Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan VI, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya Malang 2016 EFEKTIFITAS EKSTRAK KASAR FENOL Gracilaria sp. SEBAGAI IMUNOSTIMULAN TERHADAP HISTOPATOLOGI OTOT IKAN MAS (Cyprinus carpio) YANG DIINFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila Ismaningdyah Kurniawati1*, Maftuch1, dan Anik Martinah Hariati1 1 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang, Jalan Veteran, Kode Pos 65145, Indonesia. Email: [email protected] Email: [email protected] Email : [email protected] *Email: [email protected] Abstrak - Produksi perikanan khususnya pada sistem budidaya menunjukkan adanya tren peningkatan setiap tahunnya. Namun demikian, usaha budidaya tersebut tidak dapat terlepas dari resiko penyakit. Jenis penyakit yang mudah menyerang adalah yang disebabkan oleh bakteri. Bakteri Aeromonas hydrophila adalah jenis bakteri negative yang dapat menginfeksi dan memproduksi toksin serta menyebabkan kerusakan jaringan pada ikan. Pengobatan dengan menggunakan antibiotik akan menimbulkan efek samping apabila digunakan berlebihan, sehingga perlu alternatif lain dengan menggunaan bahan yang lebih alami dan ramah lingkungan. Alga merah Gracilaria sp. banyak digunakan sebagai bahan makanan, ternyata memiliki bahan aktif fenol yang juga berfungsi sebagai antibakteri. Kandungan bahan aktif tersebut diduga dapat meningkatkan respon imun non spesifik pada ikan. Penelitian dilakukan untuk mengetahui berapa dosis terbaik yang digunakan untuk dapat menurunkan tingkat kerusakan otot pada ikan mas (Cyprinus carpio). Metode maserasi menggunakan etanol 96% selama 48 jam, kemudian dilanjutkan dengan rotari evaporator untuk menghasilkan ekstrak kasar fenol. Perendaman pada ikan untuk imunostimulan dilakukan dengan menggunakan dosis ekstrak diantaranya adalah 1, 1,5 dan 2 (g/L). Hasil menunjukkan, dosis 1,5% memberikan dampak optimal terhadap penurunan kerusakan otot pada ikan dibandingkan dengan dosis yang lain. Kerusakan yang ditemukan pada jaringan otot yaitu nekrosis, degenerasi hyaline dan edema. Analisa dengan menggunakan ANOVA menunjukkan hasil yang berbeda nyata dengan rerata skoring kerusakan otot berupa nekrosis, degenerasi hyaline dan edema berturut-turut adalah 1,4, 1,7, 1,4. Kata kunci: Gracilaria sp., Perbaikan jaringan otot, Nekrosis, Degenerasi hyaline, Edema. Abstract - Fisheries production particularly at aquaculture system showed the existence of a trend increase in each year. However, aquaculture system is cant apart from the risk of the disease. The types of diseases that are easily attacked is caused by bacteria. Aeromonas hydrophila is kind of negative bacteria that can infect and produce toxins and cause tissue damage in fish. Treatment with the use of antibiotics will cause side effects when used excessively, thus requiring another alternative by using a material that is more natural and eco-friendly. Gracilaria sp. widely used as a food ingredient turned out to have the phenolic active ingredients that also acts as an antibacterial. The content of active ingredient are thought can increase non-specific immune response in fish. Research was conducted to find out the best dose used to be able to lower the level of muscle damage in carp (Cyprinus carpio). Maceration method used ethanol 96% for 48 hours, then continued with the rotary evaporator to produce a crude phenolic extracts. Immersion method in fish for immunostimulant used ethanol 96% for 48 hours, with a dose of extract are 1, 1.5 and 2 (g/L). The results showed, a dose of 1.5% provide optimal impact against a decline in fish muscle damage compared to other doses. The damage was found in the muscle tissue that is necrosis, hyaline degeneration, and oedema. Analysis using ANOVA showed significantly different results with average decrease scoring muscle damage necrosis, hyaline degeneration and oedema are respectively 1.4 1.7 1.4. Keywords: Gracilaria sp., Muscle tissues repair, Necrosis, Hyaline degeneration, Oedema. 75 | A k u a k u l t u r [ A - 1 4 ] - I s m a n i n g d y a h K u r n i a w a t i , D k k Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan VI, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya Malang I. PENDAHULUAN Perkembangan budidaya dalam dua dekade terakhir meningkat secara pesat sehingga melampaui produksi perikanan tangkap sejak tahun 2010. Potensi budidaya air tawar seperti ikan mas, gurame dan patin masih menjadi unggulan produk budidaya Namun demikian dalam pengembangan perikanan budidaya masih dihadapkan pada permasalahan diantaranya implementasi kebijakan tata ruang, terbatasnya prasarana saluran irigasi, terbatasnya ketersediaan dan distribusi induk dan benih unggul serta kesiapan dalam menanggulangi hama dan penyakit [1]. Ada berbagai faktor yang dapat menyebabkan timbulnya suatu penyakit pada kegiatan budidaya yaitu ketidakseimbangan antara lingkungan budidaya, inang (ikan) dan jasad penyakit (patogen). Serangan penyakit infeksi, khususnya yang diakibatkan oleh bakteri akan menimbulkan masalah serius apabila tidak segera ditangani. Salah satu jenis bakteri yang sering menyerang adalah Aeromonas hydropila. Ikan yang terinfeksi bakteri A.hydrophila akan menunjukkan gejala yang berbeda. Pada beberapa kasus, serangan bakteri ini akan menyebabkan kematian secara tiba-tiba, atau sebaliknya ikan akan menunjukkan gejala klinis abnormal seperti pembengkakan dan luka pada kulit [2]. Pada ikan mas, umumnya gejala infeksi ditandai dengan dropsy akibat pelepasan Aerolysin cytotoxic entertoxyn (ACT) gene yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan [3]. Penggunaan obat dirasakan tidak cukup efektif karena seringkali bibit penyakit lebih cepat menyebar dan menyebabkan kematian massal yang tidak terduga. Selain itu, dampak negatif akibat penggunaan obat secara berlebihan yaitu pencemaran lingkungan akibat residu yang ditimbulkan oleh obat dan peningkatan resistensi ikan terhadap bakteri. Oleh karena itu, perlu dilakukan tindakan preventif guna meminimalisir serangan penyakit, yaitu dengan cara meningkatkan kekebalan tubuh ikan. Imunostimulan mulai digunakan secara luas sebagai bahan yang dapat membantu 2016 meningkatkan sistem non spesifik pada ikan, jenis imunostimulan yang digunakan yaitu komponen mikrobia seperti β-glukan dan lipolisakarida (LPS), namun harganya yang relatif mahal menjadi kendala tersendiri. Sehingga diperlukan bahan alternatif yang murah dan ramah lingkungan. Salah satu bahan yang dapat digunakan adalah rumput laut. Bahan bioaktif yang terkandung dalam rumput laut, mengahasilkan senyawa yang dapat berperan sebagai antibakteri terhadap bakteri patogen. Penggunaannya pun dianjurkan karena lebih aman dan efektif [4]. Gracilaria sp. erupakan salah satu jenis alga merah yang memiliki potensi perkembangan yang pesat. Produksinya mencapai 6 ton/ha/tahun dengan luas areal tambak budidaya mencapai 450.000 ha [5]. Kadar fenolik total pada Gracilaria sp. sebesar 31,38 mg/g ekstrak dapat menghasilkan aktivitas antioksidan sebesar 24,37±1,63 dengan menggunakan pelarut etanol [6], selain itu senyawa bioaktif pada alga merah merupakan senyawa aromatik yang mengandung unsur fenol dan dilaporkan memiliki zat aktif sebagai antimikroba [7]. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kadar fenolik total pada Gracilaria sp. relatif tinggi pada beberapa jenis spesies seperti G. verrucosa sebesar 45,29 mg/g ekstrak, G. edeulis sebesar 16,26 mg/g ekstrak dan G. changii sebesar 5,0 mg/g ekstrak [8]. Kandungan fenolik seperti flalvonoid dan tanin dapat meningkatkan sistem imun dengan menstimulasi sel fagosit yang berperan dalam respon imun seluler [9]. Gugus hidroksil pada fenol akan berinteraksi dengan protein membran sel mikroba melalui ikatan hidrogen sehingga protein tersebut akan kehilangan fungsinya [10]. Analisa histopatologi dapat digunakan sebagai diagnosis awal dan biomarker untuk engetahui kondisi kesehatan ikan melalui perubahan struktur organ [11]. Pada otot, histopatologi dilakukan untuk mengetahui kerusakan yang ditimbulkan akibat serangan bakteri. Pada kasus sebelumnya serangan bakteri A. Hydrophila menyebabkan inflamasi akut dengan gejala penebalalan lamela, inflamasi pada vakuola dan lemak di hepatocyte dan nekrosis pada otot cardiac [12]. 76 | A k u a k u l t u r [ A - 1 4 ] - I s m a n i n g d y a h K u r n i a w a t i , D k k Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan VI, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya Malang Berdasarkan uraian tersebut, penelitian dilakukan untuk mengetahui berapa dosis terbaik Gracilaria sp. yang dapat memberikan efek penurunan tingkat kerusakan pada histopatologi otot ikan mas (Cyprinus carpio). II. METODE 2.1 Material Penelitian Peralatan yang digunakan diantaranya aquarium, rotary evaporator, section set, botol film, tissue processor, embedding machine, mikrotom dan fotomikroskop. Kemudian bahan yang digunakan adalah ikan mas (C. carpio) yang didapatkan dari BBI Punten, Malang-Jawa Timur dengan ukuran 8-10 cm. Gracilaria sp. yang didapatkan dari sentra budidaya rumput laut Bangil, Pasuruan-Jawa Timur dan bakteri A. hydrophila yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang-Jawa Timur. Bahan penunjang lain adalah pakan ikan, etanol 96%, formalin 10%, hematoksilin eosin, parafin, litium karbonat dan entellan. 2.2 Metode Penelitian Metode yang digunakan adalah metode eksperimen dengan rancangan acak lengkap (RAL) menggunakan 3 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan kontrol yaitu Kn (tanpa perlakuan), K+ (penambahan ekstrak) dan K(infeksi bakteri). Dosis ekstrak yaitu 1, 1,5 dan 2 g/L. 2.2.1 Proses persiapan ekstrak Gracilaria sp. Proses pembuatan ekstrak Gracilaria sp. Dilakukan dengan metode maserasi menggunakan etanol 96% selama 48 jam, kemudian disaring untuk memisahkan larutan ekstrak dengan Gracilaria sp. Larutan hasil ekstrak selanjutnya diuapkan pelarutnya menggunakan rotary evaporator dilanjutkan dengan pengeringan dengan hot plate untuk mengurangi kadar air. Pemberian ekstrak tersebut kepada ikan mas (C. carpio) melalui proses perendaman. Proses pemberian ekstrak ini dilakukan sebanyak 2 kali, masing-masing selama 10 jam dengan selang waktu keduanya antara 2-3 hari. 2016 2.2.2 Proses infeksi dengan A. hydrophila Penginfeksian dengan menggunakan bakteri A.hydrophila dilakukan setelahnya yaitu pada kepadatan 107 sel/ml. Pemeriksaan gejala klinis dapat dilakukan segera setelah penginfeksian dilakukan. Proses terakhir adalah pengambilan sampel otot untuk pemeriksaan histopatologi. 2.2.3 Pemeriksaan histopatologi Pemeriksaan histopatologi dilakukan dengan menggunakan teknik skoring pada area yang terwarnai dan dilakukan secara manual dengan menghitung persentase kerusakan. Pembacaan pada objek glass ditampilkan pada Gambar 1. Gambar 1. Alur perhitungan skoring Persentase kerusakan setiap luas bidang lapang pandang dihitung berdasarkan jumlah sel yang mengalami kerusakan dengan menggunkan rumus: Kemudian, persentase yang telah didapatkan diberi skoring dari angka 1 sampai 4, dengan ketentuan sebagai berikut: 1 (0-5%); 2 (625%); 3 (26-50%) dan 4 (> 50%). 2.3 Analisa data Uji normalitas menggunakan SPSS 16, kemudian analisa statistik menggunakan ANOVA. Apabila diketahui nilai berbeda sangat nyata maka uji dilanjutkan dengan membandingkan nilai antar perlakuan dengan uji BNT. Analisa polynomial orthogonal dilakukan untuk mengetahui respon dari parameter yang diukur. III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Pemeriksaan gejala klinis Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada ikan dengan dan tanpa pemberian ekstrak. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya 77 | A k u a k u l t u r [ A - 1 4 ] - I s m a n i n g d y a h K u r n i a w a t i , D k k Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan VI, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya Malang kerusakan jaringan yang lebih parah (sampai pada kematian ikan) pada ikan kontrol tanpa pemberian ekstrak. Tanda kerusakan fisik yangs ering muncul adalah timbulnya bercak kemerahan pada bagian dorsal dan ventral. Kemerahan kulit atau hiperemi merupakan tanda klinis yang pertama kali timbul setelah penginfeksian [12]. Sehingga dapat disimpulkan, pemberian ekstrak memberikan efek penghambatan terhadap serangan bakteri Aeromonas sp. dengan memperlambat laju pertumbuhan bakteri. Selain itu, pemberian bahan ekstrak secara berulang akan dapat mengurangi stres pada ikan, karena pemberian beahan asing secara berulang akan membuat ikan semakin tahan terhadap bahan tersebut dan stress response menjadi berkurang [13]. 3.2 Histologi & histopatologi otot ikan kontrol Pemeriksaan histologi otot dilakukan pada ikan kontrol normal Kn untuk mengetahui penampang jaringan otot pada ikan yang sehat/normal. Penampang histologi pada ikan normal ditunjukkan pada Gambar 2. Pada kontrol positif K+ dan negatif K-, pemeriksaan dilakukan untuk membandingkan antara ikan yang diberi ekstrak dengan ikan tanpa pemberian ekstrak. Penampang histopatologi pada K+ dan K- ditunjukkan pada Gambar 3. Gambar 2. Histologi otot ikan kontrol normal (ikan sehat). Perbesaran mikroskop 400x 2016 Gambar 3. Perbandingan kerusakan jaringan antara kontrol positif (dengan ekstrak) dan control negatif (tanpa ekstrak). Perbesaran mikroskop 400x Perbedaan signifikan dapat dilihat pada jaringan normal dan pada jaringan yang terinfeksi. Jenis kerusakan yang ditemukan diantaranya nekrosis, degenerasi hialin dan edema. Nekrosis adalah kematian sel/jaringan sedangkan degenerasi hialin merupakan perubahan yang mengikuti cloudy swelling. Jaringan yang terhialinisasi tampak lebih rapuh dan tidak utuh [14],[15]. Edema merupakan suatu akumulasi cairan yang abnormal di dalam rongga tubuh yang dapat mengakibatkan pembengkakan [16]. 3.3 Histopatlogi otot dengan uji coba dosis yang berbeda Penampang jaringan otot ikan yang telah diberi bahan ekstrak ditampilkan pada Gambar 4. Kontrol positif yaitu dengan pemberian ekstrak menunjukkan ada kerusakan berupa edema, namun demikian apabila dibandingkan dengan kontrol negatif, tentu saja kontrol negatif memiliki jenis kerusakan yang lebih beragam diantaranya nekrosis, degenerasi hyaline dan edema di beberapa lapang pandang. 78 | A k u a k u l t u r [ A - 1 4 ] - I s m a n i n g d y a h K u r n i a w a t i , D k k Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan VI, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya Malang Gambar 4. Perbandingan penampang jaringan pada dosis yang berbeda. A. 1 g/L; B. 1,5 g/L dan C. 2 g/L. Perbesaran mikroskop 400x Data skoring kerusakan pada jaringan menggunakan program SPSS 16 disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Data skoring pada kerusakan jaringan otot Keterangan: Nilai 1 kerusakan ringan (0 – 5 %); nilai 2 kerusakan sedang (6 – 25 %); nilai 3 kerusakan berat (26 – 50 %) dan nilai 4 kerusakan sangat berat ( > 50 %). a, b, c dan d (notasi tingkat kerusakan jaringan). Pada hasil tersebut dapat dijelaskan bahwa kerusakan jaringan yang paling ringan berada pada penampang jaringan kontrol positif dan kontrol normal dengan persentase kerusakan ringan sebesar 0-5%. Sedangkan pada kontrol negatif mengalami kerusakan berat dengan persentase sebesar >50%. Pada jaringan yang diberikan perlakuan penambahan bahan ekstrak dengan dosis yang berbeda menunjukkan bahwa dosis 1 dan 2 g/L tidak menunjukkan perbedaan yang signfikan, persentase kerusakan berkisar antara 26- 50% termasuk dalam kategori kerusakan berat. 2016 Persentase kerusakan yang cukup tinggi ini, diduga karena dosis ekstrak yang kurang efektif sehingga tidak memberikan efek penghambatan secara maksimal. Pemberian imunostimulan pada konsentrasi dibawah nilai minimal tidak akan memberi pengaruh terhadap respon imun [14]. Dosis imunostimulan yang terlalu kecil akan menyebakan pengaruh dalam sistem imun kecil serta dapat berubah menjadi toksin [15]. Selain dosis yang kecil, pemberian dosis yang terlalu besar juga tidak memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap perbaikan jaringan. Senyawa fenol yang diberikan sebagai imunostimulan harus disesuaikan dengan kebutuhan ikan sehingga didapatkan dosis yang optimal. Dosis yang terlalu rendah ataupun terlalu tinggi akan mempengaruhi interaksi senyawa fenol dengan bakteri [16]. Sedangkan pada dosis 1,5 g/L, mengalami kerusakan sedang dengan persentase kerusakan jaringan sebesar 6- 25%. Dibandingkan dengan dosis 1 dan 2 g/L, hasil persentase kerusakan jaringan pada dosis 1,5 g/L adalah yang paling rendah. Pemberian imunostimulan harus memperhatikan dosis optimal yang digunakan,disamping itu juga harus memperhatikan durasi periode pemberian imunostimulan untuk mencapai proteksi yang optimal [17]. Sehingga dari hasil tersebut dapat disimpulkan dosis terbaik yang dapat digunakan untuk menurunkan tingkat kerusakan pada jaringan ikan mas (C.carpio) adalah pada dosis 1,5 g/L. IV. KESIMPULAN Dosis terbaik ekstrak fenol Gracilaria sp. yang dapat memberikan efek penurunan tingkat kerusakan pada jaringan otot ikan mas (C.carpio) adalah 1,5 g/L. Kerusakan jaringan yang ditemukan diantaranya nekrosis, degenerasi hialin dan edema dengan skoring pada kerusakan jaringan berturut-turut sebesar 1,4, 1,7, 1,4. UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini adalah sebagian dari penelitian paying yang dibiayai oleh Direktorat Jendral Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, melalui DIPA UB No. 0636/023/04.216/15/2012 pada tanggal 9 Desember 79 | A k u a k u l t u r [ A - 1 4 ] - I s m a n i n g d y a h K u r n i a w a t i , D k k Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan VI, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya Malang 2011 dan SK Rektor UB No. 366/SK/2012 pada tanggal 13 Agustus 2012. DAFTAR PUSTAKA [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] PERMEN-KP. 2015. Rencana Strategis Kementrian Kelautan dan Perikanan Tahun 2015-2019. [Online]. Available: roren.kkp.go.id Swann, Ladon dan White, M. Randy. 2000. Diagnosis and treatment of ‘Aeromonas hydrophila’ infection of fish. Aquaculture Extension. Journal of Diseases. 1(1):1-2. Herupradoto., B. Aksono dan Y. G. Atik. 2010. Karakterisasi Protein Spesifik Aeromonas hydrophila Penyebab Penyakit Ulser Pada Ikan Mas. Jurnal Veteriner. 11(3):158-162. Bansemir A., M. Blume., S. Schroder and U. Lindequist. 2006. Screening of Cultivated Seaweeds For Antibacterial Activity Against Fish Pathogenic Bacteria. Journal of Aquaculture. 252(1):79-84. Alamsjah, M. Amin., W. Tjahjaningsih dan A. W. Pratiwi. 2009. Pengaruh Kombinasi Pupuk NPK dan TSP Terhadap Pertumbuhan, Kadar Air dan Klorofil α Gracilaria verrucosa. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 1(1):114. Lestario, L.N.,S. Stefanll dan K.H. Timotius. 2008. Aktivitas Antioksidan Dan Kadar Fenolik Total Dari Ganggang Merah (Glacilaria verrucosa L.). Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 19 (2): 132-133. Simanjutak, P. 1995. Ulas Balik Senyawa Bioaktif Dari Alga. Jurnal Hayati. 2(2):49-54. Julyasih, K. Sri., I.G.P. Wirawan., W.S Harijani dan W. Widajati. 2009. Aktivitas Antioksidan Beberapa Jenis Rumput Laut (Seaweeds) Komersial Di Bali. Disampaikan pada Seminar Nasional, Surabaya, 2 Desember 2009. Chrisnaningsih, N.W. Pengaruh Pemberian Ekstrak Syzygium polyanthum Terhadap Produksi Makrofage Pada Mencit Yang Diinokulasi Salmonella typhimurium, Skripsi, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia, 2006. 2016 [10] Wiyanto, D. B. 2010. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dan Eucheuma denticullatum Terhadap Bakteri Aeromonas hydrophila dan Vibrio harveyii. Jurnal Kelautan. 3(1):1-17. [11] Setyowati, A., D. H. Awik dan Nurlita. 2012. Studi Histopatologi Hati Ikan Belanak (Mugil cephalus) Di Muara Sungai Aloo Sidoarjo. Jurnal Ristek Akuakultur. 2(1):22-29. [12] Aydin, Seyit and Ciltas, Abdulkadir. 2004. Systemic infections of Aeromonas hydrophila in Rainbow trout (Onchorhynchus mykiss walbaum): Gross Pathology, Bacteriology, Clinical Pathology, Histopathology and Chemoterapy. Journal of Animal and Veterinary Advances. 3(12):810819. [13] Lukistyowati, Iesje dan Kurniasih. 2011. Kelangsungan Hidup Ikan Mas (Cyprinus carpio L) yang diberi pakan Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum) dan diinfeksi Aeromonas hydrophila. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 16(1):144-160. [14] Ersa, E. Maulana. Gambaran Histopatologi Insang, Usus dan Otot Pada Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) di daerah Ciampea Skripsi. Intstitut Pertanian Bogor. Bogor, Indonesia.. 2008. [15] Anggie, Renny. 2008. Studi Histopatologi Insang, Usus dan Otot Ikan Gurami (Osphronemous gouramy) Akibat Infestasi Parasit Protozoa Di Desa Carangpulang. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor, Indonesia, 2008. [16] Priosoeryanto., I.M. Ersa., R. Tiuria dan S.U. Handayani. 2010. Gambaran Histopatologi Insang, Usus, dan Otot Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) yang Berasal dari Daerah Ciampea, Bogor. Journal of Veterinary Science & Medicine. 2(1):1-8. [17] Jasmanidar, Y. 2009. Penggunaan Ekstrak Gracilaria verrucosa untuk Meningkatkan Sistem Ketahanan Udang Vaname (Litopenaeus vannamei). Tesis. Institut Pertanian Bogor, Bogor, Indonesia, 2009. 80 | A k u a k u l t u r [ A - 1 4 ] - I s m a n i n g d y a h K u r n i a w a t i , D k k