PENYEBARAN DAN PENERIMAAN IDE-IDE BARU PEMBELAJARAN SOFT SKILL (Studi Kasus Difusi Inovasi Pembelajaran Soft Skill di Kalangan Anggota Akademi Berbagi Solo) Raisa Amelia Prahastiwi Utari Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta Abstract In the very tight competition, the ability of Hard skills and Soft Skills to be possessed by young people, especially college students who will dive into the world of work. Because it's not just the Hard Skills required in the world of work, but Soft Skill is also necessary and important as well. According to research previously conducted , obtained the conclusion that ip situated under soft skill abilitys greater are considered to be important and indispensable. The problem this time, not a lot of Soft Skill education taught in College, therefore the new problem occurred on a student. After they graduate they are not ready to plunge into the world of work. See the phenomenon of the problems of education and education will realize the importance of indonesia soft skill especially in education. Appear social movement who are concerned with the issue , namely akademi Berbagi. This research is qualitative research type by using the case study method, The taking of data technique used is interviews and the literature study. The sampling method used in this research is purposive sampling. The validity of the data in this research using a technique trianggulasi data, and phase of the data analysis covering data collection, the reduction of the data, the presentation of data, and the withdrawal of conclusion. Based on the results of research overall (1) all the individuals in Akademi Berbagi Solo have the same role that is, spreading as well as invite other individuals to adopt these social movements (2) innovator and early adopter are utilizing the mass media, social media, and interpersonal communication (3) but the early majority and the late majority are utilizing the social media and interpersonal communication only. Keywords: Diffusion of Innovation, Akademi Berbagi Solo, Soft Skill, Innovator, Early Adopter, Early Majority, Late Majority. 1 Pendahuluan Pendidikan merupakan kunci pembangunan suatu bangsa. Pendidikan berfungsi meningkatkan kualitas SDM. Pembangunan ekonomi suatu bangsa bisa terjadi dengan adanya transformasi sosial dalam suatu bangsa. Kualitas sumber daya manusia yang tangguh, unggul, kreatif dan berdaya saing tinggi merupakan aset yang sangat penting bagi kehidupan. Bangsa yang memiliki kualitas SDM tinggi akan berdiri sebagai sebuah Negara yang tangguh dan mampu bersaing dengan Negara-negara lain (Joni Rusdiana 2011:298). Berbicara lebih detail mengenai pendidikan, ada dua komponen yang terdapat di dalamnya, yaitu Hard Skill dan Soft Skill. Hard Skill adalah sebagian besar mata kuliah atau pelajaran yang tersusun dalam kurikulum. Dalam Jurnal Seni dan Budaya dijelaskan bahwa Hard Skill lebih bersifat visible dan immediate. Soft Skill bersifat invisible dan tidak segera, Soft Skill tidak meliputi kecakapan teknis seperti keterampilan perakitan dan penghitungan financial (Setya Widyawati, 2011:62). Di masa persaingan yang sangat ketat, Hard Skill dan Soft Skill harus seiring dan sejalan dalam pengembangannya di perguruan tinggi sebagai pencetak sumberdaya yang tangguh dan unggul. Pendidikan Soft Skill tidak diajarkan di bangku kuliah, oleh karena itu timbul masalah baru pada mahasiswa. Setelah mereka lulus mereka tidak siap terjun kedalam dunia kerja (Setya Widyawati 2011:66). Menurut Direktur Akademik Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), Dr. Illah Sailah, sarjana Indonesia memiliki sifat yang kurang menguntungkan perusahaan. Hasil penelitian yang dia lakukan pada tahun 2009 menunjukkan bahwa lulusan perguruan tinggi cenderung memiliki karakter cepat bosan, bermental lemah, tidak dapat membina kerja sama dan tidak memiliki integritas. Banyak sarjana yang tidak tahan menghadapi dunia kerja. Mereka yang menandatangani kontra kerja dua tahun, berhenti enam bulan kemudian (http://suaramahasiswa.com/implementasi-kemampuan-hard-skill-soft-skilldan-entrepreneurship-mahasiswa-dalam-menghadapi-aec/). Soft skill dan hard skill kurang berjalan dengan seimbang di Universitas. Oleh karena itu peningkatan soft skill mahasiswa melalui pembinaan pada kegiatan akademis maupun nonakademis perlu dilakukan secara optimal di perguruan tinggi. 2 Namun dalam kenyataannya, proses pembinaan dalam aspek Soft Skill ini berjalan kurang seimbang. Materi dalam aspek Hard Skills dirasakan mendominasi pada sistem pembelajaran. Sementara, peningkatan Soft Skill baik dalam proses pembelajaran maupun dalam bentuk pembinaan organisasi kemahasiswaan dirasakan kurang mendapat perhatian yang seksama dari berbagai pihak (http://bunghatta.ac.id/berita/432/peningkatan-soft-skillmahasiswa-di-pt-perlu-dilak.html). Permasalahan mengenai soft skill pun juga dirasakan oleh mahasiswa dan pihak kampus di Universitas Sebelas Maret Surakarta. Salah satu faktor kurangnya soft skill pada mahasiswa adalah karena rata-rata mahasiswa hanya mengejar hard skill. Berdasarkan data tracey study yang dilakukan oleh masing-masing fakultas di Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), diperoleh gambaran bahwa ratarata masa tunggu lulusan S1 dalam memperoleh pekerjaan pertama pada umumnya kurang dari 6 bulan; rata-rata lama studi 4,6 tahun (Laporan Tahunan Rektor UNS, 2010). Berdasarkan temuan dari Biru Administrasi Kemahasiswaan dalam workshop bursa kerja, sering dijumpai keluhan beberapa alumni yang kebingungan/kesulitan mencari kerja Fenomena ini sama seperti yang diungkap oleh Drs. Dwi Tiyanto, SU selaku Pembantu Rektor III UNS yang membidangi kemahasiswaan, secara umum kondisi keilmiahan pada mahasiswa UNS masih dalam taraf relatif wajar. Masalah sedikitnya minat para mahasiswa di bidang ilmiah terutama dalam program kreativitas mahasiswa menurutnya masih dilatar belakangi masalah klasik berupa banyaknya mahasiswa yang hanya ingin berkutat mengejar prestasi hard skill berupa IPK tanpa diimbangi dengan kegiatan ekstrakurikuler seperti program kreatifitas mahasiswa (http://www.academia.edu/9325371/PENTINGNYA_PENGEMBANGAN_S OFT_SKILL_MAHASISWA_PENTINGNYA_PENGEMBANGAN_SOFT_ SKILL_MAHASISWA). Melihat fenomena permasalahan pendidikan di Indonesia dan menyadari akan pentingnya pendidikan terutama pendidikan Soft Skill, muncul gerakan sosial yang peduli dengan masalah tersebut. Salah satunya adalah Akademi Berbagi. Akademi Berbagi atau yang lebih dikenal dengan sebutan Akber yang dalam penelitian ini akan ditulis Akber. Merupakan gerakan sosial nirlaba yang bertujuan untuk berbagi pengetahuan, wawasan dan pengalaman yang bisa diaplikasikan langsung sehingga para peserta bisa meningkatkan kompetensi di bidang yang telah dipilihnya. Bentuknya adalah kelas-kelas pendek yang diajar 3 oleh para ahli dan praktisi di bidangnya masing-masing. Kelasnya pun berpindahpindah sesuai dengan ketersediaan ruang (http://www.akademiberbagi.org). Salah satu cabang Akber yang bisa dikatakan aktif dan berkembang adalah Akber Solo. Dalam pembahasan masalah, peneliti mengkaji dengan menggunakan teori difusi inovasi. Menurut Everett Rogers dan F. Floyd Shoemaker, difusi adalah suatu tipe khusus komunikasi. Difusi merupakan proses dimana inovasi tersebar kepada anggota suatu sistem sosial. Pengkajian difusi adalah telaah tentang pesan-pesan yang berupa gagasan baru, sedangkan pengkajian komunikasi meliputi telaah terhadap semua bentuk pesan. Dari aspek komunikasi, penelitian ini mencoba mengadakan studi kasus terhadap Akber Solo untuk mendapatkan gambaran tentang proses komunikasi di dalam penyebaran dan penerimaan ide-ide baru pembelajaran soft skill. Karena di dalam difusi inovasi atau penyebaran dan penerimaan ide-ide baru pembelajaran soft skill terdapat proses komunikasi yang terjadi antara Innovator, Early adopter, Early majority, Late majority, dan Laggards di Akber Solo. Tentunya di dalam proses tersebut muncul efek yang berbeda-beda dari masing-masing kelompok. Proses komunikasi antara kelima kelompok tersebut berpengaruh terhadap keberhasilan penyebaran dari Akademi Berbagi Solo. Rumusan Masalah Rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana peran, cara kerja, dan proses komunikasi individu-individu dalam Akber Solo dalam proses difusi inovasi mengenai pembelajaran Soft Skill. Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan yang sudah diajukan, maka tujuan dari penelitian adalah: 1. Menjelaskan peran, cara kerja, dan proses komunikasi pada Innovator dalam Akber Solo. 4 2. Menjelaskan peran, cara kerja, dan proses komunikasi pada early adopter dalam Akber Solo. 3. Menjelaskan peran, cara kerja, dan proses komunikasi pada early majority dalam Akber Solo. 4. Menjelaskan peran, cara kerja, dan proses komunikasi pada late majority dalam Akber Solo. Tinjauan Pustaka a. Komunikasi Manusia secara individu maupun kelompok, dalam kehidupan pasti terjalin komunikasi satu dengan lain. Komunikasi menurut Carl Hovland, Janis & Kelley merupakan sebuah proses melalui dimana seseorang (komunikator) menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang-orang lainnya (khalayak) (Riswandi, 2009:1). Proses yang dimaksudkan disini artinya bahwa komunikasi merupakan serangkaian tindakan atau peristiwa yang terjadi secara berurutan (ada tahapan atau sekuensi) serta berkaitan satu sama lainnya dalam kurun waktu tertentu (Riswandi, 1998:3). Proses komunikasi menurut Onong Uchjana Effendy (1986:14) pada hakekatnya adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran bisa merupakan gagasan, informasi, opini, dan lain-lain, yang muncul dari benaknya. Proses komunikasi dimulai dari berjalannya komunikator dalam menyampaikan pesan (message) melalui jalur tertentu kemudian pesan tersebut ditangkap oleh penerima atau komunikan (receiver = audience) dan bila memungkinkan terjadi umpan balik (feed back) (Hernan Panuju, 2001:18). 5 b. Komunikasi Pembangunan Dalam jurnal The Meaning and Model of Development Communication yang ditulis oleh Udi Rusadi (2014) Indonesia adalah negara berkembang, sebuah negara berkembang sangat lekat dengan pembangunan. Pembangunan sering dianggap sebagai perubahan secara fisik atau bentuk. Padahal perubahan tidak sekedar pembangunan fisik saja tetapi juga mencakup perubahan sosial dan lingkungan (Budiman, 1995). Pembangunan di suatu negara yang berkembang dapat dikaji dengan komunikasi pembangunan. Effendi (1984) dalam Mardikanto (2010:54) mengartikan komunikasi pembangunan sebagai suatu proses pesan oleh seseorang atau sekelompok orang kepada khalayak guna merubah sikap, pendapat, dan perilakunya dalam rangka meningkatkan kemajuan lahiriah. Dapat disimpulkan bahwa pesan yang disampaikan oleh seseorang atau sekelompok orang kepada khalayak merupakan ide-ide baru yang diperkenalkan kepeda sistem sosial. Hal tersebut diungkapkan oleh Rogers (1971) dalam Zulkarimein Nasution (2004:28) mengartikan komunikasi pembangunan sebagai berikut: “Komunikasi pembangunan adalah suatu jenis perubahan social dimana ide-ide baru diperkenalkan kepada suatu sistem social untuk menghasilkan pendapatan per kapita dan tingkat kehidupan yang lebih tinggi melalui produksi modern dan organisasi social yang lebih baik” (Rogers dan Shoemaker, 1971). c. Teori Difusi Inovasi Dalam teori difusi inovasi, dikatakan bahwa sebuah inovasi disebarkan dalam sebuah sistem sosial dengan pola yang dapat diprediksi. Sedikit individu akan langsung mengadopsi inovasi segera setelah mereka mengetahuinya dan individu-individu lain membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencoba sesuatu yang baru dan ada pula individu lain yang membutuhkan waktu lebih lama lagi dalam mengadopsi inovasi tersebut. Individuals vary in their willingness to take risks in adopting a new idea or product. A few individuals accept the risk of adopting a new idea, product or behaviour before anyone else. In contrast, most people are 6 reluctant to adopt a new idea or product and prefer to wait until other people have tried it first (Thomas W. Valente, 1996:69). Inovasi merupakan gagasan, tindakan atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Jika sesuatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi bagi orang itu. Baru dalam ide yang inovatif tidak berarti harus baru sama sekali (Rogers, 1983:11). Sedangkan difusi adalah proses dimana inovasi dikomunikasikan atau disebarkan melalui saluran komunikasi dalam kurun waktu tertentu di dalam suatu sistem sosial (Rogers, 1983:5). Dalam proses difusi, pesan yang disampaikan adalah sesuatu yang baru maka terdapat resiko bagi penerimanya, yaitu adanya perbedaan tingkah laku dalam kasus penerimaan pesan. Tujuan utama dari difusi inovasi adalah diadopsinya suatu inovasi, baik berupa ilmu pengetahuan, ataupun teknologi, oleh anggota sistem sosial tertentu. Sistem sosial dapat berupa individu, kelompok informal, organisasi, sampai kepada masyarakat. Berdasarkan keinovatifannya yakni lebih awal atau lebih akhirnya seseorang mengadopsi inovasi tersebut, anggota sistem sosial dapat di kategorikan kedalam kelompok-kelompok adopter (Rogers, 1987:248-250) yakni, Innovator, Early Adopter, Early Majority, Late Majority, dan Laggards. d. Transformasi Informasi Pada Adopter Dalam proses adopsi inovasi terdapat lima adopter yang memerlukan komunikasi dalam menjalankan perannya menyebarkan inovasi kedalam sistem sosial. Saluran komunikasi memegang peran penting dalam proses itu, kerena melalui saluran itulah sebuah inovasi menyebar dari sumber kepada anggota sistem lainnya. Penelitian yang ada menunjukkan ada proses yang berbeda yang dilakukan saluran komunikasi pada setiap tahap keputusan inovasi. Saluran komunikasi media massa lebih banyak dipergunakan pada tahap pengenalan inovasi, sedangkan saluran interpersonal lebih penting peranannya 7 pada tahap persuasi. Dalam kelompok adopter, media massa penting digunakan oleh adopter yang lebih awal, sedangkan adopter yang lebih lambat tidak perlu banyak bergantung pada saluran media massa karena pada saat mereka mengambil keputusan untuk menerima inovasi dalam sistem sosial telah banyak orang yang mempunyai pengalaman dengan ide baru itu, sehingga ia lebih banyak mengadakan kontak interpersonal dengan masyarakat Abdillah Hanafi (1986:121). Dalam kelompok adopter, komunikasi interpersonal (tatap muka) kurang penting bagi adopter yang lebih awal daripada kelompok yang lebih lambat. Adopter yang lebih lambat kurang berorientasi pada perubahan, mereka ini memerlukan dorongan-dorongan yang lebih kuat yang ditimbulkan dari saluran interpersonal. Metodologi Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Metode yang digunakan untuk mendapatkan data primer yang terdiri atas Innovator, atau mereka yang memiliki peran sebagai penggagas Akademi Berbagi, dan adopter (early adopter, early majority, dan late majority), yakni pendiri Akber Solo, volunteer, pengisi kelas, dan peserta kelas, adalah dengan wawancara mendalam atau idepth interview. Selanjutnya data hasil temuan disajikan secara deskriptif berdasarkan rumusan masalah yang telah dibuat oleh peneliti. Menurut Moleong dalam bukunya, Bogdan dan Taylor (1975:5) mendefinisikan metodologi penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong. 2011: 4). Untuk mendapatkan validitas data, hasil temuan tersebut dianalisis dengan menggunakan trianggulasi data dengan membandingkan dengan sumber data sekunder (dokumentasi, buku, jurnal, artikel, internet, dsb). Sampel dalam penelitian ini menyesuaikan pada kebutuhan lapangan. Sampel dipilih untuk menggali dan menemukan sebanyak mungkin informasi yang penting. Teknik yang digunakan pada penelitian ini dalam menentukan sampel 8 adalah dengan teknik purposive sampling. Menurut H.B. Sutopo (2002: 56) teknik purposive sampling memiliki kecenderungan bahwa peneliti akan memilih informan yang dianggap mengetahui informasi dan permasalahan secara mendalam. Selain itu, teknik tersebut juga memungkinkan informan yang dipilih, dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap. Data yang sudah terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan model interaktif Miles dan Huberman (1994) dalam Pawito (2007:104). Dalam teknik analisi tersebut terdapat tiga komponen utama, yakni reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Sajian dan Analisis Data Berdasarkan pada teori difusi inovasi, terbagi menjadi lima kategori adopter, yaitu : (1) Innovator, (2) Early Adopter, (3) Early Majority, (4) Late Majority, (5) laggards (Rogers 1983:246). Lima kategori ini berperan penting dalam inovasi, karena peran mereka yang menentukan berhasil atau tidaknya sebuah inovasi. Berikut akan dijelaskan secara sequence dan tidak sebaliknya mengenai fungsi dan peran serta pola komunikasi yang dilakukan oleh Innovator terhadap Early Adopter, Early Adopter terhadap Early Majority, dan Early Majority terhadap Late Majority. a. Peran, Cara Kerja, dan Proses Komunikasi Innovator dalam Akademi Berbagi Solo Innovator atau si penggagas dari Akber tidak lain adalah foundernya yakni Ainun Chomsun yang berprofesi sebagai Freelancer Social Media Strategist. Kriteria dari seorang Innovator menurut Rogers (1983:248) melekat pada dirinya yakni, suka sekali mencoba setiap gagasan baru, pemberani, petualang, dan suka akan hal-hal yang menyerempet bahaya serta mereka berani mengambil resiko 1. Peran dan Cara Kerja Innovator Merumuskan dan Menetapkan Kebijakan Ainun bersama para relawan pengurus nasional merancang dan menetapkan peraturan demi keberlangsungan Akber. Peraturan 9 tersebut dibuat sedikit demi sedikit seiring dengan berjalannya gerakan dan disesuaikan pula dengan kebutuhan. Peraturan yang sudah ditetapkan kemudian dijadikan sebagai pedoman dalam menjalankan Akber di kotanya masing-masing. “Kami para relawan pengurus nasional membuat peraturan sambil jalan. Mulai dari sedikit dulu dibuat, biasanya sambil melihat kebutuhan. Kemudian kami sebarkan peraturan itu dalam milis relawan, sehingga bisa menjadi pedoman bagi relawan.” (Ainun Chomsun, founder Akber, 27 Maret 2014) Peraturan yang dibuat oleh Ainun dan relawan nasional lainnya meliputi tema kelas, relawan, guru, ruang kelas, dokumentasi dan publikasi, kepengurusan, serta kerjasama dan pengelolaan dana. Mengawasi Keberlangsungan Akber Ainun Chomsun berperan mengawasi segala hal yang berkaitan dengan Akber, baik di pusat maupun di kota-kota lain. Pengawasan dan kontrol seluruh Akber dilakukan oleh Ainun melalui Milist dan twitter. “Kontrolnya menggunakan sisrem report di milis, selama ini kami masih menggunakan sistem controlling dan reporting menggunakan socmed dan milis.” (Ainun Chomsun, founder Akber, 27 Maret 2014) Kepala Sekolah Akber di masing-masing kota melalui Milist melaporkan semua hal yang terjadi atau kegiatan yang sudah dilakukan maupun yang akan dilakukan oleh Akber di tiap kota tersebut. Melalui twitter pun Ainun juga dapat memantau kegiatan Akber dan para volunteer di tiap kota. Menyebarkan Virus Berbagi Ainun dan para relawan secara rutin posting setiap kegiatan kelas yang dilakukan. Twitter yang pada waktu itu booming dan menjadi media menyampai pesan singkat yang mudah dan efektif menjadikannya sebagai media utama yang digunakan oleh Akber. Membuat website resmi Akber juga dilakukan oleh Ainun dan relawan 10 pusat. Website difungsikan sebagai sarana pengenalan Akber kepada masyarakat. Karena di dalam website lah semua informasi mengenai Akber dipaparkan secara lengkap. Selain menggunakan media internet, Ainun dalam menyebarkan gerakan ini dibantu oleh pengajar yang menjadi endorser sehingga cepat dikenal publik dan kemudian diangkat di media baik cetak maupun televisi. “Dengan memanfaatkan social media, kami secara rutin memposting kegiatan-kegiatan kami dibantu para pengajar yang menjadi endorser sehingga cepat dikenal publik dan kemudian diangkat di media baik cetak maupun TV.” (Ainun Chomsun, founder Akber, 27 Maret 2014) “Twitter mudah, penyebaran melalui twitter juga cepat, murah sehingga tidak perlu biaya besar, dan bisa dijalankan dari mana saja.” (Ainun Chomsun, founder Akber, 27 Maret 2014) 2. Saluran dan Proses Komunikasi Twitter Penggunaan Twitter difungsikan sebagai media penyampai Informasi mengenai kelas-kelas Akber dan juga kegiatan diluar dari kelas. Kecepatan arus informasi dan juga merupakan media berjejaring yang cukup sederhana adalah alasan mengapa media ini dipilih sebagai media utama. “Twitter mudah, penyebaran melalui twitter juga cepat, murah sehingga tidak perlu biaya besar, dan bisa dijalankan dari mana saja tidak perlu kantor khusus.” (Ainun Chomsun, founder Akber, 27 Maret 2014) Media Massa Publikasi kegiatan Akber di media sosial dan di bantu oleh beberapa pengisi kelas yang menjadi endorser membuat Akber makin diketahui oleh publik dan kemudian diangkat di media massa. Secara tidak langsung media massa juga menjadi media penyebaran gerakan tersebut. 11 “Dengan memanfaatkan social media, kami secara rutin memposting kegiatan-kegiatan kami dibantu para pengajar yang menjadi endorser sehingga cepat dikenal publik dan kemudian diangkat di media baik cetak maupun TV.” (wawancara Ainun Chomsun, founder Akber, 27 Maret 2014) Berdasarkan teori difusi inovasi, Rogers menyebutkan bahwa saluran komunikasi media massa lebih dugunakan oleh kelompok adopter awal yakni innovator dan early adopter. Hal tersebut terbukti pada penelitian yang dilakukan terhadap adopter pada Akademi Berbagi Solo. Facebook Walaupun twitter sedang booming, namun sebagian besar masyarakat Indonesia masih banyak yang menggunakan facebook untuk berbagai hal terutama berjejaring. Oleh karena itu, Akber juga menggunakan facebook sebagai media penyampaian pesannya, namun tetap bukan media utama. Akber memiliki satu group facebook untuk internal relawan Akber dan satu group facebook untuk pihak eksternal, dalam hal ini adalah masyarakat umum. “Fb sama dengan twitter fungsinya, namun bukan sebagai media utama yang kami gunakan.” (Ainun Chomsun, founder Akber, 27 Maret 2014) Website Website adalah rumah di ranah media online. Jika media sosial merupakan media penyampaian sebuah pesan dari Akber, maka website adalah tempat di mana semua informasi lengkap mengenai Akber tersedia mulai dari review kegiatan, materi kelas, foto, serta database guru dan relawan, yang dapat dijadikan referensi. “Website Akber kami buat sebagai tempat sumber informasi lengkap mengenai Akber, relawan, guru, dan kegiatan kelas.” (wawancara Ainun Chomsun, founder Akber, 27 Maret 2014) Mailing List Mailing list atau milist adalah media yang digunakan untuk komunikasi secara internal antar relawan untuk membahas berbagai 12 macam hal. Akber memiliki dua buah milist, yaitu: milist kepala sekolah yang digunakan sebagai tempat untuk berkoordinasi dengan Akber nasional, dan milist relawan untuk internal relawan. “Milist digunakan untuk komunikasi internal, kami punya dua milist satu untuk kepala sekolah, satu lagi khusus relawan.” (Ainun Chomsun, founder Akber, 27 Maret 2014) Menggunakan Poster, SMS, dan Word Of Mouth Sadar bahwa tidak semua masyarakat Indonesia merupakan pengguna media online dan juga tidak semua masyarakat dapat menjangkau internet, Akber pun menggunakan media tradisional seperti poster, sms, dan informasi dari mulut ke mulut. “Kami pun juga memanfaatkan poster, sms, dan obrolan dari mulut ke mulut (word of mouth).” (Ainun Chomsun, founder Akber, 27 Maret 2014) b. Peran, Cara Kerja, dan Proses Komunikasi Early Adopter Early Adopter adalah orang-orang pertama yang mengadaptasi hal-hal yang dilakukan Innovators. Dalam penelitian ini yang termasuk kedalam kategori Early Adopter adalah kelima Pendiri dari Akber Solo, yakni Imam Subchan, Azis Bahtiar, Budi Prajitno, Irawan Mintorogo, dan Sadrah serta beberapa pengisi kelas Akber Solo, yakni Astrid Widayani, Aulia ‘Ollie’ Halimatussadiah, dan Retno Wulandari. Karakteristik Early Adopter pada Akademi Berbagi Solo sesuai dengan teori difusi inovasi menurut Rogers (1983:249) bahwa early adopter adalah opinion leader yang paling berpengaruh, Mereka yang suka mencoba inovasi yang baru dikenalkan dan berani mengambil resiko, Role Model dari anggota lain dalam sebuah sistem sosial, dan sosok yang dihargai Untuk mempengaruhi penerima dini tidak memerlukan persuasi karena mereka sendiri yang selalu berusaha mencari sesuatu yang dapat memberikan mereka keuntungan dalam kehidupan sosial atau ekonomi. 13 1. Peran dan Cara Kerja Early Adopter Mengawasi dan Mengarahkan Kegiatan Akber Solo Sebagai pihak pertama yang mengadopsi hal-hal yang dilakukan oleh Innovator, Early Adopter pun berperan mengawasi keberlangsungan dari Akber Solo agar kegiatan dapat berjalan dengan baik. Pengawasan dilakukan melalui twitter, group volunteer Akber Solo, dan pengawasan secara langsung di kelas. “Kami ga lepas volunteer begitu saja, kamu rutin memantau kegiatan secara langsung di kelas atau dari media sosial twitter, dan dari group bbm yang dibuat oleh volunteer untuk tempat diskusi kegiatan akber.” (wawancara Imam Subchan Kepala Sekolah Akber Solo Periode 2011-2012, 10 November 2013) Menyebarkan Gerakan Akber Solo Konsep berbagi pengetahuan secara free yang diterapkan oleh Akber secara Nasional termasuk ide yang baru dalam dunia pendidikan terutama di Kota Solo. Karena termasuk kedalam ide baru, maka oleh Early Adopter Akber Solo, konsep ini pada awalnya harus di kenalkan kepada masyarakat. Dengan begitu kabar atau informasi mengenai Akber Solo tersebar luas, dan publik yang menggunakan media massa sebagai sumber informasi dapat mengetahui keberadaan Akber Solo. “Di awal akber solo berdiri kita juga memanfaatkan media massa, kebetulan kita kenal dengan beberapa wartawan lokal. Salah satu dari kita, mas irawan itu kan punya timlo.net, dimanfaatin aja buat publikasi.” (wawancara Budi Prajitno, Pendiri Akber Solo, 21 Juni 2014). Beberapa Early Adopter mengenalkan Akber Solo dan mengajak orang-orang terdekatnya atau orang lain untuk ikut serta berpartisipasi. Menjalin Serta Membina Hubungan Dengan Masyarakat Solo Menjalin serta menjaga hubungan yang baik dengan jaringan terutama masyarakat Kota Solo juga merupakan peran dari Early Adopter. Para Early Adopter sering sekali hadir di setiap acara yang diselenggarakan di kota Solo. Selain itu hubungan di media sosial 14 twitter juga dijalin, dengan saling komunikasi satu sama lain dan saling membantu publikasi kegiatan. “Kita selalu hadir disetiap kegiatan yg ada di solo, pasang badan aja. Mau diundang atau tidak kita selalu hadir untuk mengenalkan Akber Solo ke semua orang.” (wawancara Imam Subchan, Kepala Sekolah Akber Solo Periode 2011-2012, 10 November 2013). “Jadi twitter digunakan untuk publikasi kegiatan Akbersolo. Twitter juga digunakan sebagai media komunikasi dengan komunitas dan masyarakat solo.” (wawancara Azis Bahtiar, Pendiri Akber Solo, 30 Oktober 2013). Menjalin dan membina hubungan dirasa sangat penting oleh para Early Adopter. Karena bertemu dengan banyak komunitas dan masyarakat, tanpa disadari mereka lah yang akan mendukung jalannya gerakan Akber Solo. 2. Saluran dan Proses Komunikasi Media Massa Media massa digunakan oleh Akber Solo di awal berdirinya. Karena gerakan sosial ini masih baru, maka sangat perlu adanya publikasi di media massa agar Akber Solo bisa secara luas dikenal oleh masyarakat solo. “Di awal akber solo berdiri kita juga memanfaatkan media massa, kebetulan kita kenal dengan beberapa wartawan lokal. Salah satu dari kita, mas irawan itu kan punya timlo.net, dimanfaatin aja buat publikasi.” (wawancara Budi Prajitno, Pendiri Akber Solo, 21 Juni 2014). Media Sosial Dalam menjalankan kegiatannya, sama seperti Akademi Berbagai Nasional, Akber Solo menggunakan media sosial untuk mendukung setiap kegiatannya. “Officially media yang digunakan itu ya media sosial. Untuk sebar pamflet dan lainnya itu inisiatif dari volunteernya. Akbersolo juga pakai network yang dimiliki oleh saya, budi, irawan, azis, sadrah, 15 dan volunteer.” (wawancara Imam Subchan, Kepala Sekolah Akber Solo Periode 2011-2012, 10 November 2013) Media Sosial terutama twitter menjadi pilihan Akber Solo dikarenakan sosial media memiliki banyak keuntungan. Penyebaran informasi cepat dan tidak berbayar menjadi alasan utama. “Keuntungannya dari twitter murah, terus penyebaran relatif cepat.” (wawancara Sadrah, Pendiri Akber Solo, 2 November 2013). Komunikasi interpersonal (Tatap Muka) Walaupun kekuatan media massa dan media online untuk menyebarkan informasi tidak dipungkiri lagi, namun penting bagi sebuah gerakan untuk mengadakan sosialisasi secara langsung/offline. Komunikasi interpersonal (tatap muka) dilakukan dengan menggunakan power serta link yang dimiliki oleh para Early Adopter. “Sosialisasi langsung juga dilakukan oleh kita, yang kita yakinin, sehebat2nya dunia online akan lebih hebat dampaknya dunia offline. Kita tetap sebar di online, tp kita tetap di offline. Social media penting, untuk sosialisai penting offline. Ngga Cuma nongkrong di twitter.” (wawancara Budi Prajitno, Pendiri Akber Solo, 21 Juni 2014) c. Peran, Cara Kerja, dan Proses Komunikasi Early Majority dalam Akademi Berbagi Solo Early Majority merupakan tingkatan di bawah Early Adopter. Dalam penelitian ini yang termasuk kedalam kategori Early Majority adalah Monica Sari, Hanna Suryadika, dan Wahyu Yuliastuti sebagai Volunteer, kemudian Made Ayu Aryani dan Wahdini Nur Aflah sebagai Pengisi Kelas, dan Aryo Rianditia, Muh. Biasafil Setya, Nuri, dan Ferrial Pondrafi sebagai Peserta dari Akber Solo. Seluruh individu tersebut memiliki karakteristik yang sesuai dengan karakteristik early majority menurut Rogers, yakni sebelum menerima inovasi, kategori pengadopsi seperti ini mungkin terlebih dahulu berulangkali mempertimbangkannya (1983:249). Early Majority akan berkompromi secara hati-hati sebelum membuat keputusan dalam mengadopsi inovasi. 16 1. Peran dan Cara Kerja Early Majority Menyebarkan Gerakan dan Mengajak Masyarakat Untuk Berpartisipasi Dalam Akber Solo Semua bagian yang terlibat di dalam Akber Solo memiliki fungsi dan peran yang sama, yakni menyebarkan gerakan Akber Solo dan juga mengajak Masyarakat Solo untuk berpartisipasi di dalamnya. Begitu halnya dengan Early Majority yang meliputi volunteer, pengisi kelas, dan peserta. Meskipun media online menjadi media utama yang digunakan oleh Akber Solo, namun dalam menyebarkan gerakan pun komunikasi interpersonal (tatap muka) masih tetap digunakan. Dengan menggunakan akun twitter early majority menyebarkan, mengenalkan, dan mengajak masyarakat untuk ikut serta dalam Akber Solo. Cara para Early Majority menyebarkan dan mengajak masyarakat adalah (1)Menjelaskan Terlebih Dahulu Mengenai Akber Solo (2) Mengajak Sebagai Peserta Terlebih Dahulu (3)Mengajak Teman Untuk Ikut Kelas Melalui Akun Twitter Milik Pribadi. Kemudian dengan Komunikasi Interpersonal (Tatap Muka), early majority juga menyebarkan dan mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam Akber Solo. Salah satu contoh adalah yang dilakukan oleh volunteer, di tiap akhir kelas mereka mengajak peserta untuk menjadi volunteer baru. 2. Saluran dan Proses Komunikasi Media Sosial Dalam menjalankan kegiatannya, sama seperti Akber, Akber Solo menggunakan media sosial untuk mendukung setiap kegiatannya. Twitter adalah media sosial yang digunakan oleh Akber Solo. “Kalo untuk info kelas dan tweet materi kelas, akber pakai twitter, karena memang twitter kan media utama untuk kegiatan ini. Kalau media antar pribadi contohnya bbm atau kasih tau secara langsung juga kita gunakan, tapi sebatas teman/orang terdekat.” (wawancara Hanna Suryadika, Volunteer Akber Solo, 15 November 2013) 17 Media sosial twitter yang digunakan oleh Akber Solo memiliki banyak fungsi, yaitu: (1)Sebagai Media Untuk Menyebarluaskan Informasi Mengenai Akber Solo (2)Sebagai Media Untuk Menyebarluaskan Materi Kelas Komunikasi Interpersonal (Tatap Muka) Komunikasi interpersonal secara tatap muka dalam menyebarkan gerakan serta mengajak public untuk ikut berpartisipasi dilakukan pula oleh Early Majority. Karena menyebarkan gerakan tidak cukup hanya dengan menggunakan media massa ataupun online. “Kalo untuk ajak jadi volunteer itu juga setiap akhir kelas selalu ajak peserta untuk jadi volunteer, hanya saja kita tidak pernah memaksa.” (wawancara Monica Sari, Kepala Sekolah Akber Solo Periode 2012-2013, 15 November 2013) d. Peran, Cara Kerja, dan Proses Komunikasi Late Majority dalam Akademi Berbagi Solo Late Majority merupakan tingkatan di bawah Early Majority yang merupakan individu yang menjadi para pengikut akhir. Dalam penelitian ini yang termasuk kedalam kategori Late Majority adalah Ayu Mutiara, Mega Safira, dan Galih Pratama sebagai Volunteer, kemudian Suwarmin sebagai Pengisi Kelas, dan Melisa Dwi Anggraeni, Ekawan Raharja, dan Rudhy Cahyo sebagai Peserta dari Akber Solo. Karakteristik yang dimiliki oleh individu-individu tersebut sesuai dengan karakteristik late majority menurut Rogers (1983:249), bahwa late majority bersifat skeptis dan akan sangat berhati-hati dalam menerima inovasi, mereka tidak mau mengadopsi ide-ide baru atau inovasi sebelum sebagian besar anggota masyarakat menerima, dan melakukan atau menggunakan inovasi tersebut. Late Majority memerlukan dorongan yang cukup kuat dan fator keuntungan menjadi pertimbangan utama diadopsinya suatu inovasi. 18 1. Peran dan Cara Kerja Late Majority Menyebarkan Gerakan Dan Mengajak Masyarakat Untuk Berpartisipasi Dalam Akber Solo Pihak yang berkaitan dengan Akber Solo memiliki fungsi dan peran penting dalam pembentukan Akber Solo. Fungsi dan peran dari Late Majority secara keseluruhan sama dengan kelompok adopter lain yakni, menyebarkan dan mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam Akber Solo. Ada dua cara yang digunakan, yaitu dengan menggunakan twitter dan komunikasi interpersonal (tatap muka) atau secara langsung. Twitter lebih banyak dimanfaatkan oleh volunteer Akber Solo dikarenakan twitter adalah salah satu media utama dan penting bagi gerakan tersebut. Twitter digunakan untuk menyebarkan informasi kelas, menghimpun peserta, dan terkadang digunakan untuk menghubungi pengisi kelas. “Banyak banget kegunaan twitter buat kegiatan akber. Mulai dari hubungin pembicara di awal, atau minta mereka isi kelas, kan kadang kita gatau kontak pribadinya selain akun twitter, terus untuk informasi kelas, kita ngumpulin peserta juga di twitter, kita ajakin followers dateng, volunteers juga sama, kita tawarin ke followers yg berminat jd vols akbersolo. ya banyaklah fungsinya.” (wawancara Mega Safira, Kelapa Sekolah Akber Solo Periode 2013-2014, 23 November 2013) Ajakan secara langsung ini juga banyak dilakukan oleh Late Majority lainnya. Hal tersebut dilakukan ketika sedang menghadiri sebuah acara, atau ketika sedang kumpul dengan teman-teman. Mereka mengambil kesempatan tersebut untuk mengenalkan Akber Solo kepada orang sekitar mereka dan sekaligus mengajak untuk berkontribusi. “Hmm, pernah saya sharing sama teman yang di hotel, saya cerita tentang akber dan merek tertarik untuk isi. Mereka minta diajak. Pengelola hotel itu sudah siap isi. Teman saya dari perbankan juga tertarik untuk isi. Rata-rata mereka orang-orang professional. Kalo mau jadi peserta ngga ada.” (wawancara Suwarmin, Wakil Pemimpin Redaksi Solopos, 12 September 2014) 19 2. Saluran dan Proses Komunikasi Media Sosial Dalam menjalankan kegiatannya, Akber Solo menggunakan media sosial sebagai media publikasi, pendaftaran peserta kelas, dan terkadang menghubungi calon pengisi kelas. Media sosial yang digunakan adalah twitter. “Banyak banget kegunaan twitter buat kegiatan akber. Mulai dari hubungin pembicara di awal, atau minta mereka isi kelas, kan kadang kita gatau kontak pribadinya selain akun twitter, terus untuk informasi kelas, kita ngumpulin peserta juga di twitter, kita ajakin followers dateng, volunteers juga sama, kita tawarin ke followers yg berminat jd vols akbersolo. ya banyaklah fungsinya.” (wawancara Mega Safira, Kelapa Sekolah Akber Solo Periode 2013-2014, 23 November 2013) Komunikasi Interpersonal (Tatap Muka) Late majority melakukan komunikasi interpersonal tatap muka. Hal tersebut dilakukan ketika sedang menghadiri sebuah acara, atau ketika sedang kumpul dengan teman-teman. Mereka memperkenalkan Akber Solo dan mengajak teman-teman mereka untuk berkontribusi di dalam Akber Solo. “Hmm, pernah saya sharing sama teman yang di hotel, saya cerita tentang akber dan merek tertarik untuk isi. Mereka minta diajak. Pengelola hotel itu sudah siap isi. Teman saya dari perbankan juga tertarik untuk isi. Rata-rata mereka orang-orang professional. Kalo mau jadi peserta ngga ada.” (wawancara Suwarmin, Wakil Pemimpin Redaksi Solopos, 12 September 2014) Saluran komunikasi media massa atau yang sifatnya massa, adalah saluran komunikasi yang paling banyak digunakan oleh kelompok adopter awal, sedangkan saluran komunikasi interpersonal bukanlah yang utama digunakan. Sesuai dengan teori difusi inovasi menurut Rogers, bahwa saluran saluran interpersonal relatif kurang penting bagi adopter awal dari pada kelompok adopter yang lebih lambat (1983:201-206) pada Akber Solo. Melalui saluran tersebut para kelompok adopter menjalankan peran dan fungsinya masing-masing yang secara keseluruhan sama yakni menyebarkan dan mengajak masyarakat untuk 20 berkontribusi dalam Akber Solo. Hanya saja saluran komunikasi yang digunakan berbeda. Berdasarkan penelitian yang sudah diakukan, media massa lebih digunakan oleh adopter awal dikarenakan Akber Solo adalah sebuah gerakan yang baru, dan media massa sangat efektif dalam menciptakan pengetahuan dan relatif dapat menjangkau sasaran yang luas dalam waktu yang singkat (Rogers, 1983:203). Sedangkan saluran interpersonal, lebih digunakan oleh adopter akhir dikarenakan Akber Solo sudah dikenal oleh banyak orang, informasi mengenai gerakan tersebut sudah tersebar luas, hanya saja masih banyak yang belum menginginkan untuk mengadopsi karena beberapa alasan. Adopter lambat kurang berorientasi pada perubahan, mereka memerlukan dorongan yang kuat (Rogers, 1983:205) sehingga pendekatan dengan komunikasi interpersonal sangat dibutuhkan disini. Kesimpulan Berdasarkan penelitian dan analisis data yang dilakukan penulis terhadap Akber Solo,berikut beberapa poin kesimpulan yang dapat dirumuskan, antara lain adalah: a. Peran dan cara kerja individu-individu di dalam Akber Solo secara keseluruhan sama. b. Hanya saja innovator berperan membuat peraturan yang harus dijalankan oleh seluruh individu yang terkait dengan Akber. c. Media yang digunakan pun keseluruhan hampir sama. d. Perbedaan hanya terdapat pada kelompok innovator dan early adopter yang menggunakan media massa untuk menyebarkan gerakan. e. Sedangkan kelompok early majority dan late majority sudah tidak menggunaan media massa sebagai media penyebaran lagi. 21 Saran Melalui penelitian pada Akber Solo mengenai peran dan cara kerja adopter terhadap keberlangsungan dari gerakan Akber Solo, terdapat beberapa saran bagi adopter, yaitu: a. Dari hasil penelitian memperlihatkan bahwa tidak ada sumber dana dari luar yang membiayai kegiatan Akber Solo. Meskipun kegiatan tersebut bersifat gratis, namun penting bagi Akber Solo untuk menjalin kerja sama dengan pihak luar. Sehingga tidak hanya kegiatan kelas-kelas kecil saja yang diselenggarakan, namun kelas besar pun juga. b. Dari hasil penelitian, hanya innovator dan early adopter saja yang menggunakan media massa untuk publikasi. Sedangkan early majoriy dan late majority tidak menggunakannya. Meskipun gerakan Akber Solo sudah berkembang namun ada baiknya tetap terus menggunakan media massa sebagai media publikasi. Dengan begitu semakin banyak individu yang mengetahui keberadaan Akber Solo. c. Untuk penelitian selanjutnya, besar harapan penulis adanya penelitian lebih lanjut mengenai faktor genetik apa dan latar belakang dari masingmasing individu pada Akademi Berbagi dan Akademi Berbagi Solo yang menjadi tujuan atau alasan mereka bergabung dengan gerakan tersebut. Penelitian dapat dilakukan secara kualitatif dengan studi kasus dan dengan pendekatan komunikasi. Sehingga nantinya akan didapat penelitian yang komprehensif. Daftar Pustaka Hanafi, Abdillah. (1986). Memasyarakatkan Ide-ide Baru. Surabaya: Usaha Nasional. Mardikanto, Totok. (2014). Komunikasi Pembangunan (Cetakan II). Surakarta: Sebelas Maret University Press. Moleong, Lexy J. (2001). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. Nasution, Zulkarimein. (2002). Komunikasi Pembangunan: Pengenalan Teori dan Penerapannya. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Panuju, Hernan. (2001). Komunikasi dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Obor Jaya. 22 Putra, Ichsan S dan Ariyanti Pratiwi. (2005). Sukses dengan Softskill. Bandung: Direktorat Pendidikan ITB. Rusadi, Udi. (2014). The Meaning and Model of Development Communication. Jurnal Studi Komunikasi dan Media, Vol. 18, No. 1, Januari-Juni 2014. Jakarta. Riswandi. (2008). Ilmu Komunikasi. Yogyakarta: Graha Ilmu. Rogers, Everett M. (1983). Diffusion Of Innovations (Third Edition). New York: The Free Press. Rusdiana, Joni. (2011). New Media: Teori dan Aplikasi. Surakarta: Lindu Pustaka. Sutopo, H.B. (2002). Metodologi Penelitian Kualitatif: Dasar Teori dan Terapannya dalam penelitian. Surakarta: Sebelas Maret University Press. Valente, Thomas W. (1996). Social Network Thresholds In The Diffusion Of Innovations, Vol.18. Widyawati, Setya. (2011). Jurnal : Pengembangan Softskill dalam Pendidikan Sebagai Bekal Kewirausahaan , Vol.9, No.1. http://bunghatta.ac.id/berita/432/peningkatan-soft-skill-mahasiswa-di-pt-perludilak.html , diakses pada tanggal 17 Juni 2013 http://suaramahasiswa.com/implementasi-kemampuan-hard-skill-soft-skill-danentrepreneurship-mahasiswa-dalam-menghadapi-aec/, diakses tanggal 17 Januari 2015 http://www.academia.edu/9325371/PENTINGNYA_PENGEMBANGAN_SOFT _SKILL_MAHASISWA_PENTINGNYA_PENGEMBANGAN_SOFT_S KILL_MAHASISWA, diakses pada tanggal 17 Januari 2015 http://akademiberbagi.org, diakses tanggal 17 Januari 2015 23