BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Hakikat Mengajar a. Definisi mengajar tmemiliki pengetahuan atau keterampilan yang lebih dari pada yang diajar, untuk memberikan suatu pengertian, kecakapan atau ketangkasan. Kegiatan mengajar meliputi penyampaian pengetahuan, menularkan sikap, kecakapan atau keterampilan yang diatur sesuai dengan lingkungan dan menghubungkannya dengan subyak yang sedang belajar. Untuk memberikan batasan mengajar, berikut ini disajikan definisi mengajar yang dikemukakan oleh beberapa ahli: 1. Menurut Rusli Lutan (1988 : 376) menyatakan bahwa: “Pengajaran merupakan seperangkat kegiatan sengaja dan berencana dan seseorang atau person (P) yang memiliki kelebihan pengetahuan atau keterampilan untuk disampaikan kepada orang lain sebagai sasaran atau obyek (O), yang belum berkembang pengetahuan, keteranpilan atau bahkan sifat-sifat biologis tertentu, dan informasi atau keterampilan itu disampaikan melalui saluran atau metode tertentu, yang kemudian mendapat respond dan obyek sekaligus berperan sebagai subyek.” 2. Menurut Soenaryo Basoeki (1994 : 73) menyatakan bahwa: “Mengajar berarti memberikan pelajaran, usaha agar siswa memperoleh pngertian, kecakapan atau ketangkasan tentang sesuatu yang diajarkan yang mencakup semua factor yang merangkum seluruh situasi pengajaran yang meliputi siswa, kegiatannya, guru, azaz-azaz mengajar, lingkungan mengajar, tujuan yang ingin dicapai dan evaluasi.” 3. Menurut Chauhan dalam Husdarta & Yha M. Saputra (2000 : 3)menyatakan bahwa: “Mengajar adalah upaya guru dalam memberikan rangsangan, bimbingan, pengarahan, dan dorongan kepada siswa agar terjadi proses belajar.” 7 8 Berdasarkan batasan-batasan mengajar di atas dapat disimpulkan bahwa, mengajar merupakan suatu kegiatan yang kompleks yang didalamnya terdapat beberapa komponen yang saling berkaitan yang bertujuan untuk mempengaruhi atau meningkatkan pengetahuan atau keterampilan siswa menjadi lebih baik. Ditinjau dan pelaksanaannya, unsure pokok dalam proses mengajar terdiri beberapa elemen yaitu:”(1) guru yang berpengalaman dan terampil, (2) siswa yang sedang berkembang, (3) informasi atau keterampilan, (4) saluran atau metode penyampaian informasi/keterampilan dan (5) respon atau perubahan pelaku pada siswa (Rusli Lutan, 1988 : 376)”. Hal yang terpenting dan diperhatiakn dalam mengajar yaitu, guru harus mampu membelajarkan siswa menjadi aktif melaksakan tugas ajar yang diberikan. Apabila siswa aktif melaksanakan tugas ajar yang diberikan, maka akan terjadi perubahan-perubahan kearah positif dan tujuan mengajar akan tercapai dengan baik. b. Mengajar Yang Efektif Mengajar adalah membimbing siswa agar mengalami proses belajar. Dalam belajar siswa menghendaki hasil belajar yang efektif bagi dirinya. Untuk itu guru dituntut dapat membantu siswanya, sehingga pada waktu mengajar dapat dilakukan dengan efektif. Menurut Rusli Lutan (1988 : 381) efektifitas pengajaran meliputi beberapa unsur yaitu:”(1) pemanfaatan waktu aktif berlatih, (2) lingkungan yang efektif, (3) karakteristik guru dan siswa, (4) pengelolaan urupanm balik.” Diantara empat elemen tersebut elemen yang dominan pengaruhnya pada efektifitas pengajaran adalah pemanfaatan waktu aktif berlatih. Lebih lanjut Rusli Lutan (1988 : 381) mengemukakan “jumlah waktu yang dihabiskan siswa untuk aktif belajar, merupakan indikator utama dan efektifitas pengajaran”. Konsep jumlah waktu aktif berlatih erat dengan kemampuan management guru dalam mengelola proses belajar dan kesediaan serta ketekunan siswa untuk melaksanakan tugas-tugas gerak yang diajarkan. 9 Seorang guru bertugas mengelola proses pengajaran berupa aktifitas merencanakan dan mengorganisasikan semua aspek kegiatan, tidak saja susunan pengalaman atau tugas-tugas ajar, tetapi juga penciptaan kondisi lingkungan belajar yang efektif. Menurut Husdarta & Yudha M. Saputra (2000 : 4) mengemukakan: Tugas utama guru adalah untuk menciptakan iklim atau atmosfir supaya proses belajar terjadi dikelas atau lapangan . ciri utama terjadinya proses pembelajaran adalah siswa dapat secara aktif ikut terlibat di dalam proses pembelajaran. Pada guru harus selalu berupaya agar para siswa dimotivasi untuk lebih berperan. walau demikian guru tetap berfungsi sebagai pengelola proses belajar dan pembelajaran. Pendapat diatas menunjukkan bahwa, dalam pengaturan lingkungan belajar bertujuan agar siswa terlibat secara aktif dalam proses balajar mengajar. Seoang guru harus mampu menerapkan cara mengajar efektif. Untuk itu guru harus memiliki beberapa kemampuan dalam menyampaikan tugas ajar, agar tujuan pengajaran dapat berhasil. Menurut Slameto (1995 : 92-94) untuk melaksanakan mengajar yang efektif diperlukan syarat-syarat sebagai berikut: (1) Belajar secara aktif, baik mental maupun fisik, (2) Guru harus banyak menggunakan metode pada waktu mengajar, (3) Motivasi, sangat berperan pada kemajuan, perkembangan siswa selanjutnya melalui proses belajar, (4) kurikulum yang baik dan seimbang, (5) Guru perlu mempertimbangkan perbedaan individual, (6) Guru membuat perencanaan sebelum pengajaran, (7) Pengaruh guru yang sugesif perlu diberikan kepada siswa untuk lebih giat belajar, (8) Guru harus memiliki keberanian pada siswanya, juga masalah-masalah yang timbul waktu proses belajar mengajar berlangsung, (9) Guru harus mampu menciptakan suasana yang demokratis. Mengajar yang efektif menampakan tuntutan yang harus dipenuhi oleh setiap guru. Syarat-syarat seperti diatas harus dipahami dan dilakukan oleh seorang guru, agar proses mengajar belajar dapat berjalan dengan baik dan memperoleh hasil belajar yang optimal. c. Merumuskan Tujuan Pembelajaran 10 Dalam proses belajar mengajar seorang guru merumuskan tujuan yang hendak dicapai. Dalam hal ini seorang guru harus memiliki kepandaian dalam merumuskan tujuan pengajaran yang akan dilakukan. Sudjana (2001 : 40) merumuskan formula pembalajaran sebagai berikut, “Pb=tp (m s x y z). Formula tersebut diartikan bahwa, pembelajaran (Pb), adalah fungsi (t), pendidik (p), untuk pembelajaran (m), peserta didik (s), terhaap materi pelajaran (x), untuk mencapai hasil belajar (y), yang menimbulkan pengaruh belajar (z)” Rumus formula pembelajaran diatas mengandung keragaman masalah dan pemahaman terhadap setiap unsur yang terkandung didalamnya. Sebagai contoh, unsure x (materi pelajaran) tidak hanya menunjukan mata pelajaran tertentu, tetapi mengandung berbagai aspek bahan pembelajaran yang harus dikuasai oleh peserta didik. Hasil belajar (y) dapat mencakup perubahan perilaku peserta didik dalam kognisi, afektif dan psikomotorik. Hasil belajar dapat pula berupa penguasaan pengetahuan tertentu, sosok peserta didik yang mandiri, kebebasan berfikir dan lain sebagainya. Pengaruh belajar (z) terdiri atas perubahan taraf hidup peserta didik setelah mengikuti pembelajaran seperti perolehan atau peningkatan penampilan diri dan pendidikan. Pengaruh belajar juga dapat digambarkan dengan upaya peserta didik dalam menularkan hasil belajarnya kepada orang lain, atau partisipasi peserta didik dalam kegiatan lainnya. Upaya pembelajaran (m) dapat melambangkan pendekatan dalam pembelajaran. Membelajarkan dapat pula menggambarkan kegiatan untuk membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar seperti kegiatan membimbing, mengajar (membelajarkan) atau melatih. Unsur peserta didik (s) dapat melambangkan penamaan orang yang melakukan kegiatan belajarseperti siswa, mahasiswa atau peserta latihan. Sedangkan unsure pendidik (p) terdiri dan berbagai penamaan yang terdiri atas guru, Pembimbing pelatih atau lain-lain. 11 Secarasingkat formula pembelajaran tersebut diatas menggambarkan interaksi atas unsur-unsur yang terlibat dalam pembelajaran yaitu pendidik, peserta didik, materi, proses dan pengaruh kegiatan pembelajaran. jika unsureunsur tersebut dapat dilaksanankan dengan baik, maka tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik pula. d. Peranan Guru Dalam kegiatan belajar megajar, Seorang guru mempunyai tugas yang cukup komplek. Guru mempunyai tugas untuk mendorong, membimbing dan memberi fasilitas belajaruntuk mencapai tujuan. Guru mempunyai tanggung jawab untuk melihat segala sesuatu yang terjadi dalam proses belajar mengajar, membantu proses perkembangan siswa. Penyampaian materi pelajaran hanyalah merupakan salah satu dari berbagai kegiatan dalam belajar suatu proses yang dinamis dalam segala fase perkembangan siswa. Slameto (1995 : 97) mengemukakan, secara lebih rinci tugas guru berpusat pada: 1. Mendidik dengan titik berat memberikan arah dan motivasi pencapaian tujuan baik jangka pendek maupun jangka panjang. 2. Memberi fasilitas pencapaian tujuan melalui pengalaman belajar yang memadai. 3. Membantu perkembangan aspek-aspek pribadi seperti sikap, nilainilai dan penyesuaian diri. Tugas-tugas seperti diatas harus dipahami dan diperhatikan dalam pelaksanaan proses belajar mengajar. Untuk keberhasilan dalam menjalankan tugasnya, seorang guru harus memiliki beberapa kemampuan. Menurut Soenaryo Basoeki (1994 : 75) hal-hal yang harus dimiliki seorang guru meliputi: 1. 2. 3. 4. 5. Kecakapan dan keterampilan teknis. Kasih sayang kepada anak-anak. Memahami karakteristik perkembangan anak-anak. Dapat memilih metode yang sesuai. Bijaksana. Hal-hal seperti diatas harus dimiliki oleh seorang guru. Proses belajar mengajar akan dapat berjalan dengan lancer, jika guru memiliki kemampuankemampuan seperti diatas, sehingga tujuan pengajaran yang telah ditetapkan 12 dapat dicapai dengan baik. Hal-hal seperti diatas dijelaskan secara singkat sebagai berikut: 1) Kecakapan dan Keterampilan Teknis Seorang guru harus menguasai materi yang diajarkan. Guru harus memiliki kecakapan dan keterampilan teknis dari materi pelajaran yang diajarkan baik secara teori maupun praktek. Agar memperoleh hasil yang optimal, guru harus mampu berkomunikasi dan dapat menggunakan bahasa yang tepat dan efektif. Guru harus mampu menerangkan sesuatu sedemikian rupa sehingga siswa dapat menangkap apa yang dimaksud oleh guru. Kemampuan seorang guru menyampaikan materi pelajaran adalah sangat penting agar tercipta kondisi belajar yang kondusif. Suatu sifat yang mudah diterima anak didik adalah semangatdan kegairahan guru membawakan pembicaraan, Dalam sikap dan mampu menumbuhkan suasanan belajar yang gembira dan menarik. Dalam suasana yang demikian pengajaran akan mencapai hasil yang sebaik-baiknya. 2) Kasih sayang kepada anak-anak Kasih sayang guru kepada siswanya akan Nampak pada perhatiannya. Perlakukan dan tegur sapanya,semuanya dapat dirasakan oleh siswanya. Kasih sayang guru juga akan Nampak pada sikap yangdapat menahan diri dan penyabar. Perasaanmendapat perhatian dan mendapat kasih ayang guru tersebut menimbulkan kepercayaan diri kepada siswa. Dan kepercayaan itu akan timbul minat, perhatia dan kemauan yang kuat serta akan timbul kesanggupan menerima dan mengasimilasikan bahan yang disajikan oleh guru. sehingga materi pelajaran dapat masuk pada diri siswanya. 3) Memahami perkembangan karakteristik anak Guru akan berhasil dalam tugasnya, jika dapat memahami sifat-sifat dan karakteristik perkembangan siswa. baik karakteristik fisik, mental serta emosional dan sosial. Dengan pemahaman terhadap sifat-sifat dan 13 karakteristik siswa pada kelompok-kelompok usia tertentu. maka penanganan guru terhadap proses belajar dapat disesuaikan dengan kelompok usia siswa, sehingga hasil optimal yang diharapkan dapat tercapai. Dalam hal ini seorang guru harus mampu menangani atau membelajarkan siswa sesuai dengan sifat dan karakteristik anak agar tujuan pembelajaran dapat berhasil dengan baik. 4) Memilih metode mengajar yang tepat Memilihmetode mengajar yang baik dan tepat merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru. Metode mengajar merukan cara yang digunakan oleh seorang guru dalam menyampaikan materi pelajaran, agar materi pelajaran dapat diterima siswanya secara efektif. Menurut Sugiyanto & Sudjarwo (1991 : 368) metode mengajar keterampilan gerak yang sering digunakan antara lain “(1) Metode praktek keseluruhan, (2) Metode praktek bagian, (3) metode Drill, (4) Metode pemecahan masalah”. Berdasarkan metode-metode diatas, maka seorang guru harus mengerti dan memahami diri masing-masingmetode tersebut, seorang guru harus mampu menerapkan metode mengajar yang tepat sesuai dengan kondisi siwa dan tujuan yang hendak dicapai. 5) Bijaksana Guru dalam mengajar atau mendidik akan menghadapi siswa, situasi dan lingkungan sekolah yang berbeda-beda serta peralatan yang terbatas. Karena itu harus dapat mempertimbangkan keadaan yang serba terbatas, keadaan yang berlainan dan selalu berubah dengan tindakan yang tepat. Disamping itu guru harus memupuk kerjasama antara sesame guru, guru dengan orang tua murid, antara guru dengan petugas-petugas dilingkungan sekolah, dan antara guru dengan masyarakat sekitasnya. 2. Kurikulum 2013 Dalam teori kurikulum (Anita Lie, 2012) keberhasilan suatu kurikulum merupakan proses panjang, mulai dari kristalisasi berbagai gagasan dan konsep 14 ideal tentang pendidikan, perumusan desain kurikulum, persiapan pendidik dan tenaga kependidikan, serta sarana dan prasarana, tata kelola pelaksanaan kurikulum --termasuk pembelajaran-- dan penilaian pembelajaran dan kurikulum. Kurikulum 2013 dikembangkan atas teori “pendidikan berdasarkan standar” (standard-based education), dan teori kurikulum berbasis kompetensi (competency- based curriculum). Pendidikan berdasarkan standar menetapkan adanya standar nasional sebagai kualitas minimal warganegara yang dirinci menjadi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Kurikulum berbasis kompetensi dirancang untuk memberikan pengalaman belajar seluas-luasnya bagi peserta didik dalam mengembangkan kemampuan untuk bersikap, berpengetahuan, berketerampilan, dan bertindak. Kurikulum 2013 menganut: (1) pembelajaran yang dilakukan guru (taughtcurriculum) dalam bentuk proses yang dikembangkan berupa kegiatan pembelajaran di sekolah,kelas, dan masyarakat; dan (2) pengalaman belajar langsung peserta didik (learned-curriculum) sesuai dengan latar belakang, karakteristik, dan kemampuan awal peserta didik. Pengalaman belajar langsung individual peserta didik menjadi hasil belajar bagi dirinya, sedangkan hasil belajar seluruh peserta didik menjadi hasil kurikulum. a. Karakteristik Kurikulum 2013 Kurikulum 2013 dirancangdengankarakteristiksebagai berikut: 1) Mengembangkan keseimbanganantarapengembangansikapspiritual dan sosial, rasaingintahu,kreativitas,kerjasamadengan kemampuanintelektualdan psikomotorik; 2) Sekolah merupakan bagian dari masyarakat yang memberikan pengalaman belajarterencana dimanapesertadidikmenerapkanapayang dipelajaridi Sekolah ke masyarakatdan memanfaatkan masyarakatsebagai sumber belajar; 3) Mengembangkansikap,pengetahuan,danketerampilansertamenerapkannya dalam berbagai situasi disekolah dan masyarakat; 15 4) Memberi waktu yang cukup leluasa untuk mengembangkan berbagai sikap, pengetahuan,danketerampilan; 5) Kompetensidinyatakandalambentukkompetensiintikelasyangdirincilebih lanjutdalam kompetensidasar mata pelajaran; 6) Kompetensi inti kelas menjadi unsur pengorganisasi (organizing elements) kompetensi dasar, dimana semua kompetensi dasar dan proses pembelajaran dikembangkan untuk mencapai kompetensi yang dinyatakan dalam kompetensi inti; 7) Kompetensi dasar dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif, saling memperkuat (reinforced) dan memperkaya (enriched) antarmata pelajaran dan jenjang pendidikan (organisasi horizontal dan vertikal). b. Tujuan Kurikulum 2013 Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia. Untuk mencapai tujuan tersebut proses pembelajaran di sekolah dasar diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, danperkembangan fisik serta psikologis peserta didik. c. Standar Kompetensi Lulusan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 31 ayat(3) mengamanatkan menyelenggarakan bahwa pemerintah mengusahakan dan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang- undang. Atas dasar amanat tersebut telah diterbitkan Undang-Undang Nomor 20Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Sesuai dengan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik 16 Indonesia Tahun 1945. Sedangkan Pasal 3 menegaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional diperlukan profil kualifikasi kemampuan lulusan yang dituangkan dalam standar kompetensi lulusan.Menurut Permendikbud nomor 54 tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan yang dimaksud Standar Kompetensi Lulusan adalah kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap,pengetahuan,danketerampilan. Standar Kompetensi Lulusan SDdan PaketA SD/MI/SDLB/Paket A Kualifikasi Kemampuan Dimensi Sikap Memilikiperilakuyangmencerminkan sikaporangberiman,berakhlakmulia,berilmu,percaya diri,danbertanggungjawab dalam berinteraksisecara efektif Pengetahuan Memilikipengetahuan faktual dankonseptualberdasarkanrasa denganlingkungansocialdan alam di lingkunganrumah,sekolah,dantempatbermain. ingin tahunya tentangilmu pengetahuan,teknologi,seni,dan budaya dalam wawasankemanusiaan,kebangsaan, kenegaraan,danperadabanterkaitfenomena dan kejadian di Keterampilan lingkunganrumah,sekolah,dantempatbermain Memilikikemampuanpikir dan tindakyangproduktif dan kreatif dalam ranah abstrakdan konkretsesuaidenganyang ditugaskankepadanya. d. Tingkat Kompetensi Tingkat Kompetensi merupakan kriteria capaian Kompetensi yang bersifat generik yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada setiap tingkat kelas dalam rangka pencapaian Standar Kompetensi Lulusan. Tingkat Kompetensi terdiri atas 8 (delapan) jenjang yang harus dicapai oleh peserta 17 didik secara bertahap dan berkesinambungan. Tingkat Kompetensi tersebut diterapkan dalam hubungannya dengan tingkat kelas sejak peserta didik mengikuti pendidikan TK/RA, Kelas I sampai dengan Kelas XII jenjang pendidikan dasar dan menengah.Tingkat Kompetensi dikembangkan berdasarkan kriteria; (1) Tingkat perkembangan peserta didik, (2) Kualifikasi kompetensi Indonesia, (3) Penguasaan kompetensi yang berjenjang. Selain itu Tingkat Kompetensi juga memperhatikan; tingkat kerumitan/kompleksitas kompetensi, fungsi satuan pendidikan, dan keterpaduan antar jenjang yang relevan. Setiap Tingkat Kompetensi berimplikasi terhadap tuntutan proses pembelajaran dan penilaian. Hal ini bermakna bahwa pembelajaran dan penilaian pada tingkat yang sama memiliki karakteristik yang relatif sama dan memungkinkan terjadinya akselerasi belajar dalam 1 (satu) Tingkat Kompetensi. Selain itu, untuk Tingkat Kompetensi yang berbeda menuntut pembelajaran dan penilaian dengan fokus dan penekanan yang berbeda pula.Semakin tinggi Tingkat Kompetensi, semakin kompleks intensitas pengalaman belajar peserta didik dan proses pembelajaran serta penilaian.Uraian Kompetensi Inti untuk setiap Tingkat Kompetensidisajikan dalam tabel di bawah ini. 1. Tingkat Kompetensi 1 (TingkatKelas I-II SD/MI/SDLB/PAKETA) KOMPETEN SI Spiritual Sikap Sikap Sosial DESKRIPSIKOMPETENSI 1. Menerima dan menjalankan ajaran agama yangdianutnya 2. Menunjukkan perilakujujur, disiplin,tanggungjawab, santun,peduli,dan percaya diridalam berinteraksi dengan Pengetahuan keluarga,teman,danguru 3. Memahami pengetahuanfaktual dengancaramengamati mendengar,melihat,membaca danmenanya berdasarkan rasa ingin tahu tentangdirinya, makhlukciptaan Tuhan dan kegiatannya, danbenda-benda yangdijumpainyadi rumah dan 18 di sekolah Keterampilan 4. Menyajikanpengetahuan faktual dalam bahasayangjelas danlogis,dalamkarya yangestetis,dalam gerakan yang mencerminkan anaksehat, dandalam tindakan yang mencerminkan perilaku anakberiman dan berakhlakmulia 2. TingkatKompetensi2 (TingkatKelas III-IVSD/MI/SDLB/PAKETA) KOMPETEN DESKRIPSIKOMPETENSI Sikap SI Spiritual Menerima,menjalankan,danmenghargai ajaran agamayangdianutnya Sikap Sosial Menunjukkan perilakujujur, disiplin,tanggungjawab,santun,peduli,dan percaya diridalam berinteraksi dengan keluarga,teman,guru,dan tetangganya. Pengetahuan Memahami pengetahuan faktual dengancaramengamati danmenanya berdasarkan rasaingin tahutentangdirinya,makhlukciptaanTuhan dan Keterampilan Menyajikanpengetahuan faktual dalam bahasayangjelas, kegiatannya,danbenda-benda yangdijumpainya dirumah,di karya yangestetis,dalam gerakan sistematisdanlogis,dalam sekolah dan tempatbermain yangmencerminkan anaksehat,dandalam tindakanyangmencerminkan perilaku anakberiman dan berakhlakmulia 3. TingkatKompetensi3(TingkatKelas V-VI SD/MI/SDLB/PAKETA) KOMPETENSI DESKRIPSIKOMPETENSI Sikap Spiritual Menerima,menjalankan,danmenghargai ajaran agama yangdianutnya Sikap Sosial Menunjukkan perilakujujur, disiplin,tanggungjawab,santun,peduli,dan percaya diridalam berinteraksi dengan keluarga,teman,guru,dan tetangganya sertacinta 19 tanah air. Pengetahuan Memahami pengetahuan faktual dan konseptual dengan caramengamati,menanya dan mencoba berdasarkanrasa ingin tahu tentangdirinya,makhlukciptaan Tuhan dan kegiatannya, danbendabenda yangdijumpainyadi rumah, disekolahdantempatbermain. Keterampilan Menyajikanpengetahuan faktual dan konseptual dalambahasa yang jelas, sistematis, logis dan kritis,dalam karyayang estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak mulia e. Konsep Pembelajaran Tematik Terpadu, Pendekatan SAINTIFIK, Model pembelajaran, Penilaian Autentik. 1) Pembelajaran Tematik Terpadu Pembelajaran Tematik Terpadu atau dikenal dengan PTP dikembangkan pertama kali pada tahun 1970-an. PTP ini sudah terbukti secara empiric berhasil memacu percepatan dana meningkatkan kapasitas memori peserta didik untuk waktu yang panjang. Premis utama PTP adalah bahwa peserta didik memerlukan peluang-peluang tambahan untuk menggunakan talentanya, menyediakan waktu bersama yang lain untuk secara cepat mengkonseptualisasi dan mensintesis. Implementasi PTP menuntut kemampuan guru dalam mentransformasikan materi pembelajaran di kelas, hal ini menuntut guru untuk memahami materi apa yang diajarkan dan bagaimana mengaplikasikan dalam lingkungan mengajar. Ciri dari PTP itu sendiri pun menurut (kemendiknas:2014:16) adalah sebagai berikut: a. Berpusat pada anak b. Membersihkan pengalaman langsung pada anak. c. Pemisahan antar muatan pelajaran tidak begitu jelas (menyatu dalam satu pemahaman dalam kegiatan). d. Menyajikan konsep dari berbagai pelajaran dalam satu proses pembelajaran (saling terkait antar muatan pelajaran satu dengan lainnya). 20 e. Bersifat luwes (keterpaduan berbagai muatan pelajaran) f. Hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan anak (melalui proses dan hasil belajarnya). 2) Kekuatan tema dalam proses pembelajaran Anak pada usia sekolah dasar berada pada tahapan operasi konkret, mulai menunjukkan perilaku cara memandang sesuatu secara obyektif, berpikir secara mempergunakan operasional hubungan untuk mengklasifikasikan sebab-akibat, prinsip benda-benda, ilmiah sederhana (kemendiknas:2014:16) .Oleh karena itu pembelajaran yang tepat adalah mengaitkan konsep materi pembelajaran dalam satu kesatuan yang berpusat pada tema. sehingga peran tema dalam proses pembelajaran ialah sebagai pemersatu kegiatan pembelajaran dengan memadukan beberapa muatan pelajaran sekaligus yang sudah disiapkan pemerintah dan sudah dikembangkan menjadi subtema dan satuan pembelajaran. 3) Tahapan Pembelajaran Tematik Terpadu Pembelajaran tematik terpadu menurut (kemendiknas:2014:16) memiliki beberapa tahapan, yaitu 1. Memilih atau menetapkan tema 2. Melakukan analisis SKL, KI, Kompetensi dasar dan membuat indicator 3. Membuat hubungan pemetaan antara kompetensi dasar dan indicator dengan tema 4. Membuat jaringan Kompetensi Dasar 5. Menyusun silabus tematik 6. Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) tematik terpadu. 4) Model-Model Pembelajaran Tematik Terpadu Kegiatan pembelajaran merupakan proses pendidikan yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi mereka menjadi kemampuan yang semakin lama semakin meningkat dalam sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan dirinya untuk hidup dan untuk bermasyarakat, berbangsa, serta berkontribusi pada kesejahteraan hidup umat manusia. Oleh karena itu, 21 kegiatan pembelajaran dan model-model pembelajaran diarahkan untuk memberdayakan semua potensi peserta didik menjadi kompetensi yang diharapkan. Pembelajaran terpadu dapat diimplementasikan dalam berbagai model. Menurut Robin Fogarty dalam kemendiknas (2014:11) ada sepuluh model PTP, yaitu: 1. Model penggalan (fragmented model). Model ini diimplementasikan dengan pemaduan yang terbatas dalam satu pelajaran. 2. Model keterhubungan (connected model). Model ini diimplementasikan berbasis pada anggapan bahwa beberapa substansi pembelajaran berinduk pada mata pelajaran tertentu. 3. Model sarang (nested model). Model ini diimplementasikan dengan memadukan berbentuk penguasaan konsep ketrampilan melalui sebuah kegiatan pembelajaran. 4. Model urutan/rangkaian (sequenced model). Model ini memadukan topik- topik antar mata pelajaran yang berdeda. 5. Model berbagi (shared/participative model). Model ini merupakan pemaduan pembelajaran akibat munculnya tumpang-tindih atau ide pada dua mata pelajaran atau lebih. 6. Model jaring laba-laba (webbed model). Model ini berangkat dari pendekatan tematis sebagai acuan dasar bahan dan kegiatan pembelajaran. Tema yang dibuat dapat mengikat kegiatan pembelajaran, baik dalam mata pelajaran tertentu maupun antar mata pelajaran. 7. Model galur (threaded model). Model ini memadukan bentuk-bentuk ketrampilan.bentuk model ini terfokus pada meta kurikulum. 8. Model celupan (immersed model). Model ini dirancang untuk membantu peserta didik dalam menyaring dan memadukan berbagai pengalaman dan pengetahuan dihubungkan dengan medan pemakaiannya. Kegiatan pembelajaran diarahkan untuk mewadahi tukar pengalaman dan pemanfaatan pengalaman masing-masing. 22 9. Model jejaring (networked model). Model ini merupakan model pemaduan pembelajaran yang mengandalkan kemungkinan perubahan konsepsi, bentuk pemecahan masalah, maupun tuntutan bentuk ketrampilan baru setelah peserta didik mengadakan studi lapangan dalam situasi,kondisi, maupun konteks yang berbeda. 10. Model terpadu(integrated model). Model ini merupakan pemaduan sejumlah topik dari mata pelajaran yang berbeda, tetapi esensinya sama dalam sebuah topik tertentu. Lebih lanjut, strategi pembelajaran harus diarahkan untuk memfasilitasi pencapaian kompetensi yang telah dirancang dalam dokumen kurikulum agar setiap individu mampu menjadi pebelajar mandiri sepanjang hayat. dan yang pada gilirannya mereka menjadi komponen penting untuk mewujudkan masyarakat belajar. Kualitas lain yang dikembangkan kurikulum dan harus terealisasikan dalam proses pembelajaran antara lain kreativitas, kemandirian, kerja sama, solidaritas, kepemimpinan, empati, toleransi dan kecakapan hidup peserta didik guna membentuk watak serta meningkatkan peradaban dan martabat bangsa. Lebih lanjut dalam metode pembelajaran pelaksanaan kurikulum 2013 imas (2014;6-8) menyatakan ada 8 model metode yang dapat digunakan yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Metode pembelajaran kolaborasi Metode pembelajaran individual Metode pembelajaran teman sebaya Model pembelajaran sikap Metode pembelajaran bermain Metode pembelajaran kelompok Metode pembelajaran mandiri Metode pembelajaran multimodel 5) Pembelajaran Tematik Terpadu dengan Pendekatan SAINTIFIK Di dalam pembelajaran, peserta didik didorong untuk menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan yangsudah ada dalam ingatannya, dan melakukan 23 pengembangan menjadi informasiatau kemampuan yang sesuai dengan lingkungan dan jaman tempat dan waktu ia hidup. Kurikulum 2013 menganut pandangan dasar bahwa pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari guru ke peserta didik. Peserta didik adalah subjek yang memiliki kemampuan untuk secara aktif mencari, mengolah, mengkonstruksi, dan menggunakan pengetahuan. Untuk itu pembelajaran harus berkenaan dengan kesempatan yang diberikan kepada peserta didik untuk mengkonstruksi pengetahuan dalam proses kognitifnya. Pembuatan tema diharapkan memperhatikan kondisi peserta didik, lingkungan sekitar dan kompetensi guru dengan prosentase penyajian disesuaikan dengan alokasi waktu yang tersedia. Guru diharapkan tidak terkonsentrasi pada salah satu mata pelajaran, melainkan harus tetap memperhatikan prosentase penyajiannya. Misalnya saja pendidikan jasmani dan kesehatan yang sifatnya bisa dilakukan didalam kelas, bisadilakukan oleh guru kelas. Sedangkan gerakan yang memerlukan fisik,gerakan bebas, tetap dilakukan diluar kelas/ lapangan olahraga. Proses dilaksanakan pembelajaran menggunakan kurikulum 2013 pendekatan untuk semua SAINTIFIK. jenjang Aspek-aspek pendekatan Saintifik terintegrasi pada pendekatan ketrampilan dan metode ilmiah. Helmenstine (2013) dalam kemendiknas (2014:15) menjelaskan bahwa langkah-langkah dalam metode ilmiah meliputi: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Melakukan pengamatan Menentukan hipotesis Merancang eksperimen Menguji hipotesis Menerima,menolak, atau merevisi hipotesis Membuat kesimpulan Pendekatan SAINTIFIK mengedepankan pada penalaran induktif dibandingkan penalaran deduktif. Penalaran deduktif melihat fenomena umum untuk kemudian menarik kesimpulan yang spesifik. Sebaliknya penalaran induktif memandang fenomena secara spesifik kemudian ditarik 24 kesimpulan secara keseluruhan. Sejatinya penalaran induktif menempatkan bukti-bukti spesifik kedalam relasi ide yang lebih luas. Sudarwan (2013) dalam kemendiknas (2014:15) menekankan penerapan pendekatan Saintifik meliputi: mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta untuk semua mata pelajaran. Lebih spesifik lagi dijelaskan oleh McCollum (2009) dalam kemendiknas (2014:15) mengenai komponen-komponen penting dalam mengajar dalam pendekatan Saintifik ialah: 1. Menyajikan pembelajaran yang dapat meningkatkan rasa keingin tahuan ( Foster a sense of wonder), 2. Meningkatkan keterampilan mengamati (encourage observation), 3. Melakukan analisis (push for analysis) 4. Berkomunikasi (Require communication) Dari beberapa pendapat tersebut pendekatan Saintifik yang digunakan di Indonesia saat ini ialah yang telah diatur dalam permendikbud Nomor 81 A tahun 2013 bahwasanya pembelajaran terdiri atas lima pengalamn belajar pokok yaitu: a. Mengamati b. Menanya c. Mengumpulkan informasi/eksperimen d. Mengasosiasikan/ mengolah informasi e. Mengkomunikasikan 6) Penerapan Model Dalalm Pembelajaran Tematik Terpadu Pembelajaran menggunakan tematik berbagai terpadu model dapat dilaksanakan pembelajaran.Model dengan pembelajaran merupakan suatu kerangka konseptual yang melukiskan prosedur secara sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang 25 pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran. Model pembelajaran berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pembelajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran. Berikut ini akan dibahas beberapa model pembelajaran dari sekian model yang telah banyak dikembangkan, antara lain: Model Pembelajaran Langsung, Model Pembelajaran Kooperatif, Pembelajaran Kontekstual, Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing, Problem Based Learning. a. Model Pembelajaran Langsung (Direct Instruction) Proses pembelajaran langsung adalah proses pendidikan di mana peserta didik mengembangkan pengetahuan, kemampuan berpikir dan keterampilan psikomotorik melalui interaksi langsung dengan sumber belajar yang dirancang dalam silabus dan RPP berupa kegiatan-kegiatan pembelajaran. Dalam pembelajaran langsung tersebut peserta didik melakukan kegiatan belajar mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi atau menganalisis, dan mengkomunikasikan apa yang sudah ditemukannya dalam kegiatan analisis. Proses pembelajaran langsung menghasilkan pengetahuan dan keterampilan langsung atau yang disebut dengan instructional effect. Ciri-ciri model pembelajaran langsung antara lain: Adanya tujuan pembelajaran dan prosedur penilaian hasil belajar Sintaks atau pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran Sistem pengelolaan dan lingkungan belajar yang mendukung berlangsung dan berhasilnya pengajaran b. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Ciri-ciri model pembelajaran kooperatif antara lain: Untuk menuntaskan materi belajar, siswa belajar dalam kelompok secara kooperatif Kelompok dibentuk dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan heterogen 26 Jika dalam kelas terdiri dari beberapa ras, suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan agar tiap kelompok berbaur Penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok daripada perorangan Tujuan : Hasil Belajar Akademik. Meningkatkan kinerja siswa dalam tugastugas akademik Penerimaan terhadap keragaman. Siswa dapat menerima temantemannya yang beraneka latar belakang. Pengembangan ketrampilan sosial. Sintaks kegiatan pembelajaran kooperatif c. Model Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) Pembelajaran Kontekstual mengasumsikan bahwa secara natural pikiran mencari makna konteks sesuai dengan situasi nyata lingkungan seseorang melalui pencarian hubungan masuk akal dan bermanfaat. Melalui pemaduan materi yang dipelajari dengan pengalaman keseharian siswa akan menghasilkan dasar-dasar pengetahuan yang mendalam. Siswa akan mampu menggunakan pengetahuannya untuk menyelesaikan masalah-masalah baru dan belum pernah dihadapinya dengan peningkatan pengalaman dan pengetahuannya. Siswa diharapkan dapat membangun pengetahuannya yang akan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dengan memadukan materi pelajaran yang telah diterimanya di sekolah. Pembelajaran Kontekstual merupakan satu konsepsi pengajaran dan pembelajaran yang membantu guru mengaitkan bahan subjek yang dipelajari dengan situasi dunia sebenarnya dan memotivasikan pembelajar untuk membuat kaitan antara pengetahuan dan aplikasinya dalam kehidupan harian mereka sebagai ahli keluarga, warga masyarakat, dan pekerja. Pembelajaran Kontekstual adalah sebuah sistem belajar yang didasarkan pada filosofi bahwa siswa mampu menyerap pelajaran apabila 27 mereka menangkap makna dalam materi akademis yang mereka terima, dan mereka menangkap makna dalam tugas-tugas sekolah jika mereka bisa mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan dan pengalaman yang sudah mereka 2007:14).Pembelajaran miliki sebelumnya Kontekstual (Elaine adalah B. suatu Johnson, pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan meraka (Sanjaya, 2005:109). Berdasarkan pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa Pembelajaran Kontekstual adalah mempraktikkan konsep belajar yang mengaitkan materi yang dipelajari dengan situasi dunia nyata siswa. Siswa secara bersama-sama membentuk suatu sistem yang memungkinkan mereka melihat makna di dalamnya. Dalam Pembelajaran Kontekstual, ada delapan komponen yang harus ditempuh, yaitu: Membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna, Melakukan pekerjaan yang berarti, Melakukan pembelajaran yang diatur sendiri, Bekerja sama, Berpikir kritis dan kreatif, Membantu individu untuk tumbuh dan berkembang, Mencapai standar yang tinggi, dan Menggunakan penilaian otentik (Elaine B. Johnson, 2007: 65-66). Di sisi lain, Hernowo (2005:93) menawarkan langkah-langkah praktis menggunakan strategi pebelajaran Kontekstual/Contextual Teaching Learning. Kaitkan setiap mata pelajaran dengan seorang tokoh yang sukses dalam menerapkan mata pelajaran tersebut. 28 Kisahkan terlebih dahulu riwayat hidup sang tokoh atau temukan caracara sukses yang ditempuh sang tokoh dalam menerapkan ilmu yang dimilikinya. Rumuskan dan tunjukkan manfaat yang jelas dan spesifik kepada anak didik berkaitan dengan ilmu (mata pelajaran) yang diajarkan kepada mereka. Upayakan agar ilmu-ilmu yang dipelajari di sekolah dapat memotivasi anak didik untuk mengulang dan mengaitkannya dengan kehidupan keseharian mereka. Berikan kebebasan kepada setiap anak didik untuk mengkonstruksi ilmu yang diterimanya secara subjektif sehingga anak didik dapat menemukan sendiri cara belajar alamiah yang cocok dengan dirinya. Galilah kekayaan emosi yang ada pada diri setiap anak didik dan biarkan mereka mengekspresikannya dengan bebas. Bimbing mereka untuk menggunakan emosi dalam setiap pembelajaran sehingga anak didik penuh arti (tidak sia-sia dalam belajar di sekolah). d. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing (Discovery Learning) Discovery Learning adalah proses belajar yang di dalamnya tidak disajikan suatu konsep dalam bentuk jadi (final), tetapi siswa dituntut untuk mengorganisasi sendiri cara belajarnya dalam menemukan konsep. Sebagaimana pendapat Bruner, bahwa: “Discovery Learning can be defined as the learning that takes place when the student is not presented with subject matter in the final form, but rather is required to organize it him self” (Lefancois dalam Emetembun, 1986:103). Dasar ide Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan aktif dalam belajar di kelas. Bruner memakai metode yang disebutnya DiscoveryLearning, di mana murid mengorganisasi bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir (Dalyono, 1996:41). Metode Discovery Learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai 29 kepada suatu kesimpulan (Budiningsih, 2005:43). Discovery terjadi bila individu terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip. Discovery dilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan dan inferi. Proses tersebut disebut cognitive process sedangkan discovery itu sendiri adalah the mental process of assimilatig conceps and principles in the mind (Robert B. Sund dalam Malik, 2001:219). Dalam Konsep Belajar, sesungguhnya metode Discovery Learning merupakan pembentukan kategori-kategori atau konsep-konsep, yang dapat memungkinkan terjadinya generalisasi. Sebagaimana teori Bruner tentang kategorisasi yang nampak dalam Discovery, bahwa Discovery adalah pembentukan kategori-kategori, atau lebih sering disebut sistemsistem coding. Pembentukan kategori-kategori dan sistem-sistem coding dirumuskan demikian dalam arti relasi-relasi (similaritas & difference) yang terjadi diantara obyek-obyek dan kejadian-kejadian (events). Bruner memandang bahwa suatu konsep atau kategorisasi memiliki lima unsur, dan siswa dikatakan memahami suatu konsep apabila mengetahui semua unsur dari konsep itu, meliputi: Nama; Contoh-contoh baik yang positif maupun yang negatif; Karakteristik, baik yang pokok maupun tidak; Rentangan karakteristik; Kaidah (Budiningsih, 2005:43). Bruner menjelaskan bahwa pembentukan konsep merupakan dua kegiatan mengkategori yang berbeda yang menuntut proses berpikir yang berbeda pula. Seluruh kegiatan mengkategori meliputi mengidentifikasi dan menempatkan contoh-contoh (obyek-obyek atau peristiwa-peristiwa) ke dalam kelas dengan menggunakan dasar kriteria tertentu. Di dalam proses belajar, Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk menunjang proses belajar perlu lingkungan 30 memfasilitasi rasa ingin tahu siswa pada tahap eksplorasi. Lingkungan ini dinamakan Discovery Learning Environment, yaitu lingkungan dimana siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui. Lingkungan seperti ini bertujuan agar siswa dalam proses belajar dapat berjalan dengan baik dan lebih kreatif. Untuk memfasilitasi proses belajar yang baik dan kreatif harus berdasarkan pada manipulasi bahan pelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa. Manipulasi bahan pelajaran bertujuan untuk memfasilitasi kemampuan siswa dalam berpikir (merepresentasikan apa yang dipahami) sesuai dengan tingkat perkembangannya. Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh bagaimana cara lingkungan, yaitu: enactive, iconic, dan symbolic. Tahap enaktive, seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upaya untuk memahami lingkungan sekitarnya, artinya, dalam memahami dunia sekitarnya anak menggunakan pengetahuan motorik, misalnya melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya. Tahap iconic, seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal. Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komparasi). Tahap symbolic, seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui simbolsimbol bahasa, logika, matematika, dan sebagainya. Komunikasinya dilakukan dengan menggunakan banyak simbol. Semakin matang seseorang dalam proses berpikirnya, semakin dominan sistem simbolnya. Secara sederhana teori perkembangan dalam fase enactive, iconic dan symbolic adalah anak menjelaskan sesuatu melalui perbuatan (ia bergeser ke depan atau kebelakang di papan mainan untuk menyesuaikan beratnya dengan berat temannya bermain) ini fase 31 enactive. Kemudian pada fase iconic ia menjelaskan keseimbangan pada gambar atau bagan dan akhirnya ia menggunakan bahasa untuk menjelaskan prinsip keseimbangan ini fase symbolic (Syaodih, 85:2001). Dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan (Sardiman, 2005:145). Hal yang menarik dalam pendapat Bruner yang menyebutkan: hendaknya guru harus memberikan kesempatan muridnya untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientis, historin, atau ahli matematika. Dalam metode Discovery Learning bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun menganalisis, informasi, membandingkan, mengintegrasikan, mengkategorikan, mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan-kesimpulan. Langkah-langkah model pembelajaran penemuan terbimbing (discovery learning) adalah sebagai berikut: Merumuskan masalah yang akan diberikan kepada siswa dengan data secukupnya. Perumusaannya harus jelas dan hilangkan pernyataan yang multi tafsir Berdasarkan data yang diberikan guru, siswa menyusun, memproses, mengorganisir, dan menganlisis data tersebut. Dalam hal ini bimbingan guru dapat diberikan sejauh yang diperlukan saja bimbingan lebih mengarah kepada langkah yang hendak dituju, melalui pertanyaan-pertanyaan. Siswa menyusun prakiraan dari hasil analisis yang dilakukannya Bila dipandang perlu, prakiraan yang telah dibuat siswa tersebut hendaknya diperiksa oleh guru. Hal ini penting dilakukan untuk 32 meyakinkan kebenaran prakiraan siswa, sehingga akan menuju arah yang hendak dicapai. Apabila telah diperoleh kepastian tentang kebenaran prakiraan tersebut, maka verbalisasi prakiraan sebaiknya disrahkan juga kepada siswa untuk menyusunnya. Disamping itu perlu diingat pula bahwa induksi tidak menjamin 100% kebenaran prakiraan. Sesudah siswa menemukan apa yang dicari, hendaknya guru menyediakan soal latihan atau soal tambahan untuk memeriksa apakah hasil penemuan itu benar. e. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Model pembelajaran berbasis masalah adalah pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai langkah awal untuk mendapatkan pengetahuan baru. Seperti yang diungkapkan oleh Suyatno (2009 : 58) bahwa: ”Model pembelajaran berdasarkan masalah adalah proses pembelajaran yang titik awal pembelajaran dimulai berdasarkan masalah dalam kehidupan nyata siswa dirangsang untuk mempelajari masalah berdasarkan pengetahuan dan pengalaman telah mereka miliki sebelumnya (prior knowledge) untuk membentuk pengetahuan dan pengalaman baru”. Sedangkan menurut Arends (dalam Trianto 2007 : 68) menyatakan bahwa: ”Model pembelajaran berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa mengerjakan permasalahan yang autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri”. Model pembelajaran berdasarkan masalah juga mengacu pada model pembelajaran yang lain seperti yang diungkapkan oleh diungkapkan oleh Trianto (2007 : 68) : ”Model pembelajaran berdasarkan masalah) mengacu pada Pembelajaran Proyek (Project Based Learning), Pendidikan Berdasarkan Pengalaman (Experience 33 Based Education), Belajar Autentik (Autentic Learning), Pembelajaran Bermakna (AnchoredInstruction)”. Berbagai pengembang menyatakan bahwa ciri utama model pembelajaran berdasarkan masalah ini dalam Trianto (2007 : 68) adalah: Pengajuan pertanyaan atau masalah. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin. Penyelidikan autentik Menghasilkan produk atau karya. Kolaborasi. f. Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning) Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning=PjBL) adalah metode pembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai media. Peserta didik melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, sintesis, dan informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar. Pembelajaran Berbasis Proyek merupakan metode belajar yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam beraktifitas secara nyata. Pembelajaran Berbasis Proyek dirancang untuk digunakan pada permasalahan komplek yang diperlukan peserta didik dalam melakukan insvestigasi dan memahaminya. Melalui PjBL, proses inquiry dimulai dengan memunculkan pertanyaan penuntun (a guiding question) dan membimbing peserta didik dalam sebuah proyek kolaboratif yang mengintegrasikan berbagai subjek (materi) dalam kurikulum. Pada saat pertanyaan terjawab, secara langsung peserta didik dapat melihat berbagai elemen utama sekaligus berbagai prinsip dalam sebuah disiplin yang sedang dikajinya. PjBL merupakan investigasi mendalam tentang sebuah topik dunia nyata, hal ini akan berharga bagi atensi dan usaha peserta didik. Mengingat bahwa masing-masing peserta didik memiliki gaya belajar yang berbeda, maka Pembelajaran Berbasis Proyek memberikan kesempatan kepada para peserta didik untuk menggali konten (materi) 34 dengan menggunakan berbagai cara yang bermakna bagi dirinya, dan melakukan eksperimen secara kolaboratif. Pembelajaran Berbasis Proyek merupakan investigasi mendalam tentang sebuah topik dunia nyata, hal ini akan berharga bagi atensi dan usaha peserta didik. Pembelajaran operasionalisasi Berbasis konsep Proyek “Pendidikan dapat Berbasis dikatakan sebagai Produksi” yang dikembangkan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). SMK sebagai institusi yang berfungsi untuk menyiapkan lulusan untuk bekerja di dunia usaha dan industri harus dapat membekali peserta didiknya dengan “kompetensi terstandar” yang dibutuhkan untuk bekerja dibidang masing-masing. Dengan pembelajaran “berbasis produksi” peserta didik di SMK diperkenalkan dengan suasana dan makna kerja yang sesungguhnya di dunia kerja. Dengan demikian model pembelajaran yang cocok untuk SMK adalah pembelajaran berbasis proyek. Peran instruktur atau guru dalam Pembelajaran Berbasis Proyek sebaiknya sebagai fasilitator, pelatih, penasehat dan perantara untuk mendapatkan hasil yang optimal sesuai dengan daya imajinasi, kreasi dan inovasi dari siswa. Beberapa hambatan dalam implementasi metode Pembelajaran Berbasis Proyek antara lain berikut ini: Pembelajaran Berbasis Proyek memerlukan banyak waktu yang harus disediakan untuk menyelesaikan permasalahan yang komplek. Banyak orang tua peserta didik yang merasa dirugikan, karena menambah biaya untuk memasuki system baru. Banyak instruktur merasa nyaman dengan kelas tradisional ,dimana instruktur memegang peran utama di kelas. Ini merupakan suatu transisi yang sulit, terutama bagi instruktur yang kurang atau tidak menguasai teknologi. Banyaknya peralatan yang harus disediakan, sehingga kebutuhan listrik bertambah. Untuk itu disarankan menggunakan team teaching dalam proses pembelajaran, dan akan lebih menarik lagi jika suasana ruang belajar 35 tidak monoton, beberapa contoh perubahan lay-out ruang kelas, seperti: traditional class (teori), discussion group (pembuatan konsep dan pembagian tugas kelompok), lab tables (saat mengerjakan tugas mandiri), circle (presentasi). Buatlah suasana belajar menyenangkan, bahkan saat diskusi dapat dilakukan di taman, artinya belajar tidak harus dilakukan di dalam ruang kelas. Untuk mencapai kualitas yang telah dirancang dalam dokumen kurikulum, kegiatan pembelajaran perlu menggunakan prinsip yang: (1) berpusat pada peserta didik, (2) mengembangkan kreativitas peserta didik, (3) menciptakan kondisi menyenangkan dan menantang, (4) bermuatan nilai, etika, estetika, logika, dan kinestetika, dan (5) menyediakan pengalaman belajar yang beragam melalui penerapan berbagai strategi dan metode pembelajaran yang menyenangkan, kontekstual, efektif, efisien, dan bermakna. Guru memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan mengembangkan suasana belajar yang memberi kesempatan peserta didik untuk menemukan, menerapkan sadar dan ide-ide mereka sendiri, menjadi secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru mengembangkan kesempatan belajar kepada peserta didik untuk meniti anak tangga yang membawa peserta didik kepemahaman yang lebih tinggi, yang semula dilakukan dengan bantuan guru tetapi semakin lama semakin mandiri. Bagi peserta didik, pembelajaran harus bergeser dari “diberi tahu” menjadi “aktif mencari tahu”. Di dalam pembelajaran, peserta didik mengkonstruksi pengetahuan bagi dirinya. Bagi peserta didik, pengetahuan yang dimilikinya bersifat dinamis, berkembang dari sederhana menuju kompleks, dari ruang lingkup dirinya dan di sekitarnya menuju ruang lingkup yang lebih luas, dan dari yang bersifat konkrit menuju abstrak. Sebagai manusia yang sedang berkembang, peserta didik telah, sedang, dan/atau akan mengalami empat tahap perkembangan intelektual, yakni sensori motor, pra-operasional, operasional konkrit, dan operasional formal. Secara 36 umum jenjang pertama terjadi sebelum seseorang memasuki usia sekolah, jejang kedua dan ketiga dimulai ketika seseorang menjadi peserta didik di jenjang pendidikan dasar, sedangkan jenjang keempat dimulai sejak tahun kelima dan keenam sekolah dasar. Proses pembelajaran terjadi secara internal pada diri peserta didik. Proses tersebut mungkin saja terjadi akibat dari stimulus luar yang diberikan guru, teman, lingkungan. Proses tersebut mungkin pula terjadi akibat dari stimulus dalam diri peserta didik yang terutama disebabkan oleh rasa ingin tahu. Prosespembelajaran dapat pula terjadi sebagai gabungan dari stimulus luar dan dalam.Dalam proses pembelajaran, guru perlu mengembangkan kedua stimulus pada diri setiap peserta didik. Di dalam pembelajaran, peserta didik difasilitasi untuk terlibat secara aktif mengembangkan potensi dirinya menjadi kompetensi. Guru menyediakan pengalaman belajar bagi peserta didik untuk melakukan berbagai kegiatan yang memungkinkan mereka mengembangkan potensi yang dimiliki mereka menjadi kompetensi yang ditetapkan dalam dokumen kurikulum atau lebih. Pengalaman belajar tersebut semakin lama semakin meningkat menjadi kebiasaan belajar mandiri dan ajeg sebagai salah satu dasar untuk belajar sepanjang hayat. Dalam suatu kegiatan belajar dapat terjadi pengembangan sikap, pengetahuan, dan keterampilan dalam kombinasi dan penekanan yang bervariasi. Setiap kegiatan belajar memiliki kombinasi dan penekanan yang berbeda dari kegiatan belajar lain tergantung dari sifat muatan yang dipelajari. Meskipun demikian, pengetahuan selalu menjadi unsur penggerak untuk pengembangan kemampuan lain. 7) Pembelajaran Langsung dan Tidak Langsung Kurikulum 2013 mengembangkan dua modus proses pembelajaran yaitu proses pembelajaran langsung dan proses pembelajaran tidak langsung. Proses pembelajaran langsung adalah proses pendidikan di mana peserta didik mengembangkan pengetahuan, kemampuan berpikir dan keterampilan psikomotorik melalui interaksi langsung dengan sumber 37 belajar yang dirancang dalam silabus dan RPP berupa kegiatan-kegiatan pembelajaran. Dalam pembelajaran langsung tersebut peserta didik melakukan kegiatan belajar mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi atau menganalisis, dan mengkomunikasikan apa yang sudah ditemukannya dalam kegiatan analisis. Proses pembelajaran langsung menghasilkan pengetahuan dan keterampilan langsung atau yang disebut dengan instructional effect. Pembelajaran tidak langsung adalah proses pendidikan yang terjadi selama proses pembelajaran langsung tetapi tidak dirancang dalam kegiatan khusus. Pembelajaran tidak langsung berkenaan dengan pengembangan nilai dan sikap. Berbeda dengan pengetahuan tentang nilai dan sikap yang dilakukan dalam proses pembelajaran langsung oleh mata pelajaran tertentu, pengembangan sikap sebagai proses pengembangan moral dan perilaku dilakukan oleh seluruhmata pelajaran dan dalam setiap kegiatan yang terjadi di kelas, sekolah, dan masyarakat. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran Kurikulum 2013, semua kegiatan yang terjadi selama belajar di sekolah dan di luar dalam kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler terjadi proses pembelajaran untuk mengembangkan moral dan perilaku yang terkait dengan sikap. Baik pembelajaran langsung maupun pembelajaran tidak langsung terjadi secara terintegrasi dan tidak terpisah. Pembelajaran langsung berkenaan dengan pembelajaran yang menyangkut KD yang dikembangkan dari KI-3 dan KI-4. Keduanya, dikembangkan secara bersamaan dalam suatu proses pembelajaran dan menjadi wahana untuk mengembangkan KD pada KI-1 dan KI-2. Pembelajaran tidak langsung berkenaan dengan pembelajaran yang menyangkut KD yang dikembangkan dari KI-1 dan KI2. Proses pembelajaran terdiri atas lima pengalaman belajar pokok yaitu: a. mengamati; b. menanya; c. mengumpulkan informasi; 38 d. mengasosiasi; dan e. mengkomunikasikan. Kelima pembelajaran pokok tersebut dapat dirinci dalam berbagai kegiatan belajar sebagaimana tercantum dalam tabel berikut: 8) PerencanaanPembelajaran Tahappertama perencanaan dalam pembelajaran menurutstandar pembelajaranyangdiwujudkandengan penyusunanrencanapelaksanaan pembelajaran prosesyaitu kegiatan (RPP).Rencana pelaksanaanpembelajaran adalah rencana pembelajaran yang dikembangkan secara rinci dari suatu materipokok atau tema tertentu yang mengacu pada silabus.RPP mencakup: (1) data sekolah, matapelajaran, dan kelas/semester;(2)materipokok;(3)alokasiwaktu;(4)tujuanpembelajaran,KDd an indikator pencapaian kompetensi; (5) materi pembelajaran; metodepembelajaran;(6)media,alatdansumberbelajar;(7)langkahlangkahkegiatan pembelajaran; dan (8)penilaian. Prinsip mengembangkanatau menyusun RPPadalah sebagai berikut. a. RPPdisusungurusebagaiterjemahandariidekurikulumdanberdasarkan silabusyangtelahdikembangkanditingkat nasionalkedalambentuk rancanganproses pembelajaran untukdirealisasikan dalam pembelajaran. b. RPP dikembangkan guru dengan menyesuaikan apa yang dinyatakan dalam silabus dengan kondisi di satuan pendidikan baik kemampuan awal peserta didik, minat, motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai, dan/atau lingkungan peserta didik. c. Mendorong partisipasi aktif peserta didik d. Sesuai dengan tujuan Kurikulum 2013 untuk menghasilkan peserta didik sebagai manusia yang mandiri dan tak berhenti belajar, proses pembelajaran dalam RPP dirancang dengan berpusat pada peserta didik untuk mengembangkan motivasi, minat, rasa ingin tahu, kreativitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian, semangat belajar, keterampilan belajar dan kebiasaan belajar. 39 e. Mengembangkan budaya membaca dan menulis. f. Proses pembelajaran dalam RPP dirancang untuk mengembangkan kegemaran membaca, pemahaman beragam bacaan, dan berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan. g. Memberikan umpan balik dan tindak lanjut. h. RPP memuat rancangan program pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan, dan remedi. Pemberian pembelajaran remedi dilakukan setiap saat setelah suatu ulangan atau ujian dilakukan, hasilnya dianalisis, dan kelemahan setiap peserta didik dapat teridentifikasi. Pemberian pembelajaran diberikan sesuai dengan kelemahan peserta didik. i. Keterkaitan dan keterpaduan. j. RPP disusun dengan memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan antara KI dan KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar. RPP disusun dengan mengakomodasikan pembelajaran tematik, keterpaduan lintas matapelajaran untuk sikap dan keterampilan, dan keragaman budaya. k. Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi l. RPP disusun dengan mempertimbangkan penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi. Komponendan Sistematika RPP RPPpalingsedikitmemuat:(1)tujuanpembelajaran,(2)materipembelajara n,(3)metode pembelajaran,(4) sumber belajar,dan(5) penilaian. B. Kerangka Berfikir Berdasarkan dari rumusan masalah sebagaimana yang sudah diuraikan sebelumnya, maka komponen evaluasi yang diangkat dalam penelitian ini, yaitu komponen “proses” yaitu menyangkut proses penerapan kurikulum 2013 yang 40 dilakukan oleh guru penjas selama pembelajaran tahun ajaran 2014/2015 tersebut dilaksanakan. Atas dasar permasalahan penelitian serta dukungan teoritis, maka diperoleh kerangka acuan yang melibatkan komponen evaluasi yang digunakan. Komponen evaluasi tersebut memuat gagasan-gagasan konseptual yang merupakan sumber rujukan pengembangan indikator dan sekaligus berfungsi sebagai acuan evaluasi. Komponen “proses” dalam pembelajarannya pada dasarnya berkaitan dengan penerapan kurikulum 2013 di tahun ajaran 2014/2015 seperti standart kompetensi, tingkat kompetensi, konsep pembelajaran , pendekatan , model pembelajaran, penilaian pembelajaran telah sesuai dengan indikator-indikator yang menunjukkan komponen “proses”.