PEMATANGAN CERVIX (CERVICAL RIPENING) PADA PERSALINAN PRETERM: PERAN INTERLEUKIN-8 dr. Tjokorda Gde Agung Suwardewa, SpOG (K) BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FK UNUD/RSUP SANGLAH DENPASAR 2011 1 2 BAB I PENDAHULUAN Persalinan preterm sampai saat ini masih merupakan masalah yang utama khususnya pada bagian obstetri dan perinatologi. Baik di negara berkembang maupun negara maju penyebab morbiditas dan mortalitas neonatus tertinggi adalah akibat adanya bayi yang lahir preterm, dimana kurang lebih 75% dari kematian neonatus disebabkan oleh karena bayi yang lahir preterm1. Di seluruh dunia ditemukan sekitar 70% persalinan preterm merupakam penyebab kematian perinatal dan hampir separuhnya mengalami kelainan neurologis jangka panjang2. Penyebab dari persalinan preterm sering kali tidak diketahui secara pasti. Beberapa konsep yang menjelaskan penyebab terjadinya persalinan preterm pada dasarnya selalu dihubungkan dengan kejadian-kejadian infeksi di dalam cairan amnion, utero-placental ischemia, regangan uterus yang berlebihan, kelainankelainan endokrin dan suatu respon imun yang tidak normal dari ibu maupun janin. Lockwood (2001) mengemukakan tentang hubungan antara kejadian persalinan preterm tersebut dengan proses keradangan yang terjadi pada jaringan desidua, korion dan amnion3. Masalah lain yang dapat timbul adalah masalah perkembangan neurologis seperti serebral palsi, gangguan intelektual, retardasi mental, gangguan sensoris, kelainan perilaku, dan gangguan konsentrasi. Hal ini dapat mengakibatkan rendahnya kualitas sumber daya manusia di masa yang akan datang. Selain itu, perawatan bayi preterm juga membutuhkan teknologi kedokteran canggih dan mahal4. Pada tahun 2005, sebanyak 12,5 juta kelahiran atau 9,6% dari semua kelahiran di seluruh dunia adalah kelahiran preterm. Kejadian tertinggi kelahiran preterm berada di Afrika dan Amerika Utara (11,9% dan 10,6% dari semua kelahiran), dan terendah berada di Eropa (6,2%)5. Di Indonesia diperkirakan persalinan preterm terjadi 10% dari sekitar 4 juta kelahiran, dan angka kematian neonatal sebanyak 20% dari seluruh persalinan preterm6. 3 Pada pasien-pasien dengan gejala klinis persalinan preterm menunjukan peningkatan berbagai sitokin di dalam serum maternal sehingga diperkirakan sitokin memainkan peranan penting dalam inisiasi persalinan preterm. Salah satu sitokin peradangan pada serum adalah interleukin-8 (IL-8). Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa peningkatan kadar serum maternal interleukin-8 berkaitan dengan inisiasi persalinan preterm meskipun hasilnya masih bervariasi7,8. Proses pematangan servik ditandai dengan perubahan konsistensi, pendataran dan dilatasi servik. Proses ini dievaluasi dengan skor Bishop. Agen yang dapat digunakan untuk proses pematangan servik adalah kemokin yaitu interleukin-8. Interleukin-8 merupakan faktor kemotaktik yang terlibat dalam proses pematangan servik dimana proses ini terjadi pada saat onset persalinan. Fungsi utama dari interleukin-8 adalah untuk induksi proses kemotaksis pada target sel yaitu neutrofil9. Konsentrasi interleukin-8 meningkat pada servik saat onset dari persalinan dan terlibat dalam proses perubahan jaringan yaitu proses pematangan servik10. Para peneliti memperkirakan bahwa peran interleukin-8 dalam pematangan servik dapat menginisiasi persalinan preterm. 4 BAB II PERSALINAN PRETERM 2.1 Batasan Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists, 1995, persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi antara usia kehamilan 20 sampai 37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir11. Indikator yang sering dipakai untuk terjadinya persalinan adalah kontraksi uterus dengan frekwensi minimal 2 kali setiap 10 menit dan lamanya kontraksi 30 detik atau lebih, disertai perubahan pada servik yang progresif, seperti: dilatasi servik ≥ 2 cm dan penipisan ≥ 80%8. Definisi persalinan preterm lainnya yaitu munculnya kontraksi uterus dengan intensitas dan frekuensi yang cukup untuk menyebabkan penipisan dan dilatasi servik sebelum memasuki usia gestasi yang matang, antara 20 sampai 37 minggu12. 2.2 Insiden Persalinan Preterm Di setiap negara kejadian persalinan preterm sangat bervariasi. Di Spanyol tahun 1997 terjadi partus preterm 7 % dari seluruh kelahiran13. Hal yang sama terjadi terjadi juga di Inggris dan Wales dimana pada tahun 1997, 50,3% dari seluruh kematian neonatus berhubungan dengan imaturitas14. Di Indonesia insiden persalinan preterm belum diketahui secara pasti, tapi di beberapa rumah sakit pemerintah pada tahun-tahun terakhir menunjukan persentasi yang bervariasi. Di RSU DR Wahidin Sudirohusodo Makasar periode 1 Juli 2000 - 31 Juli 2003 dari 1171 persalinan didapatkan sebanyak 86 kasus persalinan preterm 7,3%15. Di RSU Sanglah Denpasar tahun 2001-2003, persalinan preterm sekitar 8,3% dari seluruh persalinan16. Di RSU dr. Saiful 5 Anwar Malang pada tahun 2001 tercatat insiden persalinan preterm sebesar 6,7%17. 2.3 Etiologi Persalinan Preterm Pada kebanyakan kasus, penyebab pasti dari persalinan preterm tidak diketahui. Secara garis besar terdapat tiga kelompok yang mungkin menjadi penyebab persalinan preterm1, yaitu : 1. Persalinan preterm atas indikasi ibu atau janin (iatrogenik) Persalinan dibuat atas indikasi medis dimana kehamilannya dapat membahayakan ibu atau janinnya. Pada kasus ini janin dilahirkan untuk mencegah morbiditas atau mortalitas pada ibu dan atau janin tanpa memperhatikan usia kehamilan. Kondisi ini termasuk preeklamsia, hipertensi kronis, diabetes mellitus, plasenta previa atau solusio plasenta. Persalinan seperti ini terjadi sekitar 20 % dari seluruh persalinan preterm. 2. Sekitar 30-40% persalinan preterm disebabkan oleh pecahnya membran koriamnion pada usia kehamilan preterm dengan atau tanpa adanya infeksi. Kondisi ini sering didahului oleh adanya tanda-tanda persalinan preterm spontan. 3. Sisanya 40-50% penyebab persalinan preterm tidak diketahui (idiopatik). 2.4 Faktor Risiko Persalinan Preterm Sangat disayangkan jika hingga kini, sulit untuk menentukan secara dini dan akurat seorang wanita hamil akan mengalami persalinan preterm. Bahkan sistim skoring yang meliputi: jumlah kehamilan, status sosial ekonomi, umur wanita saat hamil dan riwayat persalinan preterm/abortus, pernah dikembangkan untuk menentukan wanita-wanita mana saja yang perlu mendapat pemantauan lebih intensif. Tapi kenyataannya sistem ini belum dapat menurunkan insiden persalinan preterm18. Meskipun demikian ada beberapa faktor risiko yang 6 diketahui meningkatkan persalinan preterm yang dibagi dalam dua kriteria19, yaitu: Mayor: 1. Kehamilan multipel 2. Hidramnion 3. Anomali uterus 4. Pembukaan serviks ≥ 2 cm pada usia kehamilan > 32 minggu 5. Panjang serviks < 2,5 cm pada usia kehamilan > 32 minggu (dengan TVS) 6. Riwayat abortus pada trimester II > 1x 7. Riwayat persalinan preterm sebelumnya 8. Operasi abdominal pada kehamilan preterm 9. Riwayat konisasi 10. Iritabilitas uterus 11. Penggunaan cocaine atau amfetamin. Minor : 1. Penyakit-penyakit yang disertai demam 2. Riwayat perdarahan pervaginam setelelah usia kehamialn 12 minggu 3. Riwayat pielonefritis 4. Merokok lebih dari 10 batang perhari 5. Riwayat abortus pada trimester II 6. Riwayat abortus pada trimester I lebih dari 2x. Wanita hamil tergolong mempunyai risiko tinggi untuk terjadi persalinan preterm jika dijumpai satu atau lebih faktor risiko mayor atau dua atau lebih faktor risiko minor, atau ditemukan kedua faktor risiko (mayor dan minor). 7 2.5 Patogenesis Persalinan Preterm Partus adalah proses keluarnya janin dari uterus ke lingkungan di luar uterus. Onset dan kemajuan dari proses ini ditandai oleh suatu peristiwa yang kompleks dan saling mempengaruhi serta melibatkan faktor maternal, janin dan plasenta, seperti: prostaglandin, kortisol, progesteron dan oksitosin dimana produk-produk yang dihasilkan ini akan berinteraksi dengan sitokin dalam memberi isyarat untuk dimulai atau dihentikannya suatu proses persalinan20. Hal ini perlu dipahami dimana uterus yang telah dijaga ketenangannya selama kehamilan, akan mengalami perubahan yaitu terjadinya kontraksi uterus yang terkoordinir dan dilatasi servik yang selanjutnya akan diikuti dengan keluarnya janin melalui jalan lahir. Agar proses persalinan ini berhasil maka memerlukan adanya kematangan dari sistem organ janin supaya dapat bertahan hidup di luar uterus, begitu juga pada ibu terjadi perubahan pada organ-organ khususnya untuk persiapan laktasi pada masa postpartum. Oleh karena itu, sinkronisasi waktu janin menjadi matur dan stimulus untuk terjadinya aktivitas uterus meningkat harus sesuai seperti yang diinginkan, banyak bukti menyatakan bahwa janin sendiri yang menjadi pencetus semua kejadian ini1. Persalinan preterm mungkin lebih menunjukkan sebagai suatu sindrom dibandingkan suatu diagnosa yang spesifik karena penyebabnya yang bervariasi. Persalinan preterm ini juga menunjukan adanya ketidaksinkronan pada mekanisme yang bertanggung jawab untuk mempertahankan ketenangan uterus, seperti: peran dari enzim 15 prostaglandin dehidrogenase (PGDH) yang dihasilkan oleh jaringan korionik dan trofoblas yang dapat mendegradasi prostaglandin-E2 yang diproduksi oleh amnion, sehingga mencegah prostaglandin mencapai miometrium dan meniadakan kontraksi. Infeksi kronis menyebabkan penurunan aktivitas dari enzim ini yang diikuti dengan peningkatan secara kuantitatif dari prostaglandin sehingga dapat mencapai miometrium dan terjadilah kontraksi uterus. 8 Alternatif lain adalah terjadinya suatu hubungan singkat atau karena peningkatan yang luar biasa (overwhelming) dari kaskade yang biasa terjadi pada persalinan normal. Tentu saja pada kaskade ini, unit fetoplasenta dapat menjadi pencetus terjadinya persalinan preterm, seperti: jika kondisi (lingkungan) intra uterin menjadi tidak nyaman dan mengancam kesejahteraan janin. Pada kebanyakan kasus wanita hamil dengan infeksi, kadar produk-produk dari lipooksigenase dan siklooksigenase meningkat demikian juga kadar sitokin meningkat, seperti: IL-6 dan IL-821,22. Ternyata makin banyak bukti yang menunjukan bahwa mungkin sepertiga kejadian persalian preterm pada populasi (wanita hamil) berkaitan dengan infeksi intra uterin. Dari penelitian yang dilakukan oleh Bobbit (2004) membuktikan bahwa infeksi intra amnion subklinis sebagai penyebab persalinan preterm dimana dengan amniosintesis didapatkan mikroorganisme patogen sekitar 20% dari wanita-wanita yang mengalami persalinan preterm dengan membran korioamnion yang intak dan tanpa gejala klinis infeksi23. Tempat-tempat potensial infeksi bakteri intra uteri dapat dilihat pada gambar 2.1. Bakteri yang sering dihubungkan dengan terjadinya persalinan preterm adalah: Ureaplasma urealyticum, Mycoplasma hominis, Gardnerella Ureaplasma dan Escherchia coli, tapi kebanyakan bakteri-bakteri vagina ini virulensinya rendah. Bakteri lain yang juga sering berhubungan dengan infeksi saluran genitalia, seperti: N. Gonorrhoeae, C. Trachomatis, Streptococcus group B dan E.Coli. Cara masuknya mikroorganisme penyebab infeksi intra amnion dapat melalui24: 1. Jalur ascenden dari vagina dan servik 2. Secara hematogen melalui plasenta (transplacental infection) 3. Penetrasi langsung dari rongga peritoneum melalui tuba fallopi 4. Akibat trauma saat melakukan suatu pemeriksaan yang invasif, seperti: amniosintesis, percutaneous fetal blood sampling, chorionic villous sampling/shunting. 9 Cara yang paling sering untuk menyebabkan infeksi intra uteri adalah melalui jalur ascenden. Jalur ini diperkirakan mempunyai empat tahapan, yaitu: Tahap I : Adanya perubahan flora bakteri di vagina/servik atau adanya organisme patologis (seperti: N. gonorrhea) pada servik. Adanya vaginosis bakterialis dapat menunjukan awal dari tahap I. Tahap II: Saat bakteri mampu mendapatkan akses ke intrauteri, mereka dapat menyebakan desiduitis, korioamnionitis, koriovaskulitis. Tahap III: Jika invasi dari infeksi dapat mencapai rongga amnion. Pecahnya membran korioamnion bukan prasyarat terjadinya infeksi intra amnion karena bakteri mampu melintasi membran yang intak. Tahap IV: Saat berada di rongga amnion bakteri bisa mendapatkan akses ke janin melalui port d’entre yang beragam. Aspirasi cairan amnion yang terinfeksi dapat menyebabkan kongenital pneumonia dan bila memasuki aliran darah janin dapat mengakibatkan bakterimia pada janin dan sepsis. Invasi bakteri ke dalam koriodesidua (kolonisasi bakteri koriodesidual) akan melepaskan produk-produknya, seperti: endotoksin dan eksotoksin serta mengaktifkan sistem monosit-makrofag pada host (janin/ibu) yang kemudian melepaskan sejumlah sitokin seperti TNF-, IL-1, IL-6, dan IL-8. Selanjutnya sitokin, endotoksin dan eksotoksin menstimulasi biosintesis protaglandin F2- dan E2 di desidua atau amnion dan melepaskannya. Puncak dari sintesis ini adalah pelepasan metaloprotease dan unsur-unsur bioaktif lainnya. 10 Gambar 2.1. Tempat Potensial Infeksi Bakteri Intra Uteri1 Prostaglandin menstimulasi kontraksi uterus dan peningkatan metaloprotease pada selaput korioamnion dapat menimbulkan pecahnya selaput korioamnion dan pada servik dapat merubah jaringan kolagen pada servik menjadi lebih lunak. Lebih jelasnya mekanisme persalinan preterm karena infeksi dapat dilihat pada gambar 2.2. Hasil-hasil penelitian pada binatang, in vitro dan manusia menunjukan hasil yang sama tentang bagaimana infeksi dapat menyebabkan partus preterm. 11 Gambar 2.2. Jalur Potensial Koloni Bakteri Koriodesidua1 Selanjutnya persalinan preterm karena infeksi juga melibatkan janin itu sendiri dimana akibat infeksi terjadi peningkatan aktivitas dari poros hypothalamicpituitary-adrenal (HPA) janin dan plasenta dalam memproduksi corticotropin releasing hormone (CRH) yang mengakibatkan sekresi kortikotropin janin meningkat, sehingga aktivitas adrenal janin juga meningkat dalam mensekresi kortisol. Peningkatan kortisol akan meningkatkan produksi prostaglandin. Tidak hanya kortisol, tapi juga meningkatkan sitokin dan jika ini terjadi maka janin perlu segera dilahirkan. Peningkatan CRH secara dini pada plasenta, desidua dan korioamnion juga terjadi karena stress yang dialami oleh ibu hamil karena faktor lingkungan maternal dan sosiodemografi seperti, kemiskinan, status perkawinan, kehilangan pekerjaan, kehilangan orang terdekat, tidak punya tempat tinggal, sering dihubungkan dengan terjadinya persalinan preterm25. 12 Aktivasi dari Poros Imflamasi Perdarahan Desidua Hipotalamus Ibu Janin Janin-Ibu stress Onset persalinan yang dini/prematur Mediator Biokemia Infeksi : - Khoriodesidua - Sistemik CRH E1 – E2 Distensi Uterus yang Patologis Kehamilan multifetal Polihidramnion Abnormalitas uterus Abruption TNF Thrombin Mechanical stretch IL-1 Gap junction IL-6 Reseptor oksitoksin Korion IL-8 Amnion Sintesis PG IL-8 + + Protease Uterotonin Jalur umum Perubahan Servik Ruptur selaput Khorioamnion Persalinan Preterm Kontraksi Uterus Gambar 2.3. Jalur Patogenesis Utama dari Persalinan Preterm3 13 BAB III PROSES PEMATANGAN SERVIK (CERVICAL RIPENING) Selama kehamilan, servik harus tetap terjaga konsistensinya yang kaku dan tetap tertutup sehingga hasil konsepsi tidak keluar. Dengan dimulainya onset pematangan servik, maka servik akan diubah menjadi lebih lunak dan mudah berdilatasi sehingga dengan adanya kontraksi uterus maka janin dapat dilahirkan. Proses pematangan servik ini merupakan proses awal dari adanya kontraksi uterus26. Proses persalinan melibatkan tiga proses fisiologis yang terpisah yaitu proses perubahan (remodelling) dari servik yang disertai dengan proses pematangan dan dilatasi servik sehingga bayi dapat lahir melalui jalan lahir, melemahnya dan pecahnya selaput ketuban, dan inisiasi dari kontraksi yang ritmis disertai peningkatan amplitudo dan frekuensinya27. Proses perubahan dari servik dibagi dalam empat fase yang saling tumpang tindih yaitu: pelembutan, pematangan, dilatasi dan pemulihan servik setelah melahirkan28. Proses pematangan servik ditandai dengan perubahan konsistensi, pendataran dan dilatasi servik. Proses ini dievaluasi dengan skor Bishop. Proses ini dibagi ke dalam dua fase. Adapun fase pertama adalah fase lambat (slow ripening) atau tahap persiapan. Pada fase ini terjadi perubahan gradual dari kadar kolagen. Fase ini berlangsung kurang lebih mulai 32 minggu, atau paling awal pada usia 16-24 minggu. Fase kedua adalah fase cepat (rapid ripening) yang terjadi sesaat sebelum onset persalinan27. Proses pematangan servik melibatkan perubahan besar pada jaringan ikat di servik. Selama fase lambat terjadi penurunan jumlah kolagen sampai 30% dan proteoglikan sampai 50% dibandingkan dengan ibu yang tidak hamil. Proses akhir dari pematangan servik ini adalah melembutnya dan dilatasi dari servik. Mekanisme yang terlibat dalam proses pematangan servik ini belum sepenuhnya diketahui29. Proses perlunakan dari servik merupakan hasil dari peningkatan vaskularitasnya, hipertrofi stroma, hipertrofi dan hiperplasia glandular, serta perubahan pada matriks ekstraseluler. Selain itu pula terjadi proses perubahan 14 pada kolagen yaitu perubahan jumlah ikatan silang kovalen diantara tripel helik kolagen yang secara normal dibutuhkan untuk stabilitas fibril kolagen11. Matriks ekstraseluler pada servik berjumlah sekitar 85% dan serat otot hanya 6-10%. Matriks ekstraseluler servik mengandung komponen fibriler, proteoglikan, hyaluronan, dan glikoprotein. Komponen fibriler terdiri dari kolagen dan elastin. Pada servik, kolagen menempati jumlah terbnyak yaitu 80% dimana didominasi oleh kolagen tipe I dan tipe III10. Ikatan kolagen akan membentuk kekakuan dari servik dan dengan cepat mengalami perubahan oleh pengaruh enzim kolagenase. Gambar 3.1. Proses Pembentukan Kolagen11 15 Kolagen merupakan komponen utama dari servik dan bertanggung jawab terhadap struktur servik. Setiap molekul kolagen mengandung tiga rantai α dimana ketiganya berikatan satu sama lain membentuk prokolagen. Molekul tripel helik kolagen berikatan silang satu sama lain dengan bantuan aktivitas enzim lisil oksidase yang dapat membentuk fibril yang panjang. Fibril kolagen berinteraksi dengan proteoglikan ukuran kecil yaitu dekorin dan biglikan serta protein seluler yaitu tromboposdin-2. Interaksi ini akan mengakibatkan fibril kolagen menjadi satu kesatuan yang kompak11,30. Kolagen yang terdapat dalam servik terutama kolagen tipe I, III dan IV. Kolagen tipe I dan III merupakan komponen jaringan ikat utama, sedangkan yang tipe IV ditemukan berhubungan dengan otot polos dan vaskuler. Dengan bertambahnya umur kehamilan maka serat kolagen, otot polos dan fibroblas tersusun dengan rapat yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan atau daya regang jaringan sehubungan dengan bertambahnya berat janin30. Gambar 3.2. Peran Dekorin dalam Pematangan Servik11 16 Pematangan servik behubungan dengan berkurangnya kadar kolagen serta penurunan jumlah serat kolagen. Selain itu juga terjadi proses penurunan daya regang dari matriks ekstraseluler dari servik. Terdapat perubahan pada proses ini yaitu terjadi penurunan kadar dekorin (dermatan sulfat proteoglikan 2) yang menyebabkan separasi dari serat kolagen. Kedua hal inilah yang mengakibatkan proses perlunakan servik30. Gambar 3.3. Matriks Ekstraseluler Pada Servik11 Dengan proses pematangan servik, terjadi penurunan jumlah kolagen. Selain itu terjadi pula perubahan pada konsentrasi proteoglikan. Yang utama adalah penurunan konsentrasi dekorin dan peningkatan kadar kondroitin sulfat proteoglikan vercican, sedikit sulfat proteoglikan biglikan dan sulfat proteoglikan heparan. Versican dapat menarik air dan berikan dengan hyaluronan serta menghasilkan disintegrasi dari ikatan kolagen dan perubahan pada struktur fisiknya sehingga menghasilkan jaringan yang lunak dan elastis yang nantinya akan diikuti dengan proses dilatasi servik10. 17 Proses perlunakan servik merupakan akibat dari proses pencernaan kolagen dalam servik serta peningkatan kandungan air. Dengan adanya pematangan servik maka bagian atas dari servik yaitu ostium uteri internum bergerak ke lateral sehingga menjadi sulit dibedakan dengan segmen bawah rahim. Hal ini menandakan bahwa ostium uteri internum merupakan tempat dimana proses pematangan servik menjadi maksimal31. Gambar 3.4. Ostium Uteri Internum Sebagai Tempat Dimulainya Pematangan Servik31 Terdapat interaksi hormonal pada proses ini yaitu terjadi peningkatan kadar enzim siklooksigenase-2 yang mengakibatkan peningkatan prostaglandin E2 (PGE2) lokal di servik. Hal ini akan mengakibatkan: - Dilatasi dari pembuluh darah kecil di servik - Peningkatan degradasi kolagen kadar 18 - Peningkatan asam hyaluronidase - Peningkatan kemotaksis leukosit yang mengakibatkan degradasi kolagen - Peningkatan pelepasan interleukin-827,30. Agen yang dapat digunakan untuk proses pematangan servik adalah kemokin yaitu interleukin-8. Interleukin-8 mempunyai efek yang selektif dalam menstimulasi pelepasan kolagenase dari granula spesifik tanpa pelepasan protease desktruktif yang lainnya. Kecepatan produksi neutrofil sekitar 1011 perhari sehingga neutrofil merupakan sumber yang tak terbatas dari kolagenase32. Interleukin-8 dapat bekerja secara sinergis dengan prostaglandin dalam merangsang proses pematangan servik. Gambar 3.5. Proses Pematangan Servik31 19 BAB IV INTERLEUKIN-8 Interleukin-8 merupakan anggota dari sitokin kemokin yang pertama kali diidentifikasi pada tahun 1986-1987. Interleukin-8 merupakan faktor solubel yang terdapat dalam larutan supernatan setelah adanya stimulasi endotoksin terhadap monosit. Bioaktivitas dari interleukin-8 ditandai dengan keterlibatannya dalam aktivasi leukosit polimorfonuklear (neutrofil) yaitu sebagai kemotaksis dan pelepasan granula33. Interleukin-8 dalam menjalankan aktivitasnya melalui dua reseptor dengan afinitas tinggi yaitu IL-8RA dan IL-8RB. Kedua reseptor ini dikenal saat ini dengan nama CXC reseptor kemokin 1 dan 2 (CXCR1 dan CXCR2). Reseptor ini merupakan anggota dari reseptor transmembran terkait protein-G dan mempunyai kesamaan asam amino sebanyak 77%. Meskipun interleukin-8 dapat berikatan dengan kedua reseptor tersebut dengan afinitas tinggi, tetapi hanya tipe 1 saja yang spesifik untuk interleukin-8, sedangkan reseptor tipe 2 dapat berikatan dengan kemokin lain yaitu GRO, NAP-2 dan ENA-7833,34. Kemokin adalah kelompok dari protein proinflamasi dengan massa molekul rendah yang sesuai dengan kadar asam aminonya. Selain itu disertai dengan aktivitas kemotaktik yang poten terhdapa leukosit baik in vivo maupun in vitro. Kelompok ini terbagi dalam dua subfamili utama berdasakan struktur molekul, yaitu kemokin-α dan kemokin-β. Kemokin-α (C-X-C) merupakan kelompok dengan asam amino berada pada dua residu sistein yang pertama, sedangkan kemokin-β (C-C) mengandung lebih sedikit asam amino pada posisi ini. Interleukin-8 merupakan kelompok kemokin-α, sedangkan kelompok kemokin-β adalah MCP-1 (Monocyte Chemotactic Peptide-1) atau RANTES (Regulated on Activation, Normal T cell-expressed and Secreted). Terdapat perbedaan fungsi dari kedua kemokin ini. Kemokin-α menunjuukan efek kemotaktiknya terhadap neutrofil dan juga sel lain termasuk sel mononuklear tetapi tidak pada monosit. Sedangkan kemokin-β mempunyai efek kemotaktik terhadap sel mononuklear termasuk monosit dan juga granulosit31,33,34. 20 Terdapat banyak sel yang telah terbukti menghasilkan interleukin-8. Selsel tersebut adalah monosit, makrofag, sel endotel, limfosit, sel epitel, sel otot polos, sel mesangial ginjal, kondrosit, sel sinovial, hepatosit, keratinosit, astrosit, neutrofil, berbagai sel tumor yang menginduksi terbentuknya melanoma, kanker ovarium, dan sel kanker paru33. Sitokin inflamasi juga berperan dalam menginduksi interleukin-8 yaitu interleukin-1α, interleukin-1β, interleukin-2, interleukin-7, TNF-α, dan lipopolisakarida (LPS). Selain itu produksi interleukin-8 juga distimulasi oleh beberapa keadaan yaitu hipoksia, radiasi dengan sinar ultraviolet B, infeksi virus, dan infeksi bakteri34,35. Gambar 4.1. Struktur Interleukin-89 Interleukin-8 ditandai dengan kemampuannya dalam menginduksi aktivasi neutrofil sehingga mengalami degranulasi, perubahan bentuk dan kemotaksis. Fungsi lainnya yaitu dengan meregulasi ekspresi molekul adesi pada permukaan sel neutrofil yang mengakibatkan perubahan vital dalam migrasi sel in vivo. Neutrofil ditranspotasikan melalui pembuluh darah dengan cara menggunakan molekul adesi yaitu L-selectin, mengadakan kontak dengan endotel, kemudian 21 akan menempel pada permukaan endotel tersebut. Ikatan selektin dengan endotel relatif lemah sehingga neutrofil dapat dibawa oleh aliran darah ke tempat terjadinya infeksi. Terdapat hipotesa bahwa pada saat neutrofil mengadakan kontak dengan gradien interleukin-8 yang solid yang berikatan dengan endotel maka akan muncul sinyal melalui reseptor interleukin-8 sehingga terjadi penyebaran dari L-selectin disertai peningkatan regulasi dari integrin molekul adesi yaitu LFA-1 dan Mac-1 pada permukaan neutrofil. Ikatan integrin ini merupakan ikatan yang kuat dengan molekul adesi interseluler (ICAM) pada endotel sehingga pergerakan neutrofil berhenti. Kemudian terjadi migrasi sel melalui mekanisme haptotaktik menembus endotelium menuju ke tempat kemoatraktan33,34. Gambar 4.2. Proses Aktivasi Makrofag dan Fibroblas34 Transduksi sinyal dari reseptor diterima melalui ikatan dengan protein-G, dan melibatkan aktivasi protein kinase C (PKC) serta mobilisasi kalsium intraseluler. Pada neutrofil, reseptor akan berikatan dengan interleukin-8 melalui protein-G. Melalui aktivasi dari fosfotidil inositol yang spesifik terhadap 22 fosfolipase C, terbentuk dua second messengers yaitu diasilgliserol dan inositol 1,4,5-trifosfat (IP3). Diasilgliserol mengaktivasi proterin kinase C sementara IP3 akan melepaskan kalsium dari penyimpanan intraseluler sehingga terjadi peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler yang bersifat transien dimana hal ini diperlukan dalam menginduksi proses eksositosis28,31,33. Perubahan struktur servik saat persalinan yang ditandai dengan penurunan konsentrasi kolagen, berkurangnya matriks dan peningkatan kandungan air menandakan bahwa jaringan servik memberikan tahanan yang rendah. Selama kontraksi uterus jaringan servik mengalami proses penipisan dan dilatasi. Pada saat pematangan servik terjadi proses disosiasi dan degradasi kolagen yang mengakibatkan perubahan struktur kolagen selama periode ini. Perubahan katalitik dari kolagen ini dimediasi oleh enzim kolagenase (matriks metaloproteinase) yang telah dibuktikan pada beberapa penelitian bahwa kadarnya meningkat pada serviks saat partus26. Kolagenase yang terpenting adalah matriks metaloproteinase-8 yang dilepaskan lebih besar dari granula neutrofil yang spesifik dibandingkan dengan yang disintesa oleh stroma fibroblas servik. Terjadi infiltrasi neutrofil ke dalam stroma servik saat inpartu dan mengakibatkan proses degranulasi. Interleukin-8 merupakan suatu kemokin yang berfungsi untuk mengikat dan mengaktifkan neutrofil. Proses ekstravasasi neutrofil terjadi dengan cara proses adesi dan diapedesis melalui endotel pembuluh darah. Hal ini akan diikuti dengan proses aktivasi neutrofil oleh interleukin-8. Pada beberapa penelitian terhadap kelinci dan manusia, pemberian injeksi interleukin-8 akan menginduksi eksudasi plasma dan infiltrasi neutrofil yang masif, tetapi tidak komponen leukosit yang lainnya. Akumulasi neutrofil ini biasanya paling banyak ditemukan di sekitar vena. Penelitian yang dilakukan pada babi dan kelinci mendapatkan bahwa pemberian interleukin-8 pada servik ternyata dapat merangsang pematangan servik26. Interleukin-8 merupakan kemokin yang dihasilkan oleh makrofag dan tipe sel lainnya seperti sel epitel dan sel endotel. Fungsi utama dari interleukin-8 adalah untuk induksi proses kemotaksis pada target sel yaitu neutrofil9. Interleukin-8 diproduksi oleh endometrium, koriodesidua, desidua plasenta dan 23 miometrium, pada servik wanita hamil dan tidak hamil. Ekspresi interleukin-8 meningkat sesuai dengan pertambahan usia kehamilan dan pada saat inpartu. Interleukin-8 juga berperan dalam pematangan servik, berperan dalam pembentukan segmen bawah rahim pada kehamilan lewat waktu dan sebagai mediasi dalam infiltrasi sitokin inflamasi ke dalam miometrium selama inpartu. Kadar interleukin-8 meningkat enam kali lipat bila dibandingkan dengan keadaan servik ibu yang tidak hamil. Selain itu kadarnya meningkat sampai 11 kali lipat pada ibu hamil yang menjalani proses persalinan pervaginam36. Interleukin-8 adalah kemotaktik ampuh dan merupakan faktor pengaktif neutrofil10,35,37. Kemokin ini merupakan bagian dari respon ditimbulkan dalam host terhadap invasi mikroba, itulah sebabnya mengapa diperkirakan bahwa IL-8 bertanggung jawab atas pelepasan neutrofil pada selaput ketuban dan plasenta selama terjadi infeksi intrauterin38. Konsentrasi interleukin-8 meningkat pada servik saat onset dari persalinan dan terlibat dalam proses perubahan jaringan10. Gambar 4.3. Peranan Sitokin Proinflamasi27 Masuknya neutrofil ke dalam servik telah dipostulasikan sebagai bagian integral dari onset persalinan, dimana kolagenase berperan dalam proses 24 pematangan servik yang dihasilkan dari neutrofil perifer dan jumlahnya meningkat selama proses ini. Peningkatan kadar interleukin-8 sebelum onset persalinan dapat membantu proses masuknya neutrofil (recruitment) ke servik. Interleukin-8 dan PGE2 bekerja secara sinergis dalam proses ini. Neutrofil diaktivasi oleh interleukin-8 dan mengakibatkan pelepasan enzim litik yaitu kolagenase dan elastase36. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian interleukin-8 in vivo baik melalui intradermal maupun intraperitoneal menghasilkan infiltrasi neutrofil di tempat pemberian33. Neutrofil merupakan sumber dari enzim kolagenase yang terdapat dalam granula spesifik yang dapat diproduksi melalui proses degranulasi yang diperantarai oleh sitokin yaitu interleukin-8. Dua fungsi utama dari interleukin-8 inilah yaitu proses masuknya neutrofil (recruitment) dan menstimulasi neutrofil untuk memproduksi kolagenase menjadikan interleukin-8 ini merupakan agen yang kuat untuk proses inisiasi pengaturan matriks ekstraseluler pada proses pematangan servik. Kadar neutrofil dalam darah cukup tinggi yaitu 6x106 mL dengan produksi harian rata-rata 1011 perhari32. Gambar 4.4. Peran Interleukin-8 dalam Pematangan Servik40 25 Interleukin-8 merupakan faktor kemotaktik yang terlibat dalam proses pematangan servik dan pecahnya selaput ketuban. Berdasarkan penelitian terakhir, didapatkan bahwa tingginya kadar interleukin-8 menggambarkan tingginya risiko persalinan preterm (RR 3,7 (1,1-12,1)) dan kadarnya lebih tinggi pada ibu hamil yang mengalami persalinan preterm dibandingkan dengan ibu hamil preterm yang tidak mengalami proses persalinan39. Penelitian yang dikerjakan oleh Senntrom dkk dengan cara melakukan biopsi pada servik sebanyak > 300 mg yang diambil dari servik anterior yang dikerjakan 10-15 menit pasca persalinan pervaginam dan dari wanita yang tidak hamil. Dari biopsi tersebut didapatkan kadar rata-rata interleukin-8 pada wanita yang tidak hamil sebesar 330 pg/mL (110-1250). Pada wanita pasca melahirkan didapatkan kadar rata-rata 26.100 pg/mL (6.800-128.000)29,35. 26 BAB V RINGKASAN Persalinan preterm sampai saat ini masih merupakan masalah yang utama khususnya pada bagian obstetri dan perinatologi. Baik di negara berkembang maupun negara maju penyebab morbiditas dan mortalitas neonatus tertinggi adalah akibat adanya bayi yang lahir preterm, dimana kurang lebih 75% dari kematian neonatus disebabkan oleh karena bayi yang lahir preterm. Di seluruh dunia ditemukan sekitar 70% persalinan preterm merupakam penyebab kematian perinatal dan hampir separuhnya mengalami kelainan neurologis jangka panjang. Penyebab dari persalinan preterm sering kali tidak diketahui secara pasti. Pada pasien-pasien dengan gejala klinis persalinan preterm menunjukan peningkatan berbagai sitokin di dalam serum maternal sehingga diperkirakan sitokin memainkan peranan penting dalam inisiasi persalinan preterm. Salah satu sitokin peradangan pada serum adalah interleukin-8 (IL-8). Proses pematangan servik ditandai dengan perubahan konsistensi, pendataran dan dilatasi servik. Pematangan servik behubungan dengan berkurangnya kadar kolagen serta penurunan jumlah serat kolagen. Selain itu juga terjadi proses penurunan daya regang dari matriks ekstraseluler dari servik. Terdapat perubahan pada proses ini yaitu terjadi penurunan kadar dekorin (dermatan sulfat proteoglikan 2) yang menyebabkan separasi dari serat kolagen. Agen yang dapat digunakan untuk proses pematangan servik adalah interleukin-8. Dapat disimpulkan bahwa peran interleukin-8 adalah menginduksi aktivasi neutrofil sehingga mengalami degranulasi, perubahan bentuk dan kemotaksis. Neutrofil tersebut yang nantinya akan melepaskan enzim kolagenase yaitu matriks metaloproteinase-8 (MMP-8) yang dapat mencerna serat kolagen pada servik. Selain itu interleukin-8 juga bekerja sinergis dengan prostaglandin dalam menginisiasi persalinan preterm melalui proses pematangan servik. 27