REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/ KEPALA BAPPENAS Dalam Kabinet Indonesia Bersatu II 2009-2014 Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Tahun 2014 BAB 1 PENDAHULUAN I- 1 Prof. Dr. Armida S. Alisjahbana, SE, MA Menteri PPN/ Kepala BAPPENAS Periode 2009 -2014 I - ii LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014 Dr. Ir. Lukita Dinarsyah Tuwo, MA Wakil Menteri PPN/ Kepala BAPPENAS Periode 2010 -2014 KATA PENGANTAR Dinamika perubahan baik nasional maupun global telah memunculkan berbagai permasalahan dan tantangan bagi bangsa Indonesia. Arus besar globalisasi membawa keleluasaan informasi yang berdampak pada munculnya isu-isu yang berdimensi lintas bidang. Berbagai masalah tersebut mencerminkan rumitnya tantangan yang harus dihadapi bangsa dan negara Indonesia. Hal ini menuntut peningkatan peran dan kapasitas seluruh instansi pemerintah, termasuk Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas). Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 24/2010, tugas Kementerian PPN/Bappenas adalah menyelenggarakan urusan di bidang perencanaan pembangunan nasional dalam pemerintahan untuk membantu Presiden. Peran Kementerian PPN/Bappenas sangat strategis dalam menghadapi berbagai tantangan tersebut, mengingat perencanaan merupakan pijakan awal dalam menentukan arah pembangunan nasional dengan mengoptimalkan sumber daya dan melibatkan para pelaku pembangunan nasional. Dalam lima tahun terakhir masa Kabinet Indonesia Bersatu II, berbagai hal telah dijalankan Kementerian PPN/Bapenas sesuai dengan tugas dan fungsi serta perannya dalam pemerintahan. Pelaksanaan tugas selama kurun waktu 2009-2014 telah memberikan capaian yang menggembirakan meskipun masih ditemui berbagai permasalahan yang memerlukan langkah tindak lanjut di masa mendatang. Hingga tahun 2014, Kementerian PPN/Bappenas telah melaksanakan sejumlah program dan kegiatan perencanaan pembangunan, seperti: (1) Penyempurnaan sistem perencanaan; (2) Penyusunan dokumen perencanaan pembangunan nasional; (3) Koordinasi perencanaan pembangunan nasional; (4) Pemantauan dan evaluasi pembangunan nasional, (5) Kerjasama internasional; (6) Penguatan manajemen internal, serta (7) Pelaksanaan tugas lain dari Presiden. Selain itu, dengan akan segera berakhirnya masa pelaksanaan RPJMN 2010-2014, Kementerian PPN/Bappenas mempunyai tugas penting yang harus dilaksanakan yaitu penyiapan perencanaan 2015-2019. Berbagai hal terkait dengan pelaksanaan tugas kementerian PPN/Bappenas tersebut dituangkan dalam laporan ini, yang berjudul Laporan Pelaksanaan Tugas Menteri PPN/Kepala Bappenas Dalam Kabinet Indonesia Bersatu II 2009-2014. Diharapkan laporan ini dapat dijadikan dasar pijakan bagi pemimpin Kementerian PPN/Bappenas mendatang dengan melanjutkan langkah positif dan meningkatkan peran Kementerian PPN/ Bappenas dalam bidang perencanaan. Selain itu, diharapkan laporan ini juga merupakan sarana evaluasi untuk terus melakukan perbaikan dan peningkatan kualitas kerja Kementerian PPN/ Bappenas sejalan dengan dimensi perkembangan pembangunan nasional dan global. Jakarta, Oktober 2014 Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Armida S. Alisjahbana DAFTAR ISI iii iv iv DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014 LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014 LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS Duduk: Prof. Dr. Armida S. Alisjahbana, SE, MA (Menteri PPN/ Kepala BAPPENAS) Dr. Ir. Lukita Dinarsyah Tuwo, MA (Wakil Menteri PPN/ Kepala BAPPENAS) Berdiri dari Kiri ke Kanan 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, MSc (Staf Ahli Bidang Tata Ruang dan Kemaritiman) 1. 2. Ir. Bambang Prijambodo, MA (Staf Ahli Bidang Ekonomi dan Pembiayaan Pembangunan) 2. Pembangunan) 3. Ir. Rizky Ferianto, MA (Deputi Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan) 3. Keamanan) 4. Dra. Nina Sardjunani, MA (Deputi Bidang Sumber Daya Manusia dan Kebudayaan) 4. Kebudayaan) 5. Ir. Umiyatun Hayati Triastuti, MSc (Staf Ahli Bidang Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup dan Perubahan 5. Perubahan Iklim) Iklim) 6. Dr. Ir. Dedy Supriadi Priatna, MSc (Deputi Bidang Sarana dan Prasarana) 6. 7. Ir. Slamet Soedarsono, MPP, QIA (Inspektur Utama) 7. 8. 8. Dr. Dr. Slamet Slamet Seno Seno Adji, Adji, MA MA (Sekretaris (Sekretaris Kementerian Kementerian PPN/Sekretaris PPN/SekretarisUtama UtamaBappenas) Bappenas) 9. 9. Dr. Dr. Ir. Ir. Dida Dida Heryadi Heryadi Salya, Salya, MA MA (Staf (Staf Ahli Ahli Bidang Bidang Hubungan HubunganKelembagaan) Kelembagaan) 10. 10. Dr. Dr. Ir. Ir. Imron Imron Bulkin, Bulkin, MRP MRP (Deputi (Deputi Bidang Bidang Pengembangan Pengembangan Regional Regionaldan danOtonomi OtonomiDaerah) Daerah) 11. 11. Dra. Dra. Rahma Rahma Iryanti, Iryanti, MT MT (Deputi (Deputi Bidang Bidang Kemiskinan, Kemiskinan, Ketenagakerjaan, Ketenagakerjaan,dan danUKM) UKM) 12. 12. Dr. Dr. Ir. Ir. Rr. Rr. Endah Endah Murniningtyas, Murniningtyas,MSc MSc(Deputi (DeputiBidang BidangSumber SumberDaya DayaAlam Alamdan danLingkungan LingkunganHidup) Hidup) 13. 13. Dr. Dr. Ir. Ir. Ceppie Ceppie Kurniadi Kurniadi Sumadilaga, Sumadilaga,MA MA(Staf (StafAhli AhliBidang BidangSumber SumberDaya DayaManusia Manusiadan dan Penanggulangan Penanggulangan Kemiskinan) Kemiskinan) 14. 14. Dr. Dr. Ir. Ir. Edi Edi Effendi Effendi Tedjakusuma, Tedjakusuma, MA MA (Deputi (Deputi Bidang Bidang Evaluasi EvaluasiKinerja KinerjaPembangunan) Pembangunan) 15. 15. Ir. Ir. Wismana Wismana Adi Adi Suryabrata, Suryabrata, MIA MIA (Deputi (Deputi Bidang Bidang Pendanaan PendanaanPembangunan) Pembangunan) DAFTAR ISI v Foto Bersama Menteri PPN/Kepala Bappenas dan Wakil Menteri PPN/Wakil Kepala Bappenas beserta Eselon I dan Eselon II Bappenas DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.............................................................. DAFTAR ISI........................................................................... iii vii BAB 1 PENDAHULUAN ........................................... I-1 BAB 2 TUGAS POKOK DAN FUNGSI KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS ........................................... II-1 BAB 3 PELAKSANAAN TUGAS ................................ III-1 3.1 Penyempurnaan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional...........................................III-3 3.2 Perencanaan Pembangunan Nasional..................... III-16 3.3 Koordinasi Perencanaan Pembangunan Nasional...................................................................III-25 3.4 Pemantauan dan Evaluasi Kinerja Pembangunan .........................................................III-52 3.5 Kerjasama Internasional..........................................III-60 3.6 Penugasan Lainnya..................................................III-72 3.7 Manajemen Internal................................................III-78 BAB 4 PENYIAPAN PERENCANAAN 2015-2019 ........... IV-1 BAB 5 PENUTUP ......................................................... V-1 LAMPIRAN : 1. 2. 3. 4. Rancangan Teknokratik RPJMN Tahun 2015-2019 Rancangan Teknokratik Rencana Strategis Kementerian PPN/Bappenas Tahun 2015-2019 Rencana Perubahan PP Nomor 40 Tahun 2006 .tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional Rancangan Struktur Kementerian PPN/Bappenas DAFTAR ISI vii BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN I- 1 BAB 1 PENDAHULUAN Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas) mengemban empat peran yang saling terkait, yaitu: (1) Penentu kebijakan/pengambil keputusan, (2) Koordinator kegiatan pembangunan, (3) Think-tank, dan (4) Administrator. “Empat Peran Kementerian PPN/Bappenas adalah penentu kebijakan/pengambil keputusan, koordinator kegiatan pembangunan, think-tank, dan administrator. “ Sebagai pengambil keputusan, Kementerian PPN/Bappenas menentukan kebijakan dan program dalam rencana pembangunan nasional baik jangka panjang (RPJPN), menengah (RPJMN) maupun tahunan (RKP). Kementerian PPN/Bappenas juga turut menentukan kebijakan penanganan permasalahan yang mendesak dan berskala besar, seperti penanganan pascabencana alam nasional. Sebagai koordinator, Kementerian PPN/ Bappenas melakukan berbagai kegiatan koordinasi pembangunan dengan para pemangku kepentingan. Koordinasi dilaksanakan untuk memenuhi tugas perencanaan maupun tugas lainnya dari Presiden/Pemerintah. seperti: (1) Koordinasi perumusan kebijakan dalam perencanaan pembangunan; dan (2) Koordinasi, fasilitasi, dan pelaksanaan pencarian sumber-sumber pembiayaan dalam dan luar negeri. I- 2 Sebagai think tank, Kementerian PPN/ Bappenas melakukan kajian/telaahan/ evaluasi kebijakan pembangunan baik sebagai masukan untuk penyusunan rencana pembangunan nasional maupun untuk perumusan kebijakan-kebijakan strategis lainnya. Sebagai administrator, Kementerian PPN/ Bappenas menyusun dan mengelola dokumen perencanaan termasuk pinjaman dan hibah luar negeri (PHLN), pinjaman dalam negeri (PDN) laporan hasil pemantauan atas pelaksanaan rencana pembangunan, laporan hasil evaluasi, dan pembinaan dan pelayanan administrasi umum. Keempat peran tersebut dilaksanakan untuk mendorong perwujudan visi dan misi pembangunan nasional 2010-2014. Visi dan Misi tersebut diupayakan tercapai melalui Adapun lima agenda utama pembangunan nasional tahun 2010-2014 (RPJMN 2010-2014), yaitu: LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014 Agenda I : Pembangunan Ekonomi dan Peningkatan Kesejahteraan Rakyat Agenda II : Perbaikan Tata Pemerintahan Kelola Agenda III : Penegakan Pilar Demokrasi Agenda IV : Penegakan Hukum dan Pemberantasan Korupsi Agenda V : Pembangunan yang Inklusif dan Berkeadilan Sedangkan arah kebijakan umum pembangunan nasional 2010-2014 adalah: (1) Arah kebijakan umum untuk melanjutkan pembangunan mencapai Indonesia yang sejahtera. Indonesia yang sejahtera tercermin dari peningkatan tingkat kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan dalam bentuk percepatan pertumbuhan ekonomi yang didukung oleh penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, pengurangan kemiskinan, pengurangan tingkat pengangguran yang diwujudkan dengan bertumpu pada program perbaikan kualitas sumber daya manusia, perbaikan infrastruktur dasar, serta terjaganya dan terpeliharanya lingkungan hidup secara berkelanjutan. (2) Arah kebijakan umum untuk memperkuat pilar-pilar demokrasi dengan penguatan yang bersifat kelembagaan dan mengarah pada tegaknya ketertiban umum, penghapusan segala macam diskriminasi, pengakuan, dan penerapan hak asasi manusia serta kebebasan yang bertanggung jawab. (3) Arah kebijakan umum untuk memperkuat dimensi keadilan dalam semua bidang termasuk pengurangan kesenjangan pendapatan, pengurangan kesenjangan pembangunan antar daerah (termasuk desa-kota), dan kesenjangan jender. Keadilan juga hanya dapat diwujudkan bila sistem hukum berfungsi secara kredibel, bersih, adil, dan tidak pandang bulu. Demikian pula kebijakan pemberantasan korupsi secara konsisten diperlukan agar tercapai rasa keadilan dan pemerintahan yang bersih. BAB 1 PENDAHULUAN I- 3 BAB 2 TUGAS POKOK DAN FUNGSI KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS BAB 2 TUGAS POKOK DAN FUNGSI KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS II - 1 BAB 2 TUGAS POKOK DAN FUNGSI KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS Proses dan kelembagaan perencanaan pembangun didasarkan pada konstitusi yang ada pada jamannya. Pada era Orde Baru (1966-1998), perencanaan pembangunan berdasarkan UUD 1945. Sementara, pada era Reformasi (1998-2003) berdasarkan UUD 1945 yang sedang dalam proses amandemen, dan setelah reformasi (2004-sekarang) adalah era pascaamandemen UUD 1945. Perencanaan pembangunan berbasis ilmu pengetahuan mulai dilaksanakan secara konstitusional, sistematis, dan menyeluruh sejak 1966 hingga 1998 terjadi pada masa Orde Baru. Hal tersebut diawali dengan penetapan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), dijabarkan dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita), kemudian dioperasionalkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Bappenas berperan dalam mengkoordinasi penyusunan Repelita serta perencanaan program dan kegiatan yang merupakan tanggung jawab pemerintah (sektor publik). Selain itu, Bappenas turut menyumbang pemikiran (moral voices) mengenai pembangunan nasional, tidak saja kepada Lembaga Pemerintah (LP) dan Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPND), tetapi juga kepada masyarakat melalui berbagai forum. Sedangkan tugas Bappenas dalam menyusun APBN dilakukan bersama Departemen Keuangan, khususnya terkait anggaran II - 2 pembangunan. Dengan demikian, seluruh perencanaan pembangunan yang disusun Bappenas mendapat kepastian dari segi pembiayaan. Perencanaan pembangunan periode 19982004 didasarkan pada GBHN 1999 yang dijabarkan menjadi Program Pembangunan Nasional (Propenas). Dengan model penyusunan Propenas, pendekatan dalam perumusan Repelita yang komprehensif dengan menguraikan secara rinci menurut LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014 sektor dan daerah mulai ditinggalkan. Perencanaan lebih menekankan skala prioritas dalam perumusan masalah dan penyelesaiannya. Hal ini sejalan dengan keterbatasan pembiayaan dalam masa krisis. Berbeda dengan era sebelumnya, setelah terbitnya UU No.17/2003 tentang Keuangan Negara, penyusunan anggaran dan pengelolaan keuangan negara merupakan tugas dan kewenangan Menteri Keuangan. Bappenas tidak lagi mengambil peran dalam operasionalisasi penyusunan anggaran pembangunan secara rinci. Pada era 2004-sekarang, sistem dan proses perencanaan yang diterapkan merujuk pada UU No.25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan PP No.40/2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional. Sistem perencanaan pembangunan nasional adalah kesatuan tata cara pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional-RPJPN), menengah (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional-RPJMN), dan tahunan (Rencana Kerja Pemerintah-RKP), yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat pusat dan daerah. Proses perencanaan mengalami perubahan besar, yang meliputi empat unsur, yaitu: (1) proses politik, (2) proses teknokratik, (3) proses partisipatif, dan (4) proses bottom up dan top down. Dengan demikian, peran Bappenas sebagai perangkat negara dengan tugas pokok membantu Presiden dalam perencanaan pembangunan nasional dapat ditingkatkan, utamanya dengan memadukan sistem perencanaan dan penganggaran, serta kewenangannya dalam mengkoordinasikan laporan pemantauan, penilaian, dan akuntabilitas kinerja. Berdasarkan Renstra Kementerian PPN/ Bappenas 2010-2014, visi Kementerian PPN/Bappenas 2010-2014 adalah ”Mewujudkan Kementerian PPN/Bappenas yang andal, kredibel dan proaktif untuk mendukung pencapaian tujuan berbangsa dan bernegara”. Untuk mewujudkan visi tersebut, Kementerian PPN/Bappenas mempunyai tugas merumuskan kebijakan BAB 2 TUGAS POKOK DAN FUNGSI KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS II - 3 dan melaksanakan koordinasi di bidang perencanaan pembangunan nasional, yang berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Presiden. Hal ini sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) No. 24/2010 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara pasal 647-654, dan perubahan terakhir pada Perpres No. 92/2011. Tugas tersebut dijabarkan ke dalam empat fungsi, sebagai berikut: a.Perumusan dan penetapan kebijakan di bidang perencanaan pembangunan nasional, b. Koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang perencanaan pembangunan nasional, c. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, dan d. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional. II - 4 Bappenas juga melaksanakan tugas lain yang diinstruksikan oleh Presiden RI, seperti: (1) Percepatan pencapaian target MDGs dalam rangka pelaksanaan Inpres No. 3/2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan, (2) Penyusunan Pencapaian Kinerja Pembangunan Kabinet Indonesia Bersatu-KIB I (2004-2009) dan KIB II (2010-2014), (3) Penyusunan Data Pembangunan Tahun 2004-2014, dan (4) Penyusunan dan pemanfaatan Indeks Demokrasi Indonesia. Sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor: PER.005/M.PPN/10/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, dalam melaksanakan tugasnya, Kepala Bappenas dibantu oleh Sekretariat Utama, Staf Ahli, dan Inspektur Utama, dan 9 (sembilan) Deputi yang masing-masing membidangi bidang-bidang tertentu, serta 2 (dua) Pusat. Berikut adalah bagan struktur organisasi Kementerian PPN/Bappenas. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014 BAB 2 TUGAS POKOK DAN FUNGSI KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS II - 5 2 Gambar 2.1. Struktur Organisasi Kementerian PPN/Bappenas Berikut adalah bagan struktur organisasi Kementerian PPN/Bappenas. dan Inspektur Utama, dan 9 Deputi yang masing-masing membidangi bidang-bidang tertentu, serta 2 Pusat. BAB 3 PELAKSANAAN TUGAS BAB 3 PELAKSANAAN TUGAS III - 1 BAB 3 PELAKSANAAN TUGAS Sebagai suatu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan, Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) penting dilaksanakan untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antar perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan. Hal ini untuk menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan (Gambar 3.1). Selain itu, SPPN mengemukakan bahwa kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan evaluasi pelaksanaan rencana merupakan bagian dari fungsi manajemen. Keempatnya saling melengkapi dan masing-masing memberi umpan balik serta masukan kepada yang lainnya. Dengan demikian, capaian pembangunan yang baik dapat dihasilkan jika seluruh tahapan penting pembangunan tersebut dilaksanakan dengan baik pula. “Sistem yang berjalan dengan harmonis dan sinergis menghantarkan pada tercapainya sasaran pembangunan” Gambar 3.1. Siklus Manajemen Pembangunan III - 2 LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014 Gambar 3.2. Kerangka Penyusunan RPJMN 2015-2019 Berkaitan dengan tugas dan fungsi Kementerian PPN/Bappenas, terdapat tujuh tugas yang dilaksanakan sesuai siklus manajemen pembangunan, yaitu: (1) Penyempurnaan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, (2) Perencanaan Pembangunan Nasional, (3) Koordinasi Perencanaan Pembangunan Nasional, (4) Pemantauan dan Evaluasi Kinerja Pembangunan, (5) Kerjasama Internasional, (6) Penugasan Lainnya, dan (7) Manajemen Internal. Penjelasan masing-masing tugas sebagai berikut. 3.1. Penyempurnaan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional 1. Perbaikan Penyusunan RPJMN 2015-2019 Sasaran Dalam rangka meningkatkan kualitas RPJMN Tahun 2015-2019 dilakukan perbaikan penyusunan RPJMN, dengan tujuan untuk menghasilkan dokumen perencanaan yang sistematis dengan kerangka kerja logis yang koheren dan konsisten sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 16 Permen PPN/ Kepala Bappenas No.1/2014. “Urgen, perumusan grand design pembangunan nasional yang komprehensif, terintegrasi, dan sinergis “ Hasil yang Dicapai Penyempurnaan penyusunan RPJMN telah dilakukan dalam beberapa hal, yaitu melakukan reformasi perencanaan terutama dalam tahapan penyusunan, serta memasukkan kerangka regulasi, kerangka kelembagaan, dan kerangka evaluasi dalam dokumen rancangan RPJMN 2015-2019. (1) Reformasi Perencanaan Dalam penyusunan RPJMN 2015-2019 telah disusun Kerangka Penyusunan RPJMN sebagaimana Gambar 3.2 di atas. BAB 3 PELAKSANAAN TUGAS III - 3 Beberapa hal yang telah dilakukan sesuai dengan kerangka penyusunan RPJMN adalah: (b) Penyusunan Evaluasi Empat Tahun Pelaksanaan RPJMN 2010-2014; (c) Konsultasi publik untuk menjaring aspirasi masyarakat; Perundang-undangan, yang di dalamnya antara lain mengatur sinergitas penyusunan Prolegnas Jangka Menengah dengan RPJMN untuk memenuhi tujuan bernegara, dengan perubahan mekanisme penyusunan Prolegnas Pemerintah dari bottom up (oleh kementerian/lembagaK/L) menjadi top down oleh 5 Kementerian inti (Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian PPN/Bappenas; Kementerian Dalam Negeri; Kementerian Keuangan dan Sekretariat Negara); (d) Dengan mempertimbangkan arahan kebijakan RPJPN 2005-2025, hasil evaluasi RPJMN 2010-2014, kajian pendahuluan (background studies), dan masukan dari para pemangku kepentingan termasuk akademisi dan masyarakat, disusun Rancangan Teknokratik RPJMN 2015-2019 yang mencakup Agenda Pembangunan dalam tahun 2015-2019. (b)Peningkatan koordinasi dan pemantapan sistem yang diarahkan untuk penyempurnaan proses pembentukan peraturan perundang-undangan di internal Pemerintah, dengan Badan Pembinaan Hukum Nasional dan Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan, Kementerian Hukum dan HAM; (2) Penyusunan Kerangka Regulasi (c)Sosialisasi Kerangka Regulasi di internal Kementerian PPN/ Bappenas dan kepada K/L; (a)Penyusunan background studies seluruh bidang pembangunan untuk identifikasi isu-isu strategis jangka menengah 2015-2019 yang dilakukan secara berkoordinasi dengan mitra kerja masing-masing direktorat; Pelaksanaan kerangka regulasi adalah untuk mewujudkan sinergitas antara kebijakan dan regulasi dalam kerangka pembangunan nasional terutama untuk mendukung pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka mencapai tujuan berbangsa dan bernegara. III - 4 (d) Fasilitasi Kerangka Regulasi kepada K/L; (e) Pengembangan pedoman Cost and Benefit Analysis dalam penyusunan kerangka regulasi. Hal-hal yang telah dilaksanakan sampai saat ini antara lain adalah sbb: (3) Penyusunan Kerangka Kelembagaan (a) Keterlibatan sebagai salah satu anggota tim dalam penyusunan dan pengundangan Perpres No.87/ 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No.12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Kerangka Kelembagaan merupakan upaya untuk menata kelembagaan agar pemerintah memiliki fungsi dan kewenangan yang tepat, aturan main dan hubungan kerja inter dan antar lembaga yang sinergis, serta didukung oleh kualitas aparatur sipil negara yang profesional LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014 dan berintegritas. Dengan demikian kelembagaan pemerintah akan sejalan dengan visi pembangunan nasional dan dapat melaksanakan kebijakan/rencana pembangunan dengan efektif dan efisien. Beberapa hal yang telah dihasilkan terkait dengan kerangka kelembagaan adalah: (a) Tersusunnya kebijakan kerangka kelembagaan dan prioritas penguatan kelembagaan dalam Buku 1 dan Buku 2 Rancangan Teknokratik RPJMN 2015-2019; Permasalahan yang Dihadapi dan Langkah Tindak Lanjut Beberapa permasalahan yang dihadapi dalam penyempurnaan penyusunan RPJMN, antara lain: (a) Masih belum terjadi integrasi, sinergi dan sinkronisasi antarbidang pembangunan dalam penyusunan rancangan teknokratik RPJMN 20152019, tercermin dari kerangka pikir masing-masing bidang yang berdiri sendiri-sendiri. (b) Tersusunnya kebijakan kerangka kelembagaan prioritas penguatan kelembagaan dalam Buku 1 dan Buku 2 RKP 2015; (b) Tidak semua data yang diperlukan dalam evaluasi RPJMN 20102014 dapat dilengkapi termasuk keakuratannya; (c) Tersusunnya pedoman teknis penyusunan kerangka kelembagaan dalam Renstra K/L yang tertuang di dalam Permen PPN/Kepala Bappenas No. 5/2014 tentang Pedoman Penyusunan dan Penelaahan Rencana Strategis Kementerian/ Lembaga Tahun 20152019. Hal ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa dalam Renstra K/L juga ditetapkan kebijakan kerangka kelembagaan yang sejalan dengan RPJMN. (c) Kerangka regulasi yang selama ini ada belum dikelola dengan baik, sehingga belum sepenuhnya mampu mendukung penyelenggaraan negara secara optimal; (d) Regulasi yang seharusnya menjadi ‘faktor integrasi’ untuk mengemas kebijakan negara secara utuh dan menyeluruh, justru menjadi alat bagi kepentingan masing-masing sektor pembangunan; (e) Masih kurangnya kualitas regulasi di Indonesia, khususnya undang undang; (4) Penyusunan Kerangka Evaluasi Kerangka Evaluasi merupakan gambaran tata cara evaluasi kinerja pembangunan secara menyeluruh untuk mengetahui dan menilai dengan pasti pencapaian rencana pembangunan, kemajuan dan kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan rencana pembangunan serta tindak lanjut yang diperlukan dalam rangka perbaikan rencana pembangunan dimasa yang akan datang. (f) Penyusunan kebijakan kerangka kelembagaan dalam penyusunan dokumen perencanaan masih merupakan hal yang baru sehingga pada umumnya para perencana belum memiliki pemahaman dan kompetensi yang mendalam terkait dengan isu kelembagaan; (g) Kesepahaman dengan pemangku kepentingan yang terkait dengan BAB 3 PELAKSANAAN TUGAS III - 5 isu kelembagaan belum terbangun secara kuat dan mendalam. Untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut, berbagai langkah tindak lanjut yang diperlukan antara lain adalah: (a) Perlunya integrasi, sinergi dan sinkronisasi antara bidang pembangunan, dalam penyusunan rencana pembangunan. (b) (c) Peningkatan koordinasi antarsektor dalam penyediaan data yang lengkap dan akurat; Penyempurnaan mekanisme perencanaan dan penyusunan Prolegnas berdasarkan pada evaluasi dan hasil analisis biaya dan manfaat; (d)Perlu perbaikan mekanisme antara Pemerintah dan DPR dalam menetapkan Prolegnas tidak atas dasar keinginan namun pada kebutuhan; (e)Penerapan good regulatory practices untuk meningkatkan kualitas peraturan perundangundangan, khususnya melalui pelaksanaan konsultasi publik dan pelaksanaan Cost and Benefit Analysis dalam pembentukan peraturan perundang-undangan; (f)Pemantapan koordinasi dan konsolidasi dengan 5 K/L inti (Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian PPN/ Bappenas, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, Sekretariat Negara) untuk penyusunan kerangka regulasi; (h) Menyusun instrumen penelaahan kerangka kelembagaan dalam Renstra K/L sebagai panduan untuk melakukan assessment kebutuhan kerangka kelembagaan dalam rangka pencapaian sasaran pembangunan dalam RPJMN 2015-201; (i)Penguatan kapasitas para perencana dalam merumuskan kebijakan kelembagaan sesuai bidang pembangunan masingmasing. 2. Perbaikan Penyusunan RKP Sasaran Sasaran penyempurnaan penyusunan RKP adalah: (1) Meningkatnya kualitas alokasi pendanaan pembangunan prioritas nasional dalam dokumen Rencana Kerja Pemerintah; (2) Meningkatnya proporsi program dan kegiatan yang disepakati dan tingkat kepastian hasil-hasil Musrenbang untuk tahapan penyusunan anggaran selanjutnya, baik di tingkat nasional maupun daerah; dan (3) Menciptakan sinergi pusat dan daerah dalam rangka mewujudkan salah satu amanat UU No. 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Hasil yang Dicapai Dalam penyempurnaan penyusunan RKP telah dilakukan berbagai hal seperti revitalisasi Musrenbang dan penyelenggaraan temu konsultasi triwulanan Bappenas-Bappeda. (g) Meningkatkan koordinasi internal dalam merumuskan kebijakan kelembagaan dalam dokumen perencanaan; III - 6 LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014 “Penguatan bottom up planning dalam menyusun RKP” (1) Revitalisasi Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat), Aplikasi Pra Musrenbangnas dan Aplikasi PascaMusrenbangnas. Kelima aplikasi tersebut dimaksudkan untuk memudahkan pemerintah daerah dalam mengajukan usulan kegiatan pembangunan. (a) Peningkatan Peran Pendamping Provinsi (Liaison Officer/LO) Peran pendampingan ini adalah untuk memberikan informasi kebijakan pusat, memantau penyusunan isu strategis provinsi, mengawal penyusunan isu strategis provinsi, konfirmasi jadwal musrenbang provinsi hingga koordinasi rangkaian kegiatan baik di pusat dan di daerah, proses pembahasan, dan output (keluaran Musrenbangnas). Dalam rangka meningkatkan peran Pendamping Provinsi (LO) yang merupakan pejabat Eselon II di Bappenas, dilakukan kunjungan pendahuluan untuk mencermati masalah, potensi, dan isu-isu yang berkembang saat ini di setiap provinsi berdasarkan data sekunder maupun primer, dan mendiskusikan dengan Bappeda Provinsi untuk dikerucutkan sebagai rancangan isu strategis provinsi berikutnya. (b)Peningkatan Kegiatan Kualitas Usulan Dalam rangka meningkatkan kualitas Usulan Kegiatan dan Pendanaan Pembangunan Daerah (UKPPD), dikembangkan sistem e-Musrenbang yang meliputi lima jenis aplikasi dengan satu data base. Aplikasi tersebut terdiri dari Aplikasi Isus (Aplikasi Isu Strategis Pembangunan Daerah), Aplikasi UKPPD (Aplikasi Usulan Kegiatan dan Pendanaan Pembangunan Daerah), Aplikasi P4B (Aplikasi (c) Kemudahan Penyampaian Usulan Kegiatan Kementerian PPN/Bappenas berupaya melakukan percepatan dan keakuratan penyampaian usulan kegiatan oleh Pemerintah Daerah melalui pengembangan sistem e-Musrenbang dengan lima jenis aplikasi. (d) Peningkatan Kualitas Pembahasan dalam Pra-Musrenbangnas dan Pasca-Musrenbangnas Proses pembahasan dalam PraMusrenbangnas dilakukan sesuai urutan prioritas, yaitu sinkronisasi Usulan Dana K/L dengan Dana Pendukung Daerah (APBD Prov/ Kab/Kota) serta Dana Pihak Ke-3 (BUMN/BUMD/Swasta). Tiap daerah diminta menetapkan 5 Isu Strategis dan 25 Kegiatan Strategis Daerah yang dilanjutkan dengan pembahasan Isu Strategis Nasional BAB 3 PELAKSANAAN TUGAS III - 7 yang merupakan Direktif Presiden dan Isu Strategis Nasional hasil Evaluasi Paruh Waktu/Mid Term Review RPJMN 2010-2014 dalam rangka mendukung pencapaian Sasaran Prioritas Nasional sesuai RPJMN 2010-2014. (e) Pembahasan secara Online Pembahasan Pra-Musrenbangnas dilaksanakan secara online dengan penggunaan IT, sehingga usulan daerah dapat langsung dibahas di komputer dan dilihat bersamasama oleh perwakilan daerah, K/L maupun Kementerian PPN/ Bappenas. Keluaran yang disepakati antara ketiga pihak langsung dicatat kemudian disimpan dalam sistem UKPPD dan dicetak untuk ditandatangani bersama oleh ketiga pihak. Sedangkan pembahasan Pasca-Musrenbangnas dilakukan secara manual yang menindaklanjuti hasil Pra-Musrenbangnas. (f) Kemudahan Pelaksanaan PraMusrenbangnas dan Pasca Musrenbangnas Kemudahan pelaksanaan PraMusrenbangnas adalah percepatan dan keakuratan pembahasan Trilateral Desk antara Pemerintah Daerah, K/L, dan Kementerian PPN/ Bappenas. jumlah kegiatan, total dana APBN dan APBD. Dengan demikian, pada setiap akhir pembahasan didapat ringkasan kebutuhan dana dan jumlah kegiatan yang disepakati antara K/L, Pemerintah Daerah dan Kementerian PPN/Bappenas. Kementerian PPN/ Bappenas menggunakan hasil pembahasan untuk menyusun rekomendasi perbaikan Renja K/L dan rancangan RKP. (2) Sinergi pusat daerah mencakup sinergi dalam: (a) kerangka perencanaan kebijakan, (b) kerangka regulasi, (c) kerangka anggaran, (d) kerangka kelembagaan dan aparatur daerah, dan (e) kerangka pengembangan wilayah. Temu Konsultasi Triwulanan BappenasBappeda Provinsi Seluruh Indonesia sebagai sarana untuk memberikan/berbagi informasi kepada Bappeda Provinsi terkait dengan: (a) Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah, (b) Peran Provinsi dalam mendukung percepatandanperluasanpembangunan, (c) Isu strategis di daerah yang menjadi prioritas pada pelaksanaan pembangunan. (g) Hasil Kesepakatan PraMusrenbangnas Dalam pelaksanaan Pra-Musrenbangnas, pemerintah daerah dan K/L diberikan Berita Acara Kesepakatan yang berisi isu strategis, III - 8 Penyelenggaraan Temu Konsultasi Triwulanan Bappenas-Bappeda LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014 Pelaksanaan Temu Konsultasi Triwulanan Bappenas -Bappeda Provinsi se-Indonesia dilaksanakan empat kali dalam satu tahun dengan mengambil tema khusus sesuai dengan kebutuhan dan isu terkini. Hasil yang telah dicapai dalam pelaksanaan Temu Konsultasi Triwulanan BappenasBappeda Provinsi se-Indonesia selama ini adalah : (4) Kurangnya pemahaman Pemerintah Daerah dalam melakukan usulan di dalam aplikasi UKPPD; (5) Jadwal tahapan Musrenbangnas yang ketat. (a) Terlaksananya Sinergi Kerangka Perencanaan Kebijakan di Pusat dan Daerah yang ditandai dengan adanya sinergi antara Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dengan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD); (1) Arah Kebijakan Pembangunan dari Pusat yang disampaikan terlalu bersifat umum kurang tercermin arahan spesifik masing-masing daerah/provinsi, (2) Tingkat kehadiran Kepala Bappeda atau pejabat pengganti yang menguasai permasalahan/kebijakan daerah rendah, (b)Teridentifikasinya perencanaan yang telah dilakukan dan yang akan dilakukan di masing-masing daerah; Sementara itu, permasalahan yang dihadapi dalam temu konsultasi triwulanan Bappenas-Bappeda antara lain: (c) Teridentifikasinya kendala-kendala dalam perencanaan pembangunan di masing-masing daerah; (3) Pelaksanaan dengan baik. (d) Teridentifikasinya isu-isu strategis terkini terkait dengan perencanaan dan penganggaran serta kerangka pendanaan yang menghambat perencanaan yang telah dilakukan. Langkah tindak lanjut dalam rangka memperbaiki pelaksanaan rangkaian Musrenbangnas ke depan adalah: Permasalahan yang Langkah Tindak Lanjut Dihadapi dan Berbagai permasalahan dihadapi terkait dengan revitalisasi Musrenbang adalah: (1) Terbatasnya ruang penyelenggaraan Pra-Musrenbangnas; (2) Adanya kendala teknis dalam penggunaan aplikasi e-Musrenbang seperti: gangguan koneksi internet, dan petugas pembahasan yang belum menguasai aplikasi secara menyeluruh; (3) Nomenklatur kegiatan K/L dan daerah belum sama; (1) kurang terjadwal Penyediaan ruang yang memadai; (2) Penyediaan jaringan internet yang kuat; (3) Perlu sosialisasi dan pelatihan UKPPD hingga ke tingkat kabupaten/ kota yang pelaksanaannya dapat diserahkan kepada provinsi. Hal ini dilakukan untuk menjaga konsistensi usulan kegiatan pemerintah daerah; (4) Perlunya buku panduan pengisian aplikasi UKPPD yang terintegrasi dengan pedoman penyelenggaraan Musrenbang di daerah; (5) Peningkatan kesamaan persepsi dan koordinasi yang kuat dari seluruh stakeholder terkait, untuk dapat mewujudkan semangat revitalisasi Musrenbangnas; BAB 3 PELAKSANAAN TUGAS III - 9 (6) Perlu dikaji kecukupan waktu antara pelaksanaan Musrenbangnas dengan Pasca-Musrenbangnas, sehingga dapat memberikan waktu yang cukup bagi K/L dalam menyiapkan bahan pembahasan. Sedangkan langkah tindak lanjut terkait dengan Temu Konsultasi Triwulanan Bappenas-Bappeda adalah: (1) Perlu Pedoman Penyelenggaraan Temu Konsultasi Triwulanan Bappenas-Bappeda Provinsi SeIndonesia melalui Keputusan Menteri/Surat Edaran Menteri PPN/ Kepala Bappenas; (2)Perlu disusun jadwal dan agenda secara tetap sebanyak empat kali dalam setahun, serta menyelenggarakan rapatrapat internal dalam penyiapan bahan-bahan, agenda dan tema pertemuan; (3) Penyampaian informasi terkait pertemuan dan undangan kepada Bappeda Provinsi Se-Indonesia lebih awal sehingga pertemuan dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan. 3. Pengembangan e-Planning Pengembangan e-Planning dilaksanakan melalui pengembangan Sistem Informasi Usulan Kegiatan dan Pendanaan Pemerintah Daerah (SI-UKPPD). Sasaran Sistem Informasi-Usulan Kegiatan dan Pendanaan Pemerintah Daerah yang dikembangkan di Kementerian PPN/ Bappenas memiliki sasaran untuk membantu mempermudah dan mendukung III - 10 terlaksananya proses Musrenbangnas dalam pembahasan dan penyempurnaan Rancangan Awal RKP dan Renja K/L yang telah disesuaikan dengan kesepakatan kegiatan dan pendanaan dari Pemerintah Daerah. Hasil yang Dicapai Hasil yang telah dicapai dalam Pelaksanaan SI-UKPPD selama tiga tahun terakhir, antara lain: (1) Peningkatan kualitas hasil-hasil pelaksanaan Musrenbang dibanding hasil-hasil pelaksanaan tahun-tahun sebelumnya, hasil pelaksanaan Musrenbang dari tahun ke tahun lebih fokus dan konkret. “ Sistem informasi perencanaan telah diterapkan pada Musrenbang “ (2) Kemudahan dalam penyampaian usulan kegiatan serta percepatan dan keakuratan penyampaian usulan oleh Pemerintah Daerah, melalui Pengembangan Aplikasi SI – UKPPD yang lebih simple dan user friendly, serta dilakukan secara online sehingga dapat diakses dengan mudah dan cepat dari daerah namun tetap mengutamakan aspek keamanan melalui penerapan sistem pengamanan berlapis. (3) Kemudahan dalam pelaksanaan Musrenbang berupa percepatan dan keakuratan pembahasan Trilateral Desk antara Pemerintah Daerah, K/L serta Kementerian PPN/Bappenas. Upaya percepatan dan keakuratan dilakukan melalui LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014 pembuatan form pembahasan dan kesepakatan yang lebih simple dan user friendly dalam aplikasi SIUKPPD agar tetap menggunakan sumber data yang sama, serta dilakukan secara online sehingga dapat diakses dengan mudah dan cepat secara bersama-sama dalam pembahasan, dan hasilnya dapat langsung direkapitulasi untuk penyusunan laporan kepada para pengambil keputusan. (4) Effisiensi anggaran dalam pelaksanaan Musrenbang selama tiga tahun terakhir sebagai akibat adanya dukungan pengembangan SI-UKPPD yang berbasis paper-less. Permasalahan yang Langkah Tindak Lanjut Dihadapi dan Permasalahan yang dihadapi dalam penerapan SI-UKPPD antara lain adalah: (1) Adanya kendala teknis pelaksanaan terkait waktu yang tersedia, kepastian substansi, keterlambatan pemasukan data dasar Renja K/L, serta tidak adanya akses internet di beberapa daerah. (2) Adanya kendala kapasitas sumber daya manusia di daerah baik dalam memahami substansi tugas sesuai bidang maupun dalam pengisian aplikasi, serta terbatasnya anggaran dalam pelaksanaan pelatihan dan sosialisasi di daerah. (3) Kurangnya perhatian dari K/L atas hasil pembahasan dan kesepakatan dalam Musrenbang menyebabkan sedikitnya konsistensi K/L dalam penyempurnaan Rancangan Akhir RKP dan Renja K/L; (4) Tidak adanya peraturan yang mengikat terkait Standar Operasional dan Prosedur dalam mensinkronkan rencana pembangunan daerah dengan rencana pembangunan Nasional menyebabkan kurangnya perhatian dari para pelaksana musrenbang dan penyusun dokumen RKP dan Renja K/L. Sedangkan tindak lanjut yang perlu dilakukan antara lain adalah: (1) Penyiapan payung hukum dibawah UU No.25/2004 yang melingkupi arah kebijakan dan langkah-langkah sinkronisasi, serta mekanisme dan target capaian pelaksanaan forumforum diskusi seperti Musrenbang, Rapat Koordinasi Teknis, dan Forum SKPD. (2) Pengembangan aplikasi SI-UKPPD yang lebih terintegrasi dalam proses penyusunan dokumen perencanaan baik di daerah maupun pusat atau pengembangan integrasi sistem informasi perencanaan pada daerah-daerah yang telah mengembangkannya. (3) Perlu disusun pedoman dan panduan pelaksanaan Musrenbang dan forum-forum diskusi teknis lainnya yang tersinergi satu dengan lainnya yang melandasi proses penyepakatan dan diskusi perencanaan pembangunan nasional dan perencanaan pembangunan daerah sehingga tercipta Sinergi Perencanaan PusatDaerah; (4) Perlunya peningkatan dukungan anggaran untuk pelatihan dan pengembangan kemampuan BAB 3 PELAKSANAAN TUGAS III - 11 dan kapasitas Tim Pelaksana/Tim Perencana di daerah sesuai dengan bidang kemampuannya. 4. Pengembangan e-Monev Sasaran Pengembangan aplikasi e-Monev dilakukan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas hasil pemantauan dan evaluasi. “Sistem informasi pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pembangunan telah diinisiasi di pusat dan daerah” Hasil yang Dicapai ditujukan untuk para pelaku pelaporan pelaksanaan rencana pembangunan dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan; (5) Pelatihan dan sosialisasi aplikasi e-Monev Daerah di beberapa daerah dan diharapkan aplikasi ini dapat mulai aktif digunakan pada Tahun Anggaran 2014 ini. Permasalahan yang Langkah Tindak Lanjut (2) Peningkatan jumlah K/L yang melapor dari 30 persen pada tahun 2010 menjadi lebih dari 80 persen pada tahun 2013; (3) Kenaikan angka jumlah K/L yang melapor tepat waktu, hingga 31 Desember 2013, jumlah K/L yang melaporkan pelaksanaan rencana pembangunannya sesuai dengan PP 39/2006 melalui e-Monev. bappenas.go.id sebanyak 64 K/L dari 86 K/L; (4) Pengembangan aplikasi e-Monev Daerah pada Awal 2013, yang III - 12 dan Meskipun dianggap telah mampu memberikan banyak feedback dan manfaat bagi K/L dan Daerah, namun masih terdapat beberapa permasalahan dalam pengembangan aplikasi e-Monev. Permasalahan yang kerap dialami adalah: (1) Hasil yang dicapai dalam pelaksanaan pengembangan aplikasi e-Monev adalah: (1)Sosialisasi aplikasi e-Monev kepada seluruh K/L pada tahun 2012 sekaligus meresmikan penggunaannya untuk tahun 2013; Dihadapi Adanya ketidaksesuaian data yang ada pada aplikasi e-Monev dengan data yang ada pada dokumen perencanaan yang dipegang oleh K/L dan Daerah, dan (2) Belum tersosialisasinya aplikasi e-Monev K/L dan e-Monev Daerah kepada seluruh K/L dan Daerah. Sebagai upaya mengembangkan dan menyempurnakan aplikasi e-Monev maka akan dilakukan: (1) Pembuatan menu updating data yang dapat diakses oleh pengguna untuk dapat menyesuaikan data pada aplikasi e-Monev, dan (2)Akan terus diadakan rapat koordinasi dengan mengundang seluruh K/L atau pelatihan di daerah agar sekaligus menjadi tempat untuk mensosialisasikan aplikasi e-Monev. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014 5. Peningkatan Partisipasi Publik (b) FKP mewakili perspektif daerah di wilayah Barat di Medan pada 4 April 2014, Pelaksanaan partisipasi publik dalam rangka penyempurnaan sistem perencanaan dilakukan melalui penyelenggaraan Forum Konsultasi Publik (FKP). “Perencanaan pembangunan disusun dengan mempertimbangkan aspirasi publik” (c) FKP mewakili perspektif daerah di wilayah Barat di Semarang pada 7 April 2014, (d) FKP skala nasional di Jakarta pada 10 April 2014. (1)Terselenggaranya FKP antara Bapppenas dan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) guna memberikan masukan terhadap Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah 2015 untuk 9 (sembilan) bidang pembangunan; Perspektif OMS terhadap sembilan Bidang Pembangunan: (a) Sosial budaya dan kehidupan beragama, (b) Ekonomi; (c) Ilmu Pengetahuan dan Teknologi; (d) Politik; (e) Pertahanan dan Keamanan; (f) Hukum dan Aparatur; (g) Pembangunan Wilayah dan Tata Ruang; (h) Penyediaan Sarana dan Prasarana; (i) Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup. (2)Penajaman pembahasan 9 (sembilan) bidang pembangunan dari perspektif OMS di tingkat nasional dan daerah, sebagai masukan RKP 2015; Adapun masukan dari Forum Konsultasi Publik terhadap sembilan Bidang pembangunan tersebut mengerucut pada tiga Isu Bidang Strategis yang dapat diuraikan sebagai berikut: (3) Meningkatnya keterlibatan OMS dalam penyusunan rencana pembangunan dan tersusunnya sebuah sistem berbasis web yang memberikan informasi terkini terkait progress penyusunan RKP 2015, sistem pengelolaan keluhan dan sebagai media komunikasi dan pembelajaran antar OMS. Bidang Kesejahteraan Rakyat, dengan Sasaran (2) pembahasan fokus pada dua isu utama yaitu Perlindungan Sosial dan Pelayanan Dasar yang terdiri dari: (i) Perlindungan sosial, (ii) Perlindungan terhadap disabilitas, (iii) Perlindungan Hasil yang Dicapai (1) Terselenggaranya Kegiatan FKP di empat wilayah sesuai dengan yang direncanakan yaitu: (a) FKP mewakili perspektif daerah di wilayah Timur di Makasar pada 2 April 2014, BAB 3 PELAKSANAAN TUGAS III - 13 pekerja di luar negeri (Buruh Migran), (iv) Perlindungan bidang kesehatan, (v) Pembangunan bidang pendidikan, (vi) Pelayanan publik. dalam bentuk pelatihan. FGD akan melibatkan stakeholder diantaranya: OMS, Pusbindaklatren Bappenas, PMD Kemendagri, dan Kemenko. Bidang Ekonomi dan Sumber Daya Alam, terdiri dari: (i) Pengelolaan SDA yang memberi kesejahteraan pada masyarakat, (ii) Percepatan pengurangan kemiskinan, (iii) Pengelolaan SDA yang memberi kesejahteraan pada masyarakat.  Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, terdiri dari: (i) Pemberlakuan UU Desa memiliki dampak strategis, hal ini akan mengubah modal politik secara masif sampai ke level desa;  Operasional beberapa program terhambat: perlu diidentifikasi kerangka regulasi dan kerangka kelembagaan di dalam penyusunan RPJMN 2015-2019. Permasalahan yang Langkah Tindak Lanjut Dihadapi 6. Kerjasama Perguruan Tinggi Sasaran Secara umum tujuan yang hendak dicapai adalah mendorong perumusan kebijakan yang bersifat evidence-based setting to agenda policy-making pada aspek pengembangan (1) Infrastruktur; (2) Industri Ektraktif, (3) Belanja Publik dan (4) Fiskal Daerah dalam mendorong pertumbuhan inklusif dan berkesinambungan, di Kawasan Timur Indonesia. Hasil yang dicapai (1) Terselenggaranya serial semiloka risalah kebijakan (policy note) di empat perguruan tinggi, yaitu: dan Permasalahan yang dihadapi dalam konsultasi publik adalah keterbatasan partisipasi OMS untuk menindaklanjuti berbagai usulan, gagasan dan pemikiran secara keseluruhan yang telah disampaikan. Sedangkan langkah tindak lanjut yang disepakati untuk FKP selanjutnya fokus pada: (1) Penyelenggaraan FKP Tematik, sehingga pembahasan dapat lebih fokus pada persoalan prioritas pembangunan; dan (2) FGD pembahasan upaya peningkatan kapasitas aparatur desa melalui sosialisasi UU Desa III - 14 LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014 (a) Universitas Hasanuddin – Makassar, 22 November 2013 dengan tema “Pertumbuhan Inklusif Dalam Perspektif Pembangunan Infrastruktur di Pulau Sulawesi” (b)Universitas Sam-ratulangi Manado, 17 Desember 2013, dengan tema “Pengelolaan Industri Ekstraktif untuk Mendukung Pertumbuhan Inklusif dan Berkesinambungan di Kawasan Timur Indonesia”. (c)Universitas Cen-drawasih -Jayapura, 11 Februari 2014, dengan tema “Optimalisasi Alokasi Belanja Publik untuk Akselerasi Pembangunan di Kawasan Timur Indonesia”. (d) Universitas Mataram – Mataram NTB, 26 Februari 2014, dengan tema “Optimalisasi Pengelolaan Pendapatan Daerah untuk Peningkatan Kapasitas Fiskal dan Akselerasi Pembangunan di Kawasan Timur Indonesia”. (2) Aspek pengembangan yang dihasilkan: (b) Pengelolaan Industri Ekraktif, dengan hasil antara lain: Perencanaan harus teriintegrasi dalam kerangka perencanaan pembangunan nasional dan daerah  Optimalisasi dilakukan dengan: (1) perluasan keterkaitan ke-hulu dan ke-hilir; (2) pembangunan berbagai sektor pendukung; dan (3) pembangunan dalam kerangka pembangunan wilayah.  Industri ekstraktif menjadi salah satu tumpuan utama peningkatan PDB nasional, dan diharapkan pertambangan dapat menjadi pemicu untuk mendorong pertumbuhan inklusif dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. (a)Infrastruktur Dasar, dengan hasil antara lain:  Perlu difokuskan pada dua aspek, yaitu membenahi mekanisme delivery, serta memperbaiki dan memperluas strategi pembiayaan.  Diorientasikan pada wilayah perdesaan, tempat bermukim sebagian besar penduduk miskin, serta pada pusat-pusat produksi.  Prioritas sektoral di Pulau Sulawesi adalah infrastruktur jalan, air bersih dan sanitasi, sedangkan prioritas secara geografis adalah investasi infrastruktur di daerah perkotaan yang berkembang pesat dan infrastruktur yang menghubungkan daerah pedesaan dan perkotaan.  Isu ketimpangan antar wilayah masih tetap eksis. Untuk diperlukan “grand strategy” melalui pembangunan pusat pertumbuhan ekonomi baru, membangun infrastruktur dan jaringan konektivitas antar wilayah berbasis “maritim”.  Dampak ekonomi pertambangan belum diimbangi dengan dampak sosial dan dampak lingkungan yang memadai. (c) Optimalisasi Belanja Publik, dengan hasil antara lain: Diperlukan ide-ide baru untuk mengintegrasikan perencanaan, penganggaran, pelaporan, monitoring, evaluasi dan pengawasan dalam upaya efisien dan efektif pencapaian program pembangunan nasional dan daerah. BAB 3 PELAKSANAAN TUGAS III - 15 Penyusunan kerangka pengeluaran jangka menengah (KPJM) terintegrasi dengan rencana pembangunan jangka menengah (RPJM).  Optimalisasi pengelolaan keuangan daerah harus mencakup administrasi/ akuntansi keuangan dan mendorong integrasi perencanaan-penganggaranmonitoring-evaluasipengawasan. Untuk penerapan paradigma basic needs diperlukan komitmen kuat dari pemerintah daerah untuk mendorong peran dan partisipasi segenap stakeholders dalam perencanaan dan penganggaran kebutuhan dasar masyarakat; (d)Kebijakan Pengelolaan PAD untuk Kapasitas Fiskal Daerah, dengan hasil antara lain: Perkembangan ekonomi include harga komoditas yang menurun berdampak pada penurunan kapasitas fiskal, baik nasional maupun daerah, ketergantungan pada sumber ini harus diekstensifikasi; Kebutuhan dana pembangunan dlm APBN dan APBD harus didasarkan pada sumber pendanaan masyarakat, dan investasi/ belanja harus dioptimalkan; III - 16  Kapasitas fiskal daerah secara umum rendah, kemampuan daerah untuk mengakselerasi sendiri pembangunannya berbasis kapasitas fiskal sangat terbatas;  PAD harus dipicu oleh investasi daerah yang diperbaiki dengan peningkatan daya tarik investasi, seperti pembangunan infrastruktur khususnya transportasi, perhubungan, dan infrastruktur dasar lainnya; Masih terdapat peluang perbaikan dan peningkatan kapasitas fiskal, khususnya pajak daerah tanpa mengganggu perekonomian daerah. Permasalahan yang Dihadapi dan Langkah Tindak Lanjut Tindak lanjut yang diperlukan adalah melaksanakan berbagai diskusi dengan peserta terbatas untuk melahirkan dan merumuskan pemikiran dan rekomendasi yang lebih terfokus, komprehensif, dan berorientasi solusi permasalahan strategis pembangunan KTI dan pembangunan nasional. 3.2. Perencanaan Pembangunan Nasional 1. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Sasaran Penyusunan dokumen perencanaan RPJMN ditujukan untuk mewujudkan LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014 rencana pembangunan nasional jangka menengah yang berkualitas. “Dokumen pembangunan nasional jangka menengah disusun secara terukur dan akuntabel” Hasil yang Dicapai Kementerian PPN/Bappenas menyusun RPJMN dengan berpedoman pada UU No.17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 dan Visi Misi Presiden/ Wakil Presiden terpilih. Sepanjang tahun 2010-2014, terdapat dua dokumen RPJMN yang disusun dan disosialisasikan, yaitu: (1) RPJMN 2010-2014 (a) Dokumen RPJMN 2010-2014 telah disosialisasikan kepada masyarakat dengan tujuan agar prioritas pembangunan dan rencana pembangunan nasional dapat dipahami oleh seluruh pemangku kepentingan; (b) Kegiatan sosialisasi telah dilaksanakan pada tahun 2011 melalui seminar yang dihadiri oleh para pemangku kepentingan. Selain seminar, media komunikasi lain yang digunakan adalah penayangan iklan layanan masyarakat di televisi, pemasangan media luar ruang, dan talkshow di radio dan televisi. (2) RPJMN 2015-2019 (a) Pada tahun 2013 telah dilakukan penyusunan background study di sembilan bidang pembangunan, yang menjadi masukan bagi penyusunan rancangan teknokratis, sebelum dikembangkan menjadi konsep awal RPJMN; (b) Pada tahun 2014 Kementerian PPN/Bappenas telah menyelesaikan penyusunan Rencana Teknokratik RPJMN 20152019 sebagai masukan utama perencanaan RPJMN bagi pemerintahan periode 2015-2019; (c) Rancangan teknokratik akan diintegrasikan dengan visi dan misi presiden Indonesia terpilih periode 2014-2019 dan mencakup Agenda Pembangunan 2015-2019 yang dirumuskan dengan mempertimbangkan arahan kebijakan RPJPN 2005-2025, hasil evaluasi RPJMN 20092014, kajian pendahuluan, dan masukan dari para pemangku kepentingan termasuk akademisi dan masyarakat. Permasalahan yang Langkah Tindak Lanjut Dihadapi Permasalahan yang dihadapi penyusunan RPJMN, antara lain: dan dalam (1) Perlunya penyesuaian Rancangan Teknokratik RPJMN 2015-2019 dengan visi misi presiden terpilih, dan BAB 3 PELAKSANAAN TUGAS III - 17 (2) Masih belum terjadi integrasi, sinergi dan sinkronisasi antarabidang pembangunan dalam penyusunan Rancangan Teknokratik RPJMN 2015-2019, tercermin dari kerangka pikir masing-masing bidang yang berdiri sendiri-sendiri. Untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut, berbagai langkah tindak lanjut yang diperlukan antara lain adalah: (1) Perlunya integrasi, sinergi dan sinkronisasi antarbidang pembangunan, dalam penyusunan rencana pembangunan; dan (2) Peningkatan koordinasi antarsektor dalam penyediaan data yang lengkap dan akurat; 2. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025 (MP3EI 20112025) Sasaran Tujuan penyusunan MP3EI 2011-2025 adalah mempercepat pengembangan berbagai program pembangunan, terutama dalam mendorong peningkatan nilai tambah sektor-sektor unggulan ekonomi, pembangunan infrastruktur dan energi, serta pembangunan SDM dan Iptek. Hasil yang Dicapai Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 20112025 diluncurkan oleh Presiden pada tanggal 27 Mei 2011 dan ditetapkan dengan Perpres No. 32/2011. Kementerian PPN/ Bappenas membantu penyusunan MP3EI, yang dilaksanakan bersama Kemenko III - 18 Perekonomian, Komite Ekonomi Nasional (KEN) dan Komite Inovasi Nasional (KIN). Kementerian PPN/Bappenas juga berperan dalam memperdalam konektivitas dan mensinergikan MP3EI dengan program pemerintah lainnya. “Percepatan pembangunan melalui MP3EI untuk mewujudkan masyarakat sejahtera dan berkeadilan” Arah pelaksanaan proyek MP3EI bukan sebatas regulasi mendukung percepatan pembangunan daerah, tapi mengatur pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Perpres No. 32/2011 sebagai dasar pelaksanaan MP3EI memuat bab khusus kebijakan lingkungan tentang perlindungan hidup. Oleh karena itu, Kementerian PPN/ Bappenas ditugaskan untuk melaksanakan penyusunan dokumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) MP3EI untuk melengkapi dokumen MP3EI yang telah disusun. Hasil dari penyusunan KLHS MP3EI antara lain: (1) Rekomendasi kebijakan di level nasional, dan (2) Dokumen hasil KLHS MP3EI per koridor ekonomi. Hasil tersebut dapat menjadi masukan dalam penyusunan RPJMN 2015-2019. Permasalahan yang Langkah Tindak Lanjut Dihadapi dan Permasalahan yang dihadapi antara lain: (1)Kurangnya koordinasi antarpemangku kepentingan dalam membantu penyusunan dokumen MP3EI maupun KLHS, dan LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014 (2) Kurangnya ketersediaan data dan informasi. Dalam upaya menindaklanjuti permasalahan tersebut, dilakukan rapat koordinasi yang melibatkan pemerintah dan pemerintah daerah untuk mempercepat proses penyusunan dokumen. 3. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan Indonesia (MP3KI). Sasaran Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan Indonesia merupakan strategi dan kebijakan percepatan dan perluasan pengurangan kemiskinan jangka panjang (hingga 2025) sebagai acuan bagi penyusunan program dan kegiatan penanggulangan kemiskinan oleh berbagai pihak. tingkat kematian bayi (6-9 kematian bayi/1000 kelahiran), dan penurunan tingkat kematian ibu melahirkan (20 kematian/100.000 kelahiran hidup), penurunan laju pertumbuhan penduduk (1 persen). “MP3KI diarahkan menjadi acuan pelaksanaan penanggulangan kemiskinan” Sebagai komplementer dokumen perencanaan lain (RPJPN 2005-2025, RPJMN 2009-2014, RAN Program Penanggulangan Kemiskinan (PPK) 20122014, Rancangan Teknokratik RPJMN 2015-2019, dan RKP), MP3KI bermuatan: (1) Hasil yang Dicapai Dalam penyusunan MP3KI, Kementerian PPN/Bappenas melakukan koordinasi dan konsultasi publik dengan para pihak yang selama ini terlibat langsung dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan/ program penanggulangan kemiskinan, baik dari unsur pemerintah maupun non pemerintah. Strategi penanggulangan kemiskinan sebagai penyempurnaan dari strategi penanggulangan kemiskinan yang telah dijalankan selama ini melalui empat klaster program-program penanggulangan kemiskinan; (2) Strategi per koridor sebagai jawaban atas persoalan-persoalan kemiskinan yang muncul di masingmasing koridor ekonomi yang tengah dikembangkan melalui MP3EI 2011-2025; (3) Strategi penangulangan kemiskinan di kawasan-kawasan khusus, Dokumen MP3KI merumuskan beberapa sasaran strategi dan kebijakan jangka panjang penanggulangan kemiskinan, yaitu: penurunan tingkat kemiskinan hingga mencapai 4-5 persen (sesuai dengan RPJPN 2005-2025), peningkatan angka harapan hidup (77-78 tahun), peningkatan angka rata-rata lama sekolah (12 tahun), penurunan BAB 3 PELAKSANAAN TUGAS III - 19 (4) seperti: kawasan kumuh, kawasan ilegal, kawasan perbatasan, kawasan hutan, kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil, dan kawasan adat; (1) Memasukkan strategi percepatan dan perluasan pengurangan kemiskinan di Indonesia untuk lima tahun mendatang dalam Rancangan Teknokratik RPJMN 2015-2019; Pendekatan tata kelola pelaksanaan percepatan pengurangan kemiskinan hingga tahun 2025 agar strategi dan kebijakan dapat dilaksanakan dengan baik; dan (2) Mengawal pelaksanaan strategi percepatan dan perluasan pengurangan kemiskinan hingga tahun 2025 dalam berbagai program pembangunan, termasuk menuangkan strategi, kebijakan, dan program yang fokus pada kondisi kewilayahan tertentu; dan (5)Prasyarat keberhasilan yang memberikan arahan kondisi makro yang dibutuhkan sehingga ikut mendorong keberhasilan dari kebijakan dan program afirmasi yang tengah dijalankan. Permasalahan yang Langkah Tindak Lanjut Dihadapi dan Permasalahan yang dihadapi, antara lain: (1) Belum adanya dasar legal dari dokumen MP3KI sehingga belum dapat dipergunakan sebagai acuan hukum yang mewajibkan pihak terkait untuk mengikutinya; (2) Keterbatasan sumber daya guna mendukung program afirmasi percepatan pengurangan kemiskinan yang menyasar wilayahwilayah termiskin untuk mampu mengatasi kemiskinan kronis; dan (3) (3) Perlunya dilakukan evaluasi secara berkala terhadap dokumen MP3KI untuk melihat dan menyesuaikan dengan kondisi dan situasi yang tengah berkembang dan berpengaruh pada strategi dan kebijakannya. 4. Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Sasaran Penyusunan RKP ditujukan untuk meningkatkan kualitas perencanaan dan pendanaan pembangunan tahunan, sebagai penjabaran dari RPJMN. “Sinkronisasi perencanaan dan penganggaran dalam RKP disertai alokasi pendanaan yang efektif dan efisien” Hasil yang Dicapai Rencana Kerja Pemerintah (RKP) (1) Langkah tindak lanjut yang dilakukan, antara lain: III - 20 Melakukan reviu dokumen MP3KI dan menuangkan dalam RPJMN 2015-2019 sehingga dapat dijadikan acuan dalam penyusunan program-program dan kegiatan penanggulangan kemiskinan. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014 Selama periode 2010-2014, telah disusun lima dokumen RKP, yaitu RKP 2011, RKP 2012, RKP 2013, RKP 2014, dan RKP 2015. RKP 2014 merupakan pelaksanaan tahun terakhir RPJMN 2010-2014 sementara RKP 2015 merupakan RKP untuk tahun pertama periode pemerintahan presiden selanjutnya. (2) (3) Dalam RKP 2011 hingga RKP 2014, prioritas pembangunan nasional RKP disusun sesuai dengan prioritas dalam RPJMN 2010-2014, yaitu 11 prioritas nasional dan 3 prioritas lainnya. Dokumen RKP dituangkan dalam tiga buku, yaitu: Buku I (memuat prioritas nasional serta kerangka ekonomi makro dan pembiayaan pembangunan), Buku II (memuat rencana pembangunan per bidang pembangunan), dan Buku III (memuat pembangunan yang berdimensi kewilayahan) ditetapkan melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia. Pagu Indikatif Kementerian PPN/Bappenas, bersama dengan Kementerian Keuangan, diberi mandat menyusun Pagu Indikatif yang merupakan pagu awal yang disusun berdasarkan ketersediaan anggaran dan digunakan untuk pendanaan program dan kegiatan RKP. (1)Dalam Pagu indikatif TA 2012, pendanaan diarahkan untuk: (i) MP3EI; (ii) Percepatan Pembangunan Papua, Papua Barat dan NTT, (iii) Perkuatan Program Pro- rakyat (Klaster 4), (iv) Percepatan Pencapaian MEF (Alutsista), dan (v) Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wasior, Mentawai dan Merapi; (2)Dalam pagu indikatif 2013 Pemerintah melaksanakan kebijakan efisiensi belanja operasional, yang diproyeksikan turun dibandingkan tahun 2012; dan (3) Sementara dalam Pagu indikatif 2014 menerapkan kebijakan efisiensi belanja, refocusing program dan kegiatan serta memprioritaskan pendanaan pada isu strategis. Permasalahan yang Langkah Tindak Lanjut Dihadapi dan Permasalahan yang dihadapi dalam proses penyusunan perencanaan penganggaran RKP antara lain: (1) Penyusunan pagu indikatif dilaksanakan dalam agenda dan jadwal yang ketat; (2)Keterlambatan penyampaian Resource Envelope oleh Kementerian Keuangan kepada Kementerian PPN/Bappenas. Gambar 3.3 Tema RKP 2011-2015 2011 • Percepatan Pertumbuhan Ekonomi yang Berkeadilan Didukung oleh Pemantapan Tatakelola dan Sinergi Pusat Daerah 2012 • , Percepatan dan Perluasan Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas, Inklusif dan Berkeadilan bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat 2013 • Memperkuat perekonomian domestik bagi peningkatan dan perluasan kesejahteraan rakyat 2014 • Memantapkan Perekonomian Nasional bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan 2015 • Melanjutkan Reformasi Pembangunan Bagi Percepatan Pembangunan Ekonomi yang Berkeadilan BAB 3 PELAKSANAAN TUGAS III - 21 (3) Adanya perbedaan alokasi pendanaan untuk beberapa K/L antara Kementerian PPN/Bappenas dengan Kementerian Keuangan. “Pinjaman masih merupakan sumber pembiayaan pembangunan” Tindak lanjut yang diperlukan adalah: Hasil yang Dicapai (1) Menyempurnakan aturan main dalam penyusunan dokumen Rencana Pembangunan Nasional (Permen PPN/Kepala Bappenas, Penyempurnaan PP No.40/2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional); (1) Terkait PDN: (a) Secara umum, pemanfaatan PDN digunakan untuk kegiatan pemberdayaan industri dalam negeri, pembangunan infrastruktur, dan kegiatan investasi. Selama periode 2010-2014, pemanfaatan PDN difokuskan untuk mendukung pemenuhan Alat Utama Sistem Persenjaan (Alutsista ) TNI dan Alat Material Khusus (Amatsus) Polri; (b) Dalam periode 20092014 antara lain telah dihasilkan 4 dokumen Perencanaan PDN Jangka Menengah (Lima Tahunan) dan 5Dokumen Perencanaan PDN Tahunan. (2)Meningkatkan kualitas dan kuantitas forum koordinasi dengan Kementerian Keuangan dalam rangka penyusunan Pagu Indikatif; (3) Pengambilan keputusan di tingkat Rapat Terbatas, Sidang Kabinet dan Sidang Kabinet; dan (4) Melakukan koordinasi lebih baik dalam rangka penyusunan pagu indikatif, baik dengan Kementerian Keuangan, maupun dengan mitra kerja terkait penyiapan substansi awal. (2) 5. Perencanaan Pinjaman Luar Negeri, Pinjaman Dalam Negeri, SBSN, dan Penerimaan Hibah. Sasaran Dalam rangka meningkatkan kualitas rancangan rencana pendanaan pembangunan nasional, dilakukan penyusunan dokumen perencanaan: (a) Pinjaman dalam negeri (PDN), (b) Surat Berharga Syariah Negara (SBSN/Sukuk), (c) Pinjaman luar negeri, dan (d) Penerimaan hibah. III - 22 Terkait SBSN-PBS: (a) Sesuai dengan PP No. 56/2011, kewenangan Kementerian PPN/Bappenas hanya pada perencanaan proyek SBSN melalui mekanisme financing project atau SBSN-PBS; (b) Pemanfaatan pembiayaan proyek SBSN-PBS dilakukan dalam rangka: (i) pembangunan infrastruktur; (ii) penyediaan pelayanan umum; (iii) pemberdayaan industri dalam negeri; dan/atau (iv) pembangunan lain sesuai dengan kebijakan strategis Pemerintah; (c) Dalam periode 2009-2014 antara lain telah dihasilkan dua dokumen perencanaan SBSN-PBS tahunan. (3) Terkait PLN: (a) Sesuai amanat PP No. 10/2011 Tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah, LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014 Kementerian PPN/Bappenas menyusun rencana pemanfaatan pinjaman luar negeri berupa: (i) Rencana Pemanfaatan Pinjaman Luar Negeri (RPPLN), sebelumnya disebut Rencana Kebutuhan Pinjaman Luar Negeri (RKPLN), (ii) Daftar Rencana Pinjaman Luar Negeri Jangka Menengah (DRPLNJM), sebelumnya disebut Daftar Rencana Pinjaman dan Hibah Luar Negeri Jangka Menengah (DRPLNJM); dan (iii) Daftar Rencana Prioritas Pinjaman Luar Negeri (DRPPLN), sebelumnya disebut Daftar Rencana Prioritas Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (DRPPHLN); (b) Untuk periode 2009-2014, antara lain telah disusun 2 dokumen RPPLN, 5 dokumen DRPLN-JM (termasuk DRPHLN-JM), dan 6 dokumen DRPPLN (termasuk DRPPHLN). (4) Terkait PLN Khusus untuk TNI dan POLRI: (a) Pelaksanaan pinjaman luar negeri khusus untuk TNI dan Polri dilakukan berdasarkan PP No.10/2011. Ketentuan berkaitan dengan perencanaan adalah Permen PPN/Kepala Bappenas No.4/2011 tentang Tata Cara Perencanaan, Pengajuan Usulan, Penilaian, Pemantauan, dan Evaluasi Kegiatan yang Dibiayai dari Pinjaman Luar Negeri dan hibah; (b) Selama periode 2009-2014, antara lain telah diterbitkan dua dokumen Rencana Pinjaman Luar Negeri (Blue Book) Jangka Menengah Khusus dan lima dokumen Dokumen Perencanaan Tahunan Khusus. (5) Terkait penerimaan hibah: (a) Kementerian PPN/Bappenas diamanatkan untuk menyusun rencana pemanfaatan hibah, berupa Rencana Pemanfaatan Hibah (RPH) dan) Daftar Rencana Kegiatan Hibah (DRKH); dan (b) Pada periode 2009-2014, antara lain yang telah diterbitkan empat dokumen DRKH. Permasalahan yang Langkah Tindak Lanjut Dihadapi dan Permasalahan yang dihadapi dalam perencanaan PDN, SBSN, PLN, dan Penerimaan Hibah, antara lain: (1) Terkait PDN, yaitu usulan perubahan kegiatan yang cukup sering baik dari Kementerian Pertahanan maupun Kepolisian RI, sehingga perlu revisi terhadap dokumen DKPDN maupun DKPPDN; (2) Terkait SBSN-PBS, yaitu: (a) Pembiayaan proyek melalui penerbitan SBSN merupakan mekanisme baru, sehingga terdapat beberapa ketentuan pelaksana yang masih belum disusun; dan (b) Beberapa kegiatan memerlukan pengerjaan tahun jamak, sedangkan proses perencanaannya dilakukan secara tahunan; (3) Terkait PLN, yaitu: (a) Melibatkan banyak pemangku kepentingan, baik di kalangan internal Kementerian PPN/Bappenas maupun dengan pihak eksternal; (b) Terjadi beberapa perubahan/ revisi dokumen perencanaan, terutama pada dokumen perencanaan jangka menengah; dan (c) Perlunya upaya khusus untuk mendokumentasikan bahan-bahan yang dipergunakan/ dirujuk dalam proses penyusunan dokumen perencanaan pendanaan; BAB 3 PELAKSANAAN TUGAS III - 23 (4) Terkait penerimaan hibah adalah kesulitan mengidentifikasi rencana penerimaan hibah sesuai dengan kerangka waktu penerbitan DRKH. Sehingga terdapat beberapa usulan hibah yang diterima setelah DRKH diterbitkan. pengusulan pengerjaan proyek tahun jamak (multi years project) dalam pembahasan di Kementerian Keuangan; (3) Terkait PLN, yaitu: (a) Penyusunan Permen PPN/Kepala Bappenas No.2/2014 tentang Mekanisme Penyusunan Dokumen Perencanaan serta Pemantauan dan Evaluasi Kinerja Pelaksanaan Kegiatan Pinjaman Luar Negeri dan Hibah di Kementerian PPN/Bappenas; Mengevaluasi format penyajian dokumen perencanaan pinjaman luar negeri jangka menengah (DRPLN-JM 2015-2019); dan (c) Penyusunan dan pengembangan sistem informasi yang berbasis web; (4) Terkait penerimaan hibah dilakukan pemrosesan penandatanganan hibah oleh Kementerian Keuangan tanpa menunggu usulan dicantumkan dalam DRKH terlebih dahulu. Langkah tindak lanjut yang dilakukan dalam perencanaan PDN, SBSN, PLN, dan Penerimaan Hibah, antara lain: (1) Terkait PDN, yaitu: (a) Melakukan pendekatan secara program dalam DKPDN, sehingga dapat meminimalkan perubahan; dan (b) Pengadaan barang melalui PDN dipastikan dapat diproduksi di dalam negeri dan telah mendapatkan sertifikasi dari masing-masing Unit Organisasi Pengguna Barang. (2) Terkait SBSN-PBS, yaitu: (a) Penyusunan beberapa ketentuan pelaksana dari PP No.56/2011, seperti mekanisme pemantauan dan evaluasi proyek; dan (b) Proses Tabel 3.1. Indeks Supremasi Hukum Indikator dan Uraian Nilai 1. Batasan Kekuasaan Pemerintah 0,64 31 7 2. Ketiadaan Korupsi 0,36 80 14 3. Keterbukaan Pemerintah 0,54 29 7 4. Hak-hak dasar 0,54 65 9 5. Ketertiban dan Keamanan 0,77 42 11 6. Sistem hukum dan penegakan hukum 0,52 46 7 7. Peradilan Perdata 0,47 67 9 8. Peradilan Pidana 0,37 71 12 Sumber: World Justice Project, 2014 *) Dari 99 Negara **) Dari 15 Negara III - 24 LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014 Peringkat Global *) Peringkat Regional **) 6.Pedoman Penyusunan Kementerian/Lembaga Renstra Sasaran Pedoman Penyusunan Renstra K/L ditujukan untuk meningkatkan kualitas penyusunan dan penelaahan Renstra K/L 2015–2019 oleh K/L dan Kementerian PPN/Bappenas. “Pedoman Renstra K/L memuat penyempurnaan arsitektur program dan kegiatan” Hasil yang Dicapai Hasil yang dicapai adalah tersusunnya Pedoman Penyusunan dan Penelaahan Renstra K/L 2015–2019 yang telah disempurnakan oleh Kementerian PPN/ Bappenas, dengan substansi meliputi: (1) (2) (3) (4) (5) (6) Kerangka Regulasi; Kerangka Kelembagaan; Penyempurnaan arsitektur program dan kegiatan: (a) Penyusunan program lintas, (b) Penyusunan kegiatan prioritas strategis; (c) Terminologi, pendefinisian sasaran, dan standarisasi output; Kerangka Pendanaan; Mekanisme penelaahan Renstra K/L oleh Kementerian PPN/Bappenas; Sistematika Penulisan Renstra K/L dan Matriks Kinerja dan Pendanaan. Permasalahan yang Langkah Tindak Lanjut Dihadapi dan Permasalahan yang dihadapi adalah penyamaan persepsi antara Kementerian PPN/Bappenas, Kemenkeu dan Kemen PAN RB terkait arsitektur program dan kegiatan. Adapun langkah tindak lanjut yang dilakukan adalah meningkatkan pemahaman terkait arsitektur program dan kegiatan antarkementerian terkait serta perlunya ada kesepakatan tertulis dalam hal kesepahaman tersebut. 3.3.Koordinasi Perencanaan Pembangunan Nasional Sosial Budaya 1. Penyusunan dan Pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi (RAN-PG) dan Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi (RAD-PG) Sasaran Pelaksanaan RAN/D-PG bertujuan untuk: (1) Meningkatkan Pemahaman pentingnya pangan dan gizi sebagai investasi pembangunan; (2) Meningkatkan prioritas penanganan untuk pelaksanaan intervensi yang cost effective; (3) Merevitalisasi lembaga pangan dan gizi; (4) Meningkatkan pelaksanaan pemantauan dan evaluasi program pangan dan gizi; dan (5) Meningkatkan koordinasi penanganan masalah pangan dan gizi secara terpadu. “Kualitas gizi masyarakat menentukan kualitas pembangunan” Hasil yang Dicapai Dalam rangka pelaksanaan Inpres No.3/2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan, Kementerian BAB 3 PELAKSANAAN TUGAS III - 25 PPN/Bappenas mengkoordinasikan dan memfasilitasi penyusunan Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi (RAN-PG) dan Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi (RAD-PG) untuk tingkat provinsi. Pada tahun 2013 telah diterbitkan 33 peraturan gubernur tentang RAD-PG 33 provinsi, dan telah dilakukan sosialisasi untuk penyusunan laporan pemantauan. (3) Sementara itu, pelaksanaan RAN-PG mencakup: (1) Perbaikan Gizi Masyarakat; (2) Aksesibilitas Pangan; (3) Mutu dan Keamanan Pangan; (4) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS); dan (5) Kelembagaan Pangan dan Gizi. Hasil yang dicapai selama pelaksanaan rencana aksi program pangan dan gizi adalah: (1) Penguatan penyusunan program RAN/D-PG lintas instansi pusat dan daerah, (2)Penguatan pemberdayaan masyarakat dalam program pangan dan gizi. Permasalahan yang Langkah Tindak Lanjut Dihadapi dan Permasalahan yang dihadapi dalam koordinasi pelaksanaan RAN/D-PG adalah: (1) Peranan optimal; (2) III - 26 kesekretariatan (4) Adanya pandangan dikalangan pejabat eksekutif dan legislatif bahwa masalah pangan dan gizi cukup diurus oleh Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pertanian. Tindak lanjut yang direncanakan untuk mengantisipasi permasalahan di atas adalah: (1) Kementerian PPN/Bappenas akan memperkuat kesekretariatan melalui penyediaan petugas, NSPK pelaksanaan koordinasi, dan keperluan operasional; (2) Melakukan revisi RAN-PG dengan memasukkan seluruh K/L yang terkait dengan pangan dan gizi sebagai pemangku kepentingan dalam RAN-PG periode berikutnya; dan (3) Melakukan advokasi dan sosialisasi pangan dan gizi yang lebih intensif di pusat dan daerah. belum Alokasi anggaran untuk pelaksanaan RAN-PG masih terkonsenterasi di Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pertanian; Mutasi pejabat dan stat yang cukup cepat di Daerah yang mengganggu kesinambungan; dan LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014 2. Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi (Gerakan 1000 HPK). Sasaran Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi (Gerakan 1000 HPK) bertujuan untuk percepatan perbaikan gizi masyarakat, khususnya pada seribu hari pertama kehidupan melalui pencapaian tiga sasaran strategis, yaitu: (a) Meningkatkan komitmen para pemangku kepentingan; (b) Meningkatkan kemampuan pegelolaan program gizi; dan (c) Memperkuat implementasi konsep program gizi. “Perencanaan perbaikan gizi anak sejak dini sebagai langkah menyiapan generasi mendatang yang tangguh” Hasil yang Dicapai Kementerian PPN/Bappenas berperan penting dalam penyusunan dan peluncuran Perpres No. 42/2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi (Gerakan 1000 HPK). Gerakan 1000 HPK telah dicanangkan Presiden RI pada tanggal 31 Oktober 2013 bersamaan dengan Peringatan Hari Pangan Sedunia di Padang, Sumatera Barat. Selain itu, Kementerian PPN/Bappenas juga berperan sebagai Ketua Tim Teknis Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi dan menjadi Sekretariat, serta merupakan Lead Group Scaling Up Nutrition Movement (Gerakan Percepatan Perbaikan Gizi di tingkat global). Hasil yang telah dicapai Kementerian PPN/ Bappenas dalam menjalankan perannya tersebut adalah: (1)Tersusunnya pedoman dalam berkoordinasi lintas K/L dan daerah, yaitu: (a) Kerangka Kebijakan Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi dalam rangka Gerakan 1000 HPK; dan (b) Pedoman Perencanaan Program Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi dalam rangka Gerakan 1000 HPK; (2) Terbitnya Surat Keputusan No. 37/2014 tentang Kelompok Kerja (Pokja) Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi; (3) Perumusan komitmen K/L terhadap Percepatan Perbaikan Gizi; (4) Sosialisasi pelaksanaan Perpres No. 42/2013 kepada K/L terkait perbaikan gizi kepada dunia usaha, perguruan tinggi, masyarakat madani, dan beberapa provinsi, kabupaten/kota; dan (5) Workshop Self-Assessment untuk mengetahui tingkat komitmen K/L, dunia usaha, Perguruan Tinggi, Organisasi Profesi, Masyarakat Madani, dan Mitra Pembangunan. Permasalahan yang Langkah Tindak Lanjut Dihadapi dan Permasalahan yang dihadapi dalam koordinasi pelaksanaan Perpres No. 42/2013 adalah: (1) Lemahnya kelembagaan dan keberlanjutan percepatan perbaikan gizi di pusat dan daerah; BAB 3 PELAKSANAAN TUGAS III - 27 (2) Belum optimalnya pembiayaan oleh K/L dan dunia usaha dalam pelaksanaan percepatan perbaikan gizi. (3) Belum optimalnya sosialisasi Gernas kepada K/L, daerah dan masyarakat. Tindak lanjut yang direncanakan untuk mengantisipasi permasalahan di atas adalah: (1) Menggunakan lembaga RAN/D-PG di pusat dan daerah sebagai wadah pelaksanaan Perpres No.42/2013 yang diikuti dengan perluasan keanggotaan sesuai Prepres No. 42/2013, sehingga RAN/D-PG sekarang ini perlu direvisi; (2) Pada RPJMN 2015-2019 dimasukkan substansi percepatan perbaikan gizi sebagai program lintas; (3) Meningkatkan komitmen dunia usaha dalam percepatan perbaikan gizi baik dari sisi pendanaan maupun kebijakan yang mendukung percepatan perbaikan gizi; (4) Menyusun dokumen Conflict of Interest yang mengatur kemitraan yang baik antara pemerintah dengan dunia usaha; dan (5) Meningkatkan sosialisasi gerakan nasional ke berbagai K/L, daerah dan masyarakat. 3.Strategi Nasional Percepatan Pengarusutamaan Gender (PUG) melalui Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender (PPRG)/Stranas PPRG Sasaran Strategi umum dari Stranas PPRG ini, antara lain: (a) Penguatan dasar hukum; dan (b) III - 28 Penguatan koordinasi, baik antarsesama instansi Penggerak, maupun antarPenggerak dengan instansi pelaksana. Penyusunan Stranas PPRG bertujuan agar pelaksanaan PPRG menjadi lebih terarah, sistematis, dan sinergis, baik di tingkat nasional maupun daerah. “Perencanaan dan penganggaran responsif gender perlu diperkuat” Hasil yang Dicapai Stranas PPRG ditetapkan melalui surat edaran yang telah ditandatangani oleh empat Menteri/Pimpinan Lembaga, yaitu Kementerian PPN/Bappenas, Kemenkeu, Kemendagri, dan Kementerian PP dan PA, selaku tim penggerak PPRG dan telah diluncurkan pada tanggal 5 Maret 2013 di Bappenas. Sementara itu, Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) Stranas PPRG berhasil disusun dengan koordinasi Kementerian PP dan PA dengan dukungan dari empat K/L penggerak PPRG (Kementerian PPN/ Bappenas, Kemenkeu, Kemendagri, dan Kementerian PP dan PA). Juklak Stranas PPRG ini disusun sebagai acuan dalam pelaksanaan, pemantauan, evaluasi, dan pelaporan terhadap pelaksanaan Stranas PPRG bagi Penggerak PPRG. Permasalahan yang Dihadapi dan Langkah Tindak Lanjut Permasalahan yang dihadapi adalah masih lemahnya pemahaman para pemangku kepentigan terkait PPRG. Dengan demikian, tindak lanjut ke depan yang diperlukan adalah meningkatan kapasitas K/L dalam melaksanakan PPRG dengan melakukan LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014 analisis gender dan menyusun Anggaran Responsif Gender (ARG). 4. Strategi Pengarusutamaan Gender Kementerian PPN/Bappenas Sasaran Koordinasi strategis pengarusutamaan gender (KORGIS-PUG) Kementerian PPN/ Bappenas bertujuan untuk melembagakan dan mempercepat penerapan pengarusutamaan gender pada seluruh tahapan perencanaan dan penganggaran di lingkungan Kementerian PPN/Bappenas, baik dalam kapasitasnya sebagai motor penggerak PPRG, maupun sebagai kementerian. “Bappenas perlu meningkatkan pemahaman PUG dalam perannya baik sebagai motor penggerak maupun pelaksana” Hasil yang Dicapai Beberapa hasil yang telah dicapai, antara lain: (1) Pengintegrasian matriks ARG dalam Dokumen Kesepakatan Pertemuan Tiga Pihak dalam rangka penyusunan RKP 2014 dan RKP 2015, yang selanjutnya direkapitulasikan di dalam matriks PUG–RKP 2014 dan RKP 2015 (Buku II, Bab I); (2) Pelaksanaan sosialisasi PMK No.112/2012 dan workshop penyusunan Gender Analysis Pathway dan Gender Budget Statement (GBS) pada tanggal 12 September 2013; serta (3) Penyelesaian GBS di 14 UKE II yang disampaikan kepada Biro Renortala Bappenas sebagai lampiran dari RKA Bappenas 2014. Permasalahan yang Langkah Tindak Lanjut Dihadapi dan Permasalahan yang dihadapi adalah masih kurangnya kapasitas perencana di Bappenas dalam memahami PUG baik sebagai motor penggerak maupun sebagai pelakasana PUG. Dengan demikian, tindak lanjut yang diperlukan adalah peningkatan kapasitas SDM perencana di Bappenas dalam pelaksanaan PUG baik sebagai motor penggerak maupun sebagai pelaksana PUG. Hal ini dapat dilakukan melalui pengintegrasian gender ke dalam kurikulum diklat fungsional. Politik, Hukum, dan Pertahanan Keamanan 5. Perencanaan Alutsista Minimum Essential Force (MEF) TNI Sasaran Koordinasi perencanaan alutsista minimum essential force (MEF) bertujuan untuk mewujudkan postur dan struktur Pertahanan sebesar 25-27,5 persen dari MEF. Ketercapaian sasaran ini ditandai meningkatnya kuantitas dan kualitas alutsista TNI yang mampu melaksanakan operasi gabungan dan memiliki daya penggentar (detterent effect) yang memadai, dan pemberdayaan industri pertahanan nasional. Hasil yang Dicapai Kementerian PPN/Bappenas mengkoordinasikan perencanaan alutsista MEF melalui BAB 3 PELAKSANAAN TUGAS III - 29 serangkaian rapat koordinasi yang sangat dinamis, sesuai dengan dinamika perubahan kebijakan di Kementerian Pertahanan/TNI. Hasil penting yang dicapai dari koordinasi tersebut adalah: (1) Koordinasi Perencanaan alutsista MEF: (a) Diterbitkannya Permen PPN/Kepala Bappenas No. 4/2011 tentang Tata Cara Perencanaan, Pengajuan Usulan, Penilaian, Pemantauan, dan Evaluasi Kegiatan Yang dibiayai dari Pinjaman Luar Negeri dan Hibah; (b) Diterbitkannya Daftar Rencana Pinjaman Luar Negeri Jangka Menengah 2011–2014 (Blue Book Khusus); (c) Tersusunnya Daftar Rencana Prioritas Pinjaman Luar Negeri (Green Book); dan (d) Daftar Kegiatan Khusus. (2) Tersusunnya pembiayaan alutsista MEF sebesar Rp.156 triliun untuk periode 2010–2014 terdiri dari: (a) Pinjaman Luar Negeri, Rp.66 triliun; (b) Rupiah Murni, Rp.33 triliun; dan (c) On Top, Rp.57 triliun (Keppres No.35/2011 tentang Percepatan Pemenuhan Kekuatan Pokok Minimal Alat Utama Sistem Senjata Tentara Nasional Indonesia Tahun 2010-2014). (3) Koordinasi pemberdayaan Industri Pertahanan nasional: (a) Diterbitkannya Kepmen PPN/Kepala Bappenas No. KEP.10/M.PPN/ HK/01/2011 tentang Daftar Rencana Pinjaman Dalam Negeri Jangka Menengah 2010–2014; dan (b) Tersusunnya Daftar Rencana Prioritas Pinjaman Dalam Negeri Tahunan. (4) III - 30 Tersusunnya pembiayaan pemberdayaan industri pertahanan untuk periode 2010-2014 melalui Pinjaman Dalam Negeri sebesar Rp.5 triliun, yang dialokasikan untuk TNI Rp.4,0 triliun, dan Polri Rp.1,0 triliun. (5) Meningkatnya peran aktif Bappenas dalam Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) berdasarkan Perpres No.59/2013 yang sejalan dengan UU No.16/2012 Tentang Industri Pertahanan. Salah satu tugas KKIP adalah merumuskan kebijakan pendanaan dan/atau pembiayaan industri pertahanan. “Kedaulatan NKRI harus dijaga dengan baik demi kelangsungan pembangunan” Melihat berbagai capaian tersebut di atas, maka sasaran terwujudnya postur dan struktur pertahanan pada kisaran sebesar 25–27,5 persen dari MEF pada akhir tahun 2014 optimis dapat tercapai. Di samping itu, terkait dengan pengembangan alutsista Pertahanan, Kementerian PPN/Bappenas terlibat secara aktif dalam menginisiasi pengembangan jet tempur KFX/IFX; pengembangan kapal selam; pembangunan industri propelan/mesiu; pengembangan roket nasional; pengembangan rudal nasional; pengembangan radar nasional; dan pengembangan tank sedang. Permasalahan yang Langkah Tindak Lanjut Dihadapi dan Perencanaan Alutsista MEF telah disusun dalam Renstra Kementerian Pertahanan/ TNI untuk periode 2015-2019, dan periode LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014 2020-2025. Permasalahan pokok yang dihadapi adalah keberlanjutan program Alutsista MEF pada dua tahapan Renstra tersebut. Tindak lanjut yang diperlukan untuk mengantisipasi permasalahan tersebut adalah: (1) Memperkuat dan memastikan perencanaan pemenuhan alutsista MEF tetap tercantum dalam dokumen perencanaan baik dalam jangka menengah (RPJM) 2015-2019 maupun dalam jangka pendek (RKP); (2) Memperkuat koordinasi Pemenuhan MEF pada Renstra Kedua (periode 2015-2019) dengan skema yang lebih efektif dan efisien; (3) Memperkuat perumusan kontribusi industri pertahanan nasional bagi Alutsita TNI, baik dalam hal pengadaan alutsista maupun perawatan alutsista; dan (4) Bappenas berperan aktif dalam upaya meningkatkan kemampuan dan penguasaan teknologi Industri Pertahanan, terutama melalui peningkatan kolaborasi penelitian dan pengembangan serta perekayasaan antara Lembaga Litbang Pemerintah-Perguruan Tinggi-Industri. Kementerian PPN/ Bappenas untuk: (1) Mengkoordinasikan penyusunan aksi tahunan pencegahan dan pemberantasan korupsi di K/L; (2) Memberi dukungan kepada Kementerian Dalam Negeri dalam rangka penyusunan aksi tahunan pencegahan dan pemberantasan korupsi di Pemerintah Daerah (provinsi/ kabupatan/kota); (3) Mengkoordinasikan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan aksi pencegahan dan pemberantasan korupsi, didukung oleh instansi terkait lainnya; (4) Mengkoordinasikan laporan K/L/Pemerintah Daerah mengenai capaian pelaksanaan Aksi pencegahan dan pemberantasan korupsi sekurangkurangnya setiap 3 (tiga) bulan sekali; (5) Menyampaikan hasil pelaksanaan Stranas PPK kepada Presiden setiap 1 (satu) tahun sekali atau sewaktu-waktu sesuai kebutuhan; dan (6) Menyusun hasil pelaksanaan Stranas PPK menjadi bahan pelaporan pada forum Konferensi NegaraNegara Peserta (Conference of the States Parties) Konvensi Perserikatan BangsaBangsa Anti Korupsi 2003, bersama dengan Kementerian Luar Negeri dan Instansi terkait lainnya. Hasil yang Dicapai Sasaran Hingga saat ini, telah dilaksanakan tiga tahapan Aksi PPK yang dilaksanakan, yakni Aksi PPK 2011 berdasarkan Inpres No.9/2011; Aksi PPK 2012 berdasarkan Inpres No.17/2011; serta Aksi PPK 2013 berdasarkan Inpres No.1/2013. Jumlah peserta Aksi PPK yang terdiri dari K/L dan Pemda semakin meningkat yang pada tahun 2013 mencapai 111 Pemda. Beberapa capaian lainnya dalam rangka implementasi Stranas PPK adalah sebagai berikut: Perpres No. 55/2012 yang diterbitkan pada bulan Mei Tahun 2012, mengamanatkan (1) Aksi PPK Tahunan, antusiasme pemerintah pusat dan daerah 6. Implementasi Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (Stranas PPK) Jangka Panjang Tahun 2011-2025 dan Jangka Menengah Tahun 20112014 (Perpres No.55/2012) BAB 3 PELAKSANAAN TUGAS III - 31 makin meningkat, dimana pada tahun 2014, hampir seluruh entitas pemerintahan melaksanakan Aksi PPK; (2) Internalisasi Stranas PPK kepada K/L dan Pemda yang berupa (a) Sosialisasi Perpres No. 55/2012 dan Aksi PPK; (b) Fasilitasi K/L dan Pemda dalam rangka implementasi Stranas PPK; dan (c) Optimalisasi informasi terkait Stranas PPK pada website http://stranasppk.bappenas.go.id; “Korupsi menghambat pembangunan dan kesejahteraan rakyat” (3) Penyusunan Aksi PPK Tahunan yang terdiri dari (a) Koordinasi intensif dengan elemen pemerintah, masyarakat, pakar dari berbagai disiplin ilmu, dan mitra pembangunan; dan (b) Koordinasi intensif dengan Kementerian Dalam Negeri dan UKP4 dalam rangka penyusunan Aksi PPK Pemda; (4) Penyusunan Sistem Monitoring Indikator keberhasilan Stranas PPK (pada tingkat outcome) http:// stranasppk.bappenas.go.id/sismon/ sistem; (5) III - 32 Pemantauan pencapaian indikator keberhasilan Stranas PPK dengan melakukan (a) Koordinasi intensif dengan UKP4 dan Apgakum (Kejaksaan, POLRI, KPK) dalam rangka Indeks Penegakan Hukum Tipikor dan Indeks Penyelamatan Aset Hasil Tipikor; dan (b) Bekerjasama dengan BPS melakukan Survei Perilaku Anti Korupsi (SPAK) dalam rangka penyusunan Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK); dan (6) Koordinasi keterlibatan masyarakat dalam penyusunan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi Stranas PPK. Permasalahan yang Dihadapi dan Langkah Tindak Lanjut Permasalahan pokok yang dihadapi pemerintah dalam Stranas PPK hingga tahun 2014 adalah: (1) Substansi peraturan perundangan terkait pemberantasan tindak pidana korupsi yang tumpang tindih; (2) Masih rendahnya komitmen dan belum meratanya pemahaman di tingkat pusat dan daerah mengenai upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi; (3) Belum dilaksanakannya Perpres No. 55/2012 secara utuh; dan (4) Belum tersentuhnya korupsi politik oleh Stranas PPK dengan landasan hukum Perpres. Upaya dimasa mendatang untuk meningkatkan implementasi Stranas PPK dilaksanakan melalui: (1)Memperkuat komitmen dan koordinasi internal maupun eksternal K/L dan Pemerintah Daerah; (2) Harmonisasi peraturan perundangundangan di bidang tindak pidana korupsi perundangan berdasarkan rekomendasi UNCAC; (3) Penguatan mekanisme koordinasi dan monitoring evaluasi; LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014 (4)Meningkatkan kesadaran dan pemahaman anti-korupsi masyarakat, aparat penegak hukum, dan penyelenggara negara melalui strategi pendidikan anti korupsi; (5) Mendorong keterlibatan semua pihak dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi; dan (6) Pelibatan masyarakat dalam setiap tahapan Stranas PPK, mulai dari penyusunan aksi hingga monitoring dan evaluasi. 7.Penyusunan Strategi Nasional Pemeliharaan Perdamaian Berlandaskan Wawasan Kebangsaan dan Karakter Bangsa Sasaran Sasaran koordinasi penyusunan Stranas ini adalah dihasilkannya Stranas yang dapat menjadi pedoman bagi seluruh K/L dan juga pemerintah daerah dalam memelihara perdamaian atau mencegah konflik di seluruh Indonesia secara terintegrasi dan komprehensif. “Strategi pencegahan konflik dirumuskan secara terintegrasi dan komprehensif” Hasil yang Dicapai Dengan melibatkan K/L, pemerintah daerah, dan masyarakat sipil, pada tahun 2014. 1. Kementerian PPN/Bappenas mengkoordinasikan penyusunan draft Stranas yang memuat strategi jangka menengah dan jangka panjang, serta kelembagaannya. 2. Di samping itu, telah disusun payung hukum yang akan menjadi landasan untuk menguatkan komitmen bersama melaksanakan Stranas dan rencana aksi secara konsisten, dan tepat sasaran. Permasalahan yang Langkah Tindak Lanjut Dihadapi dan Permasalahan yang dihadapi adalah mengefektifkan Stranas agar dapat menjadi pedoman bagi seluruh pemerintah pusat dan daerah, serta kerja sama dengan seluruh pemangku kepentingan lainnya. Dengan demikian, tindak lanjut berikutnya adalah menuangkan Stranas ke dalam RPJMN 2015-2019, dan Renstra K/L. 8.Strategi Nasional Keadilan (SNAK) Akses pada Pemerintah Indonesia melalui Kementerian PPN/BAPPENAS meluncurkan Strategi Nasional Akses pada Keadilan (SNAK) untuk pertama kalinya pada 16 Oktober 2009. Strategi ini memandang keadilan yang lebih luas dari sekedar mendapatkan akses ke pengadilan dan memenangkan perkara yang dihadapinya. Sasaran Penguatan Akses terhadap Keadilan dijabarkan dalam SNAK, yaitu terpenuhinya akses masyarakat terutama yang rentan atau terpinggirkan terhadap: (1) Pelayanan dan pemenuhan hak-hak dasar yang tidak diskriminatif, mudah dan terjangkau; (2) Forum penyelesaian sengketa yang efektif dan memberikan perlindungan hak asasi manusia; (3) Sistem bantuan hukum yang mudah diakses, berkelanjutan dan kredibel; dan (4) Keadilan agraria yang dijamin melalui penguasaan, pengelolaan dan pemanfaatan tanah dan sumber daya alam. BAB 3 PELAKSANAAN TUGAS III - 33 “Hukum, pemenuhan hak dasar, dan akses pada sumber daya harus berpihak kepada kaum marginal” Hasil yang Dicapai Perlindungan dan pemberdayaan hukum adalah salah satu strategi kunci bagi penghapusan kemiskinan dan perwujudan dunia yang lebih stabil dan damai. Berdasarkan hal tersebut, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian PPN/BAPPENAS memetakan pencapaian Strategi Nasional Akses pada Keadilan sebagai berikut: (1) Layanan nasional Bantuan Hukum untuk Orang Miskin melalui Implementasi UU No.16/2011 tentang Bantuan Hukum; (2)Penguatan Unit Pengaduan Pelayanan Publik sebagai pelaksanaan dari UU No.25/2009 tentang Pelayanan Publik; (3) Penguatan Peradilan Adat di 3 Provinsi Rintisan (Aceh, Sulawesi Tengah dan Kalimantan Tengah); (4) Pengarusutamaan Strategi Nasional Akses terhadap Keadilan. Permasalahan yang Dihadapi dan Langkah Tindak Lanjut Berdasarkan Indeks Supremasi Hukum, Indonesia menduduki urutan ke-46 dari 99 negara secara global dan ke-8 dari 15 negara secara regional (yang dilihat dalam lingkup Asia Timur dan Pasifik). Secara lebih lengkap indeks tersebut menunjukkan situasi Indonesia sebagai berikut: Indeks tersebut menggambarkan beberapa tantangan yang dihadapi, yaitu: III - 34 (1) Pembaruan sistem pemerintahan yang lebih terawasi, kekuasaan eksekutif yang terbatas, serta demokrasi atau pemerintahan yang terbuka tidak secara langsung diiringi oleh perbaikan akuntabilitas dan ketiadaan korupsi; (2) Kualitas sistem hukum tidak secara seimbang diiringi oleh kualitas peradilan; dan (3) Kualitas penyelenggaraan negara yang membaik tidak menjamin kepastian pemenuhan hak-hak dasar masyarakat. Untuk mewujudkan akses terhadap keadilan, BAPPENAS akan terus berkoordinasi dengan K/L terkait, dengan menggandeng mitra-mitra pembangunan baik nasional maupun internasional dalam lima tahun ke depan (2015–2019). Hal ini dilakukan untuk meningkatkan akses warga negara, khususnya mereka yang miskin dan terpinggirkan, terhadap perlindungan hukum dan rasa keadilan sehingga dapat menghantarkan mereka pada kehidupan yang lebih sejahtera. Kemiskinan 9.Pengembangan Sosial Nasional Sistem Jaminan Sasaran UU No. 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) dan UU No. 24/2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS) telah mengamanatkan pembentukan BPJS Kesehatan mulai awal tahun 2014 dan BPJS Ketenagakerjaan pada 1 Juli 2015. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014 Hasil yang Dicapai Kementerian PPN/Bappenas, bersama 8 instansi terkait lainnya, terlibat dalam proses penyusunan 26 regulasi BPJS Kesehatan, baik berupa Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Keputusan Presiden, Peraturan Menteri. Sebagai acuan pelaksanaan, Kementerian PPN/Bappenas juga berperan aktif dalam penyusunan Peta Jalan Menuju Jaminan Kesehatan Nasional 2012-2019 untuk mencapai kepesertaan menyeluruh program jaminan kesehatan (universal health coverage) dan Peta Jalan Penyelenggaraan Jaminan Bidang Ketenagakerjaan 2013-2019 untuk proses penyiapan penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan. “Sistem Jaminan Sosial untuk Kesehatan dan Tenaga kerja tersedia untuk seluruh rakyat Indonesia” Permasalahan yang Langkah Tindak Lanjut Dihadapi dan Tantangan dalam pengelolaan jaminan sosial adalah perluasan kepesertaan, terutama penduduk yang sehat dan usia produktif, serta masih kurangnya pemahaman masyarakat akan pentingnya jaminan sosial. Terkait kesehatan, masih terdapat tantangan dari disparitas ketersediaan fasilitas layanan dan kualitas pelayanan terutama di daerah terpencil dan kepulauan. Sedangkan, tantangan dari sisi kesinambungan finansial BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan adalah terkait dengan kemampuan Pemerintah untuk menanggung klaim layanan kesehatan maupun manfaat pasti pada jaminan pensiun. Tindak lanjut untuk mengatasi tantangan yang ada adalah meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait untuk mendukung implementasi SJSN di masa mendatang pada empat arah kebijakan utama yaitu: (1) Perluasan kepesertaan pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja, (2) Integrasi berbagai program jaminan sosial ke dalam SJSN, (3) Peningkatan layanan dan manfaat SJSN, dan (4) Peningkatan kapasitas institusi dan manajemen pelaksanaan SJSN. 10. Pengurangan Peningkatan Rakyat Kemiskinan dan Kesejahteraan Sasaran Pelaksanaan koordinasi pengurangan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan rakyat melibatkan lintas sektor dan unsur masyarakat, baik di tingkat pusat maupun daerah, karena kemiskinan merupakan permasalahan yang multidimensi. Koordinasi difokuskan pada: (1) Pelaksanaan empat klaster, (2) Pendanaan luar negeri, (3) Penanggulangan kemiskinan di daerah, dan (4) Pemberdayaan masyarakat. BAB 3 PELAKSANAAN TUGAS III - 35 Hasil yang Dicapai Konsolidasi kebijakan dan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan agar target dapat dicapai secara efektif dilakukan Kementerian PPN/ Bappenas melalui: (1) Penyusunan dokumen perencanaan jangka menengah (RPJMN Nasional) dan jangka pendek (RKP), (2) Penyusunan Rencana Aksi Program Penanggulangan Kemiskinan (RANPPK) 2012-2014, (3) Unifikasi data RTS (rumah tangga sasaran) program penanggulangan kemiskinan, (4) Penyusunan pedoman transformasi, resertifikasi, dan modul-modul untuk Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga, (5) Pengawasan dan evaluasi pelaksanaan beberapa program dan kegiatan penanggulangan kemiskinan, (6) Penyusunan RAN Penyandang Disabilitas tahun 2014-2019 dan RAN Lanjut Usia tahun 2015-2019, (7) Penyusunan dan penetapan kriteria pemilihan kecamatan miskin sebagai lokasi program percepatan pengurangan kemiskinan (Quick Wins), dan (8) Persiapan mekanisme dan legal formal pengelolaan dana bergulir atau dana amanah pemberdayaan masyarakat. “Pengurangan kemiskinan merupakan kegiatan lintas sektor dan melibatkan seluruh masyarakat di pusat dan di daerah” III - 36 Pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan di daerah bergantung pada efektivitas peran TKPKD (Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah) yang diketuai oleh wakil gubernur, wakil bupati atau wakil walikota. Untuk mendukung pelaksanaan kegiatan koordinasi dengan kementerian sektor dan pemerintah daerah, Kementerian PPN/Bappenas memiliki beberapa kegiatan terkait dengan penguatan pengelolaan data sebagai berikut: (1)SIMPADU (Sistem Informasi manajemen Terpadu) PNPM Mandiri Phase 2; (2) Integrasi data PNPM Mandiri, pengembangan Simpadu dan Mobile serta implementasi Simpadu Provinsi; (3) Pro-Poor Planning, Budgeting, and Monitoring (P3BM); dan (4) Fasilitasi dan asistensi kepada daerah untuk menyusunan dokumen perencanaan dan penganggaran yang berpihak pada masyarakat miskin, serta dalam aspek pelaksanaannya. Permasalahan yang Langkah Tindak Lanjut Dihadapi dan Permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan koordinasi pengurangan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan rakyat adalah: (1) Kegiatan K/L dan Pemerintah daerah kurang harmonis dan sinergi; (2) Kementerian/ Lembaga memiliki wewenang dan dasar penetapan prioritas wilayah penerima program/kegiatan yang berbeda; LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014 (3)Pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan di daerah kurang efektif, karena kondisi yang berbeda-beda; (4) Perencanaan dan penganggaran program penanggulangan kemiskinan yang parsial; (5)Koordinasi pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan di daerah seringkali terfokus pada output; sasaran penerima program dan juga mempertimbangkan lokalitas daerah, (6) Timbulnya dualisme perencanaan di tingkat masyarakat, yakni antara perencanaan program dengan perencanaan reguler; (5) Kementerian PPN harus mampu merancang early warning and response system terkait dampak shock ekonomi di masyarakat, dan (7) Keterlibatan Pemerintah Daerah dalam program terbatas dalam lingkup administrasi dan penyediaan Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB); dan (6) (8) Program pemberdayaan masyarakat belum fokus menyediakan fasilitas bagi masyarakat miskin untuk dapat secara mandiri meningkatkan kesejahteraan mereka. Dengan demikian, pelaksanaan programprogram penanggulangan kemiskinan dimasa mendatang diarahkan agar dapat: (1) Mengharmonisasi program/kegiatan penanggulangan kemiskinan, (2)Mengevaluasi program/kegiatan K/L terkait keberpihakannya pada masyarakat miskin, (3)Unifikasi data dilanjutkan, (BDT) perlu (4) Pemerintah pusat harus mengacu pada data yang sama dalam penetapan Program pemberdayaan masyarakat agar lebih fokus dan terarah dalam mengentaskan masyarakat miskin dengan menata kembali kelembagaan dan pembiayaan. 11. Jejaring Lapangan Kerja Bagi Kaum Muda Sasaran Kementerian PPN/Bappenas sebagai salah satu perintis Indonesia Youth Employment Network (IYEN) atau Jejaring Lapangan Kerja bagi Kaum Muda Indonesia (JEJAKMU) menggalang kerjasama dengan K/L, pengusaha, pekerja, masyarakat sipil, dan organisasi kaum muda untuk menurunkan angka pengangguran pada angkatan kerja muda, mengembangkan kemampuan kewirausahaan, pemagangan, berbagi pengetahuan, dan meningkatkan keterampilan untuk kesiapan kerja. BAB 3 PELAKSANAAN TUGAS III - 37 Permasalahan yang Dihadapi dan Langkah Tindak Lanjut Tingkat pengangguran terbuka (TPT) kaum muda, usia 15-24 tahun, masih sangat tinggi, yaitu sekitar tiga kali lipat dari TPT usia 25-29 tahun. Hal tersebut menjadi pendorong perlunya kegiatan nyata (affirmative action) untuk mensinergikan dan mengefektifkan berbagai kegiatan pemberdayaan kaum muda. Hasil yang Dicapai Kelembagaan IYEN yang dirintis oleh Kementerian PPN/Bappenas telah terbentuk dan mulai aktif sejak tahun 2011. Rencana aksi program telah disusun untuk menciptakan lapangan kerja bagi kaum muda, mengevaluasi program-program untuk kaum muda, dan membangun komitmen bersama penanganan tenaga kerja kaum muda. Hal tersebut termasuk mengeksplorasi program dan kegiatan dari kelembagaan (non-pemerintah) yang ada―meliputi Rencana Internasional, Indonesia Business Link, KADIN Indonesia dan mitra-mitra pembangunan. Sejak tahun 2012, IYEN menggalang kerjasama melalui sinergi pusat-daerah, terutama di provinsi/ kabupaten yang angka pengangguran usia mudanya termasuk tinggi. Selain itu, IYEN telah melaksanakan berbagai forum berbagi pengetahuan (knowledge sharing) untuk membagikan informasi tentang best practices kegiatan pemberdayaan kaum muda dan sekaligus memperluas jaringan kerjasama. “Jejakmu membantu kaum muda (15-24 tahun) meningkatkan kualitas dan kemampuan kerja” III - 38 Langkah-langkah tindak lanjut yang akan dilaksanakan antara lain adalah: (1) Melakukan koordinasi dan mendorong kolaborasi dan kemitraan yang lebih erat antar pelaku kegiatan pemberdayaan kaum muda; (2) Merumuskan best practices kegiatan pemberdayaan kaum muda yang dapat direplikasi oleh berbagai pihak; dan (3) Melanjutkan upaya-upaya berbagi informasi mengenai program/kegiatan bagi kaum muda, termasuk pengaktifan kembali website JEJAKMU. 12. Optimalisasi Penerapan Kesempatan dan Perlakuan yang Sama dalam Pekerjaan Ketentuan mengenai kesempatan dan perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dituangkan dalam UU No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan (Pasal 5 dan 6). Salah satu upaya untuk mengawal pelaksanaan peraturan tersebut maka sejak tahun 2004 dibentuk Gugus Tugas Kesempatan dan Perlakuan yang Sama dalam Pekerjaan (Task Force Equal Employment Opportunity/EEO) Tingkat Nasional, yang melibatkan unsur Pemerintah, pengusaha, dan pekerja. Agar Gugus Tugas dapat bekerja lebih efektif, pada tahun 2013 keanggotaan LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014 dan tugas disempurnakan. Dalam rangka mengoptimalkan pelaksanaan tugasnya, disusun Nota Kesepahaman Bersama (MOU) “Optimalisasi Penerapan Kesempatan dan Perlakuan yang Sama dalam Pekerjaan” yang ditandatangani oleh empat menteri, yaitu Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri PPN/Kepala Bappenas. Tujuan utama MOU adalah mendorong pembentukan Gugus Tugas EEO di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Sasaran Gugus Tugas Penerapan Kesempatan dan Perlakuan yang Sama dalam Pekerjaan bertugas untuk menyusun, mempromosikan dan melaksanakan program kesempatan dan perlakuan yang sama dalam pekerjaan, serta melakukan evaluasi dan monitoring, serta membentuk Gugus Tugas EEO di tingkat provinsi. “Penghapusan diskriminasi dalam pekerjaan dengan mengedepankan integritas dan kompetensi” Hasil yang Dicapai Pada tanggal 27 Agustus 2014, Nota Kesepahaman Bersama telah ditandatangani oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas. Tugas dan tanggung jawab Kementerian PPN/Bappenas dalam MOU ini adalah melakukan penyusunan perencanaan program dan kegiatan dalam penerapan program kesempatan dan perlakuan yang sama dalam pekerjaan. Permasalahan yang Dihadapi dan Langkah Tindak Lanjut MOU hanya memuat kesepahaman secara umum. Oleh karena itu, MOU akan ditindaklanjuti dengan suatu perjanjian kerja sama (PKS) antara pejabat setingkat eselon I yang akan menguraikan tugas masing-masing K/L secara lebih rinci. Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup 13. Penyusunan dan Pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Gerakan Rumah Kaca (RAN GRK) dan Rencana Aksi Daerah Gerakan Rumah Kaca (RAD GRK) Sasaran Penyusunan Rencana Aksi Nasional Gerakan Rumah Kaca dilakukan untuk memenuhi komitmen penurunan emisi GRK 26 persen (dengan upaya sendiri) dan 41 persen (dengan dukungan internasional). Hasil yang Dicapai Kementerian PPN/Bappenas mengoordinasikan penyusunan RAN GRK yang disusun sejak akhir tahun 2009, diselesaikan pada tahun 2011, dan diterbitkan menjadi Perpres No.61/2011 tentang RAN-GRK. Kemudian, Kementerian PPN/Bappenas membentuk tim koordinasi nasional yang beranggotakan K/L terkait untuk koordinasi pelaksanaan RAN GRK. Dalam pelaksanaan tugasnya, Tim Koordinasi Penanganan Perubahan Iklim melakukan tugas berdasarkan Keputusan Menteri PPN/Kepala Bappenas No.Kep.38/M.PPN/ BAB 3 PELAKSANAAN TUGAS III - 39 HK/03/2012 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Penanganan Perubahan Iklim, tanggal 1 Maret 2012. “Tim Koordinasi dibentuk untuk menyamakan pemahaman daerah dalam melaksanakan RAN/D GRK” Permasalahan yang Langkah Tindak Lanjut Dihadapi dan Permasalahan yang dihadapi adalah adanya ketidakseragaman pemahaman daerah untuk melaksanakan Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan (PEP) RAN/RADGRK, keterbatasan data, dan kurangnya harmonisasi kegiatan RAN dan RAD-GRK. Langkah tindak lanjut yang dilakukan adalah melaksanakan PEP untuk seluruh provinsi dan sektor, terutama diarahkan untuk memantau pelaksanaan kegiatan yang pendanaannya melalui APBN, APBD, dan sumber-sumber resmi lain yang tidak mengikat. 14. Optimalisasi Pelaksanaan dan Pengembangan untuk Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) Sasaran Lembaga Climate Change Trust Fund (ICCTF) bertujuan untuk: (1) Menampung dukungan masyarakat internasional terhadap langkah Indonesia dalam perubahan iklim; dan (2) Mengkoordinir dan mensinergikan rencana penanganan perubahan iklim, baik yang dilakukan melalui upaya sendiri maupun dukungan internasional, termasuk langkahlangkah persiapannya. III - 40 “Majelis Wali Amanat ICCTF dibentuk untuk mengefektifkan pengelolaan dana masyarakat internasional” Hasil yang Dicapai Kementerian PPN/Bappenas mengoordinasikan optimalisasi pelaksanaan dan pengembangan ICCTF. ICCTF didirikan pada tanggal 3 September 2009 dengan sumber pendanaan kombinasi antara APBN dan dukungan internasional. Jumlah dana bantuan internasional yang dikelola mencapai 11,7 juta dollar Amerika. Hingga tahun 2014, ICCTF telah membiayai 6 proyek sebagai percontohan di berbagai daerah, dan saat ini 12 proyek yang sedang berjalan, bekerja sama dengan Kementerian Pertanian, Kementerian Kehutanan dan Kementerian Kesehatan, serta dengan CSO dan Perguruan Tinggi. Lembaga ICCTF disesuaikan dengan Perpres No. 80/2011 tentang Lembaga Wali Amanah (LWA), yaitu: (a) Posisi Tim pengarah dibentuk menjadi Majelis Wali Amanat (MWA) ICCTF; (b) Lembaga Wali Amanah telah terbentuk melalui Permen PPN/ Kepala Bappenas No. 3/2013, diikuti dengan Keputusan Menteri PPN/Kepala Bappenas No. Kep.33/M.PPN/HK/03/2014 tentang Pembentukan Majelis Wali Amanat Dana Perwalian Perubahan Iklim Indonesia/Indonesia Climate Change Trust Fund; LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014 (c) Dalam susunan MWA, Wakil Menteri PPN/Wakil Kepala Bappenas bertindak selaku ketua. Permasalahan yang Langkah Tindak Lanjut Dihadapi dan Permasalahan yang dihadapi dalam optimalisasi pelaksanaan dan pengembangan untuk Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) adalah tertundanya pelaksanaan kegiatan dikarenakan lambatnya mekansime pengambilan keputusan/kebijakan akibat banyaknya kegiatan yang bersifat lintas sektor. Langkah tindak lanjut yang dilakukan, adalah: (1) Meningkatkan sinergitas kegiatan hibah yang didanai oleh ICCTF dengan kegiatan pembangunan nasional; dan (1) Telah dihasilkan Pedoman Mainstreaming REDD+ ke dalam Sistem Perencanaan Pembangunan dan Pedoman Greening MP3EI bidang REDD+. Pedoman telah diujicobakan di beberapa pemerintah daerah dan diluncurkan pada tanggal 19 Desember tahun 2013. (2) Keberlanjutan pelaksanaan REDD+ direncanakan tetap dilaksanakan sebagaimana tercermin dalam RT RPJMN 2015-2019 yaitu melalui Program dan kegiatan berkaitan dengan pelaksanan RAN dan RAD GRK. “Penurunan emisi gas rumah kaca diupayakan melalui pembentukan strategi REDD+” (2) Melakukan perbaikan mekanisme pengambilan keputusan Permasalahan yang Dihadapi dan Langkah Tindak Lanjut 15.Pengarusutamaan Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation+ (REDD+) Permasalahan yang dihadapi adalah masih perlu ditingkatkannya kapasitas pemerintah pusat dan pemerintah daerah berkaitan dengan pelaksanaan mainstreaming REDD+ ke dalam dokumen perencanaan dan dalam melakukan greening MP3EI bidang REDD+. Sasaran Penyusunan Strategi Nasional Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation+ (REDD+) dilakukan dalam rangka mencapai penurunan emisi gas rumah kaca (GRK). Hasil yang Dicapai Kementerian PPN/Bappenas turut serta mengoordinasikan pengarusutamaan REDD+. Hasil yang dicapai antara lain: Langkah tindak lanjut yang dilakukan adalah melakukan upaya peningkatan kapasitas pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam pelaksanaan mainstreaming REDD+ ke dalam dokumen perencanaan pembangunan nasional dan daerah, serta dalam melakukan greening MP3EI bidang REDD+. BAB 3 PELAKSANAAN TUGAS III - 41 Sarana dan Prasarana Rp.138,762 triliun untuk kegiatan MP3EI yang akan dilaksanakan oleh Kementerian PU, Kementerian Perhubungan, Kementerian Perdagangan, Kementerian ESDM dan Kementerian Kominfo; 16.Pelaksanaan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025 Sasaran (2) Sasaran utama MP3EI dalam upaya penguatan konektivitas adalah menciptakan Locally Integrated-Globally Connected, yaitu: (1) Menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi utama melalui inter-modal supply chains systems; (2) Memperluas pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan aksesibilitas dari pusat-pusat pertumbuhan ekonomi ke wilayah belakangnya (hinterland); dan (3) Menyebarkan manfaat pembangunan secara luas (pertumbuhan yang inklusif dan berkeadilan). Hasil yang Dicapai Kementerian PPN/Bappenas memegang peranan yang strategis dalam pelaksanaan MP3EI terutama dalam penguatan konektivitas nasional. Wakil Menteri PPN/Wakil Kepala Bappenas berperan sebagai Ketua Tim Kerja Konektivitas yang bertanggungjawab dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan pendukung investasi pihak swasta melalui penyediaan infrastruktur transportasi, komunikasi, sumber daya air, dan logistik serta infrastruktur energi dan listrik. “Konektivitas dapat meningkatan daya saing perekonomian Indonesia” Permasalahan yang Langkah Tindak Lanjut III - 42 Dihadapi dan Permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan MP3EI 2011-2025, antara lain: (1) Kurangnya koordinasi di dalam dan antarpusat (K/L) dan daerah dalam persiapan studi kelayakan (F/S), Detail Engineering Design (DED), dan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL). (2) Lemahnya konsultasi publik bersama masyarakat, sosialisasi undangundang, perpres, dan peraturan pelaksana pengadaan tanah bagi kepentingan umum dan aturan pelaksanaan pengadaan lahan. (3) Masih lemahnya kelembagaan dalam pengambilan keputusan proyekproyek yang akan dilaksanakan dan kurangnya kemampuan pemerintah Capaian Tim Kerja Konektivitas pada tahun 2013 adalah: (1) Sejalan dengan rencana pelaksanaan kegiatan di tahun 2014 dan penyusunan RKP 2014, Kementerian PPN/Bappenas telah mengindikasikan kebutuhan APBN Tim Kerja Konektivitas melakukan koordinasi untuk melakukan identifikasi permasalahan pelaksanaan kegiatan penguatan konektivitas dan melakukan fasilitasi penyelesaian permasalahan tersebut bekerjasama dengan sekretariat KP3EI di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014 dalam mempersiapkan proyekproyek infrastruktur, khususnya poyek Kerja Sama Pemerintah dan Swasta (KPS) sehingga perlu dilakukan revitalisasi Komite Kebijakan Percepatan Pembangunan Infrastruktur (KKPPI) menjadi Komite Percepatan Pembangunan Infrastruktur Prioritas (KPPIP). (4)Perlunya identifikasi skema pendanaan yang paling efisien untuk masing-masing proyek dan peningkatan kelembagaan dalam proses pengalokasian pagu anggaran untuk penerapan skema KPS pada masing-masing K/L (5) Dibutuhkan perpanjangan kebijakan atau ketetapan yang mendukung pelaksanaan proyek dan sinkronisasi perencanaan pembangunan antara kementerian dan lembaga. Langkah tindak lanjut akan difokuskan pada isu-isu strategis yang dihadapi pada beberapa proyek strategis konektivitas MP3EI: (1) Pelabuhan Maloy: (a) Penetapan Pelabuhan Maloy sebagai kawasan khusus pada RTRW Provinsi Kalimantan Timur; (b) Penetapan sumber pendanaan proyek; (c) Perubahan substansi RTRW Provinsi untuk mengakomodasi peruntukan lahan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Maloy; dan (d) Penyiapan data dukung yang lengkap untuk penetapan investor dan delineasi kawasan, dokumen usulan penetapan KEK, dan Kawasan Industri Terpadu Mantuil Banjarmasin (2)Pelabuhan Diperlukan Pontianak koordinasi Baru: antara Kementerian Perhubungan, Pemerintahan Provinsi Kalimantan Barat dan PT Pelindo II untuk mempersiapkan FS/Kajian terkait pelabuhan baru pengganti Pelabuhan Pontianak, yang dikarenakan: (a) Tidak layaknya kondisi Pelabuhan Dwikora Pontianak karena berada di pusat kota dan terjadi pendangkalan Sungai Kapuas; dan (b) Tidak adanya jalur alternatif pelayaran sebagai jalur lain yang dapat digunakan jika terjadi kecelakaan pada jalur tersebut. (3) Bendungan Raknamo – Kupang: (a) Perlu diupayakan percepatan penerbitan AMDAL dan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) karena sebagian lahan pembangunan merupakan kawasan hutan dan hutan produksi terbatas; dan (b) Perlu adanya tambahan anggaran pembangunan. 17. Kerjasama Pemerintah dan Swasta (Public Private Partnership). Sasaran Pembangunan bidang pengembangan kerja sama pemerintah dan swasta dilaksanakan untuk: (a) Melanjutkan reformasi strategis kelembagaan dan peraturan perundang-undangan pada sektor dan lintas sektor yang mendorong pelaksanaan KPS; (b) Mempersiapkan proyek KPS secara matang sehingga dapat menekan biaya transaksi; (c) Meningkatkan pemahaman dan kapasitas aparat instansi penanggungjawab dan tenaga konsultan dalam menyiapkan dan melakukan transaksi proyek KPS;dan (d) Menyediakan fasilitas-fasilitas untuk mendukung investasi dalam pembangunan dan pengoperasian BAB 3 PELAKSANAAN TUGAS III - 43 proyek KPS termasuk menyediakan dana pendukung pelaksanaaan KPS di dalam APBN. Keuangan, dan BKPM sebagai langkah percepatan pembangunan infrastruktur; (c) Revitalisasi Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur (KKPPI) menjadi Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas; (e) Penyusunan Project Development Facility (PDF) Toolkit oleh Bappenas dengan bantuan JICA; (f) Penyusunan Perpres tentang Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam penyediaan infrastruktur sebagai pengganti Perpres No. 67/2005 dan perubahannya yang sudah tidak efektif; (g) Mempersiapkan proyek KPS secara matang sehingga menekan biaya transaksi; (h) Menyediakan bantuan teknis melalui program Infrastructure Reform Sector Development Program (IRSDP) yang memfasilitasi penyiapan dan transaksi 19 proyek KPS; “KPS meningkatkan kualitas dan kuantitas pembangunan infrastruktur” Hasil yang Dicapai Sesuai dengan sasaran pengembangan kerja sama pemerintah dan swasta, Kementerian PPN/Bappenas berperan dalam pelaksanaan koordinasi KPS sebagai berikut. (1) Melanjutkan reformasi strategis kelembagaan dan peraturan perundang-undangan pada sektor dan lintas sektor yang mendorong pelaksanaan KPS, yaitu: (a) Penyempurnaan Regulasi KPS; (b) Penandatanganan Nota Kesepahaman Koordinasi Fasilitasi dan Pemberian Dukungan Pelaksanaan Percepatan Realisasi Proyek Kerja Sama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur, oleh Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian III - 44 (2)Meningkatkan pemahaman dan kapasitas aparat instansi penanggungjawab dan tenaga konsultan dalam menyiapkan dan melakukan transaksi proyek KPS, melalui: (a) Kegiatan pelatihan dan sosialisasi untuk menyebarluaskan pemahaman skema pendanaan penyediaan infrastruktur melalui kerjasama antara pemerintah dan swasta; (b) Kerjasama dengan Perguruan Tinggi dalam hal pelatihan untuk meningkatkan kapasitas aparat pemerintah terkait mekanisme penyediaan infrastruktur dengan pola kerjasama pemerintah dan swasta. Pada periode 2009-2014 diperkirakan lebih dari 200 K/L/Pemda yang telah mengikuti pelatihan baik dalam maupun luar negeri; (3)Menyediakan mendukung LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014 fasilitas investasi untuk dalam pembangunan dan pengoperasian proyek KPS termasuk menyediakan dana pendukung pelaksanaaan KPS di dalam APBN, yaitu dengan: (a) Menerbitkan Buku Rencana Proyek Kerjasama Pemerintah dan Swasta (PPP Book), antara lain PPP Book 2010-2014, PPP Book 2011, PPP Book 2012, PPP Book 2013 dan PPP Book 2014; (b) Mempromosikan KPS melalui fasilitasi pelaksanaan Asia Pacific Ministerial Conference on PPP for Infrastructure Development (APMC PPP) dan Infrastructure Asia Exhibition; (c) Melaksanakan kegiatan Investor Forum dan Business Forum untuk menjembatani komunikasi antara pemerintah sebagai regulator maupun penanggung jawab proyek kerjasama. Permasalahan yang Dihadapi dan Langkah Tindak Lanjut Permasalahan yang dihadapi koordinasi KPS antara lain: (1) dalam Belum adanya kepemimpinan yang dapat memberikan arahan dan sebagai pengambil keputusan dalam pelaksanaan KPS di Indonesia; (2) Adanya benturan dalam implementasi Perpres No. 67/2005 dan perubahannya dengan peraturan yang lebih tinggi yaitu PP No. 50/2007 tentang Pelaksanaan Kerjasama Daerah dan PP No. 6/2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Namun diundangkannya PP No. 27/2014 yang mencabut PP No. 6/2006 dapat mengatasi benturan tersebut; (3) Keterbatasan dana dan jangka waktu pemberian fasilitasi penyiapan proyek melalui IRSDP; (4) Masih kurangnya dan tidak meratanya pemahaman KPS pada aparatur pemerintahan di K/L/ Pemerintah Daerah. Langkah tindak lanjut yang dilakukan dalam koordinasi KPS, antara lain: (1)Dalam rangka melanjutkan reformasi strategis kelembagaan dan peraturan perundangundangan pada sektor dan lintas sektor yang mendorong pelaksanaan KPS, perlu dilakukan: (a) Kepemimpinan dan koordinasi dalam memutuskan dan mengarahkan pelaksanaan KPS di Indonesia; (b) Harmonisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan KPS baik sektor maupun lintas sektor; (c) Penyederhanaan dan memperjelas peraturan dalam rangka mempercepat pelaksanaan KPS; (2) Untuk mempersiapkan proyek KPS secara matang sehingga menekan biaya transaksi, diperlukan: (a) Peningkatan kualitas penyiapan proyek KPS; (b) Peningkatan kualitas dokumen perencanaan proyek KPS bidang infrastruktur mengakibatkan pilihan strategi pelaksanaan proyek yang kurang memihak pada KPS; dan (c) Pengalokasian dana penyiapan proyek yang berkelanjutan pada masing-masing PJPK baik pusat maupun daerah; (3)Meningkatkan pemahaman dan kapasitas aparat instansi penanggungjawab dan tenaga konsultan dalam menyiapkan dan melakukan transaksi proyek KPS dan peningkatan pemahaman aparatur pemerintah tentang perlunya pengintegrasian skema KPS dalam BAB 3 PELAKSANAAN TUGAS III - 45 pola pembiayaan pembangunan infrastruktur; (4)Menyediakan fasilitas-fasilitas untuk mendukung investasi dalam pembangunan dan pengoperasian proyek KPS termasuk menyediakan dana pendukung pelaksanaaan KPS di dalam APBN, dengan: (a) Mengembangkan mekanisme pemberian insentif bagi Penanggung Jawab Proyek Kerja sama (PJPK) dalam melaksanakan KPS; (b) Mainstreaming kebijakan-kebijakan untuk mendukung KPS; (c) Mendorong peningkatan sebaran proyek-proyek KPS di luar Pulau Jawa. 2013, Pemerintah menerbitkan Inpres No 4/2013 Tentang Program Dekade Aksi Keselamatan Jalan. Inpres No 4/2013 ini meliputi 5 (lima) pilar, yaitu (1) Manajemen Keselamatan Jalan; (2) Jalan yang Berkeselamatan; (3) Kendaraan yang Berkeselamatan; (4) Perilaku Pengguna Jalan yang Berkeselamatan; dan (5) Penanganan Pra dan Pasca Kecelakaan. Adapun Kementerian PPN/Bappenas berperan besar pada pelaksanaan Pilar 1. Manajemen Keselamatan Jalan dengan capaian sebagai berikut: (1) 18. Penyusunan Rencana Umum Nasional Keselamatan (RUNK) Jalan 2011-2035 Sasaran Rencana Umum Nasional Keselamatan (RUNK) Jalan, yang disusun di bawah koordinasi Kementerian PPN/Bappenas, memiliki sasaran khusus untuk mengurangi angka kematian per kendaraan (dan per penduduk) hingga 50 persen pada tahun 2020 dan 80 persen pada 2035, dengan menggunakan angka kematian pada tahun 2010 sebagai angka awal. (2) Membentuk forum lalu lintas di beberapa provinsi dan kabupaten/ kota dengan keselamatan lalu lintas angkutan jalan sebagai salah satu topik pembahasan; (3) Penguatan data kecelakaan lalu lintas jalan dengan dikembangkannya Integrated Road Safety Management System (IRSMS). Perbaikan awal data kecelakaan di Indonesia sudah diakui di dalam laporan “WHO Global Road Safety Report 2013” yang dikeluarkan oleh Badan Kesehatan Dunia tahun 2013; (4) Terkait dengan Sistem Manajemen Keselamatan Angkutan Umum (SMK-AU) telah dilaksanakan sosialisasi pelaksanaan, uji publik, dan bimbingan teknis kepada operator angkutan umum. “Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Jalan adalah cara mencapai keselamatan jalan” Hasil yang Dicapai Dalam rangka penguatan koordinasi antarpemangku kepentingan di bidang keselamatan jalan, pada tanggal 19 April III - 46 Membentuk Sekretariat Pelaksanaan Rencana Umum Nasional Keselamatan Jalan (RUNK) dan Program Dekade Aksi Keselamatan Jalan serta Kelompok Kerja yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan di bidang keselamatan jalan; LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014 Permasalahan yang Dihadapi dan Langkah Tindak Lanjut Beberapa permasalahan yang masih ditemukan dalam mewujudkan tujuan Dekade Aksi Keselamatan Jalan 2011-2020 adalah: (1) Belum adanya dukungan finansial baik dari pemerintah maupun partisipasi masyarakat untuk mendukung kegiatan keselamatan; (2) Belum sistematisnya pendekatan untuk mengatasi masalah keselamatan jalan di lima pilar yang digariskan dalam Program Dekade Aksi Keselamatan Jalan; (3) Belum berkembangnya metode penerapan dan penegakan hukum keselamatan jalan yang baik serta efektif. Mempertimbangkan permasalahan tersebut, maka beberapa langkah tindak lanjut yang akan dilakukan adalah: (1)Mengatasi keselamatan jalan secara menyeluruh, dimulai dengan penerapan sistem manajemen keselamatan jalan yang baik; (2) Meningkatkan kualitas statistik dan data keselamatan jalan; (3)Mengembangkan peraturan perundangan tentang keselamatan jalan nasional yang komprehensif; (4) Memperkuat dan meningkatkan perawatan pra-rumah sakit, trauma dan rehabilitasi, termasuk mempromosikan nomor darurat yang universal dalam rangka penyelarasan dan mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk mengakses layanan ketika kecelakaan terjadi; (5)Mengembangkan mekanisme pendanaan berkelanjutan untuk keselamatan jalan; (6) Memastikan peringatan Hari Dunia Peringatan Korban Kecelakaan Lalu Lintas sebagai sarana untuk meningkatkan kesadaran, sebagai tambahan kegiatan pada tingkat internasional, regional, subregional dan nasional; (7) Mengadakan sidang tinjauan jangka menengah tingkat tinggi untuk menilai kemajuan pelaksanaan rencana Dekade dan membahas langkah-langkah berikutnya; (8)Terus mengembangkan lebih banyak dan lebih baik lagi data cedera kecelakaan dan kematian; (9) Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengendalian kecelakaan melalui kegiatan deteksi dini faktor risiko kecelakaan dan kemampuan tanggap darurat kecelakaan; (10) Meningkatkan kemampuan tenaga kesehatan terutama dalam bantuan hidup dasar (basic life support) dan mengembangkan system ambulatory untuk mempercepat respon dalam pertolongan korban kecelakaan; (11)Mengembangkan kelembagaan dalam pengendalian korban kecelakaan melalui pembentukan SPGDT, safe community di kabupaten/kota; (12)Meningkatkan dukungan dari pemerintah daerah terutama dalam pembiayaan program pengendalian kecelakaan dan sistem pelaporan melalui fasilitas kesehatan (injury surveilans). BAB 3 PELAKSANAAN TUGAS III - 47 Wilayah dan Tata Ruang 19.Koordinasi Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (P4B) (4)Hasil koordinasi pelaksanaan kegiatan antara Kementerian PPN/Bappenas dengan UP4B menghasilkan beberapa perbaikan dalam hal: (a)Pemberdayaan Ekonomi Rakyat, (b)Peningkatan Pelayanan Pendidikan di 40 kabupaten/ kota, (c)Peningkatan Pelayanan Kesehatan, (d) Pembangunan Infrastruktur Dasar (e) Pemihakan Terhadap Putra/ Putri Asli Papua. Sasaran Pelaksanaan koordinasi P4B memiliki dua sasaran strategis, yaitu: (a) Terintegrasinya program dan kegiatan K/L dalam Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat; dan (b) Meningkatnya kapasitas pemerintah daerah Papua dan Papua Barat lembaga dalam Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat. “P4B mengantarkan Papua dan Papua Barat menuju kehidupan yang lebih baik” Hasil yang Dicapai Kementerian PPN/Bappenas mengkoordinasikan P4B dengan hasil sebagai berikut: (1) Tersusunnya Kebijakan P4B dan telah ditetapkan sebagai Perpres Nomor 65/2011 Tentang Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat; (2)Terbentuknya kelembagaan yang melakukan pengawalan kebijakan P4B melalui penetapan Perpres No.66/2011 tentang Unit Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat (UP4B); (3) Telah disahkannya Rencana Aksi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat dan telah ditetapkan sebagai lampiran Perpres Nomor 65/2011; III - 48 (5) Pelatihan dan pendidikan untuk meningkatkan Kualitas SDM Aparatur Pemerintah Papua dan Papua Barat dalam Perencanaan, untuk bidang mitigasi bencana, Green Economy, Pro Poor Development Planning and Bugdegting, dan Pelatihan Perencanaan Daerah–RPJMD. Permasalahan yang Dihadapi dan Langkah Tindak Lanjut Permasalahan yang dihadapi pelaksanaan P4B adalah: dalam (1) Dualisme UU dalam pengaturan wilayah Papua menimbulkan perbedaan persepsi antara pemerintah kabupaten/kota (UU No. 21/2001) dan pemerintah provinsi (UU No. 32/2004) yang menyebabkan terganggunya sinergitas dan sinkronisasi kebijakan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota; (2) Belum meratanya aksesibilitas penduduk kepada pasar, yang mengakibatkan beban ekonomi LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014 biaya tinggi, terutama pegunungan tengah; di (3) Jumlah kabupaten yang terus meningkat, sehingga meningkatkan beban alokasi anggaran. (4)Kurang efektifnya koordinasi antara UP4B dengan pemerintah provinsi menyebabkan sinergi antara program/kegiatan pusat dan program/kegiatan daerah tidak optimal. Langkah tindak lanjut yang dilakukan antara lain: (1) Berkoordinasi dengan UP4B untuk memastikan agenda-agenda P4B masuk ke dalam perencanaan dan penganggaran K/L dalam penyusunan RKP 2014 dan 2015, serta sebagai masukan penyusunan RPJMN 2015-2019; (2)Meningkatkan koordinasi pembangunan jalan lintas pegunungan tengah, yaitu koordinasi percepatan pembangunan ruas jalan strategis UP4B tahun 20132014; (3) Penuntasan penentuan hak ulayat dan hak atas tanah di kedua provinsi, sehingga mengurangi hambatan berupa klaim sepihak dari masyarakat adat atas tanah yang akan digunakan untuk sarana dan prasarana umum; (4) Mendorong pelaksanaan agendaagenda percepatan, sesuai yang tercantum di dalam lampiran Perpres No. 65/2011, serta melakukan penelaahan agenda yang dapat dilanjutkan dalam RPJMN 2015-2019; (5)Penyiapan exit strategy untuk melanjutkan koordinasi percepatan pembangunan di provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat pasca berakhirnya tugas UP4B tahun 2014. 20. Reforma Agraria Nasional (RAN) Sasaran Sasaran kegiatan Reforma Agraria Nasional (RAN) adalah: (1) Melakukan elaborasi dan identifikasi kebutuhan persiapan penyusunan kebijakan, dan (2) Pelaksanaan koordinasi lintas sektor dan daerah. Hasil yang Dicapai Pelaksanaan Kegiatan Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional dimulai sejak tahun 2013, dengan ditetapkannya Surat Keputusan Menteri PPN/Bappenas No.Kep.55/M.PPN/HK/03/2013 Tentang Pembentukan Tim Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional, dan Menteri PPN/Kepala Bappenas merupakan Pengarah Tim Koordinasi. Pada tahun 2014 kembali dibentuk melalui Surat Keputusan Menteri PPN/Bappenas Nomor Kep. 9/M.PPN/HK/02/2014 Tentang Pembentukan Tim Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional. Tim Koordinasi tersebut beranggotakan pejabat Eselon I dan II lintas kementerian yaitu Badan Pertanahan Nasional, Kementerian Kehutanan, Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah, dan Kementerian PPN/Bappenas. “Reforma Agraria Nasional adalah solusi permasalahan lahan” BAB 3 PELAKSANAAN TUGAS III - 49 Sesuai dengan sasaran strategis, hasil yang dicapai dalam pelaksanaan Koordinasi Strategis RAN adalah perbaikan dalam: (1) Kebijakan sistem pendaftaran tanah publikasi positif; (2) Kebijakan redistribusi tanah dan access reform; (3) Kebijakan pembentukan kamar khusus pertanahan yang ditunda hingga penetapan RUU Pertanahan selesai dilakukan; (4) Kebijakan pembentukan tanah, yang pada Tahun dilaksanakan identifikasi bank tanah di negara lain, lain Taiwan, India, dan USA; (5) Kebijakan SDM bidang pertanahan; (6)Koordinasi sertifikasi transmigrasi; dan (7) bank 2013 model antara tanah Koordinasi Program Agraria Daerah (PRODA) di Provinsi Kalimantan Timur. Permasalahan yang Langkah Tindak Lanjut Dihadapi dan Permasalahan yang dihadapi terutama terkait dengan implementasi RAN oleh instansi pelaksana, antara lain: (1) Data dan informasi spasial dengan cakupan wilayah bersertifikat tidak semua memiliki georeferensi; (2) Terdapat perubahan komitmen pembiayaan oleh Kementerian Kehutanan pada tahun 2013 terkait Pelaksanaan pilot project publikasi tata batas kawasan hutan (3) Tidak seimbangnya pemahaman K/L dalam hal keterlibatan dalam kegiatan redistribusi tanah dan access reform, III - 50 (4) Kegiatan pembentukan kamar khusus pertanahan di Pengadilan Negeri tidak dapat dilakukan karena tidak tercapainya kesepakatan bahwa hal tersebut merupakan upaya penyelesaian sengketa dan kasus pertanahan; (5)Belum disepakatinya bentuk diskresi yang akan disusun atas permasalahan tanah transmigrasi; (7) Belum tersedia data subyek dan obyek yang akan menerima Program Reforma Agraria Daerah di Pemprov Kalimantan Timur. Langkah tindak lanjut dalam menyelesaikan permasalahan implementasi RAN dilakukan melalui peningkatan koordinasi, antara lain: (1) Melakukan koordinasi dengan BIG dan BPN untuk mendapatkan data dan informasi spasial wilayah Indonesia dan peta penetapan kawasan hutan; (2) Melakukan koordinasi dengan Kemenhut dan Direktorat sektor Kementerian PPN/Bappenas terkait untuk melaksanakan pilot project tata batas kawasan hutan; (3) Melakukan Koordinasi dengan BPN, Bappeda dan SKPD di Provinsi Bangka-Belitung dan Jawa Tengah hingga dinas di tingkat kabupaten yang menjadi lokasi pilot project redistribusi tanah dan access reform; (4) Melakukan pertemuan dengan BPN dan Kemen PAN dan RB guna membahas jumlah ideal dan proporsi kebutuhan SDM bidang pertanahan; dan LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014 (5)Melakukan sosialisasi kepada kabupaten/kota untuk mengidentifikasi dan menyiapkan data target kegiatan sertipikasi PRODA pada enam kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Timur. 21. Koordinasi Strategis Sekretariat Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN) Sasaran Pelaksanaan kegiatan Sekretariat BKPRN bertujuan untuk meningkatkan koordinasi lintas sektor dalam penyelenggaraan penataan ruang dengan sasaran, yaitu: (1) Optimalisasi koordinasi kerja antarorgan BKPRN melalui penyusunan Pedoman Tata Kerja Sekretariat BKPRN serta pengembangan sistem e-BKPRN; dan (2) Pelaksanaan kegiatan koordinasi, fasilitasi, dan mediasi dalam rangka peningkatan kualitas produk tata ruang, meliputi: (i) Fasilitasi percepatan penyelesaian rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang; (ii) Fasilitasi penyelenggaraan Sidang BKPRN Tingkat Menteri, (iii) Fasilitasi Penyelenggaraan Rapat Kerja Nasional BKPRN; (iv) Penyusunan Laporan Semester BKPRN kepada Presiden; dan (v) Fasilitasi penyelarasan/harmonisasi implementasi UU 26/2007 tentang Penataan Ruang dan UU No. 27/2007 jo UU No. 1/2014 tentang Perubahan Atas UU No. 27/ 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta UU sektor terkait lainnya. “Koordinasi PRN mengurangi konflik tata ruang” Hasil yang Dicapai Berdasarkan Keppres No.4/2009 tentang Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN), Menteri PPN/Kepala Bappenas berkedudukan sebagai Sekretaris BKPRN merangkap anggota BKPRN. Hasil yang dicapai antara lain: (1) Fasilitasi percepatan penyelesaian rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang; (2) Fasilitasi penyelenggaraan Sidang BKPRN; (3) Fasilitasi penyelarasan/harmonisasi implementasi UU No.26/2007 tentang Penataan Ruang dan UU No. 27/2007 jo UU No. 1/2014 tentang Perubahan Atas UU No 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta UU sektor terkait lainnya; (4) Fasilitasi Penyelenggaraan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) BKPRN dengan tujuan menyusun dan menyepakati agenda kerja BKPRN untuk dua tahun ke depan; (5) Penyusunan Pedoman Tata Kerja Sekretariat BKPRN yang telah ditetapkan melalui Kepmen PPN/ Kepala Bappenas No. 46/2013 tentang Pedoman Tata Kerja Sekretariat BKPRN; (6) Pengembangan sistem e-BKPRN yang merupakan media kerja elektronik untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja BKPRN; (7) Penyusunan Laporan Semester BKPRN yang sejak tahun 2012, telah disampaikan lima laporan Kegiatan BKPRN dari Menteri PPN/Kepala BAB 3 PELAKSANAAN TUGAS III - 51 Bappenas selaku Sekretaris BKPRN kepada Menko Perekonomian selaku Ketua BKPRN. Permasalahan yang Dihadapi dan Langkah Tindak Lanjut Permasalahan yang dihadapi koordinasi penataan ruang, yaitu: terkait (1) Belum lancarnya arus informasi antarorgan BKPRN yang menyebabkan ketimpangan informasi dan menghambat kemajuan kegiatan BKPRN. (2) Proses koordinasi yang membutuhkan waktu relatif panjang terutama berkenaan dengan penyelarasan implementasi peraturan perundangan terkait penataan ruang. Langkah tindak lanjut yang dilakukan terkait koordinasi penataan ruang, yaitu: (1) Inisiasi penggunaan e-bkprn, yang merupakan sistem informasi berbasis internet yang dikelola oleh Sekretariat BKPRN dan dapat diakses oleh seluruh organ BKPRN, dan (2) Memperkuat kapasitas fasilitasi dalam penyelarasan implementasi peraturan perundangan terkait penataan ruang. 3.4.Pemantauan dan Evaluasi Kinerja Pembangunan 1. Lampiran Pidato Kenegaraan dalam rangka HUT Kemerdekaan RI III - 52 Kemerdekaan RI di depan sidang bersama DPR RI dan DPD RI, Lampiran Pidato disusun untuk membahas: (1) Kebijakan pembangunan, (2) Hasil pelaksanaan pembangunan, (3) Permasalahan dalam pelaksanaan dan tindak lanjut yang diperlukan. Hasil yang Dicapai Sepanjang tahun 2010-2014, Kementerian PPN/Bappenas telah menyusun empat dokumen Lampiran Pidato Kenegaraan melalui koordinasi dengan seluruh K/L. Lampiran Pidato Kenegaraan tahun 2011-2013 melaporkan perkembangan hasil-hasil pembangunan selama satu tahun pelaksanaan RKP. Khusus untuk tahun 2014, Lampiran Pidato Kenegaraan memuat perkembangan pembangunan selama kurun waktu pelaksanaan dua tahapan RPJMN, sekaligus memaparkan pula tantangan yang dihadapi dalam RPJMN 2015-2019. Pola penulisan Lampiran Pidato Kenegaraan 2014 juga mengalami perubahan. Semula penulisan terdiri dari tiga bagian (Prioritas Nasional, Prioritas Bidang, dan Pembangunan Berdimensi Kewilayahan), berubah menjadi satu bagian saja (Bidang Pembangunan). Perubahan ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya pengulangan substansi. “Lampiran Pidato Kenegaraan 2014 telah mengalami perubahan struktur, layout, dan cover” Sasaran Permasalahan yang Langkah Tindak Lanjut Sebagai suatu kesatuan dengan Naskah Pidato Kenegaraan yang disampaikan oleh Presiden RI setiap tahun menjelang HUT Secara garis besar penyusunan Lampiran Pidato Kenegaraan menghadapi tiga permasalahan sebagai berikut: LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014 Dihadapi dan Lampira Presidenn Pidato Kene ga Republ ik Indo raan nesia (3) Penunjukan penanggung jawab penulis di tiap Kedeputian agar koordinasi lebih baik dan terarah. REPUBL IK INDO NESIA Lampir an Pida to Ken Preside egaraa n Repu n blik In donesi DALAM RANGKA a HUT KE PR DALAM RANGKA HUT KE-6 9 PROKLAM KEMERDE ASI KAAN REPUBLIK INDONESI A DI DEPA N SIDANG BERSAMA DEWAN PERWAKIL AN RAKYAT REPUBLIK INDONESI A DAN DEW AN PERWAKIL AN DAERAH REPUBLIK INDONESI A JAKARTA, 15 AGUS TUS 2014 OKLAMA -69 RDEKAA N SI KEME REPUBL DI DEPA N SIDAN IK INDO G BERSAM NESIA DEWAN A PERWAK ILAN RA DAN DE KYAT RE WAN PE PUBLIK RWAKILA INDONES N DAER IA AH JAKART REPUBL A, 15 AG IK INDON USTUS 20 ESIA 14 KEMENTE RIAN SEKRETAR IAT NEGARA REPUBLIK INDONESI A KE ME NT ER IAN SE KR ET AR IAT NE GA RA RE PU BL IK IN DO NE SIA Mengingat penyusunan Lampiran Pidato Kenegaraan merupakan kegiatan yang rutin dilaksanakan setiap tahun, ke depan perlu dikembangkan SOP yang sistematis dan jelas, serta penyediaan fasilitas kerja kolaboratif yang menunjang proses koordinasi antara tim penyusun, direktorat sektor, dan mitra kerja K/L. 2. Evaluasi RPJMN 2010 - 2014. Sasaran (1) Substansi, yaitu tumpang tindihnya substansi antarbab, terutama antara Bab Prioritas Nasional dengan Bab Bidang Pembangunan (untuk Lampiran Pidato Kenegaraan tahun 2011-2013); (2)Mekanisme penyusunan, yaitu belum adanya alur baku yang disepakati terkait proses penyusunan lampid; dan belum tersedianya fasilitas kerja kolaborasi yang memadai; (3) Komunikasi dan koordinasi, yaitu belum jelasnya pembagian peran, tanggung jawab, dan kewenangan dalam proses penyusunan. Langkah tindak lanjut yang telah dilakukan untuk memperbaiki penyusunan Lampiran Pidato Kenegaraan adalah: (1)Perbaikan outline penulisan Lampiran Pidato Kenegaraan 2014 berdasarkan bidang pembangunan, (2)Perbaikan layout dan cover Lampiran Pidato Kenegaraan 2014 menjadi lebih menarik, dan Evaluasi RPJMN 2010-2014 dilakukan sebagai alat kontrol untuk mengukur tingkat pencapaian pembangunan nasional RPJMN 2010-2014 terhadap target yang telah ditetapkan. Hasil yang Dicapai Kementerian PPN/Bappenas telah melakukan empat kali evaluasi terhadap pelaksanaan RPJMN 2010-2014 dengan melibatkan seluruh unit kerja sektoral dan mitra kerja K/L melalui berbagai rangkaian pertemuan diskusi dan workshop. Evaluasi tersebut meliputi: (1) Evaluasi Satu Tahun Pelaksanaan RPJMN 2010-2014 dengan pembahasan pada pencapaian Prioritas Nasional sesuai Buku I RPJMN 2010–2014, khususnya pada level outcome atau Substansi Inti. (2) Evaluasi Dua Tahun Pelaksanaan RPJMN 2010-2014, dengan pembahasan substansi evaluasi sama dengan Evaluasi Satu Tahun Pelaksanaan RPJMN 20102014, namun ditambahkan pula dengan pencapaian Prioritas BAB 3 PELAKSANAAN TUGAS III - 53 (3) (4) Nasional berdasarkan pelaksanaan pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah. suatu prioritas nasional, dengan tingkat kinerja yang masih beragam pula (output, outcome, impact). Evaluasi Paruh Waktu RPJMN 20102014, yang memuat penilaian terhadap capaian sasaran-sasaran pembangunan pada tingkat visi, misi dan agenda pembangunan kebijakan ekonomi makro dan pembiayaan pembangunan serta sasaran 14 prioritas nasional; Langkah tindak lanjut yang dilakukan meliputi: Evaluasi Empat Tahun Pelaksanaan RPJMN 2010-2014, yang substansi dan proses pelaksanaannya pada dasarnya sama dengan Evaluasi Paruh Waktu RPJMN 2010-2014. “Sebagian besar sasaran RPJMN 2010-2014 akan dicapai pada akhir tahun 2014” Dihadapi Melakukan perencanaan penyusunan lebih awal dengan koordinasi yang lebih matang; dan (3) Melibatkan K/L dalam menentukan indikator kinerja penting yang dipilih untuk mengukur pencapaian visi, misi, agenda pembangunan, dan prioritas nasional. Sasaran dan Permasalahan yang dihadapi dalam penyusunan Evaluasi RPJMN 2010-2014, antara lain: (1) (2) 3. Evaluasi Pelaksanaan Pembangunan Nasional Tahun 2010-2014 Secara umum, selama empat tahun pelaksanaan RPJMN 2010-2014, telah banyak hasil yang dicapai dalam berbagai prioritas nasional pembangunan untuk mendukung pencapaian visi Indonesia 2014. Pencapaian tersebut dapat dilihat dari capaian indikator 14 prioritas nasional (PN) yang sebagian besar indikatornya (61,02 persen) tercapai. Permasalahan yang Langkah Tindak Lanjut (1) Mendorong pelaksana program untuk menginventaris data secara lebih teratur dan lengkap; Terdapat data yang kurang lengkap atau kurang update; dan Evaluasi Pelaksanaan Pembangunan Nasional Tahun 2010-2014 dilakukan untuk: (1) Mengevaluasi capaian outcome pembangunan nasional dalam RPJMN 20102014; (2) Mengevaluasi kinerja K/L dalam mendukung pencapaian prioritas nasional dan kinerja program yang dilaksanakan; (3) Mengevaluasi kinerja pembangunan di daerah. Hasil yang Dicapai Evaluasi Pelaksanaan Pembangunan Nasional Tahun 2010-2014 yang dilakukan oleh Kementerian PPN/Bappenas menunjukkan hasil sebagai berikut: (1) (2) Penggunaan indikator kinerja yang tidak tepat untuk menilai capaian III - 54 LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014 Selama empat tahun pelaksanaan RPJMN 2010-2014, pencapaian outcome pembangunan nasional cukup baik. Lebih dari 60 persen indikator outcome telah tercapai. N / Bapp erian PP Kement validitas dan secara periodik; enas AN KSANA SI PELANASIONAL A U L A V N E NGUNA 4 PEMBA 2010-201 TAHUN NAL S NASIO ERAH IORITA N DA IAN PR ERIAN DA CAPA MENT JA KE KINER (2) Penggunaan indikator kinerja yang tidak tepat untuk menilai capaian suatu prioritas nasional, dengan tingkat kinerja yang masih beragam pula; (3) L SIONA NAN NA PPENAS) ANGU (BA N PEMB NASIONAL ANAA N RENC GUNA IAN PE N PEMBAN NTER 2014 KEME RENCANAA N PE BADA (2) Kinerja 20 kementerian berperan dalam mendukung capaian prioritas nasional. Rata-rata realisasi fisik dan realisasi anggaran pelaksanaan pembangunan dari 20 kementerian pada tahun 2013 adalah 101,06 persen dan 92,51 persen, lebih tinggi dari tahun 2012 yang hanya 96,82 persen dan 90,65 persen. (3) Isu-isu strategis daerah yang dominan muncul dalam pelaksanaan pembangunan terutama terkait dengan penanggulangan kemiskinan, infrastruktur, dan pendidikan. “Evanas 2010-2014 merupakan elaborasi kinerja dan capaian pembangunan pusat dan daerah” Permasalahan yang Dihadapi dan Langkah Tindak Lanjut Permasalahan yang dihadapi dalam Evaluasi Pelaksanaan Pembangunan Nasional Tahun 2010-2014, adalah: (1) Kualitas data yang masih perlu ditingkatkan, terutama terkait ketersediaannya Belum jelasnya keterkaitan capaian dari tiap tingkat kinerja (output, outcome, impact), sehingga masih sulit untuk ditelusuri pencapaian suatu impact atau outcome berasal dari kontribusi output yang mana saja; Langkah tindak lanjut yang perlu dilakukan antara lain: (1) Guna menjamin kualitas perencanaan dan penganggaran suatu kebijakan/ program, perlu diterapkan kerangka berpikir logic model, (2) Pengumpulan data kinerja dilakukan secara rutin, serta data kinerja menjadi dasar pengambilan keputusan (evidence based policies), (3) Penyusunan sistem evaluasi dan pelaporan yang terpadu dan komprehensif guna menjembatani kebutuhan semua pihak dalam pelaksanaan pembangunan. 4. Evaluasi Akhir Tahun (EAT) RKP Sasaran Evaluasi Akhir Tahun RKP ditujukan untuk mengetahui ketercapaian pelaksanaan pembangunan berdasarkan realisasi anggaran dan fisik, ketercapaian indikator program, dan kinerja K/L. “EAT RKP memberikan gambaran kinerja kementerian” BAB 3 PELAKSANAAN TUGAS III - 55 Kementeria n PPN/Ba EVALUASI AK RENCAN HIR TAHU A KERJA PENCAPAI ppenas N PEMERIN TA TAHUN 20 H 13 Hasil yang Dicapai AN PROG RA NASIONA M PEMBANGUN L DI 20 KE AN MENTERIA N Evaluasi Akhir Tahun RKP mulai d i l a ks a n a ka n dan dikembangkan oleh Kementerian PPN/Bappenas pada tahun 2010. Hingga saat ini, metodologi EAT masih terus dikembangkan. Perkembangannya sebagai berikut: KEDEPU TIA KEMENT ERIAN PER N EVALUASI KIN BADAN ERJA PEM ENCANA PERENC AN PEM ANAAN BANGUNANBANGUNAN PEMBAN GUNAN NASION NASION AL (BAPPE AL NAS) 2014 (1) Monitoring Tengah Tahun (MTT) 2010 dilakukan berjenjang sesuai hirarki Buku I RKP 2010 dengan fokus analisis pada tingkat pencapaian fisik kegiatan prioritas, realisasi penyerapan anggaran kegiatan prioritas, dan kinerja di tiap tingkatan pembangunan; (2) (3) Permasalahan yang Langkah Tindak Lanjut dan (1) Tidak seluruh program dalam RKP memiliki sasaran dan indikator, ataupun terdapat perubahan indikator (indikator baru dan indikator tidak berlanjut); (2) Berkaitan dengan penyediaan data laporan PP No. 39/2006 oleh kementerian (dari laporan e-Monev): (a)Data capaian indikator program kebanyakan tidak dilaporkan oleh kementerian; EAT RKP 2011 disusun berdasarkan Laporan Triwulan IV PP 39/2006 yang disampaikan oleh 49 K/L dari 80 K/L. (5) EAT RKP 2013 hanya dilakukan terhadap 20 kementerian teknis, dengan penambahan fokus reviu pada efisiensi dan efektivitas. Dihadapi Dalam pelaksanaan EAT RKP dijumpai beberapa permasalahan, antara lain: EAT RKP 2010 disusun berdasarkan Laporan Triwulan IV PP 39/2006 yang disampaikan ke Bappenas oleh 40 K/L dari 77 K/L, (4) EAT RKP 2012 hanya dilakukan terhadap 20 kementerian teknis, dengan penitikberatan pada dua fokus reviu, yaitu reviu terhadap: (a) capaian indikator program RKP 2012, dan (b) capaian pelaksanaan pembangunan tahun 2012 berdasarkan laporan triwulan IV PP 39/2006. III - 56 Secara umum, hasil EAT RKP 20112013 menunjukkan hasil yang cukup baik. Perkembangan capaian dari 20 kementerian menunjukkan peningkatan rata-rata realisasi fisik dan anggaran, dengan 58 persen indikator program mengalami peningkatan capaian. (b) Data dari sejumlah program/ kegiatan perlu dikonfirmasi ulang terkait validitasnya; dan (c) Masih terdapat kementerian yang belum melaporkan capaian perkembangan triwulan IV PP No. 39/2006 kepada Bappenas, melalui e-Monev sesuai aturan waktu yang seharusnya. Merujuk pada hasil analisis capaian pelaksanaan pembangunan tahun 2013, dapat diidentifikasi beberapa langkah tindak lanjut, yaitu: (1) Kementerian diharapkan dapat menyepakati sasaran program dan indikator, bisa berdasarkan Renstra LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014 K/L atau dokumen perencanaan lainnya; (2) Proses perencanaan perlu diperkuat dengan penggunaan tools logic model; (3) Sistem evaluasi dan pelaporan, yaitu e-Monev yang telah dibangun perlu diperkuat sehingga lebih terpadu dan komprehensif; (4) Peran unit kerja monitoring dan evaluasi dalam K/L perlu diperkuat, utamanya dalam hal menjaga akurasi dan validasi data capaian; (5) Peningkatan ketepatan waktu penyampaian data laporan capaian kinerja sehingga hasil monitoring dan evaluasi benar-benar menjadi bahan masukan bagi proses perencanaan periode selanjutnya. 5.Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) di 33 Provinsi Sasaran Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah di 33 Provinsi dilaksanakan untuk mengevaluasi pelaksanaan RPJMN 2010-2014 di daerah, isu strategis daerah, dan proyeksi indikator kinerja RPJMN berikutnya. “EKPD merupakan rekaman fenomena pembangunan daerah” telah dilakukan empat kali kegiatan EKPD di 33 Provinsi, yaitu: (1) EKPD 2010 dengan fokus evaluasi 5 tahun pelaksanaan RPJMN 20042009 di daerah dan relevansi RPJMD Provinsi dengan RPJMN 2010-2014; (2)EKPD 2011 dengan fokus pelaksanaan RPJMN 2010-2014 di daerah, relevansi RKPD Provinsi dengan RPJMN 2010-2014, dan evaluasi tematik provinsi; (3) EKPD 2012 dengan fokus evaluasi capaian prioritas nasional 2010, 2011, dan kemajuan pelaksanaan 2012, serta isu strategis daerah; (4) EKPD 2013 dengan fokus evaluasi pencapaian prioritas nasional dalam RPJMN 2010-2014, identifikasi isu strategis dan rekomendasi kebijakan, serta proyeksi target capaian provinsi untuk RPJMN periode berikutnya. Permasalahan yang Langkah Tindak Lanjut Dihadapi dan Dalam pelaksanaan EKPD di 33 Provinsi ditemui beberapa permasalahan terkait substansi dan administrasi, yaitu: (1) Tingkat analisis dan rekomendasi yang beragam pengertian, dan (2) Keterlambatan perguruan tinggi dalam mengumpulkan laporan. Hasil yang Dicapai Oleh karena itu dalam evaluasi yang akan datang, perlu dilakukan: Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah di 33 Provinsi merupakan kegiatan yang dilaksanakan Kementerian PPN/Bappenas bekerjasama dengan 33 Perguruan Tinggi Negeri di 33 Provinsi. Sejak tahun 2010, (1)Upaya perbaikan perumusan indikator yang lebih singkat namun penting dan bermanfaat bagi banyak pemangku kepentingan, BAB 3 PELAKSANAAN TUGAS III - 57 (2) Melakukan monitoring berkala terhadap perkembangan hasil evaluasi yang dilakukan pergurunan tinggi, serta (3) Pergantian tim evaluasi yang kurang berkinerja maksimal. 6. Pemantauan dan Evaluasi Kinerja Pelaksanaan Kegiatan yang Dibiayai Pinjaman Luar Negeri Sasaran Pemantauan dan evaluasi kinerja pelaksanaan kegiatan yang dibiayai pinjaman luar negeri dilakukan untuk meningkatkan kualitas rencana pendanaan pembangunan nasional. terhadap seluruh kegiatan yang sedang berjalan (on going). Permasalahan yang Langkah Tindak Lanjut (1) Rapat pemantauan dan pelaporan kinerja pelaksanaan pinjaman luar negeri dilaksanakan secara triwulan, dengan hasil Laporan Kinerja Pelaksanaan Pinjaman dan Hibah Luar Negeri edisi Triwulanan, dan (2) Pemantauan dan evaluasi kinerja pelaksanaan kegiatan yang dibiayai pinjaman luar negeri dilakukan III - 58 dan Dalam pemantauan dan evaluasi kinerja pelaksanaan kegiatan yang dibiayai pinjaman luar negeri beberapa permasalahan yang perlu diperhatikan, antara lain: (1)Substansi (a)Lamanya proses pengadaan barang jasa karena setiap tahapnya memerlukan persetujuan dari mitra pembangunan; (b) Pengadaan lahan yang menyangkut ketersediaan dana untuk pembebasan lahan, penolakan masyarakat, kesepakatan harga tanah, dan perijinan; (c) Revisi dokumen anggaran karena kesalahan pencantuman mata anggaran, kode proyek, atau penambahan alokasi anggaran; serta Hasil yang Dicapai Pemantauan dan evaluasi kinerja pelaksanaan kegiatan yang dibiayai pinjaman luar negeri dilaksanakan sesuai PP No.10/2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah. Pemantauan dan evaluasi dilakukan oleh Kementerian PPN/ Bappenas berkoordinasi dengan pihak terkait (instansi pelaksana, Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, BPKP dan mitra pembangunan). Hasil yang dicapai sebagai berikut: Dihadapi (d) Masalah teknis lapangan yang menyebabkan keterlambatan penye-lesaian, seperti perubahan desain, penyelesaian amdal, minimnya tenaga kerja dan material di lokasi proyek, kinerja kontraktor kurang baik, dan kendala cuaca. “Sistem Informasi memperbaiki koordinasi pelaksanaan pembangunan yang dibiayai pinjaman luar negeri” LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014 (2) Pengolahan data Laporan kinerja pelaksanaan pinjaman luar negeri disusun berdasarkan laporan dari instansi pelaksana. Pengolahan data dan informasi masih dilakukan secara manual dengan memperbaharui (update) setiap triwulan, sehingga waktu yang diperlukan dalam mengolah data sampai menjadi laporan memerlukan waktu relatif lama. (3)Pendokumentasian Pendokumentasian laporan memanfaatkan sistem data base, namun data base yang saat ini tersedia masih belum memadai, baik dari sisi kapasitas maupun fitur dan modul. Berdasarkan permasalahan tersebut langkah tindak lanjut yang diperlukan antara lain: (1) Peningkatan pihak terkait, koordinasi dengan (2) Peningkatan kapasitas pengelola kegiatan, dan (3) Pengembangan sistem informasi pemantauan yang dapat berinteraksi secara online (berbasis web) sehingga memudahkan instansi pelaksana dalam menyampaikan laporan tepat waktu setelah triwulan berakhir. pembangunan nasional; dan (3) Capaian dan kinerja program pembangunan nasional. Hasil yang Dicapai Pelaksanaan RP2N dilaksanakan pada tahun 2012 dengan melibatkan 15 direktorat sektor Kementerian PPN/ Bappenas. Direktorat sektor melakukan self evaluation atas program yang telah dirancang dan dilaksanakan sepanjang periode RPJMN 2010-2014. Hasil analisis pembangunan bahwa: terhadap nasional 14 program menunjukkan (1)Kualitas rancangan sebagian besar program (71,43 persen) cukup baik, namun masih ditemukan kelemahan dalam hal: (a) kelengkapan dan kejelasan komponen kebijakan/ program/kegiatan, (b) ketepatan alur pikir perencanaan, (c) ketepatan penentuan tingkatan komponen kebijakan/program/ kegiatan, serta (d) ketepatan penentuan target. Pembangunan (2) Dalam pelaksanaan program, ditemukan beberapa kelemahan terkait pengumpulan data kinerja secara rutin, pengambilan keputusan berdasarkan data kinerja, dan ketersediaan sistem evaluasi. Reviu Program Pembangunan Nasional (RP2N) dilaksanakan oleh Kementerian PPN/Bappenas untuk mengevaluasi: (1) Kualitas rancangan program pembangunan nasional; (2) Pelaksanaan program (3)Gambaran nilai 14 program masih kurang baik. Kinerja program merupakan aspek yang paling lemah sehingga menyebabkan nilai keseluruhan program menjadi kurang baik. 7. Reviu Program Nasional (RP2N) Sasaran BAB 3 PELAKSANAAN TUGAS III - 59 “Kerangka pikir logis/Logic Model meningkatkan kualitas formulasi kebijakan dan program pembangunan dan memudahkan evaluasinya” Permasalahan yang Langkah Tindak Lanjut Dihadapi dan (3) Perumusan indikator yang tepat dan memenuhi kaidah SMART, sehingga tidak akan terjadi permasalahan saat pengumpulan data. (3) Berkaitan dengan peningkatan pengelolaan/manajemen program dan kinerja program, hal penting yang harus diperhatikan antara lain: (a) Permasalahan dalam pelaksanaan RP2N adalah cakupan dan partisipasi, yaitu: (1) Cakupan RP2N saat ini masih terbatas dalam lingkungan Kementerian PPN/Bappenas, dengan partisipasi masih rendah (37,50 persen) yang menyampaikan hasil isian. (2) Darisisisubstansipengisian,permasalahan yang ditemukan antara lain: (a) Hasil isian tidak lengkap dan belum dilengkapi dengan bukti pendukung, (b) Data kinerja indikator program/kegiatan tidak seluruhnya dapat diisi karena tidak rutinnya mitra kerja menyampaikan data kinerja kepada direktorat sektor Bappenas. Langkah tindak lanjut yang seyogianya dilakukan antara lain: (1) Penggunaan kerangka berpikir logic model/model logika ketika menyusun formulasi kebijakan atau program pembangunan; (2) Koordinasi antarsektor dalam penentuan sektor pendukung pencapaian suatu dampak; III - 60 Tata kelola dan manajemen kebijakan/program/kegiatan harus disusun sejak tahap perencanaan sehingga diharapkan dapat berjalan efektif dan efisien; (b) Pengumpulan data kinerja harus dilakukan secara rutin; 3.5. Kerjasama Internasional 1. Kerjasama Multilateral Sasaran Pengembangan kerjasama pendanaan pembangunan multilateral diarahkan untuk: (1) Mendukung pembiayaan pembangunan dan pelaksanaan kebijakan strategis nasional; (2) Pengembangan kapasitas sumber daya manusia dan kelembagaan nasional; dan (3) Peningkatan peran Indonesia dalam kerja sama pembangunan internasional. Hasil yang Dicapai Dalam rangka memastikan ketersediaan sumber pembiayaan luar negeri untuk mendukung pendanaan pembangunan, Kementerian PPN/Bappenas mengkoordinasikan pengembangan kerjasama multilateral dengan beberapa development partners utama, sebagai berikut. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014 “Kerjasama multilateral mendukung ketersediaan pendanaan pembangunan” (1) Kerjasama dengan Bank Dunia Rencana Kerjasama Jangka Menengah telah dituangkan dalam Country Partnership Strategy (CPS). Pada tahun 2009-2012, fokus kerjasama pada bidang: infrastruktur, pemberdayaan masyarakat, pendidikan, peningkatan kerjasama swasta, dan lingkungan hidup. Untuk periode 20132014, tiga pilar arah kebijakan kerjasama pembangunan adalah transfer of knowledge, know how capacity building, investment leverage, dan international cooperation. keuangan, sanitasi dan air bersih; dan manajemen sektor publik. (3)Kerjasama dengan The Development Bank (IDB) Islamic Kerangka kerjasama pembangunan dengan IDB tertuang dalam MCPS (Member Country Partnership Strategy) 2011-2014. Salah satu sektor prioritas kerjasama dengan IDB adalah reverse linkage yang memiliki milestone kerjasama dengan adanya penandatanganan MoU Concerning South-South Cooperation and Reverse Linkages antara Menteri PPN/ Kepala Bappenas dengan Presiden IDB Group pada 16 April 2013. (4)Kerjasama dengan Nations (UN) The United Strategi kerjasama dengan UN dideskripsikan dalam United Nations Partnership for Development Framework (UNPDF) 2011-2015 melalui 5 prioritas, yaitu: social services, governance, climate change, sustainable livelihoods, and disaster risk reduction. (2) Kerjasama dengan Development Bank The Asian Bentuk kerjasama dengan ADB selama tahun 2009-2014 dituangkan dalam dokumen kerjasama CPS 2006-2009 dan CPS 2012-2014. Pada CPS 2006-2009 (periode 2009-2012), area bidang strategis yang menjadi kerjasama adalah 5 sektor sesuai dengan bidang prioritas RPJMN 2010-2014, yaitu: infrastruktur, keuangan, desentralisasi, MDGs, dan lingkungan. Pada CPS 2012-2014 (periode 2012-2014), 7 sektor area kerjasama adalah pertanian dan SDA, pendidikan, energi, transportasi, (5) Kerjasama dengan The International Fund for Agricultural Development (IFAD) Kerjasama dengan IFAD untuk tahun 20092014 dituangkan dalam dokumen Result Based-Country Strategic Opportunities Programme (COSOP) 2009-2013 dan Interim Country Strategy 2014-2015. Pada periode 2009-2014, terdapat empat pinjaman proyek dan lima hibah yang sedang berjalan dengan fokus pada proyek pertanian. Permasalahan yang Langkah Tindak Lanjut Dihadapi dan Permasalahan yang teridentifikasi tidak terkait dengan koordinasi, tetapi lebih BAB 3 PELAKSANAAN TUGAS III - 61 kepada implementasi pelaksana, seperti: (1) oleh instansi Masih rendahnya tingkat penyerapan pinjaman yang disebabkan kendala proses pengadaan dan pembebasan tanah, kendala administrasi, serta kurangnya kapasitas sumber daya manusia pelaksana kegiatan; (2) Prosedur/sistem yang berbeda antara Pemerintah Indonesia dan lembaga multilateral; (3) Implementasi proyek di daerah, perlu diciptakan ownership dari pemda dan masyarakat sekitar. Tindak lanjut yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan implementasi, berupa: (1) Penguatan sistem perencanaan dan persiapan proyek sebelum negosiasi yang dimaksudkan untuk persiapan proyek pinjaman luar negeri. Readiness criteria diterapkan dengan lebih ketat baik dalam rencana pendanaan dan target penyerapan, rencana pengadaan tanah/pembebasan lahan dan permukiman kembali masyarakat, penentuan indikator capaian yang lebih terukur dan realistis, serta didukung dengan dokumen procurement plan yang lebih detail; (2) Penguatan sistem pemantauan dan evaluasi berbasis kinerja sangat penting untuk dilaksanakan dalam rangka mengidentifikasi pembelajaran, pelembagaan hasilhasil terbaik dan inovasi yang telah dihasilkan, dan penyebarluasan manfaat melalui upaya replikasi; III - 62 (3) Penguatan desain pelaksanaan agar lebih fokus pada pengembangan produktivitas. 2. Kerjasama G-20 Sasaran Sasaran kerjasama G-20 adalah turut berperan aktif dalam upaya mencapai pembangunan yang kuat, seimbang dan berkelanjutan serta membantu pengurangan jurang kemiskinan di dunia melalui penyiapan berbagai rencana aksi pembangunan yang akan dilaksanakan secara konkret dan sejalan dengan kepentingan negara berkembang. “Peran aktif dalam G-20 untuk mencapai pembangunan yang kuat, seimbang, dan berkelanjutan” Hasil yang dicapai Sejak pembentukan Working Group on Development G-20 pada pertengahan tahun 2010, Kementerian PPN/Bappenas sebagai Ketua Delegasi RI terlibat cukup aktif menyampaikan pandangan dan inisiatif pembangunan yang tercakup dalam Multi-Year Action Plan (MYAP) pada berbagai pertemuan rutin tahunan G20 Development Working Group Meeting (G20-DWG Meeting). Keterlibatan dan kontribusi Indonesia dalam Kerjasama G20, antara lain: (1) LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014 Pada tahun 2013 dengan keketuaan Rusia, Indonesia telah berkontribusi dalam proses Accountability Assessment terhadap implementasi komitmen pembangunan pada Seoul 2010 MYAP dan mendukung usulan penajaman dan penggabungan beberapa isu pembangunan utama agar lebih fokus dan konkret implementasinya. (2) Indonesia sebagai salah satu cofacilitator bersama Australia dan Italia untuk area pembangunan growth with resilience telah berhasil menyelesaikan beberapa komitmen yang terkait dengan penguatan social protection program. (3) Pada tahun 2014, Indonesia tetap mendorong fokus pembahasan dan kontribusi G20 DWG pada area infrastruktur, financial inclusion dan remittances, food security serta ikut terlibat dalam akuntabilitas Steering Committee untuk menyiapkan mekanisme penilaian akuntabilitas proyek tahun jamak yang merupakan komitmen bersama negara anggota G20. Permasalahan yang Langkah Tindak Lanjut Dihadapi dan Permasalahan yang dihadapi dalam kerjasama G-20 lebih menitikberatkan kepada implementasi, yaitu kurangnya koherensi kebijakan dalam negeri yang sejalan dengan kesepakatan dalam G20 Development Group. Adapun tindak lanjut yang dilakukan, antara lain: (1)Melakukan konsolidasi dan koordinasi dengan K/L khususnya atas rencana aksi yang sudah menjadi kesepakatan komitmen serta disetujui oleh Indonesia dalam pertemuan G-20 DWG; (2) Mempersiapkan masukan apabila terdapat hal-hal yang perlu dielaborasi kembali secara khusus sebelum pertemuan tingkat tinggi pada November 2014. 3. Kerjasama Bilateral Sasaran Pengembangan kerjasama pendanaan pembangunan dari sumber bilateral diarahkan untuk: (1) Penyusunan CPS atau strategic framework; (2) Peningkatkan efektifitas pemanfaatan sumber pembiayaan luar negeri, berupa hibah dan pinjaman luar negeri sesuai arahan kebijakan RPJMN 2010-2014; (3) Perkuatan pilar kerjasama pembangunan; dan (4) Penyusunan Daftar Kegiatan program/ kegiatan yang didanai pinjaman/hibah luar negeri (PHLN) bilateral setiap tahun selama periode 2010-2014. “Pengembangan skema pendanaan alternatif perlu ditingkatkan” Hasil Yang Dicapai Kementerian PPN/Bappenas mengkoordinasikan pengembangan kerjasama bilateral dengan sejumlah negara mitra pembangunan. Adapun, hasil capaian kerjasama bilateral, berupa: (1) Tersusunnya dokumen rencana pendanaan luar negeri bilateral jangka menengah (dalam bentuk CPS atau strategic framework) dengan mitra pembangunan (donor/kreditor) merujuk pada prioritas RPJMN yang berisi: (a) Prioritas Kerjasama Pembangunan antara kedua negara, (b) Prioritas dan Skema Pendanaan, (c) Persyaratan Pendanaan, dan BAB 3 PELAKSANAAN TUGAS III - 63 (d) Prosedur dan mekanisme pendanaan. Periode 2010-2014 telah dihasilkan dokumen CPS negara mitra pembangunan, yaitu: dan seleksi program yang pelaksanaannya dilakukan oleh Sekretariat Millennium Challange Indonesia (MCI). (a) 2010: Jerman, Amerika Serikat, Australia, Swedia; (b) 2011: Jerman; (c) 2012: New Zealand, Korea; (d)2013: Amerika Serikat, Jerman. (5) Turut serta dalam pembentukan kelembagaan kerjasama kemitraan strategis/komprehensif dan kerjasama pembangunan yang diperlukan sebagai media interaksi, forum atau ruang yang mengikat pemerintah dengan negara mitra strategis/komprehensif dalam kerjasama bilateral. (2)Tersusunnya daftar kegiatan pendanaan luar negeri bilateral periode tahunan 2010-2014 yang berisi program/proyek prioritas untuk didanai PHLN. Periode 20102014 (bulan Agustus) sebanyak 25 dokumen Daftar Kegiatan yang telah diterbitkan, yaitu: (a) (b) (c) (d) (e) 2010: sebanyak 7 dokumen; 2011: sebanyak 4 dokumen; 2012: sebanyak 5 dokumen; 2013: sebanyak 5 dokumen; 2014 (hingga bulan Agustus): sebanyak 4 dokumen. (3) Melaksanakan agenda Aid for Development Effectiveness sebagai tindak lanjut Komitmen Jakarta yang ditandatangani pada tanggal 12 Januari 2009 oleh Pemerintah Indonesia beserta 26 mitra pembangunan. Agenda dilaksanakan melalui Sekretariat Aid for Development Effectiveness (A4DES) yang dibentuk berdasarkan Kepmen PPN/Kepala BAPPENAS No.33/M.PPN/HK/04/2009 tanggal 2 April 2009. (4) III - 64 Menyiapkan pelaksanaan Compact Program yang akan didanai dari hibah Pemerintah Amerika melalui lembaga Millenium Challange Coorporation (MCC). Persiapan dilakukan melalui sosialisasi Permasalahan yang Langkah Tindak Lanjut Dihadapi dan Permasalahan yang dihadapi terkait kerjasama pembangunan bilateral adalah: (1) Koordinasi yang belum maksimal antara K/L terkait yang memiliki program/kegiatan; (2) Koordinasi antara Pemerintah Indonesia dengan negara Mitra Pembangunan; (3) Dengan meningkatnya Indonesia menjadi Middle Income Country (MIC), ruang gerak untuk mendapatkan sumber pendanaan bersyarat lunak menjadi terbatas; (4) Teknis pelaksanaan persiapan dan pelaksanaan kegiatan yang didanai PHLN, seperti administrasi penganggaran serta permasalahan pengadaan barang dan jasa, pembebasan lahan; (5) Adanya peraturan perundangan yang tidak/belum mendukung pengembangan skema pendanaan. Tindak lanjut atas permasalahan yang dihadapi: LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014 (1) Perlu pembaharuan/penyesuaian CPS Negara Mitra Pembangunan Bilateral dengan RPJMN 2015-2019; (2) Meningkatkan koordinasi antar Kementerian/Lembaga terkait dan juga koordinasi antara Pemerintah Indonesia dengan Negara Mitra Pembangunan Bilateral; (3) Meningkatkan pengelolaan pinjaman luar agar pelaksanaan program/proyek PHLN semakin efektif dan efisien; (4)Mengoptimalkan sumber pendanaan yang ada dan mengembangkan skema-skema pendanaan alternatif; (5) Membuat/merevisi peraturan guna mendukung pengembangan skema pendanaan. 4.Kerjasama Triangular Selatan-Selatan dan Sasaran Pengembangan Kerjasama Selatan-Selatan dan Triangular (KSST) merupakan langkah nyata untuk mewujudkan semangat solidaritas dan penguatan collective action di antara negara-negara berkembang dan organisasi internasional yang terus mengalami transformasi dan penguatan. 25 Maret 2013. Tim diketuai oleh Menteri PPN/Kepala Bappenas dan Menteri Luar Negeri. Tugas tim adalah menyusun konsep kebijakan KSST, mengkoordinasikan, melaksanakan dan memfasilitasi kegiatan dalam rangka pengembangan KSST. Pada tahun 2013 telah diselenggarakan tiga kegiatan flagship, yaitu: (1) Pelatihan Manajemen Inseminasi Buatan (2) Pelatihan Manajemen Penanggulangan Bencana (3) Workshop di Bidang Demokrasi Kegiatan internasional lain yang telah terselenggara adalah The 3rd Global Dialogue of Agencies and Ministries for International Cooperation and Development. Pelaksanaan kerjasama triangular melibatkan beberapa mitra pembangunan, seperti: Japan International Cooperation Agency (JICA), Bank Dunia, the United Nations Development Programme (UNDP), IDB, the United States Agency for International Development (USAID), Pemerintah Jerman (melalui BMZ dan GIZ) dan Pemerintah Norwegia. Beberapa kerjasama triangular yang dilakukan, antara lain: Hasil yang dicapai Kementerian PPN/Bappenas berperan dalam pelaksanaan KSST melalui pembentukan Tim Koordinasi Pengembangan KSST berdasarkan Kepmen PPN/Kepala Bappenas No. Kep. 51/M.PPN/HK/03/2013 tanggal BAB 3 PELAKSANAAN TUGAS III - 65 (1) Capacity Development Project for South-South and Triangular Cooperation (CADEP-SSTC) bekerjasama dengan JICA; (2) Reverse Linkage Program bekerjasama dengan IDB; (3) Rencana South-South and Triangular Cooperation and Networks for Global Governance bekerjasama dengan GIZ; (4) Strengthening Innovative Partnerships for Development Cooperation (SIP-DC) bekerjasama dengan UNDP; (5) Technical Assistant untuk meningkatkan kapasitas knowledge sharing dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bekerjasama dengan the World Bank Institute; (6) Rencana knowledge sharing dengan Myanmar didukung oleh UNDP/ Pemerintah Norwegia; Dalam rangka penyiapan usulan kegiatan KSST yang selaras dengan mekanisme penganggaran di Indonesia, maka telah dilakukan penyelenggaraan workshop bertujuan untuk koordinasi dan pengenalan KSST dalam proses perencanaan dan penganggaran, dan penyusunan konsep petunjuk pengisian tabel KSST untuk buku panduan Pertemuan Tiga Pihak. Permasalahan yang Langkah Tindak Lanjut Dihadapi Permasalahan yang dihadapi pelaksanaan KSST adalah: dan “Pelaksanaan KSST penting diselaraskan dengan mekanisme penganggaran” Langkah tindak lanjut untuk menyelesaikan permasalahan pelaksanaan KSST, meliputi: (1) Finalisasi draft Peraturan Presiden dan Rencana Induk KSST; (2) Menetapkan petunjuk pengisian usulan kegiatan KSST dalam buku panduan Tiga Pihaksebagai upaya mengintegrasikan perencanaan program dan kegiatan KSST dengan perencanaan penganggaran dalam APBN, (3) Pelaksanaan kegiatan quick wins; (4) Perubahan struktur dan alur kerja dari kelompok kerja dalam Tim Kornas KSST. 5. Kerjasama Lainnya (a) Global Partnership for Effective Development Cooperation (GPEDC). Sasaran dalam (1) Belum adanya kerangka regulasi sebagai payung hukum pelaksanaan program/kegiatan KSST; III - 66 (2)Belum tercapainya koordinasi yang efektif dalam pelaksanaan, antara lain mekanisme koordinasi antara K/L (termasuk perencanaan dan penganggaran), pelaksanaan monev, pelaksanaan SOP, dan proses pengambilan keputusan di tiap kelompok kerja Tim Kornas KSST. Sasaran GPEDC adalah mendukung kerangka kerjasama pembangunan internasional yang berorientasi pada perubahan paradigma aid development menjadi development effectiveness dan LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014 lebih mengutamakan kerjasama dengan mitra pembangunan yang lebih luas (pemerintah, swasta, parlemen, NGO, philantropi). Hasil yang Dicapai Global Partnership for Effective Development Cooperation dibentuk pada bulan Juni 2012 sesuai dengan mandat High Level Forum IV on Aid Effectiveness di Busan Korea 29 November-1 Desember 2011. Indonesia yang diwakili oleh Menteri PPN/Kepala Kementerian PPN/Bappenas merupakan salah satu co-chair Steering Committee GPEDC bersama dengan Inggris dan Nigeria. “GPEDC mendukung perubahan paradigma aid development menjadi development effectiveness” Pada tahun 2013 telah disiapkan beberapa inisiatif yang diharapkan dapat menjadi (the HOW) untuk mencapai tujuan agenda pembangunan paska 2015 (the WHAT) yang mencakup beberapa area penting yaitu: : (1) Perbaikan mobilisasi dana pembangunan (Domestic Resources Mobilization/DRM, termasuk penguatan kebijakan pajak yang lebih efisien, dan mengurangi ilicit transfer of money); (2) Keterlibatan pihak swasta dalam pembangunan (business in development); (3)Pengembangan Knowledge Sharing KSST; (4) Peran MICs dalam pembangunan. Permasalahan yang Langkah Tindak Lanjut Dihadapi dan Permasalahan yang dihadapi adalah terkait pembentukan GPEDC yang relatif baru, sehingga diperlukan kesamaan persepsi dan pemahaman mengenai konsep, visi dan upaya yang konkret. Karenanya, langkah tindak lanjut yang dilakukan adalah mendorong pembentukan mekanisme Knowledge Sharing yang lebih terstruktur dan institutionalized untuk dapat diimplementasikan pada tingkat nasional di masing-masing negara melalui contoh pengembangan Country Led Knowledge Hub (CLKH). (b) Inter-governmental Committee of Experts on Sustainable Development Financing (ICE-SDF). Sasaran ICE-SDF memiliki sasaran berpartisipasi aktif dan berkontribusi dalam penyiapan laporan mengenai strategi dan inovasi pendanaan pembangunan berkelanjutan dan efektif, yang akan disampaikan kepada Sidang Majelis Umum PBB pada bulan September 2014. “ICE-SDF mendorong inovasi pendanaan pembangunan berkelanjutan “ Hasil yang dicapai Wakil Menteri PPN/Wakil Kepala Bappenas terpilih sebagai salah satu ahli di 30 negara untuk membawa kepentingan pembangunan nasional, dan merepresentasikan negara-negara berkembang di kawasan Asia Pasifik dalam rangka mewujudkan pembangunan BAB 3 PELAKSANAAN TUGAS III - 67 berkelanjutan. Capaian dilaksanakan, antara lain: (1) (2) yang telah Mendorong pentingnya komitmen pada KTT Rio+20, efektivitas pemanfaatan berbagai instruments/ frameworks pendanaan, pembahasan yang efisien, transparan dan inklusif, serta menghindari politisasi dan fokus pada substansi. Secara khusus, Indonesia menekankan pentingnya perumusan strategi pendanaan terutama untuk infrastruktur yang merupakan pendorong utama pembangunan negara berkembang. Mendorong pentingnya keberadaan analisis kebutuhan pendanaan, koordinasi dengan OWG on SDGs terkait sasaran SDGs, serta menyusun langkah terobosan dan transformatif untuk memenuhi tantangan pembiayaan, pentingnya pemenuhan komitmen ODA oleh negara-negara maju, dan perlunya mengarahkan pendanaan publik untuk leverage investasi swasta, menciptakan lingkungan kondusif termasuk regulasi yang diperlukan, dan membangun kapasitas melalui investasi bagi SDM. Pemerintah Indonesia menekankan pentingnya memanfaatkan pendanaan yang tersedia bagi knowledge sharing, perlunya mengedepankan prinsip transparansi untuk mengatasi isu illicit flows, serta mendukung sepenuhnya pelaksanaan outreach yang intensif oleh IG-SDF di New York, serta di forum regional dan nasional. (3) Mendorong adanya pembahasan konstruktif, seperti perlunya langkah baru dan transformatif III - 68 dalam penyediaan sumber dana, penyaluran dan pemanfaatannya; komitmen baru untuk memperoleh tambahan sumber-sumber pembiayaan konvensional dan pengembangan non-konvensional; dan pentingnya untuk merumuskan opsi-opsi realisasi debt relief yang dapat meringankan negara-negara berkembang untuk mengatur kapasitas pembiayaan. (4) Menghasilkan laporan akhir sesuai mandat, sebagai salah satu masukan dari berbagai proses tindak lanjut KTT Rio+20, dan masukan/ pertimbangan subtantif dalam pembahasan lebih lanjut mengenai agenda pembangunan pasca 2015, bersama laporan OWG on SDGs dan synthesis report Sekjen PBB. Permasalahan yang Dihadapi Langkah Tindak Lanjut: dan Permasalahan yang dihadapi berupa peran aktif Pemerintah Indonesia, dimana Wakil Menteri PPN/Wakil Kepala Bappenas sebagai salah satu ahli, dalam koordinasi dan mendorong pembahasan substansi dan memberikan kontribusi konstruktif. Beberapa tindak lanjut yang diperlukan, berupa: (1)Pembahasan substantif ICESDF dan koordinasi dengan para experts anggota ICE-SDF khususnya dari negara berkembang kiranya dapat dipertahankan, mengingat pentingnya isu pendanaan untuk pembangunan berkelanjutan; (2)Mendorong pembahasan substansi ICE-SDF dan memberikan kontribusi konstruktif dalam upaya menjembatani perbedaan LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014 pandangan antara negara maju dengan negara berkembang terkait pendanaan pembangunan berkelanjutan. meliputi penyiapan MoU interim mengenai penanganan persiapan kerjasama dengan GGGI dan menunggu proses resmi ratifikasi perjanjian GGGI di Indonesia; (c) Global Green Growth Institute (GGGI) (b)Melakukan penyiapan yang diperlukan dalam proses ratifikasi perjanjian melalui rangkaian proses penyiapan naskah akademis, ijin prakarsa, penyiapan rancangan Perpres dan melakukan proses harmonisasi perjanjian GGGI. Sasaran Sasaran dari GGGI adalah berkontribusi terhadap kebutuhan negara berkembang dalam meningkatkan pembangunan ekonomi yang selaras dengan keberlangsungan lingkungan hidup, yang dilakukan melalui pengembangan konsep green growth yang diyakini dapat memperkuat pertumbuhan ekonomi, menanggulangi kemiskinan, menciptakan kesempatan kerja dan menjaga kelestarian lingkungan. Hasil yang dicapai Bappenas yang diwakili oleh Bapak Wakil Menteri PPN sebagai salah satu anggota Council lembaga GGGI telah memberikan kontribusi dalam bentuk pemikiran baik dalam pengelolaan operasi lembaga GGGI (kelembagaan, SDM, pembiayaan) serta memberikan arah strategis program kerjasama GGGI dengan berbagai negara untuk beberapa tahun ke depan. Hasil capaian dari GGGI, antara lain: “GGGI berkontribusi dalam meningkatkan pembangunan ekonomi yang selaras dengan keberlangsungan lingkungan hidup” (3) Pada tahun 2013, telah dilakukan penyiapan program kerjasama Indonesia dan GGGI melalui beberapa pendekatan yaitu: (a) Mengarusutamakan pertumbuhan ekonomi hijau dalam proses perencanaan ekonomi dan pembangunan Indonesia, serta meningkatkan penggunaan teknologi hijau dan meningkatkan investasi modal dalam industri hijau; (1) Pada tahun 2013, telah dilakukan tahap persiapan kerjasama dengan lembaga internasional GGGI. Beberapa langkah persiapan yang telah dilakukan meliputi: (a)Penyiapan kelembagaan GGGI agar dapat beroperasi secara resmi di Indonesia, BAB 3 PELAKSANAAN TUGAS III - 69 (b) Menjalin dukungan REDD+ dalam pelaksanaan pertumbuhan ekonomi hijau di Indonesia; Keanggotaan Indonesia dan Kontribusi Pemerintah Indonesia pada organisasi internasional. (c) Mendukung pemda terutama tingkat provinsi dalam memprioritaskan dan menerapkan pertumbuhan ekonomi hijau di daerah, dengan pilot project di Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah. (d) Milllennium Corporate Challenge for Indonesia (MCC for Indonesia). (4) Untuk mengoptimalkan manfaat dari kerjasama GGGI sebagai lembaga internasional, Pemerintah Indonesia telah menyelesaikan Perpres ratifikasi Pengesahan terhadap Establishment Agreement of GGGI yang ditandatangani tanggal 21 Agustus 2014. Permasalahan yang Dihadapi dan Langkah Tindak Lanjut: Permasalahan yang teridentifikasi berupa implementasi kerjasama sesuai peraturan dan perundangan yang berlaku. Tindak lanjut yang diperlukan, antara lain: (1)Penyiapan Country Agreement antara Indonesia dan GGGI untuk mengimplementasikan kerjasama sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku di Indonesia. (2) Mendukung kesiapan Bapak Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Chair of The Council dan President of The Assembly GGGI untuk periode masa jabatan 2014 – 2016. (3) Sesuai dengan arahan Presiden RI mengenai perubahan status keanggotaan Indonesia dalam GGGI dari participating member untuk menjadi contributing member, perlu dilaksanakan kembali rapat Kelompok Kerja Pengkaji III - 70 Sasaran Compact adalah suatu perjanjian kerjasama tahun jamak antara lembaga the Millennium Challenge Corporation (MCC) dari Pemerintah Amerika Serikat dengan suatu negara yang dinyatakan memenuhi syarat, bertujuan untuk mendanai suatu program pembangunan spesifik dengan target menurunkan kemiskinan dan memberikan stimulasi kepada pertumbuhan ekonomi. Sasaran dari perjanjian hibah Compact MCC adalah mengurangi kemiskinan melalui pertumbuhan ekonomi. Hasil yang Dicapai Sejak tahun 2010, Kementerian PPn/ Bappenas terlibat aktif dalam proses penyusunan proposal MCC Compact Program Bidang Kesehatan, berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan, Kementerian PU, Kementerian Dalam Negeri, dan Bank Dunia. Proyek yang diajukan berjudul “Community Based Health and Nutrition to Reduce Stunting Project” dengan alokasi anggaran sekitar USD 114 juta untuk 5 tahun. Hasil dari koordinasi penyiapan proposal MCC Compact Program Bidang Kesehatan antara lain mencakup: (a) Project logframe; (b) Kegiatan dan komponen proyek; (c) Lokasi proyek; (d) Implementation arrangement; dan (d) Monitoring dan evaluasi; dan (e) Exercise pendanaan kegiatan, yang selanjutnya dituangkan ke dalam project appraisal document. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014 “Kerjasama MCC untuk mengurangi kemiskinan mencakup isu lingkungan, kesehatan, dan gizi” (4) Tidak adanya rencana tahunan penggantian pajak. Pada tahun 2011, Kementerian PPN/ Bappenas mengkoordinasikan penyiapan program kerjasama dengan MCC. Dokumen perjanjian kerjasama MCC senilai USD600 juta telah ditandatangani tanggal 19 November 2011 oleh Pemerintah Indonesia dan AS. Kerjasama ini diarahkan untuk pengentasan kemiskinan melalui pertumbuhan ekonomi dalam 3 bidang utama yaitu: (a) Pengembangan energi terbarukan; (b) Modernisasi sistem pengadaan barang/jasa; dan (c) Prevalensi stunting melalui program kesehatan dan nutrisi berbasis masyarakat. Sebagai tindak lanjut perjanjian tersebut, akan segera dilakukan pembentukan kelembagaan pelaksana, penerbitan peraturan-peraturan pelaksanaan yang terkait dengan penganggaran dan perbendaharaan. Langkah tindak lanjut yang dilakukan adalah MWA MCA-Indonesia telah meminta Direktur Eksekutif MCA-Indonesia beserta jajarannya untuk: Permasalahan yang Langkah Tindak Lanjut Dihadapi dan Permasalahan kerjasama MCC lebih terkait pada implementasi program, antara lain: (1) Tidak ada rencana kerja tahunan yang dapat dijadikan acuan; (5) Kurang optimalnya komunikasi antara MCA-Indonesia dengan pemerintah pusat dan daerah. (1) Melakukan percepatan pelaksanaan kegiatan untuk peningkatan penyerapan yang hingga saat ini baru mencapai 5,49 persen dari total hibah USD 600 juta, mengingat waktu pelaksanaan tinggal 4 (empat) tahun lagi; (2) Segera melaksanakan 3 jendela/ windows GP Facility yang sudah disepakati oleh MWA (Partnership Grant, CBNRM Grant, Renewable Energy Grant). Pada tanggal 3 Juli 2014 telah dilakukan peluncuran komponen Partnership Grant. Sementara untuk CBNRM dan RE Grant direncanakan akan diluncurkan pada bulan Oktober 2014. (3) Disetujui oleh MWA dan MCC bahwa penyaluran hibah Green Prosperity hanya melalui jendela hibah (Grant Windows), tidak ada jendela komersial. (2) Penyerapan hibah masih rendah hingga akhir tahun 2014; (4) Segera menyelesaikan Petunjuk Teknis Fasilitas Perpajakan yang dibiayai dari dana hibah MCC. (3) (5) Tidak adanya rencana penyerapan hibah yang berkesinambungan antar program baik tahunan maupun 5 tahunan hingga akhir program. Melakukan pengelolaan organisasi dan staffing lebih efektif agar kegiatan Compact berjalan optimal. BAB 3 PELAKSANAAN TUGAS III - 71 3.6. Penugasan Lainnya (2) 1.Percepatan Pencapaian Target MDGs dalam Rangka Pelaksanaan Inpres No.3/2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan Sasaran Percepatan pencapaian target MDGs dalam rangka pelaksanaan Inpres No.3/2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan dilaksanakan untuk memenuhi komitmen pemerintah untuk memelihara lingkungan sosial-ekonomi dan budaya agar semua warga negara, organisasi masyarakat sipil dan sektor swasta dapat berpartisipasi secara produktif dalam pembangunan yang mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia. Hasil yang Dicapai Percepatan pencapaian target MDGs merupakan salah satu kebijakan pembangunan nasional yang dikoordinasikan pelaksanaannya oleh Kementerian PPN/ Bappenas. Koordinasi terutama difokuskan pada penyusunan berbagai peraturan dan kebijakan dalam rangka mendorong percepatan pencapaian target MDGs. Hasil yang dicapai, antara lain: (1) Telah disusun Peta Jalan Percepatan Pencapaian MDGs sebagai acuan seluruh pemangku kepentingan melaksanakan percepatan pencapaian MDGs di seluruh Indonesia. “Millenium Development Goals sejalan dengan tujuan pembangunan nasional” III - 72 Pemerintah provinsi dan sebagian pemerintah kabupaten/kota telah menyusun Rencana Aksi Daerah Percepatan Pencapaian MDGs, yang digunakan sebagai dasar bagi perencanaan, peningkatan koordinasi untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. (3) Pemberian insentif kepada pemerintah daerah yang berkinerja baik dalam pencapaian MDGs pada saat pelaksanaan Musrenbangnas 2013 dan 2014. Permasalahan yang Dihadapi dan Langkah Tindak Lanjut Upaya percepatan pencapaian MDGs perlu memperhatikan tantangan berikut: (1)Mengatasi lebarnya disparitas pencapaian sasaran MDGs antar provinsi dan kabupaten/kota; (2)Meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan sumber daya untuk mencapai sasaran MDGs; (3) Meningkatkan koordinasi antar SKPD dalam merumuskan perencanaan dan mengalokasikan anggaran untuk mendukung pencapaian sasaraSn MDGs; (4)Memperkuat monitoring dan evaluasi pencapaian kinerja MDGs; dan (5) Memperkuat komitmen eksekutif dan legislatif dalam pencapaian sasaran MDGs. Dalam upaya mengatasi permasalahan dan tantangan di atas, kebijakan percepatan pencapaian sasaran MDGs selanjutnya diarahkan pada: LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014 (1) Mempertahankan sasaran yang telah dicapai; (2) Meningkatkan upaya menjamin tercapainya MDGs; dan MDGs untuk sasaran (3) Melakukan upaya keras untuk mencapai sasaran MDGs yang perlu perhatian khusus. Langkah-langkah yang direncanakan untuk mencapai sasaran MDGs pada tahun 2015 antara lain: (1) Alokasi dana pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten akan terus ditingkatkan untuk mendukung intensifikasi dan perluasan program-program pencapaian MDGs. Dukungan untuk perluasan pelayanan sosial di daerah tertinggal dan daerah terpencil akan ditingkatkan; (2) (3) Kemitraan Pemerintah dan Swasta (KPS atau Public Private Partnership/ PPP) di sektor sosial, khususnya pendidikan dan kesehatan akan dikembangkan untuk meningkatkan sumber pembiayaan dalam mendukung upaya pencapaian MDGs; Mekanisme untuk perluasan inisiatif CSR (Corporate Social Responsibility) akan diperkuat dalam rangka mendukung pencapaian MDGs; (4)Meningkatkan kerjasama pembangunan terkait konversi utang (debt swap) untuk pencapaian MDGs dengan negara-negara kreditor. 2.Penyusunan Pencapaian Kinerja Pembangunan KIB I (2004-2009) dan KIB II (2010-2014) Sasaran Laporan Pencapaian Kinerja Pembangunan KIB I (2004-2009) dan KIB II (2010-2014) merupakan catatan dan gambaran utuh dalam masa dua periode pemerintahan mengenai kebijakan dan capaian pembangunan, yang meliputi: (1) kebijakan bidang politik, hukum, pertahanan, dan keamanan; (2) kebijakan bidang ekonomi; (3) kebijakan bidang kesejahteraan rakyat; dan (4) kebijakan bidang pembangunan daerah. “Isu strategis dan tantangan pembangunan ke depan tergambar dari pencapaian kinerja pembangunan selama kurun 2004-2014.” Hasil yang Dicapai Sebagaimana arahan Presiden, pada akhir November 2013, Kementerian PPN/ Bappenas mengkoordinasikan penyusunan Buku Pencapaian Kinerja Pembangunan KIB I (2004-2009) dan KIB II (20092014) yang diberi judul “Menata Perubahan: Mewujudkan Indonesia yang Sejahtera, Menata Peruba Demokratis, han Mewujudkan Ind onesia yang Sej ahtera, Demokratis dan dan BerBerkeadilan Pencapaian Kin erja Pembangun k e a d i l a n ”. an Buku ini telah KIB I (2004-20 09) dan KIB II REPUBL IK (2009-2014) INDONES IA BAB 3 PELAKSANAAN TUGAS III - 73 diterbitkan pada akhir Desember 2013, dengan sistematika: (1) Bagian I: Pendahuluan, memberikan gambaran secara menyeluruh sistematika penyusunan. (2) Bagian II: Menyiapkan Landasan Pembangunan yang Kokoh. Dalam bagian ini diuraikan tentang pemantapan demokrasi, penegakkan hukum yang berkeadilan, reformasi birokrasi dan tata kelola, pertahanan dan keamanan, serta peningkatan kepemimpinan Indonesia dalam percaturan internasional. (3) Bagian III: Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan, yang terkait dengan bagaimana menciptakan lingkungan ekonomi yang kondusif, memperkuat daya siang ekonomi, mempercepat pembangunan infrastruktur, dan MP3EI. (4) Bagian IV: Meningkatkan Kualitas SDM dan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan, yang menguraikan upaya-upaya mempercepat pengurangan kemiskinan, menciptakan lapangan kerja, menyiapkan SDM berkualitas, meningkatkan perlindungan dan kesetaraan, dan memperkuat karakter dan jati diri bangsa. (5) Bagian V: Memelihara Pembangunan yang Berkelanjutan, memfokuskan pada pemeliharaan aset SDA serta pengendalian kualitas lingkungan dan resiliensi. (6) Bagian VI: Mengembangkan dan Memeratakan Pembangunan Daerah, yang terfokus pada III - 74 isu mengurangi kesenjangan, meningkatkan konektivitas dan daya saing daerah, mengoptimalkan desentralisasi dan otonomi daerah, serta mengembangkan pembangunan kelautan berdimensi kepulauan. (7) Bagian VII: Kesimpulan, tentang isu strategis dan tantangan ke depan, serta hal-hal yang akan dihadapi dan perlu dilanjutkan oleh pemerintahan berikutnya. Permasalahan yang Langkah Tindak Lanjut Dihadapi dan Permasalahan yang dihadapi dalam penyusunan Buku Pencapaian Kinerja Pembangunan KIB I (2004-2009) dan KIB II (2009-2014) meliputi: (1) Teknis penyusunan, yaitu waktu penugasan penyusunan buku yang relatif pendek, sehingga pelaksanaan koordinasi terkait persiapan, pengumpulan dan pengolahan data, penulisan, layout, dan pencetakkan kurang maksimal. (2) Substansi, yaitu informasi data capaian yang masih terbatas hingga pertengahan tahun 2013. Langkah tindak lanjut yang perlu dilakukan, antara lain: (1) Melakukan pemutakhiran informasi data capaian hingga pertengahan tahun 2014, (2) Peningkatan ketersediaan data yang lengkap dan akurat, serta (3) Manajemen waktu yang baik, mengingat keterbatasan waktu dalam menyelesaikan tugas tersebut. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014 3.Penyusunan Data Tahun 2004-2014 Pembangunan Sasaran Data Pembangunan Tahun 2004-2019 disusun sebagai sajian rekaman fakta kegiatan pembangunan, yang memberikan gambaran perjalanan pembangunan sektoral di Indonesia sepanjang tahun 2004-2019. Hasil yang Dicapai Kementerian PPN/Bappenas menyusun Data Pembangunan Tahun 20042014 dalam bentuk buku saku. Secara keseluruhan Buku Data Pembangunan 2004-2014 terdiri dari atas tujuh buku, yang terdiri dari satu buku utama yang memuat data tingkat nasional dan enam buku lainnya yang memuat data tingkat wilayah. Enam buku dimaksud, memuat data wilayah: (1) Sumatera; (2) Jawa-Bali; (3) Kalimantan; (4) Sulawesi; (5) Nusa Tenggara; (6) Maluku-Papua. “Data pembangunan merekam capaian pembangunan nasional dan wilayah “ Data-data yang termuat dalam buku diperoleh dari berbagai sumber yang dihimpun dari kementerian terkait, yaitu: (1) Data terkait ekonomi dan keuangan berasal dari Kementerian Keuangan; (2) Data terkait industri berasal dari Kementerian Perindustrian; (3) Data koperasi dan UMKM berasal dari Kementerian Koperasi dan UMKM; (4) Data pertanian bersumber dari Kementerian Pertanian; (5) Data kelautan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan; (6)Data terkait energi dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral; (7) Data pendidikan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan; (8) Data kesehatan dari Kementerian Kesehatan; (9) Data terkait infrastruktur dari Kementerian Pekerjaan Umum; (10) Data kemiskinan dari BPS dan beberapa kementerian terkait. Permasalahan yang Langkah Tindak Lanjut Dihadapi dan Permasalahan yang dihadapi dalam penyusunan Data Pembangunan Tahun 2004-2014 adalah waktu penugasan penyusunan buku yang relatif pendek, sehingga pelaksanaan koordinasi terkait persiapan, pengumpulan dan pengolahan data, penulisan, layout, dan pencetakkan dilakukan kurang maksimal. Tindak lanjut yang perlu dilakukan adalah peningkatan ketersediaan data yang lengkap dan akurat, serta manajemen waktu yang baik, mengingat terbatasnya waktu penyelesaian. 4. Penyusunan Proyeksi Penduduk Indonesia 2010 – 2035 Sasaran Penyusunan proyeksi penduduk bertujuan BAB 3 PELAKSANAAN TUGAS III - 75 untuk menghasilkan data dan informasi kependudukan yang akurat dan dapat dipercaya, guna menentukan sasaran perencanaan pembangunan baik di tingkat nasional dan daerah, serta sektoral. “Proyeksi penduduk, alat untuk memperoleh gambaran besar permasalahan pembangunan “ Hasil yang Dicapai Penyusunan Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035 dikoordinasikan oleh Kementerian PPN/Bappenas, dengan melibatkan BPS, Kementerian Kesehatan dan BKKBN. Selain itu, penyusunan proyeksi penduduk juga melibatkan para pakar kependudukan, kesehatan dan demografi melalui pertemuan diskusi intensif dan berkesinambungan terutama dalam penentuan asumsi fertilitas dan mortalitas serta model proyeksi. Buku Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035 telah diluncurkan oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 29 Januari 2014 di Istana Negara. Selain itu, telah dilakukan seminar nasional hasil proyeksi penduduk Indonesia dan pemanfaatannya untuk pembangunan, bagi para pemangku kebijakan dan pemangku kepentingan. Penyusunan p r o y e k s i penduduk telah menghasilkan Buku Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035. III - 76 Buku ini berisi informasi tentang jumlah penduduk; struk-tur penduduk (kelompok umur dan jenis kelamin) baik saat ini dan yang akan datang; serta parameter kependudukan lainnya seperti angka kelahiran total (Total Fertility Rate/TFR) dan angka harapan hidup penduduk, untuk tingkat nasional dan 33 provinsi. Permasalahan yang Dihadapi dan Langkah Tindak Lanjut Permasalahan sosialisasi dan pemanfaatan data hasil proyeksi penduduk masih belum cukup luas di kalangan masyarakat secara umum, mengingat manfaat besar dari proyeksi penduduk sebagai alat untuk memperoleh gambaran besar permasalahan pembangunan yang dihadapi di masa yang akan datang. Hasil proyeksi penduduk Indonesia perlu diketahui oleh semua pihak. Namun demikian, data dan informasi yang dihasilkan dari proyeksi penduduk perlu dilengkapi dengan analisis data dan pemanfaatannya agar semua pihak dapat memahami makna dari data tersebut. Untuk itu, sosialisasi dan diseminasi hasil proyeksi penduduk dan pemanfaatannya perlu dilaksanakan secara luas sebagai tindak lanjut dari penyusunan proyeksi penduduk ini. 5.Penyusunan dan Pemanfaatan Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Sasaran Penyusunan IDI bertujuan untuk menghasilkan instrumen yang dapat menunjukkan tingkat perkembangan demokrasi di setiap provinsi di Indonesia dan pada gilirannya dapat dimanfaatkan LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014 untuk membantu perencanaan pembangunan politik tingkat provinsi. Hasil yang Dicapai Penyusunan IDI telah dilaksanakan oleh Kementerian PPN/Bappenas sejak tahun 2007 dan telah menghasilkan enam indeks, yakni IDI 2007 sebagai pilot project, IDI 2009 (sebagai benchmark), IDI 2010, IDI 2011, IDI 2012, dan IDI 2013. Sementara itu, IDI 2014 sedang disusun secara paralel. “Pemanfaatan IDI perlu ditingkatkan untuk perencanaan pembangunan yang lebih demokratis” Hasil IDI menunjukkan dinamika demokrasi Indonesia sejak tahun 2009 hingga 2013 dan juga tuntutan kerja keras dari semua pihak untuk dapat mencapai target RPJMN 2010-2014 (Gambar 3.4). Pada tahun 2014 angka indeks ditargetkan mencapai 73. Indeks Demokrasi Indonesia juga menggambarkan dinamika politik lokal yang terjadi di setiap provinsi . Beberapa provinsi yang telah mensinergikan IDI ke dalam dokumen RPJMD antara lain Provinsi Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Timur, dan Lampung (masih dalam proses pembahasan di DPRD). Sementara provinsi yang lain sedang melakukan penguatan kelompok kerja (Pokja) untuk dapat melaksanakan perannya. Pokja di setiap provinsi merupakan kelembagaan yang mendukung proses pengumpulan data, sosialisasi kepada masyarakat dan mendorong pemanfaatan IDI agar dapat digunakan dalam proses perencanaan pembangunan bidang politik/pembangunan demokrasi. IDI 2014 dan selanjutnya akan diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tanggal 4 Juli setiap tahunnya. Permasalahan yang Langkah Tindak Lanjut Dihadapi dan Permasalahan utama terkait IDI adalah: (1) Pemanfaatan IDI sebagai input untuk menyusun rencana pembangunan di daerah masih sangat terbatas diterapkan oleh provinsi di Indonesia. (2) Beberapa pokja provinsi telah menunjukkan aktivitas yang intensif sementara beberapa provinsi lainnya sedang menata diri dan masih memerlukan komitmen pemerintah daerah untuk mengintensifkan peran pokjanya. Tindak lanjut yang perlu dilakukan, antara lain: (1) Terkait pemanfaatan IDI adalah meningkatkan sosialisasi kepada para pemangku kepentingan pelaksanaan pembangunan secara lebih luas. (2) Terkait peningkatan efektifitas pokja IDI di seluruh provinsi, perlu dilakukan: (a) Kerja sama antara pemerintah daerah dengan Kemenko Polhukam dan Kementerian Dalam Negeri; (b) Sosialisasi dan dukungan sumber daya kepada pokja perlu terus dilakukan disamping juga mendorong komitmen pemerintah daerah. BAB 3 PELAKSANAAN TUGAS III - 77 3.7. Manajemen Internal penyusunan RPJMN serta RKP. Perubahan terhadap RPJMN mencakup diterapkannya metode forward looking dan perencanaan berbasis kinerja, dilaksanakannya reviu baseline RPJMN, dan terciptanya kesinambungan RPJMN 2010-2014 dengan Rancangan Teknokratik RPJMN 2015-2019 melalui RKP 2015. Selain itu, perencanaan program dalam RPJMN juga telah mengacu pada perencanaan berbasis kinerja dan berjangka menengah dengan fokus pada perencanaan yang tepat, akuntabel, dan transparan. Perubahan terkait RKP meliputi perubahan substansi dan proses. Perubahan substansi RKP mencakup perkuatan alokasi pada prioritas, implementasi mekanisme inisiatif baru, dan pemanfaatan evaluasi kinerja dalam penetapan alokasi tahun. Perubahan proses meliputi konsultasi publik yang lebih luas dan perkuatan mekanisme pengambilan keputusan. 1. Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola Sasaran Pelaksanaan program reformasi birokrasi Kementerian PPN/Bappenas bertujuan untuk mencapai 3 (tiga) sasaran strategis, yaitu: (a) Meningkatkan Kualitas Layanan Publik; (b) Meningkatkan Kapasitas dan Akuntabilitas Kinerja Birokrasi/Kualitas Kebijakan; dan (c) Menciptakan Birokrasi yang Bersih dan bebas KKN (Good Governance). Hasil yang Dicapai Pelaksanaan program Reformasi Birokrasi (RB) Kementerian PPN/Bappenas dimulai sejak tahun 2008 dengan hasil yang dicapai dalam pelaksanaan RB sebagai berikut: (1)Peningkatan Kualitas Layanan Publik, ditunjukkan antara lain dengan: (a) Tercapainya target RB atas kualitas layanan publik. Kementerian PPN/Bappenas dinilai memuaskan berdasarkan hasil survei eksternal RB dengan nilai 87,02 dari skala 100. Selain itu, nilai integritas layanan publik mencapai nilai 9,37 dari skala 10. (b) Meningkatnya kualitas kebijakan dan fungsi pelayanan publik Kementerian PPN/Bappenas terkait perubahan pada perencanaan pembangunan nasional jangka menengah dan tahunan. III - 78 Pelaksanaan RB di Kementerian PPN/Bappenas telah membawa perubahan positif pada proses (c) Meningkatnya peran Think Tank dalam menjaga kesinambungan antar RPJMN. Peran Think Tank pada Kementerian PPN/Bappenas semakin kuat dengan adanya inovasi strategis bagi kepentingan nasional, yaitu berupa Rencana Aksi Nasional (contoh: RAN penurunan emisi gas rumah kaca yang disahkan dalam Perpres No.61/2011), Strategi Nasional (contoh: Stranas Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi jangka panjang dan menengah dalam Perpres No. 55/2012), dan proyeksi penduduk Indonesia 2010-2035. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014 (d) Meningkatnya kematangan proses MUSRENBANGNAS. Pelayanan publik oleh Kementerian PPN/Bappenas terkait perencanaan pembangunan juga dilakukan melalui penyempurnaan mekanisme, pengelolaan dan pelaksanaan MUSRENBANGNAS yang menandakan semakin fokus Kementerian PPN/Bappenas mengupayakan forum musyawarah perencanaan pembangunan tersebut. Hal ini dilakukan dengan meningkatkan kualitas data dan IT dalam proses perencanaan, serta inovasi proses data online yang telah diimplementasikannya. laksana lembaga demi mencapai peningkatan kapasitas lembaga. Hal ini meliputi penerapan e-government yang mendukung efektifitas dan efisiensi proses bisnis, pengembangan standar pelayanan untuk memberikan kepastian pelayanan yang lebih baik (termasuk pelayanan pemberian beasiswa dan pembinaan perencana di unit layanan Pusbindiklatren), dan penyampaian informasi secara transparan. “Reformasi Birokrasi merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas, kapasitas, dan akuntabilitas lembaga” (2)Peningkatan Kapasitas dan Akuntabilitas Kinerja Birokrasi/ Kualitas Kebijakan (a)Kementerian PPN/Bappenas berhasil mencapai target nasional RB, dengan adanya peningkatan nilai LAKIP Kementerian PPN/Bappenas hingga nilai B+ di tahun 2012 dan A pada tahun 2013. Telah terjadi peningkatan nilai sebanyak 2 level sejak tahun 2009 dan telah sesuai dengan target RB nasional. Di tahun 2014, upaya peningkatan kapasitas dan akuntabilitas kinerja telah didukung oleh peningkatan kualitas pengawasan internal. (b) Kementerian PPN/Bappenas telah melakukan perbaikan terhadap tata (c)Perbaikan dalam pengolaan SDM juga telah menjadi fokus Kementerian PPN/Bappenas. Capaian dalam hal ini meliputi pemilihan pejabat eselon-II secara terbuka di lingkungan Kementerian PPN/Bappenas, penetapan standar kompetensi jabatan, dan pembangunan sistem pemetaan kompetensi. (3) Birokrasi yang Bersih dan bebas KKN (Good Governance) (a) Kementerian PPN/Bappenas telah mencapai target atas indikator indeks persepsi korupsi dan opini BPK. Indikator persepsi korupsi Kementerian PPN/Bappenas BAB 3 PELAKSANAAN TUGAS III - 79 mencapai 9,37 dari skala 10. Selain itu, opini BPK yang diterima selama periode Kabinet Indonesia Bersatu II (2009-2013) adalah WTP selama 5 tahun berturut-turut. (b) Birokrasi bersih dan bebas KKN juga merupakan kontribusi dari menguatnya pengawasan internal. Salah satunya dengan penyempurnaan sistem pengaduan melalui penerbitan Permen PPN/ Kepala Bappenas No.5/2013 tentang Whistle Blower System. (c)Pencanangan Zona Integritas menuju wilayah bebas dari korupsi (ZI-WBK) di Kementerian PPN/ Bappenas merupakan wujud komitmen pimpinan dan jajarannya yang kuat untuk mewujudkan birokrasi bersih dan bebas dari korupsi. Acara pencanangan ZI-WBK dan penandatangan dokumen Pakta Integritas dilaksanakan tanggal 10 September 2012 yang dihadiri oleh Menteri PAN dan RB, Ketua KPK, Ketua Ombudsman, dan Kepala BPKP. (d) Penyusunan prosedur standar operasi (SOP) mengenai Pelaporan Gratifikasi Pegawai Kementerian PPN/Bappenas No.07/SOP/IU/2012 dalam rangka meningkatkan pemahaman, kesadaran pelaporan atas penerimaan gratifikasi, dan mendukung terciptanya lingkungan pengendalian yang transparan dan akuntabel. Untuk implementasinya, telah ditetapkan Keputusan Menteri PPN/Kepala Bappenas No.KEP.66/M.PPN/HK/06/2014 tentang Tim Penanganan Pelaporan Gratifikasi (TPPG). III - 80 Permasalahan yang Langkah Tindak Lanjut Dihadapi dan Permasalahan utama dalam pelaksanaan dan pencapaian sasaran dalam reformasi birokrasi adalah adanya dinamika perubahan peraturan dan petunjuk pelaksanaan yang membutuhkan koordinasi internal dan eksternal lebih intensif. Pemasalahan ini ditindaklanjuti dengan peningkatan koordinasi baik internal Kementerian PPN/Bappenas maupun dengan Kementerian PAN dan RB. 2. Pengembangan SDM Pegawai Sasaran Sasaran pengembangan sumber daya manusia diarahkan pada penyiapan pegawai yang berkualitas dan profesional, serta integrasi sistem pembinaan dan pengelolaan sumber daya manusia. Hasil yang Dicapai Hasil yang dicapai dalam pengembangan SDM pegawai Kementerian PPN/Bappenas, antara lain: (1)Pelaksanaan Open Recruitment untuk pejabat Eselon II (tahun 2013 dan 2014). LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014 Seleksi terbuka untuk pengisian jabatan struktural Eselon II dimulai 2013 dengan tujuan mendapatkan pejabat yang potensial dan sesuai dengan kompetensi pada bidang tugas jabatan yang akan diisi. Proses seleksi dilaksanakan melalui 4 (empat) tahapan, yaitu: seleksi administrasi, tes tertulis, assessment, dan wawancara. (a) Untuk akuntabilitas pelaksanaanya, dalam tes tertulis, nama peserta tidak tercantum dalam hasil kerja, sehingga Tim Penilai dapat memberikan penilaian secara objektif terhadap hasil tulisan; (b) Assessment, dilakukan konsultan independen; oleh (c) Khusus untuk wawancara jumlah peserta ditetapkan bagi peserta peringkat teratas dengan nilai akumulasi seleksi tertulis dan assessment; (d) Hasil akhir dari wawancara kemudian dilaporkan kepada Ibu Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas sebagai pertimbangan dalam menetapkan pengisian jabatan eselon II yang kosong. Pada tahun 2013 seleksi terbuka pengisian jabatan struktural Eselon II, diikuti oleh 26 orang, 17 orang untuk jabatan Kepala Biro Umum dan 9 orang untuk Direktur Tata Ruang dan Pertanahan. Tahun 2014 untuk pengisian enam jabatan struktural Eselon II (Direktur Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak, Direktur Agama, Kebudayaan, Pemuda, dan Olahraga, Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja, Direktur Energi, Mineral, dan Pertambangan, Direktur Alokasi Pendanaan Pembangunan, Kepala Pusat Data dan Informasi Perencanaan Pembangunan), diikuti oleh 37 orang. (2) Penataan sistem rekrut-men yang menggunakan registrasi online, penyempurnaan analisa jabatan dan evaluasi jabatan (sejak tahun 2009) (a) Pengadaan CPNS dilaksanakan dengan proses pendaftaran yang dilakukan secara online, yaitu pelamar mengisi data pribadi secara menyampaikan secara online melalui website yang disediakan. (b) Panitia Pengadaan Calon Pegawai Negeri Sipil tahun 2009 yang terdiri atas Sesmeneg. PPN/Sestama Bappenas selaku Pembina, Pejabat Eselon II yang mewakili Kedeputian dan Inspektorat sebagai Tim Seleksi dan Wawancara, seluruh staf Biro Sumber Daya Manusia didukung oleh staf dari Biro Umum, dan Pusdatin sebagai Sekretariat Tim Seleksi. (c) Proses rekrutmen dilaksanakan melalui empat tahapan yaitu: (i) Seleksi administrasi dan verifikasi, (ii) Seleksi tertulis yang terdiri atas Tes Potensi Akademik (TPA) dan Tes Bahasa Inggris, (iii) Psikotes, dan (iv) Wawancara. Khusus untuk seleksi tertulis dan psikotes dilaksanakan bekerja sama dengan pihak ke tiga yang berpengalaman dalam bidang masing-masing. BAB 3 PELAKSANAAN TUGAS III - 81 (d) Mulai tahun 2013, pelaksanaan pengadaan CPNS dilakukan secara terpusat, yaitu melalui Panselnas (Panitia Seleksi Nasional). Perubahan proses ini merubah tahapan seleksi, menjadi: (i) menggunakan, pendekatan kompetensi, perencanaan dan pengelolaannya yang dilakukan berdasarkan “training based competence”, yang penerapannya didasarkan dari hasil analisis dokumen HCDP yang gunanya adalah membantu Biro Sumber Daya Manusia dalam menyusun rencana dan kebijakan diklat baik gelar maupun non gelar. Tes Kompetensi Dasar (TKD) yang diselenggarakan oleh BKN (ii) Tes Kompetensi Bidang (TKB) yang dilaksanakan sesuai dengan keperluan masing-masing instansi. TKB di Kementerian PPN/ Bappenas terdiri atas Tes Potensi Akademik, Psikotes, dan Wawancara Pelamar yang dierima sebagai CPNS di Kementerian PPN/Bappenas diberikan pembekalan berupa: Diklat Dasar-dasar Perencanaan, Outbond, dan Orientasi. Tujuan pembekalan adalah memberikan pengetahuan dasar mengenai tata kerja dan tugas pokok fungsi setiap unit kerja di Kementerian PPN/Bappenas, menciptakan suatu tim building dan pemahaman mengenai kerjasama yang baik, dan pemahaman dasar di bidang Perencanaan. (3)Penyusunan Human Capital Development Plan (HCDP) terkait dengan penyusun rencana pengembangan kapasitas pegawai. III - 82 yang (a) Diklat penjenjangan struiktural dan fungsional tertentu “Pengelolaan SDM pegawai telah berkembang melalui lelang jabatan, sistem rekrutmen online, dan HCDP.” (e) Jenis diklat non gelar dilaksanakan antara lain: Peningkatan kapasitas sumber daya manusia dilaksanakan dengan LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014 (b) Diklat pengembangan diri (c) Diklat substantif (d) Diklat fungsional teknis (e) Diklat leadership program) kepemimpinan/ develop-ment Hingga tahun 2014, telah dilaksanakan diklat gelar dan non gelar di dalam dan luar negeri dengan basis HCDP khususnya diklat gelar yang didanai oleh World Bank melalui program SPIRIT. Berdasarkan data yang ada, pegawai Kementerian PPN/Bappenas yang sedang tugas belajar luar negeri berjumlah 54 orang dengan sebaran di beberapa negara seperti, Amerika Serikat, Jerman, Belanda, Jepang, Australia, dan Inggris. Diklat non gelar yang dilaksanakan di dalam maupun luar negeri lebih fokus kepada pelatihan berbasis kompetensi manajerial seperti, pelatihan change management, HRM, bureacratic reform policy; dan pelatihan berbasis kompetensi substansi, seperti planning policy, bridging research to policy yang merupakan kerjasama dengan Australia Awards Scholarship (AAS) dan lain-lain, dengan pelaksanaannya dilakukan di beberapa negara. Selain itu, dalam pelaksanaan diklat penjenjangan fungsional jenis diklat yang dilakukan adalah Diklat fungsional, seperti JFP Muda, JFP Madya, dan JFP Utama, Fungsional Arsiparis Pertama, Fungsional Widyaiswara Madya dan kelompok Auditor adalah Auditor Pertama, Auditor Muda, dan Auditor Madya. Permasalahan Yang Dihadapi Dan Langkah Tindak Lanjut Permasalahan terkait pengembangan SDM adalah: (1) Kebijakan terkait proses rekrutmen masih berubah-rubah sehingga mempengaruhi waktu dan kebijakan terkait yang dilakukan Kementerian PPN/ Bappenas. (2) Pelaksanan diklat belum seluruhnya dilaksanakan sesuai dengan HCDP dan masih berdasarkan demand. Terkait dengan permasalahan tersebut, tindak lanjut yang dilaksanakan adalah: (1) Menyiapkan konsep sistem rekrutmen dengan baik termasuk pengadaan sistem registrasi on-line yang lebih handal. (2) Menyiapkan training need analysis yang sesuai dengan HCDP dan sesuai dengan area pengembangan pegawai yang terencana. 3. Peningkatan Sarana dan Prasarana Kantor Sasaran Berdasarkan Permen PPN/Kepala Bappenas No.1/2010 tentang Rencana Strategis Kementerian PPN/Bappenas tahun 2010-2014, Sekretariat Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Sekretariat Utama Bappenas wajib menyediakan sarana prasarana yang memadai. Sarana prasarana yang dimaksud meliputi ruang kerja, peralatan kerja, kendaraan dinas, gedung, instalasi, lahan parkir dan sebagainya. Dalam rangka peningkatan sarana dan prasarana kantor tersebut, pada tahun anggaran 2012 telah dilaksanakan beberapa kajian mengenai kelayakan bangunan kantor Kementerian PPN/ Bappenas sebagai dasar penetapan sasaran, yaitu: (1)Perlunya pengurangan beban gedung mengingat struktur gedung yang telah tua. (2) Perlunya perluasan pengembangan dan pembangunan gedung Bappenas sebagai dampak perkembangan struktur organisasi. (3)Perlunya re-instalasi sistem mekanikal, elektrikal dan plumbing khususnya di Gedung Utama. Selain sasaran tersebut juga ditetapkan sasaran lainnya seperti pengadaan alat pengolahan data, pengadaan kendaraan dinas, renovasi dan lain lain. “Pembangunan dan renovasi sarana dan prasarana harus terus dilanjutkan demi meningkatkan kinerja pegawai” Hasil yang dicapai Hasil yang dicapai dalam peningkatan sarana dan prasarana kantor, antara lain: BAB 3 PELAKSANAAN TUGAS III - 83 dilakukan secara bertahap. Adapun ruang kerja yang sudah dilakukan renovasi dan penggantian meubelair. (c)Restorasi Gedung Cagar Budaya (Gedung Utama Lantai 2) dengan mengembalikan arsitektur dan fungsi semula sebagai ruang pertemuan. (d) Pembangunan dan perbaikan gudang penyimpanan Barang Milik Negara (BMN). (2) Perluasan kantor Kementerian PPN/ Bappenas (1) Pengurangan beban gedung Dalam rangka pengurangan beban gedung sebagai antisipasi struktur gedung yang sudah tua telah dilakukan beberapa kegiatan, yaitu: (a) Perencanaan pembangunan gedung penyimpanan dokumen/arsip Sejalan dengan makin besarnya tanggung jawab yang diemban Kementerian PPN/Bappenas, makin bertambah pula jumlah pegawai khususnya pegawai tidak tetap. Dengan demikian diperlukan penambahan ruang kerja dan fasilitas pendukung lainnya. Selain itu lahan parkir yang ada dirasakan semakin padat. Beberapa kegiatan yang telah dilakukan adalah: Sebagaimana diketahui penyimpanan dokumen dalam gedung kantor membebani gedung cukup besar. Agar beban gedung berkurang diperlukan tempat penyimpanan khusus yang terpisah dari gedung kantor. Untuk itu di tahun 2012 telah dilaksanakan kegiatan Perencanaan Pembangunan Gedung Arsip berupa dokumen teknis pembangunan gedung arsip di lahan aset jalan Warung Buncit Jakarta Selatan. III - 84 (b) Renovasi dan penggantian meubelair ruang kerja dengan bahan yang lebih ringan. Mempertimbangkan aktivitas karyawan, renovasi interior dan penggantian meubelair ruang kerja (a) Pembangunan fisik Gedung Bappenas di Jl. Proklamasi No. untuk merelokasi seluruh staf Pusat Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan Perencana. (b) Menyusun Detail Engineering Design pengembangan fisik gedung di Jalan Sunda Kelapa No. 9 menjadi dua tingkat, dalam rangka menyediakan ruangan kerja yang layak bagi kedeputian Evaluasi Kinerja Pembangunan. (3)Perbaikan/reinstalasi Sistem Mekanikal dan Elektrikal (ME). Gedung Kementerian PPN/ Bappenas yang saat ini sudah berusia LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014 rata-rata diatas 20 tahun sebagai pertimbangan dilakukan perbaikan/ reinstalasi. Perbaikan/reinstalasi bertujuan untuk mengembalikan/ memaksimalkan fungsi ME gedung yang ada. Beberapa kegiatan yang telah dilakukan adalah: rapat seperti proyektor, screen, dan perbaikan interior; (iii) Pengggantian Indoor AC Central Gedung Madiun; (iv) Penggadaan Genset 670 KVA untuk peningkatan kapasitas back up arus listrik PLN suplai Gedung Baru dan Madiun, (v) Pengamanan aset tanah melalui pemagaran aset tanah Jati Sari dan Jati Sampurna, (vi) Pengadaan kendaraan dinas dan operasional dalam rangka penggantian kendaraan dinas pimpinan eselon 1, 2 dan operasional, (vii) Penggantian fasad Gedung Madiun, dan (viii) Renovasi gedung dan rumah dinas pimpinan. (a)Perbaikan/reinstalasi mekanikal yaitu: elevator (lift), genset, tata udara, dan plumbing (mesin hydrant, pompa air bersih, pompa air kotor) (b) Perbaikan/reinstalasi elektrikal yaitu: sistem tata suara, telepon dan PABX, dan panel listrik Dalam pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana, Kementerian PPN/Bappenas telah memiliki standar penyediaan sarana dan prasarana sesuai dengan Keputusan Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas No. KEP.276/M.PPN/08/2003. Sesuai dengan sasaran, hasil yang dicapai dalam penyediaan sarana dan prasarana di Kementerian PPN/Bappenas adalah: (1) Pemenuhan kebutuhan pegawai berupa Barang Milik Negara; (c) Sarana dan prasana lainnya meliputi: (i) Pengadaan Alat Pengolah Data ( 344 PC, 34 printer, 70 laptop, 10 scanner) untuk Peningkatan Spesifikasi dan Penyediaan sarana kerja pegawai baru; (ii) Peningkatan sarana pendukung ruang rapat berupa kelengkapan sarana ruang Terkait kebutuhan pegawai terhadap BMN diantaranya berupa PC, printer dan mebeulair, hingga tahun 2014, telah dipenuhi kebutuhan sebagai berikut : (2) Pemenuhan peminjaman sarana untuk pelaksanaan rapat, berupa laptop dan infocus untuk pelaksanaan rapat; (3)Pemenuhan kebutuhan ATK, Bahan Komputer dan Rumah Tangga untuk keperluan unit kerja; (4) Perpanjangan STNK kendaraan dinas maupun kendaraan dinas operasional. BAB 3 PELAKSANAAN TUGAS III - 85 Permasalahan yang dihadapi dan Langkah Tindak Lanjut Permasalahan yang dihadapi dalam peningkatan sarana dan prasarana kantor adalah terbatasnya lahan yang dimiliki Bappenas. Hal ini mengakibatkan luas ruang kerja pegawai tidak sesuai dengan standar yang diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.45/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara. Keterbatasan lahan juga mengakibatkan pegawai dan tamu sulit untuk memarkir kendaraannya di gedung kantor Kementerian PPN/ Bappenas. Sementara itu, mengingat posisi kantor Bappenas ada di wilayah kawasan cagar budaya berdasarkan ketetapan SK Gubernur DKI No.: D.IV.6098/d/33/1975, pengembangan gedung Bappenas secara vertikal hanya diperbolehkan maksimal 6 lantai. Fasilitas ruang kerja pegawai yang tidak memadai ini dapat berimpikasi pada kinerja. Adapun langkah tindak lanjut yang akan dan sedang dilaksanakan adalah: (1) Dalam rangka memperluas kantor Kementerian PPN/Bappenas, perlu upaya untuk ekspansi ke lahan sekolah yang terletak di belakang kantor Bappenas. Biro umum telah membentuk tim untuk proses pembebasan lahan tersebut. Diharapkan pada tahun 2016, proses pembangunan gedung baru di lahan tersebut sudah dapat dilaksanakan. (2)Melaksanakan pengembangan fisik gedung Sunda Kelapa No. 9 dan pembangunan Gedung Arsip, sebagai tindak lanjut III - 86 atas Detail Engineering Design yang telah dibuat. (3)Merenovasi dan mengganti meubelair ruang kerja dengan bahan yang lebih ringan. (4)Memperbaiki/reinstalasi sistem mekanikal, elektrikal dan plumbing (MEP). (5) Membangun dan memperbaiki gudang penyimpanan Barang Milik Negara (BMN). 4. Manajemen Aset Sasaran Penatausahaan aset berupa Barang Milik Negara (BMN) bertujuan untuk mewujudkan tertib administrasi dan mendukung tertib pengelolaan BMN, serta mencapai sasaran penatausahaan BMN, yaitu: (a) Semua barang milik negara tercatat dengan baik; (b) Semua aktivitas dalam rangka pengelolaan BMN dapat dilakukan berdasarkan asas fungsional, kepastian hukum, keterbukaan, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai; (c) Nilai/data BMN untuk kebutuhan laporan manajemen maupun kebutuhan laporan sebagai bahan penyusunan Neraca Pemerintah Pusat (LKPP) sudah menggambarkan jumlah, kondisi dan nilai BMN yang wajar. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014 “Penatausahaan BMN masih terkendala dalam pelaporan penerimaan hibah, pengelolaan aset, dan keterbatasan ruang penyimpanan.” dengan pihak ketiga dan tanah idle. Aset tanah seluas 3.750 m2 yang berlokasi di Jalan HR. Rasuna Said Kav. B2 dilakukan pengembangan bersama pihak PT Bakrie Swasakti Utama melalui mekanisme Bangun Guna Serah/BOT (Built, Operate, Transfer). Adapun tanah idle diantaranya berupa tanah persil seluas 53.792 m2 yang berlokasi di DKI Jakarta, Bekasi, Depok dan lapangan tenis dengan luas 8.078 m2. Lapangan tenis tersebut merupakan fasilitas umum (fasum) yang sedang dalam proses penyerahan kepada Pemerintah Daerah DKI Jakarta. Hasil yang Dicapai Pelaksanaan penatausahaan BMN diantaranya melakukan kegiatan pencatatan dan pemutakhiran data aset dalam sistem administrasi aset, melalui: (1) Aplikasi SIMAK BMN yang digunakan untuk mencatat dan mengorganisir barang milik negara, mulai dari pembelian, transfer masuk-keluar antarinstansi, sampai penghapusan dan pemusnahan barang milik negara; (2)Pencatatan manual melalui database SIMAK BMN yang digunakan untuk mencatat dan mengorganisir barang milik negara yang ada di dalam ruangan tiap unit kerja; (3) Aplikasi persediaan yang digunakan untuk mencatat dan mengorganisir barang persediaan, mulai dari pembelian hingga transfer masukkeluar barang persediaan untuk unit kerja. Berdasarkan pencatatan BMN tersebut dapat diketahui informasi aset Kementerian PPN/ Bappenas, sebagai berikut: (1)Tanah Kementerian PPN/Bappenas mengelola aset berupa tanah seluas 72.452 m2, diantaranya terdiri dari tanah yang dikerjasamakan (2) Peralatan dan Mesin Peralatan dan mesin dapat diklasifikasikan berupa (1) kendaraan dinas, (2) peralatan elektronik berupa komputer, laptop, printer, AC, kamera digital, dan (3) meubelair berupa kursi, sofa, meja dan kursi tamu, dan lemari. (3) Gedung dan Bangunan Berdasarkan laporan Barang Milik Negara (BMN) Tahun 2013, Kementerian PPN/Bappenas memiliki aset berupa gedung kantor, rumah dinas, dan tugu atau tanda batas. (4)Irigasi Irigasi terdiri dari sistem pengelolaan air kotor sebanyak 2 (dua) buah yang terletak di Gedung Madiun dan Gedung Taman Suropati 2A, yaitu berupa saluran pembuang air buangan domestik. Alat ini digunakan untuk mengelola limbah biologis di lingkungan kantor Kementerian PPN/ Bappenas. BAB 3 PELAKSANAAN TUGAS III - 87 (5)Instalasi/Jaringan Instalasi berupa instalasi air bersih/ baku, air kotor, gardu listrik, dan instalasi lain-lain, dan jaringan berupa jaringan air minum, jaringan listrik, jaringan telepon, dan jaringan gas. (6) Aset Tetap Lainnya Pada akhir tahun 2013 Kementerian PPN/Bappenas memiliki aset tetap lainnya berupa monografi (buku), lukisan, dan rekaman audio visual. (7) Aset Tak Berwujud Aset tak berwujud milik Kementerian PPN/Bappenas meliputi perangkat lunak (software) yang merupakan kumpulan konsep, aktivitas, dan prosedur yang digunakan dalam program komputer untuk melaksanakan pekerjaan tertentu dan lisensi. Adapun beberapa penghargaan dan prestasi yang dicapai dalam pengelolaan Barang Milik Negara di Kementerian PPN/ Bappenas adalah sebagai berikut : (1) Juara Kedua selama 2 (dua) tahun berturut-turut dengan kategori Utilisasi Barang Milik Negara dari Menteri Keuangan RI selaku Pengelola Barang Milik Negara pada tahun 2010-2011. (2) Laporan Keuangan Tingkat Kementerian/Lembaga, Kementerian PPN/Bappenas mendapatkan Apresiasi Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) selama 6 (enam) tahun berturut-turut untuk tahun anggaran 2008 sampai dengan 2013. III - 88 Perkembangan Hasil Audit BPK RI 2008 - 2013 Permasalahan yang Langkah Tindak Lanjut Dihadapi dan Permasalahan yang dihadapi adalah: (1) Terdapat beberapa unit kerja yang belum melaporkan penerimaan hibah barang dan hibah uang yang dibelanjakan menjadi barang. (2) Kurangnya tingkat pegawai akan pengelolaan BMN. (3) pemahaman pentingnya Keterbatasan gudang penyimpanan Barang Milik Negara Kementerian PPN/Bappenas. (4) Pemanfaatan tanah Negara untuk pegawai Kementerian PPN/Bappenas di Jatisari dan Jatisampurna, Bekasi belum mendapat ijin dari Pengelola Barang atau Menteri Keuangan untuk alih status . Dari permasalahan tersebut, diperlukan langkah tindak lanjut sebagai berikut : (1)Koordinasi antar stakeholder penerima hibah dengan pengelola barang hibah di Kementerian PPN/ Bappenas cq Biro Umum, dan perlu dilakukannya Revisi Peraturan LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014 Menteri PPN/Kepala Bappenas Nomor 2 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pengelolaan Kegiatan yang Dibiayai PHLN di Kementerian Negara PPN/Bappenas, serta penyusunan SOP penerimaan hibah barang. (2)Pengarahan kepada pegawai mengenai pentingnya pengelolaan BMN, diantaranya melalui kegiatan sosialisasi. (3) Pengadaan gudang untuk penyimpanan Barang Milik Negara. (4) Permasalahan pemanfaatan tanah Negara tersebut ditindaklanjuti sesuai rekomendasi BPK untuk mengajukan permintaan persetujuan kepada Menteri Keuangan mengenai permohonan penetapan status tanah yang telah dibangun rumah untuk pegawai. 5. Pengawasan Internal “Optimalisasi penerapan SPIP ditindaklanjuti dengan meningkatkan pengawasan internal dan hubungan baik dengan lembaga pengawasan eksternal.” Sasaran Sasaran pengawasan internal bagi Kementerian PPN/Bappenas adalah meningkatkan kinerja dan akuntabilitas kinerja di lingkungan Kementerian PPN/Bappenas, serta meningkatkan fungsi pengawasan dan konsultansi di lingkungan Kementerian PPN/Bappenas. Kedua hal ini kemudian dioperasionalkan dalam berbagai kegiatan pengawasan, pendampingan serta peningkatan tata kelola Inspektorat Utama. Hasil yang Dicapai Sesuai dengan sasaran di atas, berbagai capaian telah dihasilkan, antara lain: (1) Peningkatan kinerja dan akuntabilitas kegiatan dan anggaran. (a) Peningkatan pengelolaan anggaran dan kualitas penyusunan laporan keuangan Kementerian telah dihasilkan melalui mekanisme reviu terhadap laporan keuangan Kementerian PPN/Bappenas serta pembentukan liaison officer (LO) bagi unit kerja dan pejabat pengelola keuangan. Strategi yang dilakukan adalah menugaskan auditor sebagai LO untuk mengawal PPK dan unit kerja dalam mengelola anggaran, melakukan pendampingan dan pemantauan penyerapan anggaran serta pendampingan dalam pelaksanaan audit oleh pihak eksternal. Inspektorat Utama Bappenas secara terus menerus mendorong dan memantau tindak lanjut temuan hasil pengawasan intern maupun eksternal sehingga saldo temuan dapat berkurang, atau bahkan dapat diselesaikan seluruhnya (zero finding policy). (b) Peningkatan kualitas LAKIP dan sistem kinerja Kementerian PPN/ Bappenas dengan pelaksanaan evaluasi atas penyusunan dan dokumen LAKIP Kementerian PPN/ Bappenas. Inspektorat Utama Bappenas berperan penting dalam meningkatkan kualitas atas laporan akuntabilitas Kementerian PPN/ Bappenas dan UKE-I seperti yang BAB 3 PELAKSANAAN TUGAS III - 89 telah diatur dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 25 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Proses evaluasi LAKIP juga diperkuat dengan dibentuknya Petunjuk Pelaksanaan Evaluasi LAKIP UKE-I bagi Kementerian PPN/Bappenas. Disamping itu, dilakukan pula proses dialog dalam penyusunan dan pengukuran indikator kinerja serta kamus indikator antara Inspektorat Utama dan unitunit kerja di Kementerian PPN/ Bappenas. Komitmen pimpinan diwujudkan dalam bentuk penilaian akuntabilitas kinerja UKE-I sebagai puncak penilaian atas kualitas LAKIP di Kementerian PPN/Bappenas. (c) III - 90 Pemetaan risiko melalui Control Self Assessment (CSA) atas unit-unit kerja di Kementerian PPN/Bappenas yang bertujuan untuk mengidentifikasi risiko dan menyusun aktivitas pengendalian dalam rangka mitigasi risiko dalam pelaksanaan kegiatan dan anggaran di unit-unit kerja. Peta risiko telah disusun oleh seluruh unit kerja di lingkungan Sekretariat Menteri/Sekretariat Utama dan Inspektorat Utama. Selain itu, peta resiko proses bisnis penyusunan laporan keuangan dan RPJMN juga telah dilakukan. Saat ini sedang dikembangkan CSA pada beberapa kedeputian yang dinilai strategis, yaitu Kedeputian Bidang Pendanaan, Kedeputian Bidang Sarana dan Prasarana, serta Kedeputian Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan. (d) Pelibatan unit pengawasan eksternal sebagai partner telah meningkatkan akuntabilitas kinerja Kementerian PPN/Bappenas. Hal ini terwujud melalui join reviu atas kinerja dua Kedeputian di Kementerian PPN/ Bappenas di tahun 2012-2013. Melalui kerjasama ini Kementerian PPN/Bappenas dan pengawas eksternal memperoleh manfaat. (2) Peningkatan fungsi dan konsultansi pengawasan Peningkatan fungsi pengawasan dan konsultansi telah dilakukan melalui perkuatan kapasitas dan manajemen kerja di Inspektorat Utama. Beberapa hasil yang signifikan adalah: (a)Pelibatan unit pengawasan eksternal dalam mengevaluasi kinerja dan manajemen internal Inspektorat Utama. Hal ini dilakukan oleh BPKP melalui evaluasi atas kinerja di tahun 2012 serta reviu Internal Audit Capability Model (IACM) Inspektorat Utama. BPK juga melakukan audit kinerja pada Inspektorat Utama di tahun 2013. Manfaat yang diperoleh dari evaluasi eksternal tersebut adalah meningkatnya tingkat kapasitas Inspektorat Utama dari level 1 menjadi 2. Disamping itu, diperoleh area penguatan kapasitas fungsifungsi pengawasan. (b) LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014 Perbaikan tata kelola internal yang meliputi penerbitan Audit Charter, Kode Etik, pedoman pengawasan, dan berbagai SOP kegiatan telah memberikan landasan bekerja APIP dalam melaksanakan tugasnya. Disamping itu, telah pula diterapkan sistem manajemen kinerja dari tingkat pimpinan hingga individu. (c) Penerapan berbagai mekanisme penjaminan kualitas pengawasan seperti penerapan pemetaan resiko dalam penyusunan rencana pengawasan, reviu berjenjang dan komunikasi berkelanjutan atas hasil pengawasan. Permasalahan yang Langkah Tindak Lanjut Dihadapi dan Permasalahan utama dalam pelaksanaan pengawasan internal adalah belum menyeluruhnya penerapan sistem pengendalian intern pemerintah (SPIP) di lingkungan Kementerian PPN/Bappenas serta belum optimalnya hubungan dengan mitra pengawasan yang lain. Adapun tindak lanjut untuk menyelesaikan permasalahan tersebut adalah: (1) Memperkuat pengawasan di level unit kerja Penguatan pengawasan di level unit kerja perlu dilakukan untuk meminimalkan penyimpangan dan meningkatkan kualitas kinerja serta pengelolaan kegiatan dan anggaran. Hal ini dilakukan melalui pelaksanaan risk assessment yang menyeluruh di setiap level unit kerja, termasuk di level koordinator proses perencanaan pembangunan nasional. Selain dapat meningkatkan akuntabilitas kinerja Kementerian PPN/Bappenas, perkuatan ini juga dapat meningkatkan kualitas proses perencanaan pembangunan nasional. (2) Memperkuat pengawasan di tingkat Unit Kerja Pengawas Internal Penguatan pengawasan internal Kementerian PPN/Bappenas mencakup penguatan evaluasi atas Laporan Keuangan dan LAKIP Kementerian PPN/BAppenas. Fokus utamanya adalah mewujudkan early warning system bagi pimpinan berupa dashboard kinerja unit kerja yang terhubung dengan Menteri PPN/Kepala Bappenas. Dashboard kinerja diharapkan dapat memberikan informasi berupa tingkat pemenuhan target kinerja, indikasi permasalahan, dan langkah tindak yang telah dilaksanakan oleh unit kerja dalam mengatasi permasalahan. Informasi yang dihasilkan menjadi bahan rapat pimpinan untuk meningkatkan kualitas manajemen internal. (3)Membina hubungan dengan lembaga pengawasan eksternal Hubungan baik dengan lembaga pengawasan eksternal adalah elemen penting dalam meningkatkan akuntabilitas dan kinerja Kementerian PPN/Bappenas. Untuk itu, membina hubungan baik dengan BPK, BPKP dan unit pengawasan lainnya (misalnya Kementerian PAN dan RB dalam hal pelaksanaan RB) menjadi penting demi kelancaran informasi dan perbaikan akuntabilitas dan kinerja yang dibutuhkan oleh Kementerian PPN/Bappenas. 6. Pengelolaan Teknologi Informasi dan Komunikasi Sasaran Pengelolaan teknologi informasi dan komunikasi mempunyai 3 sasaran strategis, BAB 3 PELAKSANAAN TUGAS III - 91 yaitu (a) Terwujudnya pengelolaan data dan informasi, kearsipan dan kepustakaan guna mendukung perencanaan, (b) Tersedianya prasarana teknologi dan informasi yang handal dan aman, (dan (c) Terwujudnya sistem informasi yang terintegrasi. Recovery Center (DRC) di luar Jawa. (c) Jaringan wireless dengan jangkauan 43 access point yang menjangkau seluruh areal perkantoran. Hasil yang Dicapai (d) Jaringan WAN dengan menghubungkan 5 lokasi kantor di Jakarta dan Bogor. Sesuai dengan sasaran strategis tersebut, hasil yang telah dicapai sebagai berikut: (1) (e)Sistem keamanan jaringan yang handal didukung dengan perangkat keamanan jaringan terkini. Terwujudnya pengelolaan data dan informasi, kearsipan dan kepustakaan guna mendukung perencanaan: (a) Kerjasama Kementerian PPN/ Bappenas dengan Badan Informasi Geospasial (BIG), (b)Layanan data dan informasi perencanaan pembangunan berbasis web. (c) Layanan digital journal. (f)Dokumen tatakelola Sistem Manajemen Keamanan Informasi. (3) Terwujudnya sistem informasi yang terintegrasi baik yang bersifat substantif dan fasilitatif, yang terdiri dari; instrumen (a) Sistem naskah dinas elektronik di beberapa unit kerja. (e) Alih media/digitalisasi koleksi bahan perpustakaan. (b) Sistem aplikasi fasilitatif (email, hasil rapat, agenda rapat, dan perpustakaan). (d) Tersusunnya kearsipan. (f) Bersama dengan UKP4, BIG, dan BPS mempelopori pengembangan dan pengelolaan Satu Data untuk pembangunan nasional. (2) Tersedianya prasarana teknologi dan informasi yang handal dan aman, berupa; (a) Jaringan komputer, baik intranet maupun internet yang handal dengan tingkat ketersediaan dan kehandalan tinggi (98%). (b) Tersedianya 1 unit Data Center di Jakarta (61 server dan 50 Tb Stirage) dan 1 unit Data III - 92 (c) Situs Bappenas yang terhubung dengan facebook dan Twitter. (d)Aplikasi pendukung penyusunan kebijakan, seperti Aplikasi penyusunan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) http:// sekretariatrkp.bappenas.go.id. Permasalahan yang Langkah Tindak Lanjut Dihadapi dan Permasalahan yang dihadapi dalam pencapaian sasaran pengelolaan teknologi informasi dan komunikasi adalah: (1) Penerapan teknologi informasi, khususnya pengelolaan data dan LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014 informasi masih belum seluruhnya terpusat di Central Data dengan pengelolaan satu pintu. (2) Pengembangan sistem aplikasi yang terpisah dan masih belum menjangkau seluruh kegiatan. (3) Banyaknya penggunaan password untuk satu login user sangat beresiko terhadap sistem keamanan. Dalam upaya meningkatkan penyelenggaraan e-Goverment yang handal, kredibel dan proaktif, beberapa tindak lanjut yang diperlukan, antara lain: (1) Diperlukan kebijakan langsung dari pimpinan untuk mempercepat proses penyelenggaran e-Government. (2)Pembentukan Steering Comitte yang beranggotakan para Eselon I guna menentukan arah pengembangan e-Government. (3)Penyusunan masterplan pengembangan e-Government untuk lima tahun mendatang. (4) Evaluasi pada setiap tahan secara rutin. (5) Pengembangan sumber daya manusia di bidang teknologi informasi dan komunikasi. publik, kerjama luar negeri, dan pembangunan pengarusutamaan gender. Selain penghargaan tersebut, penghargaan juga diberikan kepada Menteri PPN/Kepala Bappenas. A. Kelembagaan Anugerah Parahita Ekapraya (APE) Tahun 2013 Penghargaan Anugerah Parahita Ekapraya (APE) diberikan kepada kementerian/lembaga dan peme-rintah daerah yang dinilai telah berkomitmen dan mengimplementasikan strategi yang terkait dengan Pengarusutamaan Gender. Anugerah Badan Publik (BP) Tahun 2013 Anugerah ini diberikan atas partisipasi dalam menjalankan Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik dari Komisi Informasi (KI) Pusat. Kementerian PPN/Bappenas termasuk dalam 10 terbaik dari seluruh K/L untuk kategori BP Pemerintahan, dengan nilai Keterbukaan Informasi 65,776. 7.Penghargaan Selama periode 2009-2014 dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya, Kementerian PPN/Bappenas telah mendapatkan beberapa penghargaan di bidang akuntabilitas kinerja kementerian, pengelolaan BMN, keterbukaan informasi BAB 3 PELAKSANAAN TUGAS III - 93 e-transparency Award Tahun 2013 Award merupakan program IMAGES (Improving Ministries and Agencies Website for Budget Transparency) yang digagas oleh Paramadina Public Policy Institute (PPPI) dan didukung secara aktif oleh berbagai elemen masyarakat sipil seperti Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI), menyertakan 48 K/L dalam penilaiannya tahun 2013 mendapat penilaian “B” dan Tahun 2014 meningkat dengan penilaian “A” Penghargaan “JICA President Award” Penghargaan Pengelolaan Barang Milik Negara Penghargaan “JICA President Award” diserahkan oleh Pimpinan Kantor JICA Indonesia, diberikan atas peran penting Kementerian PPN/Bappenas selaku mitra kerjasama JICA dalam “Program Kerjasama Perubahan Iklim” Penghargaan diberikan sebagai apresiasi kepada K/L atas keberhasilannya mengelola BMN dalam rangka tertib hukum, tertib fisik, dan tertib administrasi. B. Menteri PPN/Kepala Bappenas Bintang Mahaputera Adipradana Penghargaan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2013 Penghargaan Akun-tabilitas Kinerja Tahun 2013 dari Kementerian PAN dan RB. Dalam III - 94 LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014 Penghargaan “Bintang Mahaputera Adipradana” diberikan oleh Presiden Republik Indonesia dalam rangka menyambut Hari Kemerdekaan RI ke-69, atas darma baktinya dan jasanya di berbagai bidang pembangunan yang diakui secara luas pada tingkat nasional dan internasional. Lencana Wing Penerbang Kehormatan Penghargaan Lencana Wing Penerbang Kehormatan dari Kepala Staf Angkatan Udara. Dalam kesempatan ini, Ibu Menteri diberi kesempatan terbang dengan jet tempur Sukhoi SU30 MK2 TNI AU. Brevet “ Hiu Kencana” TNI Angkatan Laut Penganugerahan Brevet “Hiu Kencana” TNI AngkatanLaut oleh Kasal Laksamana TNI Dr. Marsetio. Upacara penyematan dilakukan di dalam lambung kapal selam yang berlayar di bawah permukaan laut perairan Selat Sunda pada kedalaman 40 meter. Anugerah Padjajaran Utama Anugerah Padjadjaran Utama dari Rektor Universitas Padjajaran 2014. Penghargaan diberikan pada alumni Universitas Padjajaran yang memberikan konstribusi positif kepada bangsa dan negara. Selain perhargaan-penghargaan tersebut Menteri PPN/Kepala Bappenas selama tahun 2011-2013 telah menerima penghargaan pengharaan antara lain:Satya Karya Bhakti Kelas I dari Rektor Universitas Padjajaran pada tahun 2013, Golden Jubilee Medal dari Universitas Mahendradatta Bali tahun 2013, Satya Karya Bhakti Pendidikan dari Rektor Universitas Padjadjaran Bandung Tahun 2012, dan Leadership Award dari Harian Seputar Indonesia Tahun 2011 BAB 3 PELAKSANAAN TUGAS III - 95 BAB 4 PENYIAPAN PERENCANAAN 2015-2019 BAB 4 PENYIAPAN PERENCANAAN 2015-2019 IV - 1 BAB 4 PENYIAPAN PERENCANAAN 2015-2019 Dalam rangka memasuki pelaksanaan pembangunan jangka menengah periode 20152019, Kementerian PPN/Bappenas melakukan berbagai persiapan terkait dengan perencanaan pembangunan. Persiapan yang telah dan sedang dilakukan adalah: (1) Penyusunan Rancangan Teknokratik RPJMN 2015-2019; (2) Penyusunan Rancangan Rencana Strategis Kementerian PPN/Bappenas 2015-2019; dan (3) Pelaksanaan Revisi PP 40/2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional. 1. Rancangan Teknokratik RPJMN 20152019 Sasaran Sasaran penyusunan dokumen Rancangan Teknokratik RPJMN 2015-2019 (RT RPJMN 2015-2019) adalah digunakannya RT RPJMN 2015-2019 oleh Presiden terpilih periode 2015-2019 sebagai bahan untuk menyusun dan menetapkan RPJMN 2015-2019 yang akan menjadi landasan pembangunan pada periode 2015-2019. IV - 2 Selain itu, RT RPJMN 2015-2019 akan menjadi rujukan bagi K/L dalam menyusun Renstra K/L periode 2015-2019. Hasil yang Dicapai Hasil yang dicapai dalam penyiapan perencanaan 2015-2019 terkait dengan Rancangan Teknokratik RPJMN 2015-2019 adalah: a. Background studies seluruh bidang pembangunan LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014 b. Evaluasi empat tahun pelaksanaan RPJMN 2010-2014 c. Dokumen Rancangan RPJMN 2015-2019 Teknokratik Beberapa hal penting dalam penyusunan RT RPJMN 2015-2019 adalah: a. Selain mengacu kepada hasil background studies berbagai bidang pembangunan dan hasil evaluasi RPJMN berjalan, penyusunan RT RPMJN 2015-2019 juga berdasarkan kepada hasil penjaringan aspirasi masyarakat. b. Sesuai arahan RPJPN 2005-2025, RPJMN periode 2015-2019 difokuskan pada upaya “Memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang dengan menekankan pencapaian daya saing kompetitif perekonomian berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan IPTEK yang terus meningkat”. “Rancangan Teknokratik RPMJN 2015-2019 merupakan pijakan awal dalam penyusunan RPJMN 2015-2019” c. RT RPJMN 2015-2019 disusun dalam tiga buku, yaitu Buku I: Agenda Pembangunan Nasional, berisi gambaran tentang agenda dan isuisu utama yang diusulkan menjadi prioritas pada periode 2015-2019, Buku II: Agenda Pembangunan Bidang, berisi uraian program dan kegiatan untuk seluruh bidang pembangunan, dan Buku III: Agenda Pembangunan Dimensi Wilayah, berisi penjabaran program-program dan kegiatan dalam dimensi wilayah. Permasalahan yang Langkah Tindak Lanjut Dihadapi dan Secara umum tidak ditemui permasalahan dalam penyusunan RT RPJMN 20152019, hanya saja ketepatan waktu penyusunan yang perlu menjadi perhatian. Sementara itu, terdapat beberapa hal yang harus ditindak lanjuti dalam penyiapan perencanaan 2015-2019, yaitu penyusunan Rancangan RPJMN 2015-2019 yang dimulai pada November 2014 dan selesai Januari 2015. 2. Rancangan Rencana Bappenas 2015-2019 Strategis Sasaran Tersusunnya Rancangan Rencana Strategis Bappenas 2015-2019 yang berpedoman pada RPJMN 2015-2019 dan memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsi Kementerian PPN/ Bappenas. “Komitmen pelaksanaan dari semua pihak dibutuhkan setelah Renstra Kementerian PPN/Bappenas 2015-2019 disusun” Hasil yang Dicapai Renstra Kementerian PPN/Bappenas 20152019 terdiri dari empat Bab, yaitu Bab I Pendahuluan, Bab II Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Strategis Kementerian PPN/ Bappenas, dan Bab IV Penutup. Hingga saat BAB 4 PENYIAPAN PERENCANAAN 2015-2019 IV - 3 ini hasil yang dicapai dalam penyusunan Renstra Kementerian PPN/Bappenas sebagaimana terlihat dalam Tabel 4.1. Permasalahan yang Dihadapi dan Langkah Tindak Lanjut Dalam proses penyusunan Rencana Strategis Kemen-terian PPN/Bappenas 2015-2019, dikenali beberapa permasalahan yang memerlukan penyelesaian segera, antara lain: a. Belum ada kejelasan tentang wewenang Kementerian PPN/ Bappenas; b. Belum ada penyelarasan kelembagaan Kementerian PPN/Bappenas; c. Belum ada keselarasan regulasi Kementerian PPN/Bappenas d. Belum ada pembahasan lebih lanjut tentang draft Renstra Bappenas yang telah disusun dalam forum koordinasi di lingkup middle dan higher manajemen di Bappenas. Sebagai upaya untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi dalam proses penyusunan Renstra Kementerian PPN/Bappenas, maka tindak lanjut yang diharapkan adalah: a. Perlunya disusun berbagai alternatif tentang wewenang, kelembagaan dan regulasi yang mengatur Kementerian PPN/Bappenas; b. Perlu dilakukan percepatan memperoleh kesepakatan perumusan visi, misi, tujuan dan sasaran strategis Kementerian PPN/Bappenasdan; c. Perlunya ketepatan pemetaan permasalahan di Kementerian PPN/ Bappenas; IV - 4 d. Perlunya pembahasan lebih lanjut di tingkat pimpinan tentang draft Renstra Bappenas yang telah disusun agar dapat segera diselesaikan. e. Setelah dokumen Renstra tersusun, aspek terpenting yang harus diperhatikan adalah komitmen pelaksanaan oleh Kementerian PPN/ Bappenas. 3. Revisi PP 40/2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional Sasaran Penyempurnaan PP 40/2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional ditujukan antara lain untuk: 1) Meningkatkan efektivitas dan efesiensi perencanaan dan penganggaran dalam pembangunan nasional; 2) Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam proses penyusunan dokumen perencanaan; 3) Meningkatkan keterkaitan antara perencanaan dan penganggaran, serta perencanaan pusat dan daerah; dan 4) Mengatur kembali waktu yang lebih rasional dalam penyusunan perencanaan dan penganggaran. Hasil yang Dicapai Dalam pencapaian penyempurnaan tersebut, terdapat 4 (empat) arah perubahan, yaitu dalam segi substansi, proses, pelaksanaan proses, dan struktur kelembagaan. Perkembangan yang telah dilakukan Kementerian PPN/Bappenas antara lain: a. Melaksanakan kajian perbandingan PP 20/2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah dan PP 40/2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional, LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014 b. Mendapatkan izin prakarsa dari Presiden untuk menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP), c. Melakukan pembahasan internal mengenai muatan materi perubahan, dan d. Menyusun Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) perubahan PP. Permasalahan yang Dihadapi dan Langkah Tindak Lanjut Tabel 4.1. Perkembangan Penyusunan Renstra Kementerian PPN/Bappenas 2015-2019 Muatan Renstra Bab I Pendahuluan 1.1. Kondisi Umum 1.2. Potensi Permasalahan Status Keterangan 80% Bab II Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Strategis Kementerian PPN/Bappenas 2.1. Visi 80% Sudah ada draft Menunggu Keputusan Rapim 2.2. Misi Sudah ada draft Menunggu Keputusan Rapim 2.3. Tujuan Sudah ada draft Menunggu Keputusan Rapim 2.4. Sasaran Strategis Sudah ada draft Menunggu Keputusan Rapim Bab III Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi, Kerangka Pendanaan dan Kerangka Kelembagaan 3.1. Arah Kebijakan dan Strategi Nasional 3.2. Arah Kebijakan dan Strategi KPPN/Bappenas 30% 80% (RPJMN) Sudah ada hasil analisis SWOT 3.3. Kerangka Regulasi 30% 3.4. Kerangka Kelembagaan 30% Masih mengacu Rancangan Teknokratik RPJMN Diperlukan pertemuan untuk memutuskan arah strategi dan kebijakan sesuai dengan hasil SWOT dan kebutuhan program kegiatan sesuai dengan logic model. Sesuai dengan pencapaian tujuan organisasi/ unit kerja Sesuai dengan pencapaian tujuan organisasi/ unit kerja Bab IV Target Kinerja dan Kerangka Pendanaan Permasalahan yang dialami 4.1. Target Kinerja Menunggu pembahasan kesepakatan Bappenasdalam penyempurnaan Kemenkeu (anggaran) dan Bappenas-Menpan (Kinerja). PP 40/2006 tentang Tata 4.2. Kerangka Pendanaan Tergantung hasil kesepakatan butir 4.1 Cara Penyusunan Rencana Bab IV Penutup Pembangunan Nasional Lampiran 1. Matriks Kinerja dan Pendanaan KPPN/Bappenas Menunggu Kontrak antara lain: (Menteri, UKE I, II) Kinerja 2. Matriks Kerangka Regulasi Menunggu Kontrak Kinerja a. Masih terdapat beberapa substansi yang belum disepakati dalam b. Membentuk Panitia Antar Kementerian, pembahasan internal Bappenas. c. Melaksanakan harmonisasi PP, b. Belum terbentuknya Panitia Kementerian sehingga penyempurnaan masih waktu yang cukup panjang menyelesaikannya. Antar proses butuh untuk Langkah tindak lanjut yang akan dilaksanakan terkait dengan penyempurnaan PP 40/2006 antara lain: a. Melakukan kesepakatan antar pejabat Eselon I di Kementerian PPN/ Bappenas, d. Mengajukan permohonan penetapan PP kepada Presiden. “Penyempurnaan PP No.40/2006 mencakup empat arah perubahan, yaitu substansi, proses, pelaksanaan, dan struktur kelembagaan.” BAB 4 PENYIAPAN PERENCANAAN 2015-2019 IV - 5 BAB 5 PENUTUP BAB 5 PENUTUP V- 1 BAB 5 PENUTUP Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, Kementerian PPN/Bappenas telah menghasilkan berbagai produk di bidang perencanaan pembangunan sebagaimana telah diuraikan dalam Bab-Bab sebelumnya. Dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut, meskipun telah dihasilkan produk-produk perencanaan yang menjadi referensi bagi pembangunan nasional, namun disadari masih ada kekurangan yang perlu diperbaiki. Oleh karena itu Kementerian PPN/Bappenas terus berusaha untuk meningkatkan kualitas hasil perencanaan melalui berbagai upaya, antara lain: (1) Meningkatkan kualitas evaluasi kinerja, (2) Meningkatkan kapasitas dan kualitas SDM Kementerian PPN/Bappenas, (3) V- 2 Melakukan koordinasi dan sinergi dengan seluruh K/L, pemda, dan stakeholder lainnya, dan (4) Menjaring masukan dari seluruh pihak melalui berbagai forum. Selain melaksanakan berbagai kegiatan koordinasi, pemantauan dan evaluasi pembangunan nasional, serta kegiatan lain yang bersifat penguatan manajemen internal, pada periode 2009-2014 terdapat kegiatan penting, yaitu penyempurnaan sistem perencanaan pembangunan nasional dan penyiapan perencanaan 20152019. Kedua kegiatan ini ditujukan untuk meningkatkan kualitas dalam menghasilkan dokumen perencanaan khususnya dalam menyongsong periode pemerintahan 2015-2019. Dalam penyempurnaan sistem LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014 perencanaan pembangunan nasional, telah dilakukan penyempurnaan dalam penyusunan dokumen perencanaan khususnya RPJMN 2015-2019. Berbagai langkah telah dilaksanakan dan telah menghasilkan Rancangan Teknokratik (RT) RPJMN 2015-2019 yang menjadi bahan masukan bagi Presiden terpilih dalam menyusun RPJMN 2015-2019 sebagai landasan pembangunan periode 2015-2019. Meskipun tahapan penting dalam menyongsong periode pemerintahan 2015-2019 berupa penyusunan RT RPJMN 2015-2019 telah dihasilkan, namun kegiatan besar segera akan dihadapi yaitu penyusunan RPJMN 2015-2019 yang harus diselesaikan pada Januari 2015. Untuk itu, upaya peningkatan kualitas perencanaan secara berkelanjutan dan semakin meningkat tentunya sangat diharapkan semua pihak sehingga perencanaan pembangunan nasional dapat dilaksanakan dengan baik dan menghasilkan peningkatan kesejahteraan dan pemerataan pembangunan sesuai dengan visi pembangunan yang telah ditetapkan pada RPJPN 2005-2025. Dalam upaya peningkatan kualitas perencanaan tersebut, seyogianya diterapkan kerangka berpikir logic model/model logika dalam penyusunan formulasi kebijakan atau program pembangunan guna menjamin keterkaitan sasaran pada level input hingga impact. Melalui laporan ini, diharapkan upaya yang telah dilakukan Kementerian PPN/ Bappenas selama periode 2009-2014 dapat memberikan kontribusi yang berarti untuk kemajuan pembangunan nasional. Selanjutnya di bawah kepemimpinan Menteri PPN/Kepala Bappenas mendatang, kualitas perencanaan dan perumusan kebijakan pembangunan yang lebih baik menjadi sangat penting dalam menghadapi berbagai permasalahan dan tantangan sejalan dengan adanya dinamika perubahan baik nasional maupun global. BAB 5 PENUTUP V- 3 LAMPIRAN V- 4 1. Rancangan Teknokratik RPJMN Tahun 2015-2019 Penyusunan rancangan teknokratik dilakukan dengan menggunakan metode dan kerangka ilmiah untuk menganalisis kondisi obyektif dengan mempertimbangkan beberapa skenario pembangunan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Dalam penyusunannya mengacu pada kebijakan RPJPN 20052025, hasil evaluasi RPJMN berjalan, dan hasil kajian pendahuluan (Backgound Study) yang dilaksanakan oleh setiap kedeputian. Dokumen tersebut terdiri dari 3 (tiga) Buku, yaitu: Buku I Agenda Pembangunan Nasional, berisikan gambaran tentang agenda dan isu-isu utama pembangunan yang diusulkan sebagai prioritas pembangunan 2015-2019. Buku II Agenda Pembangunan Bidang. Memuat uraian program dan kegiatan untuk seluruh bidang pembangunan. Buku III Agenda Pembangunan Dimensi Wilayah, berisikan penjabaran program dan kegiatan ke dalam dimensi wilayah. 2. Rancangan Teknokratik Rencana Strategis Kementerian PPN/Bappenas Tahun 2015-2019. Rencana strategis merupakan dokumen perencanaan kementerian/lembaga selama lima tahun. Penyusunan dokumen tersebut mengacu kepada kebijakan pembangunan jangka menengah. Dokumen Renstra merupakan penjabaran visi kementerian/lembaga yang berisikan visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program dan kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. 3. Rencana Perubahan PP 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional. Peraturan tersebut merupakan turunan dari Undang Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Peraturan tersebut berisikan proses penyusunan dokumen rencana pembangunan jangka panjang, rencana pembangunan jangka menengah, dan rencana pembangunan tahunan. 4. Rancangan Struktur Kementerian PPN/Bappenas Merupakan konsep rancangan struktur Kementerian PPN/Bappemas yang memuat kondisi yang dihadapi saat ini, peran bappenas dalam proses pembangunan, dan opsi yang ditawarkan. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014