FUNGSI MUSIK KEBOAN DI DESA ALIYAN KECAMATAN ROGOJAMPI KABUPATEN BANYUWANGI Oleh Kerti Ayuning Tyas 12020134033 Dosen Pembimbing : Joko Winarko, S.Sn., M.Sn. ABSTRAK Keboan merupakan salah satu budaya masyarakat Using yang masih dilestarikan sampai saat ini. Musik Keboan merupakan dimensi yang tidak dapat dipisahkan dari upacara Keboan. Upacara adat Keboan adalah upacara adat yang dilakukan setiap bulan suro oleh masyarakat suku Using khusunya desa Aliyan Kecamatan Rogojampi Kabupaten Banyuwangi. Upacara adat Keboan memiliki makna yang mendalam bagi masyarakat desa Aliyan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Bagaimana fungsi musik Keboan dan mendeskripsikan Bagaimana organologi pada alat musik Keboan di Desa Aliyan Kecamatan Rogojampi Kabupaten Banyuwangi. Teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori fungsi yang dikemukakan oleh R. M. Soedarsono dimana teori tersebut dibagi menjadi fungsi primer dan fungsi sekunder. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Adapun objek dalam penelitian ini adalah musik Keboan pada upacara Keboan di Desa Aliyan. Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Validasi data dengan triagulasi sumber, metode, dan waktu. Teknik analisis data dengan menggunakan reduksi data, penyusunan data, pemeriksaan data dan kesimpulan. Hasil penelitian ini yaitu diketahui bahwa fungsi musik Keboan yaitu musik Keboan sebagai sarana ritual yang penikmatnya adalah kekuatan yang tak kasat mata, musik Keboan sebagai sarana hiburan pribadi, musik Keboan sebagai presentasi estetis, musik Keboan sebagai pengikat solidaritas masyarakat, musik Keboan sebagai pembangkit rasa solidaritas bangsa, musik Keboan sebagai media komunikasi, musik Keboan sebagai media propaganda program pemerintah. Kata Kunci : Musik Keboan, Seni Pertunjukan, dan Fungsi Seni. ABSTRACT Keboan is one Using culture which is still preserved to this day. Music Keboan is a dimension that can not be separated from Keboan ceremony. Keboan traditional ceremony is a ritual performed every month suro by Using communities especially Desa Aliyan. Keboan traditional ceremony has deep meaning for the villagers Aliyan. This study aimed to describe the music functions Keboan and describe organology on musical instruments Keboan in the Village District of Aliyan Rogojampi Banyuwangi. The theory used in this research is the theory of functions proposed by R. M. Sudarsono where the theory is divided into a primary function and a secondary function. Then to discuss the review organology this study uses the theory put forward by Ponoe Banoe. This research is qualitative descriptive. The object of this research is the music Keboan at a ceremony in the village Keboan Aliyan. The data obtained in this study is through observation, interviews and documentation. The data obtained in this study is through observation, interviews and documentation. Validation triagulasi data sources, methods, and time. Data analysis techniques using data reduction, data preparation, data inspection and conclusions. The results of this research is known that Keboan music as a means of ritual that the audience is the power of the invisible, Keboan music as a means of personal entertainment, music Keboan as an aesthetic presentation as a binder Keboan, music community solidarity, music Keboan as generating a sense of solidarity of the nation, Keboan music as a medium of communication, music Keboan as propaganda media government programs. Keywords: Keboan Music, Performing Arts and Art Function. 1 I. PENDAHULUAN Indonesia adalah negara yang terdiri dari ribuan pulau dari Sabang sampai Merauke dan dari Pulau We sampai Pulau Rote yang membentuk keanekaragaman kultur budaya yang tersebar di seluruh Nusantara. Keanekaragaman budaya karena Indonesia mempunyai keragaman agama, suku, bahasa, ras yang membentuk ciri khasnya daerah masing-masing daerah di Indonesia. Hal tersebut mengartikan bahwa setiap daerah mempunyai ciri khas budaya masing-masing. Menurut Sarwono (2015), Budaya merupakan set dari sikap, perilaku, dan simbol-simbol yang dimiliki bersama oleh orang-orang (people) dan biasanya dikomunikasikan dari satu generasi ke generasi berikutnya (hal. 3). Kesenian tradisional bukan semata kepentingan yang mengacu pada material atau mengedepankan sisi hiburan saja, namun kesenian tradisional merupakan sebuah penanda hasil kebudayaan daerah. Hal tersebut dapat berarti bahwa sebuah kesenian tradisi merupakan gambaran dari kreativitas, kesungguhan serta gagasan yang terkait dengan cerita atau kejadian yang ada dalam masyarakat yang sudah dikemas dalam sebuah penampilan yang menggambarkan cerita dalam masyarakat. Sebuah kesenian tradisional yang berkembang pada suatu masyarakat merupakan hasil dari suatu rangkaian kisah dimasa lalu yang tidak dapat diabadikan melalui sebuah media rekam, hanya diceritakan turun temurun. Suku-suku yang mendiami bumi nusantara ini memiliki tradisi turun-temurun yang berhubungan dengan tradisi musiknya. Pernyataan tersebut diperkuat dengan penuturan Sukotjo (2004) yaitu norma-norma yang melingkupi keberadaan suku tersebut menjadi suatu tonggak dalam menjaga kontinuitas sebuah bentuk musik (hal. 35). Keberadaan musik tradisional dengan pola kehidupan suku atau masyarakat etnis yang mendiami bumi Nusantara sangat berkesinambungan. Musik dipergunakan sebagai media untuk menghubungkan antara manusia dengan alam, manusia dengan manusia, dan manusia dengan Tuhannya. Untuk memperkuat pernyataan tersebut Sukotjo mengatakan jika apabila melihat dari fungsi yang dipergunakan dalam masyarakat, secara garis besar dapat dikatakan bahwa musik dipergunakan untuk media sosial, hiburan dan ritual (Sukotjo, 2004:3). Budaya lokal erat kaitannya dengan adat istiadat. Adat istiadat dapat diartikan merupakan suatu hukum atau aturan yang tersirat dan sudah melekat pada masyakat. Salah satu masyarakat yang masih melestarikan dan memegang teguh budaya lokal serta adat istiadatnya adalah masyarakat suku Using Banyuwangi. Suku Using merupakan suku asli atau merupakan penduduk asli yang terdapat di Kabupaten Banyuwangi. Suku Using merupakan sub Suku Jawa. Suku Using mempunyai bahasa lokal yaitu bahasa Using. Sebagaimana diketahui Kabupaten yang dibatasi Selat Bali di sebelah timur, hutan dan lautan Hindia di sebelah selatan, jajaran gunung di sebalah barat, serta hutan dibagian utara yang mempunyai banyak suku pendatang, antara lain Suku Bali, Bugis, Madura dan suku Jawa yang tersebar di Banyuwangi. Suku Using yang merupakan suku asli menempati Kabupaten Banyuwangi bagian tengah, yaitu Kecamatan Songgon, Glagah, Genteng, Giri, Rogojampi, Kabat, Singojuruh dan Cluring. Suku Using merupakan keturunan dari kerajaan Majapahit yang merupakan kerajaan Hindu Budha pada saat itu. Pada saat ini sebagian besar masyarat Using memeluk agama Islam karena masuknya agama Islam ke Indonesia setelah kerajaan Hindu Budha sudah digantikan dengan berdirinya kerajaankerajaan Islam. Meski menganut agama Islam masyarakat suku Using adalah masyarakat yang memegang teguh tradisi dan budaya yang erat kaitannya dengan mistis peninggalan kepercayaan Hindu Budha. Salah satu tradisi mistis yang ada di Banyuwangi yaitu tradisi dalam menyelenggarakan upacara Keboan. Suku Using memiliki banyak budaya maupun kesenian lokalnya, antara lain: kesenian Gandrung, Janger, Mocoan, Gedhogan, Seblang, Puter Kayun, Idher Bumi, Petik Laut, Kuntulan, Barong Using, Mantu Kucing, Keboan dan lain sebagainya. Salah satu budaya yang sangat menarik yaitu ritual Keboan. Sebagian besar kebudayaan 2 dan kesenian yang berkembang di Banyuwangi ini mempunyai pesan moral seperti sering beramal, menjaga kerukunan dan saling tolong menolong yang terkandung di dalamnya. Pesan moral tersebut merupakan warisan dari nenek moyang suku Using pada jaman dahulu baik pesan untuk diri sendiri, interaksi dengan lingkungan maupun interaksi spiritual dengan Tuhan YME. Pesan moral yang terkandung di dalam sebuah terciptanya sebuah upacara ritual maupun kesenian, kejadian yang dialami nenek moyang dahulu seperti saat adanya penjajah, adanya penyakit yang menyerang manusia secara berkelanjutan, masalah manusia dan alam seperti kemarau yang berkepanjangan maupun pesan agar menjaga ibadah kepada Tuhan pencipta alam merupakan cikal bakat munculnya sebuah upacara maupun kesenian yang berkembang di suku Using Banyuwangi, salah satunya yaitu upacara Keboan. Upacara Keboan merupakan salah satu upacara yang ada di Banyuwangi dan masih dilestarikan sampai saat ini. Seperti halnya dengan upacara yang lain, upacara Keboan merupakan keresahan dari masyarakat karena terjadi kemarau panjang yang mengakibatkan warga Desa mengalami penyakit busung lapar. Keresahan dari masyarakat tersebut menjadi awal mula terciptanya upacara Keboan yang berkembang di beberapa Desa di Banyuwangi pada saat itu. Upacara Keboan di simbolkan dengan Kebo atau hewan kerbau yang merupakan hewan untuk pembajak sawah. Namun uniknya bukan hewan kerbau sesungguhnya yang dijadikan sebagai ikon dalam upacara Keboan, akan tetapi manusia yang menggunakan tanduk hitam di kepala dan berperilaku seperti kerbau pada saat upacara Keboan dilaksanakan. Pelaksanaan upacara Keboan pada jaman dahulu tidak mempunyai sebuah tanggal pasti seperti saat ini namun pasti dilaksanakan setiap tahun. Namun setelah era reformasi upacara Keboan dilaksanakan setiap bulan Suro. Upacara Keboan ini dulu diselenggarakan di beberapa Desa namun saat ini hanya diselenggarakan di Desa Aliyan kecamatan Rogojampi dan Desa Alasmalang kecamatan Singojuruh. Sejak tahun 2014 penyelenggaraan upacara Keboan masuk dalam Banyuwangi festival yaitu promosi pariwisata dan kebudayaan di Kabupaten Banyuwangi. Hal tersebut merupakan salah satu upaya pemerintah daerah untuk menjaga agar upacara Keboan tetap dilestarikan dan dipromosikan ke seluruh penjuru negeri maupun Internasional. Interaksi antara manusia dan alam sekitar banyak hubungannya dengan penciptaan karya seni baik dari sisi motivasi penciptaan maupun hasilnya kemudian. Ilmu kebudayaan mengajarkan bahwa manusia banyak mempengaruhi dan dipengaruhi oleh alam sekitarnya (Soedarso, 2006: 99). Interaksi antara manusia dan alam sekitar pada upacara Keboan ini karena saat ini penyelenggaraan upacara Keboan sebagai ungkapan rasa syukur karena masyarakat dapat melakukan cocok tanam dengan hasil yang baik sehingga dapat mencukupi kehidupan sehari-hari. Letak geografis Banyuwangi terletak di Jawa Timur dan berbatasan langsung dengan Pulau Bali, hal tersebut membuat kultur budaya Using selain kultur asli dari masyarakat Using namun juga ada pengaruh dari budaya Jawa dan Bali sehingga warna kesenian tradisional di Banyuwangi sangatlah unik dan menarik. Keunikan dan karakter nilai budaya budaya suku Using yang berbeda dengan daerah lain di Jawa Timur itulah serta kuatnya budaya dan tradisi yang dipegang teguh oleh masyarakat Using merupakan daya tarik untuk melakukan penelitian terhadap salah satu budaya pada suku Using Banyuwangi yaitu upacara Keboan. Letak geografis mempengarui musik Banyuwangi mempunyai ciri khas yang unik dan menarik. Musik khas yang berkembang di Banyuwangi yaitu merupakan perpaduan antara musik yang berkembang di Jawa dan Bali sehingga membentuk musik yang ada di Banyuwangi. Pernyataan tersebut diperkuat dengan teori kebudayaan oleh Soedarso. Teori tersebut menyebutkan bahwa perkembangan budaya lebih banyak dipengaruhi oleh faktor dari luar (Soedarso, 2006: 77). 3 Fenomena yang dimunculkan dalam uraian mengenai musik Keboan di Desa Aliyan merupakan sebuah objek unik dan menarik untuk diangkat menjadi topik penelitian. Latar belakang memotivasi II. penulis untuk menyusun skripsi dengan judul “Fungsi Musik Keboan di Desa Aliyan Kecamatan Rogojampi Kabupaten Banyuwangi pada tinjauan.” HASIL DAN PEMBAHASAN a. Musik Keboan Musik Keboan merupakan dimensi yang tidak dapat dipisahkan dari upacara Keboan. Musik Keboan ini hanya dimainkan saat diselenggarakannya upacara Keboan yaitu setiap bulan Suro. Keboan adalah upacara yang lekat dengan kesan magis. Masyarakat Desa Aliyan menganggap musik Keboan adalah salah satu untur yang digunakan untuk mengungdang roh leluhur Desa merasuki pelaku Keboan (sumber: wawancara Amari). Musik Keboan yang dibahas dalam penelitian ini yaitu musik Keboan pada upacara Keboan di Desa Aliyan Kecamatan Rogojampi Kabupaten Banyuwangi. Musik Keboan ini menggunakan alat musik seperti kendang Banyuwangi, gong, kempul, dan reong. Musik Keboan ini mempunyai tempo yang cepat dengan ritme yang rapat dengan dinamika yaitu keras dan sangat keras. Musik Keboan bukanlah musik yang menyenangkan namun musik yang terkesan angker. Musik Keboan ini hanya memainkan pola ritme yang diulang-ulang. Ritme yang diulang-ulang tersebut dipercaya dapat membuat seseorang jenuh dan dipercaya oleh masyarakat Desa Aliyan dapat membuat orang mudah dirasuki roh halus. Sekilas jika didengarkan musik Keboan terasa seperti musik Bali. Hal tersebut dikarenakan alat musik yang digunakan yaitu reong dengan pola ritme menyerupai pola ritme reong pada musik tradisi Bali. Namun tidak hanya mempunyai rasa seperti musik Bali, musik Keboan juga sepintas sama seperti musik yang digunakan dalam iringan tari Jaranan. Kemiripan tersebut dikarenakan pola ritme serta tempo cepat dari permainan gong dan kempul yang dimainkan dalam musik Keboan ini. Kekhasan musik Banyuwangi juga ada di dalam musik Keboan yaitu dengan digunakannya kendang Banyuwangi dalam permainan musik Keboan. Kemiripan-kemiripan tersebut tidak lain dikarenakan letak Banyuwangi yang diapit antara budaya Jawa dan Bali membuat budaya dan khususnya musik yang berkembang di Banyuwangi mempunyai sebuah ciri khas. Salah satu musik yang khas yaitu musik Keboan ini. Tempo cepat dengan pukulan yang keras dan semangat pada musik Keboan merupakan ciri khas dari musik ini. Saat ini musik Keboan ini mendapat banyak penambahan karena agar menarik penonton. Penambahan alat musik seperti ceng-ceng, seruling ditambahkan agar musik Keboan semakin bervariasi dan semakin menarik. Namun pada penelitian ini yaitu meneliti pada musik Keboan yang masih belum menambahkan alat-alat musik lain. Pada penelitian ini musik Keboan akan meneliti musik Keboan yang asli yaitu dengan alat musik seperti kendang Banyuwangi, gong, kempul dan reong. Musik Keboan ini menggambarkan kehidupan bermasyarakat yang ada di Desa Aliyan. Tempo cepat yang digunakan dalam musik Keboan ini yaitu menggambarkan bahwa masyarakat Desa Aliyan adalah masyarakat yang tanggap jika ada saudara atau tetangga yang terkena musibah maka akan segera membantu. Permainan dengan pukulan keras dan kencang menggambarkan masyarakat Desa Aliyan adalah masyarakat yang semangat dan gigih dalam melestarikan warisan leluhurnya salah satunya yaitu upacaranya dan musik Keboan ini. Serta pola ritme yang rapat dalam musik Keboan ini menggambarkan masyarakat Desa Aliyan adalah masyarakat yang rukun, saling menjaga silaturahni, saling menghormati. b. 4 Fungsi Musik Keboan Fungsi musik dalam hubungan dengan aspek budaya lain dapat menunjukkan bahwa didalam hubungan dengan penggunaan musik meliputi semua aspek masyarakat sebagai tingkah laku manusia. Musik dihubungkan dengan sinkronik dengan tingkah laku yang lain termasuk drama, tari, agama, organisasi sosial, ekonomi, struktur politik dan aspek lainnya. Studi ini penelitian harus dilakukan pada pendekatan budaya total dalam mencari hubungan dengan musik, dan didalam maknanya yang dalam musik merefleksikan budaya dimana musik menjadi bagiannya (Supanggah, 1995:103). Teori fungsi digunakan untuk mengungkap permasalahan mengenai fungsifungsi yang terdapat pada sajian musik Keboan. Musik Keboan ialah merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari upacara Keboan. Untuk mengungkap pemasalahan mengenai fungsi pada penelitian ini menggunakan teori fungsi yang dikemukakan oleh R. M. Soedarsono. R. M. Soedarsono kemudian mengklasifikasikan fungsi seni pertunjukan ke dalam tiga fungsi primer dan sekunder. Fungsi primer tersebut yaitu: (1) sebagai sarana ritual yang penikmatnya adalah kekuatan yang tak kasat mata; (2) sebagai sarana hiburan pribadi; (3) sebagai presentasi estetis. Namun dari sembilan fungsi sekunder yang dikemukakan oleh soedarsono, fungsi yang sesuai dengan fungsi sekunder musik Keboan yaitu (1) sebagai pengikat solidaritas masyarakat; (2) sebagai pembangkit rasa solidaritas bangsa; (3) sebagai media komunikasi; (4) sebagai media propaganda program pemerintah (Soedarsono, 2001: 170-172). Penyelenggaran upacara Keboan tidak dapat dipisahkan dari musik Keboan, musik pengiring upacara Keboan disebut musik Keboan karena musik tersebut hanya dimainkan saat upacara Keboan. Musik Keboan ini digunakan sebagai salah satu wujud rasa syukur dari masyarakat untuk bedoa mewujudkan rasa syukur akan kenikmatan Tuhan yang di dapatkan serta akan bakat yang telah diberikan oleh Tuhan sehingga dapat memainkan musik Keboan. Musik Keboan dipercaya dapat mengundang roh oleh masyarakat Desa Aliyan. Roh yang dipercaya adalah leluhur Desa Aliyan tersebut dipercaya akan datang dan merasuki pada pelaku Keboan ketika musik Keboan dimainkan. Pelaku Keboan yang kerasukan adalah tolak ukur keberhasilan penyelenggaraan upacara Keboan sebagai wujud rasa syukur terhadap Tuhan, oleh sebab itu musik dan upacara Keboan adalah dimensi yang tidak dapat dipisahkan. Arak-arakan merupakan salah satu prosesi dalam upacara Keboan yang merupakan wujud rasa syukur ke Tuhan YME dengan mengarak hasil bumi. Dalam prosesi ini musik Keboan adalah musik pengiring dalam arak-arakan. Selain dalam prosesi arakarak musik Keboan digunakan megiringi pembakaran kemenyan yang dipercaya masyarakat dapat mengundang roh masuk ke dalam tubuh pelaku Keboan yang merupakan rangkaian acara yang ada saat upacara Keboan. Musik Keboan sebagai sarana ritual juga saat pelaku Keboan yang kesurupan melakukan gerakan-gerakan selayaknya seekor kerbau musik Keboan digunakan untuk mengiringi gerakan dari pelaku Keboan tersebut. saat musik Keboan dimainkan dan pelaku Keboan melakukan gerakan-gerakan seperti kerbau tersebut merupakan sinergi dari musik dan pelaku upacara yang menjadi tolak ukur keberhasilan upacara Keboan karena adanya unsur musik Keboan di dalamnya. Fungsi hiburan ini ditujukan kepada masyarakat yang berpartisipasi dalam upacara Keboan baik yang menjadi pelaku maupun hanya menjadi penonton. Hampir seluruh seni pertunjukan memiliki fungsi hiburan untuk menghibur masyarakat ditengah rutinitas mereka sehari-hari. Fungsi hiburan dari musik Keboan ini yaitu saat musik dimainkan semain keras dan cepat akan membuat adrenalin penonton maupun pelaku Keboan semakin meninggkat sehingga rasa penasaran semakin tinggi dan menciptakan sebuah keseruan. Sebuah sajian musik dengan variasi tempo, dinamika serta pola ritme dalam tari menjadikan tarian lebih menghibur dan dapat dinikmati. Fungsi yang sangat melekat pada musik Keboan ini adalah fungsi hiburan. Pada awalnya penyelenggaraan upacara Keboan ini hanya berfungsi sebagai sarana ritual. Selanjutnya karena melihat ritual yang aneh dengan melihat manusia berpenampilan dan berperilaku seperti kerbau akhinya banyak 5 masyarakat yang ingin menyaksikan penyelenggaraan ritual Keboan. Manusia yang perperilaku dan menggunakan tanduk hitam seperti kerbau yang berlarian ingin berkubang di air lumpur. Hal tersebut sangat menarik bagi penonton yang menyaksikan upacara Keboan tersebut. Selain itu pada akhir prosesi ritual Keboan tokoh Dewi Sri yang merupakan dewi kesuburan akan menyebarkan benih padi yang di percaya jika digabungkan dengan benih padi yang akan ditanam akan membuat panen akan mendapatkan hasil yang lebih baik dan lebih banyak. Saling berebut benih padi tersebut juga merupakan sesuatu yang sangat menarik dan menghibur karena satu penonton dengan yang lainnya akan saling berebut dan tidak jarang saing bertindihan bahkan terpeleset yang dapat menghibur penonton lain yang tidak ikut berebut benih padi (sumber: wawancara Budiyono). Musik Keboan dalam hal ini berfungsi sebagai pemegang kendali dalam penciptaan suasana ritual yang sakral. Ritme rapat dan tempo yang cepat membuat upacara Keboan semakin menarik dan menghibur. Karena adanya musik Keboan pertunjukan semakin menarik dan semua penonton lebih bersemangat dalam menyaksikan upacara Keboan. Dengan demikian upacara Keboan tidak hanya menjadi sarana hiburan namun merupakan sarana tontonan. Fungsi musik sebagai kenikmatan estetis dalam musik Keboan terlihat dari pola Interlocking atau imbal yang dimainkan dalam musik Keboan. Selain dari pola imbal, tempo yang cepat dan dinamika yang dinamis dalam memainkan Musik Keboan mencerminkan kreativitas masyarakat Desa Aliyan. Sumber daya masyarakat Desa Aliyan dalam memainkan musik maupun dalam berkesenian tidak bisa dipandang sebelah mata. Pelatihan memainkan musik sejak sudah sejak usia sekolah dasar sudah dipupuk pada masyarakat Desa Aliyan. Dari realitas tersebut tidak dapat dipungkiri jika musik Keboan merupakan wujud kreativias dari seniman Desa Aliyan yang merupakan pemain musik dengan kemampuan dan kemauan dalam belajar sehingga dapat memainkan musik yang cukup susah sudah dengan pola ritme yang rapat dan tempo yang cepat. Presentasi estetis tersebut juga di dukung dengan kostum pemain yang menggunaakan udeng Banyuwangi saat memainkan musik Keboan. Kenikmatan estetis yang dipandang dari musik yaitu ketika perpaduan alat-alat musik tersebut dimaikan dan perpadu akan menghasilkan sebuah kenikmatan sajian estetis meskipun musik Keboan tidak disajikan dengan syair namun musik Keboan tetap menjadi sesuatu yang menarik. Musik Keboan termasuk kepada musik intrumental karena tidak menggunakan syair namun hanya permainan dari alat-alat musik saja. Meskupun tidak menggunakan syair namun musik Keboan tetap menarik karena penonton dapat menikmati pola-pola ritme yang dimainkan misalnya dari alat musik reong yang seperti orang sedang berbicara dan bersahutan dengan tempo yang cepat serta dari pola-pola yang rumit dari alat musik lain seperti kendang yang membuat musik Keboan merupakan musik yang cepat dan rumit namun tetap enak saat di dengarkan. Komunikasi antar alat musik juga merupakan sebuah kenikmatan estetis yang bisa dinikmati dari sajian musik Keboan. Komunikasi musikal yang terjalin antar pemain menghasilkan sajian musik Keboan dengan hentakan atau dapat juga disebut dengan aksen-aksen musikal khas yang dimiliki oleh musik Keboan seperti hentakan dari kendang dan reong. Aksen musikal dan pola ritme rapat dan bersahutan merupakan kekuatan dari musik Keboan yang merupakan gambaran yang dapat dinikmati menjadi sebuah kenikmatan estetis dari sebuah permainan musik Keboan Desa Aliyan. Musik Keboan sebagai dimensi yang tidak dapat terpisahkan dari upacara Keboan merupakan unsur penting pada upacara Keboan. Musik Keboan sebagai media komunikasi masyarakat merupakan pertanda bagi masyarakat. Saat musik Keboan dimainkan itu adalah pertanda jika akan digelar upacara Keboan di Desa Aliyan. Komunikasi melalui musik Keboan tersebut membuat masyarakat tanpa perlu di tugaskan satu persatu oleh panitia langsung mengambil tempat pada upacara Keboan. Peran masyarakat yang paling terlihat pada upacara Keboan yaitu saat masyarakat terjun langsung pada prosesi upacara baik 6 menjadi pendamping pelaku Keboan saat kerasukan, dalam peran meramaikan upacara Keboan, sebagai ibu tani maupun sebagai pemain musik Keboan. Masyarakat tidak hanya berperan saat hari diadakannya upacara Keboan namun dari saat persiapan penyelenggaraan upacara Keboan. Persiapan yang melibatkan masyarakat antara lain saat bersih desa, saat pembuatan lawang kori, saat selamatan desa maupun saat membuat kubangan lumpur untuk tempat pelaku Keboan berkubang. Peran masyarakat yang begitu besar pada penyelenggaraa upacara Keboan merupakan pengikat solidaritas masyarakat Desa Aliyan. Solidaritas tersebut tumbuh tanpa adanya komando namun karena kesadaran sendiri dari masyarakat tanpa pamrih dan dilakukan sebagai sarana untuk semakin meneratkan solidaritas antara individu satu dengan yang lain untuk membentuk masyarakat Desa Aliyan yang solid dalam mengadakan sebuah upacara di Desa Aliyan. Solidaritas masyarakat Desa Aliyan tercermin pada musik Keboan. Simbol pertama yaitu pola Interlocking atau imbal yang dimainkan dalam musik Keboan oleh reong dan reong, kendang dan kendang maupun antar alat yang berbeda merupakan simbol komunikasi yang dijalin masyarakat tidak hanya antar individu dalam keluarga namun juga antar individu yang membentuk masyarakat. Simbol selanjutnya yaitu dari hibrid yang dimiliki oleh musik Keboan dari yang menghasilkan bunyi yang tinggi maupun rendah namun ketika seluruhnya dimainkan akan menghasilkan musik yang harmonis melambangkan selalu ada strata sosial dalam masyarakat namun masyarakat Desa Aliyan dapat menyatukan berbagai strata sosial tersebut sehingga tetap ada komunikasi serta hubungan harmonis yang disimbolkan atau dilambangkan dari musik Keboan. Simbol selanjutnya yaitu yang dilambangkan dari alat-alat musik dalam musik Keboan. Alat-alat musik tersebut memainkan pola ritme yang berbeda-beda dengan timbre suara yang berbeda namun dapat membuat musik yang enak didengar juga merupakan simbol gotong-royong yang masih sangat di junjung oleh masyarakat Desa Aliyan. Salah satu wujud gotong-royong yang terlihat jelas dari masyarakat Desa Aliyan yaitu dalam penyelenggaraan upacara Keboan. Kemudian ritme musik Keboan yang rapat dan dinamika yang keras merupakan simbol dari masyarakat Desa Aliyan yang rapat atau menyaring budaya-budaya baru yang masuk untuk tetap keras dalam menjaga budaya warisan leluhur yang harus tetap dijaga dan dipertahankan dengan tidak membiarkan budaya lain menggeser budaya yang dimiliki masyarakat Desa Aliyan sendiri. Dimainkannya musik Keboan merupakan pertanda bahwa pada hari tersebut diselenggarakan upacara Keboan di Desa Aliyan. Ketika upacara Keboan berlangsung banyak peonton dari luar Desa Aliyan berdatangan untuk menyaksikan upacara Keboan. Penonton-penonton tersebut sangat antusias dalam meyaksikan upacara Keboan. Peran masyarakat Desa Aliyan dalam berlangsungnya upacara Keboan dan apresiasi dari penonton merupakan sinergi masyarakat dalam melestarikan budaya bangsa, salah satunya yaitu upacara dan musik Keboan. Solidaritas masyarakat dalam melestarikan budaya bangsa secara tidak langsung merupakan sebuah cara untuk menstabilkan dan meneruskan budaya yang dimiliki bangsa Indonesia. Hal tersebut didukung oleh pernyataan yang dikemukakan oleh Alan P. Merriam yaitu salah satu guna musik dalam masyarakat yaitu untuk sumbangan pada pelestarian dan stabilitas budaya (Merriam, 1964: 219). Penonton yang datang menyaksikan upacara Keboan merupakan perwakilan bangsa Indonesia dalam mengapresiasi budaya bangsa. Karena dengan diselenggarakannya upacara Keboan dan adanya musik keboan merupakan salah satu cara untuk membangkitkan rasa solidaritas bangsa Indonesia untuk terus bahu-membahu dalam melestarikan kekayaan bangsa Indonesia yang diwakili dari upacara dan musik Keboan. Musik Keboan dimainkan pada pukul 6 pagi oleh pemusik Keboan. Dimainkannya musik Keboan pada pagi hari merupakan sebuah pertanda jika pelaku Keboan segera berkumpul di balai Desa Aliyan dan sebagai upacara Keboan segera dimulai. Kemudian 7 setelah inti upacara yaitu saat sosok Dewi Sri selesai menaburkan benih padi yang direbutkan warga yang hadir dalam upacara Keboan kemudian perlahan pemain musik Keboan menghentikan permainannya dan saat suara musik Keboan sudah tidak lagi terdengar hal tersebut menandakan upacara Keboan telah berakhir dan pelaku Keboan yang semula kerasukan akan disadarkan oleh sesepuh Desa dan upacara Keboan berakhir (sumber : wawancara Su’ud Sutrisno). Musik Keboan merupakan pertanda dimulai dan berakhirnya prosesi upacara Keboan. Dimainkannya musik Keboan adalah pertanja jika akan ada upacara Keboan di Desa Aliyan dan berakhirnya permainan musik Keboan juga berarti berakhirnya upacara Keboan. Hal tersebut merupakan bukti jika musik Keboan merupakan sarana komunikasi dari masyarakat Desa Aliyan. Penmuan tersebut didukung oleh pernyataan Alan P. Merriam yang mengatakan bahwa salah satu fungsi musik yaitu sebagai sarana komunikasi bagi masyarakat yan memahami karena musik bukanlah bahasa universal (Merriam, 1964: 264). Fungsi Musik Keboan Sebagai Media Propaganda Program Pemerintah. Propaganda pemerintah Kabupaten Banyuwangi merupakan upaya yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis yang dilakukan pemerintah Kabupaten Banyuwangi. Propaganda yang dimaksud dalam pembahasan ini upaya yang dilakukan pemerintah yaitu untuk mempromosikan III. budaya lokal yang dikemas dalam sajian pariwisata sebagai daya tarik masyarakat maupun turis lokal maupun mancanegara. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi sedang gencar mempromsikan wisata alam dan budaya asli Banyuwagi sebagai daya tarik untuk menarik wisatawan yaitu dengan menyelenggarakan sederet festival dalam satu tahun. Salah satu acara yang terjadwal yaitu upacara Keboan di Desa Aliyan. Keboan merupakan media propaganda pemerintah kabupaten untuk memperkenalkan Keboan yang merupakan budaya asli Banyuwangi ke seluruh negeri maupun ke mancanegara melalui Banyuwangi Festival. Namun meski sudah dikemas menjadi kemasan pariwisata upacara dan musik Keboan tetap memegang keasliannya agar generasi selanjutnya tetap dapat menikmati sajian upacara dan musik Keboan yang asli dari jaman ke jaman. Musik Keboan merupakan suatu data tarik dalam upacara Keboan. Keunikan musik Keboan dari pola ritme, dinamika, timbre, pola imbal dimana musik Keboan merupakan sebuah musik instrumental namun tetap mempunyai keunikan serta mampu menghipnotis penonton saat dipadukan dengan aura mistis upacara Keboan. Selain itu musik Keboan ini hanya dapat dinikmati saat penyelenggaraan upacara Keboan membuat upacara Keboan yang merupakan salah satu agenda Banyuwangi festival ini sangat menarik. KESIMPULAN DAN SARAN Simpulan Musik Keboan merupakan salah satu musik tradisional Banyuwangi yang berkembang di Desa Aliyan. Musik Keboan dimainkan pada saat upacara Keboan yang diselenggarakan setiap bulan suro. Musik Keboan merupakan unsur yang penting bagi terselenggaranya upacara Keboan. Musik Keboan digunakan sebagai sarana komunikasi maupun penanda akan adanya upacara Keboan dan sebagai pertanda mulai dan berakhirnya upacara Keboan. Musik Keboan yang diteliti pada penelitian ini yaitu musik Keboan yang asli atau original. Musik Keboan yang belum mendapatkan penambahan tersebut menggunakan alat musik antara lain kendang Banyuwangi, gong, kempul dan reong. Musik Keboan ini mempunyai tempo yang cepat, pola ritme yang rapat serta dinamika yang digunakan yaitu keras. Hal tersebut menjadi ciri khas musik Keboan. Musik Keboan ini mempunyai 7 fungsi. Fungsi tersebut berdasarkan landasan teori yang dikemukakan oleh R. M. Soedarsono. Fungsi musik tersebut merupakan fungsi yang digunakan 8 menghubungkan aspek budaya secara total yang digunakan sebagai landasan teori dalam mengkaji musik Keboan. R. M. Soedarsono kemudian mengklasifikasikan fungsi seni pertunjukan ke dalam tiga fungsi primer dan sekunder. Dari fungsi yang dipaparkan maka didapatkan fungsi pada musik Keboan. Fungsi primer musik tersebut yaitu: (1) musik Keboan sebagai sarana ritual yang penikmatnya adalah kekuatan yang tak kasat mata; (2) musik Keboan sebagai sarana hiburan pribadi; (3) musik Keboan sebagai presentasi estetis. Fungsi sekunder musik Keboan yaitu (1) musik Keboan sebagai pengikat solidaritas masyarakat; (2) musik Keboan sebagai pembangkit rasa solidaritas bangsa; (3) musik Keboan sebagai media komunikasi; (4) musik Keboan sebagai media propaganda program pemerintah. Kajian organologi yang dibahas dalam penelitian ini yaitu organologi pada musik dua buah kendang Banyuwangi, gong, kempul dan empat buah reong. Alatalat musik tersebut diteliti baik dari ukuran, teknik permainan, bahan pembuatan, jenis instrumen terebut serta pola ritme masing-masing Instrumen. Alat musik Keboan dari logam berbahan dasar dari besi. Hal tersebut dikarenakan masyarakat Desa Aliyan hanya mampu membeli alat musik yang berbahan dari besi bukan dari perunggu karena berharga lebuh murah sesuai dengan kemampuan pemilik dalam membeli alat-alat musik tersebut. Keterbatasan kemampuan dalam membeli alat musik juga turut membuat sebuah kekhasan musik Keboan. Alat musik Keboan yang terbuat dari besi membuat timbre yang dihasilkan dan menjadi karakter yang melekat pada musik Keboan. IV. tidak meneliti musik Keboan yang sudah mendapatkan penambahan. Maka jika ada peneliti yang ingin melakukan penelitian mengenai musik Keboan maka disarankan untuk meneliti musik Keboan yang sudah mengelami penambahan untuk mengetahui perkembangan dan perbedaan musik Keboan dari masa ke masa. Skripsi ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk penelitian lebih lanjut sehingga dapat dikembangkan dan disempurnakan. DAFTAR RUJUKAN Banoe, P. (1984). Pengantar Pengetahuan Alat Musik. Jakarta: CV. Baru. Ferdinandus, P.E.J. 2003. Alat Musik Jawa Kuno. Yogyakarta: Yayasan Mahardika. Gajah Mada University Press. Hastanto, Sri. 2011. Kajian Musik Nusantara-1. Surakarta: ISI Press Solo. Merriam, Alan P. 1964. The Anthropology of Music. Chicago: Northwestern Moelong, J. Lexy, Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya. 2010. Metode Bandung: PT. Nakagawa, Shin. 2000. Musik dan Kosmos: Sebuah Pengantar Etnomusikologi. Jakarta: Penerbit Obor Indonesia. Nettl, Bruno. 1964. Teori dan Metode dalam Etnomusikologi. Jayapura: Jayapura Center of Music Noor, Juliansyah. 2011. Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, & KaryaIlmiah. Jakarta: Prenada Media Group. Saran Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa IndonesiaEdisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. Penelitian ini dilakukan untuk meneliti musik Keboan original atau musik Keboan yang digunakan sejak jaman dulu. Musik Keboan saat ini sudah mulai mendapatkan penambahan alat seperti suling dan ceng-ceng. Penelitian ini Sarwono, S.W. 2015. Psikologi Lintas Budaya. Jakarta: Rajawali Pers. 9 Siagian, Esther. L. 2005. Gong. Jakarta : Lembaga Pendidikan Seni Nusantara. Sugiyono, 2012. Metode Pendidikan Pendekatan Kuantitatif dan R&D. ALFABETA. Sodarso Sp. 2006. Trilogi Seni: Penciptaan, Eksistensi, dan Kegunaan. Yogyakarta: ISI Press. Penelitian Kualitatif, Bandung: Sukohadi, Al. 1996. Teori Musik Umum: Buku Pegangan Untuk Kursus Dirigen & Organ. Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi. Sodarsono, R. M. 2002. Seni Pertunjukan Indonesia di Era Globalisasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Sukotjo. 2004. Teks dan Konteks dalam Musik Tradisional Indonesia. Yogyakarta: Lembaga Penelitian ISI Yogyakarta. Sodarsono, R. M. 2001. Metodologi Penelitian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa. Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. Supanggah, Rahayu. 1995. Etnomusikologi. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya. University Press. 10