minat beli merupakan kecenderungan konsumen

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Minat Beli
1. Pengertian Minat Beli
Menurut Assael (2001) minat beli merupakan kecenderungan
konsumen untuk membeli suatu merek atau mengambil tindakan yang
berhubungan dengan pembelian yang diukur dengan tingkat kemungkinan
konsumen melakukan pembelian. Thamrin (2003) berpendapat bahwa minat
beli merupakan bagian dari komponen perilaku konsumen dalam sikap
mengkonsumsi,
kecenderungan
responden
untuk
bertindak
sebelum
keputusan membeli benar-benar dilaksanakan. Minat beli merupakan bagian
dari komponen perilaku dalam sikap mengkonsumsi. Menurut Kinnear dan
Taylor (dalam Tjiptono, 2007), minat beli adalah tahap kecenderungan
responden untuk bertindak sebelum keputusan membeli benar-benar
dilaksanakan. Minat beli menurut Ferdinand (2002) merupakan pernyataan
mental
dari
diri
konsumen
yang
merefleksikan
rencana pembelian
sejumlah produk dengan merek tertentu. Sedangkan menurut Kotler (2008),
minat beli konsumen adalah sesuatu yang timbul setelah menerima
rangsangan dari produk yang dilihatnya, dari sana timbul ketertarikan untuk
mencoba produk tersebut sampai pada akhirnya timbul keinginan untuk
membeli agar dapat memilikinya.
Konsumen yang mempunyai minat untuk membeli suatu produk
menunjukkan adanya perhatian dan rasa senang terhadap produk untuk
13
14
kemudian minat membeli tersebut akan diikuti dengan realisasi yang berupa
perilaku membeli (Nuraini, 2000). Kotler dan Susanto (2001) mengemukakan
tahap-tahap yang dilakukan konsumen dalam melakukan proses pengambilan
keputusan yaitu dimulai dari (a) pengenalan kebutuhan, (b) pencarian
informasi, (c) evaluasi alternatif, (d) pembelian, dan (e) perilaku setelah
pembelian. Proses keputusan pembalian tersebut dapat dilihat dalam gambar
1 berikut:
Pengenalan Kebutuhan
Pencarian Informasi
Evaluasi Alternatif
Pembelian
Perilaku setelah
Pembelian
Gambar 1. Proses terjadinya keputusan pembelian
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa minat beli
adalah kecenderungan konsumen untuk membeli suatu merek atau mengambil
tindakan yang berhubungan dengan pembelian yang diukur dengan tingkat
kemungkinan konsumen melakukan pembelian.
2. Aspek-aspek Minat Beli
Menurut Suwandari (dalam Rizky dan Yasin, 2014) yang menjadi indikator
minat beli seorang calon konsumen adalah sebagai berikut:
15
a. Perhatian (Attention) yaitu perhatian calon konsumen terhadap produk
yang ditawarkan oleh produsen. Pesan yang ada harus menarik perhatian
konsumen sasaran karena pesan yang mampu menarik perhatian yang
akan dilihat oleh konsumen.
b. Ketertarikan (Interest) yaitu ketertarikan calon konsumen terhadap
produk yang ditawarkan oleh produsen. Setelah perhatian konsumen
berhasil direbut, maka pesan harus dapat menimbulkan ketertarikan
sehingga timbul rasa ingin tahu secara lebih rinci didalam konsumen,
maka dari itu harus dirangsang agar konsumen mau untuk mencoba.
c. Keinginan (Desire) yaitu keinginan calon konsumen untuk memiliki
produk yang ditawarkan oleh produsen. Pesan yang baik harus dapat
mengetahui keinginan konsumen dalam pemaparan produk yang
ditampilkan di pesan tersebut.
d. Tindakan (Action), yaitu calon konsumen melakukan pembelian terhadap
produk yang ditawarkan.
Menurut Ferdinand (2002), minat beli dapat diidentifikasi melalui
aspek-aspek sebagai berikut:
a. Minat transaksional yaitu kecenderungan seseorang untuk membeli
produk. Hal ini bermaksud yakni konsumen telah memiliki minat untuk
melakukan pembelian suatu produk tertentu yang ia inginkan.
b. Minat referensial, yaitu kecenderungan seseorang untuk mereferensikan
produk kepada orang lain. Hal ini bermaksud yakni seorang konsumen
16
yang telah memiliki minat untuk membeli akan menyarankan orang
terdekatnya untuk juga melakukan pembelian produk yang sama.
c. Minat preferensial, yaitu minat yang menggambarkan perilaku seseorang
yang memiliki preferensi utama pada produk tersebut. Preferensi ini
hanya dapat diganti jika terjadi sesuatu dengan produk preferensinya.
d. Minat eksploratif yaitu menggambarkan perilaku seseorang yang selalu
mencari informasi mengenai produk yang diminatinya dan mencari
informasi untuk mendukung sifat-sifat positif dari produk tersebut
Berdasarkan berbagai macam uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa
aspek-aspek minat beli adalah perhatian (Attention), keterikatan (Interest),
keinginan (Desire), tindakan (Action), minat transaksional, minat referensial,
minat preferensial, dan minat eksploratif. Dalam penelitian ini, peneliti memilih
aspek-aspek minat beli menurut Ferdinand (2002) yaitu minat transaksional, minat
referensial, minat preferensial, dan minat eksploratif. Peneliti memilih aspek
menurut Ferdinand (2002) karena penjelasan mengenai aspek tersebut lebih rinci
dan mendukung penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti.
3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Minat Beli
Lidyawatie (2008) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang
mempengaruhi minat beli konsumen yaitu sebagai berikut:
a. Perbedaan pekerjaan, artinya dengan adanya perbedaan pekerjaan
seseorang dapat diperkirakan minat terhadap tingkat pekerjaan yang
ingin
dicapainya,
aktivitas
senggangnya, dan lain-lain.
yang dilakukan,
penggunaan
waktu
17
b. Perbedaan sosial ekonomi, artinya seseorang yang mempunyai sosial
ekonomi tinggi akan lebih mudah mencapai apa yang diinginkannya
daripada yang mempunyai sosial ekonomi rendah.
c. Perbedaan
hobi
atau
kegemaran,
artinya
bagaimana
seseorang
menggunakan waktu senggangnya.
d. Perbedaan jenis kelamin, artinya minat wanita akan berbeda dengan
minat pria, misalnya dalam pola belanja.
e. Perbedaan usia, artinya usia anak-anak, remaja, dewasa dan orangtua
akan berbeda minatnya terhadap suatu barang, aktivitas benda dan
seseorang.
Menurut Kotler dan Susanto (2001), minat beli merupakan bagian dari
perilaku membeli sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi minat beli kurang
lebih sama dengan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku membeli. Adapun
faktor-faktor yang mempengaruhi minat beli yaitu:
a. Faktor-faktor Kebudayaan
1) Budaya, adalah faktor penentu keinginan dan perilaku seseorang yang
paling mendasar. Jika makhluk yang lebih rendah perilakunya sebagian
besar diatur oleh naluri, maka perilaku manusia sebagian besar adalah
dipelajari.
2) Sub Budaya, yaitu mempunyai kelompok- kelompok sub budaya yang
lebih kecil yang merupakan identifikasi dan sosialisasi yang khas untuk
perilaku anggotanya. Ada empat macam sub budaya yaitu kelompok
kebangsaan, kelompok keagamaan, kelompok ras dan wilayah geografis.
18
3) Kelas Sosial, yaitu kelompok dalam masyarakat, dimana setiap kelompok
cenderung memiliki nilai, minat dan tingkah laku yang sama.
b. Faktor-faktor Sosial
1) Kelompok Referensi, yaitu kelompok-kelompok yang memberikan
pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap sikap dan perilaku
seseorang. Kelompok ini biasanya disebut dengan kelompok keanggotaan,
yaitu sebuah kelompok yang dapat memberikan pengaruh secara langsung
terhadap seseorang. Adapun anggota kelompok ini biasanya merupakan
anggota dari kelompok primer seperti keluarga, teman, tetangga dan rekan
kerja yang berinteraksi dengan secara langsung dan terus menerus dalam
keadaan yang informal.
2) Keluarga, yaitu anggota keluarga dapat memberikan pengaruh yang kuat
terhadap perilaku pembeli. Dalam sebuah organisasi pembelian konsumen,
keluarga dibedakan menjadi dua bagian. Pertama keluarga yang dikenal
dengan istilah keluarga orientas. Keluarga jenis ini terdiri dari orang tua
dan saudara kandung seseorang yang dapat memberikan orientasi agama,
politik dan ekonomi serta ambisi pribadi, harga diri dan cinta. Kedua,
keluarga yang terdiri dari pasangan dan jumlah anak yang dimiliki
seseorang. Keluarga jenis ini biasa dikenal dengan keluarga prokreasi.
3) Peranan dan Status, yaitu kedudukan seseorang dalam setiap kelompok
dapat dijelaskan dalam pengertian peranan dan status. Setiap peranan
membawa satu status yang mencerminkan penghargaan umum oleh
masyarakatnya meliputi kelompok acuan, keluarga serta peran dan status.
19
Peran dan status seseorang di dalam masyarakat dapat mempengaruhi
perilaku pembelian. Semakin tinggi peran seseorang didalam sebuah
organisasi maka akan semakin tinggi pula status mereka dalam organisasi
tersebut
dan
secara
langsung
dapat
berdampak
pada
perilaku
pembeliannya.
c. Faktor-faktor Pribadi
1) Usia dan Tahap Daur Hidup, yaitu pembelian seseorang terhadap barang
dan jasa akan berubah-ubah selama hidupnya. Demikian halnya dengan
selera seseorang berhubungan dengan usianya.
2) Pekerjaan,
yaitu
dengan
adanya
kelompok-kelompok
pekerjaan,
perusahaan dapat memproduksi produk sesuai dengan kebutuhan
kelompok pekerjaan tertentu.
3) Keadaan Ekonomi, yatu keadaan ekonomi seseorang dapat dilihat dari
tingkat pendapatan yang dapat berpengaruh terhadap pilihan produk.
Biasanya pemilihan produk dilakukan berdasarkan keadaan ekonomi
seseorang seperti besaran penghasilan yang dimiliki, jumlah tabungan,
hutang dan sikap terhadap belanja atau menabung.
4) Gaya Hidup, yaitu dapat diartikan sebagai sebuah pola hidup seseorang
yang terungkap dalam aktivitas, minat dan opininya yang terbentuk
melalui sebuah kelas sosial dan pekerjaan. Tetapi, kelas sosial dan
pekerjaan yang sama tidak menjamin munculnya sebuah gaya hidup yang
sama. Melihat hal ini sebagai sebuah peluang dalam kegiatan pemasaran,
banyak pemasar yang mengarahkan merek kepada gaya hidup seseorang.
20
5) Kepribadian dan Konsep Diri, yaitu kepribadian merupakan ciri-ciri
psikologis yang membedakan setiap orang sedangkan konsep diri lebih
kearah citra diri. Setiap orang memiliki berbagai macam karateristik
kepribadian yang bebeda-beda yang dapat mempengaruhi aktivitas
kegiatan pembeliannya. Kepribadian merupakan ciri bawaan psikologis
manusia yang berbeda yang menghasilkan sebuah tanggapan relatif
konsiten dan bertahan lama terhadap rangsangan lingkungannya.
Kepribadian biasanya digambarkan dengan menggunakan ciri bawaan
seperti kepercayaan diri, dominasi, kemampuan bersosialisasi, pertahanan
diri dan kemapuan beradaptsi.
d. Faktor-faktor Psikologis
1) Motivasi, yaitu suatu kebutuhan yang cukup kuat mendesak untuk
mengarahkan seseorang agar dapat mencari pemuasan terhadap kebutuhan
itu.
2) Persepsi, yaitu proses individu memilih, merumuskan, dan menafsirkan
masukan informasi dari panca indera untuk menciptakan suatu gambaran
yang berarti mengenai dunia.
Persepsi juga merupakan interpretasi dari sensasi dan proses pemilihan
informasi akan hal-hal tertentu yang berarti bagi konsumen. Faktor
psikologis persepsi merupakan faktor yang dapat mempengaruhi perilaku
membeli. Persepsi akan suatu produk menjadi salah satu karakteristik
dasar dalam pemasaran lewat pemberian perhatian lebih serta penciptaan
21
produk yang kuat tersebut akan dipersepsi oleh konsumen dalam
melakukan pembelian (Sulistiyawati, 2010).
Menurut Assael (dalam Sodik, 2003) menyebutkan bahwa persepsi
terhadap produk melalui proses itu sendiri terkait dengan komponennya
(kemasan, bagian produk, bentuk) serta komunikasi yang ditunjukkan
untuk mempengaruhi perilaku konsumen yang mencerminkan produk
melalui latar kata-kata, gambar dan simbolisasi atau melalui stimuli lain
yang diasosiasikan dengan produk (harga, tempat, penjualan, dampak dari
negara pejualan). Informasi yang diperoleh dan diproses konsumen akan
membentuk preferensi (pilihan) seseorang terhadap suatu obyek.
Preferensi akan membentuk sikap konsumen terhadap suatu obyek, yang
pada gilirannya akan sikap ini seringkali secara langsung akan
mempengaruhi apakah konsumen akan membeli suatu produk atau tidak.
Walgito (2001) menyatakan bahwa persepsi adalah proses
pengorganisasian, penginterpretasikan terhadap stimulus yang diterima
oleh individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan
aktivitas yang terintegrasi dalam diri individu. Menurut Nugroho (2013)
persepsi merupakan suatu proses yang timbul akibat adanya sensasi,
dimana pengertian sensasi adalah aktivitas merasakan atau penyebab
keadaan emosi yang menggembirakan. Sensasi dapat didefinisikan juga
sebagai tanggapan yang cepat dari indra penerima kita terhadap stimulus.
Stimulus adalah setiap bentuk fisik, viual, atau komunikasi verbal yang
dapat mempengaruhi individu. Konsumen akan mempersepsi stimulus dari
22
atribut produk seperti bentuk, warna, aroma, kemasan, dan lain-lain.
Harjati dan Sabu (2014) berpendapat bahwa persepsi konsumen terhadap
kualitas suatu produk berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh
konsumen, karena persepsi kualitas merupakan persepsi dari konsumen
maka persepsi kualitas tidak dapat ditentukan secara objektif. Persepsi
konsumen akan melibatkan apa yang penting bagi konsumen sehingga
akan membawa minat membeli yang berbeda pula. Melalui kemampuan
mempersepsi objek stimulus, seseorang memperoleh input berupa
pengetahuan tentang kualitas suatu produk. Sehingga konsumen yang
dihadapkan pada suatu produk akan merasa yakin dan tertarik terhadap
kualitas dari suatu produk dan dapat pula digunakan dalam pengambilan
keputusan.
Dalam penelitian ini, peneliti memilih persepsi terhadap kualitas
produk sebagai faktor yang mempengaruhi minat beli dan dipilih sebagai
variabel bebas. Persepsi terhadap kualitas produk dipilih karena salah satu
strategi yang dapat digunakan perusahaan agar meningkatkan minat
konsumen untuk membeli yang diikuti oleh perilaku pembelian. Dalam
konsep perilaku konsumen, persepsi terhadap kualitas produk dari seorang
konsumen adalah hal yang sangat penting karena produsen bersaing
dengan berbagai cara untuk menghasilkan suatu produk atau jasa yang
bagus menurut konsumen (Kotler, 2010).
Persepsi terhadap kualitas produk mengakibatkan seorang niat atau
tidak dalam mengkonsumsi suatu produk karena persepsi terhadap kualitas
23
produk
merupakan
salah
satu
pertimbangan
konsumen
dalam
menggunakan produk yang nantinya dapat memberikan manfaat yang
diinginkan setiap konsumen. Persepsi yang positif tentang kualitas produk
akan merangsang timbulnya minat konsumen untuk membeli yang diikuti
oleh perilaku pembelian.
3) Belajar, yaitu menggambarkan perubahan dalam perilaku seseorang
individu yang bersumber dari pengalaman. Kebanyakan perilaku manusia
diperoleh dengan mempelajarinya. belajar adalah perubahan yang terjadi
dalam proses pemikiran seseorang yang disebabkan oleh pengalaman
sebelumnya. Belajar memegang peranan penting dari tingkah laku,
terutama bagi seseorang yang baru pertama kali membeli barang.
4) Kepercayaan, yaitu suatu gagasan deskriptif yang dimiliki seseorang
tentang sesuatu. Kepercayaan itu mungkin didasarkan akan pengetahuan,
pendapat, dan keyakinan nyata. Keyakinan ini membentuk citra terhadap
merek dan produk dan ini akan menyebabkan seseorang akan bertindak
sesuai dengan kepercayaannya.
5) Sikap, yaitu sudut pandang seseorang terhadap sesuatu. Para produsen
pada umumnya berusaha memahami sikap pelanggan potensial dan
berfungsi atas dasar tersebut akan lebih efisien bagi produsen untuk
menggunakan sikap pelanggan sebagai landasan bergerak daripada
berusaha mengubahnya karena sikap cenderung menetap dan sulit untuk
diubah.
24
Berdasarkan berbagai macam uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi minat beli adalah yaitu perbedaan pekerjaan,
perbedaan sosial ekonomi, perbedaan hobi atau kegemaran, perbedaan jenis
kelamin, perbedaan usia, faktor kebudayaan (budaya, sub budaya dan kelas
ekonomi), faktor sosial (kelompok referensi, keluarga, peran dan status), faktor
pribadi (usia dan tahapan daur hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup,
serta kepribadian dan konsep diri) 4) faktor psikologis (motivasi, persepsi, belajar,
kepercayaan dan sikap).
Terdapat kesamaan faktor-faktor minat beli yang dikemukakan oleh
Lidyawatie (2008) dan Kotler dan Susanto (2001), akan tetapi terdapat pula
perbedaan. Berdasarkan beberapa faktor yang berbeda tersebut peneliti memilih
faktor persepsi terhadap kualitas produk menurut Kotler dan Susanto (2001),
sebagai faktor yang mempengaruhi minat beli. Menurut Schiffman dan Kanuk
(2008) mengatakan bahwa persepsi sesesorang tentang kualitas produk akan
berpengaruh terhadap minat membeli yang terdapat pada individu. Persepsi
terhadap kualitas produk mengakibatkan seorang minat atau tidak dalam
mengkonsumsi suatu produk karena persepsi kualitas produk merupakan salah
satu pertimbangan konsumen dalam menggunakan produk yang nantinya dapat
memberikan manfaat yang diinginkan setiap konsumen. Persepsi yang positif
tentang kualitas produk akan merangsang timbulnya minat konsumen untuk
membeli yang diikuti oleh perilaku pembelian.
25
B. Persepsi terhadap Kualitas Produk
1. Pengertian Persepsi terhadap Kualitas Produk
Persepsi adalah proses pengorganisasian, penginterpretasikan terhadap
stimulus yang diterima oleh individu sehingga merupakan sesuatu yang
berarti dan merupakan aktivitas yang terintegrasi dalam diri individu
(Walgito, 2001). Persepsi menurut Kotler (2005) adalah proses yang
digunakan individu untuk memilih, mengorganisasi, dan menginterpretasi
masukan informasi guna menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti.
Kotler (2000) mengatakan kualitas produk merupakan karakteristik
produk atau jasa yang bergabung pada kemampuannya untuk memuaskan
kebutuhan pelanggan, yang dinyatakan atau diimplementasikan. Sedangkan
menurut Kotler dan Amstrong (2001), kualitas produk adalah mencerminkan
kemampuan produk untuk menjalankan tugasnya yang mencakup daya tahan,
kehandalan atau kemajuan, kekuatan, kemudahan dalam pengemasan dan
reparasi produk dan ciri-ciri lainnya.
Menurut Schiffman dan Kanuk (2008) persepsi kualitas adalah
penilaian konsumen terhadap kualitas barang atau jasa yang berdasarkan
informasi yang diterima berdasarkan asosiasi terhadap produk tersebut.
Persepsi kualitas produk dapat didefinisikan sebagai persepsi pelanggan
terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk berkaitan dengan
apa yang diharapkan oleh pelanggan. Persepsi pelanggan akan melibatkan apa
yang penting bagi pelanggan karena setiap pelanggan memiliki kepentingan
(yang diukur secara relatif) yang berbeda-beda terhadap produk (Garvin
26
dalam Durianto, Sugiarto & Sitinjak, 2001). Persepsi terhadap kualitas
produk merupakan persepsi dari konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau
keunggulan/kebaikan suatu produk dalam menjalankan fungsinya untuk
memenuhi harapan konsumen (Ferrinadewi, 2008). Berdasarkan definisi
diatas, maka persepsi terhadap kualitas produk merupakan persepsi dari
konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan/kebaikan suatu
produk dalam menjalankan fungsinya untuk memenuhi harapan konsumen.
2. Aspek-Aspek Persepsi terhadap Kualitas Produk
Menurut Garvin (dalam Durianto, Sugiarto & Sitinjak, 2001), persepsi
terhadap kualitas produk memiliki tujuh aspek yaitu:
a. Kinerja, yaitu karakteristik atau fungsi utama suatu produk. Berkaitan
dengan aspek fungsional dari produk itu dan merupakan karakteristik
utama yang dipertimbangkan pelanggan ketika ingin membeli suatu
produk, yaitu meliputi Faster (lebih cepat) berkaitan dengan dimensi
waktu yang menggambarkan kecepatan dan kemudahan atau bagaimana
untuk memperoleh produk ini, dan aspek Cheaper (lebih murah) berkaitan
dengan dimensi biaya yang menggambarkan harga atau ongkos dari suatu
produk yang harus dibayarkan oleh pelanggan.
b. Pelayanan yaitu mencerminkan kemampuan memberikan pelayanan pada
produk tersebut. Pelayanan merupakan karakteristik yang berkaitan
dengan kecepatan, keramahan/ kesopanan, kompentensi, kemudahan,
serta akurasi dalam perbaikan.
27
c. Ketahanan yaitu mencerminkan umur ekonomis dari produk atau beberapa
lama produk dapat digunakan.
d. Keandalan yaitu konsistensi dari kinerja yang dihasilkan suatu produk dari
satu pembelian ke pembelian berikutnya.
e. Karakteristik produk yaitu bagian-bagian tambahan dari produk. Bagianbagian tambahan ini memberi penekanan bahwa perusahaan memahami
kebutuhan pelanggarannya yang dinamis sesuai perkembangan, yaitu
menyangkut corak, rasa, penampilan, bau dan daya tarik produk.
f. Kesesuaian dengan spesifikasi yaitu pandangan mengenai kualitas proses
manufaktur (tidak ada cacat produk) sesuai dengan spesifikasi yang telah
ditentukan dan teruji.
g. Hasil yaitu mengarah kepada kualitas yang dirasakan yang melibatkan
enam dimensi sebelumnya. Jika perusahaan tidak dapat menghasilkan
hasil akhir produk yang baik maka kemungkinan produk tersebut tidak
akan mempunyai atribut kualitas yang penting.
Martinich (dalam Yamit, 2001) mengemukakan bahwa ada enam
aspek yang digunakan oleh para konsumen dalam mempersepsi kualitas suatu
produk yaitu:
a. Performance yaitu karakteristik operasi dasar dari suatu produk.
b. Range and type of features yaitu kemampuan atau keistimewaan yang
dimiliki produk.
c. Reliability and durability yaitu kehandalan produk dalam penggunaan
secara normal dan berapa lama produk dapat digunakan.
28
d. Maintainability and serviceability yaitu kemudahan untuk pengoperasian
produk dan kemudahan pemakaian.
e. Sensory characteristics yaitu penampilan, corak, rasa, daya tarik, bau,
selera dan beberapa faktor lainnya yang mungkin terjadi aspek penting
dalam kualitas.
f. Ethical profile and image yaitu kualitas adalah bagian terbesar dari kesan
pelanggan terhadap produk.
Berdasarkan berbagai macam uraian diatas maka dapat disimpulkan
bahwa aspek-aspek persepsi terhadap kualitas produk adalah kinerja,
pelayanan, ketahanan, keandalan, karakteristik produk, kesesuaian dengan
spesifikasi dan hasil yang didapatkan oleh konsumen, performance, range and
type of features, reliability and durability, maintainability and serviceability,
sensory characteristics, ethical profile and image. Dari uraian diatas, peneliti
memilih aspek-aspek persepsi terhadap kualitas produk menurut Garvin
(dalam Durianto, Sugiarto & Sitinjak, 2001) yaitu kinerja, pelayanan,
ketahanan, keandalan, karakteristik produk, kesesuaian dengan spesifikasi dan
hasil yang didapatkan oleh konsumen. Peneliti memilih aspek menurut Garvin
(dalam Durianto, Sugiarto & Sitinjak, 2001) karena penjelasan mengenai
aspek tersebut lebih rinci dan mendukung penelitian yang akan dilakukan oleh
peneliti.
C. Hubungan antara Persepsi terhadap Kualitas Produk dengan Minat Beli
Salah satu faktor yang penting dalam pembentukan minat beli adalah
persepsi terhadap kualitas produk yang ditawarkan. Persepsi merupakan
29
interpretasi dari sensasi dan proses pemilihan informasi akan hal-hal tertentu
yang berarti bagi konsumen. Faktor psikologis persepsi merupakan faktor yang
dapat mempengaruhi perilaku membeli. Persepsi akan suatu produk menjadi
salah satu karakteristik dasar dalam pemasaran lewat pemberian perhatian lebih
serta penciptaan produk yang kuat tersebut akan dipersepsi oleh konsumen dalam
melakukan pembelian (Sulistiyawati, 2010).
Kualitas yang baik sebagai salah satu faktor yang sangat penting dalam
keberhasilan suatu bisnis. Individu dalam membeli produk selalu menginginkan
untuk mendapatkan produk yang baik dan berkualitas. Seseorang yang telah
melihat dan mendengar kualitas suatu produk tentu telah mempunyai sikap dan
keyakinan terhadap produk. Hal ini tentunya akan mempengaruhi perilaku yang
dimilikinya berkaitan dengan stimuli yang diterimanya. Dengan kata lain
terdapat rangsangan pada diri individu yang mendorongnya berperilaku sesuai
dengan objek stimuli yang diterimanya.
Menurut Walgito (2001) persepsi adalah proses pengorganisasian,
penginterpretasikan terhadap stimulus yang diterima oleh individu sehingga
merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang terintegrasi dalam
diri individu. Menurut Kotler (2000), kualitas produk adalah karakteristik produk
atau jasa yang bergabung pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan
pelanggan, yang dinyatakan atau diimplementasikan. Sedangkan menurut Kotler
dan Amstrong (2001), kualitas produk adalah mencerminkan kemampuan produk
untuk menjalankan tugasnya yang mencakup daya tahan, kehandalan atau
30
kemajuan, kekuatan, kemudahan dalam pengemasan dan reparasi produk dan
ciri-ciri lainnya.
Ferrinadewi (2008) mengatakan bahwa persepsi terhadap kualitas produk
merupakan persepsi dari konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau
keunggulan/kebaikan suatu produk dalam menjalankan fungsinya untuk
memenuhi harapan konsumen. Persepsi terhadap kualitas suatu produk
didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau
keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang
diharapkan oleh pelanggan (Durianto, Sugiarto & Sitinjak, 2001). Menurut
Cahyono (2002) persepsi seseorang terhadap kualitas produk akan berpengaruh
terhadap minat beli yang terdapat pada individu. Persepsi yang positif tentang
kualitas produk akan merangsang timbulnya minat konsumen untuk membeli
yang diikuti oleh perilaku pembelian.
Menurut
Garvin
(dalam
Durianto,
Sugiarto
&
Sitinjak,
2001),
mengemukakan bahwa ada tujuh aspek yang digunakan oleh para konsumen
dalam mempersepsi kualitas produk adalah aspek pertama yaitu kinerja
merupakan karakteristik atau fungsi utama suatu produk. Biasanya ini menjadi
pertimbangan pertama dalam membeli suatu produk dan melibatkan berbagai
karakteristik operasional utama. Menurut Kotler & Keller (2009) dalam membeli
suatu produk, konsumen akan mengarahkan pada fungsi dan manfaat produk
tersebut. Konsumen akan memilih produk sesuai dengan kebutuhan dan manfaat
yang akan diperoleh. Jika suatu produk dengan merek tertentu dirasa konsumen
sesuai dengan kebutuhannya dan mempunyai manfaat seperti yang konsumen
31
harapkan, konsumen cenderung akan membeli produk merek tersebut saat
membutuhkannya. Apabila konsumen merasakan kinerja atau fungsi bedak muka
Sariayu yang baik maka konsumen akan merasa senang dengan produk tersebut
sehingga dapat menimbulkan kecenderungan untuk mereferensikan produk
kosmetik yang digunakannya kepada orang lain dan akan menimbulkan minat
beli pada konsumen.
Dalam aspek pelayanan yaitu mencerminkan kemampuan memberikan
pelayanan pada produk tersebut. Menurut Kotler (2007), pelayanan adalah setiap
tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain,
yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan
apapun. Produksinya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan pada satu produk fisik.
Pelayanan merupakan perilaku produsen dalam rangka memenuhi kebutuhan dan
keinginan konsumen demi tercapainya kepuasan pada konsumen itu sendiri.
Pelayanan yang baik dari produk kosmetik yang ditawarkan akan dipandang
positif oleh konsumen dan dapat menimbulkan rasa senang pada konsumen
sehingga konsumen akan cenderung untuk mereferensikan produk kepada orang
lain sehingga akan menimbulkan minat beli pada konsumen.
Dalam aspek ketahanan merupakan mencerminkan umur ekonomis dari
produk atau beberapa lama produk dapat digunakan. Daya tahan menunjukan
usia produk, yaitu jumlah pemakian suatu produk sebelum produk itu digantikan
atau rusak. Semakin lama daya tahannya tentu semakin awet dan produk yang
awet akan dipersepsikan lebih berkualitas dibanding produk yang cepat habis
atau cepat diganti (Garvin dalam Durianto, Sugiarto & Sitinjak, 2001). Produk
32
kosmetik yang diminati konsumen yaitu produk kosmetik yang memiliki umur
ekonomis yang sesuai dengan spesifikasi produk dan produk yang tahan lama.
Produk kosmetik yang tahan lama dan berkualitas akan menarik minat konsumen
untuk membeli.
Dalam aspek keandalan merupakan konsistensi dari kinerja yang
dihasilkan suatu produk dari satu pembelian ke pembelian berikutnya. Adanya
konsistensi dari produk yang tetap berkualitas yaitu dengan menunjukkan
konsistensi dari kinerja bedak muka Sariayu dari saat pertama kali membeli ke
pembelian berikutnya, serta tidak menimbulkan iritasi kulit/efek samping akan
menimbulkan perasaan yang menyakinkan konsumen bahwa produk tersebut
mempunyai manfaat bagi dirinya sehingga akan memunculkan minat beli pada
produk kosmetik tersebut. Susanto (2000) mengatakan bahwa individu yang
mempunyai minat membeli, menunjukkan adanya perhatian dan rasa senang
terhadap barang tersebut. Adanya minat individu ini menimbulkan keinginan,
sehingga timbul perasaan yang menyakinkan dirinya bahwa produk tersebut
dapat direferensikan kepada orang lain sehingga akan menimbulkan minat beli
pada konsumen.
Selanjutnya aspek karakteristik produk merupakan bagian-bagian tambahan
dari produk. Bagian-bagian tambahan ini memberi penekanan bahwa perusahaan
memahami kebutuhan pelanggannya yang dinamis sesuai perkembangan, yaitu
menyangkut corak, penampilan, bau dan daya tarik produk. Karakteristik produk
adalah ciri - ciri khusus atau spesifik dari produk yang berbeda dari pesaing dan
dapat ditawarkan ke pasar untuk memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan
33
(Kotler & Keller, 2009). Adanya karakteristik produk pada bedak muka Sariayu
akan menjadi ciri khas bedak muka Sariayu yang membedakan dengan kosmetik
lainnya sehingga akan menciptakan minat beli pada konsumen. Apabila
karakteristik produk atau ciri khas terdapat dalam suatu produk itu sesuai dengan
apa yang diinginkan konsumen, maka ini akan menimbulkan kesan yang positif
dan berdampak pada minat membeli (Kanuk dan Schiffman dalam Cahyono,
2002). Ciri khas dari suatu produk tersebut pada akhirnya akan dapat
membedakannya dengan produk-produk sejenis merek lain dari pesaing (Kotler
dan Amstrong, 2001). Hal ini akan mempengaruhi perilaku seseorang yang selalu
mencari informasi mengenai produk yang diminatinya dan mencari informasi
untuk mendukung sifat-sifat positif dari produk tersebut.
Dalam aspek kesesuaian dengan spesifikasi merupakan pandangan
mengenai kualitas proses manufaktur (tidak ada cacat produk) sesuai dengan
spesifikasi yang telah ditentukan dan teruji. Apabila produk kosmetik yang
ditawarkan perusahaan memenuhi standar produk yang baik (tidak ada cacat
produk) sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan dan teruji maka
konsumen akan menimbulkan perasaan senang pada konsumen untuk
mengetahui lebih lanjut tentang kualitas barang tersebut secara langsung.
Sehingga dari perasaan senang tersebut akan menimbulkan kecenderungan
seseorang untuk mereferensikan produk kepada orang lain yang nantinya
menimbulkan keinginan dari diri konsumen untuk ingin memiliki, terutama bila
minat membeli menempatkan persepsi terhadap kualitas suatu produk sebagai
faktor yang penting dalam proses pembelian.
34
Aspek yang terakhir adalah hasil, hasil mengarah kepada kualitas yang
dirasakan yang melibatkan enam dimensi sebelumnya. Jika perusahaan tidak
dapat menghasilkan hasil akhir produk yang baik maka kemungkinan produk
tersebut tidak akan mempunyai atribut kualitas yang penting. Fadli dan Inneke
(2008) menyatakan kesan atau mutu yang dirasakan konsumen secara
menyeluruh mencerminkan perasaannya terhadap suatu merek yang kemudian
akan sangat berperan untuk memilih merek yang akan dibeli. Persepsi konsumen
terhadap kualitas produk akan membentuk preferensi dan sikap yang pada
gilirannya akan mempengaruhi minat untuk membeli atau tidak. Hal ini sejalan
dengan pendapat Aaker (1997) bahwa kesan kualitas memberikan nilai dalam
beberapa bentuk diantaranya adalah alasan untuk membeli.
Seluruh aspek diatas saling memiliki keterkaitan satu sama lain sehingga
persepsi terhadap kualitas produk pada konsumen akan muncul. Harjati dan Sabu
(2014) berpendapat bahwa persepsi konsumen terhadap kualitas suatu produk
berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh konsumen, karena persepsi kualitas
merupakan persepsi dari konsumen persepsi kualitas tidak dapat ditentukan
secara objektif. Persepsi konsumen akan melibatkan apa yang penting bagi
konsumen sehingga akan membawa minat membeli yang berbeda pula. Melalui
kemampuan mempersepsi objek stimulus, seseorang memperoleh input berupa
pengetahuan tentang kualitas suatu produk. Sehingga konsumen yang dihadapkan
pada suatu produk akan merasa yakin dan tertarik terhadap kualitas dari suatu
produk dan dapat pula digunakan dalam pengambilan keputusan.
35
Dampak dari persepsi terhadap kualitas produk ini akan memunculkan
persepsi positif pada konsumen sehingga akan mendorong konsumen untuk
membeli suatu produk. Semakin positif persepsi konsumen terhadap aspek-aspek
tersebut yang diberikan oleh perusahaan maka minat beli konsumen pada
kosmetik Sariayu akan semakin tinggi dan jika persepsi konsumen terhadap
aspek-aspek tersebut yang diberikan oleh perusahaan negatif maka minat beli
konsumen bedak muka Sariayu akan semakin rendah.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh oleh Kristyatmoko dan
Andjarwati (2013) tentang pengaruh persepsi kualitas dan harga terhadap minat
beli tablet samsung galaxy tab didapatkan hasil bahwa persepsi terhadap kualitas
produk berpengaruh positif terhadap minat beli Tablet Samsung Galaxy Tab.
Penelitian lain yang dilakukan Ningih (2017) tentang pengaruh persepsi harga
dan persepsi kualitas produk terhadap minat beli baju eceran di Solo Square
didapatkan hasil bahwa persepsi kualitas produk berpengaruh positif terhadap
minat beli beli baju eceran di Solo Square. Berdasarkan penjelasan diatas dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara persepsi terhadap kualitas produk
dengan minat beli. Persepsi terhadap kualitas produk yang dirasakan oleh
konsumen akan berpengaruh terhadap kesediaan konsumen tersebut untuk
membeli sebuah produk.
Persepsi konsumen terhadap kualitas produk akan membentuk preferensi
dan sikap yang pada gilirannya akan mempengaruhi minat untuk membeli atau
tidak. Hal ini sejalan dengan pendapat Aaker (1997) bahwa kesan kualitas
memberikan nilai dalam beberapa bentuk diantaranya adalah alasan untuk
36
membeli. Kanuk dan Schiffman (2008) mengatakan bahwa persepsi seseorang
tentang kualitas produk akan berpengaruh terhadap minat membeli yang terdapat
pada individu. Persepsi yang positif tentang kualitas produk akan merangsang
timbulnya minat konsumen untuk membeli yang diikuti oleh perilaku pembelian.
Berdasarkan
uraian
diatas,
dapat
disimpulkan
bahwa
perusahaan
menawarkan suatu merek produk dengan berbagai keunggulan dan kualitas yang
diberikan kepada konsumen. Konsumen atau pelanggan melalui informasi yang
ia terima dari sumber informasi dan lingkungan sekitar dan merasakan langsung
kualitas suatu prosuk atau atribut yang terkait dengan suatu produk sehinga
konsumen atau pelanggan akan memnginterpretasikan produk yang ia terima
sehingga konsumen dapat mempersepsikan kualitas produk tersebut seperti
tanggapan terhadap keandalan, pelayanan, dan tanggapan terhadap karakteristik
produk. Dengan adanya persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas suatu
merek produk dan persepsi kualitas konsumen yang positif sehingga konsumen
dapat menentukan nilai dari produk tersebut dan dapat berpengaruh terhadap
minat beli. Jadi semakin positif tingkat persepsi kualitas produk yang
dipersepsikan, maka semakin tinggi pula minat beli. Konsumen yang berminat
membeli akan menyatakan hal-hal yang baik tentang produk kosmetik tersebut
kepada orang lain. Hal ini sangat menguntungkan bagi perusahaan tersebut,
karena konsumen yang menunjukkan berhasil atau tidaknya suatu perusahaan
dalam menarik minat konsumennya. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin
positif tingkat persepsi kualitas produk maka semakin tinggi minat beli produk
37
kosmetik Sariayu, sebaliknya semakin negatif tingkat persepsi kualitas produk
maka semakin rendah minat beli produk kosmetik Sariayu.
D. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara persepsi
terhadap kualitas produk dengan minat beli bedak muka Sariayu pada mahasiswi
di Universitas Mercu Buana Yogyakarta. Artinya semakin positif persepsi
terhadap kualitas produk bedak muka Sariayu maka semakin tinggi minat beli
bedak muka Sariayu pada mahasiwi di Universitas Mercu Buana Yogyakarta,
sebaliknya semakin negatif persepsi terhadap kualitas produk bedak muka Sariayu
maka akan semakin rendah minat beli bedak muka Sariayu pada mahasiswi di
Universitas Mercu Buana Yogyakarta.
Download