PERANAN FITOHORMON PADA PERTUMBUHAN TANAMAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENGELOLAAN HUTAN Enny Widyati Peneliti Biologi Tanah dan Kesuburan Tanah Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Jl. Gunung batu no. 5 Bogor Email: [email protected] ABSTRAK Kebutuhan dasar tanaman adalah unsur hara, cahaya dan air. Unsur hara merupakan sumber makanan, cahaya merupakan sumber energi dan air merupakan mediator dan pelarut bagi unsur-unsur hara tersebut. Unsur hara (baik dari tanah maupun udara) yang larut dalam air oleh cahaya matahari diubah menjadi karbohidrat dan senyawa lain yang diperlukan untuk kehidupan tanaman. Namun demikian, proses tersebut tidak akan berlangsung secara optimum tanpa kehadiran hormon tumbuhan untuk mengaktifkan enzim-enzim yang berperan sebagai katalisator. Fitohormon dapat disintesis sendiri oleh tumbuhan maupun oleh mikrob tanah di rhizosfir yang dikenal sebagai plant growth promoting rhizobacteria (PGPR). Dalam kehidupannya tanaman minimal memerlukan tiga macam fitohormon, auksin, giberelin dan sitokinin. Hormon-hormon tersebut dengan konsentrasi dan rasio komposisi tertentu akan membantu tanaman mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangannya selama siklus hidupnya. Peranan lain kehadiran fitohormon dalam tanaman adalah membantu tanaman menghadapi cekaman dan hambatan, misalnya kekeringan, kadar garam yang tinggi, paparan polusi logam berat serta kepadatan tanah. Adanya fenomena perubahan iklim yang sudah terjadi saat ini, fitohormon dapat dimanfaatkan untuk mengoptimalkan pengelolaan hutan menghadapi cekaman kekeringan serta untuk meningkatkan produktivitas lahan dan tegakan. Kata kunci: cekaman lingkungan, fitohormon, pertumbuhan, PGPR, produktivitas I. PENDAHULUAN: MENGENAL FITOHORMON Hormon tumbuhan (fitohormon) merupakan senyawa yang diperlukan untuk membantu pertumbuhan tanaman, senyawa ini diperlukan untuk mengatur pertumbuhan dan perkembangan. Menurut Baca & Elmerich (2003), fitohormon merupakan substansi organik yang disintesis pada organ-organ tertentu dan dapat ditranslokasikan pada bagian lain dalam tanaman. Selain diproduksi oleh tanaman, beberapa bakteri dan fungi tanah juga mampu menghasilkan fitohormon (Baca & Elmerich, 2003). Hormon-hormon tersebut mengendalikan (trigger) tanggapan spesifik melalui proses biokimia, fisiologis dan morfologis. Fitohormon juga aktif pada bagian organ tempat senyawa tersebut disintesis. Senyawa tersebut juga disebut sebagai zat pengatur tumbuh (plant growth regulators) (Baca & Elmerich, 11 Galam Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Banjarbaru 2003). Menurut Javid et al. (2011), fitohormon berperan penting dalam mengendalikan pertumbuhan dan perkembangan tanaman ketika mereka berada pada konsentrasi yang sangat rendah, adapun pada konsentrasi yang tinggi senyawa ini akan bersifat racun. Fitohormon secara alami meliputi tiga kelompok senyawa utama, yaitu auksin, giberelin dan sitokinin (Kukreja et al., 2004). Baca & Elmerich, 2003 mengelompokkan fitohormon menjadi lima kelompok, auksin, giberelin, sitokinin, asam absisat dan etilen. Adapun Yasmin et al. (2009) mengelompokkan fitohormon menjadi auksin, giberelin, sitokinin dan senyawa-senyawa mirip etilen. Menurut Kukerja et al. (2004), auksin, giberelin dan sitokinin merupakan aktivator pertumbuhan dan perkembangan tanaman. II. PRODUKSI FITOHORMON DALAM TANAH Terdapat dua sumber fitohormon yang tersedia bagi tanaman, yaitu yang dihasilkan oleh jaringan tanaman (disebut fitohormon endogenous) dan yang diproduksi oleh mikrob yang berasosiasi dengan akar (fitohormon exogenous), termasuk bakteri dan fungi (Arshad and Frankenberger, 1991).Contoh tanaman dan PGPR penghasil fitohormon disajikan pada Tabel 1. Salah satu fitohormon yang dihasilkan oleh mikrob tanah adalah auksin (indol-3 asam asetat, disingkat IAA) yang penting untuk mengatur pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Sebagian besar bakteri pemacu pertumbuhan yang berasosiasi di akar tanaman (plant growth promoting rhizobacteria, disingkat PGPR) dapat mensintesis IAA (Quiroz-Villareal et al., 2012). Spesies PGPR pensintesis IAA meliputi Pseudomonas sp. Bacillus sp. Klebsiella sp. Azospirillum sp. Enterobacter danSerratia sp. (Frankenberger and Arshad, 1995). Mekanisme sintesis auksin oleh mikrob tanah di rhizosfir sesungguhnya juga diinisiasi dan diatur oleh tumbuhan. Dalam menarik mikrob tanah untuk mengkoloni rhizosfir, tanaman menghasilkan eksudat akar. Setelah terjadi kolonisasi tumbuhan terus menerus mengeluarkan eksudat akar untuk memelihara mikrob di rhizosfir. Menurut Quiroz-Villareal et al.(2012) eksudat akar merupakan sumber alami asam amino L-triptofan(L-TRP) bagi mikroflora di rhizosfir dan senyawa ini meningkatkan kemampuan biosintesis auksin oleh mikrob. Produksi fitohormon auksin dengan hadirnya asam amino pada PGPR telah banyak diteliti oleh Dastager et al.(2010) hasilnya ditemukan fitohormon pada genus Bacillus, Burkholderia, Azospirillum, Azotobacter, Enterobacter, Erwinia, Pantoea, Pseudomonas dan Serratia. Beberapa contoh tanaman dan mikroba penghasil fitohormon disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Tanaman dan mikroba penghasil fitohormon Tanaman Jagung (Zea mays) Arabidopsis thaliana 12 Fungsi Pembesaran sel, Inisiasi pembentukan akarInisiasi diferensiasi pembuluh, Dominansi apikal Mikrob Auksin Pisolitud tincturius Azospirillum Rhizobium, Bradyrhizobium Klebsiella Azospirillum, Gluconacetobacter Herbaspirillum Pseudomonas syringae pv savastanoi Agrobacterium Erwinia herbicola pv Gypsophilae Fungsi Meningkatkan pertumbuhan tanaman Menurunkan panjang akar, Meningkatkan jumlah rambut akar Mengatur perkembangan tanaman Meningkatkan percabangan dan permukaan akar corn seedlings inoculated showed an increase on free active IAA, and IBA merangsang “gall” dan tumor Peranan Fitohormon Pada Pertumbuhan Tanaman Dan Implikasinya Terhadap Pengelolaan Hutan Enny Widyati Tanaman Fungsi Mikrob Fungsi Auksin Cyanobacteria, Nostoc symbiotic tissue of Gunnera Giberelin Arabidopsis thaliana Oryza sativa Zea mays Pisum sativum Perkecambahan benih, Perkembangan dan reproduksi tanaman, Perkembangan bunga Gibberella fujikuroi “bakanae” effect in maize, rice and other plants Azospirillum brasilense Azospirillum lipoferum Azospirillum brasilense reversion of dwarfism in maize and rice Arabidopsis thaliana Pembelahan sel, diferensiasi kloroplas, fotosintesis, senescence, dan metabolisme nutrien Azospirillum Pseudomonas syringae pv savastanoi Agrobacterium tumefaciens Erwinia herbicola meningkatkan pemanjangan pucuk, pertumbuhan tanaman, meningkatkan densitas akar rambut Sitokinin Membantu pertumbuhan tanaman Memacu pembentukan tumor dan “gall” Sumber : Barca & Elmerich (2003) Dua isolat Klebsiella strain UPMSP9 dan Erwinia strain UPMSP10 yang dibiakkan dalam kultur dengan kandungan L-TRP tinggi mampu menghasilkan IAA, senyawa yang melarutkan P, meningkatkan konsentrasi N dan resistensi terhadap antibiotik (Yasmin et al., 2009). Kemampuan dalam menghasilkan fitohormon tersebut merupakan salah satu mekanisme bakteri rhizosfir dalam membantu meningkatkan pertumbuhan tanaman (Kukreja et al., 2004). Menurut Baca & Elmerick (2003), produksi fitohormon IAA dan sitokinin pada genus Bradyrhizobium, Enterobacter, Erwinia, Azospirillum, Rhizobium, Erwinia dan Pseudomonas spp., menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman, namun produksi senyawa tersebut pada beberapa anggota genus mikroba patogen seperti Agrobacterium, Pseudomonas savastanoi dan Erwiniabahkan dapat meningkatkan virulensi patogen tersebut. Dalam tanaman auksin disintesis dari triptofan melalui reaksi oksidatif deaminasi atau dekarboksilasi. Dalam mikroorganisme tanah diketahui terdapat tiga jalur pembentukan IAA yang juga diinisiasi oleh prekursor triptofan, beberapa bakteri memiliki lebih dari satu jalur dalam mensintesis IAA (Tizzard et al., 2006). Fenomena yang menarik ditemukan pada kelompok mikroba patogen, mereka mensintesis IAA melalui jalur yang berbeda dengan kelompok non patogen (Patten and Glick 2002).Tanaman telah mengembangkan sistem yang baik untuk mengatur IAA pada tingkat sel.Pengaturan homeostatik pada ukuran bebas IAA mengakibatkan perbedaan proses termasuk sintesis, degradasi dan konjugasi (dengan asam amino atau gula) dan proses pengangkutan (Normanly and Bartel, 1999). IAA merupakan salah satu fitohormon yang paling penting untuk mengatur banyak aspek dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman, melalui siklus sel tumbuhan, dari pembelahan sel, pemanjangan dan diferensiasi sel, inisiasi pembentukan akar, dominansi apikal, tropistic responses, pembungaan, pematangan buah dansenescence (Baca & Elmerich, 2003). Mikroorganisme tanah dapat juga menghasilkan beberapa macam sitokinin sama seperti yang dihasilkan oleh tumbuhan, yaitu kinetin, zeatin dan isopentiladenin (Tsavkelova et al. 2006). Bakteri 13 Galam Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Banjarbaru memiliki gen isopentyltransferase (ipt) yang mengatur sintesis sitokinin dan telah dikarakterisasi homolog dengan golongan eukariot, termasuk tumbuhan (Kakimoto 2003). Sitokinin (CKs) berperan dalam mengatur beberapa aspek dalam proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman, termasuk pembelahan sel, dominansi apikal, biogenesis kloroplas, mobilisasi unsur hara, leaf senescence, diferensiasi pembuluh, perkembangan fotomorfogenik, diferensiasi pucuk dan produksi antosianin (Davies, 2004). Sitokinin bersama-sama dengan auksin memacu pembelahan sel dan mempengaruhi differensiasi sel-sel tumbuhan. Rasio sitokinin/auksin yang tinggi akan memacu produksi pucuk, sedangkan auksin saja akan menginisiasi terbentuknya akar. Apabila perbandingan auksin dan sitokinin sama dapat menyebabkan selsel membelah tetapi tidak dapat terdeferensiasi, jadi hanya menghasilkan kalus dalam jumlah besar. Sitokinin terlibat dalam proses fotosintesis atau diferensiasi kloroplas, memacu pembukaan stomata, menekan auksin yang mengatur dominansi apikal, menghambat penuaan (senescene) organ tanaman, terutama daun (Crozier et al., 2001). Giberelin mengendalikan pemanjangan batang dan mengatur proses reproduksi pada tumbuhan. Pada beberapa spesies tumbuhan kandungan giberelin pada suhu rendah akan memacu pembungaan dan perkecambahan biji. Peranan giberelin juga berkaitan dengan proses stratifikasi dan vernalisasi (merangsang pembungaan ketika suhu sangat dingin). Senyawa ini menghambat pertumbuhan daun dan penuaan buah, memacu sintesis enzim alpha-amylase dan enzim lain yang membantu pembentukan lapisan aleuron pada biji barley. Pada beberapa varietas padi, misalnya varietas Tanginbozu, giberelin mengendalikan pemanjangan pucuk (Crozier et al., 2001). III. PERANAN FITOHORMON DALAM KEHIDUPAN TANAMAN a. Mengatur pertumbuhan tanaman (growth regulators) Senyawa pengatur pertumbuhan tanaman (plant growth regulators) merupakan senyawa organik non unsur hara (non-nutrient organic compounds), baik senyawa alami maupun senyawa sintetis, yang mempengaruhi proses-proses fisiologis pertumbuhan dan perkembangan tanaman ketika diaplikasikan dalam konsentrasi yang rendah (Kukreja et al., 2004).Kemampuan dalam mensintesis auksin (IAA), giberelin (Gas) dan sitokinin meningkat pada tanaman yang ketika berasosiasi dengan PGPR, membangun simbiosis dengan mikrob rhizosfir atau ketika mendapat serangan patogen akar (Baca & Elmerich, 2003). Tabel 2 meringkas peran fitohormon dalam membantu pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Table 2. Hormon tumbuhan dan fungsinya Fitohormon Fungsi dalam pertumbuhan tanaman Auksin Pemanjangan sel dan pembelahan jaringan kambium Dominansi apikal Induksi dan aktivasi enzim-enzim Sitokinin Pembelahan sel dan pemanjangan Stimulasi RNA dan sintesis protein Induksi enzim-enzim Menunda penuaan Dominansi apikal Giberelin Mematahkan dormansi biji dan tunas Pembelahan sel dan pemanjangan Sumber : Kukreja et al., (2004) 14 Induksi pembungaan Sintesis protein Peranan Fitohormon Pada Pertumbuhan Tanaman Dan Implikasinya Terhadap Pengelolaan Hutan Enny Widyati b. Membantu bertahan pada kondisi kekeringan Dalam kehidupannya tanaman akan berhadapan dengan berbagai cekaman lingkungan, misalnya kekurangan air, suhu yang sangat panas atau sangat dingin dan cekaman kadar garam (Yildiz Aktas et al., 2008). Apalagi dengan terjadinya fenomena perubahan iklim, lingkungan dapat mengalami periode ekstrim kering (el nino) dan ekstrim basah (la nina) sehingga dapat mengganggu pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Pengetahuan akan peranan fitohormon dalam mengatur tanaman bertahan pada kondisi ekstrim kering merupakan hal yang penting untuk melakukan adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim yang terjadi pada dekade ini. Tumbuhan yang toleran akan merespon kekurangan air dan dapat beradaptasi pada kondisi kekeringan melalui berbagai mekanisme fisiologis dan biokimia. Dalam hal ini fitohormon memegang peranan penting bagi tanaman menghadapi cekaman (Yildiz Aktas et al., 2008). Di bawah kondisi cekaman air, tanaman akan mengatur variasi konsentrasi asam giberelat (GA3), zeatin (Z) dan indol 3-asam asetat (IAA) dalam jaringannya (Pustovoitova et al., 2004). Salah satu senyawa yang penting adalah asam absisat (ABA) yang merupakan senyawa yang mengendalikan proses aklimatisasi tanaman pada kondisi kekeringan (Zhu, 2002). ABA merupakan hormon pengendali stres dalam tanaman yang memiliki fungsi ganda, menginduksi gen-gen yang mengatur perlindungan terhadap cekaman air serta memacu penutupan stomata daun (Seki et al., 2002). Pada kondisi cekaman air, dilaporkan bahwa ABA akan menghambat pertumbuhan dan perluasan area daun (Alves and Setter, 2000) tanaman. Penelitian Yildiz Aktas et al. (2008) pada bibit tanaman laurel (Laurus nobilis L) yang hidup di daerah kering Mediterania menunjukkan bahwa, tanaman akan menurunkan kandungan IAA sehingga akan menurunkan laju pertumbuhan bibit.Bibit laurel beradaptasi terhadap kondisi defisit air di lapangan melalui mekanisme efisiensi penggunaan air dengan menurunkan potensial air pada daun sehingga terjadi efisiensi proses fotosintesis, menurunkan laju pertumbuhan dan mengatur tingkat kandungan fitohormon. Penurunan kandungan IAA ketika tanaman berada di bawah cekaman air juga telah dipelajari oleh Wang et al. (2008)pada bibit yang diaklimatisasikan, hasil penelitian menunjukkanbahwa bibit yang diaklimatisasi pada kandungan air sangat rendah memiliki potensial air dalam jaringan yang lebih negatif. Untuk menjaga efisiensi fotokimia tanaman meningkatkan kandungan hormon GA3 dan Z. Mekanisme tersebut dapat meningkatkan tingkat survival rate bibit yang diaklimatisasikan pada kondisi kekeringan (Yildiz Aktas et al.,2008). Perubahan iklim juga dikhawatirkan dapat mengancam ketahanan pangan di masa yang akan datang. Penelitian ketahanan tanaman pangan pada kondisi kekeringan dilakukan oleh Bano & Yasmeen (2010) terhadap dua varietas gandum yang tahan kering dan yang rentan terhadap kekeringan. Varietas yang toleran kekeringan ternyata memiliki tingkat kandungan IAA, GA, ABA dan prolin lebih tinggi dibanding yang rentan. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan fitohormon dan zat osmoregulasi yang tinggi mempengaruhi ketahanan tanaman terhadap kekeringan. Ketahanan tersebut akan berimplikasi terhadap produktivitas tanaman. Tahapan yang paling kritis pada perkembangan tanaman gandum adalah tahapan awal pengisian bulir atau pembentukan pati yang disebut milky stage. Tahapan ini merupakan tahapan yang paling dipengaruhi oleh senyawa growth regulators. Pada tanaman yang tahan kekeringan, yang memiliki kandungan senyawa osmoregulasi lebih tinggi menurut penelitian Bano &Yasmeen (2010) memiliki hasil produksi bulir yang lebih tinggi. Penelitian tersebut melaporkan bahwa varietas yang toleran mengandung 15 Galam Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Banjarbaru ABA lebih tinggi, memiliki kemampuan osmoregulasi lebih baik sehingga memiliki pertumbuhan dan produktivitas bulir lebih tinggi. Lebih lanjut disampaikan bahwa pada kondisi stres air, tanaman dengan kandungan ABA yang tinggi akan meningkatkan akumulasi prolin untuk meningkatkan status air dalam tanaman. Penelitian yang dilakukan di pot menunjukkan bahwa ABA lebih efektif pada tahapan akhir pengisian bulir sedangkan benzyladeni (BA) lebih efektif pada tahap penyerbukan (anthesis stage). BA memiliki efek yang sedikit lebih lemah dibandingkan dengan ABA, namun keduanya memiliki peranan yang penting dalam melindungi tanaman melawan defisit air. Hormon-hormon tersebut hanya diperlukan sekali pada anthesis stagetetapi memiliki efek jangka panjang bagi tanaman gandum. c. Membantu tanaman bertahan pada tanah terkontaminasi logam berat Meningkatnya aktivitas manusia salah satunya telah mengakibatkan tanah terpolusi logam-logam berat. Tanaman merupakan organisme yang tidak dapat berpindah tempat. Ketika tanaman tumbuh pada tanah yang tercemar logam berat hanya ada dua kemungkinan, beradaptasi mengembangkan mekanisme toleransi atau mati akibat keracunan. Salah satu mekanisme adaptasi bagi tanaman adalah mengembangkan asosiasi dengan mikroba yang ada di sekitar sistem perakarannya.Tanaman dan mikroba tanah akan mengembangkan asosiasi di mana awalnya tanaman mengundang mikroba membangun komunitas di rhizosfirnya. Mekanisme biokimia dari senyawa yang dihasilkan oleh mikroba di rhizosfir dapat meningkatkan proses remediasi logam-logam pencemar sehingga tanaman menjadi tidak teracuni (Jing et al., 2007). Penelitian pada tanaman Lens esculenta yang rentan terhadap paparan arsenik dan timbal menggunakan PGPR yang menghasilkan IAA tinggi dilakukan oleh (Franco-Hernandez et al., 2010). PGPR yang digunakan adalah Pseudomonas sp. strain Sp7d and Pseudomonas sp. Sp7e. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa mekanisme PGPR dalam membantu tanaman bertahan pada tanah yang terpapar logam berat. Pertama PGPR akan meningkatkan biomas melalui penyediaan unsur-unsur hara esensial sehingga ukuran tanaman tersebut sedemikian besar sehingga menjadi tidak terpengaruh oleh konsentrasi polutan di dalam tanah (Franco-Hernandez et al., 2010). Yang kedua tanaman akan mengatur produksi fitohormon yang dapat menghambat pemanjangan akar sehingga akar tanaman tidak akan menjangkau deposit logam tersebut. Yang ketiga PGPR akan menghasilkan senyawa siderofor dalam konsentrasi tinggi sehingga akan mengkelat logamlogam tersebut menjadi bentuk yang tidak dapat diserap oleh tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selain penghasil IAA yang tinggi, Pseudomonas sp. Sp7d strain dan Pseudomonas sp. Sp7e ternyata mampu menghasilkan siderofor pada konsentrasi yang tinggi (Franco-Hernandez et al., 2010). Inokulasi dengan kedua strain PGPR tersebut menyebabkan tanaman L. esculenta tetap tumbuh dengan baik dan memiliki produktivitas tinggi. Hal ini selain PGPR membantu tanaman dalam beradaptasi dengan konsentrasi logam yang tinggi asosiasi tersebut juga mampu menyediakan jumlah senyawa pemacu tumbuh (growth promoting substances) yang cukup bagi tumbuhan (Franco-Hernandez et al., 2010). d. Membantu tanaman bertahan pada kondisi cekaman kadar garam tinggi Akibat lain dari aktivitas manusia adalah terjadinya pengurasan air tanah berlebihan sehingga air laut merembes mengisi tempat-tempat cadangan air tanah (intrusi air laut). Seperti halnya organisme lain, tubuh tanaman juga terdiri atas air untuk melarutkan ion-ion dalam jaringannya. Kadar garam (salinitas) yang terlalu tinggi dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan tanaman serta menggagalkan perkecambahan 16 Peranan Fitohormon Pada Pertumbuhan Tanaman Dan Implikasinya Terhadap Pengelolaan Hutan Enny Widyati biji (Dash and Panda, 2001), mengganggu pertumbuhan bibit (Ashraf et al., 2002), menghambat aktivitas enzim-enzim (Seckin et al., 2009), mengganggu proses sintesis protein, DNA dan RNA (Anuradha &Rao, 2001) dan mengganggu proses mitosis (Tabur & Demir, 2010). Beberapa peneliti menggunakan PGPR untuk membantu menurunkan atau mengurangi dampak negatif salinitas tanah (Mutlu & Bozcuk, 2000). Fitohormon diduga memainkan peranan yang penting dalam merespon cekaman dan beradaptasi (Sharma et al., 2005; Shaterian et al., 2005). Diperkirakan bahwa dampak represif dari salinitas terhadap perkecambahan biji dan pertumbuhan tanaman berkaitan dengan penurunan tingkat fitohormon endogenus dalam jaringan (Debez et al., 2001). Pada kondisi tercekam garam tanaman akan meningkatkan kandungan ABA dan menurunkan kandungan IAA (Wang et al., 2001). Penelitian penggunaan fitohormon eksogenus dari PGPR telah dilakukan menggunakan auksin (Khan et al., 2004), giberelin (Afzal et al., 2005), sitokinin (Gul et al., 2000) dapat memberikan keuntungan dalam menurunkan dampak dari cekaman kadar garam sehingga memperbaiki pertumbuhan dan perkembangan biji, perkecambahan, serta meningkatkan kualitas hasil (Egamberdieva, 2009). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan ABA eksogenus menurunkan pelepasan etilen dan absisidaun pada kondisi tercekam kadar garam dalam tanaman, dengan menurunkan akumulasi ion Cl yang toksik pada daun (Gomez et al., 2002). Pada tanaman gandum perkecambahan biji menurun sejalan dengan meningkatnya kadar garam, pengaruh kadar garam tersebut dapat diturunkan melalui perendaman biji pada larutan IAA (Gulnaz et al., 1999). IAA eksogen dapat meningkatkan pertumbuhan pucuk dan akar pada bibit gandum yang tumbuh pada lahan dengan kadar garam tinggi (Egamberdieva, 2009). Pertumbuhan dan hasil tanaman padi juga dapat meningkat dengan signifikan dengan penambahan sitokinin ketika tumbuh pada lahan dengan kadar garam yang tinggi (Zahir et al., 2001). Asam absisat (ABA) diduga berperan sebagai mediator ketika tanaman memberikan respon terhadap berbagai cekaman, misalnya kekeringan dan cekaman salinitas. ABA juga merupakan indikator utama internal yang membantu tanaman untuk bertahan pada kondisi lingkungan yang buruk misalnya adanya salinitas yang tinggi (Keskin et al., 2010). Ketika tanaman terpapar pada kadar salinitas yang tinggi maka akan terpacu untuk meningkatkan kandungan ABA dalam jaringan, yang berkaitan erat dengan potensial air tanah atau daun, kadar garam memacu peningkatan ABA endogenus akibat penurunan kadar air bukan dampak dari kadar garam (Zhang et al., 2006). Penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa mekanisme fitohormon dalam membantu tanaman beradaptasi terhadap cekaman garam. ABA berperan meningkatkan potensial air pada xylem sehingga tanaman akan menyerap lebih banyak air ketika kadar garam meningkat (Fricke et al., 2004). Jeschke et al. (1997) melaporkan bahwa peningkatan konsentrasi ABA dalam xylem berkaitan dengan penurunan konduktan daun dan secara umum menghambat pertumbuhan daun. Cekaman kadar garam akan merangsang proses sintesis ABA di akar kemudian akan diangkut oleh xylem dan akan menimbulkan reaksi pada stomata. Jae-Ung &Youngsook (2001) melaporkan bahwa ABA merangsang reaksi penutupan stomata, mempercepat depolimerasi benang-benang aktin pada korteks dan memperlambat pembentukan aktin yang baru. Perubahan dalam pengaturan aktin tersebut diduga merupakan dasar dalam pergerakan penutupan stomata, karena aktin merupakan senyawa antagonis yang berfungsi untuk menghambat penutupan stomata.Ketika akar terpapar kandungan garam yang tinggi, ABA di akar akan merangsang akumulasi ion-ion di dalam vakuola akar tanaman barley yang diperlukan untuk adaptasi terhadap kondisi salin (Jeschke et al., 1997). 17 Galam Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Banjarbaru Penelitian penggunaan ABA eksogen dilakukan juga pada tanaman jeruk. Kandungan ABA pada jaringan tanaman jeruk pada kondisi cekaman kadar garam dapat menekan pelepasan etilen dan absisidaun untuk menurunkan akumulasi toksisitas ion Cl pada daun (Gomez et al., 2002). Penelitian Cabot et al. (2009) melaporkan bahwa senyawa ABA akan menjadi mediator yang akan menghambat ekspansi daun dan membatasi akumulasi Na dan Cl pada daun. ABA pada tanaman shorgum menghambat dampak toksis dari NaCl dan memperbaiki toleransi terhadap cekaman ion-ion garam (Amzallag et al., 1990). Reaksi umum tanaman menghadapi cekaman garam adalah meningkatkan peran hormon ABA dan memacu gen-gen yang terlibat pada pengaturan tekanan osmotik sel-sel (Wang et al., 2001). Fitohormon lain yang mengatur pertumbuhan tanaman dalam menghadapi cekaman garam adalah GA3 (Wang et al., 2001). Prakash and Prathapasenan (1990) melaporkan bahwa NaCl mengakibatkan penurunan kadar IAA secara signifikan pada daun padi. Untuk memperbaiki keseimbangan hormon dilakukan penambahan GA3 sehingga dapat memperbaiki pertumbuhan dan perkembangan tanaman pada kondisi tercekam garam. Sitokinin (CKs) merupakan fitohormon yang dapat meningkatkan resistensi tanaman terhadap cekaman kadar garam dan suhu yang tinggi (Barciszewski et al., 2000). CKs merupakan fitohormon antagonis terhadap ABA, dan antagonis tetapi kadang-kadang sinergis terhadap IAA tergantung pada proses pertumbuhan tanaman (Pospisilova, 2003). Diduga sitokinin dapat meningkatkan toleransi tanaman gandum terhadap cekaman garam dengan cara menginteraksikan antara beberapa hormon, terutama auksin dan ABA (Iqbal et al., 2006). CKs mempengaruhi permeabilitas membran sel terhadap ion-ion monovalen dan divalen. e. Membantu tanaman tumbuh pada tanah yang padat Fitohormon yang berperan dalam mengatur pertumbuhan fisiologis pucuk tanaman yang tumbuh pada tanah yang padat adalah ABA dan etilen (Liu, 2012). ABA merupakan fitohormon yang paling berperan dalam menghambat pertumbuhan akar. Ketika konsentrasi ABA dalam xylem meningkat akan mengakibatkan konduktan pada stomata menurun sehingga pertumbuhan pucuk pada tanah yang padat akan menurun untuk mengimbangi perkembangan akar yang terbatas. Pada tanah yang tidak terlalu padat, ABA akan meningkatkan pertumbuhan tanaman dengan cara menekan produksi etilen pada tanaman. IV. IMPLIKASI TERHADAP PENGELOLAAN HUTAN Selama ini pengelolaan hutan lebih terfokus pada upaya pencapaian tingkat produktivitas setinggitingginya. Hal tersebut telah berdampak pada menurunnya kualitas, luasan dan fungsi hutan. Menurunnya produktivitas hutan antara lain disebabkan oleh rendahnya tingkat kesuburan tanah akibat degradasi hutan. Seperti telah diketahui bahwa hutan tropis merupakan sistem siklus unsur hara tertutup, sehingga ketika terjadi kerusakan maka status unsur hara menjadi menurun. Pengelolaan hutan di masa depan sebaiknya memberikan perhatian yang besar pada peranan interaksi antara bahan organik tanah yang dihasilkan oleh tanaman, unsur hara dan mikroba tanah yang menghasilkan fitohormon yang akan mengatur pertumbuhan tanaman secara fisiologis serta peranan dan fungsinya pada tingkat ekosistem. Fungsi rhizosfir dan dampaknya terhadap pertumbuhan tanaman dan kualitas kayu sebaiknya mulai mendapat perhatian untuk dijadikan strategi pengelolaan hutan ke depan. Di sektor kehutanan, pemanfaatan PGPR pada skala komersial sudah dikenal dan mulai diterapkan pada pengelolaan jati dan pinus oleh Perum Perhutani. Menurut Tizzard et al. (2006) PGPR dapat meningkatkan pertumbuhan 18 Peranan Fitohormon Pada Pertumbuhan Tanaman Dan Implikasinya Terhadap Pengelolaan Hutan Enny Widyati tanaman, meningkatkan survival rate serta menghasilkan fitohormon yang mengatur pertumbuhan dan resitensi tanaman terhadap cekaman.Pertumbuhan tanaman serta daya tahan tanaman yang baik selain akan meningkatkan produktivitas lahan dan tegakan juga akan mengoptimalkan fungsi hutan di ekosistem. DAFTAR PUSTAKA Afzal I, Basra S, Iqbal A (2005) The effect of seed soaking with plant growth regulators on seedling vigor of wheat under salinity stress. J Stress Physiol Biochem 1: 6-14 Alves, A.A., and T.L. Setter, 2000. Response of cassava to water deficit: Leaf area growth and abscisic acid, Crop Sci., 40, 131-137. Amzallag GN, Lerner HR, Poljakoff-Mayber A (1990) Exogenous ABA as a modulator of response of sorghum to high salinity. J Exp Bot 41: 1389-1394 Anuradha S, Rao SSR (2001) Effect of brassinosteroids on salinity stress induced inhibition of seed germination and seedling growth of rice (Oryza sativa L.). Plant Growth Regul 33: 151-153 Arshad, M., and W. T. Frankenberger, J. (1991). Microbial production of plant hormones. In D. L. Keister, and P. B. Cregan (Eds), The Rhizosphere and plant growth (pp 327-334). The Netherlands: Kluwer Academic Publishers. Ashraf MY, Sarwar G, Ashraf M, Afaf R, Sattar A (2002) Salinity induced changes in α-amylase activity during germination and early cotton seedling growth. Biol Plantarum 45: 589-591 Baca, B.E. and Elmerich, C. 2003. Microbial production of plant hormones. In C. Elmerich and W.E. Newton (eds.), Associative and Endophytic Nitrogen-fixing Bacteria and Cyanobacterial Associations. Kluwer Academic Publishers. Printed in the Netherlands Bano, A. and Yasmeen, S. 2010. Role of phytohormones under induced drought stress in wheat. Pak. J. Bot., 42(4): 2579-2587 Barciszewski J, Siboska G, Rattan SIS, Clark BFC (2000) Occurrence, biosynthesis and properties of kinetin (N6-furfuryladenine). Plant Growth Regul 32: 257-265 Cabot C, Sibole JV, Barcelo J, Poschenrieder C (2009) Abscisic Acid Decreases Leaf Na+ Exclusion in SaltTreated Phaseolus vulgaris L. J Plant Growth Regul 28: 187-192 Crozier, A., Kamiya, Y., Bishop, G., and Yokota, T. (2001). Biosynthesis of hormones and elicitors molecules. In B. B. Buchanan, W. Grussem, and R. L. Jones (Eds.), Biochemistry and molecular biology of plants (pp 850-900). USA: American Society of Plants Biologists. Dash M, Panda SK (2001) Salt stress induced changes in growth and enzyme activities in germinating Phaseolus muingo seeds. Biol Plantarum 44:587-589 Dastager SG, Deepa CK, Pandey A. 2010. Isolation and characterization of novel plant growth promoting Micrococcus sp NII-0909 and its interaction with cowpea. Plant Physiol Biochem, 48: 987-992. Davies PJ (2004) Plant hormones: biosynthesis, signal transduction, action. Kluwer Academic Press, the Netherlands. 19 Galam Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Banjarbaru Debez A, Chaibi W, Bouzid S (2001) Effect du NaCl et de regulatoeurs de croissance sur la germination d’ Atriplex halimus L. Cah Agric 10:135-138 Egamberdieva D (2009) Alleviation of salt stress by plant growth regulators and IAA producing bacteria in wheat. Acta Physiol Plant 31:861-864 Franco-Hernández, M.O., Montes-Villafàn, S., Ramírez-Melo, M., Rodríguez-Dorantes, A., RodriguezTovar, A., Ruíz-Flores, A.N., Vásquez-Murrieta, M.S., and Ponce-Mendoza, A. 2010. Comparative analysis of two phytohormone and siderophores rhizobacteria producers isolated from heavy metal contaminated soil and their effect on Lens esculenta growth and tolerance to heavy metals. Current Reseach, Technology and education Topic in Applied Microbibiology and Microbial Biotechnology. A. Mendez-Vilaz (ed).Formatex. Mexico Frankenberger JRWT, Arshad M (1995). Phytohormones in soils. Microbial Production and Function, Marcel Dekker, Inc. New York. pp. 5-40 Fricke W, Akhiyarova G, Veselov D, Kudoyarova G (2004) Rapid and tissue-specific changes in ABA and in growth rate in response to salinity in barley leaves. J Exp Bot 55: 1115–1123 Gomez CA, Arbona V, Jacas J, PrimoMillo E, Talon M (2002) Abscisic acid reduces leaf abscission and increases salt tolerance in citrus plants. J Plant Growth Regu 21: 234-240 Gul B, Khan MA, Weber DJ (2000) Alleviation salinity and dark enforced dormancy in Allenrolfea occidentalis seeds under various thermoperiods. Aust J Bot 48:745–752 Gulnaz AJ, Iqbal J, Azam F (1999) Seed treatment with growth regulators and crop productivity. II. Response of critical growth stages of wheat (Triticum aestivum L. ) under salinity stress. Cereal Res 27: 419-426 Iqbal M, Ashraf M, Jamil A, Ur-Rehman S (2006) Does seed priming induce changes in the levels of some endogenous plant hormones in hexaploid wheat plants under salt stress? J Integ Plant Biol 48:81189 Jae-Ung H, Youngsook L (2001) Abscisic acid-induced actin reorganization in guard cells of day flower is mediated by cytosolic calcium levels and by protein kinase and protein phosphatase activities. Plant Physiol 125: 2120-2128 Javid, M.G., Sorooshzadeh, A., Moradi, F., Sanavy1, S.A.M.M., & Allahdadi, I. 2011. The role of phytohormones in alleviating salt stress in crop plants. Australian Journal of Crop Science (AJCS) 5(6):726-734. ISSN:1835-2707 Jeschke WD, Peuke AD, Pate JS, Hartung W (1997) Transport, synthesis and catabolism of abscisic acid (ABA) in intact plants of castor bean (Ricinus communis L.) under phosphate deficiency and moderate salinity. J Exp Bot 48: 1737-1747 Jing, Y., Zhen, H.E., Xiao, Y. 2007. Role of soil rhizobacteria in phytoremediation of heavy metal contaminated soils. J Zhejiang Univ SciB. 2007; 8: 192-207. Keskin BC, Sarikaya AT, Yuksel B, Memon AR (2010) Abscisic acid regulated gene expression in bread wheat. Aust J Crop Sci 4: 617-625 Khan MA, Gul B, Weber DJ (2004) Action of plant growth regulators and salinity on seed germination of Ceratoides lanata. Can J Bot 82:37-42 20 Peranan Fitohormon Pada Pertumbuhan Tanaman Dan Implikasinya Terhadap Pengelolaan Hutan Enny Widyati Kim, Y. S., Min, J. K., Kim, D., and Jung, J. (2001). A soluble auxin-binding protein, ABP57. J. Biol. Chem., 276, 10730-10736. Kukreja, K., Suneja, S., Goyal, S. and Narula, N. (2004). Phytohormone production by azotobacter- a review. Agric. Rev., 25 (1) : 70 - 75, 2004. Liu, F. 2012. Plant hormonal and growth response to soil compaction. Paper presentatation on Plante Kongres. www.plantekongres.dk Mutlu F, Bozcuk S (2000) Tuzlu kos¸ullarda ayc¸ic¸eg˘i tohumların c¸imlenmesi ve erken bu¨yu¨me u¨zerine dıs¸sal spermin’in etkileri. Turkish J Biol 24: 635-643 Normanly, J., and Bartel, B. (1999). Redundancy as a way of life-IAA metabolism. Curr. Opin. PlantBiol., 2, 207-213. Pospisilova, J. (2003) Interaction of cytokinins and abscisic acid during regulation of stomatal opening in bean leaves. Photosynthetica 41: 49-56 Prakash L, Prathapasenan G (1990) NaCl and gibberellic acid induced changes in the content of auxin, the activity of cellulose and pectin lyase during leaf growth in rice (Oryza sativa). Ann Bot 365: 251-257 Pustovoitova, T.N., N.E. Zhdanova, V.N. Zholkevich, 2004. Changes in the levels of IAA and ABA in cucumber leaves under progressive soil drought, Russ. J. Plant Physiol., 51, 513-517. Quiroz-Villareal,S., Hernández,N.Z., Luna-Romero,I., Amora-Lazcano, E., and Rodríguez-Dorantes, A. 2012. Assessment of plant growth promotion by rhizobacteria supplied with tryptophan as phytohormone production elicitor on Axonopus affinis. Agricultural Science Research Journals Vol. 2(11), pp. 574-580, Available online at http://www.resjournals.com/ARJ ISSN-L:2026-6073 Seckin B., A. H. Sekmen, I. Turkan. (2009) An enhancing effect of exogenous mannitol on the antioxidant enzyme activities in roots of wheat under salt stress. J Plant Growth Regul 28:12-20 Seki, M., J. Ishida, M. Narusaka, M. Fujita, T. Nanjo, T. Umezawa, A. Kamiya, M. Nakajima, A. Enju, T. Sakurai, M. Satou, K. Akiyama, K. Yamaguchi-Shinozaki, P. Carninci, J. Kawai, Y. Hayashizaki, K. Shinozaki, 2002. Monitoring the expression pattern of around 7,000 Arabidopsis genes under ABA treatments using a full length cDNA microarray, Funct. Integr. Genomics, 2, 282-291. Sharma N, Abrams SR, Waterer DR (2005) Uptake, movement, activity, and persistence of an abscisic acid analog (80 acetylene ABA methyl ester) in marigold and tomato. J Plant Growth Regul 24: 28-35 Shaterian J, Waterer D, De Jong H, Tanino KK (2005) Differential stress responses to NaCl salt application in early- and late maturing diploid potato (Solanum sp.) clones. Environ Exp Bot 54: 202-212 Tabur S, Demir K (2010) Role of some growth regulators on cytogenetic activity of barley under salt stress. Plant Growth Regul 60: 99-104 Tizzard, A.C, Vergnon, M and Clinton, P.W. 2006.The unseen depths of soils - how plant growth promoting microbes may advance commercial forestry practices. NZ Journal of Forestry 6: 9-12 Tsavkelova, E.A., Klimova, S.Y., Cherdyntseva, T.A., and Netrusov, A.I. (2006). Microbial producers of plant growth stimulators and their practical use: A review. Applied Biochemistry and Microbiology 42(2): 117-126 21 Galam Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Banjarbaru Wang, C., A. Yang, H. Yin, J. Zhang, 2008. Influence of water stres on endogenous hormone contents and cell damage of maize seedlings, J. Integr. Plant Biol., 50, 427-434. Yasmin, F., Othman, F., Sijam, K. and Saad, M.S. 2009. Characterization of beneficial properties of plant growth-promoting rhizobacteria isolated from sweet potato rhizosphere. African Journal of Microbiology Research Vol. 3(11) pp.815-821, November, 2009. Available online http://www. academicjournals.org/ajmr Yildiz Aktas, L., Akca H., Altun, N. And Battal, P. 2008.Phytohormone levels of drought-acclimated laurel seedlings in semiarid conditions. Gen. Appl. PlantPhysilogy,Special Issue,34 93-4), 203-214 Zahir ZA, Asghar HN, Arshad M (2001) Cytokinin and its precursors for improving growth and yield of rice. Soil Biol Biochem 33: 405-408 Zhang J, Jia W, Yang J, Ismail AM (2006) Role of ABA in integrating plant responses to drought and salt stresses. Field Crop Res 97:111-119 Zhu, J.K., 2002. Salt and drought stress signal transduction in plants, Annu. Rev. Plant Biol., 53, 247-273. 22