PERAN BAHASA ASING (INGGRIS) DI ERA GLOBALISASI Ida Bagus Putra Yadnya Universitas Udayana [email protected] 1. Pendahuluan Era kesejagatan yang lebih populer dikenal dengan istilah globalisasi bercirikan keterbukaan, persaingan, dan kesalingtergantungan antarbangsa serta derasnya arus informasi yang menembus batas-batas geografi, suku, ras, agama dan budaya. Ciri keterbukaan yang dimiliki oleh globalisasi mengindikasikan terjadinya proses interaksi antarbahasa dan budaya. Dalam era persaingan bebas, penguasaan informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan prasarat bagi kelangsungan hidup bangsa. Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia masih harus meningkatkan sumber daya manusia secara kuantitatif dan kualitatif supaya ketergantungan akan sumber informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi dari luar semakin berkurang. Untuk menjembatani interaksi dan komunikasi lintas bahasa dan budaya, penguasaan bahasa asing (khususnya bahasa Inggris) menjadi suatu kebutuhan utama. Dengan kata lainagar bisa bertahan dan bersaing di era globalsasi, kita harus mampu sekurang-kurangnya menguasai satu bahasa asing (seperti Inggris/Perancis), atau satu bahasa asing yang ada diAsia (apakah bahasa Mandarin atau Jepang) di samping penguasaan bahasa nasional (bahasa Indonesia) dan bahasa daerah. Berdasarkan kajian pusataka dan pengamatan empiris prilaku berbahasa masyarakat Indonesia,paper ini mencoba memaparkan rasionalisasi publik (1) mengapa kemampuan berbahasa asing (baca Inggris) menjadi penting dan (2) implikasi kehadiran bahasa asing terhadap situasi kebahasaan tanah air sehingga di satu sisi bisa menempatkandiri dalaminteraksi yang semakin mengglobal dan di sisi lain tidak kehilangan jati diri dan budaya lokal. 2. Mengapa Kemampuan Berbahasa Asing (Inggris) Penting? Pentingnya kemampuan berbahasa Inggris dalam kehidupan sosial di era globalisasi bisa dilihat dari bebagai perspektif. Dari perspektif komunikasi global, kemampuan berbahasa Inggris memiliki peran yang sangat strategis. Peran strategis yang dimiliki oleh kemampuan berbahasa Inggris ditunjukkan oleh kenyataan bahwa (1) kemampuan berbahasa Inggris merupakan akses terhadap inovasi Iptek dan (2) media bagi pengenalan dan apresiasi lintas budaya. 2.1 Kemampuan Berbahasa Asing (Inggris) sebagai Akses terhadap Inovasi Iptek dan Seni. Adanya tuntutan akan pengalihan informasi dan alih ilmu pengetahuan dan teknologi dari bahasa sumber (bahasa asing) menjadikan kemampuan berbahasa Inggris dan kegiatan penerjemahan sesuatu yang penting dan perlu. Dalam lingkup yang lebih kecil, fenomena ini bisa diilustrasikan dengan mengambil Bali sebagai contoh. Sebagai daerah pariwisata, Bali sangat terbuka dengan interaksi lintas budaya dan mensyaratkan ketrampilan berbahasa asing untuk bisa berpartisipasi dan mengambil manfaat (ekonomi) dari aktivitas pariwisata tersebut. Dalam situasi seperti Bali, profesi penerjemah dan interpreter akan sangat diperlukan. Bahasa Inggris telah berkembang menjadi medium komunikasi internasional yang penting.Hal ini terasa khususnya di kalangan masyarakat akademik. Berdasarkan survai terhadap 1776 mahasiswa dari 21 program S1 di Indonesia, 86persen dari mahasiswa menyatakan bahasa Inggris sangat penting dalam pendidikan mereka (Kweldju, 2001:36dalam jurnal ilmiah Masyarakat Linguistik Indonesia, Linguistik Indonesia, Februari 2001, Tahun 19, Nomor 1).Pentingnya peranan bahasa Inggris tidak saja terletak pada jumlah pemakaiannya sebagai bahasa ibu serta luas penyebaran pemakaiannya secara geografis, tetapi juga akibat pengaruh politik dan ekonomi dari negara yang memakai bahasa Inggris itu sebagai bahasa ibu. Lebih menarik daripada ketiga fakta tersebut, Quirk et.al (1972:2) melihat pentingnya bahasa Inggris dewasa ini terletak pada "beban wahana" (vehicular load) yang dimilikinya, yakni sampai di mana bahasa Inggris itu berfungsi sebagai media bagi ilmu pengetahuan, kesusastraan atau manifestasi kebudayaan yang di pandang agung lainnya. Diungkapkan bahwa bahasa Inggris merupakan lingua franca dalam ilmu pengetahuan dan masyarakat ilmiah pada abad XX.Pernyataannya didukung oleh data-data statistik yang menunjukkan kecenderungan masyarakat terpelajar atau ilmiah di negara-negara besar Eropa, (seperti misalnya di Perancis, Italia dan Jerman di mana bahasa Inggris bukan merupakan bahasa ibu) untuk membaca buku teks berbahasa Inggris dan menerbitkan hasil penelitian atau artikelnya ke dalam bahasa Inggris sehingga bisa dinikmati oleh kolega mereka yang berada di luar "lingkungannya" sendiri dan yang menganggap bahasa Inggris bukan bahasa ibu. Walaupun kenyataan empiris menunjukkan bahwa di satu sisi, sebagian besar buku-buku acuan yang digunakan dalam lingkungan perguruan tinggi di Indonesia masih ditulis atau diterbitkan dalam bahasa asing (khususnya bahasa Inggris) namun, di sisi lain, keadaan perpustakaan dan kemampuan membaca teks-teks berbahasa Inggris para sarjana dan mahasiswa di Indonesia kurang memadai. Hal ini tentu saja diakibatkan kurangnya kemampuan bahasa Inggris mereka..Keadaan ini telah menjadikan kemampuan berbahasa Inggris menjadi kebutuhan masyarakat akademik dan sehingga kegiatan penerjemahan dari bahasa asing, khususnya bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia, menjadi semakin penting di masa-masa mendatang bagi perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni di Indonesia. Dari perspektif ekonomi, kemampuan berbahasa Inggris menjadi kegiatan yang penting karena dunia semakin menyatu yang dibangun atas berbagi informasi dan kecanggihan komunikasi. Kemampuan berbahasa Inggris dan Penerjemah akan memainkan peran yang vital dalam interaksi antar perusahanan internasional dan Negara dan pemerintah. Banyak kasus kegagalan hubungan usaha akibat kesalahpengertian dan kegagagalan komunikasi sehingga kemampuan berbahasa Inggris tidak lagi semata sebagai pengalihan kata-kata tetapi juga menyangkut transformasi makna dan keinginan. Bagi perusahan yang beroperasi di berbagai Negara, kegiatan kemampuan berbahasa Inggris akan tak bisa dihindarkan baik untuk menyebarkan informasi atau negosiasi. Dari perspektif politik dan budaya kemampuan berbahasa asing (Inggris) dan profesi penerjemah juga sangat diperlukan. Dewasa ini diplomasi internasional menjadi bagian dari ususan eksternal suatu Negara termasuk Indoinesia. Kesuksesan dialog internasional sangat tergantung pada kemampuan berbahasa Inggris dan penerjemah yang sukses. Kemampuan berbahasa Inggris berbagai karya seni seperti musik, film dan sastra suatu daerah sangat diperlukan untuk kepentingan pemahaman global terhadap daerah tersebut beserta kehidupan sosial budayanya. Dengan demikian kemampuan berbahasa Inggris telah menjadi media pertukaran budaya atau diplomasi kebudayaan. Dari segi hukum pentingnya kemampuan berbahasa Inggris dan perlunya penerjemah yang handal semakin menjadi tuntutan masyarakat. Kemampuan berbahasa Inggris dan menerjemahkan dokumen legal yang berimplikasi hukum sangat diperlukan. Tuntutan sebagian negara tujuan yang mengharuskan diterjemahkannya dokumen resmi ke dalam bahasa setempat juga memerlukan adanya penerjemah resmi yang tersumpah. 2.2 Kemampuan Berbahasa Asing (Inggris) sebagai Media Membangun Citra Intelektual dan Budaya Bangsa. Selama ini sumber belajar lebih banyak berasal dari tulisan berbehasa Inggris dan ditulis oleh ahli orang asing. Bahkan pengetahuan tentang budaya daerah kita sendiri kitaharus belajar dari buku-buku atau tulisanorang asing. Para peneliti dan ahli asing datang ke wilayah kita menlititentangmanusia dankebudayaandaearah nusantara dankembali ke negaranya dituangkan ke dalam bahasaInggris yang selanjutnya dinikmatiolehmasyarakat internasionaldan bahkan menjadi acuanbagikita untukbelajar tentang diri danbudayakita sendiri. Ini tentu sebuahironi dan menjadi tantangan kita bersamaterutamamasyarakat akademisi. Seharusnya kita bisamerubahkeadaandanparadigma kita objek dari menjadi objek studi beralih menjadi sumber belajar. Seharusnya orangasing belajartentang diri danbudayakita daripara ahlikita yang sudahbanyakmumpuni di berbagai daerah. Hanya saja kebiasaandan ketrampilan menulis para ahlikita dalam bahasa Inggris sebagaibahasainternasionalsangat terbatassehingga hasilhasilpenlitian,capaian dan inovasi intelektual paraahli kita tidak terdiseminasikansecara luas atau secara internasionaldankurang bergaung dan takterdengar. Olehkarenaitu peningkatankemampuanberbahasaasing (Inggris)bagi akademisi menjadi suatu kebutuhanyang tidak bisa ditawar-tawar kalauinginmensejajarkandiridikancah internasional. Seiring dengan era globalisasi yang bercirikan keterbukaan akses terhadap informasi, rasa ingin tahu dunia luar akan Indonesia dengan segala aspek manusia dan kebudayaan bisa terpenuhi. Dengan kemampuan dwibahasa yaknibahasaasing(Inggris) dan bahasa Indonesiaatau daerah dimungkinkan kegiatan penerjemahan. Berangkat dari rasa ingin tahu dan keinginan memperkenalkan budaya lokal, berbagai karya tulis terutama karya sastra berbahasa Indonesia dan bahasa daerah yang menonjol telah diterjemahkan ke dalam bahasa asing terutama bahasa Inggris. Secara budaya karya-karya terjemahan ke dalam bahasa asing ini tentu saja nantinya bisa menjadi sumbangan pada peradaban, dunia. Dengan demikian dalam rangka pengenalan dan apresiasi lintas budaya, penerjemahan karya ilmiah maupun sastra semakin diperlukan. Dan ini hanya dimungkinkan dengan kemampuan berbahasa asing (Inggris). 3. Implikasi kehadiran Bahasa Asing terhadap situasi Kebahasaan di Tanah air Walaupun kemmpuan berbahasa asing sangat diperlukan dan telah menjadi tuntutan nyata kedepan, namun sebagian orang juga memiliki kekhawatiran bahwa dengan memasukkan bahasa Inggris dalam kurikulum sekolah akan terjadi dilema persaingan bahasa dan kecenderungan penilaian yang lebih terhadap bahasa Inggris dibandingkan dengan bahassa Indonesia. Bahkan perkembangan persepsi terhadap bahasa Inggris tersebut tidak berhenti pada alasan praktis-pragmatis untuk mengungkapkan jatidiri dan penguasaan informasi tetapi telah berkembang lebih jauh menyangkut prestise dan manfaat ekonomis. Bahasa asing (baca Inggris) bagi sebagian kecil orang Indonesia ditempatkan di atas bahasa Indonesia. Faktor yang menyebabkan timbulnya sikap tersebut adalah pandangan sosial ekonomi dan bisnis. Penguasaan bahasa Inggris yang baik menjanjikan kedudukan dan taraf sosial ekonomi yang jauh lebih baik dari pada hanya menguasai bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa Inggris di ruang umum telah menjadi kebiasaan yang sudah tidak terelakkan lagi. Hal tersebut mengkibatkan lunturnya bahasa dan budaya Indonesia yang secara perlahan tetapi pasti bahasa Inggris telah menjadi bahasa primadona. Misalnya, masyarakat lebih cenderung memilih“pull” untuk “tarik”, dan “push” untuk “dorong” serta “welcome” untuk “selamat datang”. Dampaknya bagi situasi kebahasaan di Indonesia adalah terjadinya dilema persaingan bahasa dan kecenderungan penilaian yang lebih terhadap bahasa Inggris dibandingkan dengan bahasa Indonesia yang membawa implikasi terhadap perencanaan dan pengembangan bahasa nasional dan daerah. Fenomena ini bisa diilustrasikan dengan mengambil Bali sebagai contoh. Sebagai daerah pariwisata, Bali sangat terbuka dengan interaksi lintas bahasa dan budaya dan mensyaratkan ketrampilan berbahasa asing untuk bisa berpartisipasi dan mengambil manfaat (ekonomi) dari aktivitas pariwisata tersebut. Sejalan dengan pesatnya perkembangan pariwisata di Bali daya tarik fungsi bahasa Inggris sangat terasa sekali di kalangan masyarakat Bali. Sebagaimana yang dikutip Sutjaja (1995:4-5) survai bahasa asing yang dilakukan SubProyek Upgrading Dosen Bahasa Inggris tahun 1970 mengungkapkan bahwa bahasa Inggris dipandang sebagai bahasa asing yang paling penting bagi Bali diikuti oleh bahasa Jepang dan Jerman pada urutan ke dua dan ke tiga. Di samping itu, bahasa Inggris juga merupakan bahasa pertama yang digunakan dalam interaksi dengan orang asing sedangkan bahasa Belanda dan Jepang pada urutan ke dua dan ke tiga. 90.04 % responden mengakui bahwa wisatawan asing lebih suka dilayani dengan menggunakan bahasa asing dan untuk melayani wisatawan dalam kepentingan business, 76.66% mengakui menggunakan bahasa Inggris. Survai situasi bahasa asing di Bali yang dilakukan mahasiswa Jurusan Sastra Inggris Fakultas Sastra Universitas Udayana (1994) terhadap 200 responden yang terbagi dalam dua kelompok (yang terlibat langsung dalam pariwisata dan masyarakat umum di Kecamatan Kuta, Sanur, Kabupaten Badung, Kota Madya Denpasar, Kecamatan Ubud dan Tegallalang, Kabupaten Gianyar. Hasil survai tersebut menunjukkan bahwa 99% responden menyatakan bahwa bahasa Inggris merupakan bahasa asing yang paling dibutuhkan. Temuan yang ke dua adalah bahwa bahasa Inggris merupakan bahasa asing yang paling banyak digunakan untuk komunikasi (97%) dan 59% mengakui bahwa penguasaan bahasa asing mempengaruhi karier mereka. Bahkan 92% responden menyatakan dirinya bangga bisa menguasai bahasa asing. Ini mengindikasikan adanya persepsi fungsi bahasa (asing) tidak hanya terbatas pada fungsi praktis-pragmatis dan ekonomis saja tetapi sudah mengarah kepada gengsi (self esteem). Bukti empiris relevan lainnya yang mendukung bahasa Inggris sebagai bahasa yang paling banyak digunakan dalam komunikasi di bidang pariwisata adalah data mengenai jumlah pramuwisata berbahasa Inggris yang paling banyak dan setiap tahunnya diperkirakan terus meningkat. Konsekuensi dari jaminan yang bisa dijanjikan oleh penguasaan bahasa Inggris menjadikan bahasa asing ini salah satu bahasa yang dipelajari oleh paling banyak orang di Bali. Fenomena ini sampai batas-batas tertentu menjadi salah satu penyebab cukup kuat atas pilihan dan motivasi belajar bahasa asing (Inggris) dan menyusutnya popularitas bahasa Indonesia dan bahasa Bali. Bahkan sekarang ini, orang-orang yang berkelas menengah atas pun sibuk untuk mencarikan anak-anaknya bimbingan bahasa Inggris. Fenomena ini tidak baik bagi pemerolehan bahasa anak dan juga pada pribadi anak yang menjadi tidak begitu mengenal bahasa Indonesia atau bahkan bahasa daerah sebagai bahasa yang dikenalnya pertama kali dalam hidupnya. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, bahasa asing sudah sangat jelas berpengaruh terhadap bahasa Indonesia. Bahasa asing yang sangat signifikan mempunyai pengaruh dewasa ini adalah bahasa Inggris sebagai bahasa Internasional. Setiap pengaruh tentu akan menghasilkan suatu hal yang positif ataupun negatif. Di satu sisi bahasa asing berpengaruh positif terhadap bahasa Indonesia karena bisa menambah khasanah perbendaharaan bahasa Indonesia itu sendiri dengan adanya kata serapan sehingga bahasa Indonesia bisa semakin berkembang karena adanya tuntutan jaman. Namun di sisi lain penyerapan dan penggunaan bahasa asing yang tidak terkontrol bisa mengakibatkan tatanan bahasa Indonesia yang baik dan benar menjadi kacau. Hal ini terlihat dari terciptanya bahasa kombinasi (gado-gado). Hal lain yang terlihat yaitu tidak diperhatikannya penggunaan bahasa Indonesia baku dan digunakan dengan tujuan agar bisa dimengerti saja. Pastika (2012) memotret “wajah” bahasa Indonesia dari sisi pengayaan kosakata atau istilah yang diserap dari bahasa asing dan menelusuri sejauh mana unsur-unsur asing yang terserap bertahan serta mencermati mengapa unsur-unsur bahasa Indonesia dan daerah terabaikan dalam proses pengayaan tersebut. Dalam penelusurannya secara historis Pastika (2012:143-159) mencatat bahwa, dalam perkembangannya, bahasa Indonesia telah diwarnai oleh penyerapan dari berbagai bahasa asing mulai dari bahasa Sanskerta, Tamil dan Hindi, Cina, Arab, Portugis, Belanda, sampai yang paling menonjol dewasa ini bahasa Inggris. Dalam proses penyerapan tersebut terjadi pemunggutan langsung di mana kosakata atau istilah asing bahasa sumber langsung (seperti: snack, coffee break, M.C. proposal, budget, complicated)atau diserap dengan penyesuaian ejaan ke dalam bahasa sasaran (bahasa Indonesia seperti effective menjadi efektif) dan pemunggutan tak langsung, yakni kosakata atau istilah bahasa sumber diterjemahkan ke dalam bahasa sasaran melalui pemunggutan makna dan terjemahan harfiah (seperti: reluctance = keengganan; fast food = makanan cepat saji). Pengaruh bahasa asing terutama bahasa Inggris menjadi sangat dilematis karena di satu sisi memang memberikan peluang bagi bahasa Indonesia untuk berkembang ke arah bahasa modern yang mampu mewahanai segala aspek kehidupan. Namun penyerapan yang dilakukan secara bebas tanpa mengacu pada pedoman umum pembentukan istilah akan menjadi bumerang bagi bahasa Indonesia. Misalnya pemunggutan langsung tanpa mengalami penyesuaian ejaan dan bahkan langsung menggunakan ejaan bahasa asing (Inggris) telah menghasilkan istilah-istilah bahasa Inggris dalam berbagai bidang dan subbidang baik dalam wacana lisan (media televisi, seminar, rapat dan percakapan tidak resmi) maupun wacana tulisan (media cetak, dokumen pemerintah dan karya ilmiah) (Pastika, 2012: 155-156). Selain fenomena saling pengaruh antar bahasa, di kalangan penutur bahasa terlihat kemampuan menguasai dan menggunakan bahasa lebih dari satu bahasa yang diistilahkan sebagai polyglot. Kemampuan multiligual ini seringkali muncul di permukaan sebagai fenomena alih kode (codeswiching) yakni beralihnya penggunaan suatu kode (entah bahasa atau ragam bahasa tertentu) ke dalam kode yang lain (bahasa atau bahasa lain) dan campur kode (code mixing) yakni dua kode atau lebih digunakan bersama tanpa alasan, dan biasanya terjadi dalam situasi santai. Di antara ke dua gejala bahasa itu, gejala yang sering merusak bahasa Indonesia adalah campur kode. Biasanya dalam berbicara dalam bahasa Indonesia dicampurkan dengan unsur-unsur bahasa daerah. Sebaliknya juga bisa terjadi dalam berbahasa daerah tercampur unsur-unsur bahasa Indonesia. Dalam kalangan orang terpelajar seringkali bahasa Indonesia dicampur dengan unsur-unsur bahasa Inggris. Bahkan akibat interaksi antara bahasa asing dengan bahasa daerah dan Indonesia menimbulkan gejala pidginisasi dan dalam penggunaan bahasa asing (Inggris) sering terlihat beraksen daerah sehingga timbul dialek bahasa Inggris yang disebut dengan jungle English (junglish), yakni bahasa Inggris biasa yang ditambahkandengan kata-katalokal. (http://id.urbandictionary.com/define.php?term=Junglish). Putra Yadnya (2003) mensinyalir persaingan bahasa asing, nasional dan daerah memang sedang berlangsung dan berdampak pada sikap/prilaku berbahasa masyarakat kita. Bahasa Inggris telah berkembang menjadi medium komunikasi internasional yang penting dan medium pencitraan diri secara intelektual maupun sosial. Bahkan perkembangan persepsi terhadap bahasa Inggris tersebut tidak berhenti pada alasan praktis-pragmatis untuk mengungkapkan jatidiri dan penguasaan informasi tetapi telah berkembang lebih jauh menyangkut prestise dan manfaat ekonomis. Bahasa asing (baca Inggris) bagi sebagian kecil orang Indonesia ditempatkan di atas bahasa Indonesia. Faktor yang menyebabkan timbulnya sikap tersebut adalah pandangan sosial ekonomi dan bisnis. Penguasaan bahasa Inggris yang baik menjanjikan kedudukan dan taraf sosial ekonomi yang jauh lebih baik dari pada hanya menguasai bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa Inggris di ruang umum telah menjadi kebiasaan yang sudah tidak terelakkan lagi Di samping menyusutnya popularitas bahasa Indonesia akibat nilai ekonomis dan prestise yang dijanjikan oleh bahasa internasional, bahasa Indonesia juga dihadapkan pada tuduhan sebagai penyebab keterasingan masyarakat terhadap bahasa daerahnya. Perencanaan status bagi bahasa Indonesia telah membatasi ruang gerak bahasa daerah untuk merambah atau keluar dari sekedar ranah budaya. Arus reformasi, otonomi daerah dan wacana demokratisasi juga menyadarkan masyarakat penutur bahasa daerah akan keberadaan, potensi dan posisi bahasanya. Kebijakan bahasa nasional mulai dikritisi dan wacana bhineka tunggal ika tidak lagi hanya wacana politik tetapi juga wacana linguistik. 4. Simpulan Untuk menjembatani interaksi dan komunikasi lintas bahasa dan budaya, penguasaan bahasa asing (khususnya bahasa Inggris) menjadi suatu kebutuhan utama. Oleh karena itu rancangan pendidikan bahasa Inggris di berbagai level perlu didesain secara baik dan tepat guna. Globalisasi memang tidak dapat dihindari dan tanpa disadari memang telah berimbas pada penggunaan dan keberadaan bahasa Indonesia/daerah di masyarakat.Kesadaran/ loyalitasberbahasanasionaldandaerahmerupakan modal pentingdalammewujudkansikapberbahasa yang positif yang selanjutnyaakanmemperkokohfungsibahasanasionaldandaerahsebagailambangjatidiridanpenduku ngnilai-nilailuhurbudayadaerahkhususnyanilai-nilaireligius.