Menurunkan Kontaminasi Mikroba pada Buah dan Sayuran Segar

advertisement
gung dipercayakan kepada Balai
Penelitian Tanaman Serealia (Balitsereal) yang bernaung di bawah
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan dari Badan
Litbang Pertanian. Sebagian dari
teknologi yang dihasilkan lembaga
penelitian publik ini telah dimanfaatkan oleh sebagian petani di
Indonesia. Di antara teknologi tersebut, varietas unggul memberikan kontribusi yang lebih besar
dalam peningkatan produksi jagung. Dewasa ini 43,7% areal pertanaman jagung telah ditanami
dengan varietas hibrida, 30% varietas komposit, dan sisanya masih
menggunakan varietas lokal.
Jagung hibrida umumnya tidak
mampu beradaptasi dengan baik
pada lahan marginal, sehingga pengembangannya diarahkan pada
lahan subur. Jagung hibrida yang
telah berkembang dewasa ini
umumnya dihasilkan oleh swasta,
baik melalui persilangan maupun
introduksi. Untuk menambah pilihan bagi petani dalam pengembangan jagung hibrida, Balitsereal
juga telah merakit sejumlah varietas hibrida, tiga di antaranya
dilepas pada tahun 2008, masingmasing bernama Bima-4, Bima-5,
dan Bima-6 dengan potensi hasil
9,3-9,6 t/ha. Selain berdaya hasil
tinggi, ketiga varietas unggul ini
mampu berproduksi pada lahan
yang kurang subur dan memiliki daun yang masih hijau (stay green)
hingga saat panen sehingga dapat
dimanfaatkan untuk pakan ternak,
terutama sapi dan kerbau.
Sesuai dengan keunggulan yang
dimiliki, pengembangan jagung
komposit lebih diarahkan pada lahan marginal. Varietas komposit
Arjuna dan Bisma, masing-masing
dilepas pada tahun 1980 dan 1995,
masih digunakan petani di beberapa daerah karena toleran kekeringan. Varietas Sukmaraga telah
berkembang di sebagian daerah
yang memiliki tanah masam. Dalam
upaya perbaikan gizi, Balitsereal
telah mengembangkan jagung protein mutu tinggi (QPM, quality protein maize) varietas Srikandi Kuning-1 dan Srikandi Putih-1.
Akan halnya varietas unggul,
Balitsereal lebih banyak berperan
dalam perakitan dan pengembangan jagung komposit. Secara nasional, nilai tambah dari pengembangan varietas unggul baru jagung
komposit mencapai hampir Rp300
miliar/tahun.
Menurunkan Kontaminasi Mikroba
pada Buah dan Sayuran Segar
Sayuran dan buah-buahan berpotensi tercemar kontaminan seperti
bahan kimia dan mikroba selama di kebun. Mencuci buah dan sayuran
sebelum dikonsumsi dapat menghilangkan kotoran seperti tanah dan
cemaran bahan kimia. Untuk menghilangkan cemaran mikroba,
setelah dicuci buah dan sayuran dapat direndam
dalam larutan sanitizer.
S
ayuran mengandung vitamin
dan mineral yang sangat penting bagi tubuh. Kini konsumen
mulai kritis dan menghendaki pangan, termasuk sayuran, yang memenuhi sifat ASUH, yaitu aman,
sehat, utuh, dan halal. Untuk ke-
perluan ekspor, pangan juga harus
memenuhi persyaratan keamanan
pangan.
Beberapa penelitian menunjukkan kontaminasi mikroba pada
sayuran segar masih di atas ketentuan yang dipersyaratkan. Bahkan,
Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol. 30, No. 6 2008
Selain varietas unggul, Balitsereal juga telah menghasilkan
teknologi budi daya dan pascapanen jagung. Dewasa ini Balitsereal
mengembangkan pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT)
jagung dalam upaya percepatan
peningkatan produktivitas, pendapatan, dan pelestarian lingkungan.
Penelitian pada lahan sawah tadah
hujan setelah padi seluas 10 ha di
Pangkep, Sulawesi Selatan, pada
MK 2006 membuktikan bahwa
varietas unggul komposit yang dibudidayakan dengan pendekatan
PTT mampu berproduksi 5,4-7,3 t/
ha dengan keuntungan Rp7,5 juta/
ha (Hermanto) .
Untuk informasi lebih lanjut
hubungi:
Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan
Jalan Merdeka No. 147
Bogor 16111
Telepon : (0251) 8334089
8331718
Faksimile : (0251) 8 3 1 2 7 5 5
E-mail
: [email protected]
ada yang melaporkan sayuran segar
tercemar Salmonella, yaitu bakteri
penyebab penyakit tifus. Kontaminasi Salmonella pada makanan
tidak dapat diketahui melalui perubahan warna, bau maupun rasa.
Makin tinggi kandungan Salmonella pada makanan, makin besar
risiko manusia terinfeksi bakteri
tersebut. Gejala Salmonellosis yang
paling sering terjadi adalah gastroenteritis, yaitu peradangan pada
perut dan usus halus akibat keracunan makanan atau higiene yang
buruk.
Jenis mikroba lain yang sering
ditemukan pada sayuran segar
adalah Escherichia coli. Beberapa
strain E. coli dapat menimbulkan
penyakit pada manusia dan hewan
dengan memproduksi enterotoksin.
3
Penggunaan sanitizer pada sayuran segar dapat menurunkan kontaminasi mikroba
hingga di bawah ambang batas maksimum yang diperbolehkan pada bahan
pangan.
Gejala infeksinya menyerupai kolera. Bakteri tersebut menyerang
sel-sel epitelium saluran usus halus
serta mengeluarkan enterotoksin.
E. coli patogen dapat menimbulkan
sindroma klinis, yaitu gastroenteritis akut pada anak-anak dan infeksi pada saluran pencernaan.
Mengatasi kontaminan pada
sayuran tidak cukup hanya mengetahui tingkat kontaminasinya.
Namun, perlu upaya lain misalnya
mengaplikasikan sanitizer yang terbukti efektif menurunkan mikroba
kontaminan.
Mengenal Sanitizer
Sanitizer adalah bahan yang dapat
mengurangi kandungan mikroba
pada bahan, termasuk bahan pangan. Bahan yang dapat digunakan
sebagai antimikroba beragam jenisnya, seperti detergen, antiseptik, dan desinfektan. Suatu bahan
dapat digunakan sebagai sanitizer
jika memenuhi persyaratan seperti
toksisitasnya dapat diterima dan
residunya pada produk akhir tidak
membahayakan kesehatan manusia. Efektivitas sanitizer, terutama
4
sanitizer kimia, dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain waktu
kontak, suhu, konsentrasi, pH, kebersihan peralatan, kesadahan air,
dan tingkat serangan bakteri.
Sanitizer yang ideal harus memiliki beberapa sifat, yaitu dapat
menghancurkan mikroba, aktivitas
spektrum melawan fase vegetatif
bakteri, kapang, dan khamir. Sanitizer juga tahan terhadap kondisi
lingkungan, yaitu efektif pada lingkungan yang mengandung bahan
organik, detergen, sisa sabun, kesadahan air, dan pH. Selain itu juga
mampu membersihkan bahan dengan baik, tidak beracun dan tidak
menimbulkan iritasi, larut dalam air
pada berbagai konsentrasi, bau dapat diterima, konsentrasi stabil,
mudah digunakan, mudah didapat,
dan murah.
Sebenarnya telah banyak tersedia bahan kimia yang dapat berfungsi sebagai sanitizer dan dijual
di pasaran, tetapi sulit mendapatkan sanitizer yang dapat digunakan
untuk berbagai keperluan. Hal ini
disebabkan beragamnya kondisi
bahan, cara kerja desinfektan yang
berbeda-beda, dan banyaknya sel
mikroba yang akan dihancurkan.
Sanitizer kimia biasanya dikelompokkan berdasarkan senyawa kimia yang mematikan mikroorganisme, antara lain senyawa
klorin dan asam asetat. Senyawa
klorin yang paling sering digunakan
sebagai sanitizer adalah hipoklorit.
Klorin mampu menyebabkan reaksi
mematikan pada membran sel dan
mempengaruhi DNA. Klorin umumnya lebih efektif terhadap bakteri
vegetatif daripada mikroba yang
membentuk spora. Namun, dengan
memperhatikan waktu kontak,
suhu, dan konsentrasi penggunaan,
klorin dapat menyebabkan beberapa jenis bakteri menjadi tidak
aktif. Hasil penelitian menunjukkan, penggunaan klorin 100-200
ppm mampu mengurangi cemaran
E. coli. Klorin antara lain telah
digunakan dalam larutan pencuci
buah dan sayuran.
Asam asetat lebih banyak digunakan untuk menghambat mikroba
dibanding asam laktat. Kemampuan asam asetat dalam membunuh Salmonella sp. lebih tinggi
dibanding asam laktat. Asam
asetat juga menghambat E. coli
lebih baik dibanding asam laktat,
asam malat atau asam sitrat. Ketika asam asetat dilarutkan, asam
tersebut akan berdisosiasi untuk
melepaskan protein bebas yang
akan menurunkan pH. Jumlah proton yang meningkat di permukaan
luar mikroorganisme dapat merusak fungsi membran dengan
mendenaturasi enzim dan mengubah sifat permeabel membran
sehingga menjadi tidak stabil.
Penggunaan asam asetat 1-3%
efektif menghambat bakteri patogen seperti Campylobacter jejuni,
Yersinia enterocolitica, dan Salmonella.
Sanitizer untuk Buah dan Sayuran
Segar
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian telah mengembangkan sanitizer
untuk buah dan sayuran segar dan
menguji penggunaannya pada
Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol. 30, No. 6 2008
Sayuran segar dari sawah/kebun
(seperti selada dan wortel)
Dicuci dengan air bersih
untuk menghilangkan kotoran
Direndam dalam larutan sanitizer
4 menit
Dibilas dengan air bersih
Ditiriskan
Dikemas
Gambar 1. Bagan alir cara pencucian
sayuran segar dengan
sanitizer.
selada, tomat, dan wortel. Ternyata
sanitizer mampu meminimalkan
kontaminasi mikroba umum/TPC
hingga 103 CFU/g serta E. coli dan
Salmonella hingga 0 CFU/g sampel. Kandungan kontaminan tersebut telah berada di bawah batas
minimum residu (BMR) sehingga
sayuran aman dikonsumsi.
Sanitizer dapat diaplikasikan di
tingkat petani dalam penanganan
sayuran segar karena menggunakannya cukup mudah. Sayuran segar seperti kubis, selada, kangkung,
tomat, mentimun, kacang panjang,
dan wortel dicuci dengan air bersih (air ledeng/air sumur), lalu direndam dalam larutan sanitizer selama 4 menit, diangkat, dibilas dengan air bersih, ditiriskan, dan sayuran siap untuk dikemas. Untuk
lebih jelasnya, penggunaan sanitizer dapat mengikuti diagram pada
Gambar 1. Residu atau kontaminan
yang ada di permukaan sayuran
dapat hilang melalui pencucian
(pembilasan), penggosokan, dan
hidrolisis. Formula sanitizer tersebut telah didaftarkan untuk memperoleh paten dengan nomor pendaftaran S00200600207 (Misgiyarta) .
Untuk informasi lebih lanjut
hubungi:
Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Pascapanen
Pertanian
Jalan Tentara Pelajar No. 12
Bogor 16111
Telepon : (0251) 8321762
Faksimile : (0251) 8350920
E-mail
:
[email protected]
Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol. 30, No. 6 2008
Membuat Pupuk Cair Bermutu dari
Limbah Kambing
Penggunaan pupuk organik makin meningkat sejalan dengan
berkembangnya pertanian organik. Pemanfaatan pupuk kandang atau
pupuk organik padat menyulitkan aplikasinya di lapang, karena jumlah
yang diberikan harus banyak sehingga membutuhkan banyak tenaga.
Dengan sentuhan teknologi, kotoran ternak dapat diproses menjadi
pupuk organik cair yang mengandung hara tinggi serta lebih mudah dan
murah dalam aplikasinya di lapang.
P
angan organik makin diminati
sejalan dengan meningkatnya
kesadaran masyarakat akan makanan sehat dan bergizi serta pentingnya menjaga kelestarian lingkungan. Sejalan dengan meningkatnya permintaan bahan pangan
organik maka kebutuhan akan pupuk organik makin bertambah pula.
Jumlah pupuk organik yang
dibutuhkan dalam sistem produksi
pertanian cukup banyak, padahal
sentra-sentra produksi pertanian
belum tentu memiliki populasi ternak yang memadai untuk menghasilkan kotoran ternak. Pada ta-
naman padi atau sayuran, misalnya, untuk menekan penggunaan
pupuk anorganik (kimia) hingga
50%, diperlukan pupuk organik
2,0-2,5 t/ha. Jika penggunaan
pupuk anorganik akan ditekan
hingga 25% maka keperluan pupuk organik menjadi 3,5 t/ha atau
lebih. Pada tanaman perkebunan,
apabila sumber hara hanya mengandalkan pupuk organik maka kebutuhan pupuk mencapai 15 t/ha.
Untuk memenuhi kebutuhan pupuk
sejumlah itu diperlukan pemeliharaan 24-28 ekor domba/kambing
atau 3-4 ekor sapi.
5
Untuk menyediakan pupuk organik dalam jumlah besar diperlukan tenaga yang banyak sehingga
akan meningkatkan biaya tenaga
kerja, meskipun pupuk organik dapat diproduksi sendiri oleh petani.
Agar aplikasi pupuk organik lebih
hemat dan penggunaan tenaga
kerja lebih murah, salah satu alternatifnya adalah dengan meningkatkan kandungan haranya, terutama hara makro seperti nitrogen, kalium, dan fosfor. Pada kotoran ternak, baik feses maupun
urine, kadar nitrogen dapat ditingkatkan melalui pengkayaan dengan
menggunakan mikroba pengikat
nitrogen, dan untuk hara kalium
dengan menggunakan mikroba
fermenter Rummino bacillus.
Teknik Produksi Pupuk Cair
Salah satu upaya untuk meningkatkan kandungan hara pada pupuk
kandang, yang sekaligus mengatasi masalah bulky adalah dengan
mengolahnya menjadi pupuk cair.
Inovasi teknologi pupuk cair de-
5
Download