Gangguan Psikiatrik pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Gangguan Psikiatrik pada Pasien
Penyakit Ginjal Kronik
Andri
Bagian Psikiatri, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana,
Jakarta, Indonesia
ABSTRAK
Pasien penyakit ginjal kronik adalah salah satu kondisi pasien yang paling kompleks dalam praktik consultation-liaison psychiatry (CLP). Hal ini
karena perjalanan penyakit yang panjang dan komplikasi yang sering muncul membuat pasien sering tidak berdaya menghadapi penyakit.
Selain itu penyakit ginjal kronik sendiri sering membawa komplikasi dalam bentuk gejala gangguan jiwa. Tulisan ini mengemukakan tiga kasus
pasien penyakit ginjal kronik dengan komplikasi gangguan jiwa yang paling sering dialami yaitu delirium, depresi dan sindrom disekuilibrium.
Masing-masing kasus mempunyai latar belakang fisiologi dan psikopatologi yang berbeda. Penanganan kasus-kasus gangguan kejiwaan pada
pasien penyakit ginjal kronik disesuaikan dengan kondisi medis umum pasien dan psikopatologinya.
Kata kunci: penyakit ginjal kronik, depresi, delirium, sindrom disekuilibrium
ABSTRACT
Patients with chronic kidney disease is one of the most complex conditions in the practice of consultation-liaison psychiatry (CLP). This is
because the long course of the disease and treatment. It is also related to the complications of the kidney failure that often appear to make patients helpless dealing with it. One of the complication of kidney failure is mental disorder symptoms. This paper presents three cases of chronic
kidney failure who had psychiatric disorder which were common experienced by chronic kidney failure patients. They were delirium, depression and dysequilibrium syndrome. Each case has a backgrouond of a different physiology and psychopathology. Handling cases of psychiatric
disorder in patients with chronic kidney failure were adjusted to patient’s general medical condition and psychopathology. Andri. Psychiatric
Disorders in Chronic Kidney Disease.
Key words: chronic kidney disease, depression, delirium, dysequilibrium syndrome
PENDAHULUAN
Pasien dengan penyakit ginjal kronik adalah
salah satu kondisi pasien yang paling
kompleks dalam praktik consultation-liaison
psychiatry (CLP). Kondisi fisik yang terganggu
dengan berbagai macam kelainan metabolik
hanyalah sebagian penyebab yang membuat
tata laksana pasien dengan kondisi ini menjadi
lebih kompleks. Selain itu, faktor psikologis pada
pasien dengan kondisi penyakit ginjal kronik
juga sangat terpengaruh. Hal ini disebabkan
selain perjalanan penyakit yang panjang,
ketidakmampuan pasien dan perasaan tidak
nyaman yang diakibatkan karena bergantung
dengan mesin hemodialisis sering menjadi
sumber putus asa yang mengarah kepada
hendaya psikologis lebih lanjut.1
Secara global, terdapat 200 kasus gangguan
ginjal per sejuta penduduk, 8 juta di antara
Alamat korespondensi
ILUSTRASI KASUS
Berbagai kasus terkait kondisi gangguan
kejiwaan pada pasien dengan gangguan ginjal
banyak ditemukan. Di bawah ini terdapat tiga
kasus dengan perbedaan gejala dan keluhan
psikiatriknya.
rencana hemodialisis keesokan harinya. Sore
itu pasien tampak gelisah, psikomotor aktif
cenderung agresif, serta tampak kebingungan.
Pasien dikekang dengan ikatan kain
karena sangat gelisah. Pemeriksaaan status
mental mengonfirmasi adanya gangguan
dalam
memusatkan,
mempertahankan
dan mengalihkan perhatian. Pasien juga
mengalami kekacauan orientasi waktu,
tempat, dan orang. Diagnosis delirium pada
kondisi medis umum ditegakkan. Pasien
diberi Haloperidol injeksi intravena 2,5
mg. Sejam kemudian, observasi lanjutan
memperlihatkan kondisi pasien sudah lebih
tenang. Hemodialisis dilakukan tetap sesuai
jadwal pada pagi harinya.
Ilustrasi Kasus 1
Pasien laki-laki usia 48 tahun dirawat dengan
diagnosis penyakit ginjal kronik dengan
Ilustrasi Kasus 2
Pasien laki-laki usia 48 tahun dengan penyakit
ginjal kronik sudah 2 tahun menjalani
jumlah populasi yang mengalami gangguan
ginjal berada dalam tahap penyakit ginjal
kronik. Penelitian sebelumnya mengatakan
terdapat hubungan antara mengalami gagal
ginjal dengan timbulnya gangguan psikiatri
pada pasien. Kondisi ini bisa terjadi pada kasus
gagal ginjal akut maupun yang kronik. Kondisi
yang paling sering dihubungkan pada kasus
gagal ginjal pada fase akut adalah delirium.2
email: [email protected]
CDK-203/ vol. 40 no. 4, th. 2013
257
TINJAUAN PUSTAKA
hemodialisis teratur 2 kali seminggu.
Selama ini pasien tidak pernah melewatkan
hemodialisisnya. Setahun terakhir pasien
sering sulit mengendalikan dietnya, aturan
diet dari dokternya tidak pernah dituruti.
Makanan sumber kaya Kalium(K) seperti
kentang dimakan tanpa pembatasan.
Dia juga terus merokok dan makan sate
kambing kesukaannya sampai beberapa
puluh tusuk sekali makan. Pasien juga tidak
mau mengurangi asupan cairannya padahal
berkemihnya sudah sedikit hanya sekitar 500
ml perhari. Pasien dikonsulkan oleh dokter
penyakit dalam yang merawat. Pemeriksaan
menghasilkan diagnosis Gangguan Depresi.
Pasien mengatakan lebih baik segera mati
daripada merepotkan banyak orang. Pasien
sampai saat ini masih menjalani psikoterapi
dan pengobatan untuk mengurangi
depresinya.
Ilustrasi Kasus 3
Pasien seorang laki-laki usia 56 tahun dengan
kondisi gagal ginjal akut dan baru saja
menjalani hemodialisis yang pertama kali.
Sekitar 2 jam setelah hemodialisis selesai,
pasien mulai bicara kacau, tidak koheren dan
gelisah. Pasien tampak ingin selalu bangun
dari tempat tidurnya karena merasa tidak
betah lama-lama duduk. Psikomotor tampak
agitasi yang jelas. Pemeriksaan laboratorium
saat ini menunjukkan kadar ureum, kreatinin
dan nitrogen urea darah dalam kondisi normal.
Tidak terdapat riwayat kondisi seperti ini di
masa lalu dan tidak ada riwayat gangguan
psikiatri lainnya. Diagnosis saat pasien
diperiksa adalah sindrom disequlibrium.
Untuk sementara pasien diberi lorazepam
0,5mg untuk meredakan agitasinya. Dua
puluh empat jam setelah kondisi terakhir saat
diperiksa, pasien sudah tampak baik kembali,
tidak terdapat gejala sisa.
DISKUSI
KONDISI PSIKIATRIK TERKAIT GAGAL
GINJAL
Delirium
Delirium pada kondisi gagal ginjal dikaitkan
dengan kegagalan ginjal dalam mengeluarkan
metabolit beracun dari dalam tubuh lewat
saluran kemih. Penyebabnya bisa karena
kadar ureum dalam darah yang meningkat
(uremia), anemia dan hiperparatiroidisme.
Kondisi ini juga bisa terjadi seiring dengan
peningkatan jumlah pasien diabetes yang
menerima dialisis akibat kondisi disfungsi
258
renalnya. Status mental pada kondisi ini akan
berubah dari sulit konsentrasi dan gangguan
intelejensia sampai kebingungan nyata yang
disertai kelesuan.3
Hal paling penting adalah membedakannya
dengan demensia dialisis atau dengan
demensia sebelum kondisi gangguan ginjal
terjadi. Deteksi dini gangguan kognitif
menggunakan Mini Mental State Examination
(MMSE) bisa dilakukan rutin pada pasienpasien gangguan ginjal apalagi yang berusia
lanjut.3
Biasanya, dengan hemodialisis, kondisi
gangguan kognitifnya akan kembali normal,
namun ada kalanya menetap. Pada kasus
pertama, kondisi delirium terjadi pada
pasien yang belum menjalani hemodialisis.
Penggunaan antipsikotik dosis kecil dan atau
anticemas sering berguna untuk mengatasi
gejala-gejala delirium. Hal yang perlu diingat
pengobatan ini bersifat sementara sampai
gangguan dasarnya diobati.3
Depresi
Depresi adalah kondisi gangguan kejiwaan
yang paling banyak ditemukan pada pasien
gagal ginjal. Prevalensi depresi berat pada
populasi umum adalah sekitar 1,1%-15% pada
laki-laki dan 1,8%-23% pada wanita, namun
pada pasien hemodialisis prevalensinya
sekitar 20%-30% bahkan bisa mencapai 47%.
Hubungan depresi dan mortalitas yang tinggi
juga terdapat pasien-pasien yang menjalani
hemodialisis jangka panjang.4 Kondisi afeksi
yang negatif pada pasien gagal ginjal juga
seringkali bertumpang tindih gejalanya
dengan gejala-gejala pasien gagal ginjal
yang mengalami uremia seperti iritabilitas,
gangguan kognitif, ensefalopati, akibat
pengobatan atau akibat hemodialisis yang
kurang maksimal.5
Pendekatan psikodinamik pada gangguan
depresi adalah suatu kondisi yang
berhubungan dengan hilangnya sesuatu di
dalam diri manusia tersebut. Kondisi ini biasa
terjadi pada pasien dengan gangguan medis
kronik termasuk pasien dengan masalah
ginjal. Persepsi diri akan kehilangan yang
besar dalam kehidupan pasien melebihi
kenyataan kondisi sebenarnya yang mungkin
tidak sebesar persepsi pasien. Walaupun pada
beberapa kondisi berat, kondisi ginjal pasien
yang sebenarnya memang sesuai dengan
persepsi pasien akan sakitnya yang kronik.6
Kondisi gagal ginjal yang biasanya dibarengi
dengan hemodialisis adalah kondisi yang
sangat tidak nyaman. Kenyataan bahwa
pasien gagal ginjal terutama penyakit ginjal
kronik yang tidak bisa lepas dari hemodialisis
sepanjang hidupnya menimbulkan dampak
psikologis yang tidak sedikit. Faktor kehilangan
sesuatu yang sebelumnya ada seperti
kebebasan, pekerjaan dan kemandirian adalah
hal-hal yang sangat dirasakan oleh para pasien
gagal ginjal yang menjalani hemodialisis. Hal
ini bisa menimbulkan gejala-gejala depresi
yang nyata sampai dengan tindakan bunuh
diri. Kepustakaan mencatat bahwa tindakan
bunuh diri pada pasien penyakit ginjal kronik
yang mengalami hemodialisis di Amerika
Serikat bisa mencapai 500 kali lebih banyak
daripada populasi umum. Selain tindakan nyata
melakukan tindakan bunuh diri, sebenarnya
penolakan terhadap kegiatan hemodialisis
yang terjadual dan ketidakpatuhan terhadap
diet rendah potasium adalah salah satu hal
yang bisa dianggap sebagai upaya “halus”
untuk bunuh diri.6
Apa yang terjadi pada pasien pada ilustrasi
kedua adalah kondisi yang menggambarkan
situasi depresi. Ketidakpatuhan akan diet
yang disarankan adalah suatu gejala putus
asa yang merupakan salah satu ciri gejala
depresi. Lebih jauh adanya ide-ide kematian
sering dialami oleh pasien dengan kondisi
depresi berat. Walaupun tidak ada perilaku
membunuh diri yang nyata, ketidakpatuhan
pasien terhadap aturan dokter dan malahan
berkesan melawan aturan tersebut adalah
suatu sikap pasif agresif yang ditunjukkan
pasien.
Sindrom Disekuilibrium
Kondisi sindrom disekuilibrium cukup
sering terjadi pada pasien yang menjalani
hemodialisis. Hal ini biasanya terjadi selama
atau segera setelah proses hemodialisis.
Kondisi ini disebabkan oleh koreksi berlebihan
keadaan azotemia yang menyebabkan
ketidakseimbangan osmotik dan perubahan
pH darah yang cepat, membuat adanya edema
serebral yang menyebabkan timbulnya gejalagejala klinik seperti sakit kepala, mual, keram
otot, iritabilitas, agitasi, perasaan mengantuk
dan kadang kejang. Gejala psikosis juga bisa
terjadi. Sindrom disekuilibrium biasa terjadi
setelah 3 s.d. 4 jam setelah hemodialisis
CDK-203/ vol. 40 no. 4, th. 2013
TINJAUAN PUSTAKA
namun bisa juga terjadi 8-48 jam setelah
prosedur itu dilakukan.7
sering menginduksi
terjadinya diabetes.7.8
atau
mencetuskan
Biasanya kondisi ini terjadi pada pasien yang
baru pertama kali menjalani hemodialisis
seperti pada pasien yang diilustrasikan pada
kasus ketiga. Kondisi ini biasanya segera
terjadi setelah hemodialisis namun bisa
segera membaik jika diberi penanganan
tepat. Obat antipsikotik dosis kecil bisa
diberikan untuk mengatasi gejala-gejala
psikotik yang timbul akibat kondisi ini.
Haloperidol sampai saat ini merupakan obat
yang disarankan karena efeknya yang relatif
minimal pada pasien dengan gangguan
ginjal dan dapat digunakan secara aman
pada pasien dengan gagal ginjal sekalipun.
Dosisnya berkisar antara 1-2 mg perhari.
Pengurangan dosis secara empiris dapat
dilakukan untuk mengurangi efek sedasi yang
mungkin timbul. Penggunaan obat-obatan
antipsikotik atipikal, seperti risperidon,
kuetiapin, olanzapin, pada beberapa
laporan kasus dikatakan cukup aman dan
tidak memerlukan penyederhanaan dosis
untuk pasien gagal ginjal yang mengalami
gejala psikotik akibat kondisi sindrom
disekuilibrium atau demensia dialisis.
Tetapi belum ada penelitian sistematik
penggunaan obat antipsikotik atipikal ini
untuk kasus-kasus gejala psikotik, skizofrenia,
delirium, dan demensia pada pasien ginjal.
Efek obat antipsikotik atipikal pada pasien
dengan metabolisme glukosa terganggu
atau dengan komorbiditas diabetes melitus
perlu menjadi bahan pertimbangan. Obat
antipsikotik atipikal, terutama olanzapin,
Demensia Dialisis
Demensia Dialisis juga dikenal dengan
sebutan ensefalopati dialisis adalah sindrom
yang fatal dan progresif. Pada prakteknya hal
ini jarang terjadi, biasanya pada pasien yang
sudah menjalani dialisis paling sedikit satu
tahun. Kondisi ini diawali dengan gangguan
bicara, seperti gagap yang kemudian berlanjut
menjadi disartria, disfasia dan akhirnya tidak
bisa bicara sama sekali. Kondisi ini memberat
sampai berkembang menjadi mioklonus
fokal maupun menyeluruh, kejang fokal atau
umum, perubahan kepribadian, waham dan
halusinasi. Demensia dialisis disebabkan
karena keracunan alumunium yang berasal
dari cairan dialisis dan garam alumunium yang
digunakan untuk mengatur kadar fosfat serum.
Pencegahannya dengan menggunakan bahan
dialisis yang tidak mengandung alumunium.
Pada awalnya kondisi ini dapat kembali baik
namun jika dibiarkan dapat menjadi progresif
sampai dengan 1-15 bulan setelah gejala awal.
Kematian biasanya terjadi dalam rentang 6-12
bulan setelah permulaan gejala.7
PSIKOFARMAKOLOGI PADA PASIEN
DIALISIS
Kebanyakan obat psikotropik yang digunakan
sehari-hari dalam praktek psikiatri medis
selain litium dimetabolisme di hati sehingga
memerlukan penyesuaian dosis pada
pasien-pasien gagal ginjal yang memerlukan
hemodialisis. Pada kenyataannya di dalam
praktik pasien gangguan ginjal sering
mengalami efek yang tidak dikehendaki.
Hal ini disebabkan karena perubahan
farmakokinetik
obat-obat
tersebut.
Perubahan ini berkaitan dengan distribusi
obat tersebut di tubuh, ikatan protein dan
metabolismenya.9
Pengobatan pasien gangguan ginjal yang
mengalami gangguan kejiwaan juga
sangat terbatas pada situasi tertentu.
Obat-obat psikotropika tidak dapat
menggantikan konseling dan psikoterapi
yang terkadang lebih diperlukan pasien
daripada pengobatan saja. Sangat penting
diingat dalam penanganan delirium
pada kondisi apapun adalah mengenali
penyebab deliriumnya. Pengobatan dosis
rendah haloperidol untuk menghilangkan
gejala kegelisahan psikomotor dan gejala
psikosis bisa dilakukan karena haloperidol
didetoksifikasi di hati.9
SIMPULAN
Pasien penyakit ginjal kronik sering
mengalami gangguan psikiatrik terkait
dengan
kondisi
medis
umumnya.
Gangguan psikiatrik seperti delirium,
depresi,
kecemasan
dan
sindrom
disekuilibrium sering dialami oleh pasien
dengan penyakit ginjal kronik. Dokter perlu
memahami fisiologi dan psikopatologi
timbulnya gangguan psikiatrik pada pasien
penyakit ginjal kronik. Kemampuan untuk
mengenali kondisi psikiatrik terkait dengan
kondisi penyakit ginjalnya akan membuat
penanganan dan penatalaksanaan yang
menyeluruh dan lebih baik kepada pasien.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Blumenfield M, Kassab-Tiamson M. Psychosomatic medicine: practical guideline. 2nd edition. Philadelphia.Lippincott Williams&Wilkins.2009.
2.
Cohen LM, Tessier EG, Germain MJ, Levy NB. Update on Psychotropic Medication Use in Renal Disease. Psychosomatics 2004; 45:34–48.
3.
Levy NB,Cohen LM,Tessier EG. In: Blumenfield M, Strain JJ, penyunting. Psychosomatic Medicine. 1st ed. New York: Lippincott Williams & Wilkins; 2006. p. 158-74.
4.
Chen CK, Tsai YC, Hsu HJ, Wu IW, Sun CY, Chou CC, et al. in Depression and Suicide Risk in Hemodialysis Patients With Chronic Renal Failure. Psychosomatics 2010; 51:528–528.e6.
5.
Cukor D, Coplan J, Brown C, Friedman S, Cromwell-Smith A, Peterson RA, Kimmel PL. In Depression and Anxiety in Urban Hemodialysis Patients. Clin J Am Soc Nephrol 2007; 2: 484-90.
6.
Chan R, Brooks R, Erlich J, Chow J, Suranyi M. The Effects of Kidney-Disease-Related Loss on Long Term Dialysis Patients’ Depression and Quality of Life: Positive Affect as a Mediator. Clin J
Am Soc Nephrol 2009; 4: 160–7.
7.
Wyszynski AA. The Patient With Kidney Disease dalam Manual of Psychiatric Care for the Medically Ill. Wyszynski AA, Wyszynski B editors. American Psychiatric Publishing,Washington,2005.
p. 69-86.
8.
Blumenfield M,Cohen LM, Tessier EG, Germain MJ, Levy NB. Update on Psychotropic Medication Use in Renal Disease. Psychosomatics 2004; 45:34–48.
9.
Levenson JL, Owen JA. Renal and Urological Disorder in Clinical Manual of Psychopharmacology in the Medically Ill.
CDK-203/ vol. 40 no. 4, th. 2013
259
Download