BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering (biasanya 3 kali sehari atau lebih) dalam satu hari. Diare dapat disebabkan oleh infeksi, malabsorpsi, alergi, keracunan, imunodefisiensi dan sebab-sebab lainnya. Penyebab yang paling sering ditemukan di lapangan ataupun secara klinis adalah infeksi dan keracunan (Anonim, 2011a) Diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat utama di Indonesia. Hal ini disebabkan masih tingginya angka kesakitan dan menimbulkan banyak kematian terutama pada bayi dan balita, serta sering menimbulkan kejadian luar biasa (KLB). Meskipun sebagian besar kasus diare pada anak akan sembuh dengan sendirinya (self limiting disease), tetapi diare yang berlangsung terus menerus dengan jumlah tinja yang banyak sekali menyebabkan keadaan dehidrasi dan secara bermakna meningkatkan angka kesakitan dan kematian anak (Hegar dkk., 2004). Di negara berkembang, anak balita mengalami rata-rata 3-4 kali kejadian diare per tahun tetapi di beberapa tempat terjadi lebih dari 9 kali kejadian diare per tahun atau hampir 15-20% waktu hidup anak dihabiskan untuk diare (Soebagyo, 2008). Berdasarkan survei morbiditas diare tahun 2010, proporsi terbesar penderita diare pada balita adalah kelompok umur 6-11 bulan yaitu sebesar 21,65% lalu kelompok umur 12-17 bulan sebesar 14,43%, kelompok 1 2 umur 24-29 bulan sebesar 12,37% dan proporsi terkecil pada kelompok umur 5459 bulan yaitu 2,06% (Anonim, 2011b). Hasil survei Program Pemberantasan (P2) Diare di Indonesia menyebutkan bahwa angka kesakitan diare di Indonesia pada tahun 2000 sebesar 301 per 1.000 penduduk dengan episode diare balita adalah 1,0 – 1,5 kali per tahun. Tahun 2003 angka kesakitan penyakit ini menigkat menjadi 374 per 1.000 penduduk dan merupakan penyakit dengan frekuensi kejadian luar biasa (KLB) kedua tertinggi setelah demam berdarah dengue (DBD). Hasil survei Departemen Kesehatan menunjukkan bahwa penyakit diare menjadi penyebab kematian nomor dua pada balita, nomor tiga pada bayi, dan nomor lima pada semua umur (Anonim, 2005). Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Studi Mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun diketahui bahwa diare masih menjadi penyebab utama kematian balita di Indonesia. Penyebab utama kematian akibat diare adalah tata laksana yang tidak tepat baik di rumah maupun di sarana kesehatan. Untuk menurunkan kematian karena diare perlu tata laksana yang cepat dan tepat (Anonim,2011b). Kebanyakan kematian pada diare akibat dehidrasi, yang mana kehilangan cairan ini diatasi dengan menggunakan cairan rehidrasi oral pada 90% kasus (Fuchs, 2001). Untuk menangani diare, dewasa ini direkomendasikan penggunaan oralit/garam rehidrasi oral formula baru yang berisi glukosa dan garam dengan konsentrasi rendah untuk mencegah dehidrasi dan penggunaan terapi infus intravena serta pemberian suplemen zink (MOST Project, 2005). Pada keadaan diare, terjadi kehilangan zink dalam jumlah besar dan menggantikan kehilangan 3 zink sangat penting untuk membantu kesembuhan dan menjaga kesehatan anak di bulan-bulan yang akan datang. Pemberian suplemen zink selama episode diare dapat mengurangi durasi dan keparahan diare dan memperkecil kemungkinan kekambuhan diare selama 2 – 3 bulan berikutnya (WHO, 2005). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pola penggunaan obat diare pada pasien anak serta untuk mengetahui gambaran penggunaan zink dan kegunaannya dalam pengobatan diare anak di instalasi rawat inap Puskesmas Tengaran. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan bahan evaluasi bagi Puskesmas Tengaran serta Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang dalam upaya pembenahan pelayanan kesehatan. B. Perumusan Masalah 1. Bagaimana gambaran karakteristik pasien anak dengan diagnosis diare di Instalasi rawat inap Puskesmas Tengaran periode tahun 2013? 2. Bagaimanakah pola penggunaan obat pada pasien anak yang terdiagnosis diare di Instalasi Rawat Inap Puskesmas Tengaran periode tahun 2013? 3. Apakah zink dapat mempengaruhi length of stay (LOS) pada pasien anak yang terdiagnosis diare di Instalasi Rawat inap Puskesmas Tangeran periode tahun 2013 ? 4 C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui gambaran karakteristik pasien anak dengan diagnosis diare yang meliputi jumlah pasien diare anak tiap bulan, usia, jenis kelamin, lama perawatan, dan status pulang. 2. Untuk mengetahui pola penggunaan obat pada pasien anak yang terdiagnosis diare di instalasi rawat inap Puskesmas Tengaran periode tahun 2013 yang meliputi golongan obat berdasarkan aktivitas farmakologinya, rute pemberian, dan bentuk sediaan obat yang digunakan. 3. Untuk mengetahui gambaran penggunaan zink dan pengaruhnya terhadap length of stay (LOS) pada pasien anak yang terdiagnosis diare di instalasi rawat inap Puskesmas Tengaran periode tahun 2013. D. Manfaat Penelitian 1. Sebagai salah satu informasi atau data tentang gambaran karakteristik pasien, pola penggunaan obat pada penyakit diare anak di instalasi rawat inap Puskesmas Tengaran. 2. Sebagai bahan masukan dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan medis khususnya pada penyakit diare di instalasi rawat inap Puskesmas Tengaran 5 E. Tinjauan Pustaka 1. Diare a. Definisi Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari (Anonim, 2011a). Menurut WHO (2005) diare didefinisikan sebagai kejadian buang air besar dengan konsistensi lebih cair dari biasanya, dengan frekuensi 3 kali atau lebih dalam jangka waktu 24 jam. Definisi ini lebih menekankan pada konsistensi tinja daripada frekuensinya. Jika frekuensi BAB meningkat namun konsistensi tinja padat, maka tidak disebut sebagai diare. b. Klasifikasi diare Berdasarkan lamanya, diare dapat dibedakan menjadi diare akut dan diare kronik. Diare akut terjadi secara mendadak dan berlangsung sangat singkat dalam beberapa jam sampai 7 atau 14 hari. Tinja berbentuk cair, sering diiringi dengan demam, sakit perut, muntah dan badan lemas. Sedangkan diare kronik merupakan diare yang terus berlangsung selama lebih dari tiga minggu. Ketentuan ini berlaku bagi orang dewasa, sedangkan pada bayi dan anak-anak ditetapkan pada batas waktu dua minggu ( Mansjoer,1999). Berdasarkan penyebabnya, dapat dibedakan menjadi 4 jenis diare yaitu : 1) Diare akibat virus Contoh diare akibat virus adalah influenza perut dan traveller’s diarrhea yang disebabkan oleh rotavirus dan adenovirus. Virus 6 yang masuk melalui makanan dan minuman sampai ke enterosit, akan menyebabkan infeksi dan kerusakan vili usus halus. Enterosit yang rusak diganti dengan yang baru yang fungsinya belum matang, vili mengalami atropi dan tidak dapat mengabsorpsi cairan dan makanan dengan baik, akan meningkatkan tekanan koloid osmotik usus dan meningkatkan motilitasnya sehingga timbul diare. Diare yang terjadi bertahan terus sampai beberapa hari sesudah virus lenyap dengan sendirinya, biasanya dalam 3-6 hari (Irwanto dan Sudarmo, 2002). 2) Diare bakterial (invasif) Diare ini agak sering terjadi tetapi mulai berkurang sehubungan dengan meningkatnya derajat higiene masyarakat. Bakteri-bakteri yang terdapat pada makanan dan minuman yang tidak higienis menjadi invasif dan menyerbu ke dalam mukosa, kemudian bakteri-bakteri tersebut memperbanyak diri dan membentuk toksintoksin yang dapat diresorpsi kedalam darah dan menimbulkan gejala hebat seperti demam tinggi, nyeri kepala, kejang-kejang, serta mencret berdarah dan berlendir (Tjay dan Rahardja, 2002). 3) Diare parasiter Diare yang terjadi di daerah subtropis yang disebabkan oleh parasit ini biasanya bercirikan mencret yang intermiten dan bertahan lebih lama dari 1 minggu. Gejala lainnya dapat berupa 7 nyeri perut, demam, anoreksia, nausea, muntah-muntah dan rasa letih umum (malaise) (Tjay dan Rahardja, 2002). 4) Diare akibat enterotoksin Diare jenis ini umumnya jarang terjadi, tetapi lebih dari 50% wisatawan di negara-negara berkembang dihinggapi diare ini. Penyebabnya adalah kuman-kuman yang membentuk enterotoksin seperti E. coli dan Vibrio cholerae yang banyak ditemui dan jarang pada Shigella, Salmonella, Campylobacter dan Entamoeba histolytica. Toksin melekat pada sel-sel mukosa dan merusaknya. Diare jenis ini bersifat self limiting disease, yang artinya akan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan dalam waktu kurang lebih 5 hari, setelah sel-sel yang rusak diganti dengan mukosa baru (Tjay dan Rahardja, 2002). Pada diare yang hebat seringkali terjadi muntah-muntah, tubuh kehilangan banyak cairan dan garamnya sehingga mengakibatkan dehidrasi. Hal inilah yang harus dihindari karena bisa berakibat fatal. Berdasarkan tingkat keparahannya dehidrasi dapat digolongkan menjadi : 1) Dehidrasi ringan ( kehilangan cairan sekitar 5% dari berat badan semula). Berlangsung sekali tiap dua jam atau lebih dengan gejala lain yaitu rasa haus, gelisah, elastisitas kulit bila dicubit masih baik dan penderita masih sadar. 8 2) Dehidrasi sedang (kehilangan cairan 5-10% dari berat badan semula). Diare sering dengan volume lebih besar yang disertai dengan gejala lain yaitu terasa haus, gelisah, pusing jika berubah posisi, pernafasan terganggu, ubun-ubun dan mata cekung, serta elastisitas kulit lambat 3) Dehidrasi berat (kehilangan cairan lebih dari 10% dari berat badan semula). Diare hebat disertai muntah disertai gejala lain yaitu mengantuk, lemas, berkeringat dingin, kulit kaki dan tangan keriput, kejang otot, pernafasan cepat dan dalam, ubun-ubun dan mata sangat cekung, serta eleastisitas kulit sangat lambat (Masithoh, 2004) c. Etiologi Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam 6 golongan besar yaitu infeksi (disebabkan oleh bakteri, virus atau infestasi parasit), malabsorpsi, alergi, keracunan, imunodefisiensi dan sebab-sebab lainnya. Penyebab yang sering ditemukan di lapangan ataupun secara klinis adalah diare yang disebabkan infeksi dan keracunan (Anonim, 2011a). d. Patofisiologi Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare : 1) Gangguan Osmotik Adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam lumen usus naik sehingga 9 terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam lumen usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbullah diare (Anonim, 2006). 2) Gangguan Sekresi Akibat rangsangan tertentu (toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit kedalam lumen usus dan selanjutnya timbul diare karena kenaikan isi lumen usus (Anonim, 2006). 3) Gangguan Motilitas Usus Hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya,bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya dapat timbul diare pula (Anonim, 2006). e. Diagnosis Langkah-langkah dalam melakukan diagnosis penyakit diare adalah sebagai berikut: 1) Anamnesis Kepada penderita atau keluarganya perlu ditanyakan mengenai riwayat perjalanan penyakit antara lain : a) Lamanya sakit diare b) Frekuensi BAB c) Banyak/ volume BAB 10 d) Warna tinja (biasa, kuning berlendir, berdarah, seperti air cucian nasi, dsb.) e) Baunya (amis, asam, busuk) f) Ada atau tidaknya batuk, panas, flu dan kejang sebelum, selama, dan setelah diare g) Jenis, bentuk, dan banyaknya makana dan minuman yang diberikan sebelum, selama, dan setelah diare h) Ada atau tidaknya penderita diare di sekitar rumah i) Berat badan sebelum sakit (bila diketahui) (Suraatmaja, 2010) 2) Pemeriksaan fisis Perlu diperiksa apakah pada pasien ditemukan tanda-tanda dehidrasi. Berikut beberapa gejala dan derajat dehidrasi terdapat pada tabel I. Tabel I. Derajat dehidrasi (Anonim, 2011a) Gejala / derajat dehidrasi Diare tanpa dehidrasi Diare dehidrasi Ringan /Sedang Diare dehidrasi berat Bila terdapat dua tanda atau lebih Bila terdapat dua tanda atau lebih Bila terdapat dua tanda atau lebih Keadaan umum Baik , sadar Gelisah, rewel Lesu, lunglai/tidak sadar Mata Tidak cekung Cekung Cekung Keinginan untuk minum Normal, tidak ada rasa haus Ingin terus minum, ada rasa haus Malas minum Turgor Kembali segera Kembali lambat Kembali sangat lambat 11 Diagnosa diare ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Bentuk klinis diare dapat dilihat pada tabel II. Diagnosis Diare cair akut Tabel II. Bentuk Klinis Diare (Anonim, 2009) Didasarkan pada keadaan Diare lebih dari 3 kali sehari berlangsung kurang dari 14 hari Tidak mengandung darah Diare air cucian beras yang sering dan banyak dan cepat menimbulkan dehidrasi berat, atau Diare dengan dehidrasi berat selama terjadi KLB kolera, atau Diare dengan hasil kultur tinja positif untuk V. cholerae O1 atau O139 Diare berdarah (terlihat atau dilaporkan) Diare berlangsung selama 14 hari atau lebih Diare dengan jenis apapun yang disertai tanda gizi buruk Mendapat pengobatan antibiotik oral spektrum luas Dominan darah dan lendir dalam tinja Massa Intra Abdominal Tangisan keras dan kepucatan pada bayi. Kolera Dinsentri Diare persisten Diare dengan gizi buruk Diare terkait antibiotik Invaginasi f. Gejala dan manifestasi klinik Gejala diare adalah sebagai berikut (Widjaja, 2002): 1) Bayi atau anak menjadi cengeng dan gelisah. Suhu badannya pun tinggi 2) Tinja bayi encer, berlendir atau berdarah 3) Warna tinja kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu 4) Lecet pada anus 5) Gangguan gizi akibat intake (asupan) makanan yang kurang 6) Muntah sebelum dan sesudah diare 7) Hipoglikemia (penurunan kadar gula darah) 8) Dehidrasi (kekurangan cairan) 12 Hal-hal yang dapat ditimbulkan oleh diare : 1) Dehidrasi Kekurangan cairan tubuh dan garam-garam yang sangat berguna bagi kelangsungan hidup manusia secara terus menerus akan berakibat dehidrasi. Dehidrasi terjadi bila hilangnya cairan dan elektrolit tidak diganti secara adekuat (Anonim,2009) 2) Malnutrisi Diare juga dapat mengakibatkan malnutrisi karena nafsu makan berkurang. Malnutrisi akan menyebabkan resiko terjadinya diare lebih berat dan lama, dan pada akhirnya akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan dan kematian (Anonim, 2010). g. Terapi diare Secara garis besar, pengobatan diare dapat dikelompokkan dalam beberapa jenis, yaitu pengobatan cairan, pengobatan kausal, pengobatan simptomatik dan pengobatan dietetik (Suraatmaja, 2010). 1) Pengobatan cairan Penggantian cairan dan elektrolit merupakan elemen yang penting dalam terapi efektif diare akut. Tujuan terapi rehidrasi adalah untuk mengoreksi kekurangan cairan dan elektrolit secara cepat (terapi rehidrasi) kemudian mengganti cairan yang hilang sampai diarenya berhenti. Kehilangan cairan dapat diganti baik melalui oral maupun parenteral (Anonim, 2009). 13 Ada dua jenis cairan yang dapat digunakan dalam pengobatan diare yaitu Cairan Rehidrasi Oral (CRO) seperti oralit dan cairan rumah tangga (larutan garam-gula, larutan tepung beras-garam, air tajin, air kelapa) dan Cairan Rehidrasi Parenteral (CRP) seperti Ringer Laktat, KAEN3A, KAEN3B, Asering, D5%, KCl, dan sebagainya. Walaupun air sangat penting untuk mencegah dehidrasi, tetapi air minum tidak mengandung garam elektrolit yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit dalam tubuh. Campuran glukosa dan garam yang terkandung dalam oralit dapat diserap dengan baik oleh usus penderita diare (Anonim, 2011a). Pemberian CRP dapat dilakukan jika pasien mengalami muntah yang hebat dan tidak memungkinkan untuk diberikan cairan rehidrasi secara oral (Martin dan Jung, 2008). 2) Pengobatan kausal Pengobatan yang tepat terhadap kausa diare diberikan setelah kita mengetahui penyebabnya yang pasti. Jika kausa ini penyakit parenteral, diberikan antibiotik sistemik. Antibiotik hanya diberikan jika ada indikasi, seperti diare berdarah atau diare karena kolera, atau diare dengan disertai penyakit lain. Pemberian antibiotik yang tidak tepat bisa membunuh flora normal yang justru dibutuhkan tubuh serta dapat menimbulkan resistensi kuman jika tidak dihabiskan sesuai dosis. Efek samping dari penggunaan antibiotik yang tidak rasional adalah timbulnya gangguan fungsi 14 ginjal, hati dan diare yang disebabkan oleh antibiotik (Anonim, 2011a). Sebagian besar kasus diare tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotika oleh karena pada umumnya sembuh sendiri (self limiting) (Hegar dan Kadim, 2003). 3) Pengobatan simptomatik a) Obat-obat antidiare : obat-obat yang berkhasiat mengehentikan diare antispasmodik/spasmolitik secara atau cepat, opium seperti (papaverin, ekstrak belladon, loperamid, kodein dan sebagainya) justru akan memperburuk keadaan. Karena ketika terkena diare tubuh akan memberikan reaksi berupa peningkatan motilitas atau pergerakan usus untuk mengeluarkan kotoran atau racun. Anti diare justru akan menghambat gerakan itu sehingga kotoran yang seharusnya dikeluarkan, justru dihambat keluar. Oleh karena itu anti diare seharusnya tidak boleh diberikan (Anonim, 2011a). b) Adsorben : obat-obat adsorben seperti kaolin, pektin, charcoal dan sebagainya telah dibuktikan tidak ada manfaatnya (Suraatmaja, 2010). c) Antipiretika : obat antipiretika seperti preparat salisilat (asetosal, aspirin) dalam dosis rendah (25 15 mg/tahun/kali) ternyata selain berguna untuk menurunkan panas yang terjadi sebagai akibat dehidrasi atau panas karena infeksi penyerta, juga mengurangi sekresi cairan yang keluar bersama tinja (Suraatmaja, 2010). d) Antiemetika : obat antiemetika seperti klorpromazin terbukti selain mencegah muntah, juga dapat mengurangi sekresi dan kehilangan cairan bersama tinja. Pemberian dalam dosis adekuat (sampai dengan 1 mg/kgBB/hari) kiranya cukup bermanfaat, tetapi perlu juga diingat efek samping dari obat ini. Penderita akan menjadi ngantuk dan intake cairan akan berkurang (Suraatmaja, 2010) 4) Pengobatan dietetik Selama anak diare, terdapat gangguan gizi yang disebabkan intake dan absorpsi yang kurang, dan metabolisme yang terganggu. Untuk memenuhi kebutuhan cairan, selain dari infus juga tetap diberikan ASI. Bayi dibawah 6 bulan sebaiknya hanya mendapat ASI untuk mencegah diare dan meningkatkan sistem imunitas tubuh (Anonim, 2011a). ASI mengandung faktor proteksi yaitu antibodi, sel-sel darah putih, enzim dan hormon yang melindungi permukaan usus bayi terhadap invasi mikroorganisme patogen dan protein asing. Selain itu juga dapat ditambah susu rendah laktosa 16 (Low Lactose Milk) tiap kali sesudah buang air besar pada pasien yang mengalami intoleransi laktosa (Anonim, 2009). Pemberian edukasi kepada keluarga pasien juga penting dilakukan dalam pengobatan diare. Dalam aspek edukasi dilakukan pemberian informasi mengenai pentingnya menjaga kebersihan diri dan alat-alat makan/minum (dot) dengan cara cuci tangan sebelum membuat susu dan menggunakan alat-alat makan/minum yang sudah dicuci bersih atau direbus dahulu. Menganjurkan menjaga kebersihan lingkungan dan kebersihan pribadi contohnya tidak membuang sampah sembarangan, buang air besar di jamban, mencuci tangan sebelum membuat susu atau membuang kotoran. Menganjurkan untuk menggunakan air bersih untuk membuat susu, air harus dimasak sampai mendidih serta memberikan informasi cara melakukan sterilisasi dot yang benar (Anonim, 2009). Berikan nasihat dan cek pemahaman ibu/pengasuh tentang cara pemberian Oralit, Zinc, ASI/makanan dan tanda-tanda untuk segera membawa anaknya ke petugas kesehatan jika anak mengalami buang air besar cair lebih sering, muntah berulang-ulang, makan atau minum sedikit, demam,tinjanya berdarah serta tidak membaik dalam 3 hari (Anonim,2011a) 17 2. Kegunaan zink dalam penanganan diare Zink merupakan salah satu zat gizi mikro yang penting untuk kesehatan dan pertumbuhan anak. Zink yang ada dalam tubuh akan menurun dalam jumlah besar ketika anak mengalami diare. Untuk menggantikan zink yang hilang selama diare, anak dapat diberikan zink yang akan membantu penyembuhan diare serta menjaga agar anak tetap sehat (Anonim, 2011a). Sejak tahun 2004, WHO dan UNICEF menandatangani kebijakan bersama dalam hal pengobatan diare yaitu pemberian oralit dan zink selama 10-14 hari. Hal ini didasarkan pada penelitian selama 20 tahun (1983-2003) yang menunjukkan bahwa pengobatan diare dengan pemberian oralit disertai zink lebih efektif dan terbukti menurunkan angka kematian akibat diare pada anak-anak sampai 40%. Zink juga meningkatkan sistem kekebalan tubuh sehingga dapat mencegah resiko terulangnya diare selama 2-3 bulan setelah anak sembuh dari diare (WHO, 2005) Penggunaan zink dalam pengobatan diare didasarkan pada efeknya terhadap fungsi imun atau terhadap struktur dan fungsi saluran cerna dan terhadap proses perbaikan epitel saluran cerna selama diare. Pemberian zink pada diare dapat meningkatkan absorbsi air dan elektrolit oleh usus halus, meningkatkan kecepetan regenerasi epitel dan meningkatkan respon imun yang mempercepat pembersihan patogen dari usus (Prasad, 2009) 18 3. Penggunaan obat pada pediatrik Pediatric berasal dari bahasa Yunani yakni Paedes = anak dan iztric = pengobatan. Penggunaan obat untuk anak-anak merupakan hal khusus yang berkaitan dengan perbedaan laju perkembangan organ, sistem dalam tubuh maupun enzim yang bertanggung jawab terhadap metabolisme dan ekskresi obat. Organ-organ dalam tubuh anak belum berkembang secara sempurna, sehingga harus lebih berhati-hati dalam pemilihan obat untuk pediatrik (Aslam dkk.,2003). The British Pediatric Association (BPA) membagi waktu perkembangan biologis masa anak-anak untuk menentukan dosis obat sebagai berikut : a. Neonatus, anak pada awal kelahiran sampai usia 1 bulan (dengan subseksi tersendiri untuk bayi yang lahir saat usia kurang dari 37 minggu dalam kandungan) b. Bayi, anak berusia 1 bulan sampai 2 tahun c. Anak, anak berusia 2 sampai 12 tahun (dengan subseksi : anak dibawah usia 6 tahun memerlukan bentuk sediaan yang sesuai) d. Remaja, anak berusia 12 sampai 18 tahun (Aslam dkk.,2003) Farmakokinetik obat pada anak berbeda dengan orang dewasa diantaranya: variasi usia, jenis kelamin, komposisi tubuh, fungsi ginjal dan hati, serta sistem enzimatik yang belum sempurna (Cella dkk.,2010. Faktor-faktor farmakokinetik obat yaitu sebagai berikut : a. Absorpsi Absorpsi obat dipengaruhi oleh keasaman lambung, garam empedu, motilittas intestinal, waktu pengosongan lambung dan 19 flora normal (Berlin, 2009). Asam disekresikan pertama kali beberapa jam setelah kelahiran dan puncaknya terjadi pada hari kesepuluh kemudian akan mengalami penurunan setelah hari keduapuluh. Waktu pengosongan lambung berhubungan dengan umur dan jenis asupan yang diterima bayi. Asupan yang mengandung asam lemak rantai panjang akan menunda waktu pengosongan lambung. b. Distribusi Volume distribusi mengalami perubahan sejalan dengan bertambahnya usia. Sehingga menyebabkan perubahan pada komposisi tubuh dan ikatan dengan protein plasma (Berlin, 2009). Ikatan protein tersebut dapat berkurang pada bayi karena rendahnya kadar globulin dan albumin. Berdasarkan penelitian yakni saat anak berusia usia 3 tahun ikatan protein menjadi sebanding dengan nilai orang dewasa untuk obat yang bersifat asam. Untuk obat yang bersifat basa memerlukan waktu sampai usia 7-12 tahun (Aslam dkk., 2003). c. Metabolisme Metabolisme obat bervariasi menurut usia dan substratnya. Pada saat lahir sebagian besar sistem enzim yang terlibat dalam metabolisme obat belum terbentuk atau sudah ada namun dalam jumlah yang sangat sedikit. Sehingga kapasitas degradasi metabolisme juga belum optimal (Berlin, 2009) 20 d. Ekskresi Ekskresi obat dipengaruhi oleh fungsi ginjal, Glomerular Filtration Rate (GFR), sekresi tubulus dan reabsorpsi. Keempat hal tersebut tergantung pada aliran darah ke ginjal yang akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia karena adanya peningkatan kardiak output (Fernandez dkk., 2011) Glomerular Filtration Rate (GRF) pada bayi yang baru lahir mempunyai nilai 50% lebih rendah diibandingkan orang dewasa dan akan menjadi sebanding ketika menginjak usia 1 tahun. Sedangkan Renal Blood Flow (RBF) dan sekresi tubulus akan mempunyai nilai sebanding dengan orang dewasa ketika usia 5-12 bulan dan 7 bulan (McCarthy, 2000) 4. Rekam medis Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 tentang rekam medis dijelaskan bahwa rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan (Anonim, 2008). Rekam medis yang digunakan oleh Instalasi rawat inap Puskesmas Tengaran berupa kartu catatan medis, dimana lembar pertamanya berisi identitas pasien, anamnase, riwayat penyakit, serta diagnosis, lembar kedua ialah lembar dokter dan lembar ketiga ialah lembar perawat. 21 5. Puskesmas Tengaran a. Definisi Puskesmas Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja (Anonim, 2004). Secara nasional standar wilayah kerja Puskesmas adalah satu kecamatan. Tetapi apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari satu puskesmas, maka tanggung jawab wilayah kerja dibagi antar Puskesmas dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah yaitu desa/kelurahan atau dusun/RW dan masing-masing puskesmas tersebut secara operasional bertanggung jawab langsung kepada dinas kesehatan kabupaten/kota (Sulastomo,2007). Puskesmas Perawatan atau Puskesmas Rawat Inap merupakan Puskesmas yang diberi tambahan ruangan dan fasilitas untuk menolong penderita gawat darurat, baik berupa tindakan operatif terbatas maupun rawat inap sementara. Sesuai Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota (Anonim, 2003). b. Sejarah puskesmas Sejarah puskesmas tidak terdokumentasi c. Gambaran umum puskesmas Tengaran Puskesmas tengaran adalah salah satu dari 26 puskesmas di Kabupaten Semarang Propinsi Jawa Tengah. 22 d. Ruang lingkup puskesmas Tengaran Puskesmas Tengaran secara administratif terbagi dalam 15 desa sebagai berikut : 1) Desa Tengaran 2) Desa Klero 3) Desa Butuh 4) Desa Patemon 5) Desa Karang Duren 6) Desa Bener 7) Desa Cukil 8) Desa Duren 9) Desa Regunung 10) Desa Sugihan 11) Desa Sruwen 12) Desa Tegalrejo 13) Desa Tegalwato 14) Desa Barukan 15) Desa Nyamat e. Gambaran umum ruang puskesmas Tengaran 1) Loket Loket di puskesmas Tengaran pada hari senin-kamis buka dari jam 08.00 hingga 12.00 WIB, namun pada hari jum’at buka dari jam 08.00 hingga 11.00 dan hari sabtu seperti hari senin-kamis. 23 2) Balai pengobatan umum Balai pengobatan umum di puskesmas Tengaran melayani pengobatan untuk pasien mulai usia 5 tahun ke atas. Dalam balai pengobatan umum pasien menunggu namanya dipanggil, kemudian setelah dipanggil, pasien diukur BB dan diukur tekanan darah, setelah itu pasien dianamnesa dan diperiksa oleh dokter yang jaga. Apabila pasien tidak memerlukan rawat inap ataupun rujukan maka pasien akan mendapatkan resep obat yang harus diserahkan ke apotek, jika pasien memerlukan tindak lanjut maka pasien dirujuk ke IGD ataupun ke tempat rujukan sesuai dengan kebutuhan. 3) Balai Pengobatan gigi Balai pengobatan gigi di puskesmas Tengaran diampu oleh 1 dokter gigi dan dibantu oleh 2 perawat gigi 4) Pelayanan kesehatan ibu, anak, keluarga berencana dan gizi a) Pelayanan ibu hamil Pelayanan ini dilakukan setiap hari senin, selasa, rabu, jum’at, dan sabtu dengan menggunanakan standar pelayanan minimal bagi ibu hamil b) Pelayanan ibu nifas Pelayanan nifas dilakukan sebanyak 4 kali kunjungan masa nifas 24 c) Pelayanan KB Pelayanan KB untuk KB suntik, pil, kondom dilakukan setiap hari, sedangkan untuk pelayanan KB implan dan IUD dilaksanakan pada hari kamis d) Pemeriksaan MTBS/MTBM Pelaksanaan pemeriksaan MTBS dilakukan pada balita umur 2 bulan sampai 5 tahun, sedangkan MTBM dilakukan pada bayi umur 0-2 bulan e) Imunisasi Imunisasi meliputi LIL (Lima imunisasi dasar lengkap), TT untuk ibu hamil dan calon pengantin dilaksanakan setiap hari selasa. f) Ruang bersalin Puskesmas Tengaran menyediakan ruang bersalin dan PONED 24 jam, agar dapat menurukan AKI dan AKB di Kabupaten Semarang 5) Apotek Apotek terletak di bagian tengah puskesmas Tengaran dan diampu oleh 2 AA (Asisten Apoteker). Apotek melayani pengambilan obat oral atau topikal, khusus untuk rawat jalan dan UGD pada pagi hari. 6) Laboratorium Terdapat 3 jenis pemeriksaan urinalisa, khusus dan hematologi 25 7) IGD/Rawat Inap IGD/Rawat inap dibagi 3 shift : pagi, siang, dan malam agar bisa memberikan pelayanan 24 jam. Ruang rawat inap terdiri dari : a. Ruang anggrek terdiri dari : Anggrek 1a dan 1b Anggrek 2a dan 2b Anggrek 3a dan 3b b. Ruang Mawar terdiri dari : Mawar 2a dan 2b Mawar 3a dan 3b c. Ruang melati terdiri dari : Melati 1a sampai 6a Melati 1b sampai 6b F. Keterangan Empirik Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran karakteristik subjek penelitian (pasien anak yang terdiagnosis diare), gambaran pengobatan diare pada pasien anak serta menilai manfaat zink elemental yang cukup penting dan sudah cukup banyak penggunaannya di Puskesmas Tengaran.