Bangsa Arab Quraisy dan Jahiliyah, Sejarah

advertisement
Bangsa
Arab
Quraisy
dan
Jahiliyah,
Sejarah
yang
Sedang
Mengulang
Dirinya
Sendiri.
Kampungmuslim.org – Pepatah mengatakan bahwa sejarah akan
mengulang dirinya sendiri, sebuah kejadian masa lalu beserta
tokoh-tokohnya bukan mustahil penjelmaannya akan selalu hadir
di masa sekarang ataupun di masa yang akan datang. Al-Qur’an
sendiri berisikan kisah– kisah masa lalu sebagai pelajaran
bagi generasi yang datang sesudahnya agar tak jatuh ke lubang
yang sama. Adakah bagi kita sebagai makhluk berakal mau
mengambil pelajaran?
Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka, “Siapakah
yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan
bulan?” Tentu mereka akan menjawab, “Allah”, maka betapakah
mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar). (QS AlAnkabut: 61)
Hijaz (makkah dan madinah) adalah salah satu nama wilayah di
jazirah Arab yang terdapat kota suci Mekkah di dalamnya, kota
Mekkah adalah pusat pemerintahan wilayah Hijaz yang dipegang
oleh keturunan nabi Ismail yaitu Suku Quraisy. Suku Quraisy
adalah suku yang sangat di hormati oleh segenap suku-suku Arab
yang lain dikarenakan di tangan suku Quraisy-lah rumah suci
yang selama ber-abad-abad disucikan oleh suku Arab (Ka’bah)
dipercayakan untuk dijaga.
Membayangkan
pemerintahan
Quraisy
sebagai
pemerintahan
jahiliah yang tak mengenal Tuhan adalah sebuah persepsi yang
keliru besar, mereka adalah bangsa yang meyakini “Ke-esaan
Allah / Tauhid.” Sebabnya sudah berkali-kali para Rasul diutus
ke kalangan bangsa Arab untuk membawa misi “Ke-esaan Allah /
Tuhid ” ini. Hingga sampai Nabi Ismail a.s. Sehingga bekasbekas ajaran Tauhid yang diajarkan oleh para Rasul tersebut
masih ada. Mereka pun tak mengakui bahwa mereka menyembah
selain Allah yaitu berhala, mereka mengatakan bahwa berhalaberhala tersebut hanyalah sebagai perantara untuk mendekatkan
diri kepada Allah S. W. T. Begitulah, seiring perjalanan waktu
ajaran tauhid tersebut sudah direka ulang, diputar balikkan,
dikurang-kurangi
dan
ditambah-tambah.
Pendek
kata
ajaran Tauhid para Nabi tersebut telah kehilangan
kemurniannya. Sehingga ketika Nabi Muhammad S. A. W diutus
untuk memurnikan risalah para Nabi tersebut, mereka justru
menganggap asing dan mati-matian menolaknya.
Salah satu kemusyrikan yang paling fatal dilakukan oleh
masyarakat bangsa arab Qurais dulu adalah permasalahan
ketaatan dan ketundukan. Dalam situasi-situasi tertentu mereka
meyakini Allah S. W. T sebagai pemegang kekuasaan tertinggi
atas dirinya seperti dalam situasi bahaya ketika berlayar
dilautan, dalam peperangan dan lain-lain, namun dalam
kehidupan sehari-hari, mereka menjalankan kepatuhan terhadap
kekuasaan tertinggi yang dimiliki para pembesar-pembesar
Quraisy dan tokoh-tokoh terkemuka sebagai jalan pengabdian
dengan memalingkan ketaatan dari ketentuan Allah S. W. T
melalui para Rasul-Nya. Begitulah, pengakuan terhadap pemilik
kekuasaan tertinggi yang keliru membuat bangsa Quraisy
tenggelam dalam lumpur kesesatan.
Berbicara tentang pemerintahan Quraisy sebagai pemerintahan
yang acak-acakan dan amburadul juga sesuatu yang keliru. Jauhjauh hari sebelum Negeri Indonesia berpedoman hidup terhadap
Demokrasi/ struktur/ departemen departemen/ tertata. Bangsa
Arab Quraisy sudah mempraktekkan pemerintahan yang sejenis
demokrasi (terstruktruisasi) secara tersistematis yang terdiri
dari kementerian-kementerian dan majelis-majelis. Majelismajelis tersebut tergabung didalam sebuah Parlemen yang
bernama “Darun Nadwah”. Sebuah majelis tempat bermusyawarah di
bawah panji “Jahiliah” melalui perwakilan faksi-faksi yang
didasari kabilah atau bani-bani terhormat dikalangan bangsa
Quraisy. Jadi, anggota majelis permusyawaratan Darun Nadwa
adalah perwakilan faksi-faksi dari masing-masing keturunan.
Ada bani Makhzum, Bani Sahm, Bani Ady dan lain-lain.
Adapun rincian dari majelis/ kementerian yang tergabung dalam
majelis Darun Nadwa adalah berjumlah 15 majelis kementrian,
namun untuk mempersingkat tulisan penulis hanya menyebutkan 5
majelis saja. Untuk penjelasan lebih lengkapnya dapat pembaca
lihat di buku Kelengkapan Tarikh halaman 45-49 karangan KH
Munawar Khalil. Majelis kementrian yang dimaksud tersebut
adalah sebagai berikut :
1. As Siqayah: Majelis yang mengurus urusan air minum untuk
2.
3.
4.
5.
Jamaah Haji dari luar negeri. Majelis ini diketuai oleh
seseorang dari Bani Hasyim.
An Nadwah: Majelis yang mengurus urusan ketatanegaraan.
Majelis ini diketuain oleh seseorang dari Bani Abdud
Dar.
As Sifarah: Majelis yang bertugas mengurus perundingan
antar bangsa/golongan lain, baik dalam negeri ataupun
luar negeri. Majelis ini diketuai oleh seseorang dari
Bani Ady.
Al Khizanah: Majelis yang bertugas mengurus
perbendaharaan negara, majelis ini diketuai oleh
seseorang dari bani Saham.
Al Qiyadah: Majelis yang mengurus tentang urusan perang,
ketentaraan dan kepolisian. yang diketuai oleh bani
Umayyah. Jadi sebenarnya pemerintahan Quraisy adalah
bukan pemerintahan bar-bar yang tak tahu aturan, mereka
adalah pemerintahan yang rapi dan terisistematis sebagai
bangsa kehormatan yang menjaga rumah suci. Namun,
identitas mereka berdiri diatas bendera kejahiliahan
yaitu kebangsaan/kesukuan. Dengan kekuasaan tertinggi
berada di tangan pemuka-pemuka mereka.
Ketika Rasulullah S. A. W diutus, seruan Rasulullah adalah
sederhana yaitu mengajak identitas masyarakat Quraisy untuk
menyembah Allah semata/ tauhid, yaitu masalah syahadat,
masalah pengakuan. Menyembah Allah berarti mengakui Allah
sebagai pemilik kekuasaan tertinggi dengan mengingkari pemilik
kekuasaan tertinggi selain Allah.
Yang perlu digaris bawahi, sebelum Rasulullah bicara masalah
pelik yaitu tentang syariat, politik, ekonomi, dan lain-lain,
Rasulullah terlebih dahulu melakukan hal yang sebenarnya
sederhana kepada identitas masyarakatnya yaitu masalah
“pengakuan” agar manusia menyembah Allah saja. Menyembah Allah
berarti menempatkan Allah sebagai pemilik kekuasaan tertinggi.
Meninggalkan segala bentuk sesembahan selain Allah termasuk
mereka yang mengklaim memiliki hak sebagai pemilik kekuasaan
tertinggi selain Allah. Inilah yang menyebabkan kalangan
pemerintahan Quraisy menolak habis-habisan dgn berbagai fitnah
terhadap seruan “Pengakuan” yang dibawa oleh Rasulullah (s. a.
w) karena mereka merasa amat terancam eksistensinya sebagai
pemegang kekuasaan.
Adalah suatu hal yang percuma, jika suatu saat kita berhasil
menerapkan syariat Islam tetapi masih mengakui bahwa ada yang
memiliki kekuasaan tertinggi selain Allah misalkan kekuasaan
tertinggi ada di tangan rakyat, DK PBB, NATO,IMF, DPR, (hukumhukum yang tidak berasal dari hukum Allah) dan lain-lain. Jika
begitu, maka syariat dilaksanakan untuk memenuhi konsep
kekuasaan tertinggi selain Allah itu sama saja dengan syariat
palsu. Ini adalah sesuatu yang abstrak, campur aduk dan sulit
bisa dimengerti. Kita berhasil menerapkan syariat Allah tapi
di sisi lain masih mengakui bahwa ada pemilik kekuasaan
tertinggi selain Allah yaitu Rakyat.
Bagaimana mungkin syariat yang sejatinya merupakan teknis
pelaksanaan dari konsep tauhid dilaksanakan untuk mewujudkan
kekuasaan tertinggi selain Allah yaitu rakyat. Oleh karena itu
maka 13 tahun periode mekkah dari total 23 tahun dakwahnya
Rasulullah menyerukan dakwah syahadat yaitu tentang pengakuan
terlebih dahulu sebelum melaksankan hal yang lain. “Sembahlah
Allah” Sembahlah Allah maka kamu akan bahagia,” dan tak
bergeser sedikitpun terhadap seruannya. Ketika 13 tahun
Rasulullah menemui jalan buntu di mekkah terhadap dakwah
“pengakuannya” maka penduduk madinah-lah yang menerima
sehingga Rasulullah menerapkan Syariat Islam diatas pondasi
pengakuan penyembahan terhadap Allah. Karena Sejatinya memang
itulah inti dakwah Islam, inti dakwah yang disampaikan para
rasul-rasul terdahulu yaitu pemurnian tauhid. Pemurnian
penghambaan manusia hanya kepada Allah semata.
Oleh karena itu dalam hal ini saya amat menyetujui pendapat
yang mengatakan bahwa Syariat Islam harus dilaksanakan di
dalam dasar negara Islam dengan Al-Qur’an dan Sunnah sebagai
pedoman perundang-undangan tertinggi, merupakan hal yang
percuma jika syariat Islam dilaksanakan di Negara yang sekuler
/ tidak bertuhan ( tidak ber Ilah), Sebab pengakuan lah yang
harus terlebih dahulu dilakukan sebelum pelaksanaan. Dalam
konteks pribadi, adalah hal yang sangat mengancam syahadat
kita apabila kita masih mengakui bahwa ada yang mempunyai hak
dan kekuasaan tertinggi tertinggi selain Allah. Sebab syahadat
sejatinya penerimaan Allah sebagai yang maha penguasa di satu
sisi dan penolakan / pengingkaran terhadap kekuasaan lain
selain kekuasaan Allah. Rasulullah pun tak bersedia bergabung
dengan identitas jahiliah sebelum mereka mengakui bahwa hanya
Allah-lah satu-satunya sesembahan bagi mereka, Rasulullah
mengumumkan perbedaan identitas secara bertahap mulai dari
perbedaan pandangan hidup di Mekkah hingga puncaknya adalah
perbedaan tata cara dan budaya hidup dan bernegara pada
periode madinah. Bukan malah mencampur adukkannya. Hal ini
sebagaimana yang dilakukan oleh bapak Tauhid kita yaitu Nabi
Ibrahim a.s:
Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada
Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka
berkata kepada kaum mereka:
“Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang
kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran) mu dan
telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian
buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja.
Kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya ……
– (Q.S Al Mumtahanah : 4)
Semoga kita dapat meneladani beliau dalam segala aspek, dan
tergolong sebagai umatnya di dunia akhir zaman ini. Aamin
InsyaaAllah.
Oleh Muhammad Yusron Mufid
Download