BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Medis 1. Kehamilan a. Definisi Kehamilan adalah fertilisasi atau penyatuan spermatozoa dan ovum kemudian dilanjutkan dengan implantasi atau nidasi. Kehamilan normal akan berlangsung selama 40 minggu atau 9 bulan menurut kalender internasional jika dihitung dari fertilisasi sampai bayi lahir. Kehamilan dibagi menjadi 3 trimester yaitu trimester pertama mulai 012 minggu, trimester kedua 13-27 minggu, dan trimester ketiga 28-40 minggu (Saifuddin, 2014). b. Tanda Pasti Kehamilan Tanda pasti kehamilan ditentukan melalui: 1) Terdapat gerakan janin didalam rahim 2) Terlihat/teraba gerakan dan bagian-bagian janin 3) Denyut jantung janin didengar menggunakan stetoskop laenec, alat kardiotokografi, alat doppler, dilihat dengan ulltrasonografi (Manuaba, 2010). c. Diagnosis Kehamilan 1) Uji Hormonal Kehamilan Korionik gonadotropin (HCG) diproduksi oleh sel-sel sinsisiotrofoblas pada awal kehamilan. Hormon ini diekresikan 6 7 melalui urine. Human Chorionic Gonadotropin (HCG) dapat dideteksi sekitar 26 hari setelah konsepsi dan peningkatan ekskresinya sebanding dengan meningkatnya usia kehamilan 3060 hari. Pada usia 60 – 70 hari merupakan puncak produksi hormon hCG kemudian menurun hingga akhir kehamilan dan menetap setelai usia kehamiloan 100 – 130 hari. 2) Perubahan Anatomik dan Fisiologik pada Kehamilan Perubahan anatomik yang paling terlihat pada ibu hamil adalah pembesaran uterus. Peningkatan konsentrasi hormon estrogen dan progesteron pada awal kehamilan akan menyebabkan hipertrofi miometrium. Hipertrofi miometrium dan hipertrofi kelenjar serviks disertai dengan peningkatan vaskularisasi menyebabkan perubahan pada ibu hamil meliputi: tanda Chadwick dan tanda Goodell (Saifuddin, 2014). d. Diagnosis Banding Pembesaran perut tidak selalu menjadi tanda pasti kehamilan, perlu didiagnosis banding meliputi: hamil palsu atau pseudosiesis, tumor kandungan atau mioma uteri, kista ovarium, hematometra, kandung kemih yang penuh (Manuaba, 2010). e. Standar Asuhan Kebidanan 1) Kunjungan antenatal care (ANC) minimal 4 kali selama kehamilan yaitu: a) Minimal 1 kali pada trimester pertama (sebelum minggu ke 16) 8 b) Minimal 2 kali pada trimester kedua (antara minggu ke 24-28) c) Minimal 2 kali pada trimester ketiga (antara minggu ke 30-32 dan antara minggu ke 36-38) 2) Tanda Bahaya Kehamilan a) Perdarahan pervaginam b) Sakit kepala hebat c) Gangguan penglihatan d) Bengkak pada wajah atau tangan e) Nyeri abdomen f) Janin tidak bergerak seperti biasa (Saifuddin, 2014). 2. Preeklamsia Preeklamsia merupakan peningkatan tekanan darah yang muncul setelah usia kehamilan lebih dari 20 minggu ditandai dengan hasil pemeriksaan laboratorium terdapat protein urine serta penambahan berat badan yang cepat karena tubuh mengalami edema atau pembengkakan (Feryanto, 2011). Menurut Mochtar (2013) Preeklamsia diklasifikasi menjadi preeklamsia ringan dan preeklamsia berat. 3. Preeklamsia Berat a. Diagnosis Preeklamsia Berat 1) Tekanan darah ≥ 160/110 mmHg 2) Proteinuria ≥ 2 gram/liter setiap 24 jam atau ≥ +2 dalam pemeriksaan kualitatif 9 3) Oliguria (jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam) 4) Adanya gangguan penglihatan, serebral dan rasa nyeri pada epigastrium 5) Terdapat edema paru dan sianosis (Edwin, 2013 dan EMS, 2012) b. Etiologi Beberapa keadaan yang menyebabkan sindrom preeklamsia berat ditandai dengan kerusakan endotel, pembuluh darah, vasospasme, transudasi plasma, serta komplikasi iskemik dan trombotik. Preeklamsia tidak hanya 1 penyakit melainkan hasil akhir berbagai faktor pada ibu, plasenta dan janin, meliputi: 1) Implantasi plasenta disertai invasi trofoblastik abnormal pada pembuluh darah uterus 2) Toleransi imunologis yang bersifat maladaptif jaringan maternal, plasenta, dan fetal 3) Perubahan kardiovaskular atau inflamatorik yang terjadi pada kehamilan normal 4) Faktor-faktor genetik (Hanretty, 2014) Walaupun penyebab preeklamsia berat belum diketahui, kelainan ini cenderung terjadi pada kelompok tertentu, meliputi: 1) Primigravida 2) Peningkatan risiko sesuai dengan peningkatan usia 10 3) Riwayat keluarga dengan hipertensi atau preeklamsia berat 4) Adanya hipertensi sebelumnya terutama penyakit ginjal atau penyakit jaringan ikat 5) Kehamilan ganda 6) Diabetes gestasional 7) Mola hidatidosa 8) Sensitisasi rhesus yang parah (Cunningham, 2010 dan Fraser, 2009). c. Patofisiologi Gabungan kompleks antara abnormalitas genetik, faktor imunologis dan faktor plasenta merupakan penyebab perubahan yang terjadi pada preeklamsia berat. Perubahan awal implantasi plasenta di uterus merupakan faktor predisposisi yang kuat terjadinya penyakit sistemik. Pada preeklamsia berat, terjadi kelainan invasi sel trofoblas yaitu arteri spiralis mempertahankan tonus dan berdilatasi hanya 40 % dari yang biasanya pada kehamilan normal dan invasi ini terhenti pada minggu ke 14-15. Hal tersebut mengakibatkan berkurangnya perfusi plasenta dan hipoksia janin. Akibat implantasi plasenta yang buruk atau penurunan kondisi janin, terjadi disfungsi endotelial secara menyeluruh, akibatnya terjadi gangguan multi-organ dan gejala preeklamsia seperti kenaikan tekanan darah, proteinuria, sakit kepala, gangguan penglihatan dan nyeri epigastrik (Bothamley dan Boyle, 2012). 11 Billington dan Stevenson (2010) juga menjelaskan terjadinya preeklamsia berat disebabkan karena suatu kondisi iskemia relatif akibat implantasi plasenta yang buruk, plasenta yang besar atau abnormal dan faktor lain yang menurunkan perfusi plasenta. Respon sistemik maternal dipengaruhi oleh faktor genetik, perilaku atau lingkungan juga memicu terjadinya preeklamsia berat. Faktor plasenta dan maternal tersebut mengakibatkan disfungsi endotel yang merupakan reaksi radang intravaskular maternal. Disfungsi sel endotel umum dapat digunakan sebagai dasar diagnosis preeklamsia antara lain hipertensi, proteinuria, edema, koagulopati, gangguan fungsi ginjal dan disfungsi hati. 12 Gangguan plasenta 1. Implantasi plasenta yang buruk 2. Plasenta abnormal Kelainan invasi sel trofoblas Respon sistemik maternal 1. Faktor genetik 2. Faktor imunologis atau inflamasi Penurunan perfusi plasenta Iskemia relatif Komplikasi janin: Hambatan pertumbuhan, penurunan cairan, penurunan aliran darah arteri umbilikalis Disfungsi endotelial Vasokontriksi arteriola pada organ tubuh mayor Preeklamsia Berat Gambar 2.1 Patofisiologi Preeklamsia Berat Sumber: (Bothamley, 2012 dan Billington, 2010) d. Faktor Risiko Faktor risiko preeklamsia berat, meliputi: 1) Nulipara dan multipara 2) Penyakit yang menyertai kehamilan misalnya diabetes melitus 3) Obesitas 4) Distensi rahim berlebihan: hidramnion, hamil kembar 13 5) Usia lebih dari 35 tahun (Cunningham, 2012 dan Manuaba, 2010). e. Keluhan Subyektif Preeklamsia berat diikuti gejala subjektif antara lain: 1) Nyeri epigastrium kuadran kanan atas Vasokonstriksi dasar vaskular hepatik menyebabkan hipoksia dan edema sel hati. Edema sel hati pada preeklamsia berat menyebabkan nyeri epigastrik dan terjadinya perdarahan intrakapsular. 2) Gangguan penglihatan Keluhan ini terjadi akibat vasospasme, iskemia, dan edema retina. Berbagai gangguan meliputi pandangan kabur, skotomata hingga kebutaan parsial atau total. 3) Sakit kepala frontal Sakit kepala ini akibat hipertensi disertai dengan disfungsi endotelial serebral sehingga meningkatkan permeabilitas barier darah otak yang mengakibatkan edema serebral. (Mochtar, 2013; Gant, 2011 dan Fraser, 2009). f. Gambaran Klinik 1) Peningkatan berat badan yang berlebihan Peningkatan berat badan yang mendadak dan berlebihan disebabkan oleh retensi cairan yang abnormal dan biasanya muncul sebelum tanda-tanda edema terlihat. Pada preeklamsia 14 berat dapat menjadi ekstrem dan sering terjadi penambahan berat badan ≥ 5 kg setiap minggu. 2) Edema Edema yang tiba-tiba muncul, menyebar dan parah merupakan tanda preeklamsia berat sehingga perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Edema ini sering ditemukan pada wajah dan ekstremitas. 3) Hipertensi Vasospasme arteriol merupakan kelainan mendasar pada preeklamsia berat sehingga terjadi peningkatan tekanan darah. 4) Proteinuria Adanya proteinuria ≥ 2 gram/liter setiap 24 jam atau ≥ +2 dalam pemeriksaan kualitatif merupakan diagnosis preeklamsia berat. (Gant, 2011; Fraser, 2009; dan Mochtar, 2013) g. Pencegahan Untuk mencegah terjadinya preeklamsia dapat diberikan nasihat yaitu: 1) Diet makanan tinggi protein, tinggi karbohidrat, cukup vitamin rendah lemak dan rendah garam 2) Cukup istirahat sesuai pertambahan usia kehamilan dan bekerja sesuai dengan kemampuan 3) Pengawasan antenatal meliputi pemeriksaan tekanan darah atau kenaikannya, tinggi fundus uteri, kenaikan berat badan atau 15 edema, protein urin, fungsi ginjal, fungsi hati, gambaran darah umum dan pemeriksan retina mata. Penilaian kondisi janin yaitu gerakan janin, denyut jantung janin, pemantauan air ketuban dan ultrasonografi 4) Aspirin dosis rendah dan suplemen kalsium Dari 4 cara diatas belum ada yang terbukti untuk menurunkan kejadian preeklamsia sehingga satu-satunya cara untuk mencegah preeklamsia yaitu deteksi dini dan penatalaksanaan yang baik (Edwin, 2013 dan Manuaba, 2010). h. Komplikasi Iskemia regio uteroplasenter Bahan trofoblas masuk sirkulasi Spasme arteriol: Organ rusak/oksigen kurang, perdarahan, nekrosis, edema. Gambaran klinis: Hipertensi, edema, proteinuria, oliguria, paru-sianosis, kejang-koma, nyeri kepala, pandangan kabur, nyeri epigastrium, kesadaran menurun. Morbiditas dan mortalitas maternal: payah jantung, payah ginjal, sindroma HELLP, pembuluh darah otak pecah menyebabkan perdarahan dan kematian Iskemia bertambah berat Komplikasi pada janin: IUGR, solutio plasenta, premauritas, sindroma distress napas, kematian janin intrauterine dan neonatal perdarahan intraventrikular, Gambar 2.2 Alur Komplikasi Preeklamsia Berat Sumber: (Saifuddin, 2014 dan Manuaba, 2010) 16 i. Prognosis Preeklamsia berat dan komplikasinya dapat mengalami perbaikan setelah kehamilan diakhiri dengan syarat penderita tidak terlambat dalam penanganan dan pemberian terapi. Diuresis terjadi 12 jam pasca persalinan dan tekanan darah kembali normal merupakan prognosis yang baik. Prognosis janin tergantung pada usia gestasi dan masalah yang berhubungan dengan prematuritas (Saifuddin, 2014). j. Penatalaksanaan dan Pengobatan Penatalaksanaan dan pengobatan preeklamsia berat ada 2 antara lain: 1) Perawatan Konservatif Perawatan konservatif dilakukan dengan indikasi usia kehamilan < 37 minggu tanpa gejala impending eklamsia dan keadaan janin baik, maka kehamilan tidak diakhiri. Perawatan konservatif meliputi: a) Observasi tanda-tanda vital terutama tekanan darah secara ketat setiap 4 jam. (Cunningham, 2013) b) Observasi keseimbangan cairan Keseimbangan cairan harus diobservasi secara ketat agar tidak menjadi faktor penyebab edema paru dan oliguria. Pemantauan keseimbangan cairan harus mencakup input cairan, meliputi: intravena, oral, produk darah dan semua obat yang diberikan dan output cairan, meliputi: urine dan feses. Menghitung IWL 17 (Insensible Water Loss) yaitu jumlah cairan keluar yang tidak disadari dan sulit dihitung seperti jumlah keringat dan uap hawa nafas. Cara mengukur keseimbangan cairan: input (cairan masuk) – output (cairan keluar). Untuk rumus hitung IWL yaitu 15cc/kg/BB/hari. Pemberian cairan elektrolit dapat menggunakan Infus 5% ringer Dekstrose < 125 cc/jam atau infus Dekstrose yang tiap 1 liternya diselingi dengan infus Ringer laktat (60-125 cc/jam) 500 cc. (Billington, 2010 dan Tanto, 2014). c) Pemberian O2 3 liter per menit diberikan untuk memenuhi kebutuhan oksigen d) Diet makanan rendah garam, rendah lemak dan tinggi protein e) Pemeriksaan laboratorium meliputi hitung darah lengkap, profil pembekuan, urea, elektrolit, kreatinin dan tes fungsi hati termasuk kadar albumin. Sampel darah sebaiknya diambil 1224 jam. f) Pemantauan dan evaluasi janin dengan CTG serta USG untuk mengetahui denyut jantung janin dan gerakan janin. (Fraser, 2009) g) Terapi medikamentosa, meliputi: (1) Antikonvulsan (MgSO4) diberikan untuk mencegah kejang, cara kerjanya menghambat kadar asetilkolin pada rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi 18 neuromuscular. Transmisi tersebut membutuhkan kalsium pada sinaps. MgSO4 akan menggeser kalsium, sehingga aliran rangsangan atau kejang tidak terjadi. MgSO4 dosis awal 4 gram pada bokong kanan dan 4 gram pada bokong kiri. Pemberian MgSO4 dihentikan jika dalam 24 jam ibu mengalami tanda-tanda preeklamsia ringan. Kehamilan harus diterminasi jika tidak ada perbaikan setelah 24 jam pemberian antikejang (Saifuddin, 2014 dan Tanto, 2014). (2) Antihipertensi diberikan nifedipine secara oral merupakan jenis M Blocker kanal kalsium yang efektif digunakan pada kehamilan, sublingual tidak direkomendasikan karena tidak mempercepat efek maksimal. Antihipertensi yang paling umum digunakan meliputi: Nifedipine dosis 10 - 20 mg per oral setiap 6 – 8 jam atau metildopa dosis 500 mg per oral 3 x 1 dapat juga diberikan Labetalol dosis 10 – 20 mg bolus intravena dapat diulang setiap 10 menit hingga dosis maksimal 300 mg. (Edwin, 2013 dan Gunawan, 2007). 2) Perawatan Aktif Indikasi perawatan aktif, meliputi: a) Umur kehamilan ibu ≥ 37 minggu b) Adanya gejala impending eklamsia 19 c) Kegagalan terapi yaitu keadaan klinik dan laboratorik memburuk d) Diduga terjadi solutio plasenta e) Terjadi ketuban pecah dini dan perdarahan f) Oligohidramnion g) Adanya tanda-tanda IUFD dan IUGR h) NST (Non Stressed Test) non reaktif dengan profil biofisik abnormal i) Adanya gejala sindroma HELLP (Hemolysis, Elevated, Liver Enzime, Low Platelets count) terutama menurunnya trombosit dengan cepat (Saifuddin, 2014 dan Nugroho, 2012) Observasi, evaluasi dan pengobatan hipertensi pada perawatan aktif sama seperti perawatan konservatif tetapi harus dilakukan terminasi kehamilan, meliputi: a) Tirah baring ke kiri b) Pemberian antikejang (MgSO4) secara intravena: (1) Loading dose (Dosis awal) 4 gram MgSO4 (40 % dalam 10 ml ringer laktat atau dektrose 5 %) selama 10 menit dengan tetesan IV lambat. (2) Maintenance dose (Dosis jaga) 1 – 2 gram per jam dengan tetesan IV lambat dimulai setelah dosis awal sampai 24 jam setelah persalinan. 20 (Saifuddin, 2014 dan Edwin, 2013) Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi sebelum MgSO4 diberikan, diantaranya: (1) Harus tersedia antidotum MgSO4 yaitu kalsium glukonas 10 % (1 gram dalam 10 cc) secara IV selama 3 menit. (2) Reflek patella (+) kuat (3) Respirasi > 16 kali/menit, tidak ada tanda distress napas (4) Output urine > 30 ml per jam (Fraser, 2009) Obat-obat lain yang dipakai untuk antikejang meliputi: (1) Diazepam 10 mg IV selama 2 menit (2) Fenobarbital 3 x 30 mg (3) Fenitoin sodium diberikan dosis 15 mg/kg berat badan dengan pemberian intravena 50 mg/menit (Manuaba, 2010 dan EMS, 2012) c) Terminasi kehamilan berdasarkan keadaan obstetrik: (1) Cara terminasi kehamilan jika belum inpartu Induksi persalinan dengan oksitosin 2 -5 IU dalam 500 ml Dekstrose dapat dilakukan dengan melihat kematangan serviks dan keadaan janin baik. Jika dalam 12 jam setelah induksi belum masuk fase aktif harus dilakukan sectio caesarea (Edwin, 2013 dan EMS, 2012) (2) Cara terminasi kehamilan jika sudah inpartu 21 Pemantauan persalinan dengan partograf bila terdapat kemajuan dan tidak ada komplikasi janin maupun ibu dapat dilakukan persalinan pervaginam dengan memperpendek kala II melalui ekstraksi vacum atau ekstraksi forseps. Sectio caesarea dilakukan dengan indikasi serviks masih tertutup dan lancip biasanya pada primigravida, kepala janin masih tinggi atau ada indikasi obstetrik lainnya (Mochtar, 2013). B. Teori Manajemen Kebidanan 1. Langkah 1: Pengumpulan atau Penyajian Data Dasar Secara Lengkap a. Data Subyektif 1) Biodata atau identitas yang perlu dikaji meliputi umur. Pada saat hamil usia ibu lebih dari 35 tahun meningkatkan risiko preeklamsia berat (Norma dan Dwi, 2013). 2) Keluhan utama ditunjukan pada data utama yang mengarah pada gejala yang berhubungan dengan preeklamsia berat yaitu nyeri kepala menetap, gangguan penglihatan, pusing dan nyeri ulu hati (Varney, 2007). b. Data Kebidanan 1) Riwayat perkawinan pada ibu multipara yang mempunyai pasangan seks baru dapat meningkatkan risiko preeklamsia berat (Varney, 2007). 22 2) Riwayat hamil sekarang yaitu ibu hamil dengan preeklamsia berat terjadi pada trimester 2 - 3 dengan usia kehamilan > 20 minggu (Varney, 2007). 3) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu pada primigravida dan multigravida. Riwayat kehamilan kembar, kehamilan dengan diabetes, penyakit ginjal kronis, riwayat hipertensi kronis, riwayat preeklamsia sebelumnya dapat meningkatkan risiko preeklamsia berat (Varney, 2007). c. Data Kesehatan 1) Riwayat kesehatan sekarang yaitu ibu mengeluh sakit kepala, nyeri ulu hati, pandangan kabur dan edema pada ekstremitas meningkatkan risiko preeklamsia berat (Norma dan Dwi, 2013). 2) Riwayat kesehatan yang lalu misalnya ibu pernah menderita penyakit hipertensi kronis, penyakit gagal ginjal kronis, diabetes melitus sebelum kehamilan dan riwayat preeklamsia sebelumnya meningkatkan risiko preeklamsia berat (Varney, 2007). 3) Riwayat kesehatan keluarga pada ibu yang mempunyai riwayat preeklamsia atau eklamsia dalam keluarga akan meningkatkan terjadinya preeklamsia berat (Varney, 2007). d. Data Psikologi Ibu dengan preeklamsia berat merasa khawatir dengan keadaannya dan keadaan bayinya jika lahir cacat atau meninggal dunia (Bothamley dan Boyle, 2012). 23 e. Data Objektif 1) Pemeriksaan umum terjadi peningkatan tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan diastolik ≥110 mmHg setelah 20 minggu kehamilan kemungkinan adanya preeklamsia berat (Varney, 2007). Pemeriksaan umum juga bertujuan untuk mengetahui berat badan ibu sebelum hamil dan berat badan ibu saat ini. Kenaikan berat badan normal pada trimester II sampai trimester III yaitu 0,5 kg (Sulistyawati, 2009). Apabila kenaikan berat badan ≥ 5 kg setiap minggunya perlu waspada akan timbul preeklamsia berat (Gant dan Cunningham, 2011) 2) Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi dilakukan untuk mengetahui adanya oedema. Pemeriksaan fisik ini dapat menunjukkan masalah serius jika oedema muncul pada muka, ektremitas dan tidak hilang setelah istirahat (Sulistyawati, 2009). Auskultasi dikaji untuk monitoring denyut jantung janin (DJJ) sehingga diketahui kesejahteraan janin (Indriyani, 2013). Perkusi dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya refleks patella pada ibu hamil karena hasil positif dari refleks patela merupakan salah satu syarat dalam pemberian terapi MgSO4, hilangnya refleks tendon merupakan salah satu tanda keracunan MgSO4 (Billington, 2010 dan Saifuddin, 2014) f. Pemeriksaan Penunjang Dalam pemeriksaan penunjang ibu hamil dengan preeklamsia berat dilakukan pemeriksaan laboratorium yang meliputi pemeriksaan 24 proteinuria serta pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan trombosit. Selain itu dilakukan pemeriksaan fungsi hati SGOT/ SGPT (Serum Glutamic Oxalacetic Transminase / Serum Glutamic Pyruvic Transminase) dan pemeriksaan fungsi ginjal untuk mengetahui serum kreatinin dan serum asam urat (Varney, 2007). 2. Langkah II: Interpretasi Data Dasar a. Diagnosis Kebidanan Pada studi kasus ini diagnosis yang dapat ditegakkan adalah “Ny M G4P2A1 umur 44 tahun hamil 35+5 minggu dengan Preeklamsia Berat”. Diagnosis dapat ditegakkan dari data-data yang diperoleh saat pengumpulan data. b. Masalah Masalah yang muncul pada ibu hamil dengan preeklampsia berat berkaitan dengan kekhawatiran ibu tentang kondisi dan kehamilannya (Norma dan Dwi, 2013). c. Kebutuhan Kebutuhan ibu hamil dengan preeklamsia berat berdasarkan penjelasan Varney (2007), meliputi bedrest total dan dukungan psikologis pada ibu. 3. Langkah III: Identifikasikan Diagnosis atau Masalah Potensial atau Diagnosis Potensial dan Antisipasi Penanganan Pada ibu hamil dengan preeklamsia berat diagnosis potensial dapat terjadi eklamsia dan perdarahan (Manuaba, 2010 dan Billington, 2010). 25 Antisipasi yang dilakukan oleh bidan antara lain bedrest total, observasi secara ketat tekanan darah setiap 4 jam dan memantau keseimbangan cairan (Cunningham, 2013 dan Fraser, 2009). 4. Langkah IV: Menetapkan Kebutuhan Terhadap Tindakan Segera Tindakan segera yang dilakukan untuk mengantisipasi komplikasi pada preeklamsia berat yaitu kolaborasi dengan dokter Sp.OG untuk menentukan terapi dan tindakan, meliputi: a. Cairan elektrolit ringer laktat 500 cc atau dekstrose 5 % b. Observasi keseimbangan cairan c. Pemberian O2 3 liter per menit (Saifuddin, 2014 dan Nugroho, 2012) d. Antikejang 1) MgSO4 a) Loading dose (Dosis awal) 4 gram MgSO4 (40 % dalam 10 ml ringer laktat atau dektrose 5 %) selama 10 menit dengan tetesan IV lambat atau 4 gram IM pada bokong kanan dan bokong kiri. b) Maintenance dose (Dosis jaga) 1 – 2 gram per jam dengan tetesan IV lambat dimulai setelah dosis awal sampai 24 jam setelah persalinan. 2) Diazepam 10 mg IV selama 2 menit 3) Fenobarbital 3 x 30 mg 26 4) Fenitoin sodium diberikan dosis 15 mg/kg berat badan dengan pemberian intravena 50 mg/menit (Edwin, 2013 dan Manuaba, 2010) e. Antihipertensi 1) Nifedipine dosis 10 - 20 mg per oral setiap 6 – 8 jam 2) Metildopa dosis 500 mg per oral 3 x 1 3) Labetalol atau Atenolol dosis 10 – 20 mg bolus intravena dapat diulang setiap 10 menit hingga dosis maksimal 300 mg. (Saifuddin, 2014 dan Edwin 2013). 5. Langkah V: Menyusun Rencana Asuhan yang Menyeluruh a. Jelaskan pada ibu tentang hasil pemeriksaan. b. Informasikan pada ibu dan keluarga tentang preeklamsia berat dan cara mengatasinya. c. Tempatkan ibu di ruang perawatan khusus. (Varney, 2007) d. Observasi keadaan umum vital sign ibu, denyut jantung janin setiap 4 jam dan keseimbangan cairan (input dan output). e. Posisikan ibu miring kiri. f. Motivasi ibu untuk tetap tenang. g. Kolaborasi dengan dokter Sp.OG untuk pemberian terapi dan tindakan. h. Kolaborasi dengan tim gizi untuk pemberian diet makanan yaitu cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam. (Cunningham, 2013; Manuaba, 2010) 27 6. Langkah VI : Pelaksanaan Langsung Asuhan dengan Efisien dan Aman Implementasi pada kasus ini bertujuan untuk mengatasi diagnosis kebidanan menghilangkan gejala preeklamsia berat yaitu sesuai dengan perencanaan (Cunningham, 2013; Manuaba, 2010 dan Varney, 2007) 7. Langkah VII : Evaluasi Evaluasi atau hasil yang diharapkan dari asuhan ibu hamil dengan preeklamsia berat adalah tekanan darah menurun, pemeriksaan laboratorium mengindikasikan perbaikan penyakit, dan janin dalam keadaan baik (Varney, 2007). C. Follow Up Data Perkembangan Kondisi Klien 7 langkah Varney dapat disarikan menjadi 4 langkah yaitu SOAP (Subjektif, Objektif, Assesment dan Plan). SOAP disarikan dari proses pemikiran penatalaksanaan kebidanan dipakai untuk mendokumentasikan asuhan pasien dalam rekam medis pasien sebagai catatan kemajuan atau perkembangan keadaan klien. S : Subjektif Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien melalui anamnesis sebagai langkah I Varney. Diharapkan ibu sudah tidak cemas, tidak gelisah, tidak nyeri kepala dan ulu hati, penglihatan sudah normal. O : Objektif Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien, hasil laboratorium dan test diagnostik. Diharapkan keadaan umum ibu baik, sadar, 28 tekanan darah normal, hasil laboratorium ibu menunjukkan tanda-tanda perbaikan atau dalam keadaan baik. A : Assesment Menggambarkan pendokumentasian hasil analisis yaitu Ny M G4P2A1 Umur 44 Tahun Hamil 35+5 Minggu dengan riwayat Preeklamsia Berat. P : Plan Menggambarkan penatalaksanaan, mencatat seluruh perencanaan dan penatalaksanaan yang sudah dilakukan yaitu : 1) Mengobservasi keadaan umum dan tanda-tanda vital ibu terutama tekanan darah tiap 4 jam (Cunningham, 2013). Hasil : Diharapkan keadaan umum baik, tanda-tanda vital dalam keadaan normal dan kenaikan berat badan dalam batas normal. 2) Mencatat intake dan output cairan setiap hari (Saifuddin, 2014 dan Billington, 2010). Hasil : Diharapkan intake dan output cairan yang ada didalam tubuh seimbang sebagai indikasi perbaikan penyakit. 3) Memantau detak jantung janin ibu (Saifuddin, 2014). Hasil : Diharapkan detak jantung janin ibu dalam keadaan normal, sehingga tidak terjadi fetal distress pada janin. 4) Melakukan kolaborasi dengan laboratorium untuk pemeriksaan darah lengkap dan proteinuria (Saifuddin, 2014). Hasil: Diharapkan dalam pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil yang normal dan proteinuria hasilnya negatif. 29 5) Memberikan obat antihipertensi sesuai kebutuhan berdasarkan kolaborasi dengan dokter (Edwin, 2013). Hasil: Diharapkan dengan pemberian obat antihipertensi dapat menurunkan tekanan darah ibu. (Kepmenkes RI no:938/Menkes/SKVII/2007).