Pengelolaan DAS Ciatatih Kabupaten Sukabumi Oleh Jefri Ferliande, 0706265541 Departemen Geografi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia 2009 Bab 1 Pendahuluan DAS sebagai suatu sistem biofisik lahan memiliki fungsi produksi, fungsi ekologi, fungsi habitat, fungsi estetika, dan sebagainya. Fungsi produksi DAS tidak hanya berupa produk hasil budidaya lahan, akan tetapi juga berupa air, suatu sumber daya mengalir dengan berbagai manfaatnya bagi manusia dan lingkungannya. Pemanfaatan sumber daya air umumnya telah begitu meluas sejalan dengan sejarah peradaban manusia dan pada tingkat lokal tertentu manfaat air tentunya sesuai dengan kondisi spesifik lokasi. Pengelolaan jasa lingkungan DAS keberlanjutan perlu dilakukan secara terpadu dan partisipatif oleh para pemanfaat dari jasa tersebut untuk menjamin keberlanjutan fungsifungsi DAS, yang dapat diwujudkan atas dasar azas-azas ilmiah jika diketahui dan tersedia informasi kondisi biofisik DAS, mekanisme dari fungsi-fungsi DAS yang dapat dijelaskan oleh hukum sebab-akibat (ilmiah ALAMI), kelembagaan serta sosial-ekonomi kemasyarakatan atas dasar rasa keadilan yang saling menguntungkan. DAS Cicatih dengan luas 53 ribu hektar memiliki curah hujan tahunan sebesar 2970 mm dan dengan geologinya yang spesifik telah menghasilkan banyak sumber mata air dengan kapasitas yang cukup besar, seperti pada mata air Cibuntu (695 liter/s) dan Cipanas (2584 liter/s atau < 1000 liter/s?). Penutupan lahan didominasi oleh perkebunan (45%), hutan (21%), dan sebagian besar sisanya berupa lahan pertanian. Debit terukur pada stasiun Ubrug selama 1999-2005 terendah tercatat sebesar 5,25 m3/s (24/08/2002) dan terbesar 209,05 m3/s (8/02/2001). Hasil sementara menunjukkan nilai koefisien limpasan tahunan yang relatif tinggi. Pengelolaan sumber daya air perlu lebih mendapat perhatian dengan pertimbangan adanya pola musiman dan meningkatnya kebutuhan air untuk penggunaan air non-tradisional, khususnya dari mata air dan airbumi. Terdapat indikasi kuat bahwa penduduk lokal cenderung menghemat sumber daya air DAS Cicatih dan bersedia menanggung biaya konservasi untuk menjamin keberlanjutan jasa lingkungan DAS hulu. Hal yang sama perlu dilakukan oleh perusahaan AMDK di Cidahu untuk turut berperan dalam program konservasi DAS hulu, dalam kerangka kebijakan otonomi daerah dan sistem perpajakan yang lebih transparan, adil dan memberdayakan daerah. BAB 2 ISI A. PENDEKATAN KAJIAN JASA LINGKUNGAN DAS Secara umum kajian ini dikelompokkan menjadi dua aspek yang saling terkait: (i) aspek biofisik, dan (ii) aspek sosial-ekonomi kelembagaan masyarakat. Lebih spesifik kajian untuk DAS Cicatih (lihat Gambar 1) dilakukan ke dalam empat pendekatan dengan penjabaran singkat berikut: 1. Pembentukan jaringan kerja Kegiatan penelitian di DAS Cicatih telah melibatkan Lembaga Pemerintah, Swasta dan Sekolah setempat. Kegiatan yang dilakukan berupa kunjungan ke instansi terkait, kunjungan dan survey lapang dan seminar-lokakarya Peta lokasi DAS Cicatih-Cimandiri, Sukabumi dengan mikroDAS Cibojong Tabel luasan (ha) menurut jenis tutupan lahan untuk masing-masing DAS 2. Survei lapang dan pengumpulan data Survei lapang dan pengumpulan data biofisik DAS Cicatih-Cimandiri meliputi pengukuran komponen hidrologi, seperti curah hujan, infiltrasi tanah, dan aliran sungai. Data curah hujan harian diperoleh dari pengukuran langsung dengan bekerjasama dengan guru dan siswa SMP I Cidahu, dan dari stasiun-stasiun hujan milik Balai PSDA Cimandiri-Cisadea, BMG, Dinas PSDA Sukabumi. Intensitas curah hujan diukur dengan rainfall recorder yang diamati di satu stasiun untuk mikro-DAS Cibojong. Pengukuran infiltrasi dilakukan pada lahan padi sawah pada tiap bulan, melengkap pengukuran terdahulu untuk lahan hutan. Sedang data debit harian sungai Cicatih diperoleh dari hasil pengukuran PLTA Ubrug di stasiun Kebon Randu. 3. Analisis dan sintesis aspek biofisik DAS 1. Idikator Biofisik DAS Cicatih 1. Curah hujan Pengamatan hujan di kawasan dan sekitar DAS Cicatih dilakukan oleh berbagai instansi pemerintah dan swasta seperti Balai PSDA Cisadea-Cimandiri, Dinas PSDA Sukabumi (DPU), BMG dan perusahaan perkebunan. Tercatat ada sejumlah 22 stasiun pengamatan hujan yang beroperasi. Akan tetapi dari sisi kelengkapan data cukup memprihatinkan (lihat Table 4). Penyebaran stasiun hujan juga dirasa kurang mewakili untuk daerah dengan ketinggian di atas 1000m baik di sisi Gn. Salak maupun sisi Gn. Gede-Pangrango. Berkuit tabel ketersediaan data hujan di DAS Cicatih: . 1. Debit sungai Data debit sungai diperoleh dari UPT PLTA Ubrug. Data yang tersedia yaitu data harian dari tahun 1999 hingga 2005. Dalam kajian penelitian kerjasama IPB/CIFOR sedang dilakukan penghitungan indikator-indikator hidrologi Sungai Cicatih. Rangkuman tentang indikator dimaksud disajikan dalam Table 4. indikator-indikator tersebut disarikan dari Olden and Poff (2003), Ritcher et al (1996,1997,1998). Peta Penyebaran Stasiun hujan di DAS Cicatih-Cimandiri: Hidrolgi DAS citatih Sungai Cicatih menerima jumlah air yang melimpah sepanjang tahun. Dari catatan UPT PLTA Ubrug (pemakai debit Sungai Cicatih) dari periode pengamatan 19992005, debit terendah sebesar 5.25 m3/s terjadi pada 24 agustus 2002 dan debit tertinggi sebesar 209.05 m3/s pada tanggal 8 Feb 2001. Debit bulanan rerata (m3/s ) DAS Cicatih periode 1999-2005 Debit rataan bulanan DAS Cicatih periode 1999-2005 Debit 7 hari (Q7) minimum dan maksimum DAS Cicatih Keseimbangan air bulanan Cicatih Analisa dilakukan dari ketersediaan data hidrologi terutama data debit. Secara umum terjadi penurunan tinggi muka air sungai Cicatih yaitu ditunjukkan dengan debit kurang dari 2000 mm/th sejak tahun 2002. Neraca air DAS Cicatih: Grafik CH dan Debit bulanan DAS Cicatih 1999-2005 4. Indikator sosial-ekonomi Indikator sosio-ekonomi yang dapat dipertimbangkan untuk membantu menilai faktor yang berperan bagi keberlanjutan sumber daya air DAS Cicatih terfokus pada pengguna air sebagai pemanfaat sumber daya dengan implikasi bagi pengelolaan sumber daya air di Cicatih. Semakin banyak para pihak yang terlibat sebagai pemanfaat air maka semakin sulit upaya pengelolaan sumber daya yang berakibat pada semakin besar pula potensi konflik. Untuk kasus Cicatih, konflik air telah terjadi pada tahun 2003 antara petani/penduduk yang telah menggunakan mata air untuk keperluan air domestiknya dan pemanfaat air yang datang kemudian, yaitu perusahaan air kemasan. Konflik demikian terjadi bilamana ada pihak yang merasa haknya diambil secara tidak adil, sehingga batas penggunaan air oleh para pihak perlu diketahui secara terbuka. Kajian ini mendapatkan adanya kesadaran penduduk untuk menghargai jasa air sebagaimana ditunjukkan oleh kesediaan rumah tangga untuk membayar air bersih yang dipasok PDAM Sukabumi. Ini merupakan tanda yang baik bahwa penduduk lokal dapat secara sadar dilibatkan dalam kegiatan konservasi DAS Cicatih sepanjang mereka menyadari manfaat/jasa lingkungan yang diperoleh dari DAS hulu. Hal lain yang perlu disampaikan adalah pajak yang dikenakan oleh pemerintah provinsi terhadap sumber daya air DAS Cicatih. Masalahnya adalah bagaimana menjamin bahwa pajak yang dibayarkan benar-benar digunakan untuk kepentingan penyelamatan sumber daya air Cicatih. Pada waktu yang sama, penting perusahaan air di Cidahu untuk menyisihkan sebagian pendapatannya untuk menjamin kelangsungan program konservasi DAS hulu dan lebih peduli terhadap kesejahteraan penduduk daerah konservasi/DAS hulu. Mempertimbangkan kebijakan otonomi daerah yang telah meningkatkan kesadaran hak daerah, kerjasama pengelolaan jasa lingkungan perlu disiapkan secara adil, terpadu dan partisipatif bersama masyarakat untuk menjamin keberhasilan pengelolaan berkelanjutan. A. PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN DAS HULU Dalam UU No. 7 tahun 2004 tentang sumber daya air dijelaskan bahwa pengelolaan meliputi merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan konservasi, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air pada setiap wilayah sungai dengan prinsip keterpaduan antara air permukaan dan airbumi. Pola pengelolaan disusun secara terkoordinasi di antara pihak terkait berdasarkan azas kelestarian, keseimbangan fungsi sosial, lingkungan hidup dan ekonomi, azas kemanfaatan umum, keadilan, kemandirian, transparansi dan akuntabilitas. Pola pengelolaan tersebut kemudian dijabarkan dalam bentuk rencana pengelolaan sumber daya air. Sejalan dengan penjelasan tersebut maka pengelolaan jasa lingkungan DAS Hulu di sini juga meliputi aspek merencanakan, memantau dan mengevaluasi kegiatan konservasi, pendayagunaan dan pengendalian daya rusak fungsi-fungsi DAS hulu. Sasaran pengelolaan ini kemudian dijabarkan dalam suatu rencana pengelolaan jasa lingkungan DAS Hulu yang penyusunannya melibatkan seluas-luasnya peran masyarakat dan dunia usaha secara demokratis. Oleh karena itu, makalah ini harus dilihat sebagai upaya awal untuk mencapai sasaran pengelolaan tersebut, yaitu dengan menghimpun informasi dasar yang diperlukan untuk mendapatkan gambaran yang memadai mengenai deskripsi kondisi biofisik DAS, sosial-ekonomi dan kelembagaan masyarakat, serta persepsi penduduk terhadap perkembangan pemanfaatan sumber daya air yang ada. Isu pengelolaan yang memerlukan penyelesaian diantaranya adalah alokasi pajak air untuk kembali pada pelayanan umum dan konservasi sumber daya air lokal, yang sangat dimungkinkan dalam kebijakan otonomi daerah. Isu lain adalah menyadari kondisi pemanfaatan jasa lingkungan di Cidahu yang cukup intensif dengan jumlah penduduk yang padat, kualitas SDM dan kesempatan kerja yang rendah. Perkembangan industri setempat perlu mengangkat kesejahteraan masyar lokal, di samping turut menjamin keberlanjutan sumber daya air. Kontribusi masingmasing pemanfaat jasa lingkungan ini, yang meliputi penduduk/petani, pengusaha, pemerintah daerah, regulator sumber daya air/Balai PSDA, peneliti, dan LSM, perlu dirumuskan bersama secara demokratis, akuntabel, adil dan bertanggung-jawab. BAB 3 Penutup 1. Pengelolaan sumber daya air perlu lebih mendapat perhatian dengan pertimbangan adanya pola musiman dan meningkatnya kebutuhan air untuk penggunaan air nontradisional, khususnya dari mata air dan airbumi. 2. Terdapat indikasi kuat bahwa penduduk lokal cenderung menghemat sumber daya air DAS Cicatih dan bersedia menanggung biaya konservasi untuk menjamin keberlanjutan jasa lingkungan DAS hulu. Hal yang sama perlu dilakukan oleh perusahaan air di Cidahu untuk menyisihkan sebagian pendapatannya untuk menjamin kelangsungan program konservasi DAS hulu. 3. Dengan berlakunya kebijakan otonomi daerah yang meningkatkan kesadaran hak daerah, kerjasama pengelolaan jasa lingkungan perlu disiapkan secara adil, terpadu dan partisipatif bersama masyarakat untuk menjamin keberhasilan pengelolaan jasa lingkungan berkelanjutan Sumber Makalah dalam seminar sehari “Peran Serta Para Pihak dalam Pengelolaan Jasa Lingkungan Daerah Aliran Sungai (DAS) Cicatih Hulu”, diselenggarakan oleh Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Kehutanan, Bogor Tim Peneliti Kerjasama Penelitian IPB/CIFOR, Laboratorium Hidrometeorologi IPB, e-mail: [email protected]