PENGARUH PENGEMASAN ATMOSFER

advertisement
PENGARUH PENGEMASAN ATMOSFER TERMODIFIKASI
PADA FILLET IKAN PATIN (Pangasius hypopthalmus)
DALAM PENYIMPANAN SUHU RUANG DAN SUHU DINGIN
ERDITA HASIAN SIANIPAR
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
RINGKASAN
ERDITA HASIAN SIANIPAR. C34050024. Pengaruh Pengemasan Atmosfer
Termodifikasi pada Fillet Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus) dalam
Penyimpanan Suhu Ruang dan Suhu Dingin. Dibimbing oleh BUSTAMI
IBRAHIM dan DADI SUKARSA.
Peningkatan jumlah produksi ikan patin dan tingkat konsumsi masyarakat
terhadap ikan dari tahun ke tahun mendorong inovasi untuk mengemas ikan
sehingga konsumen mendapatkan ikan dalam bentuk yang segar dengan daya
awet lebih lama, tanpa bahan pengawet sehingga tidak berbahaya dan tentunya
dalam bentuk yang mudah dikonsumsi, misalnya dalam bentuk fillet. Salah satu
bentuk inovasi pengemasan ini adalah Modified Atmosphere Packaging (MAP).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh
pengkomposisian gas CO2 dan N2 terhadap aspek mikrobiologi, kimiawi dan
sensori fillet ikan patin (Pangasius hypopthalmus) dalam MAP dengan
penyimpanan pada suhu 5oC dan suhu ruang serta melihat komposisi gas mana
yang paling optimum mempertahankan daya awet fillet ikan patin.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai bulan Desember 2009.
Laboratorium yang digunakan antara lain Laboratorium Teknologi Pengolahan
Pangan Hasil Pertanian, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi
Pertanian; Laboratorium Nutrisi Ikan, Departemen Budidaya Perairan,
Laboratorium Karakteristik dan Bahan Baku Hasil Perairan, Laboratorium
Mikrobiologi Hasil Perairan, Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Departemen
Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain
ikan Patin (Pangasius hypopthalmus) berukuran satu kg/ekor, gas CO2 dan N2.
Perlakuan komposisi gas pada fillet ikan Patin adalah 40% CO2+60% N2,
60% CO2+40% N2, 80% CO2+20% N2,, kemasan vakum, dan udara biasa sebagai
kontrol. Fillet disimpan selama 20 jam dalam suhu ruang, pengamatan dilakukan
pada jam ke-0, 5, 10, 15 dan 20. Sedangkan untuk penyimpanan suhu dingin, fillet
disimpan selama 16 hari dengan pengamatan pada hari ke-0, 4, 8, 12 dan 16.
Analisis yang dilakukan antara lain analisis proksimat, nilai pH, Total Volatile
Base nitrogen (TVBN), Total Plate Count (TPC), Thiobarbituric Acid (TBA) dan
uji organoleptik.
Kemasan yang terbaik pada penyimpanan suhu ruang adalah fillet ikan
dengan komposisi gas 60% CO2/40% N2 bertahan rata-rata sampai dengan jam ke15 atau menambah masa simpan 1-4 jam dibandingkan dengan udara biasa dengan
nilai rata-rata pH pada akhir masa simpan 6,02; nilai TVBN sebesar 19,22; nilai
TPC sebesar 5,8 x 107 CFU/g; kisaran nilai organoleptik sebesar 3,5-4,6.
Sedangkan pada suhu dingin adalah fillet dengan komposisi gas 80% CO2/20% N2
bertahan rata-rata sampai dengan hari ke-10 menambah masa simpan 3-7 hari
dengan nilai rata-rata pH pada akhir masa simpan 6,30; nilai TVBN sebesar
17,47; nilai TPC sebesar 5,75 x 108 CFU/g; kisaran nilai organoleptik sebesar 23,8. Komposisi gas memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada uji
organoleptik untuk penyimpanan pada suhu dingin.
PENGARUH PENGEMASAN ATMOSFER TERMODIFIKASI
PADA FILLET IKAN PATIN (Pangasius hypopthalmus)
DALAM PENYIMPANAN SUHU RUANG DAN SUHU DINGIN
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan
pada Departemen Teknologi Hasil Perairan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
Oleh
ERDITA HASIAN SIANIPAR
C34050024
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
Judul Skripsi : Pengaruh Pengemasan Atmosfer Termodifikasi Fillet Ikan Patin
(Pangasius hypopthalmus) dalam Penyimpanan Suhu Ruang dan
Suhu Dingin
Nama
: Erdita Hasian Sianipar
NRP
: C34050024
Menyetujui
Pembimbing I
Pembimbing II
(Dr.Ir. Bustami Ibrahim, MSc)
NIP: 19611101 198703 1 002
(Ir. Dadi R. Sukarsa)
NIP: 19460831 197402 1 001
Mengetahui
Ketua Departemen
(Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil.)
NIP: 19580511 198503 1 002
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh
Pengemasan Atmosfer Termodifikasi pada Fillet Ikan Patin (Pangasius
hypopthalmus) dalam Penyimpanan Suhu Ruang dan Suhu Dingin” adalah
karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Mei 2010
Erdita Hasian Sianipar
NRP C34050024
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah Bapa atas kasih dan
anugrah-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Pengaruh Pengemasan Atmosfer Termodifikasi pada Fillet Ikan Patin
(Pangasius hypopthalmus) dalam Penyimpanan Suhu Ruang dan Suhu
Dingin” dengan baik.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan skripsi ini, yaitu kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc dan Bapak Ir. Dadi R. Sukarsa selaku
dosen pembimbing, yang telah menyisihkan waktu, tenaga, memberikan
arahan dan masukan kepada penulis.
2. Ibu Ir. Hj. Komariah Tampubolon, MS selaku dosen penguji, yang telah
memberikan banyak saran yang membangun untuk perbaikan skripsi ini.
3. Bapak Ir. Joko Poernomo, B.Sc selaku dosen pembimbing akademik, atas
segala bimbingan, nasehat, dukungan dan pengarahan yang diberikan.
4. Bapak Dr. Ir. Agoes M Jacoeb, Dipl. Biol, selaku komisi pendidikan, atas
segala bantuan dan pengarahan yang diberikan.
5. Bapak Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS. M.Phill, selaku Ketua Departemen
Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.
6. Seluruh Dosen Teknologi Hasil Perairan (THP) yang mengabdikan hidup
untuk tetap setia membimbing mahasiswa mengenal dunia perikanan.
7. Papa (dr. Salmon R. Sianipar) dan Mama (Mientje N. Simanjuntak) yang
selalu setia dalam segala hal, memberikan semangat, memanjatkan doa dan
memberikan kasih sayang selalu. Kaka (Rebeka Sianipar) dan Ito (Romon
Sianipar), terima kasih banyak atas dukungannya (dan omelannya).
8. Ibu Emma, Mas Saeful, Lala, Pak Sugi (TIN), Pak Sulyaden (TEP) dan Pak
Wasjan (BDP) atas setiap bantuannya selama penelitian di laboratorium.
9. Seluruh Staf TU THP (Mas Mail, Pak Ade, Pak Tatang, dan juga Umi) atas
bantuannya dalam penyelesaian skripsi ini.
10. Semua teman-teman THP Angkatan 42 (tidak terkecuali), terima kasih buat
kebersamaan yang kita semua alami yang membuat kita bertumbuh semakin
dewasa, terima kasih buat tawa, canda, nasehat, share yang pernah kita semua
jalani. Terutama buat Junide Mastuty Hutapea sebagai teman seperjuangan
dalam penelitian, terima kasih kalau kita boleh jadi teman yang saling
mendukung dan membangun.
11. Kakak kelas THP 40 dan 41, terima kasih atas persahabatan dan
kebersamaannya dan juga untuk THP 43 atas keceriaannya.
12. Nupay (Goldie) dan Inggie (Hinggie Binggie) yang menjadi temen
seperjuangan dari TPB, temen makan bareng, jalan bareng dan berbagi mimpi.
13. Youth of Nations Ministry, terima kasih telah menjadi rumah, tempat belajar
dan bertumbuh, menerima penulis apa adanya, menjadi tempat untuk memberi
dan menerima. Terima kasih banyak buat Bang Dar, Mas Tera, Mas Elles, Ka
Sher, Ka Azis, Mb Ida, Ka Agustinus, Ka Agus Bali, Ka Prawira, Mb Titis,
Ka Bagus, Nupay, Margie, Verjun, Deslie, Idacute, Niko, Data, Buyung,
Lenny, Febrong, Gledek, Sanfitob, Seriul, Iluy, Cit2, Amer Greeny,
Fankezton, Ronce, Bacin (Mellisa), Nova, Lisa, Sandro, Zeny, Nge, Susi
Similikiti, Ira, Rifal, Pipit, Hadasa, Dumas, Nael, Dara, Dedew dan buat
semua Anak 46 yang tidak bisa disebut satu persatu. Fast Breakers dan
GKKD-ers, terima kasih telah menjadi komunitas yang membangun dan
selalu mendukung penulis untuk hidup dalam panggilan.
14. Anak-anak kostan GP (Dita, Vyta, Echa, Putri, Herlince)
15. Semua pihak yang telah memberi masukan dan bantuan kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini, hingga tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih ada
kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua
pihak sangat diharapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak
yang memerlukan.
Bogor, Mei 2010
Erdita Hasian Sianipar
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Rantau pada tanggal 12 Agustus 1987
sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara, Ayah dr. Salmon
Sianipar dan Ibu Mientje Simanjuntak. Pendidikan penulis
secara formal dimulai di TK Swasta Kristen Immanuel
Medan (1992-1994), lalu melanjutkan ke SD Swasta
Kristen Immanuel Medan (1994-1999), SMP Swasta
Kristen Immanuel Medan (1999-2002) kemudian ke SMA
RK Swasta St. Thomas 1 Medan (2002-2005). Pada tahun yang sama, penulis
diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan
Mahasiswa Baru (SPMB). Pada tahun 2006 penulis diterima di Mayor Teknologi
Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam beberapa kepanitiaan.
Kegiatan kepanitiaan yang pernah diikuti diantaranya Sarana Temu Akrab Insan
THP (SANITASI) 2008. Penulis juga menjadi asisten mata kuliah Avertebrata Air
tahun 2007/2008, Teknologi Produk Tradisional Hasil Perairan (TPTHP) tahun
2008/2009. Penulis pernah mengikuti berbagai seminar dan pelatihan. Selain itu
penulis juga aktif dalam YoNM (Youth of Nations Ministry).
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melakukan penelitian yang berjudul
“Pengaruh Pengemasan Atmosfer Termodifikasi pada Fillet Ikan Patin
(Pangasius hypopthalmus) dalam Penyimpanan Suhu Ruang dan Suhu
Dingin” dibawah bimbingan Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc dan Ir. Dadi Sukarsa.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ...................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xii
1. PENDAHULUAN ...................................................................................
1
1.1 Latar Belakang ................................................................................. ......
1
1.2 Tujuan .................................................................................................
2
2. TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................
3
2.1 Biologi Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus) ......................................
3
2.2 Kemunduran Mutu Ikan .......................................................................
2.2.1 Pre-rigor ...................................................................................
2.2.2 Rigor Mortis…………………………………………………... .
2.2.3 Kerusakan secara biokimiawi…………………………………..
2.2.4 Kerusakan secara mikrobiologi .................................................
5
5
5
5
6
2.3 Modified Atmosphere Packaging (MAP) ..............................................
7
2.4 Gas dalam Modified Atmosphere Packaging (MAP) ............................. 9
2.4.1 Karbondioksida (CO2) .............................................................. 9
2.4.2 Nitrogen (N2) ............................................................................ 10
2.4.3 Oksigen (O2)............................................................................. 10
2.5 Komposisi Gas dalam Modified Atmosphere Packaging (MAP) ........... 11
2.6 Wadah Kemasan .................................................................................. 12
3. METODOLOGI ..................................................................................... 14
3.1 Waktu dan Tempat ............................................................................... 14
3.2 Bahan dan Alat ..................................................................................... 14
3.3 Metode Penelitian ................................................................................ 15
3.4 Metode .................................................................................................
3.4.1 Analisis Proksimat ....................................................................
3.4.2 Nilai pH (Sudarmadji et al. 1984) .............................................
3.4.3 Total Volatile Base Nitrogen (TVBN) (AOAC 1995) ................
3.4.4 Total Plate Count (TPC) (Fardiaz 1987) ...................................
3.4.5 Analisis bilangan Thiobarbituric Acid (TBA) metode
Tarladgis (Apriyantono et al. 1987) ..........................................
3.4.6 Uji Organoleptik (Soekarto 1985) .............................................
17
17
20
20
20
21
22
3.5 Analisis Data ....................................................................................... 22
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 25
4.1 Komposisi Kimia Daging Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus) ....... 25
4.2 Modified Atmosphere Packaging (MAP) .............................................
4.2.1 Derajat Keasaman (pH) ............................................................
4.2.2 Total Volatile Base Nitrogen (TVBN).......................................
4.2.3 Total Plate Count (TPC) ...........................................................
4.2.4 Thiobarbituric Acid (TBA) .......................................................
4.2.5 Organoleptik .............................................................................
4.2.5.1 Warna ...........................................................................
4.2.5.2 Penampakan ..................................................................
4.2.5.3 Bau ...............................................................................
4.2.5.4 Tekstur ..........................................................................
25
26
29
32
35
37
37
39
41
44
4.3 Hubungan antara Parameter Kesegaran Fillet Ikan…………………... 46
5. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 48
5.1 Kesimpulan ........................................................................................ 48
5.2 Saran ................................................................................................. 48
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 49
LAMPIRAN ............................................................................................... 54
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Komposisi kimia ikan patin (Pangasius hypopthalmus) ..................... 4
2. Impor ikan patin oleh Amerika Serikat pada tahun 2005-2009
(dalam ton) ........................................................................................ 4
3. Kelebihan dan kekurangan Modified Atmosphere Packaging (MAP)
8
4. Permeabilitas Beberapa Kemasan Plastik ........................................... 13
5. Proksimat daging ikan Patin Segar .................................................... 25
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Lembar penilaian organoleptik untuk fillet ikan Patin ....................... 54
2. Rekapitulasi data kadar air, abu, protein, lemak, dan pH Patin ........... 55
3. Data nilai pH fillet ikan patin pada penyimpanan suhu ruang ............. 55
3a Analisis ragam pH fillet ikan patin pada penyimpanan suhu ruang… 55
3b Uji lanjut Duncan pengaruh interaksi gas dan masa simpan terhadap
pH fillet ikan patin pada penyimpanan suhu ruang ............................ 56
4. Data nilai pH fillet ikan patin pada penyimpanan suhu dingin ............ 57
4a Analisis ragam pH fillet ikan patin pada penyimpanan suhu dingin ... 57
4b Uji lanjut Duncan pengaruh interaksi gas dan masa simpan
terhadap pH fillet ikan patin pada penyimpanan suhu dingin ............. 58
5. Data nilai TVBN (mg N/100g) fillet ikan patin pada penyimpanan
suhu ruang…………………..………………………………………. 59
5a Analisis ragam TVBN fillet ikan patin pada penyimpanan
suhu ruang ......................................................................................... 59
5b Uji lanjut Duncan pengaruh masa simpan terhadap TVBN fillet
ikan patin pada penyimpanan suhu ruang .......................................... 60
6. Data nilai TVBN (mg N/100g) fillet ikan patin pada penyimpanan
suhu dingin ........................................................................................ 60
6a Analisis ragam TVBN fillet ikan patin pada penyimpanan
suhu dingin ........................................................................................ 61
6b Uji lanjut Duncan pengaruh gas dan masa simpan terhadap
TVBN fillet ikan patin pada penyimpanan suhu dingin .................... 61
7. Data nilai TPC (CFU/g) fillet ikan patin pada penyimpanan
suhu ruang ......................................................................................... 61
7a Analisis ragam TPC fillet ikan patin pada penyimpanan
suhu ruang ......................................................................................... 61
7b Uji lanjut Duncan interaksi pengaruh gas dan masa simpan terhadap
TPC fillet ikan patin pada penyimpanan suhu ruang........................... 61
8. Data nilai TPC (CFU/g) fillet ikan patin pada penyimpanan
suhu dingin ........................................................................................ 62
8a Analisis ragam TPC fillet ikan patin pada penyimpanan
Suhu dingin ....................................................................................... 62
8b Uji lanjut Duncan interaksi pengaruh gas dan masa simpan terhadap
TPC fillet ikan patin pada penyimpanan suhu dingin ......................... 63
9. Data nilai TBA (mg MDA/kg) fillet ikan patin pada penyimpanan
suhu dingin ......................................................................................... 63
9a Analisis ragam TBA fillet ikan patin pada penyimpanan suhu dingin . 64
9b Uji lanjut Duncan pengaruh interaksi gas dan masa simpan
terhadap TBA fillet ikan patin pada penyimpanan suhu dingin............ 64
10. Data nilai organoleptik warna fillet ikan patin pada penyimpanan
suhu ruang .......................................................................................... 65
10a Hasil uji Kruskal-Wallis dan uji lanjut Multiple comparison nilai
organoleptik warna fillet ikan patin pada penyimpanan suhu ruang ..... 66
11. Data nilai organoleptik warna fillet ikan patin pada penyimpanan
suhu dingin ...................................................................................... 67
11a Hasil uji Kruskal-Wallis dan uji lanjut Multiple comparison nilai
organoleptik warna fillet ikan patin pada penyimpanan suhu dingin .... 68
12. Data nilai organoleptik penampakan fillet ikan patin pada
penyimpanan suhu ruang .................................................................... 70
12a Hasil uji Kruskal-Wallis dan uji lanjut Multiple comparison nilai
organoleptik penampakan fillet ikan patin pada penyimpanan
suhu ruang .......................................................................................... 72
13. Data nilai organoleptik penampakan fillet ikan patin pada penyimpanan
suhu dingin ......................................................................................... 73
13a Hasil uji Kruskal-Wallis dan uji lanjut Multiple comparison nilai
organoleptik penampakan fillet ikan patin pada penyimpanan
suhu dingin ......................................................................................... 75
14. Data nilai organoleptik bau fillet ikan patin pada penyimpanan
suhu ruang .......................................................................................... 76
14a Hasil uji Kruskal-Wallis dan uji lanjut Multiple comparison nilai
organoleptik bau fillet ikan patin pada penyimpanan
suhu ruang .......................................................................................... 78
15. Data nilai organoleptik bau fillet ikan patin pada penyimpanan
suhu dingin ......................................................................................... 79
15a Hasil uji Kruskal-Wallis dan uji lanjut Multiple comparison nilai
organoleptik bau fillet ikan patin pada penyimpanan
suhu dingin ......................................................................................... 81
16. Data nilai organoleptik tekstur fillet ikan patin pada penyimpanan
suhu ruang .......................................................................................... 83
16a Hasil uji Kruskal-Wallis dan uji lanjut Multiple comparison nilai
organoleptik tekstur fillet ikan patin pada penyimpanan
suhu ruang .......................................................................................... 82
17. Data nilai organoleptik tekstur fillet ikan patin pada penyimpanan
suhu dingin ......................................................................................... 85
17a Hasil uji Kruskal-Wallis dan uji lanjut Multiple comparison nilai
organoleptik tekstur fillet ikan patin pada penyimpanan
suhu dingin ........................................................................................ 87
18. Foto Fillet Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus) yang dikemas
dalam kemasan atmosfer termodifikasi .............................................. 88
19. Foto Pengerjaan Pengemasan Atmosfer Termodifikasi Fillet
Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus) ............................................... 89
20. Foto Cosmotector XP-314 ................................................................ 89
21. Foto Flowmeter ................................................................................ 90
21. Foto Pompa Vakum ........................................................................... 90
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus) ................................................
3
2. Diagram alir prosedur metode penelitian ...........................................
16
3. Diagram batang nilai rata-rata pH pada penyimpanan suhu ruang ......
26
4. Diagram batang nilai rata-rata pH pada penyimpanan suhu dingin .....
28
5. Diagram batang nilai rata-rata TVBN pada penyimpanan suhu ruang
29
6. Diagram batang nilai rata-rata TVBN pada penyimpanan suhu dingin
30
7. Grafik nilai log TPC pada penyimpanan suhu ruang ..........................
33
8. Grafik nilai log TPC pada penyimpanan suhu dingin .........................
34
9. Diagram batang nilai rata-rata TBA pada penyimpanan suhu dingin ..
35
10. Grafik nilai rata-rata uji organoleptik warna fillet ikan patin
selama penyimpanan suhu ruang………………..................................
37
11. Grafik nilai rata-rata uji organoleptik warna fillet ikan patin
selama penyimpanan suhu dingin…………………………………….
38
12. Grafik nilai rata-rata uji organoleptik penampakan fillet ikan patin
selama penyimpanan suhu ruang……………………………………. . 40
13. Grafik nilai rata-rata uji organoleptik penampakan fillet ikan patin
selama penyimpanan suhu dingin ......................................................
41
14. Grafik nilai rata-rata uji organoleptik bau fillet ikan patin
selama penyimpanan suhu ruang .......................................................
41
15. Grafik nilai rata-rata uji organoleptik bau fillet ikan patin
selama penyimpanan suhu dingin ......................................................
42
16. Grafik nilai rata-rata uji organoleptik tekstur fillet ikan patin
selama penyimpanan suhu ruang .......................................................
43
17. Grafik nilai rata-rata uji organoleptik tekstur fillet ikan patin
selama penyimpanan suhu dingin ......................................................
44
18. Hubungan antara parameter kesegaran fillet ikan Patin pada
penyimpanan suhu ruang……………………………………………...
45
19. Hubungan antara parameter kesegaran fillet ikan Patin pada
penyimpanan suhu dingin ..................................................................
46
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ikan patin (Pangasius hypopthalmus) merupakan salah satu potensi
perikanan yang saat ini menjadi primadona karena permintaannya yang
meningkat. Persentase kenaikan produksi ikan patin di Indonesia cukup pesat,
pada tahun 2004-2007 sebesar 22,86% sedangkan persentase kenaikan produksi
ikan patin tahun 2007-2008 adalah 38,52% dari 37.878 ton pada tahun 2007
meningkat menjadi 52.470 ton tahun 2008 (DKP 2009). Peningkatan ini cukup
siginifikan terkait erat dengan perkembangan tren pasar di masyarakat. Konsumsi
ikan tahun 2008 sebesar 29,98 kg per kapita per tahun, meningkat dari tahun 2007
yang mencapai 25 kg, sedangkan pada tahun 2004 hanya 22,58 kg (DKP 2009).
Ikan sangat rentan terhadap kerusakan akibat pertumbuhan mikroba paska
kematian dan kinerja biokimia yang terdapat dalam tubuh ikan. Hal ini disebabkan
karena daging ikan merupakan substrat yang baik bagi pertumbuhan mikroba.
Daging ikan menyediakan sumber zat makanan makromolekul dan mikromolekul
yang secara langsung dapat digunakan mikroba (Hadiwiyoto 1993). Efek dari
aktivitas mikroba pada protein ikan adalah off-flavor dan off-odor (Reddy et al.
1994). Glikogen dalam tubuh ikan diubah menjadi asam laktat akibat bekerjanya
autolisis (Hadiwiyoto 1993). Secara komersial, hal ini menjadi suatu tantangan
bagi transportasi dan pemasaran ikan (Regenstein 2006).
Belakangan ini telah berkembang suatu tren permintaan terhadap produk
makanan yang didinginkan dengan umur simpan yang lebih panjang. Konsumen
lebih memilih produk yang segar, mudah untuk dikonsumsi dan tidak
menggunakan bahan tambahan pangan. Hal ini telah mendorong pertumbuhan
teknologi alternatif untuk pengemasan bahan pangan, distribusi dan penyimpanan,
yaitu modified atmosphere packaging (MAP), yang menghasilkan produk yang
mempunyai umur simpan yang lebih panjang dan kualitas yang lebih baik
(Sivertsvik et al. 2002).
Modified
Atmosphere
Packaging
(MAP)
adalah suatu teknologi
memperpanjang umur simpan produk dengan menggantikan udara yang ada di
dalam kemasan dengan campuran gas yang relatif lebih murni atau steril dan
terhitung rasio kandungannya (Sivertsvik et al. 2002). Pengemasan atmosfer
termodifikasi dengan kandungan gas karbondioksida dalam kemasannya dapat
memperpanjang umur simpan dari produk dengan memperpanjang lag phase dari
bakteri aerobik pembusuk (Statham 1984; Farber 1991 dalam Reddy et al. 1994).
Bila dibandingkan dengan pendinginan, pengemasan atmosfer termodifikasi telah
memperpanjang umur simpan sampai dua kali lipat terhadap produk perikanan
segar dan produk olah minimal (Statham 1984; Reddy et al. 1992 dalam Reddy et
al. 1994) serta mempunyai potensi untuk digunakan pada level eceran atau retail.
Efektifitas MAP dalam memperpanjang umur simpan tergantung pada
beberapa faktor, yaitu jenis makanan, kualitas dari bahan makanan (raw material),
komposisi gas, suhu penyimpanan, higiene selama penanganan dan pengemasan,
rasio antara volume gas dan produk, permeabilitas dari kemasan. Konsentrasi CO 2
pada MAP tergantung pada spesies ikan (Soccol & Otterrer 2003) dan perbedaan
komposisi gas telah digunakan untuk berbagai produk ikan. Karena faktor ini,
maka perlu juga dilakukan penelitian pengaruh MAP terhadap fillet ikan patin
(Pangasius hypopthalmus).
1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah
1)
Mengetahui bagaimana pengaruh pengkomposisian gas CO2 dan N2 terhadap
aspek mikrobiologi, kimiawi dan sensori fillet ikan patin (Pangasius
hypopthalmus) dalam MAP dengan penyimpanan pada suhu 5oC dan suhu
ruang.
2)
Mengetahui komposisi gas yang paling optimum untuk memperpanjang umur
simpan fillet segar ikan Patin (Pangasius hypopthalmus) pada MAP dengan
penyimpanan pada suhu 5oC dan suhu ruang.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biologi Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus)
Klasifikasi ikan Patin (Pangasius hypopthalmus) menurut Saanin (1984)
adalah sebagai berikut :
Filum
: Chordata
Kelas
: Pisces
Ordo
: Ostariophysi
Famili
: Pangasidae
Genus
: Pangasius
Spesies
: Pangasius hypopthalmus
Ikan patin (Pangasius hypopthalmus) memiliki badan memanjang
berwarna putih seperti perak dengan punggung berwarna kebiru-biruan. Panjang
tubuhnya dapat mencapai 120 cm. Ikan patin tidak memiliki sisik, kepala relatif
kecil dengan mulut terletak di ujung kepala agak di sebelah bawah. Pada sudut
mulutnya terdapat dua pasang kumis pendek yang berfungsi sebagai peraba
(Susanto & Amri 2001).
Sirip punggung memiliki sebuah jari-jari keras yang berubah menjadi patil
yang bergerigi dan besar di sebelah belakangnya, jari-jari lunak sirip punggung
berjumlah 6-7 buah. Pada punggung terdapat sirip lemak yang berukuran kecil
sekali. Sirip ekornya membentuk cagak dan bentuknya simetris. Sirip duburnya
panjang, terdiri dari 30-33 jari-jari lunak, sedangkan sirip perutnya memiliki 1213 jari-jari lunak dan sebuah jari –jari keras yang berubah menjadi patil.
Gambar 1. Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus)
Sumber : Dokumentasi Penelitian
Berbagai penelitian telah banyak dilakukan sehubungan dengan ikan patin.
Komposisi kima ikan patin oleh berbagai sumber dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi kimia ikan patin (Pangasius hypopthalmus)
Analisis
Jumlah (%)
(a)
(b)
(c)
Air
82,22
81,31
80,14
Protein
14,53
16,05
12,65
Lemak
1,09
1,09
1,11
Abu
0,74
1,10
1,03
Sumber : (a) Direktorat Jendral Perikanan (1990) dalam Sari (2009)
(b) Swasono (2007)
(c) Orban et. al. (2008)
Ikan patin merupakan salah satu komoditas perikanan bernilai ekonomis
tinggi. Pangasius hypopthalmus yang juga dikenal dengan nama Tra Catfish
adalah ikan budidaya komersial utama di Delta Mekong, Vietnam. Vietnam
merupakan negara pengekspor ikan patin dengan total ekspor sebesar 334.000 ton
pada delapan bulan pertama tahun 2009 yang bernilai sekitar 737 juta USD. Jenis
produk yang diekspor biasanya adalah dalam bentuk utuh beku, fillet beku dan
fillet segar (Globefish 2009). Jumlah impor ikan patin oleh Amerika Serikat
selama 5 tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Impor ikan patin oleh Amerika Serikat pada tahun 2005-2009
(dalam 1000 ton)
Tahun Produksi (bulan Januari-Juni)
Negara pengekspor
2005
2006
2007
2008
2009
Vietnam
3,6
3,4
7,3
12,5
16,4
China
0,8
1,9
7,8
9,2
4,3
Thailand
0,0
1,5
2,9
3,5
3,5
Malaysia
0,0
1,4
0,5
0,5
0,1
Indonesia
0,0
0,0
0,4
0,4
0,2
Lainnya
0,7
0,6
0,3
0,7
0,9
Total
5,1
8,7
19,1
26,8
25,4
Sumber : Globefish (2009)
2.2 Kemunduran Mutu Ikan
Sesudah dipanen dan mati, secara keseluruhan ikan akan mengalami
proses penurunan mutu, baik disebabkan oleh faktor internal maupun oleh faktor
eksternal yang akhirnya mengarah pada proses pembusukan (Ilyas 1983). Proses
perubahan pada ikan setelah mati terjadi karena aktivitas enzim, mikroorganisme
dan kimiawi. Penurunan tingkat kesegaran ikan tersebut dapat terlihat dengan
adanya perubahan fisik, kimia dan organoleptik pada ikan. Urutan proses
perubahan yang terjadi pada ikan meliputi pre-rigor, rigor mortis, aktivitas enzim,
aktivitas mikroba dan oksidasi (Junianto 2003).
2.2.1 Fase Pre-Rigor
Fase ini merupakan perubahan yang pertama yang terjadi setelah ikan
mati. Pada fase pre-rigor, jaringan otot ikan lunak dan lentur, dan karakterisasi
biokimiawinya adalah rendahnya level ATP dan kreatin fosfat (Eskin et al. 1971).
Pada fase ini terjadi peristiwa terlepasnya lendir dari kelenjar di bawah permukaan
kulit. Lendir yang dikeluarkan ini sebagian besar terdiri dari glukoprotein dan
musin yang merupakan media ideal bagi pertumbuhan bakteri.
2.2.2 Fase Rigor Mortis
Kondisi yang kaku dan keras dikenal dengan fase rigor mortis. Ikan
biasanya memiliki periode fase rigor mortis yang lebih pendek sekitar 1-7 jam
setelah kematian, dengan banyak faktor yang mempengaruhi lamanya fase
tersebut (Eskin et al. 1971). Pada kondisi rigor mortis ini daging menjadi keras
dan kaku. Biasanya proses ini berlangsung selama lima jam. Selama berada dalam
fase ini, ikan masih dalam keadaan sangat segar. Ini berarti apabila rigor mortis
dapat dipertahankan lebih lama, maka proses pembusukan dapat ditekan. Nilai pH
ikan hidup bernilai sekitar 7,0. Pada fase rigor mortis, pH tubuh ikan menurun
menjadi 6,2-6,6 dari pH mula-mula 6,9-7,2 (Ilyas 1983).
2.2.3 Kerusakan secara biokimiawi
Kerusakan biokimiawi termasuk pada perubahan di fase post-rigor. Hal ini
disebabkan oleh adanya enzim-enzim dan reaksi-reaksi biokimiawi yang masih
berlangsung pada tubuh ikan. Kerusakan biokimiawi ini sering kali disebut
autolisis, artinya kerusakan yang disebabkan oleh dirinya sendiri (Hadiwiyoto
1993). Autolisis tidak dapat dihentikan walaupun dalam suhu yang sangat rendah.
Biasanya proses autolisis akan selalu diikuti dengan meningkatnya jumlah bakteri.
Pasalnya semua hasil penguraian enzim selama proses autolisis merupakan media
yang sangat cocok untuk pertumbuhan bakteri dan mikroba lainnya (Junianto
2003).
Pada waktu ikan masih hidup, enzim-enzim aktif bekerja dalam
metabolisme komponen-komponen organik seperti metabolisme protein dan
komponen-komponennya, metabolisme lemak, metabolisme karbohidrat dan
lainnya, yang kesemuanya merupakan rangkaian reaksi yang terjadi dalam
kehidupan. Enzim-enzim ini lebih bersifat membentuk, mengadakan sintesa, dan
membangun. Namun, segera setelah pemasokan oksigen pada darah berhenti
maka enzim-enzim tersebut kehilangan salah satu bahan untuk menjalankan
perannya.
Sehingga
enzim
tersebut
kemudian
membongkar
senyawa
makromolekul menjadi senyawa yang lebih sederhana sampai pada akhirnya
terjadi berbagai senyawa yang mudah menguap dan menghasilkan bau yang tidak
sedap (Hadiwiyoto 1993).
2.2.4 Kerusakan secara mikrobiologi
Kerusakan secara mikrobiologi termasuk pada fase post rigor. Diketahui
bahwa produk ikan segar sangat rentan dengan pertumbuhan mikroorganisme post
mortem. Karena rentannya ikan terhadap mikroorganisme, hanya sedikit yang
diperdagangkan dalam bentuk segar (Skinner & Reddy 2006). Pada waktu hidup,
bakteri tidak dapat menyerang daging ikan karena ikan mempunyai ketahanan.
Tetapi setelah ikan mati, daging ikan kehilangan ketahanannya sehingga
mikroorganisme dapat berkembang biak dengan memperoleh substrat dari daging
(Hadiwiyoto 1993).
Daging ikan merupakan substrat yang baik untuk bakteri karena dapat
menyediakan senyawa-senyawa yang dapat menjadi sumber nitrogen, karbon dan
kebutuhan nutrien lainnya. Meskipun senyawa pada ikan dalam bentuk
makromolekul seperti protein, lemak, karbohidrat, bakteri dapat menguraikannya
terlebih dahulu menjadi senyawa yang lebih sederhana. Terjadinya autolisa
membantu menyediakan kebutuhan bakteri (Hadiwiyoto 1993).
Sivertsvik et al. (2002) menginformasikan bahwa penyimpanan produk
dalam MAP tidak menaikkan resiko dari patogen seperti Salmonella,
Staphylococcus, Clostridium perfringens, Enterococcus bila dibandingkan dengan
produk dikemas dengan udara biasa. Patogen utama yang diperhatikan pada saat
pengemasan ikan dalam kondisi anaerobik adalah Clostridium botulinum.
Pengemasan atmosfer termodifikasi yang mengandung CO 2 tinggi efektif
menghambat pertumbuhan Aeromonas hydrophila pada suhu yang rendah
(Ingham 1990, Davies & Slade 1995, Devlieghere et al. 2000 dalam Sankar et al.
2008).
2.3 Modified Atmosphere Packaging (MAP)
Modified Atmosphere Packaging dapat didefenisikan sebagai proses
dimana produk yang mudah rusak (perishable food) ditempatkan pada suatu
kemasan/film dengan barrier, udaranya dikeluarkan dengan vakum atau
semburan, dan kemasan diisi dengan gas yang ditentukan atau komposisi gas yang
berbeda dengan udara biasa, diikuti dengan menutup kemasan (Kroft 2004, Rao &
Sachindra 2002 dalam Sebranek & Houser 2006). Ada dua metode pengemasan
dengan mengubah komposisi atmosfer, yaitu pengemasan atmosfer termodifikasi
(modified atmosphere packaging) dan pengemasan dengan kontrol atmosfer
terkendali (controlled atmosphere storage). Baik sistem MAP ataupun CAS,
komposisi udara sekeliling produk diatur sesuai yang diinginkan. Dalam CAS,
komposisi udara dikontrol atau dikendalikan setiap saat dalam penyimpanan,
pengontrolan demikian hanya mungkin dilakukan pada unit penyimpanan yang
besar (bulk) dan tidak bisa pada kemasan-kemasan yang kecil. Sedangkan pada
MAP, komposisi udara tidak dikendalikan selama penyimpanan, tetapi berubah
melalui permeabilitas kemasan (Cann 1988 dalam Norhayani 2003).
Modified Atmosphere Packaging juga sering disebut sebagai „gas
packaging’ (pengemasan gas) atau „gas exchange packaging’ (pengemasan
pertukaran gas), tetapi hal ini tidak direkomendasikan pada label pengemasan
karena konsumen sering mengasumsikan gas sebagai hal yang negatif.
Belakangan ini, MAP juga sering disebut juga sebagai protective atmosphere
packaging (pengemasan atmosfer terlindungi) atau apabila digunakan pada label,
‘Packaged in a protective atmosphere’ (dikemasan dalam atmosfer yang
terlindungi). Pengemasan vakum secara umum tidak termasuk MAP karena
atmosfernya tidak digunakan tetapi hanya dikeluarkan dari kemasan (Sivertsvik et
al. 2002).
Kelebihan MAP yang paling menonjol adalah dapat mencapai umur
simpan yang lebih lama, tetapi MAP juga mempunyai beberapa kelebihan dan
kekurangan yang disajikan pada Tabel 3. Efektivitas MAP dalam memperpanjang
umur simpan tergantung pada beberapa faktor, yaitu jenis makanan, kualitas dari
bahan makanan (raw material), komposisi gas, suhu penyimpanan, higiene selama
penanganan dan pengemasan, rasio antara volume gas dan produk, permeabilitas
dari kemasan.
Tabel 3. Kelebihan dan kekurangan Modified Atmosphere Packaging (MAP)
Kelebihan
1) Memperpanjang umur simpan sampai
sekitar 50-400%
2) Mengurangi kerugian ekonomi karena
umur simpan yang lebih panjang
3) Mengurangi biaya distribusi, jarak
distribusi yang lebih jauh
4) Menghasilkan produk dengan kualitas
tinggi
5) Pemisahan yang lebih mudah pada
produk yang diiris
6) Bagian-bagian dapat dikontrol
7) Presentasi produk yang lebih
terimprovisasi dan penampakan jelas
dari produk karena kemasan yang
transparan
8) Sedikit atau tidak membutuhkan bahan
tambahan pangan kimia
9) Kemasan yang tertutup, penghalang
untuk rekontaminasi produk
10) Tidak berbau dan merupakan kemasan
yang praktis
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
Kekurangan
Penambahan biaya
Membutuhkan pengontrolan suhu
Formulasi gas yang berbeda untuk
setiap jenis produk
Menggunakan peralatan yang spesial
dan adanya latihan
Memerlukan keamanan pangan
Memperbesar volume kemasanmempengaruhi biaya transport dan
memperbesar tempat untuk display
Kerugian apabila kemasan telah
terbuka atau rusak
Penyerapan CO2 ke dalam makanan
dapat menyebabkan kemasan pecah.
Sumber : Farber (1991); Davies (1995); Sivertsvik (1995) dalam Sivertsvik et al. (2002)
2.4 Gas dalam Modified Atmosphere Packaging (MAP)
Ada tiga gas utama yang yang digunakan pada MAP yaitu oksigen (O 2),
nitrogen (N2) dan karbondioksida (CO2). Untuk hampir semua jenis produk,
kombinasi dari dua atau tiga jenis gas ini digunakan, dipilih berdasarkan
kebutuhan dari spesifik produk. Biasanya untuk produk yang tidak berespirasi,
dimana pertumbuhan mikroba adalah parameter perusak utama, penggunaan 3060% CO2 digunakan, sisanya adalah N2 (untuk produk yang sensitif dengan O2)
atau kombinasi dari N2 dan O2 (Sivertsvik et al. 2002).
Selain itu, gas seperti CO dan Ar (karbon monoksida dan argon) dapat
menjadi pilihan. Penggunaan gas Ar sama seperti N2 yang merupakan gas inert.
Perannya adalah sebagai pengisi dalam total volume gas sehingga tidak diisi oleh
gas aktif seperti O2. Juga, gas ini dapat digunakan untuk menciptakan kondisi
anaerobik, memang dalam kenyataanya bukan kondisi anaerobik sempurna tapi
kondisi mikroaerofilik yang tercipta dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme
aerobik. Tetapi, penggunaan gas Ar ini membutuhkan biaya yang lebih besar.
Karbon monoksida (CO) juga kadang digunakan pada MAP. Molekul CO
“memperbaiki” warna pigmen darah hemoglobin dan pigmen otot mioglobin.
Namun, penggunaannya secara langsung pada ikan segar merupakan kontroversi
walaupun CO merupakan komponen aktif pada pengasapan cair yang
dipergunakan untuk memperbaiki warna ikan tuna dan tilapia (Regenstein 2006).
Pada pengemasan vakum, jumlah gas yang berada dalam kemasan sangat
rendah yang menyebabkan perubahan lebih cepat, baik negatif ataupun positif.
Pada MAP, gas yang terdapat dalam kemasan dapat menjadi lapisan pelindung
(insulating layer) yang mempersulit perubahan suhu. Apabila terjadi perubahan
suhu ekstrim, menyimpan produk dalam kemasan vakum pada suhu yang dingin
lebih mudah, tetapi suhu produk juga akan cepat naik. Maka untuk MAP, perlu
untuk menggunakan ikan yang dingin sebelum dikemas (Regenstein 2006).
2.4.1 Karbondioksida (CO2)
Karbondioksida merupakan gas yang paling penting pada MAP, karena
sifat bakteriostatik dan fungistatiknya. Karbondioksida (CO2) menghambat
pertumbuhan banyak jenis dari bakteri perusak dan tingkat penghambatannya
semakin tinggi sejalan dengan konsentrasi CO 2 yang semakin besar dalam
kemasan. Karbondioksida (CO2) dapat larut dalam air dan lemak, dan
kelarutannya semakin meningkat dengan menurunnya suhu (Sivertsvik et al.
2002). Kelarutan CO2 dalam air pada 0oC dan 1 atm adalah 3,38g CO2/kg H2O,
tetapi pada 20oC kelarutannya menurun menjadi 1,73g CO2/kg H2O (Knoche 1980
dalam Sivertsvik et al. 2002).
Karbondioksida berfungsi mempertahankan oxyomyoglobin (warna merah)
pada daging segar. Karbondioksida menghambat aktivitas mikroorganisme
dengan 2 cara yaitu (a) larut dalam air dan minyak yang terkandung dalam
makanan kemudian membentuk asam karbonat sehingga menurunkan pH, dan (b)
mempunyai pengaruh negatif terhadap enzim dan aktivitas biokimia dalam sel,
baik pada mikroorganisme maupun makanan.
2.4.2 Nitrogen (N2)
Nitrogen merupakan gas yang digunakan dalam MAP sebagai gas pengisi
karena kelarutannya yang rendah. Nitrogen tidak larut dalam air dan lemak dan
tidak terserap dalam produk. Nitrogen digunakan untuk menggantikan O 2 dalam
kemasan yang produknya sensitif terhadap O2, menunda ketengikan, sebagai
alternatif kemasan vakum dan menghambat pertumbuhan bakteri aerobik
(Sivertsvik et al. 2002).
Menurut Fey & Regenstein (1982) dalam Norhayani (2003), gas N2
pengaruhnya tidak berarti terhadap pertumbuhan bakteri dan daya awet makanan
dari daging. Gas ini hanya berfungsi sebagai pengisi udara bagian dalam kemasan
untuk mencapai kesetimbangan campuran gas (Cann 1988; Steck 1991 dalam
Norhayani 2003).
2.4.3 Oksigen (O2)
Umur simpan dari produk yang mudah rusak seperti daging, telur, ikan,
daging unggas, buah-buahan, sayur-sayuran dan makanan yang telah dimasak,
dipengaruhi oleh adanya oksigen dan dikondisikan pada tiga faktor yang penting :
i) reaksi dengan oksigen, ii) pertumbuhan mikroorganisme aerobik perusak, iii)
serangan serangga. Setiap faktor ini, atau kombinasi dari faktor ini, mengarah
pada penurunan mutu dalam warna, rasa dan aroma dari makanan (Smith et al.
1987 dalam Soccol 2003).
Sebenarnya, O2 diperkenalkan dalam pengemasan atmosfer dari beberapa
jenis produk adalah untuk mengurangi resiko dari pertumbuhan bakteri patogen,
tetapi saat ini proses ini telah diragukan (ACMSF 1992 dalam Sivertsvik et al.
2002).
2.5 Komposisi Gas dalam Modified Atmosphere Packaging (MAP)
Ikan dan kerang-kerangan adalah produk yang mudah rusak, karena a w
yang tinggi, pH netral dan adanya enzim autolitik yang menyebabkan
perkembangan yang cepat pada rasa dan bau yang tidak diinginkan. Ikan secara
normal mengandung banyak jenis mikroba karena metode penangkapannya,
transportasi, metode pemotongan, pemisahan dengan kulitnya selama pada
pengemasan retail.
Komposisi gas yang mengandung 40-60% CO2, 40-60% N2 dan tidak ada
O2 direkomendasikan untuk produk ikan yang berlemak, karena ketengikan dari
lemak tak jenuh pada ikan berlemak menyerang bau dan rasa, selain dari
kerusakan akibat mikroba. Pengemasan vakum juga bisa menjadi alternatif selain
MAP untuk ikan berlemak seperti salmon, menghasilkan hasil sensori umur
simpan yang mirip dimana parameter perusak sensori yang utama adalah
ketengikan (Rosnes et al. 1997; Randell et al. 1999 dalam Sivertsvik et al. 2002).
Tetapi untuk kualitas mikrobiologi masih lebih baik menggunakan MAP
dibandingkan dengan pengemasan vakum.
Karuniawati (2003) berdasarkan hasil penelitiannya pada fillet ikan Mas
mendapatkan konsentrasi 60% CO2 memberikan hasil yang baik khususnya pada
tekstur fillet. Menurut Cann 1988 dalam Norhayani 2003, ikan berlemak tinggi
disarankan penggunaan campuran gas dengan proporsi 60% CO 2 dan 40% N2.
Reddy et al. (1994) dalam penelitiannya, menyatakan bahwa fillet ikan Nila yang
dikemas dengan komposisi gas 75% CO2 dan 25% N2 dan disimpan dalam suhu
pendinginan dapat memperpanjang umur simpannya sampai 25 hari, memberikan
hasil yang lebih baik daripada komposisi gas yang lain. Sedangkan menurut
Venugopal (2006), umur simpan dari fillet catfish pada suhu penyimpanan 4 oC
dan komposisi gas 75% CO2: 25% N2 mencapai 38-40 hari, lalu umur simpan
untuk fillet channel catfish pada suhu penyimpanan 0-2oC dan komposisi gas 80%
CO2: 20% udara mencapai 28 hari.
Menurut Pandazi et al. (2008), umur simpan dari Xiphias gladius
(Mediteranian swordfish) yang telah didinginkan dan disimpan dalam suhu 4 oC
dengan komposisi gas 40%:30%:30%(CO2:N2:O2) bila dibandingkan dengan
kemasan dalam udara ataupun vakum memiliki kualitas organoleptik terbaik dan
mempunyai umur simpan sampai dengan 12 hari. Penelitian yang dilakukan Erkan
(2007) terhadap chub mackarel dalam kemasan vakum dan atmosfer termodifikasi
menunjukkan bahwa pengemasan atmosfer termodifikasi mempunyai umur
simpan yang lebih lama 2 hari terhadap vakum yaitu 12 hari. Pengemasan
atmosfer termodifikasi yang dilakukan pada chub mackarel ini menggunakan
komposisi gas 5%:70%:25% (O2:CO2:N2) pada suhu 4oC. Menurut Syarief
(1990), penyimpanan ikan dengan 100% CO2 menaikkan kecepatan dan jumlah
produksi drip, sehingga pentingnya menurunkan tingkat CO2 di bawah 60%.
2.6 Wadah Kemasan
Pengemasan disebut juga pembungkusan, pewadahan atau pengepakan,
dan merupakan salah satu cara pengawetan bahan hasil pertanian, karena
pengemasan dapat memperpanjang umur simpan bahan. Pengemasan adalah
wadah atau pembungkus yang dapat membantu mencegah atau mengurangi
terjadinya kerusakan-kerusakan pada bahan yang dikemas/dibungkusnya (Julianti
& Nurminah 2006).
Saat ini, pengemasan dengan material plastik telah secara luas dipakai
dalam industri pengemasan pangan karena biayanya yang rendah dan
fleksibilitasnya yang tinggi. Wadah plastik lebih ringan dibandingkan dengan
wadah logam dan kaca, dan hanya membutuhkan energi yang rendah untuk
dibuat, diubah atau ditransportasikan (Hernandez & Giacin 1998).
Saat pengemas memberikan batasan antara produk dan lingkungan,
tingkatan perlindungannya beragam. Variasi ini penting hubungannya dengan
transportasi dari gas, uap air, atau komponen molekul-molekul antara lingkungan
eksternal dan lingkungan internal pengemasan, yang dikontrol oleh bahan
pengemas. Tidak seperti kaca, logam atau keramik, bahan pengemas plastik secara
relatif dapat ditembus (permeabel) oleh molekul kecil seperti gas (CO 2, O2, atau
jenis gas lainnya), uap air, bahan organik, dan cairan (Hernandez & Giacin 1998).
Penyimpanan sistem MAP memerlukan bahan kemasan yang spesifik
untuk menjaga agar komposisi udara dalam kemasan yang telah diatur pada
awalnya tidak banyak mengalami perubahan selama penyimpanan. Untuk maksud
ini hendaknya digunakan bahan kemasan yang mempunyai permeabilitas rendah
(high barrier film). Nilai pemeabilitas beberapa kemasan terhadap laju
perembesan beberapa jenis gas dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Permeabilitas Beberapa Film Plastik Kemasan
Jenis Film
Polypropilene (PP)
Low Density Poly Ethylene
(LDPE)
Medium Density Poly Ethylene
(MDPE)
High Density Poly Ethylene
(HDPE)
CO2
Permeabilitas
H2
N2
O2
500-800
1700
40-48
150-240
2700
1950
180
500
1000-2500
1950
85-315
250-535
580
-
42
185
Nilai permeabilitas berdasarkan hasil tes ASTM D-1434: cc-mil/100 sq.in-24hr-atm.at 25 0C
Sumber : Smoluk & Sneiler (1985)
Berdasarkan Tabel 4 di atas, jika dibandingkan, maka kemasan yang
mempunyai permeabilitas paling rendah terhadap CO2 adalah Polypropilene (PP),
sehingga kemasan ini paling baik untuk dipakai pada pengemasan atmosfer
termodifikasi karena dapat menjadi barrier yang baik terhadap perembesan CO2
keluar dari kemasan.
3. METODOLOGI
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan bulan
Desember 2009 di Laboratorium Teknologi Pengolahan Pangan Hasil Pertanian,
Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian; Laboratorium
Nutrisi Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Laboratorium Karakteristik dan
Bahan Baku Hasil Perairan, Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan,
Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah fillet ikan patin yang
berukuran satu kilogram/ekor yang berasal dari Ciherang-Bogor. Bahan pembantu
lainnya adalah es, air, gas CO2, N2; plastik Polipropilen (PP) dengan ukuran 15x30
cm dan ketebalan 0,8 mm untuk pengemasan fillet. Bahan-bahan pereaksi yang
digunakan untuk uji-uji yang dilakukan, untuk uji protein digunakan kjeltab ,
H2SO4, asam borat, HCl, untuk uji pH digunakan buffer pH 4 dan 7, untuk uji
TVBN digunakan TCA 7%, asam borat, K2CO3, HCl, untuk uji TPC digunakan
NaCl 0,85%, plate count agar (PCA), untuk uji TBA digunakan HCl 4 M,
pereaksi TBA, akuades.
Alat yang digunakan adalah mixer gas, Cosmotector tipe X-314, flow
meter, alat vakum udara dan coolbox. Untuk analisis proksimat digunakan kjeltec
system, oven, tanur, ekstraksi soxhlet, timbangan analitik, lalu untuk TVB
digunakan gelas piala, stirrer, magnetic stirrer, gelas ukur, erlenmeyer, cawan
Conway; gunting, pisau, timbangan analitik, pipet 1 ml, blender jars, Erlenmeyer
ukuran 250 ml, batang pengaduk, tabung reaksi, inkubator, pinset, cawan petri,
Bunsen untuk TPC; pH-meter untuk uji nilai pH, refrigerator dengan suhu 50C
untuk penyimpanan, score sheet untuk melakukan uji organoleptik.
3.3. Metode Penelitian
Ikan patin yang diperoleh dari pasar ditransportasikan ke laboratorium lalu
dicuci dan dibersihkan dengan air mengalir. Setelah dibersihkan, ikan dipotong
kepalanya dan dikeluarkan isi perutnya yang bertujuan juga untuk mengeluarkan
darah dari daging ikan. Kemudian ikan patin difillet dari bagian pangkal ekor
hingga pangkal kepala. Selama pemfilletan ikan diberi pecahan es untuk menjaga
kesegaran ikan. Selanjutnya ikan dimasukkan ke dalam cool box yang telah
disediakan es dan dibawa ke laboratorium pengemasan. Sebelum pengemasan
fillet ikan dianalisis proksimat terlebih dahulu.
Setelah berada di laboratorium pengemasan, fillet ikan patin dimasukkan ke
dalam plastik PP lalu diseal dengan memberikan ruang untuk memasukkan gas
melalui selang. Kemudian, gas dimasukkan ke dalam kemasan-kemasan ikan patin
dengan komposisi yang berbeda-beda melalui selang, yaitu kemasan dengan
perlakuan 40% CO2+60% N2 (A1), 60% CO2+40% N2 (A2), 80% CO2+20% N2
(A3), kemasan vakum (A4), dan udara biasa sebagai kontrol (A5).
Kemasan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam lemari pendingin untuk
penyimpanan suhu 50C dan penyimpanan suhu ruang. Pengamatan untuk suhu
50C dilakukan selama 16 hari yaitu pada hari ke 0, 4, 8, 12 dan 16 sedangkan
pengamatan untuk suhu ruang dilakukan selama 2 hari yaitu pada jam ke 0, 5, 10,
15 dan 20. Uji pada fillet ikan meliputi Total Volatile Base-Nitrogen (TVBN),
jumlah mikroba (TPC), nilai pH, uji TBA (untuk fillet pada penyimpanan suhu
50C) dan uji organoleptik yang dibandingkan dengan kontrol. Diagram alir
prosedur penelitian disajikan pada Gambar 2 di bawah ini.
Ikan Patin
Analisis
Proksimat
Penyiangan
(Pemotongan kepala + Pembersihan perut)
Pemfilletan
A
A
Pengemasan dalam plastik
polipropilen (PP)
Kemasan divakum menggunakan
pompa vakum
Pemasukan gas dengan perlakuan
komposisi :
A1 : 40% CO2 + 60% N2
A2 : 60% CO2 + 40% N2
A3 : 80% CO2 + 20% N2
A4: Vakum
A5 : Kontrol/udara biasa
Penyimpanan
Suhu ruang
Suhu 5oC
Pengamatan pada jam ke-0, 5, 10, 15, 20
Pengamatan pada hari ke-0, 4, 8, 12, 16
Analisis TVB, TPC, pH, dan
organoleptik
Analisis TVB, TPC, TBA, pH, dan
organoleptik
Gambar 2. Diagram alir prosedur metode penelitian
3.4. Metode
3.4.1 Analisis proksimat
Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk
mengetahui komposisi kimia yang ada pada suatu bahan. Analisis proksimat
meliputi analisis kadar air, abu, protein, dan lemak.
1. Analisis kadar air (AOAC 1995)
Prinsip dari analisis kadar air yaitu untuk mengetahui kandungan atau
jumlah kadar air yang terdapat pada suatu bahan. Tahap pertama yang dilakukan
pada analisis kadar air adalah mengeringkan cawan porselen dalam oven pada
suhu 102-105oC selama 10-15 jam. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator
(kurang lebih 30 menit) dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang. Cawan
tersebut ditimbang kembali hingga beratnya konstan, kemudian cawan dan daging
ikan patin seberat 5 gram ditimbang setelah terlebih dahulu dipotong kecil-kecil.
Selanjutnya cawan tersebut dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 102-105oC
selama 3-5 jam. Cawan tersebut dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan
sampai dingin kemudian ditimbang.
Perhitungan kadar air pada fillet ikan patin adalah:
% 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 =
𝐵−𝐶
× 100%
𝐵−𝐴
Keterangan :
A = Berat cawan kosong (gram)
B = Berat cawan dengan daging ikan patin (gram)
C = Berat cawan dengan daging ikan patin setelah dikeringkan (gram)
2. Analisis kadar abu (AOAC 1995)
Prinsip dari analisis kadar abu yaitu untuk mengetahui jumlah abu yang
terdapat pada suatu bahan terkait dengan mineral dari bahan yang dianalisis.
Cawan abu porselen dipijarkan dalam tungku pengabuan bersuhu sekitar 650 oC
selama 1 jam. Cawan abu porselen tersebut didinginkan selama 30 menit setelah
suhu tungku turun menjadi sekitar 200oC dan ditimbang. Fillet ikan patin
sebanyak 1-2 gram yang telah dipotong kecil-kecil dimasukkan ke dalam cawan
abu porselen. Cawan tersebut dimasukkan ke dalam tungku secara bertahap
hingga suhu 650oC. Proses pengabuan dilakukan sampai abu berwarna putih.
Setelah suhu tungku pengabuan turun menjadi sekitar 200 oC, cawan abu porselin
didinginkan selama 30 menit dan kemudian ditimbang beratnya.
Perhitungan kadar abu pada fillet ikan patin:
% 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑏𝑢 =
𝐶−𝐴
× 100%
𝐵−𝐴
Keterangan :
A = Berat cawan abu porselen kosong (gram)
B = Berat cawan abu porselen dengan fillet ikan patin (gram)
C = Berat cawan abu porselen dengan fillet ikan patin
setelah dikeringkan (gram)
3. Analisis kadar protein (AOAC 1995)
Prinsip dari analisis protein, yaitu untuk mengetahui kandungan protein
kasar (crude protein) pada suatu bahan. Tahap-tahap yang dilakukan dalam
analisis protein terdiri dari tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi.
(1) Tahap destruksi
Fillet ikan patin ditimbang seberat 0,5 gram, kemudian dimasukkan ke
dalam tabung kjeltec. Satu butir kjeltab dimasukkan ke dalam tabung tersebut dan
ditambahkan 10 ml H 2SO4. Tabung yang berisi larutan tersebut dimasukkan
ke dalam alat pemanas dengan suhu 410 oC ditambahkan 10 ml air. Proses
destruksi dilakukan sampai larutan menjadi bening.
(2) Tahap destilasi
Destilasi terdiri dari 2 tahap, yaitu persiapan dan sampel. Tahap persiapan
dilakukan dengan membuka kran air kemudian dilakukan pengecekan alkali dan
air dalam tanki, tabung dan erlenmeyer yang berisi akuades diletakkan pada
tempatnya. Tombol power pada kjeltec sistem ditekan lalu dilanjutkan dengan
menekan tombol steam dan tungku beberapa lama sampai air di dalam tabung
mendidih. Steam dimatikan, tabung kjeltec dan erlenmeyer dikeluarkan dari alat
kjeltec sistem.
Tahap sampel dilakukan dengan meletakkan tabung yang berisi fillet ikan
patin yang sudah didestruksi ke dalam kjeltec sistem beserta erlenmeyer yang
diberi asam borat. Destilasi dilakukan sampai volume larutan dalam erlenmeyer
yang berisi asam borat mencapai 200 ml.
(3) Tahap titrasi
Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl 0,1 N sampai warna larutan
pada erlenmeyer berubah warna menjadi pink.
Perhitungan kadar protein pada fillet ikan patin:
% 𝑁𝑖𝑡𝑟𝑜𝑔𝑒𝑛 =
𝑚𝑙 𝐻𝐶𝑙 𝑓𝑖𝑙𝑙𝑒𝑡 𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑡𝑖𝑛 − 𝑚𝑙 𝐻𝐶𝑙 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 × 0,1 𝑁 𝐻𝐶𝑙 × 14 × 100%
𝑓𝑖𝑙𝑙𝑒𝑡 𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑡𝑖𝑛
% 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑝𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛 = % 𝑁𝑖𝑡𝑟𝑜𝑔𝑒𝑛 × 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑘𝑜𝑛𝑣𝑒𝑟𝑠𝑖
4. Analisis kadar lemak (AOAC 1995)
Fillet ikan patin seberat 3 gram (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring
dan dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian dimasukkan ke dalam
labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2) dan disambungkan dengan
tabung soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung
soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak. Tabung ekstraksi dipasang pada alat
destilasi soxhlet lalu dipanaskan pada suhu 40oC dengan menggunakan pemanas
listrik selama 16 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga
semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung di
ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu
lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC, setelah
itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan (W3).
Perhitungan kadar lemak pada fillet ikan patin:
% 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 =
𝑊3 − 𝑊2
× 100%
𝑊1
Keterangan :
W1 = Berat sampel fillet ikan patin (gram)
W2 = Berat labu lemak tanpa lemak (gram)
W3 = Berat labu lemak dengan lemak (gram)
3.4.2 Nilai pH (Sudarmadji et al. 1984)
Penetapan nilai pH dapat dilakukan setelah pH meter dikalibrasi terlebih
dahulu. Setelah sampel disiapkan, suhu diukur kemudian pengatur suhu pH meter
ditetapkan pada suhu tersebut. Stabilisasi pH-meter dilakukan 15-30 menit.
Setelah itu, elektroda dibilas dengan aquades dan dikeringkan. Elektroda
dicelupkan ke dalam larutan sampel dengan pengukuran pH diset. Elektroda
dibiarkan tercelup beberapa saat sampai diperoleh pembacaan yang stabil,
kemudian pH sampel data dicatat.
3.4.3 Total Volatile Bases Nitrogen (TVBN) (AOAC 1995)
Prinsip penetapan TVBN adalah menguapkan senyawa-senyawa basa
volatil (amoniak, mono-, di- dan trimetilamin, dll) yang terdapat dalam ekstrak
ikan yang bersifat basa pada suhu 35oC selama 2 jam atau pada suhu kamar
selama semalam. Senyawa-senyawa tersebut diikat oleh asam borat kemudian
dititrasi dengan HCl.
Prosedur kerjanya yaitu 25 gr sampel ikan yang sudah digiling dan 75 ml
larutan TCA 7% (b/v) dilumat selama 1 menit. Larutan tadi disaring dengan kertas
saring sehingga diperoleh filtrat yang jernih.
Larutan asam borat sebanyak 1 ml dituangkan ke dalam inner chamber
cawan Conway. Filtrat dimasukkan ke dalam outer chamber sebanyak 1 ml dari
arah yang berlawanan sehingga ke dua macam larutan belum tercampur.
Tutup cawan diletakkan di atas cawan dengan posisi hampir menutup,
kemudian 1 ml K2CO3 jenuh dituangkan ke dalam outer chamber. Setelah itu,
cawan langsung ditutup dengan rapat. Sebelumnya, bibir cawan maupun tutup
cawan diolesin dengan vaselin. Pada cawan blanko, filtrat sampel diganti dengan
larutan 5% TCA dan dikerjakan seperti prosedur di atas. Untuk setiap sampel dan
blanko dikerjakan secara duplo.
Cawan Conway disusun pada rak inkubator secara hati-hati, kemudian
digoyangkan perlahan-lahan selama 1 menit. Selanjutnya diinkubasikan selama 2
jam pada suhu 35oC atau disimpan dalam suhu kamar selama semalam.
Larutan asam borat dalam inner chamber dititrasi dengan HCl
menggunakan magnetic stirrer sehingga larutan asam borat berubah menjadi
merah muda.
TVBN (mgN/100g) =
(𝑚𝑙 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 −𝑚𝑙 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 )
100 𝑔 𝑑𝑎𝑔𝑖𝑛𝑔 𝑖𝑘𝑎𝑛
𝑥 80 𝑚𝑔 𝑁
3.4.4 Total Plate Count (TPC) (Fardiaz 1987)
Prinsip dari pengamatan ini adalah menentukan besarnya populasi bakteri
yang terdapat pada ikan, yang memberikan gambaran tentang bagaimana tingkat
kesegaran ikan tersebut, karena bakteri merupakan faktor utama penyebab
pembusukan yang sedang berlangsung.
Prosedur kerjanya terdiri dari empat tahap yang saling berhubungan yaitu
tahap persiapan, penanaman, pengeraman dan perhitungan. Pertama, 5 gr daging
ikan ditimbang secara aseptis dan representatif, dimasukkan ke dalam blender jars
steril dan ditambahkan pada 90 ml NaCl 0,85% steril, kemudian diblender selama
beberapa detik dengan kecepatan rendah dan dilanjutkan dengan kecepatan tinggi
selama 2 menit. Larutan yang didapat adalah pengenceran 1:10. Selanjutnya
dipipet larutan 1:10 diatas sebanyak 1 ml, dimasukkan ke dalam cawan petri steril
dan 1 ml lagi sebagai duplo. Kemudian disiapkan larutan contoh 1:100, dengan
memipet 1 ml larutan 1:10 dan dimasukkan ke dalam 9 ml larutan NaCl 0,85 %
steril, lalu dikocok sampai homogen. Larutan contoh 1:100 ini dimasukkan ke
dalam cawan petri steril kedua dan secara duplo. Selanjutnya dengan cara yang
sama dikerjakan inokulasi contoh sampai dengan pengenceran 1:1.000.000 yang
dilakukan secara aseptis.
Ke dalam semua cawan petri yang telah berisi larutan contoh di atas,
dituangkan secara aseptis media tumbuh plate count agar (PCA) steril bersuhu
45oC sebanyak 15 ml, dan dibiarkan selama 15-20 menit sampai agarnya
memadat. Setelah itu, semua cawan petri tersebut diinkubasi pada suhu 30 oC
dengan posisi terbalik selama 48 jam dengan posisi terbalik. Disamping itu dibuat
blanko, yaitu ke dalam cawan petri steril hanya dituangkan media tumbuh PCA 15
ml. Selanjutnya dilakukan perhitungan jumlah bakteri dengan menggunakan alat
hitung Quebec. Perhitungan dilakukan disesuaikan dengan Standard Plate Count
(SPC).
3.4.5 Analisis bilangan Thiobarbituric Acid (TBA) metode Tarladgis
(Apriyantono et al. 1989)
Sampel ditimbang sebanyak 10 gram dengan teliti, dimasukkan ke dalam
wearing blender. Ditambahkan 50 ml akuades dan dihancurkan. Sampel yang
telah dihancurkan dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu destilasi sambil
dicuci dengan 47,5 ml akuades. Selanjutnya ditambahkan ± 2,5 ml HCl 4 M (atau
hingga pH menjadi 1,5) sampel didestilasi dengan menggunakan pendingin tegak
(alat destilasi) hingga diperoleh cairan destilat sebanyak 50 ml ± 10 menit
pemanasan. Destilat yang diperoleh diaduk hingga homogen dan dipipet ke dalam
tabung reaksi tertutup sebanyak 5 ml. Pereaksi TBA ditambahkan 5 ml, kemudian
divorteks hingga homogen. Larutan sampel dipanaskan dalam air mendidih
selama 35 menit kemudian didinginkan dengan air mengalir selama 10 menit.
Larutan blanko dibuat dengan menggunakan 5 ml akuades dan 5 ml
pereaksi dengan cara yang sama seperti penetapan sampel. Larutan blanko
ditetapkan sebagai titik nol dalam pengukuran absorbansi. Larutan sampel
kemudian diukur nilai absorbansinya pada panjang gelombang 528 nm. Bilangan
TBA didefenisikan sebagai mg malnodehid per kg. Perhitungan bilangan TBA
dalam sampel dilakukan melalui persamaan:
3
Bilangan TBA (mg malonaldehid/kg) = 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 × 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 × 7,8
3.4.6 Uji Organoleptik (Soekarto 1985)
Untuk melakukan kondisi optimal penyimpanan fillet ikan dalam kemasan
atmosfer termodifikasi dilakukan uji organoleptik dengan 10 skala mutu hedonik
(Soekarto 1985). Pengujian dilakukan terhadap penampakan, bau, warna, tekstur
berdasarkan pada kesukaan panelis. Panelis tetap yang dilibatkan adalah 10 orang.
Kriteria penilaian dikonversikan ke dalam angka-angka.
3.5.
Analisis Data (Steel & Torrie 1991)
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian adalah rancangan
acak lengkap dengan percobaan dua faktor dan dua kali ulangan. Faktor yang
pertama adalah komposisi gas yang dimasukkan ke dalam kemasan plastik fillet
ikan, terdiri dari 5 taraf, yaitu 40%CO2 + 60% N2 (A1); 60% CO2 + 40% N2 (A2);
80% CO2 + 20% N2 (A3); vakum (A4), dan udara biasa (sebagai kontrol) (A5).
Faktor yang kedua adalah masa simpan yang terdiri dari masa simpan untuk suhu
50C yaitu hari ke-0 (B1), 4 (B2), 8 (B3), 12 (B4), 16 (B5) dan untuk suhu ruang
yaitu jam ke-0 (B1), 5 (B2), 10 (B3), 15 (B4), 20 (B5). Setelah diketahui bahwa
perlakuan memberikan pengaruh terhadap hasil TPC, TVB,TBA dan pH, maka
dilakukan uji Lanjut Duncan.
Model rancangan acak lengkap atau RAL, dengan percobaan dua faktor
adalah sebagai berikut:
Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + Σijk
Yijk
= faktor pengamatan pada faktor ke-A taraf ke-i, faktor ke- B taraf
ke-j dan ulangan ke-K.
(µ, αi, βj)
= komponen additif dari rataan, pengaruh utama faktor A taraf kei dan pengaruh utama faktor B taraf ke-j.
(αβ)ij
= komponen interaksi dari faktor A taraf ke-i dan faktor B taraf
ke-j.
Σijk
= pengaruh acak yang menyebar normal (0, σ2).
i
= 1,2,3,4,5
j
= 1,2,3,4,5
Data hasil pengamatan diolah dengan analisis ragam (Analysis of
Variance). Bila hasil dari analisis ragam memperlihatkan pengaruh nyata atau
sangat nyata, maka dilakukan uji lanjut dengan Duncan’s Multiple Test Range
(DMRT), sehingga diketahui perlakuan yang memberikan hasil berbeda dengan
perlakuan yang lain.
Data hasil uji organoleptik diolah menggunakan Metode Kruskal Wallis.
Uji Kruskal Wallis dilakukan pada warna, penampakan, bau dan tekstur. Apabila
memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap uji organoleptik maka akan
diolah lebih lanjut menggunakan Uji Multiple Comparison.
Uji Kruskal Wallis
𝑯=
𝟏𝟐
𝒏(𝒏 + 𝟏)
𝐻′ =
𝒊
𝑹𝒊
− 𝟑(𝒏 + 𝟏)
𝒏𝒊
𝐻
𝑃𝑒𝑚𝑏𝑎𝑔𝑖
𝑃𝑒𝑚𝑏𝑎𝑔𝑖 = 1 −
𝑡
𝑛 − 1 (𝑛 + 1)
Keterangan :
n
= jumlah data
ni
= banyaknya pengamatan dalam perlakuan ke-i
Ri
= jumlah rangking dalam perlakuan ke-i
t
= banyaknya pengamatan yang seri dalam kelompok
H‟
= H terkoreksi
Uji Multiple Comparison
𝑹𝒊 − 𝑹𝒋 >< 𝑍 ∝/2𝒑
Keterangan :
Ri
= rata-rata rangking perlakuan ke-i
Rj
= rata-rata perlakuan ke-j
n
= jumlah total data
k
= banyaknya ulangan
𝒏+𝟏 𝒌
𝟔
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Proksimat Daging Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus)
Analisis kimia dilakukan pada ikan patin yang digunakan yaitu kadar air,
protein, lemak dan abu. Komposisi kimia daging ikan daging ikan patin yang
digunakan pada penelitian ini tertera pada Tabel 5.
Tabel 5. Proksimat daging ikan patin (Pangasius hypopthalmus) segar
Komposisi Kimia
Air
Abu
Protein
Lemak
Nilai (%)
75,26 ± 3,15
1,18 ± 0,00
13,50 ± 0,51
1,58 ± 0,02
Berdasarkan Tabel 5, fillet ikan patin (Pangasius hypopthalmus)
mempunyai kadar air yang tinggi (75,26 ± 3,15%), kandungan protein yang relatif
rendah (<15%), dan kandungan lemak yang relatif rendah (<5%). Hal yang serupa
juga dikemukakan oleh Orban et al. (2008). Menurut Swasono (2007), ikan patin
mempunyai kadar air 81,31%, kadar protein sebesar 16,05%, kadar lemak 1,09%,
dan kadar abu 1,10%. Nilai komposisi kimia dari ikan dapat berbeda-beda
tergantung faktor intrinsik dan ekstrinsik. Yang termasuk faktor intrinsik adalah
jenis dan golongan ikan, umur ikan, jenis kelamin dan sifat warisan. Sedangkan
yang termasuk faktor ekstrinsik adalah daerah kehidupan ikan, musim dan jenis
makanan yang tersedia (Hadiwiyoto 1993).
4.2.
Modified Atmosphere Packaging
Mikrobiologi, biokimia dan metode sensori digunakan untuk mengevaluasi
kesegaran dan kualitas dari ikan selama penanganan dan penyimpanan, dengan
penampakan, bau, rasa dan tekstur menjadi atribut yang utama dalam kesegaran
(Koutsoumanis et al. 2002 dalam Hernández et al. 2009). Diketahui bahwa
analisis mikrobiologi, biokimia dan sensori ini tidak selalu menunjukkan korelasi
baik sehingga penting untuk menggunakan tiga jenis analisis ini bersama dalam
menentukan kesegaran dari ikan tertentu dengan lebih akurat (Paleologos et al.
2004 dalam Hernández et al. 2009).
4.2.1. Derajat Keasaman (pH)
Nilai pH merupakan ukuran keadaan asam atau basa suatu zat dan sering
digunakan sebagai indikator kerusakan bahan makanan, karena pengontrolan nilai
pH merupakan salah satu cara untuk mencegah pertumbuhan organisme (Gaman
& Sherrington 1990). Secara umum perubahan kimiawi pertama kali dalam
daging ikan adalah perubahan pH, tetapi perubahan nilai pH ikan tergantung
spesiesnya sehingga nilai pH tidak menjadi kriteria yang pasti untuk mendeteksi
kesegaran dan kualitas daging ikan dan olahannya. Nilai pH digunakan sebagai
pendukung parameter kualitas lainnya (Baygar et al. 2008). Nilai rata-rata pH dari
setiap perlakuan fillet ikan patin dengan penyimpanan pada suhu ruang disajikan
pada Gambar 3.
6,5
h
6,4
6,3
efgh efgh
efgh
efgh efgh
defg
6,2
Nilai pH
fgh
efgh
cdef
6,1
cd
efgh
efgh
fgh
gh
cdefcd
cde
c
6
5,9
b
b b
b b
5,8
a
5,7
5,6
5,5
0
5
10
Lama Penyimpanan (Jam)
15
20
Keterangan :
40%CO2 + 60% N2
60%CO2 + 40% N2
80%CO2 + 20% N2
Vakum
Udara Biasa
Huruf a-h adalah hasil uji Duncan lanjut terhadap interaksi komposisi gas dalam kemasan dengan masa simpan
Gambar 3. Diagram batang nilai rata-rata pH pada penyimpanan suhu ruang
Berdasarkan Gambar 3 di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata pH pada
suhu ruang berkisar antara 5,60-6,35 dengan nilai pH tertinggi yaitu 6,35 pada
kemasan ikan patin dengan penambahan 80%CO2 /20%N2 jam ke-15 dan nilai pH
terendah pada kemasan ikan patin dengan penambahan 60%CO2/40%N2 jam ke-5.
Nilai pH yang turun pada jam ke-5 untuk semua perlakuan berkorelasi
dengan pernyataan Ilyas (1983) bahwa setelah ikan mati, nilai pH ikan akan turun
dari 7,00 (nilai pH ikan hidup) hingga mencapai minimum antara 5,80 hingga
6,20 yaitu saat terjadi kekejangan (rigor mortis) pada ikan. Setelah ikan mati,
sirkulasi darah terhenti dan suplai oksigen berkurang sehingga yang terjadi adalah
metabolisme anaerob yang menyebabkan pemecahan glikogen menjadi glukosa
dan produk turunannya. Penguraian glukosa melelui proses glikolisis akan
menghasilkan ATP dan asam laktat. Akumulasi asam laktat inilah yang dapat
menyebabkan terjadinya penurunan pH daging ikan. Selain itu, rendahnya nilai
kisaran pH yang mencapai minimum 5,60 atau dibawah 5,80 juga dapat
disebabkan oleh larutnya gas CO2 pada air dan lemak pada fillet yang
menghasilkan asam karbonat (H2CO3) (Sebranek & Houser 2006; Coyne 1933
dalam Sivertsvik et al. 2002). Reaksi tersebut dapat dituliskan sebagai berikut :
CO2 + H20
H2CO3
Pada akhir masa simpan, Gambar 3 memperlihatkan bahwa pada kemasan
dengan penambahan 60%CO2/40%N2 merupakan fillet patin dengan pH terendah
yaitu sebesar 6,02, sedangkan pH tertinggi pada kemasan udara biasa dengan nilai
6,35. Kenaikan yang terjadi sampai dengan akhir masa simpan untuk semua
perlakuan menunjukkan bahwa pada semua fillet ikan patin terjadi penguraian
protein sehingga menyebabkan peningkatan kandungan nitrogen non protein yang
akhirnya berdampak pada akumulasi basa pada fillet ikan Patin (Hadwiger &
Adams (1978); Hadwiger & Losckhe (1981) dalam Gushagia (2008)). Namun,
kenaikan nilai pH untuk MAP, vakum dan udara biasa berbeda, hal ini dapat
disebabkan terhambatnya pertumbuhan bakteri untuk ikan Patin dengan MAP
sehingga akumulasi basa yang dihasilkan juga lebih sedikit. Hasil analisis ragam
menunjukkan bahwa interaksi perlakuan komposisi gas dan masa simpan
memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada pH nilai fillet patin (p<0,05) dan
dilakukan uji lanjut Duncan (Lampiran 3).
Nilai rata-rata pH untuk fillet ikan patin yang disimpan pada suhu dingin
disajikan pada Gambar 4 di bawah ini.
6,8
6,7
6,6
j
Nilai pH
6,5
6,4
defg
de
cde cde
cde cde cde
6,3
6,2
b b b
6,1
cdef
de
bc
hi
hij
ghi
defg defg
fgh
defg
cde
cd
a a
6
5,9
5,8
0
4
8
Lama Penyimpanan (Hari)
12
16
Keterangan :
40%CO2 + 60% N2
60%CO2 + 40% N2
80%CO2 + 20% N2
Vakum
Udara Biasa
Huruf a-j adalah hasil uji Duncan lanjut terhadap interaksi komposisi gas dalam kemasan dengan masa simpan
Gambar 4. Diagram batang nilai rata-rata pH pada penyimpanan suhu dingin
Berdasarkan Gambar 4 di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata pH pada
suhu dingin berkisar antara 5,93-6,49 dengan nilai pH tertinggi yaitu 6,49 pada
kemasan ikan patin dengan kemasan udara biasa hari ke-16 dan nilai pH terendah
sebesar 5,93 pada kemasan ikan patin dengan penambahan 40%CO2/60%N2 dan
60%CO2/40%N2 pada hari ke-4. Gambar 4 juga memperlihatkan bahwa adanya
penurunan pH fillet patin pada hari ke-4 di semua perlakuan yang disebabkan oleh
terbentuknya asam laktat setelah ikan mati.
Penurunan pH juga disebabkan oleh penyerapan CO2 pada permukaan otot
ikan, mengasamkannya melalui pembentukan asam karbonat (Banks et al. 1980
dalam Erkan et al. 2007). Daya larut dari CO2 pada air sekitar 30 kali lebih besar
daripada O2 dan 60 kali lebih besar daripada N2 (Gill 1988 dalam Sebranek &
Houser 2006). Walaupun, jumlah dari asam karbonat yang terbentuk dari CO 2
relatif sedikit (±2%), diketahui bahwa pH daging dapat turun sampai 0,35
(Daniels et al. 1985, Tan & Gill 1982 dalam Sebranek & Houser 2006).
Penurunan pH ini juga dapat dilihat pada penelitian Sebranek & Houser (2006),
Torrieri et al. (2006), Masniyol et al. (2002) dan Erkan et al. (2007) yang
mengemas ikan dengan spesies lain dalam atmosfer termodifikasi untuk suhu
dingin.
Penyerapan CO2 pada jaringan daging dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti kandungan lemak, kandungan air, pH, suhu (Sebranek & Houser 2006).
Setelah hari ke-4, pada semua kemasan terjadi kenaikan pada nilai pH, hal ini
disebabkan karena adanya produksi komponen alkali seperti amonia oleh
kerusakan karena mikroorganisme (Stammen et al. 1990 dalam Reddy et al.
1994). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi antara komposisi gas
dan masa simpan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05) terhadap
nilai pH ikan patin lalu dilakukan uji lanjut Duncan (Lampiran4).
4.2.2. Total Volatile Base-Nitrogen (TVBN)
Total Volatile Base-Nitrogen (TVBN) adalah produk hasil kerusakan oleh
bakteri dan enzim di dalam tubuh ikan yang nilainya sering digunakan untuk
melihat kualitas dan umur simpan dari produk (EEC 1995 dalam Mendes et al.
2008). European Union menjelaskan bahwa nilai TVBN dapat digunakan sebagai
penilaian terhadap kemunduran mutu ikan jika metode sensori dianggap
meragukan (EU 1991 dalam Castro et al. 2006). Nilai rata-rata TVBN dari setiap
fillet ikan patin dengan penyimpanan pada suhu ruang disajikan pada Gambar 5.
30
bc
c
c
10
15
20
Nilai TVBN (mgN/100g)
25
20
a
b
15
10
5
0
0
5
Lama Penyimpanan (Jam)
Keterangan :
40%CO2 + 60% N2
60%CO2 + 40% N2
80%CO2 + 20% N2
Vakum
Udara Biasa
Huruf a, b dan c adalah hasil uji lanjut Duncan terhadap perlakuan masa simpan
Gambar 5. Diagram batang nilai rata-rata TVBN pada penyimpanan suhu ruang
Berdasarkan hasil yang dapat dilihat dari Gambar 5, nilai TVBN selama
penyimpanan suhu ruang berkisar antara 9,90-23,30 mgN/100g, dengan nilai
TVBN rata-rata terendah pada akhir masa simpan yaitu fillet ikan patin dengan
kemasan penambahan 40%CO2/60%N2 sebesar 18,93 mgN/100g dan nilai ratarata tertinggi pada kemasan udara biasa yaitu 23,30 mgN/100g. Hasil analisis
ragam menunjukkan bahwa perlakuan masa simpan memberikan pengaruh yang
nyata (p<0,05) terhadap nilai TVBN ikan patin sehingga dilakukan uji lanjut
Duncan, sedangkan perlakuan komposisi gas dan interaksi diantara gas dengan
masa simpan tidak memberikan pengaruh yang nyata pada nilai TVBN patin pada
penyimpanan suhu ruang (Lampiran 5).
Hasil analisis TVBN menunjukkan bahwa selama pengamatan telah terjadi
proses kebusukan dari fillet ikan patin yang dapat dilihat dari peningkatan nilai
TVBN selama penyimpanan. Akan tetapi pada Gambar 5 terlihat bahwa nilai
TVBN pada seluruh perlakuan sampai jam ke-20 belum melebihi batas
penerimaan. Hal ini dikemukakan juga oleh Masniyol et al. (2008). Perbedaan
nilai TVBN yang kecil berhubungan dengan kandungan nitrogen non protein pada
ikan yang tergantung dari tipe pemberian pakan pada ikan, waktu pada saat
ditangkap, ukuran ikan, faktor lingkungan yang berbeda dan juga kualitas
mikrobiologis pada jaringan ikan (Ozogul et al. 2004 dalam Mendes et al. 2008).
Untuk nilai TVBN ikan patin pada penyimpanan suhu dingin dapat dilihat
pada Gambar 6 dibawah ini.
40
p
c
Nilai TVBN (mgN/100g)
35
o
o
30
n
bc
25
m
ab
10
abc
a bc
c
ab
bc
abc
abc
ab
bc
bc
c
20
15
c
abc
ab
a
a
8
Lama Penyimpanan (Hari)
12
16
c
abc
ab
a
a
5
0
0
4
Keterangan :
40%CO2 + 60% N2
60%CO2 + 40% N2
80%CO2 + 20% N2
Vakum
Udara Biasa
(a) Huruf a, b dan c adalah uji lanjut terhadap perlakuan komposisi gas ; (b) Huruf m, n, o dan p adalah uji lanjut terhadap
perlakuan masa simpan
Gambar 6. Diagram batang nilai rata-rata TVBN pada penyimpanan suhu dingin
Berdasarkan hasil yang dapat dilihat dari Gambar 6, nilai TVBN selama
penyimpanan suhu dingin berkisar antara 9,90-32,32 mgN/100g, dengan nilai
TVBN rata-rata terendah pada akhir masa simpan yaitu kemasan dengan
penambahan 80%CO2/20%N2 sebesar 17,47 mgN/100g dan nilai rata-rata
tertinggi pada fillet ikan dengan kemasan udara biasa yaitu 32,32 mgN/100g.
Menurut Zaitsev et al. (1969) dalam Nurjanah et al. (2004) juga menurut Pantazi
et al. (2008), batas nilai TVBN ikan air tawar yang masih dapat diterima berkisar
antara 18-25 mgN/100g. Maka, apabila dilihat untuk akhir masa simpan, ikan
patin dengan kemasan 40%CO2/60%N2, 80%CO2/20%N2 dan dengan kemasan
vakum masih dapat diterima.
Rendahnya nilai rata-rata TVB pada penambahan 80%CO2/20%N2 dapat
dikatakan bahwa fillet ikan patin tersebut memiliki kualitas terbaik secara kimiawi
dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Rendahnya nilai TVBN dapat
disebabkan oleh tingginya kandungan CO2 pada kemasan yang bersifat
bakteriostatik dan menghambat jumlah bakteri yang menguraikan senyawasenyawa yang terdapat pada daging ikan (Erkan et al. 2007). Hal ini juga
dikemukakan oleh Oberlender et al. (1983) dalam Pantazi et al. (2008). Fraser &
Sumar (1998) dalam Özogul et al. (2003) menyatakan bahwa katabolisme bakteri
pada asam amino di otot ikan menghasilkan akumulasi amonia dan senyawa
volatil lainnya.
Hasil uji TVBN tidak selalu konsisten. Sebab nilai TVBN diperoleh dari
hanyutnya amina volatil dari ikan yang disimpan. Keragaman TVBN berasal dari
variasi biologis dari ikan (Ilyas 1983). Hal inilah yang dapat menyebabkan adanya
nilai rata-rata TVBN yang fluktuatif yang dapat dilihat di Gambar 11. Dalam
kemasan vakum, nilai TVBN pada hari ke-8 sebesar 22,71 mg N/100 g lalu
menurun pada hari ke-12 menjadi 20,97 mg N/100 g dan akhirnya pada hari ke-16
nilai TVBN sebesar 23,30 mg N/100 g.
Pada uji kimiawi, penetapan TVBN sudah meluas digunakan. Ia
berkorelasi cukup baik dengan perubahan sensori selama penurunan mutu atau
pembusukan (Ilyas 1983). Namun, Banks et al. (1980) dalam Siverstvik et al.
(2002) menyatakan bahwa adanya peningkatan yang lambat pada ikan yang
disimpan dengan CO2, bahkan ketika uji sensori telah menyatakan kebusukan
mengindikasikan pola pembusukan yang berbeda pada ikan yang disimpan dengan
CO2 dengan ikan yang disimpan biasa dalam suhu rendah. Kadar TVBN
meningkat secara lambat selama penyimpanan dingin pada kebanyakan air tawar,
disebabkan juga karena rendah atau tiadanya kandungan TMAO pada ikan air
tawar (Ilyas 1983).
Analisis ragam menunjukkan bahwa adanya perbedaan nyata (p<0,05)
antara patin yang disimpan dalam udara biasa, vakum dan MAP. Perlakuan masa
simpan juga memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap nilai TVBN ikan patin
sehingga dilakukan uji lanjut Duncan (Lampiran 6).
4.2.3. Total Plate Count (TPC)
Kesegaran merupakan sifat yang paling penting saat mengevaluasi kualitas
dari ikan yang bergantung pada penanganan dan penyimpanan, dari saat ditangkap
sampai pada saat sampai kepada konsumen. Kerusakan secara mikrobiologi
disebabkan oleh adanya aktifitas mikroorganisme, terutama bakteri. Di dalam
pertumbuhannya atau untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, mikroorganisme
memerlukan energi yang dapat diperoleh dari substrat tempat hidupnya. Daging
ikan merupakan substrat yang baik untuk bakteri (Hadiwiyoto 1993). Baik saat
pengolahan fillet dan mengeluarkan isi perut, cross-contamination di antara ikan
dan luasnya permukaan yang terbuka untuk kontaminasi mikroba pada lingkungan
dapat menurunkan umur simpan dari ikan (Poli et al. 2006 dalam Hernández et al.
2009). Berikut adalah grafik nilai log TPC pada penyimpanan suhu ruang yang
disajikan pada Gambar 7.
8
7
Log nilai TPC
6
5
4
3
2
1
0
0
5
10
15
20
Lama Penyimpanan (Jam)
Keterangan :
40%CO2 + 60% N2
Vakum
60%CO2 + 40% N2
80%CO2 + 20% N2
Udara Biasa
Gambar 7. Grafik nilai log TPC pada penyimpanan suhu ruang
Gambar 7 menunjukkan adanya kenaikan nilai log TPC pada semua
kemasan dengan komposisi gas yang berbeda. Pada akhir masa simpan nilai log
TPC berkisar 5,90-7,76 atau sebesar 8 x 105 CFU/g sampai dengan 5,8 x 107
CFU/g.
Nilai
log
TPC
tertinggi
pada
kemasan
dengan
penambahan
60%CO2/40%N2 sebesar 7,76 tidak berbeda jauh dengan kemasan dengan udara
biasa sebesar 7,72 atau 5,2 x 107 CFU/g, sedangkan nilai log TPC terendah pada
kemasan dengan penambahan 80%CO2/20%N2. Batas maksimum bakteri menurut
SNI 01-2729.1-2006 yaitu sebesar 5 x 105 CFU/g atau dengan nilai log sebesar
5,70, menunjukkan bahwa fillet patin dengan masa simpan paling lama pada
kemasan dengan penambahan 40%CO2/60%N2 dan 80%CO2/20%N2 dengan nilai
TPC 1,8 x 104 dan 4,2 x 104 CFU/g sampai pada jam ke-15.
CO2 dapat mencegah pertumbuhan bakteri. Walaupun efek dari CO2 pada
pertumbuhan bakteri kompleks, namun ada empat mekanisme CO 2 pada
mikroorganisme yang dapat diidentifikasi (Farber 1991; Dixon & Kell 1989;
Daniels et al. 1985; Parkin & Brown 1982 dalam Sivertsvik et al. 2002) yaitu
mengubah fungsi membran sel termasuk efek pada pemasukan nutrien dan
penyerapan, menghambat langsung pada enzim atau menurunkan reaksi enzim,
menembus membran bakteri yang menuju pada perubahan pH intraseluler, dan
adanya perubahan langsung pada sifat fisika-kimia dari protein. Dengan semakin
tingginya konsentrasi CO2 yang diberikan maka efek yang dihasilkan semakin
besar (Reddy et al. 1994). Analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi antara
masa simpan dan perbedaan komposisi gas adanya memberikan pengaruh yang
berbeda nyata (p<0,05) terhadap nilai log TPC fillet ikan Patin sehingga
dilakukan uji lanjut Duncan (Lampiran 7).
Untuk nilai log TPC pada penyimpanan suhu dingin, disajikan oleh
Gambar 8 di bawah ini.
Nilai Log TPC
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
0
4
8
Lama Penyimpanan (Hari)
12
Keterangan :
40%CO2 + 60% N2
Vakum
60%CO2 + 40% N2
Udara Biasa
16
80%CO2 + 20% N2
Gambar 8. Grafik nilai log TPC pada penyimpanan suhu dingin
Berdasarkan hasil pada Gambar 8, dapat dilihat bahwa adanya peningkatan
nilai log TPC pada fillet ikan. Kisaran nilai log TPC pada akhir masa simpan
adalah sebesar nilai log 8,76-9,93 atau 5,75 x 108 CFU/g sampai dengan 8,5 x 109
CFU/g. Nilai log terendah terdapat pada fillet patin dengan penambahan
80%CO2/20%N2 sedangkan nilai tertinggi pada penambahan 40%CO2/60%N2.
Batas maksimum bakteri menurut SNI 01-2729.1-2006 yaitu sebesar 5 x 105
CFU/g atau dengan nilai log sebesar 5,70, menunjukkan bahwa fillet patin dengan
penambahan 80%CO2/20%N2 merupakan fillet ikan terbaik dengan nilai TPC
terendah yaitu 2,5 x 104 CFU/g sampai pada hari ke-8.
Efek menghambat pada CO2 meningkat dengan semakin besarnya
konsentrasi CO2 dan temperatur yang semakin rendah (Sikorski & Sun Pan 1994).
Penyimpanan pada suhu dingin menyebabkan kelarutan CO2 semakin tinggi
sehingga efek hambatnya semakin tinggi. Devlieghere et al. (1998); Devlieghere
et al. (2001) dalam Sebranek & Houser (2006) mencatat bahwa efek antimikrobial
dari CO2 lebih besar pada suhu di bawah 10 oC dibandingkan pada 15 oC atas di
atasnya.
Di dalam kemasan, N2 yang ditambahkan merupakan gas yang
mempunyai efek tidak langsung pada umur simpan dari ikan. Hal ini karena ketika
N2 digunakan untuk menggantikan O2 maka atmosfer pada kemasan tidak
mengizinkan adanya pertumbukan mikroorganisme aerobik. Dan karena
mikroorganisme aerobik merupakan organisme dengan pertumbuhan paling cepat
secara normal yang ada pada daging segar, maka mencegah pertumbuhannya akan
memperpanjang umur simpan (Sebranek & Houser 2006).
Analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi antara masa simpan dan
perbedaan komposisi gas adanya memberikan pengaruh yang berbeda nyata
(p<0,05) terhadap nilai log TPC fillet ikan Patin pada suhu dingin sehingga
dilakukan uji lanjut Duncan (Lampiran 8).
4.2.4 Thiobarbituric Acid (TBA)
Thiobarbituric Acid (TBA) adalah indikator yang telah digunakan secara
meluas dalam menilai oksidasi lipid (Nishimoto et al. 1985 dalam Pantazi et al.
2007). Prinsip dasar dari metode ini adalah reaksi antara 1 molekul malonaldehid
dan 2 molekul TBA yang membentuk pigmen merah mudah malonaldehid TBA
kompleks yang dapat dihitung secara spektrofotometri (Gutteridge 1981 dalam
Tokur et al. 2006).
Ikan mudah rusak karena oksidasi, yang berhubungan dengan ketengikan
dan kehilangan kandungan nutrisi (Frankel 1998 dalam Maqsood & Benjakul
2010). Uji TBA hanya dilakukan pada fillet ikan patin pada penyimpanan suhu
dingin. Berikut adalah grafik nilai rata-rata TBA pada setiap perlakuan pada
penyimpanan suhu dingin yang disajikan pada Gambar 9.
0,140
h
Nilai TBA (mgMDA/kg)
0,120
g
0,100
0,080
f
ef
0,060
ef
cdef
cdef cde
cdef
0,040
0,020
ef
def
cdef
cdef
cde
abc
a a a a a
ab ab
ab
ab
a
0,000
0
4
8
Lama Penyimpanan
(Hari)
12
16
Keterangan:
40%CO2 + 60% N2
60%CO2 + 40% N2
80%CO2 + 20% N2
Vakum
Udara Biasa
Huruf a-h adalah hasil uji Duncan lanjut terhadap interaksi komposisi gas dalam kemasan dengan masa simpan
Gambar 9. Diagram batang nilai rata-rata TBA pada penyimpanan suhu dingin
Berdasarkan Gambar 9, dapat dilihat adanya kecenderungan fluktuasi pada
nilai TBA pada setiap perlakuan kemasan. Nilai TBA berkisar antara 0,0059
sampai dengan 0,1251 mg malonaldehid/kg. Nilai yang berfluktuasi ini
dikemukan oleh Pantazi et al. (2008) dalam penelitiannya pada Mediterranean
swordfish. Erkan et al. (2007) juga menyatakan adanya nilai TBA yang
berfluktuasi pada chub mackerel. Nilai TBA tertinggi terdapat pada fillet ikan
dengan kemasan penambahan 40%CO2/60%N2 pada masa simpan hari ke-8
dengan nilai rata-rata 0,1251 mg malonaldehid/kg. Setelah hari ke-8 terjadi
penurunan nilai TBA pada fillet kemasan 40%CO2/60%N2 ini. Fluktuasi nilai ini
juga terjadi pada semua perlakuan kecuali fillet ikan patin dengan penambahan
80%CO2/20%N2. Kesemua nilai TBA fillet patin masih di bawah 3 mg
malonaldehid/kg yang merupakan standar yang dikemukan oleh Lannelongue et
al. (1982) dalam Pantazi et al. (2008). Hal ini juga berarti bahwa lipid pada
jaringan ikan segar yang disimpan dalam suhu dingin cenderung mengalami
oksidasi lebih kecil (Stansby 1963 dalam Pantazi et al. 2008).
Oksidasi lipid pada ikan bergantung pada beberapa faktor (spesies ikan,
suhu penyimpanan, komposisi lemak, dan lain-lain). Sehubungan dengan
kandungan lemak, ketengikan karena oksidasi dapat disebabkan oleh berbagai
faktor, seperti proses fillet. Karena fillet mempunyai area permukaan yang lebih
luas untuk kontak dengan oksigen, fillet ini lebih mudah untuk teroksidasi
daripada ikan utuh (Hernández et al. 2009). Hal ini menjadi salah satu parameter
yang dapat dijadikan indikator untuk mengetahui kesegaran fillet ikan patin.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan komposisi gas,
perlakuan masa simpan dan interaksi antara komposisi gas dan masa simpan
memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada nilai TBA (p<0,05) pada
penyimpanan suhu dingin dan untuk itu dilakukan uji Lanjut Duncan
(Lampiran9).
4.2.5 Organoleptik
4.2.5.1 Warna
Warna merupakan faktor yang kritis dalam menentukan umur simpan
dimana produk juga harus dapat memberikan warna yang menarik untuk pasar
(Sebranek & Houser 2006). Berikut ini adalah nilai organoleptik warna pada
penyimpanan suhu ruang yang ditampilkan oleh Gambar 10.
10
9
Nilai organoleptik
8
Keterangan :
7
40%CO2+60%N2
6
5
60%CO2+40%N2
4
80%CO2+20%N2
3
Vakum
2
Udara Biasa
1
0
0
5
10
15
20
Lama Penyimpanan (Jam)
Gambar 10. Grafik nilai rata-rata uji organoleptik warna fillet ikan patin
selama penyimpanan suhu ruang
Berdasarkan nilai dari Gambar 10, dapat dilihat seiring lama penyimpanan
nilai organoleptik warna menurun untuk semua perlakuan. Sebelum pengemasan,
fillet ikan patin rata-rata berwarna kuning muda dengan sedikit berwarna merah.
Setelah beberapa jam, terjadi perubahan warna pada ikan dimana fillet ikan patin
dengan udara biasa dan vakum berubah semakin pudar sedangkan fillet patin
dengan MAP cenderung lebih merah. Nilai rata-rata akhir dari organoleptik warna
berkisar antara 1,3-3,7, terlihat secara keseluruhan warna daging di semua
perlakuan pudar dan cenderung berwarna kuning pekat karena adanya lendir yang
menutupi fillet ikan. Pada akhir masa simpan nilai organoleptik warna terbaik
pada fillet ikan pada kemasan penambahan 40%CO2/60%N2 yaitu rata-rata
sebesar 3,7. Konsentrasi gas CO2 yang terlalu tinggi dapat menyebabkan
diskolorisasi pada daging ikan (Sikorski & Sun Pan 1994), hal ini dapat
mempengaruhi penilaian panelis pada uji organoleptik warna dari fillet ikan.
Sivertsvik et al. (2002) juga menyatakan bahwa warna dari daging ikan dan
kulitnya dapat berubah karena tingginya konsentrasi CO2 pada kemasan. Warna
yang terbentuk pada ikan karena adanya penambahan CO2 tergantung pada suhu
penyimpanan, sifat dari ikan, luasnya permukaan ikan yang terpapar CO 2
(Sikorski & Sun Pan 1994).
Hasil uji Kruskall-Wallis menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan
komposisi gas tidak memberikan pengaruh pada nilai organoleptik warna fillet
ikan patin, dapat dilihat dari penilaian panelis yang tidak terlalu berbeda jauh yang
terdapat pada grafik di Gambar 10. Namun, perlakuan masa simpan memberikan
pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05). Uji lanjut Multiple Comparison
menunjukkan bahwa nilai organoleptik warna pada jam ke-0 berbeda nyata
dengan jam ke-5, 10, 15 dan 20 (Lampiran 10).
10
9
Nilai Organoleptik
8
Keterangan :
7
40%CO2+60%N2
6
60%CO2+40%N2
5
4
80%CO2+20%N2
3
Vakum
2
Udara Biasa
1
0
0
4
8
12
Lama Penyimpanan (Hari)
16
Gambar 11. Grafik nilai rata-rata uji organoleptik warna fillet ikan patin
selama penyimpanan suhu dingin
Gambar 11 memperlihatkan bahwa adanya penurunan pada setiap fillet
dengan perlakuan udara biasa, vakum dan MAP. Pada akhir masa simpan, kisaran
nilai organoleptik warna adalah 1-3,4, dimana nilai organoleptik tertinggi pada
fillet dengan penambahan 80%CO2/20%N2, sedangkan yang terendah pada
kemasan udara biasa dan pada penambahan 40%CO2/60%N2. Perubahan warna
yang terjadi pada penyimpanan suhu ruang juga terdapat pada penyimpanan suhu
dingin. Daging ikan mula-mula berwarna kuning kemerah-merahan, selama
penyimpanan berangsur berubah nejadi warna kuning dan perlahan akhirnya
berubah menjadi pucat. Terjadinya warna kuning dikenal dengan istilah rusting.
Penyebab rusting ini adalah akibat senyawa amonia yang menguap dan
trimetilamin yang dihasilkan akibat kegiatan mikroba dalam daging ikan. Gejala
rusting ini juga dapat terjadi pada proses oksidasi lemak-lemak yang mengandung
senyawa nitrogen (Ketaren 1986).
Hasil uji Kruskall-Wallis menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan
komposisi gas tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada nilai
organoleptik warna fillet ikan patin, sedangkan perlakuan penyimpanan suhu
dingin memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05). Uji lanjut Multiple
Comparison menunjukkan bahwa nilai organoleptik warna pada hari ke-0 berbeda
nyata dengan hari ke-4, 8, 12 dan 16 (Lampiran 11).
4.2.5.2 Penampakan
Kesegaran adalah hal yang paling penting dalam mengevaluasi kualitas
dari ikan. Hilangnya kesegaran mengubah parameter sensori yang mempunyai
efek langsung pada penerimaan produk oleh konsumen. Perubahan sensori yang
pertama yang timbul pada penyimpanan ikan berhubungan dengan penampakan
dan tekstur (Huss 1995 dalam Hernández et al. 2009). Berikut ini adalah grafik
nilai rata-rata organoleptik penampakan pada penyimpanan suhu ruang.
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
Nilai organoleptik
Keterangan :
40%CO2+60%N2
60%CO2+40%N2
80%CO2+20%N2
Vakum
Udara Biasa
0
5
10
15
Lama Penyimpanan (Jam)
20
Gambar 12. Grafik nilai rata-rata uji organoleptik penampakan fillet
ikan patin selama penyimpanan suhu ruang
Berdasarkan Gambar 12 di atas, dapat dilihat adanya penurunan nilai
organoleptik penampakan. Kisaran nilai rata-rata akhir dari nilai penampakan
adalah 2,3-4,3, dimana terlihat ciri-ciri pada fillet patin seperti kecerahan hilang,
pemutihan nyata, beragam sampai ke ciri-ciri timbul berbagai penyimpangan.
Nilai organoleptik penampakan terbaik pada akhir masa simpan adalah fillet ikan
patin dengan penambahan 60%CO2/40%N2. Penampakan merupakan faktor yang
penting dalam menentukan kesegaran ikan.
Hasil uji Kruskall-Wallis menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan
komposisi gas tidak memberikan pengaruh pada nilai organoleptik penampakan
fillet ikan patin, sedangkan perlakuan penyimpanan suhu ruang memberikan
pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05). Uji lanjut Multiple Comparison
menunjukkan bahwa nilai organoleptik warna pada jam ke-0 berbeda nyata
dengan jam ke-5, 10, 15 dan 20 (Lampiran 12).
Berikut ini adalah grafik penilaian panelis terhadap parameter penampakan
fillet ikan patin pada penyimpanan suhu dingin.
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
Nilai Organoleptik
Keterangan :
40%CO2+60%N2
60%CO2+40%N2
80%CO2+20%N2
Vakum
Udara Biasa
0
4
8
12
Lama Penyimpanan (Hari)
16
Gambar 13. Grafik nilai rata-rata uji organoleptik penampakan fillet
ikan patin selama penyimpanan suhu dingin
Berdasarkan hasil pada Gambar 13, didapatkan bahwa kisaran nilai
organoleptik penampakan pada akhir masa simpan adalah 1-3,8. Nilai tertinggi
pada penampakan adalah pada kemasan dengan penambahan 80%CO 2/20%N2
sedangkan nilai organoleptik terendah yaitu 1 terdapat pada fillet ikan dengan
penambahan 40%CO2/60%N2, kemasan vakum dan pada ikan dengan kemasan
udara biasa.
Hasil uji Kruskall-Wallis menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan
komposisi gas dan masa simpan memberikan pengaruh pada nilai organoleptik
penampakan
fillet ikan patin (p<0,05). Uji lanjut Multiple Comparison
menunjukkan bahwa nilai organoleptik warna pada hari ke-0 berbeda nyata
dengan hari ke-4, 8, 12 dan 16 (Lampiran 13).
4.2.5.3 Bau
Berikut ini pada Gambar 11 ditampilkan hasil nilai rata-rata organoleptik
bau fillet ikan patin pada penyimpanan suhu ruang.
10
9
Nilai organoleptik
8
Keterangan :
7
40%CO2+60%N2
6
60%CO2+40%N2
5
80%CO2+20%N2
4
3
Vakum
2
Udara Biasa
1
0
0
5
10
15
Lama Penyimpanan (Jam)
20
Gambar 14. Grafik nilai rata-rata uji organoleptik bau fillet ikan patin
selama penyimpanan suhu ruang
Berdasarkan hasil pada Gambar 14, ada penurunan pada nilai organoleptik
bau. Kisaran nilai rata-rata akhir dari nilai bau adalah 3,1-4,6 dengan ciri-ciri bau
ammonia mulai tercium atau juga mempunyai ciri-ciri bau asam asetat, bau
rumput atau bau sabun. Nilai organoleptik bau terbaik pada akhir masa simpan
adalah fillet ikan patin dengan penambahan 60%CO2/40%N2 dan kemasan vakum
sedangkan nilai organoleptik terendah terdapat pada fillet ikan dengan udara
biasa. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya aktivitas mikroorganisme yang
menguraikan
protein
ikan
yang
menghasilkan
senyawa-senyawa
yang
menyebabkan off-odour (Reddy et al. 1994)
Hasil uji Kruskall-Wallis menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan
komposisi gas tidak memberikan pengaruh pada nilai organoleptik bau fillet ikan
patin, sedangkan perlakuan penyimpanan suhu ruang memberikan pengaruh yang
berbeda nyata (p<0,05). Uji lanjut Multiple Comparison menunjukkan bahwa nilai
organoleptik bau pada jam ke-0 berbeda nyata dengan jam ke-5, 10, 15 dan 20
(Lampiran 14).
Gambar 14 untuk penyimpanan suhu dingin juga menunjukkan bahwa
adanya penurunan nilai organoleptik bau pada setiap fillet dengan perlakuan udara
biasa, vakum dan MAP. Pada akhir masa simpan kisaran nilai organoleptik
adalah 1-2, dimana nilai tertinggi pada fillet dengan penambahan 80%CO2/20%N2
sedangkan kemasan lainnya nilai organoleptiknya adalah 1.
10
9
Nilai Organoleptik
8
7
Keterangan :
6
40%CO2+60%N2
5
60%CO2+40%N2
4
80%CO2+20%N2
3
Vakum
2
Udara Biasa
1
0
0
4
8
12
16
Lama Penyimpanan (Hari)
Gambar 15. Grafik nilai rata-rata uji organoleptik bau fillet ikan patin
selama penyimpanan suhu dingin
Adanya off-odour yang muncul seiring dengan bertambahnya hari
penyimpanan disebabkan karena proses enzimatik dan kegiatan bakteri yang
menguraikan protein,
lemak, karbohidrat
dan senyawa-senyawa lainnya
(Hadiwiyoto 1993, Torrieri et al. 2006). Hal ini juga dikemukakan Lannelongue et
al. (1982); Reddy et al. (1992) dalam Reddy et al. (1994). Bau tengik yang tidak
sedap disebabkan oleh pembentukan senyawa-senyawa hasil pemecahan
hidroperoksida. Selain itu dengan adanya air, lipid dapat terhidrolisis menjadi
gliserol dan asam lemak bebas. Hidrolisis dapat memacu oksidasi dan asam lemak
bebas yang terbentuk dapat menyebabkan “soapy flavor”, yaitu bau yang
menyerupai sabun (FAO 1995). Penelitian Hernández et al. (2009) pada fillet
Argyrosomus regius yang disimpan pada suhu dingin juga menunjukkan bahwa
dengan seiring bertambahnya penyimpanan, bau segar pada fillet ikan akan
berkurang dan pada penyimpanan hari ke-11, bau segar pada fillet telah hilang.
Hasil uji Kruskall-Wallis menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan
komposisi gas dan masa simpan memberikan pengaruh pada nilai organoleptik
bau fillet ikan patin (p<0,05). Uji lanjut Multiple Comparison menunjukkan
bahwa nilai organoleptik warna pada hari ke-0 berbeda nyata dengan hari ke-4, 8,
12 dan 16 (Lampiran 15).
4.2.5.4 Tekstur
Kualitas sensori dari makanan hasil laut ditentukan terutama oleh bau dan
tekstur (Sawyer et al. 1988 dalam Sikorski & Sun Pan 1994), kedua atribut ini
mempunyai dampak yang berbeda pada keseluruhan pemilihan sensori ikan dari
berbeda spesies. Berikut ini adalah Gambar 16 yang memperlihatkan grafik
penurunan nilai rata-rata organoleptik tekstur pada kemasan MAP, vakum dan
udara biasa.
10
9
Nilai organoleptik
8
Keterangan :
7
40%CO2+60%N2
6
5
60%CO2+40%N2
4
80%CO2+20%N2
3
Vakum
2
Udara Biasa
1
0
0
5
10
15
20
Lama Penyimpanan (Jam)
Gambar 16. Grafik nilai rata-rata uji organoleptik tekstur fillet ikan patin
selama penyimpanan suhu ruang
Berdasarkan hasil pada Gambar 16, nilai organoleptik tekstur menurun
pada masa penyimpanan. Kisaran nilai rata-rata akhir dari nilai tekstur adalah 3,14 dengan ciri-ciri daging yang lunak dan apabila ditekan bekas jari lama hilang.
Torrier et al. (2006) juga menyatakan bahwa adanya perubahan tekstur fillet ikan
dari elastis menjadi lembek seiring dengan masa penyimpanan. Nilai organoleptik
tekstur terbaik pada akhir masa simpan adalah fillet ikan patin dengan
penambahan 60%CO2/40%N2 sedangkan untuk nilai organoleptik terendah untuk
tekstur pada penambahan 40%CO2/60%N2. Reddy et al. (1992) dalam Regenstein
(2006) menyatakan bahwa beberapa efek negatif dari terlalu tingginya CO 2 dalam
kemasan adalah menurunkan water holding capacity dan adanya perubahan warna
dan tekstur yang terjadi pada produk.
Hasil uji Kruskall-Wallis menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan
komposisi gas tidak memberikan pengaruh pada nilai organoleptik tekstur fillet
ikan patin, sedangkan masa simpan memberikan pengaruh yang berbeda nyata
(p<0,05). Uji lanjut Multiple Comparison menunjukkan bahwa nilai organoleptik
tekstur pada jam ke-0 berbeda nyata dengan jam ke-5, 10, 15 dan 20 (Lampiran
16).
Gambar 17 di bawah ini memperlihatkan nilai organoleptik tekstur fillet
patin pada penyimpanan suhu dingin.
10
9
Nilai Organoleptik
8
Keterangan :
7
40%CO2+60%N2
6
60%CO2+40%N2
5
4
80%CO2+20%N2
3
Vakum
2
Udara Biasa
1
0
0
4
8
12
Lama Penyimpanan (Hari)
16
Gambar 17. Grafik nilai rata-rata uji organoleptik tekstur fillet ikan patin
selama penyimpanan suhu dingin
Hasil Gambar 17 menunjukkan bahwa selama penyimpanan suhu dingin,
fillet ikan patin mengalami penurunan pada parameter tekstur. Pada akhir masa
simpan, kisaran nilai organoleptik tekstur adalah 1-2,5 dimana nilai organoleptik
tertinggi adalah pada fillet dengan 80%CO2/20%N2 sedangkan yang paling rendah
dengan nilai 1 pada penambahan 40%CO2/60%N2, vakum dan udara biasa. Pada
hari ke-16, hampir semua ikan mengalami telah kebusukan sehingga tekstur dari
ikan telah lembek dan cenderung banyak lendir, sehingga penilaian panelis sangat
rendah.
Hasil uji Kruskall-Wallis menunjukkan bahwa baik perlakuan perbedaan
komposisi gas dan masa simpan memberikan pengaruh pada nilai organoleptik
tekstur fillet ikan patin (p<0,05). Uji lanjut Multiple Comparison menunjukkan
bahwa nilai organoleptik warna pada hari ke-0 berbeda nyata dengan hari ke-4, 8,
12 dan 16 (Lampiran 17).
4.3 Hubungan antara Parameter Kesegaran Fillet Ikan
Berikut ini pada Gambar 18 dan Gambar 19 disajikan grafik yang
menggambarkan beberapa parameter kesegaran pada fillet ikan patin pada
penyimpanan suhu ruang dan penyimpanan suhu dingin. Grafik hubungan antara
parameter kesegaran fillet ikan menunjukkan adanya keterkaitan dan adanya
penurunan mutu seiring dengan masa penyimpanan.
20
6.3
9
6.2
8
18
10
8
6.1
16
pH
TVB
6
14
5.9
5
Log TPC
6.0
5.8
6
4
12
4
5.7
2
10
3
5.6
8
5.5
2
0
5
10
15
20
25
Lama Penyimpanan (Jam)
Rata-rata
Rata-rata
Rata-rata
Rata-rata
Rata-rata
Rata-rata
Rata-rata
Nilai
Nilai
Nilai
Nilai
Nilai
Nilai
Nilai
pH
TVB
Log TPC
Organoleptik
Organolpetik
Organoleptik
Organoleptik
Warna
Penampakan
Bau
Tekstur
Gambar 18. Hubungan antara parameter kesegaran fillet ikan Patin pada
penyimpanan suhu ruang
Gambar 18 menunjukkan keterkaitan antara setiap parameter pada fillet
yang disimpan dalam kemasan atmosfer termodifikasi dengan komposisi
60%CO2/40%N2. Seiring dengan semakin tingginya nilai TVB dan TPC, maka
nilai organoleptik untuk semua parameter akan turun. Kisaran nilai organoleptik
pada akhir masa simpan adalah antara 4 sampai dengan 6 untuk warna,
penampakan, bau dan tekstur.
0
Organoleptik
7
0.5
6.5
18
0.4
6.4
16
10
10
9
8
0.2
6.2
12
0.1
6.1
10
7
6
Log TPC
14
TVB
6.3
pH
TBA
0.3
5
6
4
Organoleptik
8
4
2
3
0.0
6.0
8
0
2
4
6
8
10
12
14
16
2
0
18
Lama Penyimpanan (Hari)
Grafik pH
Grafik TVB
Grafik Log TPC
Grafik TBA
Grafik Organoleptik Warna
Grafik Organoleptik Penampakan
Grafik Organoleptik Bau
Grafik Organoleptik Tekstur
Gambar 19. Hubungan antara parameter kesegaran fillet ikan Patin pada
penyimpanan suhu dingin
Gambar 19 menunjukkan keterkaitan antara setiap parameter pada fillet
yang disimpan dalam kemasan atmosfer termodifikasi dengan komposisi
80%CO2/20%N2. Seiring dengan semakin tingginya nilai TVB dan TPC, maka
nilai organoleptik untuk semua parameter akan turun. Sedangkan nilai pH dan
TBA berfluktuasi selama masa penyimpanan. Kisaran nilai organoleptik pada
akhir masa simpan adalah antara 2 sampai dengan 4 untuk warna, penampakan,
bau dan tekstur.
5. KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Fillet ikan patin mengalami kemunduran mutu selama penyimpanan yang
diindikasikan dengan naiknya nilai Total Volatile Base-Nitrogen (TVBN), Total
Plate Count (TPC) dan juga turunnya nilai organoleptik untuk semua parameter.
Pengemasan dengan menggunakan metode Modified Atmosphere Packaging
(MAP) pada suhu 5oC dan suhu ruang dapat memperpanjang umur simpan dari
fillet ikan patin dibandingkan dengan fillet patin dengan kemasan udara biasa.
Fillet ikan dengan penambahan CO2 dan N2 pada penyimpanan suhu ruang dapat
bertahan rata-rata sampai dengan jam ke-15 atau menambah masa simpan 1-4 jam
dibandingkan dengan udara biasa sedangkan pada penyimpanan suhu dingin dapat
bertahan rata-rata sampai dengan hari ke-10 menambah masa simpan 3-7 hari.
Berdasarkan parameter organoleptik dan juga mikrobiologis dapat dilihat bahwa
fillet ikan patin terbaik pada penyimpanan suhu ruang adalah kemasan dengan
penambahan 60%CO2/40%N2 sedangkan untuk penyimpanan suhu dingin adalah
kemasan dengan penambahan 80%CO2/20%N2. Perbedaan suhu penyimpanan
mempengaruhi umur simpan dari fillet ikan patin dan juga dapat dilihat dengan
parameter penampakan, tekstur dan bau pada penyimpanan suhu dingin.
5.2 Saran
Perlunya
ada
modifikasi
alat
pengemas
atmosfer
termodifikasi
(kualitasnya perlu ditingkatkan), penggunaan tray untuk wadah selain dari PP,
mencari pengukuran asam lemak volatil pada ikan dengan metode lain untuk
mendapatkan nilai yang lebih akurat, perlu dilakukannya TPC anaerob untuk
melihat jenis bakteri yang tumbuh pada fillet ikan patin dengan kemasan Modified
Atmosphere Packaging (MAP) dan penerapan MAP pada ikan dengan spesies
lain.
DAFTAR PUSTAKA
Association of Official Analitical Chemistry (AOAC). 1995. Official Methods of
analysis Association of Analitical Chemistry.Washington DC.
Baygar T, Erkan N, Mol S, Ozden O. 2008. Determination of the shelf-life of
Trout raw meatball that packed under modified atmosphere. Pakistan
Journal of Nutrition (3): 412-417.
Castro P, Padrón JCP, Cansino MJC, Vela´zquez ES, De Larriva RM. 2006. Total
volatile base nitrogen and its use to assess freshness in European sea
bass stored in ice. Food Control (17):245-248.
Chatib MR. 1994. Penggunaan sistem penyimpanan atmosfir termodifikasi untuk
mempertahankan daya awet ikan kakap merah (Lutjanus spp.) segar
[Tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Departemen Kelautan dan Perikanan [DKP]. 2009. “Catfish Day” menobatkan
Patin dan Lele Menjadi Unggulan. http://www.dkp.com [24 Agustus
2009].
Erkan N, Özden Ö, Inuğur M. 2007. The Effects of Modified Atmosphere and
Vacum Packaging on Quality of Chub Mackerel. International Journal
of Food Science and Technology (42):1297-1304
Eskin NAM, Henderson HM, Townsend RJ. 1971. Biochemistry of Foods. New
York: Academic Press.
[FAO] Food and Agriculture Organization. 1995. Quality and Quality Changes in
Fresh Fish. Hush HH (Ed.). Rome: FAO Fisheries Technical Paper
No.331(75): 0-65.
Fardiaz S. 1987. Penuntun Praktek Mikrobiologi Pangan. Bogor: Lembaga
Sumberdaya Informasi, Institut Pertanian Bogor.
Ferinaldy. 2008. Produksi Perikanan Budidaya menurut Komoditas Utama (20052009). Majalah Referensi. http://ferinaldy.wordpress.com [7 Mei 2009].
Gaman PM, Sherrington KB. 1990. The Science of Food: An Introduction to Food
Science, Nutrition and Microbiology, 3rd ed. New York: Pergamon Press.
Globefish. 2009. Pangasius Market Report-September 2009. FAO Globefish.
http://www.globefish.com [20 Januari 2010].
Griffin RC, Sacharow S, Brody AL. 1985. Principles of Food Packaging, Second
Edition. New York: Van Nostrand Reinhold Company.
Hadiwiyoto S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Jilid I. Yogyakarta:
Liberty.
Hernández MD, López MB, Álvarez A, Ferrandini E, García BG, Garrido MD.
2009. Sensory, physical, chemical and microbiological changes in
aquacultured meagre (Argyrosomus regius) fillets during ice storage.
Food Chemistry (114):237-245.
Hernandez RJ, Giacin JR. 1998. Factors affecting permeation, sorption, and
migration processes inpackage-product systems. Dalam: Food Storage
Stability. Taub IA, Singh RP (Ed). New York: CRC Press, hal. 269-329.
Ilyas S.1983. Teknologi Refrigasi Hasil Perikanan. Jilid I. Teknik Pendinginan
Ikan. Jakarta: CV. Paripurna.
Junianto. 2003. Teknik Penanganan Ikan. Jakarta: Penebar Swadaya.
Julianti E, Nurminah M. 2006. Teknologi Pengemasan. Medan: Universitas
Sumatera Utara.
Karuniawati T. 2003. Pengembangan kemasan atmosfir termodifikasi pada
penyimpanan fillet ikan Mas (Cyprinus carpio) menggunakan edible
coating dari khitosan [Skripsi]. Bogor: Departemen Teknologi Hasil
Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor.
Ketaren S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI
Press.
Masniyol P, Benjakul S, Visessanguan W. 2002. Shelf-life extension of
refrigerated seabass slices under modified atmosphere packaging. Journal
of The Science Of Food and Agriculture (82):873-880.
Maqsood S, Benjakul S. 2010. Synergistic effect of tannic acid and modified
atmospheric packaging on the prevention of lipid oxidation and quality
losses of refrigerated striped catfish slices. Food Chemistry (xx):xxx-xxx.
Mendes R, Pestana C, Gonçalves A. 2008. The effects of soluble gas stabilisation
on the quality of packed sardine fillets (Sardina pilchardus) stored in air,
VP and MAP. International Journal of Food Science and Technology
(43):2000-2009.
Norhayani. 2003. Kajian penyimpanan fillet ikan Patin (Pangasius hypopthalmus)
dalam kemasan atmosfer termodifikasi [Tesis]. Bogor: Program Pasca
Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Nurjanah, Setyaningsih I, Sukarno, Muldani M. 2004. Kemunduran mutu ikan
Nila Merah (Oreochromis sp.) selama penyimpanan pada suhu ruang.
Buletin Teknologi Hasil Perikanan Vol. VII Nomor I:37-43.
Orban E, Nevigato T, Di Lena G, Masci M, Casini I, Gambelli L, Caproni R.
2008. New trends in the seafood market. Sutchi catfish (Pangasius
hypophthalmus) fillets from Vietnam: Nutritional quality and safety
aspects. Food Chemistry (110):383-389.
Özogul F, Polat A, Özogul Y. 2003. The effects of modified atmosphere
packaging and vacuum packaging on chemical, sensory and
microbiological changes of sardines (Sardina pilchardus). Food
Chemistry (85):49-57.
Pantazi D, Papavergou A, Pournis N, Kontominas MG, Savvaidis IN. 2007. Shelf
Life of Chilled Fresh Mediterranean Swordfish (Xiphias gladius) Stored
under Various Packaging Condition: Microbiological, Biochemical and
Sensory Attributes. Food Microbiology (25):136-143.
Reddy NR, Schreiber CL, Buzard KS, Skinner GE, Armstrong DJ. 1994. Shelf
Life of Fresh Tilapia Fillets Packaged in High Barrier Film with
Modified Atmospheres. Journal of Food Science (59):260-264.
Regenstein JM. 2006. Use of Modified Atmosphere Packaging to Extend The
Shelf Life of Fresh Fish: A Critical Look from A Historical Perspective.
Dalam: Modified Atmospheric Processing and Packaging of Fish.
Otwell WS, Kristinsson HG, Balaban MO (Ed.). USA: Blackwell
Publishing, hal. 143-162.
Saanin H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jilid I dan II. Jakarta:
Bina Cipta.
Sankar CNR, Lalitha KV, Jose L, Manju S, Gopal TKS. 2008. Effect of
packaging atmosphere on the microbial attributes of pearlspot (Etroplus
suratensis Bloch) stored at 0–2oC. Food Microbiology (25): 518-528.
Sari RK. 2009. Karakteristik fish nugget dari ikan patin (Pangasius sp.) dengan
penambahan kitosan sebagai pembentuk gel. Bogor: Program Studi
Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor.
Sebranek JG, Houser A. 2006. Chapter 17: Modified Atmosphere Packaging.
Dalam: Advanced Technologies for Meat Processing. Nollet LML,
Toldrá (Ed). Boca Raton: CRC Press.
Sikorski ZE, Sun Pan B. 1994. Preservation of Seafood Quality. Dalam: Seafoods:
Chemistry, Processing, Technology and Quality. Shahidi F, Botta JR
(Ed.). London: Blackie Academic & Professional, hal. 168-187.
Sivertsvik M, Jeksrud WK, Rosnes JT. 2002. A review of modified atmosphere
packaging and fishery products-significance of microbial growth,
activities, and safety. International Journal of Food Science and
Technology (37): 107-127.
Sivertsvik M, Rosnes JT, Bergslien H. 2002. Modified Atmosphere Packaging.
Dalam: Minimal Processing in The Food Industry. Ohlsson T, Bengtsson
N (Ed). New York: CRC Press, hal 61-80.
Skinner GE, Reddy NR. 2006. Hazard Associated with Clostridium botulinum in
Modified Atmosphere Packaged Fresh Fish and Fishery Products.
Dalam: Modified Atmospheric Processing and Packaging of Fish.
Otwell WS, Kristinsson HG, Balaban MO (Ed.). USA: Blackwell
Publishing, hal. 163-192.
Smoluk, Sneiler. 1985. Modern Plastic Encyclopedy. USA: Mc Graw Hill.
Soccol MCH, Oetterer M. 2003. Use of Modified Atmosphere in Seafood
Preservation. Brazilian Archives of Biology and Technology (46):569580.
Soekarto ST. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan. Bogor:
Lembaga Swadaya, Institut Pertanian Bogor.
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2006. Syarat Ikan Segar-Bagian 1: Spesifikasi.
SNI 01-2729.1-2006. Jakarta : Badan Standardisasi Nasional.
Steel RGD, Torrie JH. 1989. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan
Biometrik. Sumantri B, penerjemah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama. Terjemahan dari: The Principle and Procedure of Statistics. A
Biometrics Approach.
Sudarmadji S, Haryono B, Sunadi. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian.
Yogyakarta: Liberty.
Suppakul P, Miltz J, Sonneveld K, Bigger SW. 2003. Active Packaging
Technologies with Emphasis On Antimicrobial Packaging and its
Application. Journal of Food Science (68):408-420.
Susanto H, Amri K. 2001. Budidaya Ikan Patin. Jakarta: PT Penebar Swadaya.
Swasono TP. 2007. Hubungan cara mati ikan Patin (Pangasius hypopthalmus)
terhadap kemunduran mutu kesegarannya pada penyimpanan suhu ruang
[Skripsi]. Bogor: Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Tokur B, Korkmaz K, Ayas D. 2006. Comparison of Two Thiobarbituric Acid
(TBA) Method for Monitoring Lipid Oxidation in Fish. Journal of
Fisheries & Aquatic Sciences (23):331-334.
Torrieri E, Cavella S, Villani F, Masi P. 2006. Influence of modified atmosphere
packaging on the chilled shelf life of gutted farmed bass (Dicentrarchus
labrax). Journal of Food Engineering (77):1078-1086
Venugopal V. 2006. Seafood Processing. Boca Raton: CRC Press.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembar penilaian uji organoleptik untuk fillet ikan Patin
SCORE SHEET UJI ORGANOLEPTIK (SOEKARTO 1985)
NAMA PRODUK
HARI/TANGGAL
NAMA PANELIS
JAM
Perlakuan
: FILLET IKAN PATIN (Pangasius hypopthalmus)
:
:
:
Warna
Penampakan
Bau
Warna
: Cemerlang, berwarna asli
Masih cemerlang, mulai timbul diskolorisasi
Mulai tidak cemerlang, timbul diskolorisasi
Warna daging pudar
= 10
= 7
= 5
= 1
Penampakan
: Jernih/transparan, mengkilat, cerah
Mulai keruh, kecerahan suram
Mulai timbul berbagai penyimpangan
Kecerahan hilang, pemutihan nyata
= 10
= 7
= 5
= 1
Bau
: Segar/bau spesifik jenis
Bau segar atau bau ikan segar mulai hilang
Tidak berbau, netral
Bau susu, belum ada bau asam
Bau susu asam, bau susu kental
Bau kentang rebus atau logam
Bau asam asetat, bau rumput atau bau sabun
Bau ammonia mulai tercium
Bau ammonia kuat, ada bau H2S
Bau busuk
= 10
= 9
= 8
= 7
= 6
= 5
= 4
= 3
= 2
= 1
Tekstur
: Padat, kenyal, kadang agak lunak spesifik jenis
Agak lunak, belum ada bekas jari bila ditekan
Lunak, bekas jari lama hilang
Sangat lunak, bekas jari tidak hilang
= 10
= 7
= 4
= 1
Tekstur
Lampiran 2. Rekapitulasi data kadar air, abu, protein, lemak, dan pH dari Patin
Parameter Analisis
Kadar air (%)
Kadar abu (%)
Kadar protein (%)
Kadar lemak (%)
pH
Ulangan 1
73,09
1,18
13,87
1,57
6,25
Ulangan 2
77,49
1,18
13,14
1,60
6,13
Lampiran 3. Data nilai pH fillet ikan patin pada penyimpanan suhu ruang
Gas
Ulangan
40% CO2
1
+ 60% N2
2
Mean ± St. Dev
60% CO2
1
+ 40% N2
2
Mean ± St. Dev
80% CO2
1
+ 20% N2
2
Mean ± St. Dev
1
Vakum
2
Mean ± St. Dev
Udara
1
Biasa
2
Mean ± St. Dev
Masa Simpan
Jam 10
Jam 15
5,78
6,06
5,77
6,06
Jam 0
6,25
6,13
Jam 5
5,79
5,78
Jam 20
6,12
6,02
6,19 ± 0,08
5,79 ± 0,01
5,78 ± 0,01
6,06 ± 0,00
6,07 ± 0,07
6,25
6,13
5,58
5,61
5,75
5,76
6,20
6,10
6,06
5,98
6,19 ± 0,08
5,60 ± 0,02
5,76 ± 0,01
6,15 ± 0,07
6,02 ± 0,06
6,25
6,13
5,98
6,03
6,08
6,08
6,37
6,32
6,19
6,21
6,19 ± 0,08
6,01 ± 0,04
6,08 ± 0,00
6,35 ± 0,04
6,20 ± 0,01
6,25
6,13
5,77
5,76
5,99
5,94
6,18
6,12
6,14
6,21
6,19 ± 0,08
5,77 ± 0,01
5,97 ± 0,04
6,15 ± 0,04
6,18 ± 0,05
6,25
6,13
5,74
5,83
6,10
6,10
6,30
6,13
6,24
6,24
6,19 ± 0,08
5,79 ± 0,06
6,10 ± 0,00
6,22 ± 0,12
6.24 ± 0,00
Lampiran 3a. Analisis ragam pH fillet ikan patin pada penyimpanan suhu ruang
Dependent Variable:pH
Source
Type III Sum of
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
24
.076
24.812
.000
1828.552
1
1828.552
5.972E5
.000
.332
4
.083
27.138
.000
1.282
4
.320
104.668
.000
GAS * masa_simpan
.209
16
.013
4.267
.001
Error
.077
25
.003
Total
1830.452
50
1.900
49
Corrected Model
Intercept
GAS
masa_simpan
Corrected Total
1.823
a. R Squared = .960 (Adjusted R Squared = .921)
Lampiran 3b. Uji lanjut Duncan pengaruh interaksi gas dan masa simpan terhadap
pH fillet ikan patin pada penyimpanan suhu ruang
Ph
Duncan
Subset
Interaksi
N
1
2
3
4
5
6
7
8
9
A2*B2
2
A2*B3
2
5.7550
A4*B2
2
5.7650
A1*B3
2
5.7750
A1*B2
2
5.7850
A5*B2
2
5.7850
A4*B3
2
5.9650
A3*B2
2
6.0050
6.0050
A2*B5
2
6.0200
6.0200
A1*B4
2
6.0600
6.0600
6.0600
A1*B5
2
6.0700
6.0700
6.0700
6.0700
A3*B3
2
6.0800
6.0800
6.0800
6.0800
A5*B3
2
6.1000
6.1000
6.1000
6.1000
A2*B4
2
6.1500
6.1500
6.1500
6.1500
A4*B4
2
6.1500
6.1500
6.1500
6.1500
A4*B5
2
6.1750
6.1750
6.1750
6.1750
A1*B1
2
6.1900
6.1900
6.1900
6.1900
A2*B1
2
6.1900
6.1900
6.1900
6.1900
A3*B1
2
6.1900
6.1900
6.1900
6.1900
A4*B1
2
6.1900
6.1900
6.1900
6.1900
A5*B1
2
6.1900
6.1900
6.1900
6.1900
A3*B5
2
6.2000
6.2000
6.2000
A5*B4
2
6.2150
6.2150
A5*B5
2
A3*B4
2
Sig.
5.5950
6.2400
6.2400
6.3450
1.000
.633
.077
.142
.056
.056
The error term is Mean Square(Error) = .003.
Keterangan : A1
A2
A3
A4
A5
= 40% CO2 + 60% N2
= 60% CO2 + 40% N2
= 80% CO2 + 20% N2
= Vakum
= Udara Biasa
B1 = Jam ke-0
B2 = Jam ke-5
B3 = Jam ke-10
B4 = Jam ke-15
B5 = Jam ke-20
.088
.176
.069
Lampiran 4. Data nilai pH fillet ikan patin pada penyimpanan suhu dingin
Gas
Ulangan
40% CO2
1
+ 60% N2
2
Mean ± St. Dev
60% CO2
1
+ 40% N2
2
Mean ± St. Dev
80% CO2
1
+ 20% N2
2
Mean ± St. Dev
1
Vakum
2
Mean ± St. Dev
Udara
1
Biasa
2
Mean ± St. Dev
Masa Simpan
Hari 8
Hari 12
6,25
6,35
6,25
6,27
Hari 0
6,25
6,13
Hari 4
5,92
5,93
Hari 16
6,30
6,29
6,19 ± 0,08
5,93 ± 0,01
6,25 ± 0,00
6,31 ± 0,01
6,30 ± 0,01
6,25
6,13
6,18
6,19
6,26
6,25
5,97
5,89
6,33
5,36
6,19 ± 0,08
6,19 ± 0,01
6,26 ± 0,01
5,93 ± 0,06
6,35 ± 0,02
6,25
6,13
6,08
6,05
6,18
6,17
6,41
6,38
6,30
6,29
6,19 ± 0,08
6,07 ± 0,02
6,18 ± 0,01
6,40 ± 0,02
6,30 ± 0,01
6,25
6,13
6,07
6,08
6,45
6,39
6,18
6,21
6,14
6,13
6,19 ± 0,08
6,08 ± 0,01
6,42 ± 0,04
6,20 ± 0,01
6,14 ± 0,01
6,25
6,13
6,07
6,08
6,51
6,47
6,26
6,22
6,38
6,40
6,19 ± 0,08
6,08 ± 0,01
6,49 ± 0,03
6,24 ± 0,03
6.39 ± 0,01
Lampiran 4a. Analisis ragam pH fillet ikan patin pada penyimpanan suhu dingin
Dependent Variable:pH
Source
Type III Sum of
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
24
.039
19.960
.000
1931.808
1
1931.808
1.001E6
.000
GAS
.057
4
.014
7.335
.000
masa_simpan
.397
4
.099
51.374
.000
GAS * masa_simpan
.471
16
.029
15.263
.000
Error
.048
25
.002
Total
1932.781
50
.973
49
Corrected Model
Intercept
Corrected Total
.925
a. R Squared = .950 (Adjusted R Squared = .903)
Lampiran 4b. Uji lanjut Duncan pengaruh interaksi gas dan masa simpan terhadap
pH fillet ikan patin pada penyimpanan suhu dingin
pH
Duncan
Subset
Interaksi
N
1
2
3
4
A1*B2
2 5.9250
A2*B2
2 5.9300
A3*B2
2
6.0650
A4*B2
2
6.0750
A5*B2
2
6.0750
A4*B3
2
6.1350 6.1350
A3*B3
2
6.1750 6.1750
A2*B3
2
6.1850 6.1850
A1*B1
2
6.1900 6.1900
A2*B1
2
6.1900 6.1900
A3*B1
2
6.1900 6.1900
A4*B1
2
6.1900 6.1900
A5*B1
2
6.1900 6.1900
A4*B4
2
6.1950 6.1950
A5*B3
2
6.2400 6.2400
A1*B3
2
6.2500
A2*B4
2
6.2550
A1*B5
2
A3*B5
2
A1*B4
2
A2*B5
2
A5*B4
2
A3*B4
2
A4*B5
2
A5*B5
2
Sig.
.910
.157
.050
.132
The error term is Mean Square(Error) = .002.
Keterangan : A1
A2
A3
A4
A5
= 40% CO2 + 60% N2
= 60% CO2 + 40% N2
= 80% CO2 + 20% N2
= Vakum
= Udara Biasa
5
6.1900
6.1900
6.1900
6.1900
6.1900
6.1950
6.2400
6.2500
6.2550
6.2950
6.2950
.051
6
6.2400
6.2500
6.2550
6.2950
6.2950
6.3100
.172
7
6.2500
6.2550
6.2950
6.2950
6.3100
6.3450
.066
8
6.2950
6.2950
6.3100
6.3450
6.3900
6.3950
.054
B1 = Hari ke-0
B2 = Hari ke-5
B3 = Hari ke-10
B4 = Hari ke-15
B5 = Hari ke-20
9
10
6.3450
6.3900
6.3950 6.3950
6.4200 6.4200
6.4900
.130
.050
Lampiran 5. Data nilai TVBN (mg N/100g) fillet ikan patin pada penyimpanan
suhu ruang
Gas
Ulangan
1
2
Mean ± St. Dev
60% CO2
1
+ 40% N2
2
Mean ± St. Dev
80% CO2
1
+ 20% N2
2
Mean ± St. Dev
1
Vakum
2
Mean ± St. Dev
1
Udara
Biasa
2
Mean ± St. Dev
40% CO2
+ 60% N2
Masa Simpan
Jam 10
Jam 15
17,47
20,96
17,47
17,47
Jam 0
15,14
4,66
Jam 5
16,31
15,72
Jam 20
18,05
w19,80
9,90 ± 7,41
16,02 ± 0,41
17,47 ± 0,00
19,22 ± 2,47
18,93 ± 1,23
15,14
4,66
16,89
12,23
17,47
17,47
18,05
20,97
18,05
20,38
9,90 ± 7,41
14,56 ± 3,29
17,47 ± 0,00
19,51 ± 2,05
19,22 ± 1,64
15,14
4,66
11,65
14,56
14,56
14,56
18,64
15,14
20,97
19,80
9,90 ± 7,41
13,10 ± 2,06
14,56 ± 0,00
16,89 ± 2,47
20,38 ± 0,82
15,14
4,66
15,72
15,72
17,47
17,47
19,80
16,89
21,55
23,88
9,90 ± 7,41
15,72 ± 0,00
17,47 ± 0,00
18,35 ± 2,05
22,71 ± 1,65
15,14
4,66
13,98
15,14
20,38
20,38
20,38
19,80
20,97
25,63
9,90 ± 7,41
15,56 ± 0,58
20,38 ± 0,00
20,09 ± 0,41
23,30 ± 3,29
Lampiran 5a. Analisis ragam TVBN fillet ikan patin pada penyimpanan suhu
ruang
Dependent Variable:TVB
Type III Sum of
Squares
Source
df
a
Corrected Model
810.122
Intercept
13408.931
GAS
38.664
masa_simpan
721.115
GAS * masa_simpan
50.342
Error
329.918
Total
14548.971
Corrected Total
1140.040
a. R Squared = .711 (Adjusted R Squared = .433)
Mean Square
24
1
4
4
16
25
50
49
33.755
13408.931
9.666
180.279
3.146
13.197
F
2.558
1.016E3
.732
13.661
.238
Sig.
.012
.000
.578
.000
.998
Lampiran 5b. Uji lanjut Duncan pengaruh masa simpan terhadap TVBN fillet
ikan patin pada penyimpanan suhu ruang
Duncan
Subset
masa_simpan
N
1
2
3
JAM 0
10
JAM 5
10
14.7920
JAM 10
10
17.4702
JAM 15
10
JAM 20
10
Sig.
9.9000
17.4702
18.8106
20.9080
1.000
The error term is Mean Square(Error) = 13.197.
.112
.055
Lampiran 6. Data nilai TVBN (mg N/100g) fillet ikan patin pada penyimpanan
suhu dingin
Gas
Ulangan
40% CO2
1
+ 60% N2
2
Mean ± St. Dev
60% CO2
1
+ 40% N2
2
Mean ± St. Dev
80% CO2
1
+ 20% N2
2
Mean ± St. Dev
1
Vakum
2
Mean ± St. Dev
Udara
1
Biasa
2
Mean ± St. Dev
Hari 0
15,14
4,66
Hari 4
12,23
12,81
Masa Simpan
Hari 8
14,56
12,81
Hari 12
14,56
15,72
Hari 16
22,13
26,79
9,90 ± 7,41
12,52 ± 0,41
13,69 ± 1,24
15,14 ± 0,82
24,46 ± 3,30
15,14
4,66
14,56
13,40
15,14
15,72
18,64
20,38
24,46
27,37
9,90 ± 7,41
13,98 ± 0,82
15,43 ± 0,41
19,51 ± 1,23
25,92 ± 2,06
15,14
4,66
12,81
9,90
13,98
14,56
18,64
15,14
16,89
18,05
9,90 ± 7,41
11,36 ± 2,06
14,27 ± 0,41
16,89 ± 2,47
17,47 ± 0,82
15,14
4,66
15,72
16,31
22,13
23,30
22,13
19,80
25,63
20,97
9,90 ± 7,41
16,02 ± 0,41
22,71 ± 0,82
20,97 ± 1,65
23,30 ± 3,29
15,14
4,66
13,98
11,65
17,47
18,05
20,57
25,63
31,35
32,20
9,90 ± 7,41
12,81 ± 1,65
17,76 ± 0,41
23,30 ± 3,29
32,32 ± 1,23
9,90
13,34
16,77
19,16
24,69
Rata-rata Total
Rata-rata
Total
15,14
16,95
13,98
18,58
19,22
Lampiran 6a. Analisis ragam TVBN fillet ikan patin pada penyimpanan suhu
dingin
Dependent Variable:TVB
Type III Sum of
Squares
Source
df
a
Corrected Model
1719.033
Intercept
14066.328
GAS
197.581
masa_simpan
1274.840
GAS * masa_simpan
246.612
Error
335.306
Total
16120.667
Corrected Total
2054.340
a. R Squared = .837 (Adjusted R Squared = .680)
Mean Square
24
1
4
4
16
25
50
49
71.626
14066.328
49.395
318.710
15.413
13.412
F
5.340
1.049E3
3.683
23.763
1.149
Sig.
.000
.000
.017
.000
.368
Lampiran 6b. Uji lanjut Duncan pengaruh gas dan masa simpan terhadap TVBN
fillet ikan patin pada penyimpanan suhu dingin
TVB
Duncan
Subset
GAS
80%
40%
60%
VAKUM
BIASA
Sig.
Duncan
N
1
10
10
10
10
10
2
13.9770
15.1410
16.9478
.098
3
15.1410
16.9478
18.5782
.057
16.9478
18.5782
19.2200
.202
Subset
masa_simpan
N
1
2
3
4
H-0
10
9.9000
H-4
10
13.3370
H-8
10
16.7720
H-12
10
19.1614
H-16
10
Sig.
1.000
1.000
.157
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 13.412.
24.6936
1.000
Lampiran 7. Data nilai TPC (CFU/g) fillet ikan patin pada penyimpanan suhu
ruang
Gas
Jam 0
9 x 102
9 x 102
9 x 102
9 x 102
9 x 102
40% CO2, 60% N2
60% CO2, 40% N2
80% CO2, 20% N2
Vakum
Udara Biasa
Jam 5
2,5 x 104
2,1 x 104
6 x 103
3,7 x 104
5,5 x 103
Masa Simpan
Jam 10
1,1 x 105
1 x 106
2,5 x 103
8,5 x 104
2,65 x 106
Jam 15
1,8 x 104
9,5 x 106
4,2 x 104
4,6 x 107
6,5 x 106
Jam 20
2,05 x 106
5,8 x 107
5 x 105
1,6 x 107
5,2 x 107
Lampiran 7a. Analisis ragam TPC fillet ikan patin pada penyimpanan suhu ruang
Dependent Variable:TPC
Type III Sum of
Squares
Source
df
a
Corrected Model
143.696
Intercept
1181.738
Gas
16.777
Masa_simpan
95.755
Gas * Masa_simpan
31.164
Error
5.569
Total
1331.004
Corrected Total
149.265
a. R Squared = .963 (Adjusted R Squared = .927)
Mean Square
24
1
4
4
16
25
50
49
F
5.987
1181.738
4.194
23.939
1.948
.223
Sig.
26.878
5.305E3
18.828
107.464
8.744
.000
.000
.000
.000
.000
Lampiran 7b. Uji lanjut Duncan pengaruh interaksi gas dan masa simpan terhadap
TPC fillet ikan patin pada penyimpanan suhu ruang
Duncan
Subset
interaksi
1
6
11
16
21
13
7
2
12
22
17
14
N
1
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
3
2.820650E0
2.820650E0
2.820650E0
2.820650E0
2.820650E0
3.301050E0
3.303700E0
3.389050E0
3.520695E0
3.690100E0 3.690100E0
4.562350E0 4.562350E0
4.623200E0 4.623200E0
4
5
6
7
9
2
4.662700E0
4
2
4.707450E0
18
2
3
2
15
2
10
2
5
2
24
2
23
2
20
2
19
2
25
2
8
2
Sig.
.127
.063
The error term is Mean Square(Error) = .223.
Keterangan : A1
A2
A3
A4
A5
4.662700E0
4.707450E0
4.891500E0
5.041400E0
4.891500E0
5.041400E0
5.795500E0 5.795500E0
5.889100E0 5.889100E0
6.280500E0
6.671150E0
6.858000E0
.380
.063
= 40% CO2 + 60% N2
= 60% CO2 + 40% N2
= 80% CO2 + 20% N2
= Vakum
= Udara Biasa
6.280500E0
6.671150E0
6.858000E0
7.171200E0
.053
.095
6.671150E0
6.858000E0
7.171200E0
7.662800E0
7.699650E0
7.714650E0
.061
B1 = Hari ke-0
B2 = Hari ke-5
B3 = Hari ke-10
B4 = Hari ke-15
B5 = Hari ke-20
Lampiran 8. Data nilai TPC (CFU/g) fillet ikan patin pada penyimpanan suhu
dingin
Gas
40% CO2, 60% N2
60% CO2, 40% N2
80% CO2, 20% N2
Vakum
Udara Biasa
Jam 0
9 x 102
9 x 102
9 x 102
9 x 102
9 x 102
Jam 5
1,55 x 106
3,85 x 103
3,55 x 103
1,55 x 107
3,1 x 105
Masa Simpan
Jam 10
1,08 x 107
2,75 x 105
2,5 x 104
7,85 x 107
3,01 x 108
Jam 15
1,1 x 107
4,25 x 107
3,25 x 107
1,03 x 108
4,25 x 108
Jam 20
8,5 x 109
8,25 x 108
5,75 x 108
4,25 x 108
9,05 x 108
Lampiran 8a. Analisis ragam TPC fillet ikan patin pada penyimpanan suhu dingin
Dependent Variable:Log TPC
Source
Type III Sum of
Squares
df
a
Corrected Model
268.481
Intercept
2090.405
GAS
19.771
masa_simpan
226.027
GAS * masa_simpan
22.683
Error
1.731
Total
2360.617
Corrected Total
270.213
a. R Squared = .994 (Adjusted R Squared = .987)
Mean Square
24
1
4
4
16
25
50
49
11.187
2090.405
4.943
56.507
1.418
.069
F
161.519
3.018E4
71.366
815.871
20.470
Sig.
.000
.000
.000
.000
.000
Lampiran 8b. Uji lanjut Duncan pengaruh interaksi gas dan masa simpan terhadap
TPC fillet ikan patin pada penyimpanan suhu dingin
Duncan
Subset
interaksi
1
6
11
16
21
13
12
7
8
22
3
4
2
17
14
9
18
23
24
15
20
10
25
19
5
Sig.
The error
N
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
1
2
3
4
5
6
7
8
2.820650E0
2.820650E0
2.820650E0
2.820650E0
2.820650E0
4.301050E0
4.521450E0
4.585350E0
5.287800E0
6.491300E0
7.028550E0 7.028550E0
7.041300E0 7.041300E0
7.148300E0
7.148300E0
7.510550E0 7.510550E0
7.628050E0 7.628050E0
7.890900E0
7.923795E0
8.626900E0
8.756800E0
8.847650E0
8.916000E0
8.955450E0
9.009500E0
1.000
.318
term is Mean Square(Error) = .069.
Keterangan : A1
A2
A3
A4
A5
1.000
= 40% CO2 + 60% N2
= 60% CO2 + 40% N2
= 80% CO2 + 20% N2
= Vakum
= Udara Biasa
.058
.053
.163
.211
9.925700E0
1.000
B1 = Hari ke-0
B2 = Hari ke-5
B3 = Hari ke-10
B4 = Hari ke-15
B5 = Hari ke-20
Lampiran 9. Data nilai TBA (mg MDA/kg) fillet ikan patin pada penyimpanan
suhu dingin
Gas
Ulangan
40% CO2
1
+ 60% N2
2
Mean ± St. Dev
60% CO2
1
+ 40% N2
2
Mean ± St. Dev
80% CO2
1
+ 20% N2
2
Mean ± St. Dev
1
Vakum
2
Hari 0
0,0023
0,0117
Hari 4
0,0608
0,0632
Masa Simpan
Hari 8
0,1310
0,1193
Hari 12
0,0468
0,0515
Hari 16
0,0094
0,0117
0,007 ± 0,0066
0,062 ± 0,0017
0,125 ± 0,0083
0,049 ± 0,0033
0,011 ± 0,0017
0,0023
0,0117
0,0234
0,0679
0,0538
0,0655
0,0655
0,0515
0,0094
0,0164
0,007 ± 0,0066
0,046 ± 0,0314
0,06 ± 0,0083
0,059 ± 0,0099
0,013 ± 0,0050
0,0023
0,0117
0,0234
0,0023
0,0374
0,0445
0,0491
0,0351
0,0866
0,0959
0,007 ± 0,0066
0,013 ± 0,0149
0,041 ± 0,0050
0,042 ± 0,0099
0,091 ± 0,0066
0,0023
0,0117
0,0070
0,0140
0,0515
0,0374
0,0234
0,0281
0,0421
0,0421
Mean ± St. Dev
Udara
1
Biasa
2
Mean ± St. Dev
0,007 ± 0,0066
0,011 ± 0,0050
0,044 ± 0,0099
0,026 ± 0,0033
0,0421 ± 0,000
0,0023
0,0117
0,0515
0,0702
0,0445
0,0328
0,0304
0,0304
0,0047
0,0070
0,007 ± 0,0066
0,061 ± 0,0132
0,039 ± 0,0083
0,0304 ± 0,000
0,006 ± 0,0017
Lampiran 9a. Analisis ragam TBA fillet ikan patin pada penyimpanan suhu dingin
Dependent Variable:TBA
Type III Sum of
Squares
Source
Df
Mean Square
F
Sig.
a
24
.002
19.808
.000
Intercept
.065
1
.065
726.038
.000
GAS
.004
4
.001
10.622
.000
masa_simpan
.015
4
.004
42.957
.000
GAS * masa_simpan
.024
16
.001
16.317
.000
Error
.002
25
9.013E-5
Total
.111
50
Corrected Total
.045
49
Corrected Model
.043
a. R Squared = .950 (Adjusted R Squared = .902)
Lampiran 9b. Uji lanjut Duncan pengaruh interaksi gas dan masa simpan terhadap
TBA fillet ikan patin pada penyimpanan suhu dingin
/Duncan
Subset
interaksi
N
1
2
3
4
A5*B5
2 .00585
A1*B1
2 .00702
A2*B1
2 .00702
A3*B1
2 .00702
A4*B1
2 .00702
A5*B1
2 .00702
A1*B5
2 .01053 .01053
A4*B2
2 .01053 .01053
A2*B5
2 .01287 .01287
A3*B2
2 .01287 .01287
A4*B4
2 .02574 .02574 .02574
A5*B4
2
.03042 .03042 .03042
A5*B3
2
.03861 .03861
A3*B3
2
.04095 .04095
A4*B5
2
.04212 .04212
A3*B4
2
.04212 .04212
A4*B3
2
.04446 .04446
A2*B2
2
.04563 .04563
A1*B4
2
.04914
A2*B4
2
A2*B3
2
A5*B2
2
A1*B2
2
A3*B5
2
A1*B3
2
Sig.
.085
.075
.081
.099
The error term is Mean Square(Error) = 9.01E-005.
Keterangan : A1 = 40% CO2 + 60% N2
5
6
.03861
.04095
.04212
.04212
.04446
.04563
.04914
.05850
.05967
.06084
7
8
.04095
.04212
.04212
.04446
.04563
.04914
.05850
.05967
.06084
.06201
.09126
.055
.068
1.000
B1 = Hari ke-0
.12519
1.000
A2
A3
A4
A5
= 60% CO2 + 40% N2
= 80% CO2 + 20% N2
= Vakum
= Udara Biasa
B2 = Hari ke-5
B3 = Hari ke-10
B4 = Hari ke-15
B5 = Hari ke-20
Lampiran 10. Data nilai organoleptik warna fillet ikan patin pada penyimpanan
suhu ruang
Gas
40% CO2, 60% N2
60% CO2, 40% N2
80% CO2, 20% N2
Vakum
Panelis
Jam 5
10
Masa Simpan
Jam 10
Jam 15
7
5
1
Jam 0
10
Jam 20
5
2
10
5
5
5
1
3
10
10
7
5
7
4
10
7
7
7
7
5
10
10
7
5
5
6
10
10
5
5
5
7
10
10
5
5
7
8
10
10
7
5
-
9
10
10
7
5
-
10
10
10
10
7
-
1
10
7
7
5
5
2
10
5
7
5
1
3
10
5
7
7
7
4
10
5
10
7
7
5
10
7
7
5
1
6
10
7
7
5
7
7
10
5
7
5
7
8
10
7
5
5
-
9
10
5
7
5
-
10
10
10
7
7
-
1
10
10
7
7
7
2
10
10
5
7
5
3
10
7
5
5
5
4
10
7
7
5
5
5
10
7
5
5
1
6
10
7
7
7
1
7
10
10
5
5
5
8
10
7
10
5
-
9
10
7
7
5
-
10
10
10
7
5
-
1
10
10
7
5
7
2
10
7
7
5
5
3
10
10
5
5
7
4
10
10
5
5
7
5
10
7
7
5
7
6
10
7
5
7
1
7
10
5
5
7
1
Udara Biasa
8
10
10
10
1
-
9
10
10
7
7
-
10
10
10
7
7
-
1
10
7
7
5
1
2
10
7
7
7
1
3
10
7
7
5
1
4
10
7
7
5
1
5
10
7
5
5
1
6
10
7
10
5
7
7
10
10
7
5
1
8
10
7
5
5
-
9
10
10
7
5
-
10
10
10
7
5
-
Lampiran 10a. Hasil uji Kruskal-Wallis dan uji lanjut Multiple comparison nilai
organoleptik warna fillet ikan patin pada penyimpanan suhu ruang
Kruskal-Wallis Test
Ranks
Warna
Gas
N
1
14
154.93
5
66
110.17
7
78
121.01
10
77
114.95
Total
masa_simpan
Mean Rank
235
1
14
214.96
5
66
160.08
7
78
135.79
10
77
46.28
Total
235
a,b
Test Statistics
Gas
Chi-Square
5.537
Df
3
Asymp. Sig.
.136
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: Warna
masa_simpan
151.132
3
.000
Multiple Comparisons
Dependent Variable:Warna
(I)
(J)
masa_simpan masa_simpan
LSD
jam0
jam5
jam10
jam15
jam20
Mean Difference
(I-J)
Std. Error
95% Confidence Interval
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
1.960
*
.314
.000
1.34
2.58
jam10
3.260
*
.314
.000
2.64
3.88
jam15
4.560
*
.314
.000
3.94
5.18
jam20
5.743
*
.347
.000
5.06
6.43
jam0
-1.960
*
.314
.000
-2.58
-1.34
jam10
1.300
*
.314
.000
.68
1.92
jam15
2.600
*
.314
.000
1.98
3.22
jam20
3.783
*
.347
.000
3.10
4.47
jam0
-3.260
*
.314
.000
-3.88
-2.64
jam5
-1.300
*
.314
.000
-1.92
-.68
1.92
jam5
jam15
1.300
*
.314
.000
.68
jam20
2.483
*
.347
.000
1.80
3.17
jam0
-4.560
*
.314
.000
-5.18
-3.94
jam5
-2.600
*
.314
.000
-3.22
-1.98
jam10
-1.300
*
.314
.000
-1.92
-.68
jam20
1.183
*
.347
.001
.50
1.87
jam0
-5.743
*
.347
.000
-6.43
-5.06
*
.347
.000
-4.47
-3.10
*
.347
.000
-3.17
-1.80
*
.347
.001
-1.87
-.50
jam5
-3.783
jam10
-2.483
jam15
-1.183
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Lampiran 11. Data nilai organoleptik warna fillet ikan patin pada penyimpanan
suhu dingin
Gas
40% CO2, 60% N2
60% CO2, 40% N2
Panelis
Masa Simpan
Hari 8
Hari 12
7
7
1
Hari 0
10
Hari 4
10
Hari 16
5
2
10
7
7
5
1
3
10
10
7
7
7
4
10
10
7
7
7
5
10
10
5
7
1
6
10
7
7
5
7
7
10
10
7
5
7
8
10
10
5
5
-
9
10
10
7
7
-
10
10
10
10
1
-
1
10
7
7
5
5
2
10
5
7
5
1
3
10
5
7
7
7
4
10
5
10
7
7
5
10
7
7
5
1
6
10
7
7
5
7
7
10
5
7
5
7
8
10
7
5
5
-
9
10
5
7
5
-
80% CO2, 20% N2
Vakum
Udara Biasa
10
10
10
7
7
-
1
10
10
7
7
7
2
10
10
5
7
5
3
10
7
5
5
5
4
10
7
7
5
5
5
10
7
5
5
1
6
10
7
7
7
1
7
10
10
5
5
5
8
10
7
10
5
-
9
10
7
7
5
-
10
10
10
7
5
-
1
10
10
7
5
7
2
10
7
7
5
5
3
10
10
5
5
7
4
10
10
5
5
7
5
10
7
7
5
7
6
10
7
5
7
1
7
10
5
5
7
1
8
10
10
10
1
-
9
10
10
7
7
-
10
10
10
7
7
-
1
10
7
7
5
1
2
10
7
7
7
1
3
10
7
7
5
1
4
10
7
7
5
1
5
10
7
5
5
1
6
10
7
10
5
7
7
10
10
7
5
1
8
10
7
5
5
-
9
10
10
7
5
-
10
10
10
7
5
-
Lampiran 11a. Hasil uji Kruskal-Wallis dan uji lanjut Multiple comparison nilai
organoleptik warna fillet ikan patin pada penyimpanan suhu dingin
Kruskal-Wallis Test
a,b
Test Statistics
Gas
masa_simpan
Chi-Square
6.688
Df
3
Asymp. Sig.
.083
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: warna
146.942
3
.000
Ranks
Warna
N
Mean Rank
Gas
1
55
135.09
5
71
107.41
7
52
108.96
10
57
122.95
Total
masa_simpan
235
1
55
179.55
5
71
139.55
7
52
116.37
10
57
33.26
Total
235
Multiple Comparisons
Dependent Variable:warna
(I)
(J)
masa_si masa_si Mean Difference (Impan
mpan
J)
LSD
H-0
H-4
H-8
H-12
H-16
95% Confidence Interval
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
4.160
*
.375
.000
3.42
4.90
H-8
4.680
*
.375
.000
3.94
5.42
H-12
4.857
*
.413
.000
4.04
5.67
H-16
7.880
*
.375
.000
7.14
8.62
H-0
-4.160
*
.375
.000
-4.90
-3.42
H-8
.520
.375
.167
-.22
1.26
H-12
.697
.413
.093
-.12
1.51
H-16
3.720
*
.375
.000
2.98
4.46
H-0
-4.680
*
.375
.000
-5.42
-3.94
H-4
-.520
.375
.167
-1.26
.22
H-12
.177
.413
.668
-.64
.99
H-16
3.200
*
.375
.000
2.46
3.94
H-0
-4.857
*
.413
.000
-5.67
-4.04
H-4
-.697
.413
.093
-1.51
.12
H-8
-.177
.413
.668
-.99
.64
*
.413
.000
2.21
3.84
*
.375
.000
-8.62
-7.14
*
.375
.000
-4.46
-2.98
*
.375
.000
-3.94
-2.46
*
.413
.000
-3.84
-2.21
H-4
H-16
3.023
H-0
-7.880
H-4
-3.720
H-8
-3.200
H-12
-3.023
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Lampiran 12. Data nilai organoleptik penampakan fillet ikan patin pada
penyimpanan suhu ruang
Gas
40% CO2, 60% N2
60% CO2, 40% N2
Panelis
1
Jam 0
10
Jam 5
10
2
10
7
3
10
10
4
10
5
10
6
Masa Simpan
Jam 10
7
Jam 15
7
Jam 20
5
7
5
1
7
7
7
10
7
7
7
10
5
7
1
10
7
7
5
7
7
10
10
7
5
7
8
10
10
5
5
-
9
10
10
7
7
-
10
10
10
10
1
-
1
10
5
7
5
7
2
10
5
10
7
1
3
10
7
7
5
10
4
10
7
7
7
7
5
10
7
10
5
1
6
10
1
7
7
10
7
10
7
10
7
7
8
10
7
5
5
-
80% CO2, 20% N2
9
10
7
7
7
-
10
10
10
7
7
-
1
10
10
7
7
7
2
10
10
7
5
5
3
10
7
10
5
5
4
10
7
7
5
5
5
10
7
7
7
5
6
10
7
7
7
5
7
10
10
7
7
7
8
10
7
7
5
-
9
10
7
7
5
-
10
10
10
5
7
-
1
10
10
10
7
5
2
10
7
7
7
5
3
10
10
7
1
5
4
10
10
10
7
7
5
10
10
7
7
7
6
10
7
7
7
5
7
10
7
7
7
5
8
10
5
7
5
-
9
10
10
7
7
-
10
10
10
7
7
-
1
10
10
5
7
1
2
10
7
7
7
1
3
10
7
7
5
5
4
10
7
7
5
1
5
10
7
10
5
7
6
10
7
7
5
7
7
10
7
7
5
1
8
10
7
7
7
-
9
10
10
5
5
-
10
10
10
7
5
-
Vakum
Udara Biasa
Lampiran 12a. Hasil uji Kruskal-Wallis dan uji lanjut Multiple comparison nilai
organoleptik penampakan fillet ikan patin pada penyimpanan suhu
ruang
Kruskal-Wallis Test
Ranks
penampakan
Gas
N
1
16
141.50
5
37
112.92
7
102
118.92
10
80
114.48
Total
masa_simpan
Mean Rank
235
1
16
203.78
5
37
169.62
7
102
139.74
10
80
49.25
Total
235
a,b
Test Statistics
Gas
Chi-Square
masa_simpan
2.450
Df
Asymp. Sig.
145.123
3
3
.484
.000
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: penampakan
Multiple Comparisons
Dependent Variable:penampakan
(I)
(J)
masa_simpan masa_simpan Mean Difference (I-J)
LSD jam0
jam5
jam10
jam15
jam20
95% Confidence Interval
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
jam5
1.92000
*
.32823
.000
1.2733
2.5667
jam10
2.76000
*
.32823
.000
2.1133
3.4067
jam15
4.00000
*
.32823
.000
3.3533
4.6467
jam20
5.74286
*
.36169
.000
5.0302
6.4555
*
.32823
.000
-2.5667
-1.2733
*
.32823
.011
.1933
1.4867
jam0
-1.92000
jam10
.84000
jam15
2.08000
*
.32823
.000
1.4333
2.7267
jam20
3.82286
*
.36169
.000
3.1102
4.5355
*
.32823
.000
-3.4067
-2.1133
*
.32823
.011
-1.4867
-.1933
jam0
-2.76000
jam5
-.84000
jam15
1.24000
*
.32823
.000
.5933
1.8867
jam20
2.98286
*
.36169
.000
2.2702
3.6955
*
.32823
.000
-4.6467
-3.3533
*
.32823
.000
-2.7267
-1.4333
*
.32823
.000
-1.8867
-.5933
*
.36169
.000
1.0302
2.4555
*
.36169
.000
-6.4555
-5.0302
*
.36169
.000
-4.5355
-3.1102
*
.36169
.000
-3.6955
-2.2702
*
.36169
.000
-2.4555
-1.0302
jam0
-4.00000
jam5
-2.08000
jam10
-1.24000
jam20
1.74286
jam0
-5.74286
jam5
-3.82286
jam10
-2.98286
jam15
-1.74286
Multiple Comparisons
Dependent Variable:penampakan
(I)
(J)
masa_simpan masa_simpan Mean Difference (I-J)
LSD jam0
jam10
jam15
jam20
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
1.92000
*
.32823
.000
1.2733
2.5667
jam10
2.76000
*
.32823
.000
2.1133
3.4067
jam15
4.00000
*
.32823
.000
3.3533
4.6467
jam20
5.74286
*
.36169
.000
5.0302
6.4555
jam0
-1.92000
*
.32823
.000
-2.5667
-1.2733
*
jam5
jam5
95% Confidence Interval
Std. Error
jam10
.84000
.32823
.011
.1933
1.4867
jam15
2.08000
*
.32823
.000
1.4333
2.7267
jam20
3.82286
*
.36169
.000
3.1102
4.5355
jam0
-2.76000
*
.32823
.000
-3.4067
-2.1133
jam5
-.84000
*
.32823
.011
-1.4867
-.1933
1.8867
jam15
1.24000
*
.32823
.000
.5933
jam20
2.98286
*
.36169
.000
2.2702
3.6955
jam0
-4.00000
*
.32823
.000
-4.6467
-3.3533
jam5
-2.08000
*
.32823
.000
-2.7267
-1.4333
jam10
-1.24000
*
.32823
.000
-1.8867
-.5933
jam20
1.74286
*
.36169
.000
1.0302
2.4555
jam0
-5.74286
*
.36169
.000
-6.4555
-5.0302
*
.36169
.000
-4.5355
-3.1102
*
.36169
.000
-3.6955
-2.2702
*
.36169
.000
-2.4555
-1.0302
jam5
-3.82286
jam10
-2.98286
jam15
-1.74286
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Lampiran 13. Data nilai organoleptik penampakan fillet ikan patin pada
penyimpanan suhu dingin
Gas
40% CO2, 60% N2
60% CO2, 40% N2
Panelis
Masa Simpan
Hari 8
Hari 12
7
7
1
Hari 0
10
Hari 4
10
Hari 16
5
2
10
7
7
5
1
3
10
10
7
7
7
4
10
10
7
7
7
5
10
10
5
7
1
6
10
7
7
5
7
7
10
10
7
5
7
8
10
10
5
5
-
9
10
10
7
7
-
10
10
10
10
1
-
1
10
7
7
5
5
2
10
5
7
5
1
3
10
5
7
7
7
4
10
5
10
7
7
5
10
7
7
5
1
6
10
7
7
5
7
7
10
5
7
5
7
8
10
7
5
5
-
9
10
5
7
5
-
80% CO2, 20% N2
10
10
10
7
7
-
1
10
10
7
7
7
2
10
10
5
7
5
3
10
7
5
5
5
4
10
7
7
5
5
5
10
7
5
5
1
6
10
7
7
7
1
7
10
10
5
5
5
8
10
7
10
5
-
9
10
7
7
5
-
10
10
10
7
5
-
1
10
10
7
5
7
2
10
7
7
5
5
3
10
10
5
5
7
4
10
10
5
5
7
5
10
7
7
5
7
6
10
7
5
7
1
7
10
5
5
7
1
8
10
10
10
1
-
9
10
10
7
7
-
10
10
10
7
7
-
1
10
7
7
5
1
2
10
7
7
7
1
3
10
7
7
5
1
4
10
7
7
5
1
5
10
7
5
5
1
6
10
7
10
5
7
7
10
10
7
5
1
8
10
7
5
5
-
9
10
10
7
5
-
10
10
10
7
5
-
Vakum
Udara Biasa
Lampiran 13a. Hasil uji Kruskal-Wallis dan uji lanjut Multiple comparison nilai
organoleptik penampakan fillet ikan patin pada penyimpanan
suhu dingin
Kruskal-Wallis Test
Ranks
penampakan
Gas
N
1
59
137.92
5
48
103.31
7
61
107.21
10
67
120.81
Total
masa_simpan
Mean Rank
235
1
59
184.31
5
48
141.91
7
61
117.92
10
67
42.55
Total
235
a,b
Test Statistics
gas
masa_simpan
Chi-Square
9.326
Df
3
Asymp. Sig.
.025
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: penampakan
150.906
3
.000
Multiple Comparisons
Dependent Variable:penampakan
LSD
95% Confidence Interval
Mean
Difference (I-J)
(I) gas
(J) gas
40%
60%
.128
.688
.853
-1.23
80%
-1.000
.688
.147
-2.35
.35
.553
.688
.422
-.80
1.91
Vakum
Udara Biasa
60%
Lower Bound
Upper Bound
1.48
.936
.688
.175
-.42
2.29
-.128
.688
.853
-1.48
1.23
80%
-1.128
.688
.102
-2.48
.23
.426
.688
.537
-.93
1.78
Udara Biasa
.809
.688
.241
-.55
2.16
40%
1.000
.688
.147
-.35
2.35
60%
1.128
.688
.102
-.23
2.48
Vakum
1.553
*
.688
.025
.20
2.91
1.936
*
.688
.005
.58
3.29
40%
-.553
.688
.422
-1.91
.80
60%
-.426
.688
.537
-1.78
.93
80%
-1.553
*
.688
.025
-2.91
-.20
Udara Biasa
Vakum
Sig.
40%
Vakum
80%
Std. Error
Udara Biasa
.383
.688
.578
-.97
1.74
40%
-.936
.688
.175
-2.29
.42
60%
-.809
.688
.241
-2.16
.55
80%
-1.936
*
.688
.005
-3.29
-.58
Vakum
-.383
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
.688
.578
-1.74
.97
Udara Biasa
Multiple Comparisons
Dependent Variable:penampakan
(I)
(J)
masa_si masa_si Mean Difference (Impan
mpan
J)
LSD
H-0
H-4
H-8
H-12
H-16
95% Confidence Interval
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
3.080
*
.402
.000
2.29
3.87
H-8
4.600
*
.402
.000
3.81
5.39
H-12
4.686
*
.443
.000
3.81
5.56
H-16
8.120
*
.402
.000
7.33
8.91
H-0
-3.080
*
.402
.000
-3.87
-2.29
H-8
1.520
*
.402
.000
.73
2.31
H-12
1.606
*
.443
.000
.73
2.48
H-16
5.040
*
.402
.000
4.25
5.83
H-0
-4.600
*
.402
.000
-5.39
-3.81
H-4
-1.520
*
.402
.000
-2.31
-.73
H-12
.086
.443
.847
-.79
.96
H-16
3.520
*
.402
.000
2.73
4.31
H-0
-4.686
*
.443
.000
-5.56
-3.81
H-4
*
-1.606
.443
.000
-2.48
-.73
H-8
-.086
.443
.847
-.96
.79
*
.443
.000
2.56
4.31
*
.402
.000
-8.91
-7.33
*
.402
.000
-5.83
-4.25
*
.402
.000
-4.31
-2.73
*
.443
.000
-4.31
-2.56
H-4
H-16
3.434
H-0
-8.120
H-4
-5.040
H-8
-3.520
H-12
-3.434
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Lampiran 14. Data nilai organoleptik bau fillet ikan patin pada penyimpanan suhu
ruang
Gas
40% CO2, 60% N2
60% CO2, 40% N2
Panelis
Masa Simpan
Jam 10
Jam 15
7
7
1
Jam 0
10
Jam 5
10
Jam 20
3
2
10
5
7
7
4
3
10
10
9
8
6
4
10
7
9
8
8
5
10
10
8
3
4
6
10
10
9
8
6
7
10
10
7
5
10
8
10
10
9
4
-
9
10
10
8
7
-
10
10
10
8
7
-
1
10
9
8
7
5
2
10
8
8
7
3
3
10
10
7
8
9
4
10
9
10
5
8
5
10
8
8
3
3
6
10
10
8
6
9
7
10
8
10
5
9
80% CO2, 20% N2
Vakum
Udara Biasa
8
10
10
8
4
-
9
10
9
7
6
-
10
10
9
8
5
-
1
10
10
8
9
6
2
10
10
8
6
4
3
10
10
5
7
6
4
10
9
7
8
5
5
10
9
9
6
2
6
10
4
8
8
6
7
10
8
8
6
5
8
10
8
10
6
-
9
10
9
6
3
-
10
10
10
9
7
-
1
10
9
7
7
7
2
10
10
8
4
3
3
10
10
7
7
10
4
10
9
6
7
7
5
10
9
7
6
5
6
10
2
10
7
7
7
10
10
7
8
7
8
10
10
8
9
-
9
10
10
9
8
-
10
10
9
8
7
-
1
10
9
8
5
3
2
10
9
9
3
3
3
10
10
8
4
6
4
10
9
8
7
3
5
10
8
9
6
5
6
10
8
7
7
6
7
10
10
7
7
5
8
10
8
8
6
-
9
10
10
8
3
-
10
10
9
10
6
-
Lampiran 14a. Hasil uji Kruskal-Wallis dan uji lanjut Multiple comparison nilai
organoleptik bau fillet ikan patin pada penyimpanan suhu ruang
Kruskal-Wallis Test
Ranks
bau
Gas
N
2
141.50
3
12
133.67
4
8
94.50
5
13
114.38
6
19
132.84
7
33
122.27
8
40
110.95
9
28
126.39
10
80
113.30
Total
masa_simpan
Mean Rank
2
235
2
2
146.75
3
12
200.29
4
8
178.94
5
13
183.58
6
19
185.89
7
33
159.44
8
40
130.12
9
28
112.20
10
80
50.94
Total
235
a,b
Test Statistics
Gas
Chi-Square
4.317
Df
8
Asymp. Sig.
.827
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: bau
masa_simpan
153.417
8
.000
Multiple Comparisons
Dependent Variable:bau
(I)
(J)
masa_sim masa_sim Mean Difference (Ipan
pan
J)
LSD
jam0
jam5
jam10
95% Confidence Interval
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
jam5
1.06000
*
.28762
.000
.4933
1.6267
jam10
2.02000
*
.28762
.000
1.4533
2.5867
jam15
3.80000
*
.28762
.000
3.2333
4.3667
jam20
4.34286
*
.31695
.000
3.7184
4.9673
jam0
-1.06000
*
.28762
.000
-1.6267
-.4933
*
jam10
.96000
.28762
.001
.3933
1.5267
jam15
2.74000
*
.28762
.000
2.1733
3.3067
jam20
3.28286
*
.31695
.000
2.6584
3.9073
jam0
-2.02000
*
.28762
.000
-2.5867
-1.4533
jam5
-.96000
*
.28762
.001
-1.5267
-.3933
*
.28762
.000
1.2133
2.3467
jam15
1.78000
jam20
jam15
2.32286
*
.31695
.000
1.6984
2.9473
*
.28762
.000
-4.3667
-3.2333
*
.28762
.000
-3.3067
-2.1733
jam0
-3.80000
jam5
-2.74000
jam10
-1.78000
*
.28762
.000
-2.3467
-1.2133
jam20
.54286
.31695
.088
-.0816
1.1673
*
.31695
.000
-4.9673
-3.7184
*
.31695
.000
-3.9073
-2.6584
*
.31695
.000
-2.9473
-1.6984
jam15
-.54286
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
.31695
.088
-1.1673
.0816
jam20
jam0
-4.34286
jam5
-3.28286
jam10
-2.32286
Lampiran 15. Data nilai organoleptik bau fillet ikan patin pada penyimpanan suhu
dingin
Gas
40% CO2, 60% N2
60% CO2, 40% N2
80% CO2, 20% N2
Panelis
Hari 4
10
Masa Simpan
Hari 8
Hari 12
7
7
1
Hari 0
10
Hari 16
5
2
10
7
7
5
1
3
10
10
7
7
7
4
10
10
7
7
7
5
10
10
5
7
1
6
10
7
7
5
7
7
10
10
7
5
7
8
10
10
5
5
-
9
10
10
7
7
-
10
10
10
10
1
-
1
10
7
7
5
5
2
10
5
7
5
1
3
10
5
7
7
7
4
10
5
10
7
7
5
10
7
7
5
1
6
10
7
7
5
7
7
10
5
7
5
7
8
10
7
5
5
-
9
10
5
7
5
-
10
10
10
7
7
-
1
10
10
7
7
7
2
10
10
5
7
5
3
10
7
5
5
5
4
10
7
7
5
5
5
10
7
5
5
1
6
10
7
7
7
1
7
10
10
5
5
5
8
10
7
10
5
-
9
10
7
7
5
-
10
10
10
7
5
-
1
10
10
7
5
7
2
10
7
7
5
5
Vakum
3
10
10
5
5
7
4
10
10
5
5
7
5
10
7
7
5
7
6
10
7
5
7
1
7
10
5
5
7
1
8
10
10
10
1
-
9
10
10
7
7
-
10
10
10
7
7
-
1
10
7
7
5
1
2
10
7
7
7
1
3
10
7
7
5
1
4
10
7
7
5
1
5
10
7
5
5
1
6
10
7
10
5
7
7
10
10
7
5
1
8
10
7
5
5
-
9
10
10
7
5
-
10
10
10
7
5
-
Udara Biasa
Lampiran 15a. Hasil uji Kruskal-Wallis dan uji lanjut Multiple comparison nilai
organoleptik bau fillet ikan patin pada penyimpanan suhu dingin
Kruskal-Wallis Test
Ranks
bau
gas
N
43
124.56
2
13
132.46
3
10
155.60
4
22
139.36
5
13
74.62
6
22
122.27
7
22
83.82
8
32
100.38
9
8
176.75
10
50
118.00
Total
masa_simpan
Mean Rank
1
235
1
43
205.56
2
13
200.69
3
10
115.50
4
22
106.64
5
13
118.77
6
22
135.05
7
22
118.23
8
32
112.06
9
8
100.50
10
50
25.50
Total
235
a,b
Test Statistics
gas
Chi-Square
26.342
df
9
Asymp. Sig.
.002
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: bau
masa_simpan
194.030
9
.000
Multiple Comparisons
Dependent Variable:bau
LSD
Mean
Difference (IJ)
95% Confidence Interval
Std.
Error
(I) gas
(J) gas
40%
60%
-.319
.671
.635
-1.64
1.00
80%
-.745
.671
.268
-2.07
.58
Vakum
.106
.671
.874
-1.22
1.43
Udara Biasa
.723
.671
.282
-.60
2.05
40%
.319
.671
.635
-1.00
1.64
80%
-.426
.671
.526
-1.75
.90
60%
Vakum
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
.426
.671
.526
-.90
1.75
1.043
.671
.122
-.28
2.36
40%
.745
.671
.268
-.58
2.07
60%
.426
.671
.526
-.90
1.75
.851
.671
.206
-.47
2.17
*
.671
.030
.15
2.79
40%
-.106
.671
.874
-1.43
1.22
60%
-.426
.671
.526
-1.75
.90
80%
-.851
.671
.206
-2.17
.47
.617
.671
.359
-.70
1.94
40%
-.723
.671
.282
-2.05
.60
60%
-1.043
.671
.122
-2.36
.28
80%
*
-1.468
.671
.030
-2.79
-.15
Vakum
-.617
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
.671
.359
-1.94
.70
Udara Biasa
80%
Vakum
Udara Biasa
Vakum
1.468
Udara Biasa
Udara Biasa
Multiple Comparisons
Dependent Variable:bau
(I)
(J)
masa_si masa_si Mean Difference (Impan
mpan
J)
LSD
H-0
H-4
H-8
H-12
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
H-4
3.720
*
.305
.000
3.12
4.32
H-8
4.160
*
.305
.000
3.56
4.76
H-12
4.286
*
.336
.000
3.62
4.95
H-16
8.800
*
.305
.000
8.20
9.40
H-0
-3.720
*
.305
.000
-4.32
-3.12
H-8
.440
.305
.151
-.16
1.04
H-12
.566
.336
.094
-.10
1.23
H-16
5.080
*
.305
.000
4.48
5.68
H-0
-4.160
*
.305
.000
-4.76
-3.56
H-4
-.440
.305
.151
-1.04
.16
H-12
.126
.336
.709
-.54
.79
H-16
4.640
*
.305
.000
4.04
5.24
H-0
-4.286
*
.336
.000
-4.95
-3.62
H-4
-.566
.336
.094
-1.23
.10
-.126
.336
.709
-.79
.54
*
.336
.000
3.85
5.18
*
.305
.000
-9.40
-8.20
*
.305
.000
-5.68
-4.48
*
.305
.000
-5.24
-4.04
*
.336
.000
-5.18
-3.85
H-8
H-16
95% Confidence Interval
H-16
4.514
H-0
-8.800
H-4
-5.080
H-8
-4.640
H-12
-4.514
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Lampiran 16. Data nilai organoleptik tekstur fillet ikan patin pada penyimpanan
suhu ruang
Gas
40% CO2, 60% N2
60% CO2, 40% N2
80% CO2, 20% N2
Vakum
Udara Biasa
Panelis
Masa Simpan
Jam 10
Jam 15
10
4
1
Jam 0
10
Jam 5
7
Jam 20
1
2
10
7
7
4
4
3
10
10
4
4
4
4
10
10
7
4
4
5
10
7
10
4
7
6
10
4
4
4
4
7
10
10
4
1
7
8
10
10
7
4
-
9
10
10
7
1
-
10
10
10
7
4
-
1
10
7
7
7
4
2
10
4
10
4
4
3
10
4
7
7
4
4
10
10
4
7
4
5
10
4
10
4
4
6
10
4
7
4
7
7
10
10
7
4
10
8
10
10
4
7
-
9
10
4
7
4
-
10
10
7
4
7
-
1
10
10
7
4
4
2
10
10
7
7
4
3
10
7
10
7
7
4
10
10
7
4
4
5
10
7
4
4
4
6
10
7
7
7
5
7
10
10
1
1
7
8
10
10
1
7
-
9
10
7
4
1
-
10
10
10
7
1
-
1
10
4
7
7
7
2
10
7
7
4
4
3
10
10
10
4
7
4
10
10
7
7
4
5
10
4
4
4
7
6
10
7
4
4
7
7
10
7
7
4
4
8
10
10
4
4
-
9
10
4
4
1
-
10
10
10
7
4
-
1
10
4
4
4
4
2
10
3
10
4
10
5
10
6
7
7
4
4
4
7
7
4
1
10
10
1
4
4
7
4
7
10
10
4
4
7
10
10
4
4
7
8
10
10
7
4
-
9
10
7
7
1
-
10
10
7
4
4
-
Lampiran 16a. Hasil uji Kruskal-Wallis dan uji lanjut Multiple comparison nilai
organoleptik tekstur fillet ikan patin pada penyimpanan suhu ruang
Kruskal-Wallis Test
Ranks
tekstur
Gas
N
23
140.48
4
58
124.48
5
9
86.67
7
64
113.59
10
81
113.94
Total
masa_simpan
Mean Rank
1
235
1
23
195.17
4
58
143.60
5
9
218.00
7
64
140.38
10
81
48.96
Total
235
a,b
Test Statistics
Gas
Chi-Square
5.741
df
4
Asymp. Sig.
.219
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: tekstur
masa_simpan
154.275
4
.000
Multiple Comparisons
Dependent Variable:tekstur
(I)
(J)
masa_sim masa_sim Mean Difference (Ipan
pan
J)
LSD
jam0
jam5
jam10
jam15
jam20
95% Confidence Interval
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
jam5
2.16000
*
.40293
.000
1.3661
2.9539
jam10
3.84000
*
.40293
.000
3.0461
4.6339
jam15
5.82000
*
.40293
.000
5.0261
6.6139
jam20
5.74286
*
.44400
.000
4.8680
6.6177
jam0
-2.16000
*
.40293
.000
-2.9539
-1.3661
jam10
1.68000
*
.40293
.000
.8861
2.4739
jam15
3.66000
*
.40293
.000
2.8661
4.4539
jam20
3.58286
*
.44400
.000
2.7080
4.4577
jam0
-3.84000
*
.40293
.000
-4.6339
-3.0461
jam5
-1.68000
*
.40293
.000
-2.4739
-.8861
2.7739
jam15
1.98000
*
.40293
.000
1.1861
jam20
1.90286
*
.44400
.000
1.0280
2.7777
jam0
-5.82000
*
.40293
.000
-6.6139
-5.0261
jam5
-3.66000
*
.40293
.000
-4.4539
-2.8661
jam10
*
-1.98000
.40293
.000
-2.7739
-1.1861
jam20
-.07714
.44400
.862
-.9520
.7977
*
.44400
.000
-6.6177
-4.8680
*
.44400
.000
-4.4577
-2.7080
*
.44400
.000
-2.7777
-1.0280
.44400
.862
-.7977
.9520
jam0
-5.74286
jam5
-3.58286
jam10
-1.90286
jam15
.07714
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Lampiran 17. Data nilai organoleptik tekstur fillet ikan patin pada penyimpanan
suhu dingin
Gas
40% CO2, 60% N2
60% CO2, 40% N2
Panelis
Masa Simpan
Hari 8
Hari 12
7
7
1
Hari 0
10
Hari 4
10
Hari 16
5
2
10
7
7
5
1
3
10
10
7
7
7
4
10
10
7
7
7
5
10
10
5
7
1
6
10
7
7
5
7
7
10
10
7
5
7
8
10
10
5
5
-
9
10
10
7
7
-
10
10
10
10
1
-
1
10
7
7
5
5
2
10
5
7
5
1
3
10
5
7
7
7
4
10
5
10
7
7
5
10
7
7
5
1
6
10
7
7
5
7
7
10
5
7
5
7
8
10
7
5
5
-
9
10
5
7
5
-
80% CO2, 20% N2
10
10
10
7
7
-
1
10
10
7
7
7
2
10
10
5
7
5
3
10
7
5
5
5
4
10
7
7
5
5
5
10
7
5
5
1
6
10
7
7
7
1
7
10
10
5
5
5
8
10
7
10
5
-
9
10
7
7
5
-
10
10
10
7
5
-
1
10
10
7
5
7
2
10
7
7
5
5
3
10
10
5
5
7
4
10
10
5
5
7
5
10
7
7
5
7
6
10
7
5
7
1
7
10
5
5
7
1
8
10
10
10
1
-
9
10
10
7
7
-
10
10
10
7
7
-
1
10
7
7
5
1
2
10
7
7
7
1
3
10
7
7
5
1
4
10
7
7
5
1
5
10
7
5
5
1
6
10
7
10
5
7
7
10
10
7
5
1
8
10
7
5
5
-
9
10
10
7
5
-
10
10
10
7
5
-
Vakum
Udara Biasa
Lampiran 17a. Hasil uji Kruskal-Wallis dan uji lanjut Multiple comparison nilai
organoleptik tekstur fillet ikan patin pada penyimpanan suhu
dingin
Kruskal-Wallis Test
Ranks
Tekstur
gas
N
1
64
133.42
4
86
108.16
7
29
100.17
10
56
124.71
Total
masa_simpan
Mean Rank
235
1
64
179.25
4
86
132.48
7
29
108.17
10
56
30.86
Total
235
a,b
Test Statistics
gas
masa_simpan
Chi-Square
7.953
df
3
Asymp. Sig.
.047
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: tekstur
154.950
3
.000
Multiple Comparisons
Dependent Variable:tekstur
LSD
(I) gas
(J) gas
40%
60%
80%
Upper Bound
.064
.695
.927
-1.30
1.43
1.000
-1.37
1.37
.695
.783
-1.56
1.18
.638
.695
.359
-.73
2.01
40%
-.064
.695
.927
-1.43
1.30
80%
-.064
.695
.927
-1.43
1.30
Vakum
-.255
.695
.714
-1.62
1.11
Udara Biasa
.574
.695
.409
-.79
1.94
40%
.000
.695
1.000
-1.37
1.37
.064
.695
.927
-1.30
1.43
-.191
.695
.783
-1.56
1.18
Udara Biasa
.638
.695
.359
-.73
2.01
40%
.191
.695
.783
-1.18
1.56
60%
.255
.695
.714
-1.11
1.62
80%
.191
.695
.783
-1.18
1.56
Udara Biasa
.830
.695
.233
-.54
2.20
40%
-.638
.695
.359
-2.01
.73
60%
-.574
.695
.409
-1.94
.79
80%
-.638
.695
.359
-2.01
.73
Vakum
-.830
.695
.233
-2.20
.54
Vakum
Udara Biasa
Lower Bound
.695
60%
Vakum
95% Confidence Interval
Sig.
.000
Udara Biasa
80%
Std.
Error
-.191
Vakum
60%
Mean
Difference (I-J)
Multiple Comparisons
Dependent Variable:tekstur
(I)
(J)
masa_si masa_si Mean Difference (Impan
mpan
J)
LSD
H-0
H-4
H-8
H-12
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
H-4
4.680
*
.334
.000
4.02
5.34
H-8
6.360
*
.334
.000
5.70
7.02
H-12
5.743
*
.368
.000
5.02
6.47
H-16
8.520
*
.334
.000
7.86
9.18
*
H-0
-4.680
.334
.000
-5.34
-4.02
H-8
1.680
*
.334
.000
1.02
2.34
H-12
1.063
*
.368
.004
.34
1.79
H-16
3.840
*
.334
.000
3.18
4.50
*
H-0
-6.360
.334
.000
-7.02
-5.70
H-4
-1.680
*
.334
.000
-2.34
-1.02
H-12
-.617
.368
.094
-1.34
.11
H-16
2.160
*
.334
.000
1.50
2.82
H-0
-5.743
*
.368
.000
-6.47
-5.02
H-4
-1.063
*
.368
.004
-1.79
-.34
H-8
.617
.368
.094
-.11
1.34
*
.368
.000
2.05
3.50
*
.334
.000
-9.18
-7.86
*
.334
.000
-4.50
-3.18
*
.334
.000
-2.82
-1.50
*
.368
.000
-3.50
-2.05
H-16
H-16
95% Confidence Interval
2.777
H-0
-8.520
H-4
-3.840
H-8
-2.160
H-12
-2.777
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Lampiran 18. Foto Fillet Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus) yang dikemas
dalam kemasan atmosfer termodifikasi
Lampiran 19. Foto Pengerjaan Pengemasan Atmosfer Termodifikasi Fillet Ikan
Patin (Pangasius hypopthalmus)
Lampiran 20. Foto Cosmotector tipe X-314
Lampiran 21. Foto Flowmeter
Lampiran 22. Foto Pompa Vakum
Download