BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang diperlukan manusia untuk pertumbuhan dan perkembangan badan. Makanan yang dikonsumsi harus aman dan sehat. Makanan yang aman dan sehat dapat diperoleh dari tempattempat pengelolaan makanan yang banyak dijumpai di setiap daerah. Salah satu tempat umum yang menyediakan makanan dan minuman bagi masyarakat adalah rumah makan. Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:1098/Menkes/SK/VII/ 2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Rumah Makanan dan Restoran yang disebut rumah makan adalah setiap tempat usaha komersial yang ruang lingkup kegiatannya menyediakan makanan dan minuman untuk umum di tempat usahanya. Mengingat rumah makan adalah suatu tempat umum untuk mengolah, menyediakan dan menghidangkan makanan untuk umum, maka rumah makan dapat menjadi tempat menyebarnya penyakit melalui makanan dan minuman apabila higiene sanitasi rumah makan tidak dikelola dengan baik (Mukono,2000). Menurut Akhmadi (2004), bahwa cara pencucian peralatan makan yang tidak baik akan menyebabkan tingginya angka kuman pada peralatan makan sehingga dapat mencemari makanan yang dihidangkan. Beberapa zat pencemar biologis makanan adalah jamur, parasit dan bakteri. Menurut Ray (1996), makanan dapat menimbulkan suatu penyakit (foodborne diseases) apabila terkontaminasi oleh bakteri. Mikroorganisme yang sering ditemukan dalam makanan diantaranya adalah bakteri. Sekitar 80% penyakit yang ditularkan melalui makanan disebabkan oleh bakteri pathogen misalnya Salmonella, Staphylococcus, E.coli, Vibrio, Clostridium dan Pseudomonas (Supardi dan Sukamto,1998). Sedangkan zat kimia yang dapat berada dalam makanan adalah Arsen, Timah Hitam, Mercury dan Pestisida. Pencemaran fisik makanan dapat berupa benda - benda padat seperti debu, pasir, tanah dan lain sebagainya (Depkes, 1998). Fardiaz (1994), dalam ulasan ilmiah menyebutkan 1 2 bahwa penyebab utama keracunan dari makanan siap santap adalah karena adanya pertumbuhan jasad renik dalam makanan. Menurut World Health Organization (2000) bahwa penyakit yang disebabkan oleh bakteri pada makanan merupakan salah satu permasalahan kesehatan masyarakat yang paling banyak terjadi di zaman modern ini. Penyakit ini banyak menyerang penderita pada usia bayi, anak- anak dan usia lanjut yang mempunyai kekebalan tubuh yang tidak baik. Purnawijayanti (2001) menyatakan bahwa makanan yang banyak mengandung protein, karbohidrat, lemak dan kadar air yang tinggi akan mudah rusak karena pembusukan oleh bakteri. Bahan tersebut oleh bakteri digunakan sebagai sumber karbon dan energi untuk pertumbuhannya. Bakteri-bakteri tersebut mampu memecahkan protein menjadi senyawa- senyawa sederhana seperti H2S dan NH3 yang menyebabkan bau busuk. Bakteri yang paling banyak menimbulkan infeksi pada makanan adalah Salmonella sp, Shigella sp,Vibrio parahaemolyticus, E coli dan Chlostridium perfringens. Makanan yang cepat membusuk dan mudah terkontaminasi bakteri penyebab infeksi antara lain daging, ikan, telor dan susu. Daging ayam merupakan salah satu media yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Salah satu bakteri yang sering mencemari daging ayam adalah E. coli (Bhunia 2008). WHO (2011) melaporkan bahwa pada tahun 2011 di Negara Eropa telah menghadapi wabah bakteri E. coli yang menyebabkan lebih dari 1600 orang sakit dan 18 orang meninggal di Jerman. Syarat rumah makan menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:1098/Menkes/SK/VII/2003 adalah persyaratan lokasi dan bangunan, persyaratan fasilitas sanitasi, persyaratan dapur, ruang makan dan gudang makanan, persyaratan bahan makanan dan makanan jadi, persyaratan pengolahan makanan, persyaratan penyimpanan bahan makanan dan makanan jadi, persyaratan penyajian makanan jadi, persyaratan peralatan yang digunakan dan tenaga kerja. Dalam pengawasan dan pengendalian kesehatan makanan, Kepala Dinas Kesehatan dibantu oleh Kepala Bidang P2PL melaksanakan program kegiatan 3 pengawasan dan pengendalian keamanan dan kesehatan makanan di tempat tempat umum. Salah satu pengawasan dan pembinaan yang dilakukan adalah mengadakan grading rumah makan. Rumah makan yang telah dilakukan penilaian dan memenuhi persyaratan higiene sanitasi akan diberikan plakad grade tanda telah memenuhi persyaratan kesehatan rumah makan. Penetapan tingkat mutu higiene sanitasi rumah makan diberikan oleh Dinas Kesehatan dalam bentuk plakad menurut skor tingkat mutu A, B dan C. Pelaksanaan penetapan tingkat mutu higiene sanitasi rumah makan dilaksanakan setiap 6 bulan sekali oleh Dinas Kesehatan dengan melibatkan Asosiasi Pengusaha Rumah Makan dan Restoran. Data dari Dinas Kesehatan Kota Magelang mengenai Kejadian Luar Biasa ( KLB ) keracunan makanan di Kota Magelang pada tahun 2011 didapatkan bahwa 14 orang anak menderita sakit perut, mual-mual, muntah, pusing dan diare beberapa saat setelah mereka makan makanan jajanan. Hasil pemeriksaan sampel makanan menunjukkan bahwa makanan positif mengandung bakteri Streptococcus, Vibrio cholerae dan E.coli. Menurut Balzaretti,et al (2012) adanya E. coli dalam makanan dapat disebabkan oleh suhu memasak yang tidak baik, kebersihan pribadi penjamah makanan yang tidak baik dan kurangnya sarana peralatan untuk memasak yang memenuhi syarat. Hal tersebut juga dijelaskan oleh Nurjanah (2006), dalam penelitiannya bahwa adanya mikroorganisme dalam makanan dapat disebabkan karena kualitas lingkungan yang jelek, penggunaan air bersih yang tidak memenuhi syarat bakteriologis serta cemaran makanan oleh mikroba udara karena lokasi rumah makan yang terbuka di pinggiran jalan. Hasil penetapan tingkat mutu higiene sanitasi atau grade rumah makan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Magelang tahun 2011 sebagai berikut: Tabel 1. Grade Rumah Makan di Kota Magelang Tahun 2011 No 1. 2. 3. 4. Grade Rumah Makan A B C Non Grade Jumlah Sumber: Din Kes Kota Magelang Tahun 2011 Jumlah Rumah Makan 1(4%) 8 (32%) 9 (36%) 7 (28%) 25 4 Dari data hasil penetapan grade rumah makan dapat dilihat bahwa 1atau 4% rumah makan ber grade A, 8 atau 33,3% rumah makan ber grade B, 9 atau 37,5% rumah makan ber grade C dan 7 atau 29,2% rumah makan tidak masuk dalam grade rumah makan. Masih adanya rumah makan yang belum masuk dalam penetapan grade menunjukkan bahwa kondisi higiene sanitasi rumah makan belum memenuhi syarat. Persentase hasil penilaian persyaratan higiene sanitasi rumah makan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Persentase Higiene Sanitasi Rumah Makan di Kota Magelang Tahun 2011 No. Variabel Tingkat Mutu 1. Lokasi dan bangunan 2. Fasilitas sanitasi 3. Ruang dapur 4. Pengolahan makanan 5. Bahan makanan dan makanan jadi 6. Tempat penyimpanan bahan makanan dan makanan jadi 7. Penyajian makanan 8. Peralatan 9. Tenaga kerja Sumber: Din Kes Kota Magelang Tahun 2011 % higiene sanitasi 65,6 % 58,2 % 54,3 % 64,6 % 58,5 % 59,5 % 69,2 % 62,7 % 43,7 % Dari data hasil penilaian variabel persyaratan higiene sanitasi rumah makan dapat dilihat bahwa persentase nilai terkecil adalah pada persyaratan tenaga kerja 43,7% dan disusul dengan persyaratan ruang dapur (54,3%). Persyaratan tenaga kerja dan ruang dapur merupakan syarat yang penting dalam penentuan grade rumah makan. Proses pengolahan makanan dilakukan di ruang dapur yang dilakukan oleh tenaga kerja terutama penjamah makanan. Higiene sanitasi tempat pengelolaan makanan yang memenuhi syarat kesehatan dan tenaga kerja yang berperilaku baik dan sehat di rumah makan ber grade diharapkan akan menghasilkan produk makanan yang baik dan memenuhi syarat kesehatan. Data dari Dinas Kesehatan Kota Magelang tahun 2011 tentang hasil pemeriksaan terhadap 25 sampel makanan yang terdiri dari sayuran dan lauk daging diperoleh 12 atau 48% sampel makanan tidak memenuhi syarat bakteriologis dan hasil pemeriksaan terhadap 25 sampel minuman terdiri dari minuman teh dingin dan air putih diperoleh 12 atau 48% sampel tidak memenuhi syarat secara bakteriologis. Hal tersebut kemungkinan disebabkan proses 5 pengelolaan makanan oleh tenaga kerja yang berperilaku tidak baik dan kondisi higiene sanitasi tempat pengelolaan makanan yang tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga terjadi pencemaran terhadap makanan. Hal tersebut juga dijelaskan oleh Nkere (2011), bahwa terjadinya pencemaran bakteri E. coli pada makanan di rumah makan dapat disebabkan karena kebersihan lingkungan kurang baik, adanya pencemaran lingkungan dari buangan jamban rumah tangga dan kebersihan penyaji makanan yang tidak baik. Menurut Waluya (2003) disebutkan bahwa tingginya angka bakteri E.coli dalam makanan disebabkan perilaku penyaji makanan yang tidak baik, kebersihan penyaji yang tidak baik dan sanitasi makanan yang tidak dikelola dengan baik. Menurut Purnawijayanti (2001) bahwa makanan dapat terkontaminasi oleh bakteri yang berasal dari bahan mentah itu sendiri (bahan asal tanaman maupun dari hewan) dan terkontaminasi bakteri yang terbawa oleh serangga, tikus maupun peralatan memasak serta tenaga penjamah makanan yang menangani makanan. Cahyaningsih (2009) menyatakan bahwa, perilaku penjamah makanan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas bakteriologis peralatan makan sehingga dimungkinkan dapat mempengaruhi kualitas bakteriologis makanan. Proses pencemaran tersebut terjadi karena perilaku penjamah makanan yang tidak memperhatikan kebersihan diri dalam proses pengolahan makanan di rumah makan. Perilaku penjamah makanan yang tidak baik juga dapat mencemari peralatan masak sehingga mempengaruhi kualitas bakteriologis angka E.coli dalam makanan (Septiza, 2008). Hal tersebut juga dijelaskan oleh Campos,et al (2008) yang menyatakan bahwa penanganan makanan yang tidak baik oleh penjamah makanan merupakan perantara bagi mikroorganisme untuk mengkontaminasi makanan sehingga dapat menimbulkan gangguan bagi kesehatan. Damayanti,et al (2008), dalam penelitiannya tentang aspek higiene dan sanitasi kantin dijelaskan bahwa perilaku penjamah makanan dan sanitasi lingkungan yang rendah dapat memberikan dampak buruk terhadap kualitas mikrobiologis makanan yang dihasilkan. 6 Bertitik tolak dari kondisi higiene sanitasi rumah makan banyak yang belum memenuhi persyaratan kesehatan rumah makan dimungkinkan dapat mencemari makanan sehingga dapat mempengaruhi penetapan hasil grade rumah makan, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang higiene sanitasi rumah makan, kualitas bakteriologis makanan pada rumah makan di Kota Magelang. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang menggambarkan tentang grade rumah makan, higiene sanitasi dan kualitas bakteriologis makanan pada rumah makan di Kota Magelang maka masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana hubungan higiene sanitasi rumah makan dengan kualitas bakteriologis makanan pada rumah makan di Kota Magelang? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Mengkaji higiene sanitasi dengan kualitas bakteriologis makanan pada rumah makan di Kota Magelang. 2. Tujuan khusus a. Menganalisis hubungan antara lokasi dan bangunan dengan kualitas bakteriologis makanan pada rumah makan di Kota Magelang. b. Menganalisis hubungan antara fasilitas sanitasi dengan kualitas bakteriologis makanan pada rumah makan di Kota Magelang. c. Menganalisis hubungan antara dapur, ruang makan, dan gudang bahan makanan dengan kualitas bakteriologis makanan pada rumah makan di Kota Magelang. d. Menganalisis hubungan antara bahan makanan dan makanan jadi dengan kualitas bakteriologis makanan pada rumah makan di Kota Magelang. e. Menganalisis hubungan antara pengolahan makanan dengan kualitas bakteriologis makanan pada rumah makan di Kota Magelang. 7 f. Menganalisis hubungan antara tempat penyimpanan bahan makanan dan makanan jadi dengan kualitas bakteriologis makanan pada rumah makan di Kota Magelang. g. Menganalisis hubungan antara penyajian makanan dengan kualitas bakteriologis makanan pada rumah makan di Kota Magelang. h. Menganalisis hubungan antara peralatan dengan kualitas bakteriologis makanan pada rumah makan di Kota Magelang. i. Menganalisis hubungan antara tenaga kerja dengan kualitas bakteriologis makanan pada rumah makan di Kota Magelang. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti Menambah wawasan dan pengetahuan penulis dalam upaya penyehatan dan pengawasan rumah makan di Kota Magelang. 2. Bagi Dinas Kesehatan Memberikan bahan masukan kepada Pemerintah khususnya Dinas Kesehatan Kota Magelang dalam upaya peningkatan kualitas higiene sanitasi rumah makan di Kota Magelang 3. Bagi Dinas Pariwisata Untuk dapat mempromosikan pariwisata kuliner rumah makan yang nyaman, menarik dan memenuhi syarat kesehatan. 4. Bagi pengusaha rumah makan Memberi masukan kepada pengusaha rumah makan dalam upaya peningkatan kualitas higiene sanitasi rumah makan yang memenuhi syarat kesehatan sehingga makanan olahan tidak tercemar oleh bakteri dan dapat meningkatkan pendapatan bagi pengusaha rumah makan. E. Keaslian Penelitian 1. Waluya (2003), meneliti hubungan perilaku, status kebersihan penyaji makanan dan sanitasi terhadap kualitas mikrobiologi makanan rumah makan di Kota Yogyakarta. Menyimpulkan bahwa semakin baik perilaku dan status 8 kebersihan penyaji makanan maka E.coli maupun total angka kuman pada makanan jumlahnya semakin sedikit. akan semakin sedikit. Persamaan dengan penelitian ini adalah pada variabel terikat yaitu kualitas bakteriologis makanan, desain penelitian cross sectional, subyek penelitian. Perbedaan dengan penelitian ini adalah variabel penelitian dan lokasi penelitian. 2. Septiza (2008), meneliti perilaku penjamah makanan, sanitasi kantin dan angka bakteri di kantin Universitas Gadjah Mada. Dengan kesimpulan bahwa perilaku penjamah makanan yang tidak baik merupakan sumber potensial penyebab kontaminasi mikroorganisme pada makanan dan minuman. Persamaan dengan penelitian ini adalah desain penelitian cross sectional, perilaku penjamah makanan. Perbedaan dengan penelitian ini adalah subyek penelitian, variabel penelitian, lokasi penelitian. 3. Cahyaningsih (2009), meneliti hubungan hygiene sanitasi dan perilaku penjamah makanan dengan kualitas bakteriologis peralatan makan di warung makan wilayah desa Catur Tunggak Kecamatan Depok Sleman. Dengan kesimpulan bahwa semakin sering bak pencucian dibersihkan setiap hari maka angka kuman E.coli akan semakin menurun. Persamaan dengan penelitian ini adalah observasional dengan desain cross sectional, subyek penelitian. Perbedaan dengan penelitian ini adalah variabel penelitian yaitu perilaku penjamah makanan dan angka kuman, lokasi penelitian, variabel terikat kualitas bakteriologis peralatan.