan dengan peranan kerentanan genetic yang lebih besar lagi. Penyakit tersebut tampaknya terjadi karena sekumpulan cacat genetic yang masing-masing menimbulkan resiko predisposisinya sendiri dan dimofikasi oleh faktor-faktor lingkungan . berbeda dengan tipe 1, pada diabetes melitus tipe 2 tidak ada bukti yang menunjukan dasar autoimun. Dua defek metabolik utama yang menandai diabetes tipe 2 adalah resistensi insuslin dan disfungsi sel ß. Resistensi insuslin Resistensi insulin merupakan keadaan berkurangnya kemampuan jaringan perifer untuk berespons terhadap hormone insulin. Sejumlah penilitian fungsional pada orang-orang dengan resistensi insulin memperlihatkan sejumlah kelainan kuantitatif dan klualitataf pada lintasan penyampaian sinyal insulin yang meliputi penurunana jumlah reseptor insulin, penurunan fosforilasi reseptor insulin serta aktivitas tirosisn kinase, dan berkurangnya kadar zat-zat anatara yang aktif dalam lintasan penyampain sinyal insulin. Resistensi insulin diakui sebagai sebuah fenomena yang kompleks dan dipengaruhi oleh berbagi faktor genetic serta lingkungan. Sebagian besar faktor genetic yang berkaitan dengan resistensi insulin masih menjadi misteri karena mutasi pada reseptor insulin itu sendiri sangat sedikit menyebabkan seseorang mengidap diabetes tipe 2. Di antara faktor-faktor lingkungan, obesitas memiliki korelasi yang paling kuat. Korelasi obesitas dengan diabetes tipe 2 telah dikenali selama beberapa dekade dan rsesitensi insulin menjadi kelinan yang mendasarinya. Risiko terjadinya diabetes meningkat seiring indeks masa tubuh (ukuran untuk menentukan kandungan lemak tubuh) meningkat, dan keadaan ini merupakan korelasi dosis-respon anatar lemak tubuh dan resistensi insulin. Faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi funsi insulin (“lipotoksisitas”) dan sejumlah sitokin yang dilepaskan oleh jaringan adiposa (“adipokain”); sitokin ini meliputi leptin, adiponektijn, dan resistin. PPARᵧ (peroxidasome proliferator-activated receptor gamma), yaitu suatu reseptor nucleus adiposity yang diaktifkan oleh kelas preparat antidiabetik baru yang dinamakan thiazolidinedione dapat memodulasi ekspirasi gen dalam adiposity dan hal ini akhirnya mengurangi resistensi insulin. Disfunsi sel-ß Disfunsi sel-ß bermanifestasi sebagai sekresi insulin yang tidak adekuat dalam menghadapi resistensi insulin dan hiperglikemia. Disfunsi sel-ß bersifat kualitatif (hilangnya pola sekresi insuslin normal yang berayun [isolasi] dan pulsatile serta pelemaan fase pertama sekresi insulin cepat yang dipicu oleh peningkatan glukosa plasma) maupun kuantutatif (berkurangnya massa sel-ß, degenerasi pulai Langerhans, dan pengendapan amyloid dalam pulau Langerhans).