II. TELAAH PUSTAKA Limbah cair tekstil merupakan produk samping selama proses pengolahan bahan baku sampai dihasilkannya produk utama yang berupa tekstil. Proses – proses yang menghasilkan limbah cair antara lain proses pengkanjian, penghilangan kanji, penggelentangan, pemasakan, merserisasi, pewarnaan, pencetakan, dan proses penyempurnaan (Pratiwi, 2010). Pada proses pewarnaan dan penyempurnaan tekstil digunakan zat pewarna yang mengandung bahan berbahaya atau beracun yaitu kalium dikromat (K2Cr2O7) (Bramandita 2009). Kalium dikromat masuk ke badan perairan terionisasi menjadi Cr6+ dan Cr3+. Logam Cr merupakan Unsur dengan nomor atom 24, bobot atom 51, 996 g/mol merupakan salah satu jenis logam berat yang mempunyai daya racun tinggi. Daya racun yang dimiliki oleh logam Cr ditentukan oleh valensi ionnya. Ion Cr6+ merupakan bentuk logam Cr yang paling banyak dipelajari sifat racunnya, apabila dibandingkan dengan ion-ion Cr2+ dan Cr3+. Logam Cr dapat menyebabkan terjadinya keracunan akut dan kronis (Nurdiani, 2005). Cr yang terdapat dalam limbah masuk ke instalasi pengolahan air limbah, kemudian dibuang melalui pipapipa ke lingkungan perairan sekitar pabrik. Apabila Cr yang terbuang bersama limbah cair tersebut melebihi batas normal (Menurut Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001, kadar maksimal memasuki perairan adalah 0,5 mg.l-1) akan menyebabkan pencemaran lingkungan sekitarnya. Dampak yang timbul dari pencemaran limbah industri dapat berupa dampak fisik dan kimia ataupun dampak biologis. Dampak fisik dapat digambarkan dengan adanya perubahan warna air atau perubahan morfologi ikan. Dampak kimia dapat dilihat dari perubahan kualitas air yang tidak memenuhi baku mutu air sesuai peruntukannya. Sementara itu dampak biologis dapat berupa kematian ikan atau sekurang-kurangnya kerusakan jaringan akibat mengakumulasi beban pencemaran bio.unsoed.ac.id yang masuk kedalam tubuhnya (Pratiwi, 2010). Menurut Andarani dan Dwina (2009), penyebaran logam berat yang masuk ke lingkungan perairan, dapat dimonitor kandungan logam di rona lingkungannya. Rona lingkungan sebelum ada pemasukan effluen limbah dapat disebut rona kontrol dan rona lingkungan setelah adanya pemasukan effluent limbah yaitu rona persawahan dan rona perumahan. Monitoring lingkungan dilakukan dengan mengukur kandungan logam berat pada air, sedimen dan tumbuhan yang dapat hidup di lingkungan 4 tersebut. Konsentrasi logam berat pada rona lingkungan sebelum menerima effluent PT “X” cenderung lebih rendah dibandingkan dengan kandungan logam pada rona lingkungan setelah mendapatkan effluent PT “X”. Air merupakan sumber daya alam yang dapat diperbarui, tetapi air akan dapat dengan mudah terkontaminasi, salah satunya oleh logam berat yang terlarut dalam limbah tekstil dan masuk ke sumber air. Konsentrasi logam berat yang melebihi batas ambang dapat merubah fungsi sumber air menjadi sumber racun bagi kehidupan organisme yang terdapat pada perairan (Apriadi, 2005). Logam berat masuk ke dalam perairan mengikuti aliran air, kemudian mengendap di dasar perairan membentuk sedimen. Berdasarkan penelitian Andarani dan Dwina (2009), konsentrasi logam dalam sedimen cenderung lebih besar daripada dalam air. Menurut Begum 2009 dalam Andarani dan Dwina (2009), logam seperti Cr, Cu dan Zn dapat berinteraksi dengan materi organik dalam fase larut dan kemudian mengendap, sehingga menimbulkan konsentrasi yang tinggi di sedimen. Logam berat tersebut dapat terakumulasi dalam sedimen di badan air sehingga konsentrasinya akan terus meningkat. Sedimen yang terbentuk selanjutnya digunakan oleh tumbuh-tumbuhan salah satunya adalah eceng gondok untuk tempat hidupnya. Eceng gondok digolongkan sebagai gulma perairan mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan ekstrim dan mempunyai kemampuan mengakumulasi logam berat dalam tubuhnya. Pada akar eceng gondok terdapat mikrobia rhizosfera yang mengakumulasi logam berat. Mikrobia rhizosfera adalah bentuk simbiosis antara bakteri dengan jamur, yang mampu melakukan penguraian terhadap bahan organik maupun anorganik yang terdapat dalam air dan unsur hara serta menggunakannya sebagai sumber nutrisi (Surawiria, 1993 dalam Setyowati et al., 2005). Eceng gondok merupakan tumbuhan yang sangat toleran terhadap bkadar unsur hara yang rendah maupun tinggi dalam air (Ratnani et al., 2010). Berdasakan bio.unsoed.ac.id hasil penelitian Kholidiyah (2010), diketahui bahwa tumbuhan eceng gondok (Eichornia crassipes) mampu mengakumulasi logam berat Cd dan Pb. Organ yang paling berpotensi dalam menyerap Cd dan Pb adalah tangkai, kemudian akar, dan daun. Kadar logam dilingkungan dipengaruhi oleh Faktor lingkungannya. Berdasarkan penelitian Sukirno (2006), yang melakukan kajian logam medium dan berat dalam air dan sedimen Sungai Code Yogyakarta didapatkan bahwa kandungan 5 logam Hg, Cd dan Cr dalam air pada musim penghujan konsentrasinya lebih kecil dibandingkan pada musim kemarau.. Hal ini disebabkan oleh pada musim penghujan terjadi pengenceran dan terdapat arus, sehingga logam terbawa oleh air dan sedikit yang masih berada pada badan air di tempat pembuangan limbah tersebut. Kandungan logam Cr pada air, sedimen dan tumbuhan eceng gondok dapat ditentukan dengan menggunakan alat AAS. Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) merupakan salah satu alat analisis yang dapat digunakan untuk mengetahui keberadaan dan kadar logam berat dalam berbagai bahan, namun terlebih dahulu dilakukan tahap destruksi. Destruksi yaitu perombakan bentuk organik logam menjadi bentuk logam-logam anorganik. Pada dasarnya ada dua jenis destruksi yang yaitu destruksi basah (oksida basah) dan destruksi kering (oksida kering). Destruksi basah adalah perombakan sampel dengan asam-asam kuat baik tunggal maupun campuran, kemudian dioksidasi dengan menggunakan zat oksidator antara lain H2O2, H2SO4, HCl dan HNO3 (Raimon, 1993). Destruksi kering merupakan perombakan organik logam di dalam sampel menjadi logam-logam anorganik dengan jalan pengabuan sampel dalam muffle furnace dan memerlukan suhu pemanasan tertentu. Pada umumnya dalam destruksi kering ini dibutuhkan suhu pemanasan antara 400-800oC, tetapi suhu ini sangat tergantung pada jenis sampel yang akan dianalisis (Pujiastuti, 2003). Eceng gondok dan Sedimen dapat didestruksi dengan menggunakan destruksi kering untuk mendapatkan sampel berupa abu. Suhu yang biasa digunakan untuk pengabuan jaringan tumbuhan berkisar pada 450OC. Pada suhu ini senyawa organik mengalami oksida yang sempurna dan hilangnya unsur akibat penguapan rendah (Pujiastuti, 2003). Selanjutnya didestruksi dengan destruksi basah dengan menambahkan asam-asam kuat sebagai pereaksi. Air dan limbah juga menggunakan teknik destruksi basah dengan menambahkan asam-asam seperti asam nitrat sebagai pereaksi. Kemampuan pelarutan dari asam nitrat disebabkan kemampuan ion nitrat bio.unsoed.ac.id untuk berperan sebagai agen pengoksidasi. Destruksi sampel menggunakan asam memiliki keuntungan yaitu kelebihan asam dapat dengan mudah dihilangkan selain itu nitrat adalah matrik yang dapat diterima dengan spektrofotometer dengan nyala (Setyaningsih, 2003 dalam Syahputra, 2005). Hipotesis dari penelitian ini adalah rona lingkungan berpengaruh terhadap kandungan logam Cr pada tumbuhan eceng gondok, sedimen, dan air. Kandungan Cr tertinggi terdapat pada rona dua yaitu rona titik tempat pembuangan limbah pabrik. 6