produksi gas klorin melalui proses elektrolisis sebagai

advertisement
PRODUKSI GAS KLORIN MELALUI PROSES ELEKTROLISIS SEBAGAI DESINFEKTAN
THE PRODUCTION OF CHLORINE GAS AS DISINFECTANTS THROUGH
ELECTROLYSIS PROCESS
Erica Nadia Roseno*
Jurusan Teknik Lingkungan-FTSP-ITS
*email: [email protected]
Abstrak
Gas klorin adalah zat kimia yang sering dipakai sebagai desinfektan karena harganya murah dan
masih mempunyai daya desinfeksi sampai beberapa jam setelah pembubuhannya (residu klor). Gas klorin
diharapkan
bisa
diproduksi
dari
larutan
NaCl
dimana
terkandung
ion-ion
klorida
di
dalamnya.Berdasarkan hal tersebut penelitian ini bertujuan untuk menganalisis produksi gas klorin dari
hasil elektrolisis larutan NaCl. Penelitian ini juga dilakukan untuk mengetahui hubungan tegangan listrik
dan kadar salinitas terhadap produksi gas klorin melalui proses elektrolisis.Dalam penelitian ini
dilakukan proses elektrolisis larutan NaCl dengan variasi tegangan listrik yaitu 6V,9V, dan13V.
Sedangkan variasi kadar salinitas yang digunakan adalah 35‰, 95‰ dan 155‰. Gas klorin yang telah
dihasilkan dari proses elektrolisis akan dilewatkan pada larutan kalium iodida sehingga akan diketahui
volume gas klorin murni tanpa campuran gas oksigen.Pada penelitian ini, gas klorin tidak dapat
diproduksi pada salinitas 35‰. Gas klorin dapat diproduksi pada salinitas 95‰ dan 155‰. Produksi
gas klorin pada salinitas 155‰ lebih banyak dibandingkan pada salinitas 95‰. Semakin besar tegangan
listrik yang diberikan semakin banyak gas klorin yang dapat diproduksi.
Kata kunci : Gas Klorin, Elektrolisis, Air Laut
Abstract
Chlorine gas is a chemical substance often used as disinfectant for its low costs and long lasting
disinfection power even hours after the addition (residues of chlorine). Sodium chloride solution is
expected to produce chlorine gas because are containing ions of chlorides. The aim of the research is to
analyze the production of chlorine gas as a result of electrolyzing sodium chloride solution. The research
was also conducted to discover the impacts of voltage and salinity level, to the production of chlorine gas
through the process of electrolysis. The research was conducted the electrolysis of sodium chloride with
varied voltage levels, respectably 6V, 9V, and 13V. On the other hand the salinity levels are of 35‰,
95‰, and 155‰. The chlorine gas produced from the electrolysis will be passed through potassium
iodida fluids to detect the pure volume of chlorine gas without oxygen. Through the research it was
learned that chlorine gas was not
successfully produced at 35‰ salinity level. Chlorine gas was
successfully produced at 95‰ and 155‰ salinity level. The amounts of chlorine gas produced are found
much more within 155‰ salinity level than those produced within 95‰ salinity level. The greater the
voltage the more the amount of chlorine gas produced.
Keywords: Chlorine Gas, Electrolysis, Seawater.
1.
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Dalam menyediakan kebutuhan air bersih diperlukan desinfektan untuk menjaga kualitas air.
Bermacam-macam zat kimia seperti ozon (O3), klorin (Cl2), klordioksida (ClO2) dan proses fisik seperti
penyinaran dengan ultra violet, pemanasan dan lain-lain digunakan untuk desinfeksi air. Dari bermacammacam zat kimia tersebut, klor adalah zat kimia yang sering dipakai karena harganya murah dan masih
mempunyai daya desinfeksi sampai beberapa jam setelah pembubuhannya (residu klor). Selain dapat
membasmi bakteri dan mikroorganisme, klor dapat mengoksidasi ion-ion logam seperti Fe, Mn menjadi
Fe, Mr dan memecah molekul organis seperti warna (Alaerts,1990). Gas klorin diharapkan bisa
diproduksi dari larutan NaCl dimana terkandung ion-ion klorida di dalamnya. Penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui teknologi produksi gas klorin dari air laut yang telah dipekatkan dan diharapkan dapat
diterapkan sebagai desinfektan untuk pengolahan air minum di wilayah pesisir.
1.2.
Perumusan Masalah
1.
Berapa volume gas klorin yang dapat dihasilkan melalui proses elektrolisis?
2.
Bagaimana pengaruh variasi tegangan dan kadar salinitas dalam proses elektrolisis terhadap
produksi gas klorin?
1.3.
Tujuan Penelitian
1.
Menganalisis produksi gas klorin melalui proses elektrolisis;
2.
Menganalisis hubungan antara kadar salinitas dan tegangan terhadap produksi gas klorin melalui
proses elektrolisis.
2.
TEORI
2.1
Elektrokimia
Elektrokimia adalah ilmu yang mempelajari tentang hubungan antara energi listrik dan reaksi
kimia. Adapun reaksi kimia yang terjadi adalah reaksi redoks (reaksi reduksi-oksidasi).
2.1.1 Jenis-jenis elektrokimia
Sel elektrokimia dibagi dua berdasarkan reaksinya, yaitu:
1.
Sel volta merupakan reaksi kimia yang berlangsung secara spontan dan menghasilkan arus
listrik. Salah satu contoh dari sel volta ialah rangkaian plat seng (Zn), potensiometer dan plat
perak (Ag) dengan larutan 0,0167 M ZnCl2 dan 0,100 M AgNO3 dan jembatan garam KCL.
Pada plat Zn terjadi reaksi oksidasi sedangkan pada plat Ag terjadi reaksi reduksi. Proses
terjadinya sel volta dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Sel Volta
Sumber : Harvey, 2000
2.
Sel elektrolisis adalah proses yang menggunakan energi listrik agar reaksi kimia nonspontan
dapat terjadi. Pada proses elektrolisis larutan NaCl, ion negatif seperti klorida (Cl-) dan hidroksil
(OH-)
bergerak ke anoda untuk melepas elektron. Ion klorida dan hidroksil menjadi gas
oksigen, gas klorin, ion hipoklorit, asam klorida dan asam hipoklorit. Ion positif seperti
hidrogen (H+) bergerak ke katoda untuk menerima elektron dan menjadi gas hidrogen (H2).
Proses elektrolisis larutan NaCl dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Sel Elektrolisis
Sumber: Huang et al., 2008
2.2
Elektrolisis
Air yang murni kimia, praktis tak menghantarkan listrik, tetapi jika asam, basa, atau garam
dilarutkan didalamnya, larutan yang dihasilkan bukan saja menghantarkan arus listrik, melainkan juga
mengalami perubahan-perubahan kimia. Seluruh proses ini disebut elektrolisis.
Larutan elektrolit ditaruh dalam sebuah bejana, dimana dua buah penghantar (konduktor) zat padat
(misalnya logam), yang disebut elektroda dicelupkan. Dengan bantuan aki (atau sumber arus listrik searah
lainnya), diberi perbedaan potensial antara kedua elektroda itu. Elektroda dengan muatan negatif dalam
sel elektrolisis disebut katoda, sedangkan yang bermuatan positif dinamakan anoda. Partikel-partikel yang
bergerak ke arah salah satu elektroda haruslah bermuatan, dan muatan ini harus berlawanan dengan
muatan elektroda ke arah mana mereka bergerak (Svehla, 1990).
2.3
Migrasi
Migrasi adalah perpindahan partikel akibat gaya tarik elektrostatik, yang timbul ketika arus
dijalankan. Jadi, partikel-partikel hidrogen, yang bergerak ke arah katode, harus bermuatan positif,
sedang partikel-partikel klor harus bermuatan negatif. Faraday menamakan partikel-partikel yang
bermuatan dalam elektrolit itu ion-ion. Ion-ion yang bermuatan positif dan negatif masing-masing
disebut kation dan anion. Kation-kation dan anion-anion terdapat dalam jumlah yang ekuivalen, dan
terdispersi dengan merata dalam larutan di antara molekul-molekul pelarut (Svehla, 1990).
2.4
Elektrolit
Umumnya air adalah pelarut (solven) yang baik untuk senyawa ion dan larutan. Air yang
mengandung zat-zat ini akan mempunyai sifat-sifat yang khas, salah satunya adalah dapat meneruskan
arus listrik. Bila elektroda dicelupkan ke dalam air murni, bola lampu tak akan menyala karena air murni
adalah konduktor listrik yang sangat jelek. Tetapi bila suatu senyawa ion yang larut seperti NaCl
ditambahkan pada air, setelah solutnya larut, bola lampu mulai menyala dengan terang. Senyawa seperi
NaCl yang membuat larutan menjadi konduktor listrik disebut elektrolit.
Ketika zat larut dalam air, ion-ion yang tadinya terikat kuat dalam zat padatnya akan lepas dan
melayang-layang dalam larutan, bebas satu dengan yan lain. Yang menyebabkan larutan menjadi
konduktor listrik adalah ketika senyawa telah terdisosiasi atau melepaskan diri menghasilkan ion-ion dan
adanya ion-ion bebas.
Bila senyawa ion berdisosiasi dalam air, ion-ionnya tak bebas sama sekali, karena ion-ion tersebut
akan dihalangi oleh molekul-molekul air sehingga dikatakan akan terhidrasi.
Terbentuknya ion-ion dalam larutan tak hanya terbatas untuk senyawa ion saja. Banyak juga zat
berbentuk molekul yang bereaksi dengan air akan menghasilkan ion-ion sehingga juga merupakan suatu
elektrolit. Contohnya adalah HCl. Bila HCl dilarutkan dalam air, akan terjadi reaksi sebagai berikut:
HCl(g) + H2O
H3O+(aq) + Cl-(aq)
Reaksi semacam
ini biasanya disebut reaksi ionisasi karena menghasilkan ion-ion yang
sebelumnya tak ada (tetapi sering disebut sebagai disosiasi). Reaksi terjadi karena adanya perpindahan
proton atau hidrogen (H+) dari molekul HCl ke molekul air menghasilkan ion hidronium (H3O+) dan ion
klorida (Cl-). Sehingga walaupun hidrogen klorida murni berada sebagai molekul yang kelistrikannya
netral (cairan HCl tak menghantarkan listrik) bila dilarutkan dalam air akan terjadi reaksi kimia dan
menghasilkan ion dan menjadi suatu elektrolit (Brady, 1999).
3.
METODOLOGI
1.
Persiapan proses elektrolisis
Sebelum melakukan elektrolisis dengan larutan NaCl, masing-masing elektroda dimasukkan dalam
reaktor. Kemudian elektroda disambungkan ke adaptor dan dialirkan listrik dengan
tegangan
yang divariasikan.
Tahapan kerja adalah sebagai berikut:
a. Silinder grafit dipasang pada tempat anoda sedangkan plat stainless steel dipasang pada tempat
katoda. Silinder grafit dan plat stainless steel dimasukkan ke tutup karet hitam dan kemudian
sekeliling karet dilapisi dengan isolasi pipa agar tidak bocor. Elektroda dimasukkan ke mulut
reaktor hingga reaktor tertutup rapat.
b. Reaktor elektrolisis diisi dengan larutan NaCl dengan kadar yang divariasikan yaitu 35‰, 95‰
dan 155‰. Larutan NaCl dimasukkan dari atas pada bagian tengah reaktor. Larutan NaCl
dimasukkan sampai ketinggian muka air sejajar pada katup. Volume larutan NaCl yang
digunakan dalam 1 kali proses elektrolisis adalah sebesar 300 mL.
c. Tegangan listrik diatur dengan variasi 6V, 9V, dan 13V dengan menggunakan adaptor.
Kemudian kabel penghubung dari adaptor disambungkan pada elektroda.
d. Proses elektrolisis dihentikan setelah 3 jam.
e. Karena gas klorin terbentuk di anoda, valve di sebelah kanan reaktor dibuka. Valve ini telah
disambungkan dengan selang menuju ke reaktor pemisahan gas klorin. Selang ini juga diisi
penuh oleh larutan kalium iodida sehingga semua gas yang diproduksi dapat bereaksi dengan
larutan kalium iodida. Cara memasukkan larutan kalium iodida ke dalam selang adalah dengan
menggunakan corong yang dihubungkan dengan tee.
f. Reaktor pemisahan gas oksigen ini berupa gelas ukur 50 mL yang berdiri terbalik dan beaker
glass 250 mL. Beaker glass dan gelas ukur yang berdiri terbalik terisi penuh dengan larutan
kalium iodida. Digunakannya larutan kalium iodida ini untuk mengetahui volume gas klorin
murni yang terbentuk. Gas klorin akan berikatan dengan larutan kalium iodida dan gas oksigen
akan terlepas naik ke atas gelas ukur. Gas oksigen akan terkumpul di atas gelas ukur dan
mendorong larutan kalium iodida ke bawah sehingga volume gas oksigen dapat diukur. Untuk
lebih jelasnya, gambar reaktor elektrolisis dapat dilihat pada Gambar 3.1.
g. Dicatat volume gas yang terbentuk di reaktor elektrolisis dan volume gas yang terbentuk di
reaktor pemisahan gas klorin. Sehingga volume gas klorin murni adalah volume gas di anoda
dikurangi volume gas di reaktor pemisahan gas klorin.
Gambar 3.1 Reaktor Elektrolisis
4.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Proses Elektrolisis Secara Umum
Proses elektrolisis merupakan proses yang menggunakan energi listrik agar reaksi kimia
nonspontan dapat terjadi. Larutan elektrolit yang digunakan dalam proses elektrolisis adalah air laut
buatan yang dibuat dari garam NaCl dan diencerkan dengan aquadest. Larutan NaCl divariasikan dengan
kadar salinitas 35‰, 95‰ dan 155‰. Pemilihan variasi larutan NaCl ini dipilih untuk mengetahui
apakah larutan NaCl dengan salinitas 35‰ yang setara dengan salinitas air laut dapat memproduksi gas
klorin. Dipilihnya salinitas 95‰ dan 155‰ karena pada salinitas tersebut ion-ion Cl- lebih banyak
sehingga diharapkan lebih banyak gas klorin (Cl2) yang diproduksi.
Molekul-molekul elektrolit, bila dilarutkan dalam air, berdisosiasi menjadi atom-atom atau gugus
atom yang bermuatan, yang sesungguhnya adalah ion yang menghantarkan arus dalam larutan elektrolit.
Proses elektrolisis memerlukan aliran listrik searah, dengan menggunakan elektroda grafit sebagai anoda
dan stainless steel sebagai katoda. Dasar dari pemilihan elektroda ini dikarenakan grafit mempunyai sifat
konduktivitas listrik yang tinggi dan tahan terhadap larutan kimia, sedangkan stainless steel dipilih karena
logam ini mempunyai sifat tahan terhadap korosi.
Pada anoda akan terjadi reaksi oksidasi sedangkan pada katoda akan terjadi reaksi reduksi. Pada
anoda akan terjadi reaksi oksidasi pembentukan gas klorin sesuai dengan Persamaan 1. Pada katoda akan
terjadi reaksi reduksi pembentukan gas hidrogen sesuai dengan Persamaan 3.
Tegangan yang diperlukan untuk memproduksi gas klorin adalah berdasarkan perhitungan Eosel
sesuai dengan persamaan 1, 2 dan 3 sebagai berikut:
Katoda: 2H2O(l) + 2e-
H2(g) + 2OH-(aq)
Anoda: 2Cl- (aq)
Cl2(g) + 2 e-
2H2O(l) + 2 Cl-(aq)
H2(g) + 2OH-(aq) + Cl2(g)
EO = - 0.83 V
EO = - 1,36 V
EO = - 2,19 V
Berdasarkan perhitungan tersebut, potensial reduksi elektroda bernilai negatif (-) yang menandakan
reaksi berlangsung tidak spontan. Agar reaksi ini dapat berlangsung diperlukan energi listrik. Tegangan
minimal yang diperlukan pada proses pembentukan gas klorin adalah 2,19 V. Penelitian sebelumnya yang
telah dilakukan oleh Abdel et.al. (1993) menunjukkan bahwa gas klorin dari proses elektrolisis larutan
NaCl pekat dapat diproduksi pada tegangan 3-4,5V. Sehingga pada penelitian ini dilakukan percobaan
pendahuluan dengan tegangan 2,19V dan 3V. Pada kedua tegangan tersebut terbentuk gas namun volume
yang dihasilkan sangat kecil sehingga tidak bisa dianalisis. Karena gas yang terbentuk tidak bisa
dianalisis, maka tidak diketahui ada atau tidaknya kandungan gas klorin. Sehingga digunakan tegangan
listrik yang lebih besar dari 3V. Setiap variasi salinitas diberi perlakuan tegangan yang berbeda dengan
menggunakan 3 variasi tegangan yaitu 6V, 9V dan 13V.
Selain pembentukan gas klorin, pada anoda juga akan terbentuk gas oksigen seperti pada
Persamaan 4.
Gas oksigen juga terbentuk di anoda karena nilai Eosel untuk pembentukan gas oksigen lebih
rendah dibandingkan gas klorin.
Perhitungan nilai Eosel untuk reaksi pembentukan gas oksigen sesuai dengan persamaan 1,3 dan 5
sebagai berikut:
Katoda:
Anoda:
6H2O
4H2O+4e2H2O
2H2 + 4OH4H+ + O2 +4e-
2H2 + O2 + 4OH- + 4H+
Eo = - 0,83 V
Eo = - 1,23 V
Eo = -2,06 V
Berdasarkan prinsip stokiometri kimia, perbandingan volume gas seharusnya sama dengan
perbandingan mol gas. Dari persamaan 3 dapat diketahui bahwa gas hidrogen mempunyai 1 mol dan gas
klorin mempunyai 1 mol. Namun pada penelitian ini produksi gas hidrogen jauh lebih besar daripada
produksi gas klorin. Hal ini disebabkan gas klorin yang diproduksi di anoda mengalami reaksi hidrolis.
Menurut Abdel-Aal et al. (1993) setiap klorin yang dihasilkan di anoda mengalami hidrolisis langsung
sesuai dengan persamaan 6 dan 7.
Berdasarkan reaksi hidrolisis, klorin yang telah dioksidasi di anoda terlarut di air menjadi HClO
dan ClO-. Gas klorin (Cl2) yang tidak mengalami hidrolisis akan lepas ke atas dan diukur dalam penelitian
ini.
Ion-ion dari zat terlarut dan ion-ion hidrogen maupun ion-ion hidroksil bersaing untuk melepaskan
muatannya pada elektroda, dan ion yang berhasil adalah ion yang memerlukan energi paling sedikit untuk
melepaskan muatan. Pada keadaan-keadaan tertentu, ion yang memerlukan tegangan elektroda negatif
yang lebih rendah, akan terlebih dulu melepaskan muatannya pada katoda, sedangkan ion yang
memerlukan tegangan elektroda positif lebih rendah, akan terlebih dahulu dilepaskan muatannya pada
anoda.
Untuk mengetahui volume gas klorin murni tanpa campuran oksigen, gas di anoda dialirkan
melalui larutan kalium iodida. Menurut Abdel-Aal et al. (1993), jumlah gas klorin sebanding dengan
jumlah iodine yang dibebaskan seperti pada Persamaan 8 sebagai berikut:
Selama proses elektrolisis, larutan elektrolit di anoda bersifat asam karena terbentuknya ion H+ dari
reaksi oksidasi gas oksigen. Sedangkan pada katoda, larutan elektrolit bersifat basa karena terbentuknya
ion OH- dari reaksi pembentukan gas hidrogen (H2).
4.2 Pengaruh Salinitas dan Tegangan Terhadap Produksi Gas Klorin (Cl2)
Pada penelitian ini, proses elektrolisis pada salinitas 35‰ tidak dapat memproduksi gas klorin.
Gas klorin dapat diproduksi pada salinitas 95‰ dan 155‰. Produksi gas pada salinitas 155‰ lebih
tinggi dibandingkan pada salinitas 95‰. Produksi gas pada tegangan 13 V lebih tinggi dibandingkan
pada tegangan 9 V. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.10.
Tabel 4.1 Produksi Gas Klorin (mL)
No
Salinitas
Tegangan
Volume gas
(‰)
(V)
klorin (mL)
1
35
13
-
2
35
9
-
3
35
6
-
4
95
13
6,5
5
95
9
1,8
6
95
6
-
7
155
13
7
8
155
9
6
9
155
6
-
Gas klorin yang telah direaksikan ke larutan kalium iodida menimbulkan warna yang berbeda
sesuai dengan konsentrasinya. Semakin banyak volume yang direaksikan, semakin tua warna kuning
yang timbul. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran D. Berdasarkan Tabel 4.10 dapat
diketahui bahwa volume gas yang diproduksi pada tegangan 13V dengan salinitas 155‰ dan 95‰
tidak berbeda jauh. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa tegangan listrik lebih
berpengaruh terhadap proses elektrolisis dibandingkan salinitas larutan. Hal ini disebabkan karena
tegangan listrik yang lebih besar akan mempercepat reaksi reduksi-oksidasi dalam proses elektrolisis.
5.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1.
Perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan air laut alami yang dipekatkan sebagai larutan
elektrolit;
2.
Perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui salinitas terbesar dan terkecil yang dapat
memproduksi gas klorin;
3.
Pada aplikasi menggunakan tegangan listrik yang lebih tinggi dari 13V;
4.
Perlu dilakukan penelitian untuk menentukan jarak antara elektroda yang optimum;
5.
Perlu dilakukan penelitian untuk menentukan luas permukaan elektroda yang optimum.
5.2 Saran
1.
Perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan air laut alami yang dipekatkan sebagai larutan
elektrolit;
2.
Perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui salinitas terbesar dan terkecil yang dapat
memproduksi gas klorin;
3.
Pada aplikasi menggunakan tegangan listrik yang lebih tinggi dari 13V;
4.
Perlu dilakukan penelitian untuk menentukan jarak antara elektroda yang optimum;
5.
Perlu dilakukan penelitian untuk menentukan luas permukaan elektroda yang optimum.
DAFTAR PUSTAKA
Abdel-Aal, H.K., dan Hussein I.A. 1993. “Parametric Study for Saline Water Electrolysis: Part I-Hydrogen Production”. International Journal Hydrogen Energy 18 (6), Hal 485-489.
Abdel-Aal, H.K., Hussein I.A., Sultan. S.M. 1993. “Parametric Study for Saline Water Electrolysis: Part
II-Chlorine Evolution, Selectivity and Determination”. International Journal Hydrogen Energy
18 (7), Hal 545-551.
American Public Health Association (APHA), American Water Work Association, Water Environmental
Federation. 2005. Standart Method for Examination of Water and Watewater.
Brady, J.E. 1999. General Chemistry Principles and Structure. 5th ed. Jakarta: Binarupa Aksara.
Huang, Yu-R., Hung, Yen-C., Hsu, Shun-Y., Huang, Yao-W., and Hwang, Deng-F. 2008. “Application of
Electrolyzed Water in the Food Industry”. Journal of Food Control. 19. Hal 329-345.
Jeffery, G.H., Bassett, J., Mendham, J., dan Denney, R.C. 1989. Vogel’s Textbook of Quantitative
Chemical Analysis. New York: John Wiley & Sons.
Svehla, G. 1990. Vogel Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Jakarta: PT.
Kalman Media Pustaka.
Download