Teladan Utama Sahabat Abu Dzar Al-Ghifari RA Oleh : Abu Mukhlis M ungkin kita pemah mendengar makna hadits Nabi Muhammad SAW yang artinya: “ katakanlah suatu kebenaran, meskipun keadaannya pahit.” Itu adalah hadits yang diriwayatkan dari sahabat nabi yang bernama Abu Dzar al-Ghifari RA. Kata Al-Ghifari di belakang namanya adalah nama daerah tempat asal sahabat Abu Dzar. Suatu daerah pedalaman yang pasti dilewati para saudagar Mekkah apabila mereka berdagang ke negeri Syam. Abu Dzar termasuk golongan orang-orang yang pertama masuk Islam (assabiqun al- awwalun). Ketika mendengar berita tentang diutusnya Rasulullah SAW, Abu Dzar berkata kepada saudaranya: “Coba kamu segera turun ke lembah sana! Cari keterangan tentang seorang lelaki yang mengaku bahwa dirinya adalah nabi dan mendapat wahyu dari langit.” Maka berangkatlah saudara Abu Dzar ke Mekkah untuk mencari tahu keberadaan Rasulullah SAW. Ketika informasi sudah ia dapatkan, segera disampaikan kepada Abu Dzar seraya berkata: “Aku melihat beliau memerintahkan kepada manusia agar berakhlak mulia dan beliau mengatakan kalau Kalamullah (al-Qur’’an) itu bukanlah syair.” Karena masih kurang puas dengan keterangan saudaranya, Abu Dzar berangkat sendiri ke Mekkah dengan membawa bekal dan sebuah qirbah (tempat air minum). Sesampai di Mekkah segera dia menuju ke Masjidil Haram untuk mencari Nabi yang mulia. la cukup tahu kalau orang kafir Quraisy amat memusuhi Nabi dan orang-orang yang berhubungan dengan beliau. Karena itu, dia tidak mau bertanya sembarangan dengan orang-orang yang ditemuinya. Apalagi saat itu dakwah yang dilakukan Nabi SAW adalah dakwah dengan cara sembunyi-sembunyi. Ketika malam tiba, sahabat Ali Bin Abi Thalib RA melihat ada orang yang tidak dikenal berada di Masjidil Haram. Dan beliau pun berkenan menerima orang asing tersebut sebagai tamunya. Adat dan etika orang Arab saat itu, tidak menanyakan kepada tamunya tentang maksud kedatangannya, kecuali setelah masa tiga hari. Keesokan harinya Abu Dzar kembali ke Masjidil Haram, kalau-kalau da akan bertemu dengan Rasulullah. Akan tetapi hari itu dia belum bisa bertemu dengan Rasulullah. Pada malam kedua itu, sahabat Ali berkenan lagi menerimanya sebagai tamu. Pada malam ketiga setelah sahabat Ali melakukan hal serupa, ia bertanya kepada Abu Dzar: “Tidakkah engkau ceritakan kepadaku, apa maksud kedatanganmu?” Abu Dzar menjawab: “Jika Anda berjanji memberi petunjuk kepadaku, aku bersedia mengemukakan apa maksud kedatanganku.” Setelah sahabat Ali menyatakan persediaannya, Abu Dzar menyampaikan apa maksud kedatangannya. Kemudian sahabat Ali berkata kepada Abu Dzar: “Sesungguhnya dia (Muhammad) memang benar seorang 60 MPA 320 / Juni 2013 Nabi dan Utusan Allah SWT. Baik, kalau begitu segera aku atur pertemuanmu dengan beliau.” Maka, ketika Abu Dzar sudah bertemu dengan Rasullulloh SAW tanpa raguragu ia menyatakan masuk Islam. Abu Dzar al-Ghifari RA adalah seorang sahabat yang satria, teguh pendirian dan berani mengatakan sesuatu yang haq sebagai suatu kebenaran. Meskipun untuk itu dia harus menghadapi tantangan yang besar. Lihatlah ketika dia bertanya kepada Nabi SAW: “Wahai Rasulullah, menurut Anda apa yang harus saya lakukan?” Maka Rasulullah bersabda: “Kembalilah kepada kaummu sampai nanti ada perintahku.” Tetapi yang terjadi selanjutnya adalah Abu Dzar berkata dengan mantap: “Demi Tuhan yang menguasai nyawaku, saya tidak akan kembali sebelum meneriakkan ke-Islamanku di masjid.” Abu Dzar segera menuju Masjidil Haram dan berseru dengan sekeras-keras suaranya: “Asyhadu alla ilaaha illallah wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullah (saya bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah).” Inilah teriakan pertama tentang Islam dan secara terang-terangan menentang kesombongan kafir Quraisy serta memekakkan gendang telinga mereka. Orang-orang terkesima, semua gempar dan dengan serta merta pandangan mereka tertuju ke arah sumber suara. Ketika dilihat, temyata yang berseru itu seorang asing. Tanpa pikir panjang mereka segera memukulinya. Abu Dzar pun menjadi bulan-bulanan menerima pukulan yang bertubi-tubi sampai tak sadarkan diri. Beruntung saat itu datang Abbas bin Abdul Muthalib. Segera ia berkata: “Wahai kaum Quraisy! Kita adalah kaum pedagang yang suatu saat pasti akan melewati kampung Bani Ghifar. Ketahuilah orang ini adalah salah seorang pemukanya. Bisa saja dia menghasut warganya untuk merampok kafilah-kafilah kita.” Akhirnya mereka menyadari dan pergi meninggalkan Abu Dzar. Tetapi, Abu Dzar adalah Abu Dzar, orang yang berani berkata benar. Rupanya dia masih belum mau meninggalkan Mekkah sebelum memperoleh tambahan darma baktinya kepada Islam. Keesokan harinya dia melakukan hal yang serupa. Kembali semua orang memukulinya. Dia pun pingsan tak sadarkan diri. Kali ini dia pun ditolong oleh Abbas. Setelah Abu Dzar masuk Islam, dia terkenal sebagai seorang yang paling jujur dalam berbicara dan paling zuhud (menjauhi) masalah duniawi. Dan yang amat mengagumkan ialah keberhasilannya meng-Islamkan seluruh orang Ghifar, sekaligus orang-orang Bani Aslam, kaum yang berdekatan dengan mereka. Sehingga Rasulullah SAW bersabda di hadapan orang-orang Bani Ghifar dan Bani Aslam: “Ghifarun ghafarallahu laha, wa Aslamu saalamahallah (suku Ghifar telah diampuni oleh Allah SWTdan suku Aslam telah diterima ke-Islamannya oleh Allah SWT.”