ANALISIS TERHADAP TERJEMAHAN BUKU TA`LIMAL

advertisement
ANALISIS TERHADAP TERJEMAHAN BUKU
TA’LIMAL -MUTA’ALIM KARYA SYAIKH ALZARNUZI
OLEH
ROFIUDIN
(Dosen STAI Ma’arif Kalirejo Lampung)
ABSTRACT
Translation is a process of reading and transforming an idea
from a source language into a target language in the form of
word, phrase, sentence, and text consisting denotation and
connotation meanings.Ta’lim al-Muta’allim is a widely used
textbook in traditional Islamic boarding house (salafi) in
Indonesian context both in its Arabic written language and its
Indonesian translation version. The translation version itself
seems to have applied a word-for-word translation method.This
research focuses on: (1) whether the translation of Ta’lim alMuta’allim suits the Indonesia grammatical rules, and (2) the
method used by a translator in translating Ta’lim alMuta’allim.This research is a qualitative descriptive in nature
for it analyzes the translation work. The data were Indonesia
sentences taken from Ali As’ad’s translation work of Ta’lim alMuta’allim.The result of analysis shows that Ali As’ad’s
translation belongs to the following characteristics: (1) the
readability of the work is not that good, (2) the accuracy is good
enough, (3) the flexibility and understandability are poor.
Those findings have something to do with the word-for-word
translation method used by the translator.
Key Word : Terjemahan, Ta’lim al-Muta’allim
A. PENDAHULUAN
Penerjemahan merupakan sebuah aktifitas
membaca dan pengalihan pesan atau ide dari apa yang
dikehendaki oleh penulis bahasa sumber (Bsu) berupa
pesan yang dikemas dalam bentuk kata, frase, kalimat
dan keutuhan teks yang mengandung nuansa makna
denotatif maupun konotatif. Pada proses penerjemahan
itu, penerjemah mereproduksi keseluruhan pesan
penulis kedalam bahasa sasaran (Bsa). Oleh karena itu
dalam proses penerjemahan terjadi kolaborasi yang
simultan antara penulis teks Bsu, penerjemah dan
penerima pesan sebagai pembaca teks.
Dalam menterjemahkan suatu teks Bsu,
diperlukan kejelian dalam menginterperetasikan pesan
dalam setiap kalimat. Kalimat yang baik dapat membuat
pembaca dengan mudah memahami makna dan isi yang
terkadung dalam sebuah karya. Sementara itu, betapa
pun bagusnya pikiran, gagasan dan pengalaman yang
dipaparkan dalam sebuah karya tulis, namun tidak
didukung oleh penggunaan kalimat yang efektif maka
pesan yang ada dalam Bsu tidak akan dipahami dengan
baik. Proses pemahaman makna sebuah teks merupakan
hal sangat penting, karena tanpa pemahaman makna
yang tepat, jelas dan wajar dari Bsu, maka tidak akan
memberikan pemahaman maksimal
dalam bahasa
sasara.
Kitab Ta’lim al-Muta’allim merupakan salah satu
kitab yang digunakan dalam pembelajaran di pesantrenpesantren
salaf.
Pembelajarannya
ada
yang
menggunakan kitab yang masih berbahasa Arab, dan
tidak sedikit yang menggunakan buku terjemahan.
Penerjemahan yang dilakukan para santri dan kyai di
pesantren salaf cenderung menggunakan metode kata
demi kata secara literlek. Kondisi ini mengakibatkan
kurangnya kemampuan santri dalam menggunakan
bahasa Indonesia secara baik dan benar, karena
penerjemahan yang dilakukan bukanlah mengalihkan
ide atau pesan Bsu kedalam Bsa, tetapi mengalihkan
bahasa satu ke bahasa lain perkata dan umumnya
berbahasa Jawa. Hal ini mengakibatkan para santri tidak
mampu menangkap ide secara tepat sesuai dengan yang
ada dalam bahasa sumber.
Dari permasalahan di atas, pertanyaan penelitian
kemudian dirumuskan : (1) Apakah penulisan buku
terjemahan Ta’lim al- Muta’allim sudah sesuai dengan
kaidah yang berlaku dalam bahasa Indonesia.(2)
bagaimanakah metode yang digunakah penerjemah
dalam menerjemahkan buku terjemahan Ta’lim alMuta’allim.Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
apakah buku terjemahan Ta’lim al- Muta’allim sudah
sesuai dengan kaidah yang berlaku dalam bahasa
Indonesia dan untuk mengetahui metode yang
digunakan penerjemah dalam menerjemahkan buku
terjemahan Ta’lim al- Muta’allim. Jika tujuan penelitian
ini dapat dicapai, maka hasilnya akan memberikan
sumbangsih pemikiran bagi para penerjemah dalam
melakukan terjemahan kedalam bahasa Indonesia.
B. PEMBAHASAN
a. Definisi Penerjemahan
Setiap pakar mendefinisikan penerjemahan dengan
variasi yang beragam. Berikut ini beberapa contoh
batasan tentang penerjemahan:
Nida menyatakan :” Translation consists of reproducing in
the receptor language the closest natural equivalence of the
source language message first in terms of meaning and
secondly in terms of style”. 1
Definisi
di
atas
menyatakan
bahwa
menerjemahkan adalah memproduksi padanan yang
wajar dan yang paling dekat dengan pesan bahasa
sumber kedalam bahasa sasaran yaitu yang berhubungan
dengan arti dan gaya bahasa. Dalam hal ini yang penting
adalah pesan dari bahasa sumber tersampaikan kepada
bahasa sasaran secara lentur.
Newmark menyatakan :” Translation is rendering the
meaning of a text into another language in the way that the
author intended the text”. 2
Sementara Larson mengemukakan : ’Translation is
transferring the meaning of the source language into the
receptor language. This is done by going from the form of the
first language to the formof a second language by way of
semantic structure. It is meaning which is being transferred
and must be held constan
Definisi-definisi di atas menggambarkan bahwa
penerjemahan merupakan sebuah aktivitas membaca apa
yang dikehendaki dan di tuju oleh penulis bahasa
sumber yang berupa pesan yang dikemas dalam bentuk
kata, frase, kalimat dan keutuhan teks yang mengandung
nuansa makna denotatif maupun konotatif
dan
mereproduksi keseluruhan pesan itu kedalam bahasa
yang dipahami oleh penerima pesan.
Nida, Eugine A and Taber, Charles R, The Theory and
Practice of Translation. Leiden : E.J. Brill,h.12, 1962, hlm.54
2 Newmark,P, A Textbook of Translation, United Kindom:
Prentice Hlml International, (UK) Ltd, 1988, hlm. 5
1
b. Jenis - Jenis Penerjemahan
Banyak
ahli
yang
mengemukakan
jenis-jenis
3
penerjemahan di antaranya Suryawinata berpendapat
bahwa penerjemahan dibagi menjadi empat jenis yaitu :
1. Penerjemahan menurut tujuannya terdiri atas ;
a. Penerjemahan pragmatis yaitu penerjemahan
yang sangat mementingkan keakuratan
(accuracy) misalnya penerjemahan dokumendokumen teknis.
b. Penerjemahan
Estetis-Puitis
yaitu
penerjemahan yang mengutamakan emosi,
perasaan dan dampak efektif seperti
penerjemahkan puisi.
c. Penerjemahan Etnografi yaitu penerjemahan
yang mengutamakan penyajian kontek
budaya dalam bahasa sumber ke dalam
bahasa sasaran.
d. Penerjemahan Linguistik yaitu penerjemahan
yang mengutamakan ekuivalensi kebahasaan
dari bahasa sumber kedalam bahasa sasaran.
2. Penerjemahan dilihat dari hasil akhir terjemahan
yaitu:
a. Penerjemahan harfiah yaitu penerjemahan
kata demi kata dalam teks aslinya.
b. b.Penerjemahan yang disebut alih bahasa yang
memiliki derajat kesetiaan 60 % - 70 %.
c. Saduran yaitu penerjemahan yang hanya
mengambil ide-ide pokok bahasa sumbernya,
sedangkan penulisannya bebas dengan
menggunakan bahasa sendiri.
3 Suryawinata, Zuchridin, Terjemahan ; Pengantar Teori dan
Praktek, Jakarta, Depdikbud, Dirjen Dikti, PPLPTK, 1989, hlm. 3
d. Penerjemahan dinamis yaitu penerjemahan
dengan mencari kesepadanan atau ekuivalensi
yang sedekat mungkin dengan teks aslinya
dalam bahasa sumber, tidak kata demi kata
atau
kalimat
perkalimat
tetapi
memperhatikan
makna
teks
secara
keseluruhan.
3. Penerjemahan dilihat dari materi yang
diterjemahkan yaitu penerjemahan teks-teks
ilmu pengetahuan dan budaya.
4. Penerjemahan dilihat dari media penyampaian
pesan yaitu penerjemahan yang dilakukan secara
tulisan maupun lisan.
Dari pendapat di atas dapat dikemukakan bahwa
terdapat beragam pembagian penerjemahan dengan
berbagai kategori tergantung pada bentuk, tujuan dan
hasil akhir yang diinginkan dari hasil teks yang akan
diterjemahkan.
c. Metode Penerjemahan
Metode penerjemahan berarti cara yang digunakan oleh
penerjemah dalam mengungkapkan makna dari bahasa
sumber
kedalam
bahasa
sasaran.
Newmark. 4
menyatakan bahwa metode penerjemahan dapat dilihat
dari segi penekannya terhadap bahasa sumber dan
bahasa sasaran. Metode penerjemahan yang penekannya
terhadap bahasa sumber dijelaskan Newmark sebagai
berikut :
1. Penerjemahan kata demi kata
Dalam metode penerjemahan kata demi kata (word-forword translation), biasanya kata-kata teks sasaran
langsung diletakkan dibawah versi teks sumber atau
disebut interlinier translation. Metode penerjemahan ini
4
Newmar,Opcit, hlm. 45-47
sangat
terikat
pada
tataran
kata
dengan
mempertahankan susunan kata. Dalam melakukan
terjemah, penerjemah hanya mencari padanan kata
dalam bahasa sumber dalam bahasa sasaran.
2. Penerjemahan harfiah
Penerjemahan literal (literal translation) atau disebut juga
penrjemahan lurus (linier translation) berada di antara
penerjemahan kata demi kata dan penerjemahan bebas
(free translation), Dalam proses penerjemahannya,
penerjemah mencari konstruksi gramatikal BSu yang
sepadan atau dekat dengan Bsa.
3. Penerjemahan setia
Dalam penerjemahan setia (faithful translation),
penerjemah berupaya mereproduksi makna kontekstual
dari teks asli dengan tepat dalam batasan-batasan
struktur gramatikal teks sasaran. Penerjemahan ini
berpegang teguh pada maksud dan tujuan bahasa
sumber sehingga hasil erjemahan kadanG-kadang masih
terasa kaku dan seringkali asing.
4. Penerjemahan semantik
Penerjemahan semantik (semantic translation) lebih luwes
dari penerjemahan setia. Penerjemahan ini lebih fleksibel
dengan bahasa sasaran dengan mempertimbagkan
unsure
estetika
bahasa
sumber
dengan
cara
mengkompromikan makna selama masih dalam batas
kewajaran.
Dan untuk segi penekanan terhadap bahasa
sasaran, metode penerjemahan sebagai berikut :
1. Penerjemahan dengan adabtasi/saduran
Penerjemahan adabtasi atau saduran adalah bentuk
penerjemahan yang paling bebas dan dekat dengan
bahasa sasaran.penerjemahan ini bisa digunakan pada
bentuk puisi dan drama. Tema, karakter dan laur cerita
tetap dipertahankan. Kebudayaan bahasa sumber
dikonversi kedalam bahasa sasaran dan teksnya ditulis
kembali. Sementara dalam karangan ilmiah, logika
diutamakan.
2. Penerjemahan bebas
Penerjemahan bebas adalah penulisan kembali tanpa
melihat bentuk aslinya dengan mengutamakan isi dari
pada bentuk teks bahasa sumber.
3. Penerjemahan idiomatik
Disini pesan bahasa sumber disampaikan kembali tetapi
ada
penyimpangan
nuansa
makna
karena
mengutamakan kosa kata sehari-hari yang idiomnya
tidak ada dalam bahasa sumber tetapi biasa dipakai
dalam bahas sasaran.
4. Penerjemahan komunikatif
Penerjemahan komunikatif (communicative translation)
berupaya untuk menterjemahkan makna kontekstual
dalam teks bahasa sumber, baik aspek kebahasaan
maupun aspek isinya, agar dapat diterima dan
dimengerti oleh pembaca.
1. Teori Tanda Baca
Tanda baca adalah tanda-tanda yang digunakan
dalam bahasa tulis yang berfungsi agar seorang
pembaca dapat memahami tulisan yang dimaksud
oleh penulis”. 5 Dan tanda baca yang digunakan
adalah :
a. Tanda titik (.) dipakai pada (1) akhir kalimat,(2)
singkatan nama orang, (3) singkatan gelar,(4)
5 Abdul Chaer, Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia ( Edisi
Revisi), Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2006, hlm.71-72
jabatan, pangkat dan sapaan,(5) singkatan
umum, (6) dibelakang angka atau huruf dalam
satu bagan, ikhtisar atau daftar,(7) memisahkan
angka atau jam, menit dan detik yang
menunjukkan waktu, (8) memisahkan angka
jam, menit dan detik yang menunjukkan jangka
waktu.
b. Tanda titik tidak dipakai : (1) untuk
memisahkan angka ribuan, jutaan dan
seterusnya yang tidak menunjukkan jumlah, (2)
dalam singkatan yang terdiri dari huruf awal
kata atau suku kata atau gabungan keduanya
yang diperlakukan sebagai kata atau dalam
akronim
yang
sudah
diterima
oleh
masyarakat,(3) dalam singkatan
lambing
kimia, satuan ukuran takaran, timbangan dan
mata uang, (4) pada akhir judul yang
merupakan kepala karangan atau kepala
ilustrasi, tabel dan sebagainya, (5) dibelakang
alamat pengirim, tanggal surat dan nama serta
alamat penerima surat, (6) dalam singkatn
nama resmi lembaga, badan atau organisasi dan
dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal
kata yang ditulis dengan huruf capital.
c. Tanda koma (,) dipakai : 910 di antara unsur–
unsur dalam suatu perincian, (2) dalam kalimat
majemuk setara yang menggunakan konjungsi
tetapi, melainkan.(3) memisahkan anak kalimat
dan induk kalimat, (4) dibelakang kata atau
ungkapan pengubung antar kalimat yang
terdapat pada posisi awal, (5) di belakang kata
seruan,(6) memisahkan petikan langsung dari
bagian lain, (7) di antara unsur–unsur alamat
yang ditulis berurutan, (8) menceraikan bagian
nama yang dibalik susunannya, (9) diantara
d.
e.
f.
g.
tempat penerbitan, nama penerbit dan tahun
penerbit, (10) diantara nama orang dan gelar
akademik (11) di muka angka persepuluhan,
(12) untuk mengapit keterangan tambahan,
aposisi, sisipan dan sebagainya, (13) di
belakang keterangan yang terdapat pada awal
kalimat bila perlu untuk menghindari salah
baca.
Tanda titik koma (;) dipakai : (1) untuk
memisahkan bagian-bagian kalimat yang
sejenis dan setara, (2) untuk memisahkan
kalimat yang setara di dalam kalimat majemuk
setara yang tidak memakai konjungsi.
Tanda titik dua ( : ) dipakai : (1) pada akhir
suatu pernyataan lengkap bila diikuti
rangkaian atau pemerian, (2) sesudah kata atau
ungkapan yang memerlukan pemerian, (3)
dalam teks drama, sesudah kata yang
menunjukkan pelaku percakapan, (40 di antara
jilid atau nomor dan halaman, di antara bab
dan ayat dalam kitab suci atau di antara judul
dan anak judul suatu karangan.
Tanda
hubung
dipakai
:
(1)
untuk
menyambung suku kata yang terpisah karena
pergantian baris, (2) menyambung unsur-unsur
kata ulang, (3) menyambung huruf kata yang
dieja, (4) untuk memperjelas hubungan bagianbagian ungkapa, (5) merangkaikan se- dengan
kata berikutnya yang mulai dengan huruf
kapital, ke- dengan angka, angka dengan – an,
singkatan huruf kapital dengan imbuhan atau
kata,(6) merangkai unsur bahasa Indonesia
dengan unsur bahasa asing.
Tanda pisah ( - ) dipakai : (1) membatasi
penyisipan kata atau kalimat yang memberi
penjelasan, (2) menegaskan adanya aposisi, (3)
diantara dua bilangan atau tunggal yang berarti
“ sampai dengan”.
h. Tanda ellipsis (…..) dipakai : (1)
untuk
menggambarkan kalimat yang terputus –
putus, (2) menunjukkan bahwa dalam suatu
petikan ada bagian yang dihilangkan.
i. Tanda petik dipakai : (1) mengapit petikan
langsung, ujaran langsung, (2) mengapit judul,
apabila dipakai dalam kalimat, (3) mengapit
istilah ilmiah”. 6
2. Teori Kalimat Efektif
Kalimat dikatakan efektif bila mampu membuat proses
penyampaian dan penerimaan itu berlangsung dengan
sempurna. Kalimat efektif mampu membuat isi atau
maksud yang disampaikan penulis tergambar lengkap
dalam pikiran si penerima (pembaca) persis apa yang
disampaikan. Oleh karena itu kalimat efektif adalah
kalimat yang mampu menyampaikan informasi secara
sempurna.
Razak menjelaskan bahwa kalimat efektif mempunyai
empat ciri yaitu kesatuan, kehematan, penekanan dan
kevariasian “. 7 Keempat ciri tersebut dijelaskan sebagai
berikut :
a. Kesatuan
Betapapun bentuk kalimat, baik kalimat inti maupun
kalimat luas, agar tetap berkedudukan sebagai kalimat
efektif, haruslah mengungkapkan sebuah ide pokok atau
Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Ejaan Bahasa Indonesia,
Bandung, Angkasa, 1984, hlm. 23,
7 Abdul Razak, Kalimat Efektif ( Struktur, Gaya dan Variasi),
Jakarta, Gramedia, 1985 , hlm. 3 ,
6
satu kesatuan pikiran. Kesatuan bisa dibentuk jika
keselarasan antara subjek- predikat, predikat-objek dan
predikat- keterangan.
b. Kehematan
Kehematan adalah adanya hubungan jumlah kata yang
digunakan dengan luasnya jangkauan makna yang
diacu. Sebuah kalimat dikatakan hemat bukan karena
jumlah katanya sedikit, sebaliknya dikatakan tidak
hemat karena jumlah katanya terlalu banyak. Yang
utama adalah seberapa banyakkah kata yang bermanfaat
bagi pembaca. Oleh karena itu, untuk penghematan kata
perlu diperhatikan pengulangan subjek kalimat,
menghindarkan hiponim, pemakaian kata depan ‘dari’
dan ‘dari pada’.
c. Penekanan
Penekanan dalam kalimat adalah upaya pemberian
aksentuasi, pementingan atau pemusatan perhatian pada
salah satu unsur atau bagian kalimat, agar unsur atau
bagian kalimat yang diberi penegasan itu lebih mendapat
perhatian dari pembaca. Setiap kalimat mempunyai
sebuah ide pokok. Dalam penulisan ada berbagai cara
untuk memberi penekanan pada kalimat antara lain
pemindahan letak frase dan mengulang kata-kata yang
sama.
d. Kevariasian
Kelincahan dalam penulisan tergambar dalam struktur
kalimat yang digunakan. Ada kalimat yang pendek, dan
ada
kalimat
yang
panjang.
Penulisan
yang
mempergunakan kalimat dengan pola kalimat yang
sama akan membuat suasana menjadi monoton atau
datar, sehingga akan menimbulkan kebosanan pada
pembaca
Sekilas tentang Kitab ta’lim al Muta’allim
Kitab Ta’lim al- Muta’allim merupakan salah satu karya
Syaikh Zarnuji. Kitab ini dikenal banyak oleh santri pada
pesantren salaf. Kitab ini dikarang untuk memberikan
solusi kepada para penuntut ilmu agar dapat memetik
manfaat terhadap ilmu yang mereka pelajari. Di dalam
kitab ini juga terdapat petunjuk atau metode yang harus
dijalankan oleh penuntut ilmu, mulai dari niat yang
ditanamkan sampai proses menuntut ilmu itu
berlangsung.
Kitab Ta’lim al -Muta’allim, jika dilihat isinya
merupakan kitab adab yang didalamnya menjelaskan
tentang adab menuntut ilmu yang berisi tentang nasihat
dan hukum yang berkaitan dengan belajar. Hukumhukum menuntut ilmu dirujuk dari beberapa Hadits
Nabi saw yang merupakan nasihat biasa dan bukan
sebagai hujjah
Secara umum kitab Ta’lim al-Muta’allim berisi 13 fasal
yaitu
(1)
pengertian
ilmu
dan
fiqih
serta
keutamaannya,(2) niat diwaktu belajar, (3) memilih ilmu,
guru, teman dan ketabahan berilmu,(4) mengagungkan
ilmu dan ahli ilmu (5) sungguh-sungguh, kontinuitas
dan cita-cita luhur, (6) permulaan belajar, ukuran belajar
dan tata tertibnya, (7) bertawakkal, (8) masa belajar, (9)
kasih sayang dan nasihat, (10) mengambil pelajaran, (11)
wara’ pada masa belajar, (12) hal- hal yang membuat
mudah hafal dan mudah lupa, (13) hal – hal yang
mendatangkan rizki dan menjauhkan dan yang
memperpanjang usia serta memperpendeknya.
Kitab Ta’lim al-Muta’allim karya Zarnuji ini
merupakan refrensi wajib bagi santri pemula di
pesantren–pesantren salaf di Indonesia. Berbagai buku
terjemahan kitab ini bermunculan, tetapi yang lebih
terkenal adalah buku terjemahan karya Ali As’ad, Ali
As’ad merupakan alumni IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta Fakultas Syari’ah dan Pondok Pesantren Al
Munawwir Krapyak Yogyakarta dibawah asuhan KH.
Ali Ma’sum tahun 1983. Beberapa karya terjemahan Ali
As’ad adalah : Syawahid alfiyah ibnu aqil (1973), Ibnu Aqil
( 1973), fath al Mu’in bi syarhi Qurrat al ‘Ain (1974), Ta’lim
al Muta’allim ( 1974), Irsyad al Ibad ( 1976’
Sumber data yang digunakan dalam penelitian
adalah kepustakaan. Data
penelitian merupakan
kalimat-kalimat terjemahan kitab Ta’lim al-Muta’allim
penerjemah Ali As’ad.
Analisa data dilakukan dengan melakukan beberapa
cara yaitu :
1. Uji yaitu accuracy test merupakan uji keakuratan
untuk mengecek apakah makna yang dipindahkan
dari Bsu sama dengan yang ada di Bsa.
2. Uji readability tes adalah uji keterbacaan untuk
menyatakan derajat kemudahan apakah sebuah
terjemahan itu mudah dipahami maksudnya atau
tidak.
3. Uji naturalness test merupakan uji kewajaran untuk
melihat apakah bentuk terjemahan alamiah atau
sudah tepat dengan gaya bahasa Bsa atau belum.
4. Uji comprehension testing adalah uji keterpahaman
dilakukan untuk mengetahui apakah terjemahan
yang dihasilkan dapat dimengerti dengan benar
oleh penutur Bsa atau tidak.
Dari hasil analisa penulis terhadap kitab terjemahan
Ta’lim al-Muta’allim karya Syaikh Zarnuji, penerjemah Ali
As’ad dengan judul asli “ Ta’lim al Muta’allim Tariq al
Ta’allum”,
ditemukan
berbagai
permasalahan
penerjemahan yang dijelaskan sebagai berikut
1. Tingkat Keakuratan Hasil Terjemahan Kitab Ta’lim
al-Muta’allim Karya Ali As’ad
Dari hasil uji akurasi, ditemukan bahwa hasil terjemahan
kitab Ta’lim al-Muta’allim karya Ali As’ad memilikit
tingkat keakuratan yang baik. Artinya bahwa informasi
yang disampaikan dalam Bsa ada kesepadanan isi
informasi seperti yang terkandung dalam Bsu dan semua
informasidalam Bsu sudah ada pada terjemahan dalam
Bahasa.
2. Tingkat Keterbacaan
Hasil Terjemahan Kitab
Ta’lim al-Muta’allim Karya Ali As’ad
Dari hasil uji tingkat keterbacaan yang meliputi pilihan
kata, bangun kalimat, tanda baca, marjin, ejaan dan spasi
antar baris ditemukan bahwa hasil terjemahan kitab
Ta’lim al-Muta’allim ini memiliki tingkat keterbacaan
kurang baik. Beberapa kesalahan seperti ditampilkan
pada tabel berikut:
Tabel.1
Klasifikasi Kesalahan Penulisan dalam Terjemahan
Kitab Ta’lim al-Muta’allim karya Ali As’ad
Fa Topik
sal
Bentuk kesalahan
I
1. Penggunaan tanda h.3
titik
h.3
2. Penulisan Frase
h.4,5,7
3.Penggunaan
tanda
Pengertian
Ilmu
dan
Fiqih
serta
keutamaanny
a
Halaman
koma
4.Penggunaan
koma
II
Niat diwaktu 1. Penulisan
belajar
tokoh
h.7
titik
nama h.14
h.14
2.Penulisan partikel
III
Memilih guru, 1.Penggunaan
teman
dan koma
ketabahan
2.Penggunaan
berilmu
seru
3. Penulisan
tokoh
IV
Mengagungka 1.Penggunaan
n ilmu dan titik koma
ahli ilmu
2.Penulisan
tokoh
tanda h.15
h.16
tanda
h.17
nama
tanda h.25,28,29
h.25,28,29
nama
Kesalahan–kesalahan penulisan penerjemahan di atas
dijabarkan sebagai berikut :
Fasal I. Pengertian Ilmu dan Fiqih serta keutamaannya
a. Penggunaan tanda titik (.) dan transliterasi frase
yang tidak sesuai dengan pedoman transliterasi
dan tata cara penulisan kata, terdapat pada
halaman 3 yaitu
Terjemahannya :
Ketahuilah bahwa yang fardlu bagi setiap muslim itu bukanlah
menuntut segala macam ilmu. Tapi hanyalah “ ilmul Hal” (=
ilmu tingkah laku/ keadaan, maksudnya pengetahuan –
pengetahuan yang selalu diperlukan dalam menunjang
kehidupan agamanya). Seperti dikatakan :” Ilmu yang paling
utama adalah “ ilmul Hal dan perbuatan paling utama yaitu
memelihara Al-Hal”. 8
Kalimat di atas termasuk kalimat majemuk setara
dengan menggunakan kata penghubung tetapi.
Penggunaan tanda titik (.) setelah kata ilmu menurut
penulis tidak sesuai dengan kaidah penulisan dalam
kalimat majemuk setara, seharusnya kata penghubung
yang sesuai adalah tanda koma (,) yang menghubungkan
kalimat setara pertama dengan kalimat setara
berikutnya. Sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia
tentang penggunaan tanda koma (,) yaitu digunakan
untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat
setara berikutnya, yang didahului oleh kata tetapi atau
melainkan”. 9
Transliterasi frase “ ilmul Hal” di atas tidak tepat
karena tidak sesuai dengan pedoman transliterasi
tentang cara penulisan kata. Setiap kata, baik kata kerja
(fi’il), kata benda (isim) maupun huruf (harf) ditulis secara
terpisah. Oleh karena itu frase “ ilmul hal” selayaknya
ditulis “ilmu al-Hal” dan “Al-Hal” ditulis menjadi “al-Hal.
Terjemahan di atas seharusnya ditulis sebagai berikut:
“Ketahuilah, bahwa yang diwajibkan bagi setiap muslim itu
bukanlah menuntut segala macam ilmu, akan tetapi yang
8 Ali As’ad, Bimbingan bagi Penuntut Ilmu Pengetahuan, Kudus
Menara Kudus, 1978, hlm. 3.
9 Henry Guntur Tarigan, Opcit, hlm. 149
diwajibkan itu adalah ilmu pengetahuan yang menunjang
kehidupan agamanya seperti dikatakan :” Ilmu yang paling
utama adalah “ ilmu tingkah laku dan perbuatan paling utama
yaitu memelihara tingkah laku”.
b. Penggunaan tanda koma (,) yang tidak sesuai
dengan kaidah tata bahasa Indonesia terdapat
pada halaman 4 yaitu:
Terjemahannya :
Wajib pula mengetahui ilmu – ilmu lain yang menjadi
penghantar atau perantara kewajibannya, karena wasilah atau
perantara pada perbuatan Fardlu itu Fardlu pula hukumnya;
demikian pula pada perbuatan Wajib, hukumnya juga
Wajib”. 10
Terjemahan di atas termasuk kalimat majemuk
bertingkat yang terdiri dari induk kalimat dan anak
kalimat. Wajib pula mengetahui ilmu – ilmu lain yang
menjadi penghantar atau perantara kewajibannyaInduk
kalimat
Karena wasilah atau perantara pada perbuatan
kalimat
Anak
Penggunaan tanda koma (,) setelah kata ‘kewajibannya’
adalah tidak sesuai dengan kaidah penulisan dalam
kalimat majemuk bertingkat. Anak kalimat hendaknya
mengiringi induk kalimat. Dalam kaidah tata bahasa
Indonesia tentang penggunaan tanda koma (,) yaitu :
tanda koma (,) tidak dipakai untuk memisahkan anak
10
Ali As’ad, , hlm.4
kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu
mengiringi induk kalimat”. 11
Terjemahan seharusnya ditulis :
” Wajib pula mengetahui ilmu – ilmu lain yang menjadi
perantaranya karena perantara suatu perbuatan wajib itu
hukumnya wajib, demikian pula pada perbuatan wajib,
hukumnya juga wajib.
c. Penggunaan titik koma (;) yang tidak sesuai
dengan kaidah tata bahasa Indonesia teredapat
pada halaman 7 yaitu.
Terjemahannya:
Adapun mempelajari ilmu yang keperluannya hanya dalam
waktu – waktu tertentu, hukumnya adalah fardlu kifayah.
Berarti bila dalam suatu daerah telah terdapat orang yang
mengetahuinya, maka cukuplah bagi orang lain; tetapi kalau
sama sekali tidak ada, maka seluruh penduduk daerah itu
menanggung dosanya.
Pembahasan:
Penggunaan tanda titik koma (;) setelah kata ‘lain’ di
atas, tidak sesuai dengan kaidah penulisan dalam
kalimat majemuk setara, seharusnya kata penghubung
yang sesuai adalah tanda koma (,) yang menghubungkan
kalimat setara pertama dengan kalimat setara
berikutnya. Sesuai dengan kaidah tata bahasa Indonesia
penggunaan tanda koma adalah untuk memisahkan
11 Zainal Arifin dan S. Amran Tasai, Cermat Berbahasa
Indonesia untuk Perguruan Tinggi, Jakarta, Akademika pressindo,
2002, hlm.211
kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya
yang didahului oleh kata tetapi atau melainkan.
Terjemahan di atas seharusnya ditulis sebagai berikut :
Adapun mempelajari ilmu yang keperluannya hanya dalam
waktu–waktu tertentu hukumnya adalah fardlu kifayah.
Berarti bila dalam suatu daerah telah terdapat orang yang
mengetahuinya, maka cukuplah bagi orang lain, tetapi kalau
sama sekali tidak ada, maka seluruh penduduk daerah itu
menanggung dosanya.
Fasal II. Niat di Waktu Belajar
a.
Transliterasi penulisan tokoh tidak sesuai dengan
pedoman transliterasi tentang cara penulisan kata
serta penulisan partikelbelum tepat, terdapat pada
halaman 14 yaitu :
Terjemahannya:
Guru kita sendiri, yaitu Syaikhul Imam burhanul Aimmah Aly
Abu Bakar- semoga Allah mensucikan ruhnya yang mulya ituadalah juga memerintahkan kami waktu mau pulang ke daerah
agar menulis buku tersebut, dan kamipunmelakukannya.
Pembahasan:
Penulisan nama tokoh dalam terjemahan di atas tidak
sesuai dengan pedoman transliterasi tentang cara
penulisan kata. Partikel ‘pun’ juga seharusnya ditulis
terpisah dari kata yang mendahuluinya.
Terjemahan di atas selayaknya ditulis sebagai berikut :
Guru kita sendiri, yaitu Syaikh al Imam burhan al Aimmah
Aly Abu Bakar- semoga Allah mensucikan ruhnya yang
mulya itu- adalah juga memerintahkan kami waktu mau
pulang ke daerah agar menulis buku tersebut, dan kami
punmelakukannya.
Fasal III. Memilih ilmu, guru, teman dan Ketabahan
berilmu
a. Penggunaan tanda koma (,) yang tidak sesuai dengan
kaidah tata bahasa Indonesia terdapat pada halaman 15
yaitu :
Terjemahannya:
Hendaknya lebih dahulu mempelajari Tauhid, mengenali Allah
lengkap dengan dalilnya. Karena orang yang imannya hanya
taqlid- sekali pun menurut pendapat kita sudah syah, adalah
tetap berdosa, karena ia tidak mau beristidlal dalam masalah
ini.
Pembahasan:
Penggunaan tanda koma setelah kata ‘berdosa’ tidak
sesuai dengan kaidah tata bahasa Indonesia karena tanda
koma tidak digunakan untuk memisahkah anak kalimat
ari induk kalimat jika anak kalimat itu mengiringi induk
kalimat.
Terjemahan di atas seharusnya ditulis sebagai berikut :
Hendaknya lebih dahulu mempelajari Tauhid, mengenali Allah
lengkap dengan dalilnya. Karena orang yang imannya hanya
taqlid- sekali pun menurut pendapat kita sudah syah, adalah
tetap berdosa karena ia tidak mau beristidlal dalam masalah
ini.
a.Penggunaan tanda seru (!) yang tidak sesuai dengan
kaidah tata
bahasa Indonesia terdapat pada halaman 18 ya
Terjemahannya:
Ketahuilah!!! Sabar dan tabah itu pangkal keutamaan dalam
segala hal, tetapi jarang yang bisa melakukan.
Pembahasan:
Tanda seru (!) digunakan setelah pengungkapan atau
pernyatan yang berupa seruan atau perintah, atau yang
menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan atau
pun rasa emosi yang kuat. Tanda seru dalam kaidah tata
bahasa Indonesia ditulis hanya satu kali.
Terjemahan di atas seharusnya ditulis sebagai berikut :
Ketahuilah! Sabar dan tabah itu pangkal keutamaan dalam
segala hal, tetapi jarang yang bisa melakukan.
Fasal IV. Mengagungkan Ilmu dan Ahli Ilmu
a.Penggunaan tanda titik koma (;) dan penulisan nama
tokoh yang tidak tepat terdapat pada halaman 25 yaitu :
Terjemahannya:
Suatu hikayat: Khalifah Harun Ar Rasyid mengirim puteranya
kepada Al Ashma’iy agar diajar ilmu dan adab. Pada suatu
hari, khalifah Al-Ashma’iy berwudlu dan membasuh sendiri
kakinya, sedang putera khalifah cukup menuang air pada kaki
tersebut. Maka, Khalifah pun menegur dan ujarnya: “
Puteraku saya kirim kemari agar engkau ajar dan didik; tetapi
mengapa tidak kau perintahkan agar satu tangannya menuang
air dan tangan satunya lagi membasuh kakimu?
Pembahasan:
Penggunaan tanda titik koma pada setelah kata ‘ajar dan
didik’ pada karya terjemahan di atas tidaklah tepat
karena kedua kalimat tersebut merupakan kalimat
majemuk setara. Penghubung yang tepat adalah tanda
koma (,). Demikian juga dengan penulisan nama tokoh
yang seharusnya ditulis Harun al- Rasyid, al Ashma’iy.
Terjemahan di atas seharusnya ditulis sebagai berikut :
Suatu hikayat: Khalifah Harun al- Rasyid mengirim puteranya
kepada al Ashma’iy agar diajar ilmu dan adab. Pada suatu
hari, khalifah al-Ashma’iy berwudlu dan membasuh sendiri
kakinya, sedang putera khalifah cukup menuang air pada kaki
tersebut. Maka, Khalifah pun menegur dan ujarnya: “
Puteraku saya kirim kemari agar engkau ajar dan didik, tetapi
mengapa tidak kau perintahkan agar satu tangannya menuang
air dan tangan satunya lagi membasuh kakimu?
Dalam
melakukan
penerjemahan,
penerjemah
menggunakan metode penerjemahan harfiah. Dalam
proses
penerjemahannya,
penerjemah
mencari
konstruksi gramatikal Bsu yang sepadan atau dekat
dengan Bsa. Dari hasil penerjemahan di atas, terasa sekali
penerjemah melakukan penerjemahan kata demi kata,
kemudian ia menyesuaikan susunan kata-katanya sesuai
dengan gramatikal Bsa.
3. Tingkat Kewajaran Hasil Terjemahan Kitab Ta’lim
al-Muta’allim Karya Ali As’ad
Dari hasil uji tingkat kewajaran ditemukan bahwa hasil
terjemahan memiliki tingkat kewajaran yang rendah. Hal
ini dianalisa dari pemertahanan makna harfiah yang
terdapat dalam Bsu yang kemudian terasa janggal dalam
Bsa. Hasil terjemahan masih belum terasa tepat dengan
gaya bahasa Bsa.
4. Tingkat Keterpahaman Hasil Terjemahan Kitab
Ta’lim al-Muta’allim Karya Ali As’ad.
C. KESIMPULAN
Dari hasil analisis terjemahan kitab Ta’lim al-Muta’allim
di
atas,
disimpulkan
sebagai
berikut
:
Pertama,Ditemukan kesalahan dalam penulisan tanda
baca yaitu: tanda titik, tanda koma, tanda titik koma,
tanda seru. Kedua,Ditemukan kesalahan dalam
penulisan frase dan nama tokoh. Ketiga,Metode
penerjemahan yang dilakukan adalah penerjemahan
harfiah yang kemudian disesuaikan dengan gramatikal
Bsa.
DAFTAR PUSTAKA
Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam,
Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2003.
Abdul Chaer,Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia ( Edisi
Revisi), Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2006.
Abdul Razak, Kalimat Efektif (Struktur, Gaya dan Variasi),
Jakarta, Gramedia, 1985.
Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Ejaan Bahasa Indonesia,
Bandung, Angkasa, 1984.
Larson, M.L, Meaning- Based Translation: A Guide to Cross
Language Equivalence, Lanham, Univesity Press of
Amerika, Inc, 1984
Nida, Eugine A and Taber, Charles R, The Theory and
Practice of Translation. Leiden : E.J. Brill, 1962.
Zainal Arifin dan S. Amran Tasai, Cermat Berbahasa
Indonesia untuk Perguruan Tinggi, Jakarta, 2002.
Download