BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap harinya manusia

advertisement
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap harinya manusia dihadapkan dengan berbagai macam tugas, mulai
dari tugas rumah tangga, tugas dari kantor ataupun tugas akademis. Banyaknya
tugas yang diberikan menuntut individu untuk menjadi lebih giat dan termotivasi
mengerjakan tugas yang dimiliki agar nantinya tugas tersebut tidak semakin
menumpuk dan membuat individu yang bersangkutan menjadi kewalahan dalam
mengerjakannya. Tetapi pada kenyataannya, tidak sedikit dari individu yang
memilih untuk menunda tugas yang harusnya segera diselesaikan.
Menunda suatu pekerjaan atau tugas kadang menjadi perilaku yang sering
dilakukan oleh banyak orang. Dalam artikel yang ditulis oleh Burhanuddin
(www.kesehatan.kompasiana.com), dalam kajian Psikologi fenomena menunda
ini disebut “Prokrastinasi”. Prokrastinasi berasal dari bahasa latin procrastinare.
Pro artinya gerakan maju dan crastinus artinya milik hari esok, sehingga
prokrastinasi dapat diartikan perilaku manusia yang sering menunda-nunda baik
tugas maupun pekerjaan dan pelakunya disebut prokrastinator. Individu biasanya
melakukan prokrastinasi pada tugas yang sifatnya mudah ataupun sulit, hal ini di
dukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Janssen dan Carton (1999) bahwa
tingkat kesulitan suatu tugas tidak mempengaruhi perilaku prokrastinasi akademik
mahasiswa.
Prokrastinasi adalah suatu proses kompleks yang melibatkan komponen
afektif, kognitif, dan perilaku (Solomon & Rothblum, 1984). Perilaku menundanunda pekerjaan atau tugas ini dialami oleh banyak kalangan mulai dari orangorang yang sudah bekerja maupun mereka yang masih duduk di bangku sekolah
atau universitas. Penundaan yang biasa dilakukan oleh pelajar atau mahasiswa
disebut prokrastinasi akademik. Hasil penelitian oleh beberapa ahli didapat data
bahwa sekitar 46% sampai 95% mahasiswa sering melakukan prokrastinasi
dalam mengerjakan tugas akademik mereka (Solomon & Rothblum, 1984; Ellis &
Knaus, 1977; dalam Janssen & Carton, 1999). Selain itu berdasarkan hasil temuan
para ahli dilaporkan pula bahwa prokrastinasi akademik banyak terjadi di
kalangan mahasiswa yang sedang mengenyam pendidikan S1 (undergraduate)
(Rothblum et al., 1986; Clark dan Hill, 1994; Day et al., 2000; O’Brien, 2002;
Ozer, 2005; dalam Sirin, 2011)
Berbagai alasan digunakan ketika seseorang menunda mengerjakan tugas
yang dimiliki, salah satunya adalah sifat yang perfeksionis. Menurut beberapa
ahli, perfeksionisme dianggap sebagai motif utama orang melakukan prokrastinasi
(Ferrari et al., 1995; Flet, Hewitt, & Martin, 1995; Onwuegbuzie, 2000; dalam
Chabaud, Ferrand, Maury, 2010). Solomon dan Rothblum (1984; dalam Fatimah,
Lukman, Khairudin, Shahrazad, dan Halim, 2011) juga mengemukakan motif lain
yang berasosiasi dengan perilaku prokrastinasi khususnya yang dilakukan oleh
pelajar, yaitu perasaan takut gagal serta rendahnya kepercayaan diri. Hal ini
diperkuat oleh temuan dari Fatimah, Lukman, Khairudin, Shahrazad, dan Halim
(2011) bahwa perasaan takut gagal memang memiliki korelasi yang positif dan
signifikan dengan perilaku prokrastinasi pada pelajar.
Pelajar atau mahasiswa yang terbiasa menunda mengerjakan tugas percaya
bahwa perilaku tersebut dapat mengganggu kegiatan akademis mereka, kapasitas
memahami materi yang diberikan, serta kualitas hidup mereka (Solomon dan
Rothblum 1984, dalam Lee, 2005). Sejalan dengan pendapat dari Solomon dan
Rothblum tersebut, individu khususnya pelajar dan mahasiswa, mengetahui bahwa
prokrastinasi akademik itu berdampak negatif bagi mereka.
Salah satu dampak negatif yang dapat ditimbulkan adalah penurunan
akademis. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dikemukakan Rothblum,
Solomon, dan Murakami (1986, dalam Lee, 2005), dimana prokrastinasi dapat
merugikan performa akademis dari pelajar dan menyebabkan nilai akademis yang
menurun. Dampak negatif lain adalah mematikan berbagai kesempatan yang ada
(Kimbrough-Robinson; 2007).
Selain itu, prokrastinasi juga dapat mendorong mahasiswa untuk
berbohong. Menurut Joseph Ferrari Ph. D (dalam Perina, 2002) mengemukakan
bahwa hampir 70% mahasiswa memberikan alasan yang tidak benar saat mereka
tidak mengerjakan tugas, karena menunda-nunda. Alasan yang biasa digunakan
seperti komputer yang bermasalah, sakit, sampai kematian dari kakek atau nenek
mereka. Ferrari juga mengungkapkan bahwa sebagian dari mahasiswa yang
berbohong tersebut merasa bersalah melakukannya, tetapi tidak satupun yang
mengatakan bahwa rasa bersalah tersebut membuat mereka tidak mengulangi
perbuatan itu di masa depan (dalam Perina, 2002).
Prokrastinasi akademis juga dilakukan oleh mahasiswa Bina Nusantara
University. Berdasarkan survey yang dilakukan peneliti kepada 25 mahasiswa
Bina Nusantara jurusan Psikologi dari berbagai angkatan, ditemukan bahwa
hampir seluruh mahasiswa tersebut sering melakukan penundaan akademis. Dari
hasil survey tersebut, diketahui juga bahwa 22 dari 25 mahasiswa merasakan
perasaan cemas, tidak tenang, dan hampir tidak sanggup menyelesaikan tugas saat
deadline dari tugas yang ditunda itu sudah didepan mata. Hal ini menunjukkan
bahwa selain menyebabkan menurunnya nilai akademis, prokrastinasi juga
menyebabkan tekanan Psikologis tertentu pada pelakunya. Walaupun mahasiswa
yang melakukan prokrastinasi akademik tersebut setuju bahwa perilaku menunda
ini banyak memberikan dampak buruk bagi mereka, tetapi mereka mengaku
bahwa perilaku tersebut sulit untuk dihilangkan karena sudah menjadi kebiasaan
bagi mereka.
Adanya tekanan Psikologis yang dirasakan individu yang melakukan
prokrastinasi ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Tice dan
Baumeister (dalam Chu dan Choi, 2005). Menurut Tice dan Baumeister (dalam
Chu dan Choi, 2005) mahasiswa yang sering melakukan prokrastinasi tidak hanya
memiliki nilai akademik yang rendah tetapi juga memiliki tingkat stress yang
tinggi, serta kesehatan yang buruk.
Dilihat dari berbagai dampak negatif yang ditumbulkan serta kuatnya
keinginan orang yang terbiasa melakukan penundaan untuk keluar dari perilaku
ini, prokrastinasi dapat dianggap sebagai fenomena yang merugikan.
Prokrastinasi, khususnya prokrastinasi akademik, dianggap sebagai tindakan yang
bodoh dan buruk (O’Brien, 2002; dalam Steel, 2007). Bahkan lebih dari 95%
individu yang melakukan prokrastinasi ingin mengurangi bahkan menghilangkan
kebiasan tersebut.
Namun mengingat berbagai alasan yang ada, tidak mudah bagi mahasiswa
untuk mengurangi bahkan menghilangkan kebiasaannya tersebut. Situasi ini
dapat menimbulkan suatu keadaan yang disonan dalam elemen kognitif
mahasiswa yang melakukan prokrastinasi. Keadaan ini terlihat dari
ketidaksesuaian antara elemen kognitif mengenai efek buruk dari perilaku
prokrastinasi akademik dengan elemen perilaku prokrastinasi akademik yang
ditampilkan. Suatu tugas yang tidak ditunda pengerjaannya tentu saja akan
berdampak positif bagi individu, berbeda dengan tugas yang ditunda-tunda
pengerjaannya sampai detik terakhir,
Manusia bertindak berdasarkan apa yang ia tahu dan ia percayai, tetapi
terkadang perilaku yang keluar berlawanan dengan apa yang ia percaya,
kontradiksi ini disebut oleh Festinger (1957) sebagai “Disonansi Kognitif” (dalam
Allahyani, 2012). Disonansi kognitif adalah ketidaksesuaian yang terjadi antara
dua elemen kognitif yang tidak konsisten, yang memotivasi orang untuk berbuat
sesuatu agar disonansi itu dapat dikurangi. Disonansi menyebabkan suatu tekanan
Psikologis yang berujung kepada ketidaknyamanan Psikologis.
Menurut Festinger (1957), terdapat empat sumber disonansi kognitif, yaitu
(1) inkonsistensi logis, (2) nilai-nilai budaya, (3) pendapat umum, (4) pengalaman
masa lalu. Inkonsistensi logis adalah sumber disonansi yang terjadi ketika terdapat
ketidaksesuaian elemen kognitif dengan hal-hal logis yang ada, sumber nilai-nilai
budaya maksudnya kebudayaan sering kali menentukan apa yang disonan dan apa
yang konsonan (Sarlito, 1998). Sumber pendapat umum maksudnya disonansi
dapat terjadi apabila pendapat yang dianut banyak orang dipaksakan kepada
pendapat perorangan, sedangkan sumber pengalaman masa lalu dijelaskan sebagai
adanya ketidak konsistenan antara pengetahuan atau pengalaman masa lalu
dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki sekarang.
Ketidaknyamanan Psikologis akan mendorong mahasiswa yang
melakukan prokrastinasi berupaya untuk mengatasi disonansinya. Terdapat tiga
cara untuk mengurangi disonansi kognitif menurut Festinger (1957), yaitu (1)
mengubah elemen kognitif tingkah laku, (2) mengubah elemen kognitif
lingkungan, dan (3) menambah elemen kognitif baru. Mengubah elemen kognitif
tingkah laku dilakukan dengan cara mengubah tingkah laku yang disonan dengan
elemen kognitifnya, sedangkan cara mengubah elemen kognitif lingkungan
dilakukan dengan cara mengubah lingkungannya (baik perilaku, pendapat ataupun
kebiasaan orang-orang sekitarnya) agar sesuai dengan keyakinan dan perilaku
yang dimiliki individu. Menambah elemen kognitif baru maksudnya menambah
informasi baru-informasi baru yang diharapkan dapat menambah dukungan
terhadap pendapat individu yang bersangkutan (Sarlito, 1998)
Apabila mahasiswa menggunakan cara-cara untuk mengurangi
disonansinya, maka kognisinya akan menjadi konsosnan. Keadaan kognisi yang
konsonan mencerminkan adanya suatu kesesuaian antara elemen kognitif manusia
(Festinger, 1957 dalam Breckler, Olson, & Wiggins, 2006). Festinger juga
mengungkapkan bahwa suatu keadaan yang konsonan dalam kognisi manusia
dapat membuat individu merasa lebih baik, berbeda ketika keadaan disonan
terjadi (dalam Breckler, Olson, & Wiggins, 2006).
Mahasiswa Universitas Bina Nusantara yang melakukan prokrastinasi
besar kemungkinan mengalami disonansi, ketika mereka menyadari kesenjangan
antara perilaku dengan kognisinya berkaitan dengan prokrastinasi. Sumber
disonansi tersebut dapat berbeda dari satu mahasiswa dengan mahasiswa lainnya.
Begitu pula dengan upaya yang dilakukan untuk mengurangi disonansinya
tersebut. Berdasarkan perbedaan-perbedaan yang dapat terjadi tersebut, maka
peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran disonansi kognitif terhadap perilaku
prokrastinasi pada mahasiswa Universitas Bina Nusantara.
1.2 Rumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah gambaran
disonansi kognitif terhadap perilaku prokrastinasi akademik? Lebih lanjut, peneliti
memiliki pertanyaan penelitian yang akan terjawab pada akhir penelitian, yaitu:
1.
Apakah terdapat disonansi kognitif pada mahasiswa pelaku
prokrastinasi akademik?
2.
Apa sumber disonansi kognitif pada mahasiswa pelaku prokrastinasi
akademik?
3.
Apa cara yang digunakan untuk mengurangi disonansi kognitif yang
dialami?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran disonansi
kognitif dengan melihat apakah disonansi kognitif terjadi pada mahasiswa pelaku
prokrastinasi akademik, juga bertujuan untuk mengetahui sumber dan cara
mengurangi disonansi kognitif pada mahasiswa pelaku prokrastinasi akademik.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Menambah khasanah keilmuan Psikologi sosial dan Psikologi pendidikan
khususnya tentang gambaran disonansi kognitif terhadap perilaku prokrastinasi
akademik pada mahasiswa serta sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya.
1.4.2 Manfaat Praktis
a. Dapat memberikan informasi kepada pendidik tentang gambaran
disonansi kognitif terhadap perilaku prokrastinasi akademik yang dapat
mempengaruhi performa akademis dari mahasiswa
b. Dapat memberikan informasi kepada mahasiswa tentang gambaran
disonansi koginif terhadap perilaku prokrastinasi akademik yang dapat
mempengaruhi performa akademis mereka
Download