TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bunyi 2.1.1 Defenisi Bunyi Bunyi atau

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Bunyi
2.1.1 Defenisi Bunyi
Bunyi atau suara di defenisikan sebagai serangkaian gelombang yang merambat dari
suara sumber getar sebagai akibat perubahan kerapatan dan juga tekanan udara (J.F.Gabriel,
1996). Defenisi lain suara adalah sensasi yang dihasilkan apabila getaran longitudinal
molekul-molekul dari lingkungan luar, yaitu pemadatan dan perenggangan dari molekulmolekul yang silih berganti, mengenai membran timpani. Pola dari gerakan ini
digambarkan sebagai perubahan-perubahan tekanan pada membran timpani tiap unit waktu
merupakan sederatan gelombang dan gerakan ini dalam lingkungan sekitar kita umumnya
dinamakan gelombang suara. Bunyi merupakan perubahan tekanan dalam udara yang
ditangkap oleh gendang telinga dan disalurkan ke otak (Eko, 2003).
2.2.
Anatomi Telinga Dan Mekanisme Mendengar
Telinga terdiri dari 3 bagian utama yaitu :
1. Telinga Bagian Luar
Terdiri dari daun telinga dan liang telinga (audiotory canal), dibatasi oleh membran
timpani. Telinga bagian luar berfungsi sebagai mikrofon yaitu menampung gelombang
suara dan menyebabkan membran timpani bergetar. Semakin tinggi frekuensi getaran
semakin cepat pula membran tersebut bergetar begitu pula sebaliknya.
2. Telingah Bagian Tengah
Universitas Sumatera Utara
Terdiri dari osside yaitu 3 tulang kecil (tulang pendengaran yang halus). Martil
landasan-sanggurdi yang berfungsi memperbesar getaran dari membran timpani dan
meneruskan getaran yang telah diperbesar ke oval window yang bersifat fleksibel. Oval
window ini terdapat pada ujung dari cochlea.
3. Telinga Bagian Dalam
Yang juga disebut cochlea dan berbentuk rumah siput. Cochlea mengandung cairan,
di dalamnya terdapat membran basiler dan organ corti yang terdiri dari sel-sel rambut
yang merupakan reseptor pendengaran. Getaran dari oval window akan diteruskan oleh
cairan dalam cochlea, mengantarkan membran basiler. Getaran ini merupakan implus
bagi organ corti yang selanjutnya diteruskan ke otak melalui syaraf pendengar (Buchari,
2007).
2.3.
Defenisi Kebisingan
Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam
tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan
kenyamanan lingkungan (Kep MENLH No : Kep-48/MENLH/11/1996). Kebisingan adalah
suara atau bunyi yang tidak dikehandaki atau dapat diartikan pula sebebagai suara yang
salah pada tempat dan waktu yang salah (Chandra, 2007).
2.3.1. Bunyi Dan Mekanisme Kebisingan
Bunyi dinyatakan sebagai sensasi pendengaran yang lewat telinga dan timbul karena
penyimpangan tekanan udara. Penyimpangan ini biasanya disebabkan oleh beberapa benda
yang bergetar, misalnya dawai gitar yang dipetik atau garpu tala yang dipukul. Sewaktu
fluktuasi tekana udara ini membentur gendang pendengaran(membran timpani) dari telinga
Universitas Sumatera Utara
kita maka membran ini akan bergetar sebagai jawaban pada fluktuasi tekanan udara
tersebut. Getaran ini melalui saluran dan proses tertentu akan sampai diotak kita dimana hal
ini diinterprestasikan sebagai suara.
Pada kondisi atau aktifitas tertentu, misalnya saat seseoarang berpindah dari satu
lokasi ke lokasi lain dengan perbedaan tingkat ketinggian lokasi cukup besar dalam waktu
relatif singkat, akan timbul perbedaan tekanan udara antara bagian depan dan belakang
gendang telinga. Akibatnya gendang telinga tidak dapat bergetar secara efisien, dan sudah
barang tentu pendengaran akan terganggu (Tambunan, 2005).
Suara bising akan dapat terjadi apabila ada 3 (tiga) hal yaitu : sumber bising,
media/udara, dan penerima. Dari sumber bising, suara akan merambat melalui udara dalam
bentuk gelombang sampai suara tersebut diterima oleh pendengar/penerima. Kebisingan
tidak akan terjadi tanpa adanya media/udara. Pengurangan kebisingan dapat dilakukan
dengan jalan penggunaan isolasi/isolator antara sumber dan penerima (Doelle, 1993).
Telinga manusia hanya mampu menangkap suara yang ukuran intensitasnya bekisar
antara 20-20.000Hz dan dengan frekuensi suara sekitar 80 dB (batas aman) (Chandra,
2007). Lebar responden telinga manusia diantara 0 dB-140 dB yang dapat didengar. Dan
batas intensitas suara tertinggi adalah 140 dB dimana untuk mendengarkan suara itu sudah
timbul perasaan sakit pada alat pendengaran (Doelle, 1993). Pajanan terhadap suara atau
bunyi yang melampaui batas aman di atas dalam waktu yang lama dapat menyebabkan
terjadinya ketulian sementara atau permanen (Chandra, 2007).
2.3.2. Jenis Kebisingan
Kebisingan diklasifikasikan ke dalam dua jenis golongan besar yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Kebisingan tetap (steady noise)
2. Kebisingan tidak tetap (non steady noise)
2.3.2.1.Kebisingan Tetap (steady noise)
Kebisingan tetap (steady noise) dibedakan menjadi dua, yaitu : (Tambunan, 2005)
a. Kebisingan dengan frekuensi terputus (discrete frekuensi noise)
Kebisingan ini berupa “nada-nada” murni pada frekuensi yang beragam,contohnya
suara mesin, suara kipas dan sebagainya.
b. Broad Band Noise
c. Kebisingan dengan frekuensi terputus dan broad band noise sama-sama digolongkan
sebagai kebisingan tetap (steady noise). Perbedaannya adalah broad band noise terjadi
pada frekuensi yang lebih bervariasi (bukan nada murni).
2.3.2.2.Kebisingan Tidak Tetap
Kebisingan tidak tetap (non steady noise) dibedakan menjadi tiga, yaitu :
a. Kebisingan fluktuatif (fluctuating noise)
Kebisingan yang selalu berubah-ubah selama rentang waktu tertentu.
b. Intermitten noise
Sesuai dengan terjemahannya, intermitten noise adalah kebisingan yang terputus-putus
dan besarnya dapat berubah-ubah, contohnya kebisingan lalu lintas.
c. Impulsive noise
Kebisingan impulsive dihasilkan oleh suara-suara berintensitas tinggi (memekakkan
telinga) dalam waktu relative singkat, misalnya suara ledakan senjata api dan alat-alat
sejenisnya.
Universitas Sumatera Utara
2.3.3. Sumber-Sumber Bising
Sumber bising adalah suatu hal yang tidak dapat diragukan lagi sebagai asal atau
aktivitas yang menghasilkan suara bising yang merusak pendengaran baik bersifat
sementara ataupun permanen. Sumber bising utama dalam pengendalian bising lingkungan
diklasifikasikan dalam kelompok :
a. Bising interior, berasal dari manusia, alat-alat rumah tangga, mesin gudang dan aktifitas
di dalam ruangan atau gedung.
b. Bising luar, bising yang dikategorikan berasal dari aktifitas diluar ruangan seperti
transportasi udara, termasuk bus, mobil, sepeda motor, transportasi air, kereta api dan
pesawat terbang dan bising yang berasal dari industri. Untuk bising transportasi yang
paling penting diketahui bahwa makin besar kendaraan akan semakin keras suara bising
yang dihasilkan (Doelle, 1993).
2.3.4 Pengukuran Kebisingan
Beberapa alat yang digunakan untuk mengukur kebisingan, yaitu :
1. Audiometer,
biasanya
dipakai
untuk
mengukur
kebisingan
yaitu
dengan
membandingkan dengan suara yang intensitasnya diketahui.
2. Noisemeter, alat ini mengambil suara dalam sebuah mikrofon dan memindahkan
energinya ke impuls listrik. Hasil pengukurannya merupakan energi total, dicatat
sebagai aliran listrik yang hampir sama dengan kebisingan yang ditangkap.
3. The Equivalent Continous Level, alat ini digunakan untuk menganalisa suatu kebisingan
yang sangat fluktuatif, misalnya kebisingan lalu-lintas.
Universitas Sumatera Utara
4. Octave Band Analizer, alat ini digunakan untuk menganalisa suatu kebisingan dengan
spektrum frekuensi yang luas (Oloan, 2005).
5. Sound Level Meter, Alat ini digunakan untuk mengukur kebisingan antara 30-130 dB
dan dari frekuensi 20-20.000 Hz. Sound Level Meter terdiri dari mikrofon, amplifier,
dan sirkuit attenuator dan beberapa alat lain. Sound Level Meter dilengkapi dengan
tombol pengaturan skala pembobotan seperti A, B, C dan D. Skala A, contohnya adalah
rentang skala pembobotan yang melingkupi frekuensi suara rendah dan frekuensi suara
tinggi yang masih dapat diterima oleh telinga manusia normal. Sementara itu skala B, C
dan D digunakan untuk keperluan-keperluan khusus, misalnya pengukuran kebisingan
yang dihasilkan oleh pesawat terbang bermesin jet (Sihar, 2005).
2.3.5. Nilai Ambang Batas (NAB) Kebisingan
Pengawasan kebisingan berpedoman pada nilai ambang batas (NAB) seperti pada
tabel 2.1 dibawah ini :
Tabel 2.1. Intensitas dan waktu paparan bising yang diperkenankan
Waktu pemaparan tiap hari (jam)
16
8
4
2
1
½
¼
1/8
Sumber : Depkes RI, 1999
Batas suara (dB.A)
80
85
90
95
100
105
110
115
Dengan adanya pemaparan 8 jam tiap hari, batas suara yang masih diperbolehkan
adalah 85 dB A.
Universitas Sumatera Utara
Tingkat kebisingan maksimum yang dianjurkan maupun diperbolehkan adalah ratarata nilai modus dari tingkat kebisingan pada siang hari, petang hari dan malam hari. Siang
hari adalah waktu yang digunakan oleh kebanyakan orang untuk bekerja dan berpergian.
Petang hari adalah waktu yang digunakan oleh kebannyakan orang untuk istirahat di rumah
tetapi belum tidur. Malam hari adalah waktu yang digunakan kebanyakan orang untuk
tidur.
Pembagian waktu pagi, siang dan malam hari disesuaikan dengan kegiatan
kehidupan masyarakat setempat. Biasanya pagi hari adalah pukul 06.00 - 09.00, siang hari
adalah pukul 14.00 – 17.00 dan malam hari adalah pukul 17.00 – 22.00 (Kep MENLH No :
Kep-48/MENLH/11/1996).
2.3.6. Gangguan Kebisingan Pada Pendengaran
1. Adaptasi bila telinga terpapar oleh kebisingan
Mula-mula telinga akan merasa terganggu oleh kebisingan tersebut, tetapi lamakelamaan telinga tidak merasa terganggu lagi karena suara terasa tidak begitu keras seperti
pada awal pemaparan.
2. Peningkatan ambang dengar sementara
Terjadi kenaikan ambang pendengaran sementara yang secara perlahan akan
kembali seperti semula. Keadaan ini berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam
bahkan sampai beberapa minggu setelah pemaparan. Kenaikan ambang pendengaran
sementara ini mula-mula terjadi pada frekuensi 4000 Hz, tetapi bila pemaparan berlangsung
lama maka kenaikan nilai ambang pendengaran sementara akan menyebar pada frekuensi
sekitarnya. Makin tinggi intensitas dan lama waktu pemaparan makin besar perubahan nilai
Universitas Sumatera Utara
ambang pendengarannya. Respon tiap individu terhadap kebisingan tidak sama tergantung
dari sensitivitas masing-masing individu.
3. Peningkatan ambang dengar menetap
Kenaikan terjadi setelah seseorang cukup lama terpapar kebisingan, terutama terjadi
pada frekuensi 4000 Hz. Gangguan ini paling banyak ditemukan dan bersifat permanen,
tidak dapat disembuhkan. Kenaikan ambang pendengaran yang menetap dapat terjadi
setelah 3,5 sampai 20 tahun terjadi pemaparan, ada yang mengatakan baru setelah 10-15
tahun
setelah
terjadi
pemaparan.
Penderita
mungkin
tidak
menyadari
bahwa
pendengarannya telah berkurang dan baru diketahui setelah dilakukan pemeriksaan
audiogram.
Hilangnya pendengaran sementara akibat pemaparan bising biasanya sembuh
setelah istirahat beberapa jam (1-2 jam). Bising dengan intensitas tinggi dalam waktu yang
cukup lama (10-15 tahun) akan menyebabkan robeknya sel-sel rambut organ corti sampai
terjadi destruksi total organ corti. Proses ini belum jelas terjadinya, tetapi mungkin karena
rangsangan bunyi yang berlebihan dalam waktu lama dapat mengakibatkan perubahan
metabolisme dan vaskuler sehingga terjadi kehilangan pendengaran yang permanen.
Umumnya frekuensi pendengaran yang mengalami penurunan intensitas adalah antara
3000-6000 Hz dan kerusakan alat corti untuk reseptor bunyi yang terberat terjadi pada
frekuensi 4000 Hz (4 K notch). Ini merupakan proses yang lambat dan tersembunyi,
sehingga pada tahap awal tidak disadari oleh para pekerja. Hal ini hanya dapat dibuktikan
dengan pemeriksaan audiometri.
Universitas Sumatera Utara
Apabila bising dengan intensitas tinggi tersebut terus berlangsung dalam waktu
yang cukup lama, akhirnya pengaruh penurunan pendengaran akan menyabar ke frekuensi
percakapan (500-2000 Hz). Pada saat itu pekerja mulai merasakan ketulian karena tidak
dapat mendengar pembicaraan sekitarnya (Tri, 2005).
2.3.7. Pembagian Efek Kebisingan Terhadap Pendengaran
Secara umum efek kebisingan terhadap pendengaran dapat dibagi atas 2 kategori
yaitu : (Andriana, 2003)
1. Noise Induced Temporary Threshold Shift (NITTS)
Seseorang yang pertama sekali terpapar suara bising akan mengalami berbagai
perubahan, yang mula-mula tampak adalah ambang pendengaran bertambah tinggi pada
frekuensi tinggi. Pada gambaran audiometri tampak sebagai “notch” yang curam pada
frekuensi 4000 Hz, yang disebut juga acoustic notch.
Pada tingkat awal terjadi pergeseran ambang pendengaran yang bersifat sementara,
yang disebut juga NITTS. Apabila beristirahat diluar lingkungan bising biasanya
pendengaran dapat kembali normal.
2. Noise Induced Permanent Threshold Shift (NIPTS)
Didalam praktek sehari-hari sering ditemukan kasus kehilangan pendengaran akibat
suara bising, dan hal ini disebut dengan “occupational hearing loss” atau kehilangan
pendengaran karena pekerjaan atau mana lainnya ketulian akibat bising.
Dikatakan bahwa untuk merubah NITTS menjadi NIPTS diperlukan waktu bekerja
dilingkungan bising selama 10-15 tahun, tetapi hal ini bergantung juga kepada :
a.
Tingkat suara bising
Universitas Sumatera Utara
b.
Kepekaan seseorang terhadap suara bising
NIPTS biasanya terjadi disekitar frekuansi 4000 Hz dan perlahan-lahan meningkat
dan menyebar ke frekuensi sekitarnya. NIPTS mula-mula tanpa keluhan, tetapi apabila
sudah menyebar sampai ke frekuensi yang lebih rendah (2000 Hz dan 3000 Hz) keluhan
akan timbul. Pada mulanya seseorang akan mengalami kesulitan untuk mengadakan
pembicaraan di tempat yang ramai, tetapi bila sudah menyebar ke frekuensi yang lebih
rendah maka akan timbul kesulitan untuk mendengar suara yang sangat lemah. Notch
bermula pada frekuensi 3000-6000 Hz, dan setelah beberapa waktu gambaran audiogram
menjadi datar pada frekuensi yang lebih tinggi. Kehilangan pendengaran pada frekuensi
4000 Hz akan terus bertambah dan menetap setelah 10 tahun dan kemudian
perkembangannya menjadi lebih lambat.
2.3.8. Keluhan Pendengaran
Keluhan pendengaran adalah perubahan pada tingkat pendengaran yang berakibat
kesulitan dalam melaksanakan kehidupan normal, biasanya dalam hal memahami
pembicaraan.
No
1
2
3
Gradasi
Norma
Sedang
Menengah
Parameter
Tidak mengalami kesulitan dalam percakapan biasa (6 m)
Kesulitan dalam percakapan sehari-hari mulai jarak > 1,5 m
Kesulitan dalam percakapan keras mulai jarak > 1,5 m
Universitas Sumatera Utara
4
Berat
Kesulitan dalam percakapan keras/teriak mulai jarak >1,5 m
5
Tuli total
Kehilangan kemampuan pendengaran dalam berkomunikasih
Sumber : Buchari, 2007
2.3.8.1.Ketulian
Tuli akibat bising dapat mempengaruhi diskriminasi dalam berbicara (speech
discrimination) dan fungsi sosial. Gangguan pada frekuensi tinggi dapat menyebabkan
kesulitan dalam menerima dan membedakan bunyi konsonan. Bunyi dengan nada tinggi,
seperti suara bayi menangis atau deringan telepon dapat tidak didengar sama sekali.
Ketulian biasanya bilateral. Selain itu tinitus merupakan gejala yang sering dikeluhkan dan
akhirnya dapat mengganggu ketajaman pendengaran dan konsentrasi. Secara umum
gambaran ketulian pada tuli akibat bising (noise induced hearing loss) adalah :
a. Bersifat sensorineural
b. Hampir selalu bilateral
c. Jarang menyebabkan tuli derajat sangat berat (profound hearing loss) derajat
ketulian berkisar antara 40 s/d 75 dB.
d. Apabila paparan bising dihentikan, tidak dijumpai lagi penurunan pendengaran yang
signifikan.
e. Kerusakan telinga dalam mula-mula terjadi pada frekuensi 3000, 4000 dan 6000 Hz,
dimana kerusakan yang paling berat terjadi pada frekuensi 4000 Hz.
f. Dengan paparan bising yang konstan, ketulian pada frekuensi 3000, 4000 dan 6000
Hz akan mencapai tingkat yang maksimal dalam 10-15 tahun.
Universitas Sumatera Utara
Selain pengaruh terhadap pendengaran (auditori), bising yang berlebihan juga
mempunyai pengaruh non auditory seperti pengaruh terhadap komunikasi bicara, gangguan
konsentrasi, gangguan tidur sampai memicu stress akibat gangguan pendengaran yang
terjadi.
Derajat ketulian menuru ISO adalah : (Buchari, 2007)
1. Jika peningkatan ambang batas antara 0-<25 normal.
2. Jika peningkatan ambang batas antara 26-40 tuli ringan.
3. Jika peningkatan ambang batas antara 41-60 tuli sedang.
4. Jika peningkatan ambang batas antara 61-90 tuli berat.
5. Jika peningkatan ambang batas antara >9 tuli sangat berat.
2.3.8.2.Tinitus
Tinitus
adalah
suatu
gangguan
pendengaran
dengan
keluhan
perasaan
mendengarkan bunyi tanpa ada rangsangan bunyi dari luar. Keluhan ini dapat berupa bunyi
mendengung, menderu, mendesis, atau berbagai macam bunyi yang lain.
Tinitus dapat dibagi atas 2, yaitu :
a. Tinitus obyektif, bila suara tersebut dapat juga didengar oleh pemeriksa atau dengan
auskultasi di sekitar telinga. Tinitus obyektif bersifat vibritorik, berasal dari
transmisi vibrasi sistem vaskuler atau kardoivaskuler di sekitar telinga.
b. Tinitus subjektif, bila suara tersebut hanya didengar oleh pasien sendiri, jenis ini
sering terjadi. Tinitus subjektif bersifat nonvibratorik, disebabkan oleh proses iritatif
atau perubahan degeneratif traktus auditorius mulai dari sel-sel rambut getar koklea
sampai pusat saraf pendengar (Husnul, 2009).
Universitas Sumatera Utara
2.3.8.2.1.Patofisiologi Tinitus
Pada tinitus terjadi aktifitas elektrik pada area auditorius yang menimbulkan
perasaan adanya bunyi, namun implus yang ada bukan berasal dari bunyi eksternal yang
ditransformasikan, melainkan berasal dari sumber implus abnormal di dalam tubuh pasien
sendiri.
Implus abnormal itu dapat ditimbulkan oleh berbagai kelainan telinga. Tinitus dapat
terjadi dalam berbagai intensitas. Tinitus dengan nada rendah, seperti bergemuruh atau nada
tinggi, seperti berdengung. Tinitus dapat terus menerus atau hilang timbul terdengar.
Tinitus biasanya dihubungkan dengan tuli sensorineural dan dapat juga terjadi
karena gangguan konduksi. Tinitus yang disebabkan oleh gangguan konduksi, biasanya
berupa bunyi dengan nada rendah. Jika disertai dengan inflamasi, bunyi dengung ini terasa
berdenyut (tinitus pulsasi).
Tinitus dengan nada rendah dan terdapat gangguan konduksi, biasanya terjadi pada
sumbatan liang telinga karena serumen atau tumor, tuba katar, otitis media, otosklerosis,
dan lain-lain.
Tinitus dengan nada rendah yang berpulsasi tanpa gangguan pendengaran
merupakan gejala dini yang penting pada tumor glomus jugulare. Tinitus objektif sering
ditimbulkan oleh gangguan vaskuler. Bunyinya seirama dengan denyut nadi, misalnya pada
aneurisma dan aterosklerosis. Gangguan mekanis dapat juga mengakibatkan tinitus
objektif, seperti tuba eustachius terbuka, sehingga ketika bernafas membran timpani
bergerak dan terrjadi tinitus. Kejang klonus muskulus tensor timpani dan muskulus
stapedius, serta otot-otot palatum dapat menimbulkan tinitus objektif.
Universitas Sumatera Utara
Bila ada gangguan vaskuler di telinga tengah, seperti tumor karotis (carotid-body
tumour), maka suara aliran darah akan mengakibatkan tinitus juga. Pada tuli sensorineural,
biasanya timbul tinitus subjektif nada tinggi (sekitar 4000 Hz). Pada intoksikasi obat seperti
salisilat, kina, streptomysin, dehidro-streptomysin, garamysin, digitalis, kanamysin, dapat
terjadi tinitus nada tinggi, terus menerus atau hilang timbul.
Pada hipertensi endolimfatik seperti penyakit meniere dapat terjadi tinitus pada nada
rendah dan tinggi, sehingga terdengar bergemuruh atau berdengung. Ganguan ini disertai
dengan tuli sensorineural dan vertigo.
Gangguan vaskuler koklea terminalis yang terjadi pada pasien yang stres akibat
gangguan keseimbangan endokrin, seperti menjelang menstruasi, hipometabolisme atau
saat hamil dapat juga timbul tinitus atau gangguan tersebut akan hilang bila keadaannya
sudah kembali normal.
2.3.8.3.Vertigo
Vertigo atau yang disebut juga dizziness, giddiness, dan lightheadedness adalah
adanya sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan sekitarnya dengan gejala
lain yang timbul, terutama dari jaringan otonomik yang disebabkan oleh gangguan alat
keseimbangan tubuh oleh berbagai keadaan atau penyakit.
Vertigo adalah perasaan seolah-olah penderita bergerak atau berputar, atau seolaholah benda di sekitar penderita bergerak atau berputar, yang biasanya disertai dengan mual
dan kehilangan keseimbangan. Hal ini bisa berlangsung beberapa menit, sampai beberapa
jam, bahkan hari. Penderita vertigo merasa lebih baik jika berbaring diam, namun demikian
serangan vertigo bisa terus berlanjut meskipun penderita tidak bergerak sama sekali.
Universitas Sumatera Utara
Gejala-gejala vertigo meliputi :
1. Pusing
2. Kepala terasa ringan
3. Rasa terapung, terayun
4. Mual
5. Keringat dingin
6. Pucat
7. Muntah
8. Sempoyongan waktu berdiri atau berjalan
9. Nistagmus
Gejala-gejala di atas dapat diperhebat dengan berubahnya posisi kepala. Secara
garis besar, vertigo ada dua, yaitu vertigo perifer dan vertigo sentral.
a. Vertigo Perifer
Vertigo perifer (peripheral vertigo) disebabkan oleh disfungsi struktur perifer
hingga ke batang otak (brain stem).
b. Vertigo Sentral
Vertigo sentral (central vertigo) melibatkan proses penyakit yang mempengaruhi
batang otak (brain stem) atau cerebellum.
Perbadaan vertigo perifer dengan vertigo sentral :
1. Vertigo perifer beronset akut (waktunya singkat atau serangannya cepat terjadi),
sedangkan vertigo sentral beronset kronis atau perlahan (gradual). Dengan kata lain,
Universitas Sumatera Utara
durasi gejala pada vertigo perifer terjadi dalam hitungan menit, harian, mingguan,
namun berulang (recurrent).
2. Penyebab umum vertigo perifer adalah infeksi (labyrinthitis), neuronitis, iskemia,
trauma, toksin. Penyabab umum vertigo senterl adalah vaskuler, demyelinating,
neoplasma.
3. Intensitas vertigo perifer sedang hingga berat, sedangkan vertigo sentral ringan
hingga sedang.
4. Mual (nausea) dan muntah (vomiting) umumnya terjadi pada vertigo perifer dan
jarang terjadi pada vertigo sentral.
5. Vertigo perifer umumnya berhubungan dengan posisi (positionally related),
sedangkan vertigo sentral jarang berhubungan dengan posisi.
6. Kehilangan pendengaran (hearing loss) hingga ketulian umumnya terjadi pada
vertigo perifer dan jarang terjadi pada vertigo sentral.
7. Tinitus (telinga berdenging) sering kali menyertai vertigo perifer. Pada vertigo
sentral, biasanya tidak disertai tinitus.
8. Pada vertigo perifer tidak ada defisit neurologis. Defisit neurologis umumnya
terjadipada vertigo sentral.
2.3.8.4. Kaitan Antara Kebisingan Dengan Produktifitas Kerja
Universitas Sumatera Utara
Tingkat kebisingan yang membahayakan daya dengar di tempat kerja tergantung
pada tingkat kebisingan tertentu dan berapa lama pekerja terpapar terhadap kebisingan
setiap hari (Alfaris, 2008).
Pengaruh-pengaruh dari kebisingan antara lain :
a. Gangguan
Menurut WHO, kebisingan adalah suara-suara yang tidak dikehendaki. Besarnya
gangguan bergantung pada jenis dan intensitas suara kebisingan. Pada umumnya
kebisingan bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi yang terputus-putus atau yang
datangnya secara tiba-tiba dan tidak terduga. Pengaruh kebisingan akan sangat teras apabila
sumber kebisingan tersebut tidak diketahui.
b. Komunikasi dengan pembicara
Resiko potensial pada pendengaran terjadi, apabila komunikasi dengan pembicaraan
harus dilakukan dengan cara berteriak. Gangguan komunikasi semacam itu dapat
menyebabkan gangguan pada pekerja atau bahkan mengakibatkan kesalahan dan
kecelakaan kerja terutama pada pekerja baru.
Pengaruh pada komunikasi percakapan dapat dipastikan dengan cara mengukur ratarata intensitas oktaf-oktaf diantara 600-1200; 1200-1400; dan 2400-4800 Hz. Nilai yang
dihasilkan disebut tingkat gangguan pembicaraan (speech interference level).
c. Efek pada pekerjaan
Kebisingan dapat mengganggu konsentrasi pekerja pada pekerjaannya, terutama
suara yang bernada tinggi, karena dapat menimbulkan reaksi psikologis dan kelelahan. Pada
Universitas Sumatera Utara
pekerja yang lebih banyak menggunakan otak, kebisingan sebaiknya ditekan serendah
mungkin.
d. Reaksi masyarakat
Apabila kebisingan akibat suara proses produksi sudah demikian hebatnya,
pengaruhnya pasti sangat besar. Masyarakat sekitarpun pasti mengajukan protes dan
menentut agar kegiatan produksi tersebut segera dihentikan (Chandra, 2007).
Telah diuraikan sebelumnya bahwa lingkungan dan kondisi kerja yang tidak sehat
merupakan beban tambahan kerja bagi karyawan atau tenaga kerja. Sebaliknya lingkungan
yang higienis disamping tidak menjadi beban tambahan, juga meningkatkan gairah dan
motivasi kerja (Notoatmodjo, 2003).
2.3.8.5. Pengendalian Kebisingan
Kebisingan dapat dikendalikan dengan berbagai cara (Chandra, 2007). Dikenal
beberapa cara pengendalian kebisingan yaitu :
a.
Mengurangi vibrasi sumber kebisingan, berarti mengurangi tingkat kebisingan yang
dikeluarkan sumbernya
b.
Menutupi sumber suara
c.
Melemahkan kebisingan dengan bahan penyerap suara atau peredam suara
d.
Menghalingi merambatnya suara (penghalang)
e.
Melindungi ruang tempat manusia atau makhluk lainnya berada dari suara
f.
Melindungi telinga dari suara (Doelle, 1993)
Penggunaan proteksi dengan sumbatan telinga dapat mengurangi kebisingan sekitar
20-25 dB. Tetapi penggunaan tutup telinga ini pada umumnya tidak disenangi oleh pekerja,
Universitas Sumatera Utara
karena terasa risih adanya benda asing di telinganya. Untuk itu penyuluhan terhadap
mereka agar menyadari pentingnya tutup telinga bagi kesehatannya, dan akhirnya mau
memakainya (Notoatmodjo, 2003)
2.4. Kerangka Konsep
Kebisingan
≤ 85 dB
≥ 85 dB
-
Ketulian
Tinitus
Vertigo
Karekteristik :
- Penggunaan
APD
- Lama bekerja
- Usia
2.5.
Hipotesis Penelitian
Ho = Tidak ada hubungan tingkat pemaparan kebisingan dengan gangguan
pendengaran pada pengemudi becak mesin.
Ha = Ada hubungan tingkat pemaparan kebisingan dengan gangguan pendengaran
pada pengemudi becak mesin.
Universitas Sumatera Utara
Download