BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Manusia memiliki berbagai macam kebutuhan dasar, salah satunya adalah kebutuhan untuk memiliki tempat tinggal yaitu rumah sebagai unit hunian tunggal dalam permukiman. Permukiman berkaitan erat dengan batas fisik wilayah dan aktivitas penunjang lingkungannya. Permukiman secara fisik merupakan tempat tinggal beserta sarana dan prasarana lingkungan yang dibatasi oleh kondisi geografis suatu daerah. Aktivitas penunjang lingkungan mencakup aspek non fisik berupa hubungan sosial, ekonomi dan budaya yang ada dalam masyarakat permukiman tersebut. Batas fisik dan aktivitas penduduk tersebut seiring bertambahnya waktu akan mempengaruhi bentukan dari permukiman itu sendiri. Hal ini dapat dilihat dari berbagai macam pola permukiman dengan karakteristik yang berbeda-beda mulai dari permukiman di daerah sekitar sungai, pantai, bukit dan gunung. Permukiman di Indonesia saat ini cenderung mengalami pertumbuhan yang cukup pesat seiring dengan pertumbuhan penduduknya. Kenaikan jumlah penduduk menyebabkan bertambahnya kebutuhan untuk memiliki tempat tinggal sebagai tempat berlindung dan beraktivitas. Namun, di sisi lain kapasitas lahan yang ada tidak sebanding dengan hunian yang dibangun secara individu sehingga menyebabkan permukiman menjadi semakin padat, tidak teratur dan menyebar hingga ke daerah yang seharusnya tidak boleh dihuni demi keselamatan yaitu 2 daerah sempadan sungai. Rendahnya tingkat penghasilan masyarakat menyebabkan hunian yang dibangun di pinggiran sungai tidak sesuai dengan persyaratan hunian baik secara teknis maupun non teknis. Ruang luar hunian yang merupakan ruang terbuka di pinggiran sungai memiliki ukuran yang sempit dengan luasan yang sangat terbatas. Umumnya aktivitas yang biasanya ada di dalam hunian berpindah menjadi di luar karena ruangan yang sempit dan kurang nyaman. Perilaku penghuni yang memiliki kesadaran lingkungan rendah turut memperburuk kondisi lingkungan sekitar dengan membuang sampah dan limbah ke sungai. Perkembangan permukiman ini akan menyebabkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan dan dalam skala yang lebih luas akan membentuk citra negatif dari suatu perkotaan yaitu permukiman kumuh. Wilayah permukiman kumuh di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data draft Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019 (RPJMN III) milik Kementerian Pekerjaan Umum RI, luasan wilayah permukiman kumuh pada tahun 2009 mencapai 57.800 hektar dan menyebar lebih di 100 kota. Penduduk perkotaan pada tahun 2010 memiliki jumlah penduduk miskin perkotaan sebesar 11,1 juta jiwa (4,7%), dan 20% nya tinggal di wilayah kawasan kumuh perkotaan. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk mengurangi pertumbuhan permukiman kumuh tersebut. Beberapa diantaranya yaitu dengan merelokasi warga ke rusunawa yang sudah dibangun dan menerapkan program peningkatan kualitas lingkungan permukimannya. Hal ini seperti yang diterapkan dalam program Kampung Improvement Program (KIP) untuk miskin perkotaan (Miskot). KIP merupakan 3 upaya strategis yang telah dilakukan sejak 1969 untuk meningkatkan kualitas lingkungan kampung kota dengan menggunakan tiga tahap, yaitu tahap pertama dan tahap kedua terkonsentrasi dalam perbaikan fisik dan tahap ketiga ditambahkan dimensi sosial/ekonomi untuk pembangunan ekonomi (puskim.pu.go.id, 2014). Salah satu permukiman padat penduduk yang memiliki permasalahan berupa kawasan permukiman kumuh dan kerentanan terhadap bencana di sekitarnya yaitu permukiman di bantaran Sungai Code Kota Yogyakarta. I.1.1. Permukiman Padat Di Bantaran Sungai Code Daerah Suryatmajan Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta sebagai ibukota Propinsi DIY memiliki luas wilayah terkecil yaitu sebesar 32,5 km² (1,025% luas wilayah Propinsi DIY) dengan tingkat kepadatan penduduknya rata-rata 15.197 jiwa/ km² dan dilintasi oleh tiga sungai yaitu Sungai Gajah Wong di sebelah Timur, Sungai Code di bagian tengah dan Sungai Winongo di sebelah Barat (www.jogjakota.go.id, 2014). Salah satu sungai yang membelah Kota Yogyakarta yaitu Sungai Code memiliki daerah bantaran sungai yang padat dengan rumah-rumah penduduk. Permukiman di bantaran Sungai Code awalnya merupakan permukiman kumuh yang ditata ulang berbasis partisipasi masyarakat. Namun, seiring dengan bertambahnya penduduk dan arus urbanisasi yang cukup tinggi menyebabkan lahan yang ada menjadi semakin sempit dan permukiman menjadi semakin padat dan menyebar hingga ke bantaran sungai. Daerah sempadan sungai yang 4 seharusnya dijaga sebagai ruang terbuka hijau dan area bebas bangunan telah banyak dilanggar dengan pendirian rumah-rumah oleh warga setempat hingga mendekati tebing penahan banjir. Keberadaan ruang terbuka hijau di sisi lain sangat dibutuhkan untuk mengendalikan fungsi ekologis, wadah interaksi sosial masyarakat, meningkatkan nilai budaya dan kualitas lingkungan suatu kawasan. Penggunaan ruang terbuka hijau yang tidak sesuai dengan fungsinya tersebut akan berakibat terjadinya penurunan kualitas lingkungan terbangun. Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Maryono (2009) lebar sempadan sungai untuk kawasan perkotaan minimal sebesar 3 meter dengan kondisi sungai bertanggul sedangkan untuk memberikan ruang meandering dan perlindungan terhadap banjir diperlukan sempadan sungai dengan lebar 5 m sampai 90 m. Permukiman padat penduduk di bantaran Sungai Code saat ini masih dihadapi dengan kerentanan terhadap bencana lahar dingin akibat erupsi Gunung Merapi pada tahun 2010 dan lahar dingin tersebut diperkirakan akan terus terjadi selama kurun waktu yang cukup panjang. Peranan Pemerintah Kota Yogyakarta dalam RPJMD Kota Yogyakarta Tahun 2012-2016 memiliki strategi dan arah kebijakan untuk meningkatkan kualitas sarana dan prasarana dasar permukiman berbasis kewilayahan dan mengoptimalkan penataan kawasan sungai beserta penanggulangan bencananya. Pemerintah berupaya meningkatkan kualitas permukiman di bantaran Sungai Code dengan pembangunan rusunawa dan perbaikan kampung partisipatif. Upaya pembangunan rusunawa telah dilakukan sejak tahun 2003 di Kampung Cokrodirjan dan kemudian disusul oleh pembangunan rusunawa lain di kampung 5 padat penduduk yang ada di Kota Yogyakarta. Upaya perbaikan kampung partisipatif berupa Kampong Upgrading and Greening sebenarnya telah dilaksanakan sejak tahun 2009 namun dalam perkembangannya terdapat pengembangan pola-pola penanganan baru yang bisa digunakan dalam penataan kawasan tepi sungai di Yogyakarta seperti pergeseran paradigma penataan kawasan permukiman dari ‘Area-based’ (berbasis kawasan) ke ‘Citywide approach’ (pendekatan penataan kota secara menyeluruh) (Prayitno, 2012). Berdasarkan peta resiko banjir lahar dingin yang diperoleh dari Teknik Geodesi UGM terdapat beberapa spot kawasan yang memiliki tingkat kerentanan tinggi, salah satunya permukiman padat penduduk di daerah Suryatmajan. Kelurahan Suryatmajan secara keseluruhan memiliki luas wilayah 0,28 km2 dengan jumlah penduduk pada tahun 2009 sekitar 6.853 jiwa. Kelurahan ini berbatasan langsung dengan Sungai Code dan memiliki tingkat resiko terhadap banjir lahar dingin mulai dari tingkat resiko sedang hingga tinggi yang tersebar di delapan daerah RW (Rukun Warga). Daerah dengan RW 03 dan sebagian kecil area RW 07, 08, 09, 13 dan 15 termasuk daerah sekitar bantaran sungai yang memiliki tingkat kepadatan bangunan yang tinggi dan masuk dalam kategori tinggi untuk tingkat kerentanan terhadap bencana lahar dingin dengan tinggi genangan yang mencapai lebih dari 50 cm. 6 0 20 40 80 120 160 Gambar I.1 Peta Resiko Banjir Lahar Dingin Kelurahan Suryatmajan Sumber: Jurusan Teknik Geodesi UGM, 2011 Ruang terbuka khususnya di tepian sungai yang seharusnya berfungsi untuk kebutuhan ekologis, sosial, ekonomi dan budaya setempat dimanfaatkan tidak semestinya dengan pembangunan bangunan hunian yang tidak sesuai standar hingga ke pinggir sungai. Hunian yang dibangun memiliki jarak kurang 7 lebih 1 sampai 1,5 meter dari batas pinggir sungai. Jarak antar bangunan yang sangat rapat menyebabkan munculnya lorong sempit atau gang-gang kecil sebagai akses penghubung di permukiman dan sangat rentan terhadap bahaya kebakaran. Lorong atau gang-gang tersebut pada akhirnya digunakan sebagai ruang publik tempat untuk berkumpul dan berinteraksi antar anggota masyarakat karena kondisi bangunan yang padat dan kecil serta minimnya ruang publik. Kondisi geografis tepian sungai yang berkontur menghasilkan pola-pola tersendiri dalam interaksi sosial antar masyarakat di gang-gang tersebut dan membentuk suatu konfigurasi ruang sehingga membuat semakin menarik untuk diteliti. Kondisi di atas menunjukkan bahwa di daerah Suryatmajan perlu dilakukan penataan ulang untuk meningkatkan kualitas lingkungan sekitar baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial yang menyangkut interaksi antar masyarakat dalam ruang publik. Pendekatan yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas permukiman tersebut yaitu penataan ulang kawasan dengan space syntax. Pendekatan space syntax merupakan pendekatan yang berfokus kepada manusia yang menyelidiki hubungan antara ruang spasial dan berbagai fenomena sosial, ekonomi dan lingkungan. Fenomena yang diselidiki mencakup pola dari pergerakan, kesadaran dan interaksi, kepadatan, nilai dan guna lahan, pertumbuhan kota dan diferensiasi sosial, distribusi keamanan dan kejahatan. 8 I. 2. Perumusan Masalah Permukiman padat penduduk di bantaran Sungai Code terutama daerah Suryatmajan memiliki konsekuensi tersendiri dalam hal kerentanan bencana lahar dingin, pemanfaatan ruang publik dan pola interaksi sosial antar masyarakatnya. Daerah sempadan sungai seharusnya dijaga sebagai ruang terbuka hijau untuk mengendalikan fungsi ekologis, perlindungan terhadap banjir, wadah interaksi sosial masyarakat, meningkatkan nilai budaya dan kualitas lingkungan. Posisi permukiman yang ada tidak mematuhi batas sempadan sungai dan dibangun hingga mendekati batas penahan banjir karena terbatasnya lahan. Tingginya tingkat kerapatan antar bangunan menyebabkan munculnya lorong sempit atau gang-gang kecil sebagai akses penghubung di permukiman dan sangat rentan terhadap bahaya kebakaran. Minimnya ruang publik dan kondisi permukiman yang padat membuat masyarakat setempat menggunakan gang-gang tersebut sebagai tempat interaksi sosial. Kondisi geografis tepian sungai yang berkontur menghasilkan pola-pola tersendiri dalam interaksi sosial antar masyarakat di gang-gang tersebut. Penataan ulang kawasan dengan menggunakan pendekatan space syntax diharapkan dapat menjelaskan pola interaksi sosial yang membentuk konfigurasi ruang di gang-gang tersebut dan menilai kinerjanya yang nantinya akan dibandingkan dengan model konfigurasi ruang permukiman yang adaptif. Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka terdapat dua pertanyaan penelitian, yaitu: 9 1) Bagaimana bentuk dan tingkat kinerja konfigurasi ruang permukiman eksisting akibat pola interaksi sosial masyarakat di bantaran Sungai Code Kelurahan Suryatmajan? 2) Bagaimana bentuk dan tingkat kinerja model konfigurasi ruang permukiman yang adaptif dengan kondisi permukiman eksisting? I. 3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mengidentifikasi bentuk dan tingkat kinerja konfigurasi ruang permukiman eksisting akibat pola interaksi sosial masyarakat di bantaran Sungai Code Kelurahan Suryatmajan. 2) Menjelaskan bentuk dan tingkat kinerja model konfigurasi ruang permukiman yang adaptif dengan kondisi permukiman eksisting. I. 4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan untuk menghasilkan suatu penilaian terhadap kinerja konfigurasi ruang suatu permukiman padat yang kemudian dapat dikembangkan oleh praktisi maupun perencana wilayah dalam meningkatkan kualitas permukiman padat terutama di pinggiran sungai. Bagi kalangan akademisi, penelitian ini diharapkan dapat melengkapi penelitian sebelumnya mengenai kinerja konfigurasi ruang permukiman padat terkait pemanfaatan ruang publik. Bagi peneliti sendiri dan 10 masyarakat umum, temuan penelitian dapat menambah wawasan dan kesadaran terhadap kondisi permukiman padat. I. 5. Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil penelusuran yang dilakukan mengenai penelitian konfigurasi ruang permukiman dan konsolidasi ruang maka terdapat berbagai macam penelitian yang berbeda dengan penelitian yang dilakukan. Hal ini dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel I.1 Perbandingan Penelitian Sejenis Yang Telah Dilakukan Sebelumnya No 1 2 Peneliti/ Tahun Deni Putro Arystianto 2010 Burhanuddin 2010 Judul Lokus Kajian/Fokus Pola dan Strategi Konsolidasi Permukiman Pada Kawasan Bantaran Sungai Brantas di Kota Malang Kawasan Bantaran Sungai Brantas di Kota Malang Karakteristik Teritorialitas Ruang Pada Permukiman Padat di Kampung Klitren Lor Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta Kampung Klitren Lor Kecamatan Gondokusum an Yogyakarta Pola dan Strategi Konsolidasi Permukiman yang sesuai dengan konsep TRIDAYA (pemberdayaan ekonomi, lingkungan dan manusia) Karakteristik teritorialitas ruang di permukiman padat di kampung Klitren Lor serta faktor pembentuk teritorialitas tersebut 11 No 3 Peneliti/ Tahun Widi Cahya Yudhanta 2011 Judul Hubungan Konfigurasi Ruang dan Aksesibilitas Jalan Kampung Sebagai Ruang Publik di Kawasan Kampung Jogoyudan, Kali Code, Menggunakan Space Syntax 4 Bayu Arieffirsandy 2012 Penataan Permeabilitas Pemukiman Nelayan di Pesisir Kota Tuban, dengan pendekatan Space Syntax 5 Budi Prayitno 2012 An Analysis on Spatial Permeability and Fluida Dynamics of Wind dan Termal in Tropical Riverside Settlement Areas of Banjarmasin City, Indonesia 6 Budi Prayitno 2013 An Analysis of Consolidation Patterns of Kampung Alley Living Space in Yogyakarta Lokus Kawasan Kampung Jogoyudan, Kali Code Yogyakarta Kajian/Fokus Hubungan konfigurasi ruang dan aksesibilitas jalan kampung sebagai ruang publik dengan menggunakan simulasi space syntax Kawasan Menjelaskan Kampung tingkat Nelayan di permeabilitas Kota Tuban dan hubungan moda pengguna ruang publik dengan integrasi ruang jalan di Kawasan Permukiman Nelayan Permukiman Permeabilitas Tepi Sungai keruangan serta di kenyamanan Banjarmasin termal program urban renewal “Kampung Riverfront Cityblock” dengan menggunakan simulasi space syntax dan envimet Bantaran Kali Pola Code di Konsolidasi Kampung Ruang Gang Jogoyudan, Kampung Yogyakarta dengan membandingkan kampung susun konvensional dan kampung Cityblock yang 12 No Peneliti/ Tahun Judul Lokus 7 Maharani Isabella 2013 Interkonektivitas Ruang Publik Sebagai Peningkat Kualitas Kawasan Permukiman Tepian Sungai Gajah Wong Menggunakan Space Syntax Permukiman Tepian Sungai Gajah Wong 8 Wiwien Prasasti Barada 2013 Kajian Simulasi Space Syntax Konsolidasi Ruang Huni Kampung Kota di Yogyakarta Kawasan Permukiman Tepian Sungai Gajah Wong 9 Deni Maulana Integrasi Ruang 2015 Permukiman Bantaran Sungai Dengan Pendekatan Konfigurasi Studi Kasus: Permukiman Bantaran Kali Code Kelurahan Suryatmajan Kawasan Permukiman Tepian Sungai Code Kelurahan Suryatmajan Kajian/Fokus inovatif dengan pendekatan space syntax Interkonektivitas ruang di permukiman tepian sungai Gajah Wong sebagai ruang terbuka dan faktor yang mempengaruhin ya Menemukan perbandingan tingkat performa antara kondisi eksisting dengan model kampung city block dengan menggunakan space syntax Identifikasi ruang publik, konfigurasi ruang antara area eksisting permukiman dan model alternatif berbasis eksisting dengan menggunakan pendekatan space syntax Sumber : Analisis, 2015 Perbedaan penelitian yang dilakukan dengan penelitian sebelumnya terletak di lokus dan fokus penelitian. Penelitian ini membahas tentang konfigurasi ruang antara area eksisting permukiman dan model usulan berbasis 13 eksisting dengan menggunakan pendekatan space syntax. Penelitian yang dilakukan oleh Prayitno (2013) dan Barada (2013) memiliki kesamaan pendekatan namun model yang diusulkan menggunakan model Kampung City Block. Penelitian yang dilakukan oleh Isabella (2013) lebih menekankan ke arah interkonektivitas ruang sebagai ruang terbuka di area eksisting sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Yudhanta (2011) lebih menekankan konfigurasi ruang dan aksesibilitas jalan kampung sebagai ruang publik. I. 6. Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi oleh: 1) Ruang lingkup penelitian: penelitian hanya menguji kinerja dari konfigurasi ruang eksisting yang terbentuk dan model yang diusulkan dengan memperhatikan modul dasar konfigurasi ruang eksisting dalam membentuk ruang terbuka publik untuk peningkatan kualitas permukiman setempat. Kinerja ruang yang diukur dilihat dari sisi pendekatan space syntax. 2) Area penelitian: penelitian akan dilakukan di lapangan, yaitu permukiman di daerah Suryatmajan. 3) Objek penelitian: penelitian ini mengambil objek berupa hunian permukiman tepian Sungai Code di daerah Suryatmajan untuk mendapatkan data-data yang mendukung, kemudian dibuat model permukiman dalam skala asli di komputer untuk dilakukan simulasi menggunakan perangkat lunak. 4) Alat yang digunakan berupa meteran, alat tulis dan alat elektronik lainnya berupa laptop, smartphone dan kamera digital.