1 BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA 1. ASI

advertisement
1
BAB II
LANDASAN TEORI
A. TINJAUAN PUSTAKA
1. ASI Eksklusif
a. Pengertian ASI Eksklusif
ASI eksklusif adalah pemberian ASI (air susu ibu) sedini
mungkin setelah persalinan. Diberikan tanpa jadwal dan tidak
diberi makanan lain. Walaupun hanya air putih, sampai bayi
berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan bayi baru diperkenalkan dengan
makanan lain dan tetap diberikan ASI sampai bayi berusia 2 tahun
(Purwanti,2004). Sedangkan ASI eksklusif menurut Prasetyono
(2009) adalah pemberian ASI kepada bayi selama 6 bulan tanpa
tambahan cairan lain, seperti susu formula, jeruk, madu, air teh,
dan air putih, serta tanpa tambahan makanan padat, misalnya
pisang, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan nasi
tim, kecuali
vitamin, mineral, dan obat.
ASI eksklusif atau lebih tepat pemberian ASI secara eksklusif
adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain
seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih dan tanpa
tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu,
biskuit, bubur nasi dan tim (Roesli,2005).
10
2
Para ahli menemukan bahwa manfaat ASI akan sangat meningkat bila
bayi hanya diberi ASI saja selama 6 bulan pertama kehidupannya.
Peningkatan ini sesuai dengan lamanya pemberian ASI eksklusif serta
lamanya pemberian ASI bersama-sama dengan makanan padat setelah bayi
berumur 6 bulan.
UNICEF memberikan klarifikasi tentang rekomendasi jangka waktu
pemberian ASI eksklusif. Rekomendasi terbaru UNICEF bersama World
Health Asembly (WHA) dan banyak negara lainnya adalah menetapkan
jangka waktu pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan (Roesli,2005).
b. ASI Menurut Stadium Laktasi
Menurut Roesli (2005) bahwa berdasarkan stadium laktasi ASI
dibagi menjadi 3 yaitu :
1). Kolustrum merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh kelenjar
payudara yang disekresi dari hari pertama sampai hari ketiga atau
keempat. Kolostrum berupa cairan viscous kental dengan warna
kekuning-kuningan. Kolostrum ini merupakan pencahar yang ideal
untuk membersihkan mekoneum dari usus bayi yang baru lahir dan
mempersiapkan saluran pencernaan bayi untuk makanan yang akan
datang. Kolostrum mengandung lebih banyak protein dibandingkan
dengan ASI matur dengan protein utamanya adalah globulin (gamma
globulin). Kolostrum mengandung lebih banyak antibodi dibandingkan
ASI matur sehingga dapat memberikan perlindungan bagi bayi sampai
umur 6 bulan, kadar karbohidrat lemaknya rendah tetapi kadar mineral
3
terutama natrium, kalium dan kloridanya lebih tinggi. Total energi
rendah, 58 Kal/100 ml kolostrum. Bila dipanaskan, kolostrum akan
menggumpal. Volume kolostrum sekitar 150-300 ml/24 jam.
2). ASI transisi / peralihan merupakan peralihan dari kolostrum sampai
menjadi ASI yang matur. ASI transisi ini disekresi dari hari ke-4
sampai hari ke-10 dari masa laktasi, tetapi ada pula pendapat yang
mengatakan bahwa ASI matur baru terjadi pada minggu ketiga sampai
minggu kelima. Kadar protein dalam ASI transisi semakin merendah
sedangkan kadar karbohidrat dan lemak semakin meninggi. Volume
ASI transisi akan semakin meningkat.
3). ASI matur merupakan ASI yang disekresi pada hari ke-10 dan
seterusnya dimana komposisinya relatif konstan (ada pula yang
menyatakan bahwa komposisi relatif konstan baru mulai minggu ketiga
sampai kelima). Pada ibu yang sehat dimana produksi ASI cukup, ASI
ini merupakan makanan satu-satunya yang paling baik dan cukup untuk
bayi sampai umur 6 bulan. ASI matur merupakan suatu cairan berwarna
putih kekuningan yang diakibatkan warna dari garam Ca-caseinat,
riboflavin, dan karoten yang terdapat di dalamnya. ASI matur ini tidak
akan menggumpal jika dipanaskan dan terdapat beberapa antimikrobial,
antara lain: antibodi terhadap bakteri dan virus, sel (fagosit granulosit,
makrofag dan limfosit T), enzim, protein (laktoferin, B12 binding
protein), resisten terhadap stafilokokus, komplemen, interferron
producting cell, dan hormon-hormon.
4
c. Komposisi
Komposisi ASI ternyata tidak konstan dan tidak sama dari waktu ke
waktu. Faktor-faktor yang mempengaruhi komposisi ASI adalah: stadium
laktasi, ras, keadaan nutrisi, diet ibu.
ASI mengandung sebagian besar air sebanyak 87,5% oleh karena itu
bayi yang mendapat cukup ASI tidak perlu mendapat tambahan air
walaupun berada ditempat yang mempunyai suhu udara panas. Kekentalan
ASI sesuai dengan saluran cerna bayi sedangkan susu formula lebih kental
dibandingkan ASI, hal tersebut yang menyebabkan diare pada bayi yang di
berikan susu formula. Komposisi ASI diantaranya adalah sebagai berikut :
1). Protein
ASI mengandung protein lebih rendah dari susu sapi tetapi protein
dalam ASI mempunyai nilai nutrisi yang tinggi dan mudah dicerna. ASI
mengandung asam amino esensial taurin yang tinggi yang penting untuk
pertumbuhan retina dan konjugasi bilirubin. ASI juga mengandung sistin
yang tinggi dan merupakan asam amino yang sangat penting untuk
pertumbuhan otak bayi.
2). Karbohidrat
ASI mengandung karbohidrat yang relatif lebih tinggi dari pada susu
sapi. Karbohidrat yang utama terdapat pada ASI adalah laktosa. Kadar
laktosa yang tinggi ini sangat menguntungkan karena laktosa ini akan
difermentasi menjadi asam laktat yang akan memberikan kondisi asam
dalam usus bayi. Kadar laktosa ditemukan pada susu sapi atau susu
5
formula, namun angka kejadian diare yang disebabkan karena tidak dapat
mencerna laktosa jarang ditemukan pada bayi yang mendapat ASI, hal ini
karena penyerapan ASI lebih baik dibanding laktosa susu sapi atau susu
formula. Selain laktosa, juga terdapat glokosa, galaktosa, dan
glukosamin. Galaktosa penting untuk pertumbuhan otak dan medula
spinalis. Glukosamin merupakan bifidus faktor disamping laktosa, yang
dapat
memacu
pertumbuhan
lactobacilus
bifidus
yang
sangat
menguntungkan bayi (IDAI,2008).
3). Lemak
Kadar lemak dalam ASI relatif lebih tinggi dibandingkan dengan
susu sapi atau susu formula. Kadar lemak yang tinggi dibutuhkan untuk
mendukung pertumbuhan otak yang cepat selama masa bayi. ASI
mengandung asam lemak jenuh dan tak jenuh yang seimbang dibanding
susu sapi yang lebih banyak mengandung asam lemak jenuh
(IDAI,2008).
4). Mineral
Kadar mineral dalam ASI tidak begitu dipengaruhi oleh makanan
yang dikonsumsi ibu dan tidak dipengaruhi oleh status gizi ibu. Mineral
didalam ASI mempunyai kualitas yang lebih baik dan lebih mudah
diserap dibandingkan dengan mineral yang terdapat pada susu sapi. ASI
mengandung mineral yang lengkap, walaupun kadarnya relatif rendah
tetapi cukup untuk bayi sampai berumur 6 bulan.
6
Mineral utama yang terdapat dalam ASI adalah kalsium. Kadar
kalsium ASI lebih rendah dari susu sapi namun tingkat penyerapanya
lebih besar. Bayi yang mendapatkan ASI mempunyai resiko lebih kecil
kekurangan zat besi, karena zat besi yang berasal dari ASI lebih mudah
diserap. Zink dibutuhkan karena banyak membantu berbagai proses
metabolisme tubuh. Selenium sangat di butuhkan pada saat pertumbuhan
anak cepat (IDAI,2008).
5). Vitamin
ASI cukup mengandung vitamin yang diperlukan bayi. Vitamin K
berfungsi sebagai katalisator pada proses pembekuan darah terdapat
dalam ASI dalam jumlah yang cukup dan mudah diserap.
ASI banyak mengandung vitamin E, terutama di kolostrum. Dalam
ASI terdapat vitamin A dimana berfungsi untuk mendukung pembelahan
sel, kekebalan tubuh, dan pertumbuhan dan ASI juga mengandung
vitamin D meskipun hanya sedikit (Suradi,2004).
6). Kalori
Jumlah kalori dalam ASI relatif rendah, yaitu hanya 77 kal/100 ml
ASI. Sekitar 90% dari jumlah kalori tersebut berasal dari karbohidrat dan
lemak, sedangkan 10% berasal dari protein (Suradi,2004).
7). Unsur-unsur lainnya
Unsur-unsur lainnya yang terkandung dalam ASI laktorom,
kreatinin,urea, xanthin, amonia, dan asam sitrat (Soetdjiningsih,2012).
7
d. Manfaat Pemberian ASI Eksklusif
1). ASI sebagai nutrisi
ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal dengan komposisi
yang seimbang dan disesuaikan dengan kebutuhan pertumbuhan bayi.
ASI adalah makanan bayi yang paling sempurna, baik kualitas maupun
kuantitasnya. Dengan tata laksana menyusui yang benar, ASI sebagai
makanan tunggal akan cukup memenuhi kebutuhan tumbuh bayi
normal sampai usia 6 bulan. Setelah usia 6 bulan, bayi harus mulai
diberi makanan padat, tetapi ASI dapat diteruskan sampai usia 2 tahun
atau lebih (Wijayanti,2011).
2). ASI meningkatkan daya tahan tubuh bayi
Bayi yang baru lahir secara alamiah mendapat imunogloblalin
(zat kekebalan tubuh) dari ibunya melalui ari-ari. Kolostrum
mengandung zat kekebalan 10-17 kali lebih banyak dari susu matang
(matur). Zat kekebalan yang terdapat pada ASI antara lain akan
melindungi bayi dari penyakit mencret (diare). ASI juga akan
menurunkan kemungkinan bayi terkena penyakit infeksi telinga, batuk,
pilek, dan penyakit alergi. Bayi ASI eksklusif ternyata akan lebih sehat
dan lebih jarang sakit dibandingkan dengan bayi yang tidak mendapat
ASI eksklusif (Roesli,2005)
3). ASI eksklusif meningkatkan kecerdasan
Dengan memberikan ASI secara eksklusif sampai bayi berusia 6
bulan akan menjamin tercapainya pengembangan potensi kecerdasan
8
anak secara optimal. Hal ini karena selain sebagai nutrien yang ideal,
dengan komposisi yang tepat, serta disesuaikan dengan kebutuhan bayi,
ASI juga mengandung nutrien-nutrien khusus yang diperlukan otak
bayi agar tumbuh optimal. Nutrien-nutrien khusus tersebut tidak
terdapat atau hanya sedikit terdapat pada susu sapi (Roesli,2005). IQ
lebih tinggi 1,5-4,5 poin pada bayi yang diberi ASI selama 8 bulan
dibandingkan bayi yang mendapatkan susu formula. Bayi yang
mendapat ASI 4-6 bulan lebih jarang mengalami keterlambatan
perkembangan berbicara dan motorik (IDAI,2008).
4). ASI eksklusif meningkatkan jalinan kasih sayang
Bayi yang sering berada dalam dekapan ibu karena menyusu akan
merasakan kasih sayang ibunya. Ia juga akan merasa aman dan
tenteram, terutama karena masih dapat mendengar detak jantung ibunya
yang ia kenal sejak dalam kandungan. Perasaan terlindung dan
disayangi inilah yang akan menjadi dasar perkembangan emosi bayi
dan membentuk kepribadian yang percaya diri dan dasar spiritual yang
baik (Roesli,2005). Menyusui dapat menciptakan ikatan antara ibu
dengan bayi yang juga dapat mengurangi biaya dengan pemakaian susu
formula (Proverawati,2010).
e.
Faktor – Faktor Pendorong Pemberian ASI Eksklusif
1). Banyaknya informasi tentang pemberian ASI eksklusif yang didapat
ibu baik dari media massa maupun dari tenaga kesehatan.
9
2). Pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif bertambah karena mendapatkan
informasi tersebut.
3). Dukungan dari suami yang mendukung terhadap pemberian ASI
eksklusif (Roesli,2005).
4). Faktor sosial budaya ekonomi meliputi pendidikan formal ibu,
pendapatan keluarga dan status kerja ibu (Ferawati,2010).
f.
Faktor – Faktor yang Menghambat Pemberian ASI Eksklusif :
Alasan ibu untuk tidak menyusui terutama yang secara eksklusif
sangat bervariasi. Namun yang sering dikemukakan sebagai berikut :
1). ASI tak cukup
Alasan ini tampaknya merupakan alasan utama para ibu untuk
tidak memberikan ASI secara eksklusif. Walaupun banyak ibu – ibu
yang merasa ASI-nya kurang, tetapi hanya sedikit sekali (2–5%) yang
secara biologis memang kurang produksi ASI-nya, 95%-98% ibu dapat
menghasilkan ASI yang cukup untuk bayinya.
2). Ibu bekerja dengan cuti hamil tiga bulan
Bekerja bukan alasan untuk tidak memberikan ASI eksklusif,
karena waktu ibu bekerja, bayi dapat diberi ASI perah yang diperah
sehari sebelumnya.
3). Takut di tinggal suami
Dari sebuah survei yang dilakukan oleh Yayasan Lembaga
Konsumen Indonesia (YLKI) pada tahun 1995 terhadap ibu–ibu se
Jabotabek, diperoleh data bahwa alasan pertama berhenti memberikan
10
ASI pada anaknya adalah takut di tinggal suami. Ini semua karena
mitos yang salah, yaitu menyusui akan mengubah bentuk payudara
menjadi jelek. Sebenarnya mengubah bentuk payudara adalah
kehamilan bukan menyusui.
4). Bayi akan tumbuh menjadi anak yang tidak mandiri dan manja.
Pendapat bahwa bayi akan tumbuh menjadi anak manja karena
terlalu sering didekap dan dibelai, ternyata salah. Anak akan tumbuh
menjadi kurang mandiri, manja dan agresif karena kurang perhatian
bukan karena terlalu diperhatikan oleh orang tua.
5). Susu formula lebih praktis
Pendapat ini tidak benar, karena untuk membuat susu formula
diperlukan api atau listrik untuk memasak air, peralatan yang harus
steril, dan perlu waktu untuk mendinginkan susu formula yang baru
dibuat. Sementara itu, ASI yang siap pakai dengan suhu yang tepat
setiap saat serta tidak memerlukan api, listrik dan perlengkapan yang
harus steril jauh lebih praktis dari pada susu formula.
6). Takut badan tetap gemuk
Pendapat bahwa ibu menyusui akan sukar menurunkan berat
badan adalah tak benar. Pada waktu hamil, badan telah mempersiapkan
timbunan lemak untuk membuat ASI. Didapatkan bahwa menyusui
akan membantu ibu – ibu menurunkan berat badan lebih cepat dari pada
ibu yang tidak menyusui secara eksklusif (Roesli,2005 dan Kabir,2011).
11
g.
Suasana yang Mendukung Pemberian ASI Eksklusif, yaitu :
Menyusui sambil mendengarkan musik klasik agar lebih rileks.
Selain itu musik klasik juga dapat menstimulasi otak perkembangan otak
bayi. Apabila dirumah ada pembantu, beritahu agar tidak menggangu pada
saat proses menyusui, karena gangguan juga akan mengganggu bayi.
Jauhkan segala macam bentuk pikiran yang bisa membuat stres, jengkel,
dan marah, karena keadaan tersebut akan memancing kurangnya produksi
ASI. Menyiapkan beberapa bantal untuk membantu menopang bayi agar
tidak kelelahan saat duduk sambil menyusuinya. Selalu menyiapkan air
atau makanan ringan dikamar agar pada saat lapar bisa langsung meminum
atau memakannya karena biasanya ibu menyusui lebih sering lapar. Salah
satu cara yang dapat dilakukan agar produksi ASI tidak tersendat, makan
dan minum pada saat menyusui (Setyowati,2006).
h. Masalah Ibu Menyusui
1). Kelelahan berlebihan
Menyusui memang melelahkan. Diperkirakan kegiatan menyusui
membutuhkan kalori hingga sepertiga dari seluruh kalori. Memberikan
ASI eksklusif berarti harus memberikan ASI on demand (setiap saat
pada waktu bayi mengginginkan).
Termasuk dijam-jam istirahat,
seperti tengah malam hingga menjelang subuh, pulang kantor atau
setelah beraktifitas berat. Oleh sebab itu selain membutuhkan
pendampingan dari suami dan orang-orang terdekat, serta harus
mempunyai strategi untuk mengatasi kondisi ini.
12
2). Ibu menderita sakit tertentu
Meskipun ASI keluar dari tubuh ibu yang menderita sakit, tidak
semua penyakit mudah menular. Batuk, pilek, flu, diare bukan penyakit
yang bisa menular lewat ASI. Meskipun ibu sakit bayi tetap berhak
mendapatkan ASI.
3). Anemia
Anemia bisa terjadi karena pola makan yang salah, kemampuan
pengadaan makanan, serta ketidaktahuan ibu sejak semasa hamil. Cara
mengatasi harus lewat perbaikan asupan gizi yang terus menerus selama
menyusui.
4). Mual Muntah
Mual muntah bisa menyerang ibu menyusui. Mual muntah biasanya
karena ibu sudah ada kelainan pada lambung sebelumnya. Meskipun tidak
berkaitan langsung dengan kualitas ASI yang diproduksi. Keluhan tersebut
harus segera diatasi sehingga tidak mengganggu pada saat pemberian ASI.
5). Perut kembung
Perut kembung terjadi karena ada perubahan ukuran perut dari besar
ke kecil. Hal tersebut disebabkan adanya kontraksi untuk mengeluarkan
sisa-sisa jaringan yang mungkin masih tertinggal didalam perut.
6). Konstipasi
Keluhan yang umumnya muncul diawal masa menyusui. Hal tersebut
merupakan gangguan psikis berupa ketakutan akan merasa sakit pada saat
13
harus BAB pasca melahirkan, padahal menahan untuk tidak BAB akan
menyebabkan konstipasi.
7). Wasir
Keluhan ini sebetulnya tidak ada hubunganya dengan menyusui.
Karena menyusui tidak menyebabkan wasir begitupun sebaliknya. Wasir
merupakan pelebaran pembuluh
darah yang terjadi pada saat hamil
namun pada saat kehamilan berakhir keluhan ini akan berkurang.
8). Kaki Bengkak
Keluhan ini juga sering muncul pada ibu menyusui sebagai bagian
dari rangkaian panjang proses kehamilan.
9). Kurang Mendapat Dukungan Keluarga (Rosita,2008).
i. Sepuluh Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui yang Ditetapkan
oleh World Health Assembly (WHA)
1). Sarana pelayanan kesehatan mempunyai kebijakan tentang penerapan 10
langkah menuju keberhasilan menyusui dan melarang promosi PASI.
2). Sarana pelayanan kesehatan melakukan pelatihan untuk staf sendiri atau
lainnya.
3). Menyiapkan ibu hamil untuk mengetahui manfaat ASI dan langkah
keberhasilan menyusui. Memberikan konseling apabila ibu penderita
infeksi HIV positif.
4). Melakukan kontak menyusui dini bayi bari lahir (1/2-1 jam setelah
melahirkan).
5). Membantu ibu melakukan teknik menyusui yang benar.
14
6). Hanya memberikan ASI saja tanpa tambahan apapun sejak lahir.
7). Melaksanakan rawat gabung ibu dan bayi.
8). Memberikan ASI sesuai keinginan bayi.
9). Tidak memberikan dot buatan kepada bayi yang diberikan ASI.
10).Menindak lanjuti ibu bayi setelah pulang dari sarana pelayanan
kesehatan.
(Fraser,2009 dan Wilopo,2009).
j. Tujuh Langkah Keberhasilan ASI Eksklusif
Langkah - langkah untuk keberhasilan pemberian ASI eksklusif diantaranya
yaitu :
1). Mempersiapkan payudara, bila diperlukan.
2). Mempelajari ASI dan tatalaksana menyusui.
3). Menciptakan dukungan keluarga, teman dan sebagainya.
4). Memilih tempat melahirkan yang sayang bayi, seperti rumah sakit
sayang bayi atau rumah bersalin yang sayang bayi.
5). Memilih tenaga kesehatan yang mendukung pemberian ASI eksklusif.
6). Mencari ahli persoalan menyusui seperti klinik laktasi dan atau
konsultasi laktasi, untuk persiapan apabila kita menemui kesukaran.
7). Menciptakan suatu sikap yang positif tentang ASI dan menyusui
(Roesli,2005).
15
k. Faktor-Faktor yang Dapat Mempengaruhi Pemberian ASI Eksklusif
Khususnya di Indonesia, Hal Ini Bisa Dipengaruhi Oleh :
1). Adanya perubahan struktur masyarakat dan keluarga.
2). Hubungan kerabat yang luas di daerah pedesaan menjadi renggang
setelah keluarga pindah ke kota. Pengaruh orang tua seperti nenek,
kakek, mertua dan orang terpandang di lingkungan keluarga secara
berangsur menjadi berkurang, karena mereka itu umumnya tetap tinggal
di desa sehingga pengalaman mereka dalam merawat makanan bayi
tidak dapat diwariskan.
3). Kemudahan-kemudahan yang didapat sebagai hasil kemajuan teknologi
pembuatan makanan bayi seperti pembuatan tepung makanan bayi, susu
buatan bayi, mendorong ibu untuk mengganti ASI dengan makanan
olahan lain.
4). Iklan yang menyesatkan dari produksi makanan bayi menyebabkan ibu
beranggapan bahwa makanan-makanan itu lebih baik dari pada ASI.
5). Para ibu sering keluar rumah baik karena bekerja maupun karena tugastugas sosial, maka susu sapi adalah satu-satunya jalan keluar dalam
pemberian makanan bagi bayi yang ditinggalkan dirumah.
6). Adanya anggapan bahwa memberikan susu botol kepada anak sebagai
salah satu simbol bagi kehidupan tingkat sosial yang lebih tinggi,
terdidik dan mengikuti perkembangan zaman.
7). Ibu takut bentuk payudara rusak apabila menyusui dan kecantikannya
akan hilang.
16
8). Pengaruh melahirkan di rumah sakit atau klinik bersalin. Belum semua
petugas paramedis diberi pesan dan diberi cukup informasi agar
menganjurkan setiap ibu untuk menyusui bayi mereka, serta praktek
yang keliru dengan memberikan susu formula botol kepada bayi yang
baru lahir (Siregar,2004).
l. Penundaan Pemberian Makanan Padat Selain ASI
Penundaan pemberian makanan padat hingga bayi berusia 6 bulan
untuk bayi yang mendapat ASI. ASI merupakan makanan dan minuman
yang dibutuhkan oleh bayi sampai berumur 6 bulan. ASI juga bertindak
sebagai makanan bernutrisi dan berenergi tinggi yang mudah dicerna tubuh
bayi. ASI mengandung zat-zat tertentu yang dapat membantu penyerapan
nutrisi.
Penundaan pemberian makanan padat kepada bayi dapan memberikan
perlindungan yang lebih baik terhadap berbagai penyakit. Bayi terus
menerima imunitas melalui ASI selama disusui, namun kekebalan tubuh
bayi terbaik adalah saat diberi ASI eksklusif. ASI mengandung 50 faktor
imunitas yang sudah diketahui dan faktor lainya yang belum diketahui.
Menunda pemberian makanan padat kepada bayi bisa membuat sistem
pencernaan bayi berkembang semakin matang dan akan memperpanjang
pemberian ASI eksklusif kepada bayi sehingga bisa mengurangi rendahnya
angka insiden terjadinya alergi makanan (Prasetyono,2009).
17
Pemberian makanan padat/tambahan
yang terlalu dini dapat
mengganggu pemberian ASI eksklusif serta meningkatkan angka kesakitan
pada bayi. Selain itu, tidak ditemukan bukti yang menyokong bahwa
pemberian makanan padat/tambahan pada usia 4 atau 5 bulan lebih
menguntungkan. Bahkan sebaliknya, hal ini akan mempunyai dampak yang
negatif terhadap kesehatan bayi dan tidak ada dampak positif untuk
perkembangan pertumbuhannya (Roesli,2005).
Pengenalan pemberian makanan padat di dasarkan pada pertimbangan
kesiapan perkembangan, kebutuhan gizi, dan kemungkinan efek samping.
Dalam 6 bulan pertama setelah lahir, pemberian makanan padat tidak
dianjurkan. Pada periode ini, enzim-enzim saluran pencernaan belum cocok
mencerna karbohidrat kompleks, pati, dan protein dan usus masih inmatur
yang memungkinkan melintasinya makromolekul menembus sawar usus,
yang menyebabkan bayi mudah mengalami alergi dikemudian hari
(Rudolph,2006).
2. Pertumbuhan dan Perkembangan
a. Definisi
1). Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam
besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun
individu, yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram, pound,
kilogram), ukuran panjang (cm,m), umur tulang dan keseimbangan
metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh).
18
Pertumbuhan pada bayi dan balita merupakan gejala kuantitatif.
Pada konteks ini, berlangsung perubahan ukuran dan jumlah sel, serta
jaringan intrasesluler pada tubuh anak. Dengan kata lain, berlangsung
proses multiplikasi organ tubuh anak, disertai penambahan ukuran –
ukuran tubuhnya. Hal ini ditandai oleh : meningkatnya berat badan dan
tinggi badan, bertambahnya ukuran lingkar kepala, muncul dan
bertambahnya gigi dan geraham, menguatnya tulang dan membesarnya
otot – otot, bertambahnya organ – organ tubuh lainnya, seperti rambut,
kuku dan sebagainya.
Penambahan ukuran – ukuran tubuh ini tentu tidak harus drastis.
Sebaliknya,
berlangsung
perlahan,
bertahap,
dan
terpola
secara
prrporsional pada tiap bulannya. Ketika didapati penambahan ukuran
tubuhnya, artinya proses pertumbuhannya berlangsung baik. Sebaliknya
jika yang terlihat gejala penurunan ukuran, itu merupakan tanda terjadinya
gangguan dan hambatan proses pertumbuhan (Choirunisa,2009)
2). Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill)
dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang
teratur dan dapat diramalkan. Perkembangan yaitu hasil dari proses
pematangan yang merupakan adanya proses diferensiasi dari sel – sel
tubuh, jaringan tubuh, organ – organ dan sistem organ yang berkembang
sedemikian rupa sehingga masing – masing dapat memenuhi fungsinya.
Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai
hasil interaksi dengan lingkunannya (Sulistyawati,2014).
19
Perkembangan pada masa batita merupakan gejala kualitatif,
artinya pada diri batita berlangsung proses peningkatan dan pematangan
(maturasi)
kemampuan
personal
(Soetjiningsih,2005). Frankenbeurg
Development
Stimulating
Test
et
II
dan
al
kemampuan
sosial
(1996) melalui
Denver
mengemukakan
4
parameter
perkembangan yang dipakai dalam menilai perkembangan anak balita
yaitu : 1. Personal sosial, 2. Fine motor adaptive, 3. Language, 4. Gross
motor
b. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang
1). Faktor genetik
Faktor genetik ditentukan oleh pembawa faktor keturunan (gen)
yang terdapat dalam sel tubuh. Gen akan diwariskan orang tua kepada
keturunannya, yang termasuk faktor genetik antara lain adalah
berbagai faktor bawaan yang normal dan patologik, jenis kelamin,
suku bangsa atau bangsa. Seperti sindrom Down, sindrom Turner
yang disebabkan oleh kelainan kromosom.
2). Lingkungan
Faktor lingkungan berperan pada proses pertumbuhan dan
perkembangan seorang anak, ada beberapa macam yang termasuk dari
faktor lingkungan, dan dibedakan menjadi dua faktor antara lain yaitu:
a). Faktor lingkungan pra natal :
i. Gizi ibu pada waktu hamil
ii. Mekanis (trauma dan cairan ketuban yang kurang, posisi janin)
20
iii. Toksin / zat kimia (zat teratogen: obat-obatan teralidomide, pkenitoin,
methadion, obna-obat anti kanker)
iv. Endokrin (defisiensi hormon somatotropin, hormon plasenta, hormon
tiroid, insulin)
v. Radiasi
vi. Infeksi (Torch, Varisela, Coxsakie, Echovirus, Malaria, Lues, HIV,
polio, campak, teptospira, virus influenza, virus hepatitis)
vii. Stres
viii. Imunitas
ix. Anoksia embrio
b). Faktor lingkungan post natal :
i. Lingkungan Biologis, antara lain: Ras/suku bangsa, jenis kelamin,
umur, gizi, perawatan kesehatan, kepekaan terhadap penyakit, penyakit
kronis, fungsi metabolisme, hormon.
ii. Faktor Fisik, antara lain: cuaca, musim, keadaan geografis suatu daerah,
sanitasi, keadaan rumah, radiasi.
iii. Faktor psikososial, antara lain: stimulasi, motivasi belajar, hukuman
yang wajar, kelompok sebaya, stres, sekolah, cinta dan kasih sayang,
kualitas interaksi anak-orang tua.
iv. Faktor keluarga dan adat istiadat, antara lain: pekerjaan/ pendapatan
keluarga, pendidikan ayah/ibu, jumlah saudara, jenis kelamin dalam
keluarga, stabilitas rumah tangga, kepribadian ayah/ibu, adat-istiadat,
norma-norma, agama, urbanisasi, kehidupan politik dalam masyarakat
21
yang mempengaruhi prioritas kepentingan anak, angaran, dan lain lain.
(1). Tempat tinggal
Bayi yang tinggal di tempat yang udaranya segar (cukup oksigen)
dapat melakukan proses pembakaran dengan baik dibandingkan dengan
bayi yang tinggal di tempat yang udaranya penuh dengan polusi, apabila
suhu dan kelembapan udaranya cukup nyaman (tidak terlalu panas/dingin
dan tidak terlalu lembab atau kering), akan mempengaruhi proses
metabolisme tubuh dan secara tidak langsunga akan mempengaruhi
tumbuh kembang bayi.
(2). Lingkungan pergaulan
Pergaulan pertama bagi bayi adalah ibu dan bapaknya serta anggota
keluarga lainnya, berikutnya adalah tetangga, apabila hubungan bayi
dengan orang –orang sekitarnya mesra dan penuh kehangatan, maka
suasana kondusif tersebut akan membuat bayi dapat tumbuh dan
berkembang secara optimal.
(3). Sinar matahari yang diterima
Sinar matahari berhubungan erat dengan proses pembentukan vit. D
guna pertumbuhan tulang dan gigi.
(4). Status gizi
Bayi yang mendapat asupan gizi yang seimang baik kualitas maupun
kuantitasnya meliputi air, karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan
mineral, akan memperoleh energi yang cukup untuk pertumbuhan dan
22
perkembangannya. Bayi yang bersangkutan akan memperoleh protein
yang sangat berguna untuk pembelahan sel tubuh, memperoleh vitamin
yang cukup untuk kelancaran metabolisme tubuh, dan akan memperoleh
cukup mineral untuk pertumbuhan tulang serta gigi. Kecukupan gizi ini
secara keseluruhan akan membuat pertumbuhan anak menjadi optimal.
(5). Tingkat kesehatan orang tua
Bayi yang dialhirkan dari pasangan suami istri yang sehat dan
senantiasa dijaga kesehatnnya, akan dapat tumbuh dan berkembang,
namun bayi yang memiliki penyakit bawaan dari orang tuanya atau sedang
sakit maka gizi yang dimakannya akan digunakan terlebih dahulu untuk
mengatasi berbagai penyakit tadi, kemudian sisanya baru digunakan untuk
pertumuhan dan perkembangan, sehingga bayi tentu akan terhambat
pertumbuhanan perkembangannya.
(6). Tingkat emosi dan latihan fisik
Pada dasarnya bayi memiliki tempramen yang berbeda – beda. Ada
bayi yang tenang dan ada bayi yang mudah rewel. Tugas sebagai orang tua
adalah memperhatikan temperamen dasar seorang anak sehingga tingkat
emosi yang ditunjukkan oleh bayi pada saat membutuhkan sesuatu atau
merasa tidak nyaman dapat di tangkap secara tepat, yang selanjutnya
mengupayakan keadaan yang nyaman bagi bayi. Pijat bayi sangat
diperlukan agar otot - otot dan tulang - tulangnya dapat terangsang
sehingga akan berfungsi optimal dan dapat menjalin hubungan emosional
antara orang tua dan bayinya yang erat (Sulistyawati,2014)
23
c. Tahap – Tahap dalam Proses Tumbuh Kembang
1). Pertumbuhan Fisik
Pertumbuhan fisik berupa tinggi dan berat badan akan terus terjadi
hingga seseorang berusia 15 – 20 tahun, dimulai dari bayi dengan berat
badan 3,5 kg dan panjang badan 50 cm pada kelahiran cukup bulan
hingga mencapai ukuran dewasa yang berbeda – beda pada masing –
masing individu. Faktor genetik memiliki peran utama dalam
menentukan tingkat dan kecepatan dari pertumbuhan fisik. Meskipun
demikian pertumbuhan yang optimal hanya dapat tercapai pada kondisi
lingkungan yang mendukung, seperti nutrisi dan tingkat kesehatan yang
baik.
2). Perkembangan Motorik
Pertumbuhan fisik berkaitan erat dengan perkembangan motorik
anak. Perkembangan motorik merupakan perkembangan pengendalian
gerakan tubuh melalui kegiatan yang terkoordinir antara susunan saraf,
otot, otak, dan spinal cord. Perkembangan meliputi perkembangan
motorik kasar dan halus.
Motorik kasar adalah gerakan tubuh yang menggunakan otot – otot
besar atau sebagian besar atau seluruh anggota tubuh yang dipengaruhi
oleh kematangan anak itu sendiri. Contohnya kemampun duduk,
emnendang, berlari, naik turun tangga, dan sebagainya.
Motorik halus adalah gerakan yang menggunakan otot – otot halus
atau sebagian anggota tubuh tertentu, yang dipengaruhi oleh kesempatan
24
untuk belajar dan berlatih. Sebagai contoh kemampuan memindahkan benda
dari tangan, mencoret – coret, menyusun balok, menggunting, menulis, dan
sebagainya. Kedua kemampuan tersebut sanggat penting agar anak dapat
berkembang dengan optimal.
Perkembangan kognitif / intelektual anak usia 1 – 2 tahun (12–24
bulan) sangat pesat perkembangannya. Pada usia tersebut anak memiliki
rasa ingin tahu yang sangat besar. Pada usia ini anak menggembangkan rasa
keingintahuannya melalui hal–hal seperti : belajar melalui pengamatan /
mengamati, meniru orang tua, belajar konsentrasi, mengenal anggota badan,
mampu berpikir antisipatif, memahami kalimat yang terdiri dari beberapa
kata, dan cepat mengakap kata- kata baru.
Perkembangan kognitif / intelektual anak usia 2–3 tahun (24–36
bulan) semakin kompleks. Perkembangan anak usia 2–3 tahun ditandai
dengan beberapa tahap kemampuan yang dapat dicapai anak, yaitu sebagai
berikut : berpikir simbolik, menghitung, berkembangnya pemahaman
konsep, puncaknya perkembangan bicara dan bahasa (Hurlock,1992 dalam
Sujana,2010).
d. Pengukuran Tumbuh Kembang
1). Denver Development Screening Test (DDST)
a). Definisi Denver Development Screening Test (DDST)
DDST merupakan salah satu metode screening terhadap
kelainan perkembangan anak (Sulistyawati,2014).
25
b). Fungsi DDST ((Denver Development Screening Test)
DDST digunakan untuk menaksir perkembangan personal sosial,
motorik halus, bahasa dan motorik kasar pada anak umur 1 bulan sampai 6
tahun (Nugroho,2009).
c). Aspek-aspek perkembangan yang dinilai
Dalam DDST terdapat 125 tugas-tugas perkembangan dimana semua
tugas perkembangan itu disusun berdasarkan urutan perkembangan dan
diatur dalam 4 kelompok besar yang disebut sektor perkembangan, yang
meliputi :
i. Personal sosial (perilaku sosial)
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi
dan berinteraksi dengan lingkungannya.
ii. Fine Motor Adaptive (gerakan motorik halus)
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati
sesuatu. Melakukan gerakan yang melibatkan bagian – bagian tubuh
tertentu.
iii. Language (bahasa)
Kemampuan untuk memberikan respon terhadap suara, mengikuti
perintah dan berbicara spontan.
iv. Gross Motor (gerak motorik kasar)
Aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.
d). Cara mengukur perkembangan anak dengan Denver Development
Screening Test (DDST)
26
Pada waktu tes, tugas yang perlu diperiksa setiap kali skrining hanya berkisar
antara 20-30 tugas, sehingga memakan waktu sekitar 15-20 menit.
i. Alat yang digunakan
(1). Alat peraga : benang wol merah, kismis/manik-manik, kubus warna
merah-kuning-hijau-biru, permainan anak, botol kecil, bola tenis, bel
kecil, kertas, dan pensil.
(2). Lembar formulir DDST
(3). Buku petunjuk sebagai referensi yang menjelaskan cara-cara melakukan
tes dan cara menilainya.
ii. Prosedur DDST terdiri dari dua tahap, yaitu:
(1) Tahap pertama : secara periodik dilakukan pada semua anak yang berusia
3-6 bulan, 9–12 bulan, 18–24 bulan, 3 tahun, 4 tahun, 5 tahun.
(2) Tahap kedua : dilakukan pada mereka yang dicurigai adanya hambatan
perkembangan pada tahap pertama, kemudian dilakukan dengan evaluasi
diagnostik yang lengkap.
(3) Penilaian
Penilaian apakah lulus (Passed: P), gagal (Fail: F), ataukah anak
tidak mendapat kesempatan melakukan tugas (No Opportunity: N.O).
Kemudian ditarik garis berdasarkan umur kronologis, yang memotong
garis horisontal tugas perkembangan pada formulir DDST. Setelah itu
dihitung pada masing-masing sektor, berapa yang P dan berapa yang F,
selanjutnya berdasarkan pedoman, hasil tes diklasifikasi dalam normal,
abnormal, meragukan (Questionable) dan tidak dapat dites (Untestable).
27
(a) Abnormal
(i). Bila didapatkan 2 atau lebih keterlambatan, pada 2 sektor atau lebih
(ii). Bila dalam 1 sektor atau lebih didapatkan 2 atau lebih keterlambatan
plus 1 sektor atau lebih dengan 1 keterlambatan dan pada sektor
yang sama tersebut tidak ada yang lulus pada kotak yang
berpotongan dengan garis vertikal usia.
(b) Meragukan
(i). Bila pada 1 sektor didapatkan 2 keterlambatan atau lebih.
(ii). Bila pada 1 sektor atau lebih didapatkan 1 keterlambatan dan pada
sektor yang sama tidak ada yang lulus pada kotak yang berpotongan
dengan garis vertikal usia.
(c) Tidak dapat dites
Apabila terjadi penolakan yang menyebabkan hasil tes menjadi abnormal
atau meragukan.
(d) Normal
Semua yang tidak tercantum dalam kriteria tersebut di atas.
Agar lebih cepat dalam melaksanakan skrining, maka dapat digunakan tahap
pra skrining dengan menggunakan :
1. DDST Short Form, yang masing-masing sektor hanya diambil 3 tugas
(sehingga seluruhnya ada 12 tugas) yang ditanyakan pada ibunya. Bila
didapatkan salah satu gagal atau ditolak, maka dianggap “suspect” dan
perlu dilanjutkan dengan DDST lengkap.
2. PDQ (Pra-Screening Development Questionnaire)
28
Bentuk kuisioner ini digunakan bagi orang tua yang berpendidikan
SLTA ke atas dapat diisi orang tua di rumah atau pada saat menunggu di
klinik. Dipilih 10 pertanyaan pada kuisioner yang sesuai dengan umur
anak. Kemudian dinilai berdasarkan kriteria yang sudah ditentukan dan
pada kasus yang dicurigai dilakukan tes DDST lengkap (Nugroho,2009).
3. Stimulasi Psikososial
a. Definisi
Menurut Soetjiningsih (2002) dan Supartini (2002) dalam
Amanda (2013) stimulasi adalah sebuah rangsangan dari luar atau dari
lingkungan yang merupakan hal penting dalam tumbuh kembang anak.
Anak yang mendapatkan stimulasi yang terarah dan teratur akan lebih
cepat berkembang dibandingkan dengan anak yang kurang atau tidak
mendapat stimulasi. Dan psikososial adalah peristiwa – peristiwa sosial
atau psikologis yang datang dari lingkungan luar diri seseorang atau anak
yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak.
b. Stimulasi Dasar atau Kebutuhan Dasar untuk Tumbuh-Kembang
yang Diberikan Ibu pada Anak
Secara umum dapat digolongkan menjadi 3 kebutuhan dasar, yaitu :
1). Kebutuhan fisik–biomedis (ASUH)
2). Kebutuhan emosi / kasih sayang (ASIH)
3). Kebutuhan stimulasi mental (ASAH)
29
c. Stimulasi dalam Tumbuh Kembang Anak
Kemampuan dan tumbuh kembang anak perlu dirangsang oleh orang
tua agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dan sesuai
umurnya.
Stimulasi adalah perangsangan (penglihatan, bicara, pendengaran,
perabaan) yang datang dari lingkungan anak. Anak yang mendapat stimulasi
yang terarah akan lebih cepat berkembang dibandingkan anak yang kurang
bahkan tidak mendapat stimulasi.
Stimulasi juga dapat berfungsi sebagai penguat yang bermanfaat bagi
perkembangan anak. Berbagai macam stimulasi seperti stimulasi visual
(penglihatan), verbal (bicara), auditif (pendengaran), taktil (sentuhan) dll
dapat mengoptimalkan perkembangan anak.
Pemberian stimulasi akan lebih efektif apabila memperhatikan
kebutuhan – kebutuhan anak sesuai dengan tahap-tahap perkembangannya.
Pada tahap perkembangan awal anak berada pada tahap sensori
motorik. Pemberian stimulasi visual pada ranjang bayi akan meningkatkan
perhatian anak terhadap lingkungannya, bayi akan gembira dengan tertawa tawa dan menggerak-gerakkan seluruh tubuhnya. Tetapi bila rangsangan itu
terlalu banyak, reaksi dapat sebaliknya yaitu perhatian anak akan berkurang
dan anak akan menangis.
Pada tahun-tahun pertama anak belajar mendengarkan. Stimulus
verbal pada periode ini sangat penting untuk perkembangan bahasa anak
30
pada tahun pertama kehidupannya. Kualitas dan kuantitas vokal seorang anak
dapat bertambah dengan stimulasi verbal dan anak akan belajar menirukan
kata-kata yang didengarnya. Tetapi bila simulasi auditif terlalu banyak
(lingkungan ribut) anak akan mengalami kesukaran dalam membedakan
berbagai macam suara.
Stimulasi visual dan verbal pada permulaan perkembangan anak
merupakan stimulasi awal yang penting, karena dapat menimbulkan sifat-sifat
ekspresif misalnya mengangkat alis, membuka mulut dan mata seperti ekspresi
keheranan, dll. Selain itu anak juga memerlukan stimulasi taktil, kurangnya
stimulasi taktil dapat menimbulkan penyimpangan perilaku sosial, emosional
dan motorik.
Perhatian dan kasih sayang juga merupakan stimulasi yang diperlukan
anak, misalnya dengan bercakap-cakap, membelai, mencium, bermain dll.
Stimulasi ini akan menimbulkan rasa aman dan rasa percaya diri pada anak,
sehingga anak akan lebih responsif terhadap lingkungannya dan lebih
berkembang. Pada anak yang lebih besar yang sudah mampu berjalan dan
berbicara, akan senang melakukan eksplorasi dan manipulasi terhadap
lingkungannya. Motif ini dapat diperkuat atau diperlemah oleh lingkungannya
melalui sejumlah rekasi yang diberikan terhadap perilaku anak tersebut.
Anak yang dibesarkan dalam lingkungan yang responsif akan
memperlihatkan perilaku eksploratif yang tinggi. Stimulasi verbal juga
dibutuhkan pada tahap perkembangan ini. Dengan penguasaan bahasa, anak
31
akan mengembangkan ide-idenya melalui pertanyaan-pertanyaan, yang
selanjutnya akan mempengaruhi perkembangan kognitifnya (kecerdasan).
Pada masa sekolah, perhatian anak mulai keluar dari lingkungan
keluarganya, perhatian mulai teralih ke teman sebayanya. Melalui sosialisasi
anak akan memperoleh lebih banyak stimulasi sosial yang bermanfaat bagi
perkembangan sosial anak.
APE (Alat Permainan Edukatif) adalah alat permainan yang dapat
mengoptimalkan perkembangan anak disesuaikan dengan usianya dan tingkat
perkembangannya, serta berguna untuk pengembangan aspek fisik (kegiatankegiatan yang menunjang atau merangsang pertumbuhan fisik anak), aspek
bahasa (dengan melatih berbicara, menggunakan kalimat yang benar), aspek
kecerdasan (dengan pengenalan suara, ukuran, bentuk, warna, dan lain - lain),
dan aspek sosial (khususnya dalam hubungannya dengan interaksi antara ibu
dan anak, keluarga, dan masyarakat).
Bermain, mengajak anak berbicara, dan kasih sayang adalah hal yang
penting untuk perkembangan anak. Bermain bagi anak berfungsi untuk
mengendalikan dan mengkoordinasikan otot-ototnya, melibatkan persaan,
emosi, dan pikirannya. Sehingga dengan bermain anak mendapat berbagai
pengalaman hidup, selain itu bila dikakukan bersama orang tuanya hubungan
orang tua dan anak menjadi semakin akrab dan orang tua juga akan segera
mengetahui kalau terdapat gangguan perkembangan anak secara dini.
Buku bacaan anak juga penting karena akan menambah kemampuan
berbahasa, berkomunikasi, serta menambah wawasan terhadap lingkungannya.
32
Untuk perkembangan motorik serta pertumbuhan otot-otot tubuh
diperlukan stimulasi yang terarah dengan bermain, latihan-latihan atau olah
raga. Anak perlu diperkenalkan dengan olah raga sedini mungkin, misalnya
melempar, menangkap bola, melompat, main tali, naik sepeda, dan lainlain).
Seorang ahli mengatakan bahwa prioritas untuk anak adalah
makanan, perawatan kesehatan, dan bermain. Makanan yang baik,
pertumbuhan yang adekuat, dan kesehatan yang terpelihara adalah penting,
tetapi perkembangan intelektual juga diperlukan. Bermain merupakan
”sekolah” yang berharga bagi anak sehingga perkembangan intelektualnya
optimal (Agustin,2013 dan Sulistyawati,2014).
d. Home Observation for Measurement of the Invironment (HOME)
Latifah (2007) dalam Amanda (2014) menjelaskan salah satu metode
untuk mengukur stimulasi orang tua terhadap anaknya adalah dengan
menggunakan kuesioner Home Observation for Measurement of the
Invironment (HOME) dari Bettye M. Caldwell dan Robert H. Bradley
(1983). Chandriyani (2009) dalam Amanda (2014) menjelaskan bahwa
kualitas lingkungan anak dilihat dari apakah orang tua memberikan reaksi
emosi yang tepat, apakah orang tua mampu memberikan dorongan positif
kepada anak, apakah orang tua memberikan suasana yang nyaman kepada
anak, menunjukkan kasih sayang, menyediakan sarana tumbuh kembang
dan belajar bagi anak, turut berpartisipasi dan ikut serta dalam kegiatan
positif bersama anak, terlibat aktif dalam kegiatan bersama anak, dan juga
33
apakah orang tua memberikan lingkungan fisik yang nyaman di rumah serta
mengikuti kegiatan belajar.
Kuesioner ini dirancang untuk mengukur kuantitas dan kualitas
stimulasi dan penyediaan dukungan untuk anak di lingkungan rumah.
Fokusnya adalah pada anak di dalam lingkungan, anak sebagai penerima
masukan dari objek, peristiwa dan interaksi yang terjadi dalam hubungan
dengan lingkungan. Kuesioner ini dirancang untuk penggunaan untuk anak
usia 0 sampai 3 tahun. Kuesioner ini terdiri dari 24 buah pertanyaan yang
dilakukan dengan wawancara dan observasi dan terbagi menjadi 6 sub skala
yaitu : emotional and verbal responsivity, avoidance of restriction and
punishment, organisation of the physical and temporal environment,
provision of appropriate play materials, parental involvement with the
child, opportunities for variety in daily.
4. Pendapatan Keluarga (Orang Tua)
a. Definisi Pendapatan Keluarga
Pendapatan keluarga adalah jumlah penghasilan riil dari seluruh
anggota rumah tangga yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan
bersama maupun perseorangan dalam rumah tangga.
b. Asal dari Pendapatan Keluarga
1. Usaha itu sendiri : misalnya berdagang, bertani, membuka usaha
sebagai wiraswastawan
34
2. Bekerja pada orang lain: misalnya sebagai pegawai negeri atau
karyawan
3. Hasil dari pemilihan: misalnya tanah yang disewakan dan lain-lain.
c. Metode Perhitungan Pendapatan
1. Pendekatan hasil produksi
Besarnya pendapatan dapat dihitung dengan mengumpulkan data
tentang hasil akhir barang dan jasa untuk suatu unit produksi yang
menghasilkan barang dan jasa.
2. Pendekatan Pendapatan
Pendapatan dapat dihitung dengan mengumpulkan data tentang
pendapatan yang diperoleh oleh suatu rumah tangga keluarga.
3. Pendekatan Pengeluaran
Menghitung besarnya pendapatan dengan menjumlahkan seluruh
pengeluran
yang
dilakukan
oleh
suatu
unit
ekonomi
(Reksoprayitno,2009).
d. Tingkat Pendapatan Keluarga
Tingkat
pendapatan
keluarga
merupakan
pendapatan
atau
penghasilan keluarga yang tersusun mulai dari rendah, sedang, hingga
tinggi. Tingkat pendapatan setiap keluarga berbeda-beda. Terjadinya
perbedaan tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain jenis
pekerjaan, jumlah anggota keluarga yang bekerja.
Menurut Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten
Kediri sesuai dengan Peraturan Gubernur Jawa Timur No. 72 Tahun 2012
35
Upah Minimum Kabupaten (UMK) Kediri tahun 2013 adalah sebesar Rp.
1.089.950,-. Adapun tingkat pendapatan keluarga dibagi menjadi 2
tingkatan, yaitu :
1). Tingkat Pendapatan Rendah : Kurang dari Rp. 1.089.950,-/bulan
2). Tingkat Pendapatan Tinggi : Lebih dari atau sama dengan Rp.
1.089.950,-/bulan.
5. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Tumbuh Kembang
Tumbuh kembang dipengaruhi oleh berbagai kondisi dari dalam diri
anak itu sendiri maupun kondisi lingkungan sekitarnya. Pada dasarnya
kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang agar optimal dapat
dikelompokkan kedalam 3 kelompok, yaitu 1. kebutuhan fisis-biomedis
(asuh), 2. kebutuhan kasih sayang/emosi (asih), dan 3. kebutuhan
stimulasi/latihan/bermain (asah).
Dalam pertumbuhannya seorang bayi memerlukan nutrisi yang
adekuat, sehingga dapat menjamin tumbuh kembang berlangsung seoptimal
mungkin. Nutrisi terbaik bayi pada 6 bulan pertama kehidupannya adalah
ASI.
Air Susu Ibu merupakan cairan yang mengandung dan memenuhi
semua nutrien yang diperlukan untuk pertumbuh fisik dan perkembangan
seorang anak. ASI disesuaikan dengan keperluan, laju pertumbuhan bayi,
dan kebiasaannya menyusu, oleh karena itu ASI merupakan faktor yang
36
penting untuk proses pertumbuhan dan perkembangan seorang anak
(Widyastuti,2015).
6. Hubungan Pemberian Stimulasi Psikososial dengan Tumbuh Kembang
Interaksi antara lingkungan stimulasi dalam perkembangan otak
dipandang sebagai cara untuk menyusun struktur sistem saraf jangka
panjang. Dengan adanya stimulasi atau pengalaman dari lingkungan
maka akan mengaktifkan letupan atau loncatan elektik antar neuron
yang akan membentuk jaringan otak yang akan membantu pencapaian
kemampuan
kognitif
yang baik.
Dengan
demikian
otak
akan
berkembang apabila stimulasi yang diberikan semakin banyak, sehingga
anak perlu mendapatkan lingkungan yang merangsang pertumbuhan
otak dan selalu mendapatkan stimulasi psikososial (Canadian Institute
of Child Health,2008 & Santrock,2012).
Studi
longitudinal
di
Brazil
menunjukkan
hubungan
yang
signifikan antara stimulasi psikososial dengan kemampuan kognitif pada
anak usia prasekolah (Santos,2008). Penelitian lainnya di Indonesia
menunjukkan hubungan antara stimulasi psikososial dengan kemampuan
maupun
perkembangan
kognitif
Gamayanti,2006; Warsito,2012).
(Andarwati,
Prawirohartono,&
37
7. Hubungan Pendapatan dengan Tumbuh Kembang
Tingkat pendapatan dalam suatu keluarga sangat mempengaruhi
konsumsi pangan keluarga yang akan berdampak pada keadaan gizi anak,
keadaan ekonomi keluarga yang kurang mampu merupakan faktor yang
kurang mendukung bagi pertumbuhan dan perkembangan anak balita
(Sarah,2008).
Menurut Suhardjo (2003), menyatakan bahwa pada umumnya jika
pendapatan naik, jumlah dan jenis makanan cenderung meningkat pula.
Peningkatan pendapatan perorangan akan menyebabkan perubahan dalam
susunan makanan, namun pengeluaran uang lebih banyak untuk pangan
tidak menjamin lebih beragamnya konsumsi.
Tingkat pendapatan akan mempengaruhi mutu fasilitas perumahan,
penyediaan air bersih dan sanitasi yang pada dasarnya sangat berperan
terhadap timbulnya penyakit infeksi. Selain itu, penghasilan keluarga akan
menentukan daya beli keluarga termasuk makanan, sehingga mempengaruhi
kualitas dan kuantitas makanan yang tersedia dalam rumah tangga dan pada
akhirnya mempengaruhi asupan zat gizi (Suhardjo,2003).
Inilah yang mendasari pengoptimalisasian tumbuh-kembang anak
balita. Pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang tumbuh
kembang anaknya karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan
anak baik yang primer maupun yang sekunder. Sebaliknya, pendapatan
keluarga yang tidak cukup untuk menyediakan kebutuhan primer ataupun
38
sekunder
akan
mempengaruhi
kualitas
tumbuh
kembang
anak
(Suhardjo,2003).
8. Penelitian yang Relevan
a. Indraswati (2011) melakukan penelitian dengan judul hubungan tingkat
pengetahuan ibu dan pemberian ASI eksklusif dengan kecerdasan otak
bayi di Puskesmas Juwiring Kabupaten Klaten.
Penelitian
tersebut
merupakan
penelitian
analitik
dengan
pendekatan cross sectional, dengan menggunakan 40 subjek penelitian
dan diambil menggunakan teknik sampling random, data dikumpulkan
dengan menggunakan kuesioner, dengan olah data regresi linier. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa variabel tingkat pengetahuan ibu
mempunyai hubungan yang tidak signifikan terhadap kecerdasan otak
bayi, tingkat pengetahuan ibu mempunyai koefisien regresi sebesar 0.21.
Berarti apabila tingkat pengetahuan ibu (X1) meningkat 1% maka
kecerdasan otak bayi (Y) juga meningkat 0,21% (p=0.101).
Pemberian ASI eksklusif mempunyai hubungan yang signifikan
terhadap kecerdasan otak bayi. ASI eksklusif mempunyai koefisien
regresi sebesar 0.64, artinya apabila pemberian ASI (X1) meningkat 1%
maka kecerdasan otak bayi (Y) juga akan meningkat sebesar 0,64%
(p<0,001), sehingga dapat disimpulkan tingkat pengetahuan ibu tidak
mempunyai hubungan yang signifikan terhadap kecerdasan otak bayi,
39
sedangkan ASI eksklusif mempunyai hubungan yang signifikan terhadap
kecerdasan otak bayi.
b. Ernawati (2012) melakukan penelitian dengan judul pengaruh pengetahuan
dan motivasi kerja terhadap hasil screening stimulasi deteksi dini tumbuh
kembang balita (SDIDTK) pada bidan di Puskesmas Kabupaten Boyolali.
Jenis penelitian observasional analitik dengan rancangan cross
sectional, teknik pengambilan sampling dengan menggunakan total
sampling sebanyak 58 responden. Penelitian ini menunjukkan ada pengaruh
motivasi kerja terhadap hasil skrining SDIDTK baik secara parsial maupun
simultan (p < 0.001) dan pengetahuan berpengaruh dominan terhadap hasil
skrening SDIDTK pada di Puskesmas Kabupaten Boyolali (p < 0.001).
c. Juliastuti (2011) melakukan penelitian dengan judul hubungan tingkat
pengetahuan, status pekerjaan ibu, dan pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini
dengan pemberian ASI eksklusif.
Penelitian
tersebut
merupakan
penelitian
kuantitatif
dengan
pendekatan cross sectional, sampel sebesar 85 ibu bayi berumur 6 – 12
bulan, menggunakan instrumen kuesioner. Hasil analisis regresi logistik
ganda menunjukkan bahwa makin tinggi tingkat pengetahuan ibu maka
semakin tinggi kemungkinan pemberian ASI eksklusif (OR=4.8 , p=0.011).
Ibu yang tidak bekerja akan semakin tinggi kemungkinan pemberian ASI
eksklusif (OR=3.7 , p=0.033). Makin dilaksanakan inisiasi menyusu dini
maka akan semakin tinggi pemberian ASI eksklusif (OR=5.3 , p=0.002),
dan secara simultan semakin tinggi tingkat pengetahuan ibu, ibu bekerja dan
40
inisiasi menyusu dini meningkatkan kemungkinan pemberian ASI eksklusif
sebesar 35,8%.
d. Astuti (2013) melakukan penelitian dengan judul perbedaan tumbuh
kembang anak 1–6 bulan yang diberikan ASI eksklusif dengan yang tidak di
wilayah kerja Puskesmas Karang Malang Sragen.
Jenis penelitian non eksperimental dengan desain penelitian deskriptif
komparatif. Teknik pengambilan data penelitian adalah cross sectional.
Sampel penelitian adalah 28 ibu dengan ASI ekslusif dan pengambilan
sampel menggunakan total sampel, sementara 49 ibu dengan ASI tidak
esklusif dengan pengambilan sampel yaitu simple random sampling untuk
tiap–tiap desa. Instrumen penelitian menggunakan alat timbangan berat
badan dan lembar perkembangan DDST II. Analisis data penelitian
menggunakan uji Chi Square. Hasil penelitian diketahui sebagian besar
pertumbuhan anak 1-6 bulan yang diberikan ASI eksklusif maupun ASI
tidak ekslusif dalam kategori normal.
Sebagian besar perkembangan anak 1-6 bulan yang diberikan ASI
eksklusif maupun ASI tidak ekslusif adalah normal. Tidak terdapat
perbedaan pertumbuhan anak antara yang diberikan ASI ekslusif dengan
yang diberi ASI tidak ekslusif. Tidak terdapat perbedaan perkembangan
anak antara yang diberikan ASI ekslusif dengan yang diberi ASI tidak
ekslusif .
41
e. Febriana (2015) melakukan penelitian dengan judul hubungan pemberian
ASI eksklusif dengan perkembangan bayi usia 9–12 bulan di Puskesmas
Gamping I Sleman.
Penelitian ini menggunakan studi korelasi dengan pendekatan cross
sectional. Responden penelitian ini terdiri dari 25 responden ASI eksklusif
dan 5 responden tidak ASI eksklusif menggunakan teknik accidental
sampling. Analisa data menggunakan Chi-Square. Berdasarkan analisa data
dengan uji Chi Square dengan nilai p sebesar 0.001 (p<0.05), menunjukkan
bahwa hipotesis yang menyatakan ada hubungan pemberian ASI eksklusif
dengan perkembangan bayi usia 9-12 bulan dapat diterima.
f. Conita (2014) melakukan penelitian dengan judul perbedaan pertumbuhan
bayi usia 3–6 bulan yang diberi ASI eksklusif dan yang tidak diberi ASI
eksklusif di Puskesmas Gang Sehat Kecamatan Pontianak Selatan.
Penelitian ini merupakan studi analitik dengan pendekatan cross
sectional yang dilakukan terhadap 44 bayi usia ≥6 bulan di poli Gizi
Puskesmas Gang Sehat Pontianak Selatan. Data diperoleh melalui kuesioner
dan Kartu Menuju Sehat (KMS) kemudian dianalisis menggunakan uji t
tidak berpasangan, dan diperoleh hasil rerata kenaikan berat badan per bulan
bayi yang diberi ASI eksklusif 0.44 ± 0.03 kg sedangkan yang tidak diberi
ASI eksklusif 0.62 ± 0.03 kg dengan selisih rerata 0,18 kg.
Hasil analisis statistik menunjukkan terdapat perbedaan rerata
bermakna dengan p<0.001. Adapun rerata kenaikan panjang badan per
bulan bayi yang diberi ASI eksklusif 1.96 ± 0.14 cm sedangkan yang tidak
42
diberi ASI eksklusif 2.08 ± 0.15 cm dengan selisih rerata 0.11 cm. Hasil
analisis statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan rerata bermakna
dengan p=0.582 (p>0.05).
g. Lepita (2013) melakukan penelitian dengan judul evaluasi pengaruh lamanya
pemberian ASI saja terhadap pertumbuhan anak.
Penelitian ini merupakan penelitian kohort retrospektif yaitu mencari
efek yang muncul pada balita usia antara 12 sampai 36 bulan yang ketika
bayinya menggunakan ASI saja di wilayah Kecamatan Ledo. Jumlah subjek
yang diteliti sebanyak 101 anak. Sampel diambil dengan teknik cluster
berdasarkan kriteria inklusi. Analisis statistik memakai analisis varians, uji
Mann-Whitney, Kruskal-Walls, dan korelasi regresi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lamanya pemberian ASI
saja mempengaruhi pertumbuhan anak berdasarkan persen terhadap median
Berat Badan (BB)/Usia (U) dan Berat Badan (BB)/Tinggi Badan (TB)
(p<0.001); tidak tampak pengaruh lamanya pemberian ASI dengan
pertumbuhan anak berdasarkan persen terhadap median TB/U baku rujukan
WHO-NCHS (p>0.05). Kesimpulan pada penelitian ini adalah lamanya
pemberian ASI saja berpengaruh positif terhadap pertumbuhan yang diukur
berdasarkan persen terhadap median BB/U dan BB/TB baku rujukan WHONCHS.
h. Latifah (2010) melakukan penelitian dengan judul pengaruh pemberian ASI
dan stimulasi psikososial terhadap perkembangan sosial emosi anak balita
pada keluarga ibu pekerja dan tidak bekerja.
43
Penelitian tersebut menggunakan desain penelitian cross sectional
study, dengan sampel balita yang berusia 2 – 5 tahun dengan teknik
pengambilan sampel purposive. Cara pengumpulan datanya di peroleh
dengan pengamatan dan wawancara dengan menggunakan alat bantu
kuesioner, analisis data menggunakan uji Man-whitney untuk data yang
minimal berskala minimal nominal dan uji T-test untuk data minimal
berskala interval. Analisis korelasi Rank Spearman dilakukan untuk melihat
hubungan antar variabel yang diteliti, selanjutnya untuk melihat faktor –
faktor dominan yang memperngaruhi perkembangan sosial emosi anak
dilakukan Regresi Linear Berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa baik pada keluarga ibu bekerja maupun pada keluarga ibu tidak
bekerja, memberikan ASI dengan lama pemberian ASI 13-24 bulan dan
telah memberikan stimulasi psikososial yang cukup baik kepada anaknya di
rumah.
Berdasarkan hasil analisis, variabel pendidikan ayah dan pendapatan
keluarga berhubungan signifikan (negatif) dengan variabel lama pemberian
ASI. Sementara itu, pendidikan ayah, pendidikan ibu, pendapatan keluarga,
dan pengetahuan ibu mengenai tumbuh kembang berhubungan secara
signifikan (positif) dengan stimulasi psikososial. Jenis kelamin berhubungan
secara signifikan (negatif) dengan stimulasi psikososial, yaitu anak yang
berjenis kelamin perempuan memperoleh stimulasi psikososial yang lebih
baik dari pada anak yang berjenis kelamin laki-laki. Stimulasi psikososial
dan umur anak merupakan faktor yang dominan dalam mempengaruhi
44
perkembangan sosial-emosi anak, sedangkan pemberian ASI tidak
mempengaruhi perkembangan sosial-emosi anak.
i. Lisa (2012) dengan penelitian hubungan pemberian ASI eksklusif dengan
perkembangan motorik
kasar balita di
Kelurahan
Brontokusuman
Kecamatan Mergangsan Yogyakarta.
Jenis penelitian Survei Analitik, dengan pendekatan crossectional.
Lokasi penelitian di Keluraha Brontokusuman Kecamatan Mergangsan
Yogyakarta. Obyek penelitian adalah balita 7-60 bulan, dengan jumlah
sampel sebanyak 231 balita yang diambil secara random sampling. Teknik
analisis data dengan perhitungan chi square dan odd ratio untuk mengetahui
hubungan pemberian ASI eksklusif dengan perkembangan motorik kasar
balita, dengan jenis skala nominal.
Hasil penelitian menunjukkan Balita di Kelurahan Brontokusuman
Kecamatan Mergangsan Yogyakarta yang diberi ASI eksklusif sebanyak 39
Balita (16.9%), sedangkan yang tidak diberi ASI Eksklusif sebanyak 192
Balita (83.1%). Berkembang sesuai umur sebanyak 88 Balita (38.1%),
sedangkan yang tidak berkembang sesuai umur sebanyak 143 Balita
(61.9%). Terdapat hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan
perkembangan motorik kasar balita, pemberian ASI tidak eksklusif beresiko
5.6 kali terjadi perkembangan motorik kasar balita tidak sesuai umur
dibandingkan dengan balita yang diberi ASI eksklusif.
45
j. Rahardjo (2014) melakukan penelitian dengan judul hubungan pemberian
Asi eksklusif dengan perkembangan bayi usia 6 – 12 bulan di Desa Ngerong
Kecamatan Gempol Kabupaten Pasuruan.
Penelitian ini menggunakan metode analitik dengan pendekatan
Korelasi Sperman’s Rank. Populasi pada penelitian ini terdapat 36 bayi usia
6-12 bulan. Teknik pengambilan sampel proportional random sampling
dengan mengambil sampel sebagian bayi usia 6-12 bulan di Desa Ngerong
sebanyak 33 bayi. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dan
lembar observasi. Sedangkan Analisis data menggunakan uji statistik
Korelasi Sperman’s Rank. Hasil analisa menggunakan uji statistik Korelasi
Sperman’s Rank didapatkan nilai p=0.000 dengan menggunakan α=0.05.
Maka p < α. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara
pemberian ASI eksklusif dengan perkembangan bayi usia 6-12 bulan di
Desa Ngerong Kecamatan Gempol Kabupaten Pasuruan.
k. Warsito, Oktarina et al (2012) melakukan penelitian dengan judul
Relationship between nutritional status, psychososial stimulation, and
cognitive development in preschool children in Indonesia.
Penelitian ini menggunakan metode regresi. Pengambilan sampel
menggunakan metode cross sectional, Subjek penelitian adalah ibu dan
anak usia pra sekolah sejumlah 58 ibu dan anaknya. Penelitian ini bertujuan
untuk meneliti hubungan antara status gizi, stimulasi psikososial, dengan
perkembangan kognitif anak pra sekolah di Indonesia. Variabel independent
46
pada penelitian ini adalah status nutrisi dan stimulasi psikososial, dan
variabel dependentnya adalah perkembangan kognitif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa stimulasi psikososial
(p=<0.001), partisipasi pada pendidiakn anak (p=<0.001) dan status nutrisi
berdasar indeks TB/U (P=0.028) memiliki hubungan positif dan signifikan
terhadap perkembangan kognitif pada anak pra sekolah (R2=0.434,
p=0.028).
l. Departemen of Nutrition, World Health Organization, Acta Pediatrica (2010)
dengan judul penelitin Relationship between physial growth and motor
development in the WHO Child Growth Standars.
Penelitian
perkembangan
ini
fisik
bertujuan
dengan
untuk
meneliti
perkembangan
hubungan
motorik.
antara
Penelitian
perkembangan motorik dilakukan secara longitudinal dengan desain
penelitian secara case control dengan subjek penelitian pada 816 anak balita.
Variabel
independentnya
adalah
pertumbuhan
fisik
dan
variabel
dependentnya adalah perkembangan motorik.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara perkembangan motorik kasar dan beberapa indikator
pertumbuhn fisik. Hasil ini menunjukkan bahwa dalam populasi yang sehat,
pencapaian kemampuan motorik kasar sebagaian besar independen variasi
dalam pertumbuhan fisik.
47
m. Mari V Wang, Ratib Lekhal et al (2014) dengan judul penelitian The
developmental relationship between language and motor performance
from 3 to 5 years of age : a prospective longitudinal population study.
Penelitian ini bertujuan untuk meneliti hubungan antara
perkembangan motorik dan perkembangan bahasa pada anak usia 3 – 5
tahun. Metode penelitian dengan menggunakan analisis dilakukan
dengan menggunakan laporan orang tua dalam sampel dari 11 999 anak–
anak
dari
studi
prospektif.
Variabel
independentnya
adalah
perkembangan bahasa, variabel dependentnya adalah perkembangan
motorik.
Hasil dari penelitian ini adalah terdapat prediksi positif antara
kemampuan bahasa dan kemampuan motorik. Bahasa dan motorik baik
keterampilan yang stabil dari 3 sampai 5 tahun.
9. Kebaharuan Penelitian
Kebaharuan penelitian ini dengan penelitian yang terdahulu selain
terletak pada tingkatan analisis yang digunakan, yaitu sampai pada analisis
multivariat dengan menggunakan analisis Jalur, kemudian penelitian ini
menyertakan variabel pendapatan dalam penelitiannya, serta dalam variabel
dependennya sekaligus menggunakan sebanyak 6 variabel antara lain yaitu
berat badan, lingkar kepala, motorik kasar, motorik halus, bahasa dan
personal sosial.
48
B.
Kerangka Berpikir
Gambar 2.1 : Kerangka Berpikir
C. Hipotesis
1. Ada hubungan positif antara perkembangan motorik halus pada anak usia
7 sampai 24 bulan dengan sejumlah variabel sesuai berikut :
a.
Pemberian ASI eksklusif
b.
Stimulasi psikososial
c.
Pendapatan keluarga saat ibu hamil
d.
Pendapatan keluarga setelah ibu melahirkan
2. Ada hubungan positif antara perkembangan motorik kasar pada anak usia
7 sampai 24 bulan dengan sejumlah variabel sesuai berikut :
a.
Pemberian ASI eksklusif
49
b. Stimulasi psikososial
c. Pendapatan keluarga saat ibu hamil
d. Pendapatan keluarga setelah ibu melahirkan
3.
Ada hubungan positif antara perkembangan personal sosial pada anak usia 7
sampai 24 bulan dengan sejumlah variabel sesuai berikut :
a. Pemberian ASI eksklusif
b. Stimulasi psikososial
c. Pendapatan keluarga saat ibu hamil
d. Pendapatan keluarga setelah ibu melahirkan
4.
Ada hubungan positif antara perkembangan bahasa pada anak usia 7 sampai
24 bulan dengan sejumlah variabel sesuai berikut :
a. Pemberian ASI eksklusif
b. Stimulasi psikososial
c. Pendapatan keluarga saat ibu hamil
d. Pendapatan keluarga setelah ibu melahirkan
5.
Ada hubungan positif antara pertumbuhan berat badan pada anak usia 7
sampai 24 bulan dengan sejumlah variabel sesuai berikut :
a. Pemberian ASI eksklusif
b. Stimulasi psikososial
c. Pendapatan keluarga saat ibu hamil
d. Pendapatan keluarga setelah ibu melahirkan
6.
Ada hubungan positif antara pertumbuhan lingkar kepala pada anak usia
50
7 sampai 24 bulan dengan sejumlah variabel sesuai berikut :
a. Pemberian ASI eksklusif
b. Stimulasi psikososial
c. Pendapatan keluarga saat ibu hamil
d. Pendapatan keluarga setelah ibu melahirkan
Download