EFEKTIFITAS EKSTRAK KASAR FENOL Gracilaria sp

advertisement
Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan VI,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya Malang
2016
EFEKTIFITAS EKSTRAK KASAR FENOL Gracilaria sp. SEBAGAI
IMUNOSTIMULAN TERHADAP HISTOPATOLOGI OTOT IKAN MAS
(Cyprinus carpio) YANG DIINFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila
Ismaningdyah Kurniawati1*, Maftuch1, dan Anik Martinah Hariati1
1 Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang,
Jalan Veteran, Kode Pos 65145, Indonesia.
Email: [email protected]
Email: [email protected]
Email : [email protected]
*Email: [email protected]
Abstrak - Produksi perikanan khususnya pada sistem budidaya menunjukkan adanya tren
peningkatan setiap tahunnya. Namun demikian, usaha budidaya tersebut tidak dapat terlepas dari
resiko penyakit. Jenis penyakit yang mudah menyerang adalah yang disebabkan oleh bakteri. Bakteri
Aeromonas hydrophila adalah jenis bakteri negative yang dapat menginfeksi dan memproduksi toksin
serta menyebabkan kerusakan jaringan pada ikan. Pengobatan dengan menggunakan antibiotik akan
menimbulkan efek samping apabila digunakan berlebihan, sehingga perlu alternatif lain dengan
menggunaan bahan yang lebih alami dan ramah lingkungan. Alga merah Gracilaria sp. banyak
digunakan sebagai bahan makanan, ternyata memiliki bahan aktif fenol yang juga berfungsi sebagai
antibakteri. Kandungan bahan aktif tersebut diduga dapat meningkatkan respon imun non spesifik
pada ikan. Penelitian dilakukan untuk mengetahui berapa dosis terbaik yang digunakan untuk dapat
menurunkan tingkat kerusakan otot pada ikan mas (Cyprinus carpio). Metode maserasi menggunakan
etanol 96% selama 48 jam, kemudian dilanjutkan dengan rotari evaporator untuk menghasilkan
ekstrak kasar fenol. Perendaman pada ikan untuk imunostimulan dilakukan dengan menggunakan
dosis ekstrak diantaranya adalah 1, 1,5 dan 2 (g/L). Hasil menunjukkan, dosis 1,5% memberikan
dampak optimal terhadap penurunan kerusakan otot pada ikan dibandingkan dengan dosis yang lain.
Kerusakan yang ditemukan pada jaringan otot yaitu nekrosis, degenerasi hyaline dan edema. Analisa
dengan menggunakan ANOVA menunjukkan hasil yang berbeda nyata dengan rerata skoring
kerusakan otot berupa nekrosis, degenerasi hyaline dan edema berturut-turut adalah 1,4, 1,7, 1,4.
Kata kunci: Gracilaria sp., Perbaikan jaringan otot, Nekrosis, Degenerasi hyaline, Edema.
Abstract - Fisheries production particularly at aquaculture system showed the existence of a trend
increase in each year. However, aquaculture system is cant apart from the risk of the disease. The
types of diseases that are easily attacked is caused by bacteria. Aeromonas hydrophila is kind of
negative bacteria that can infect and produce toxins and cause tissue damage in fish. Treatment with
the use of antibiotics will cause side effects when used excessively, thus requiring another alternative
by using a material that is more natural and eco-friendly. Gracilaria sp. widely used as a food
ingredient turned out to have the phenolic active ingredients that also acts as an antibacterial. The
content of active ingredient are thought can increase non-specific immune response in fish. Research
was conducted to find out the best dose used to be able to lower the level of muscle damage in carp
(Cyprinus carpio). Maceration method used ethanol 96% for 48 hours, then continued with the rotary
evaporator to produce a crude phenolic extracts. Immersion method in fish for immunostimulant used
ethanol 96% for 48 hours, with a dose of extract are 1, 1.5 and 2 (g/L). The results showed, a dose of
1.5% provide optimal impact against a decline in fish muscle damage compared to other doses. The
damage was found in the muscle tissue that is necrosis, hyaline degeneration, and oedema. Analysis
using ANOVA showed significantly different results with average decrease scoring muscle damage
necrosis, hyaline degeneration and oedema are respectively 1.4 1.7 1.4.
Keywords: Gracilaria sp., Muscle tissues repair, Necrosis, Hyaline degeneration, Oedema.
75 | A k u a k u l t u r [ A - 1 4 ] - I s m a n i n g d y a h K u r n i a w a t i , D k k
Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan VI,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya Malang
I. PENDAHULUAN
Perkembangan budidaya dalam dua dekade
terakhir meningkat secara pesat sehingga
melampaui produksi perikanan tangkap sejak
tahun 2010. Potensi budidaya air tawar seperti
ikan mas, gurame dan patin masih menjadi
unggulan produk budidaya Namun demikian
dalam pengembangan perikanan budidaya
masih
dihadapkan
pada
permasalahan
diantaranya implementasi kebijakan tata
ruang, terbatasnya prasarana saluran irigasi,
terbatasnya ketersediaan dan distribusi induk
dan benih unggul serta kesiapan dalam
menanggulangi hama dan penyakit [1].
Ada berbagai faktor yang dapat
menyebabkan
timbulnya suatu penyakit pada kegiatan
budidaya yaitu ketidakseimbangan antara
lingkungan budidaya, inang (ikan) dan jasad
penyakit (patogen). Serangan penyakit
infeksi, khususnya yang diakibatkan oleh
bakteri akan menimbulkan masalah serius
apabila tidak segera ditangani.
Salah satu jenis bakteri yang sering
menyerang
adalah Aeromonas hydropila. Ikan yang
terinfeksi
bakteri
A.hydrophila
akan
menunjukkan gejala yang berbeda. Pada
beberapa kasus, serangan bakteri ini akan
menyebabkan kematian secara tiba-tiba, atau
sebaliknya ikan akan menunjukkan gejala
klinis abnormal seperti pembengkakan dan
luka pada kulit [2]. Pada ikan mas, umumnya
gejala infeksi ditandai dengan dropsy akibat
pelepasan Aerolysin cytotoxic entertoxyn
(ACT) gene yang dapat menyebabkan
kerusakan jaringan [3].
Penggunaan obat dirasakan tidak cukup
efektif karena seringkali bibit penyakit lebih
cepat menyebar dan menyebabkan kematian
massal yang tidak terduga. Selain itu, dampak
negatif akibat penggunaan obat secara
berlebihan yaitu pencemaran lingkungan
akibat residu yang ditimbulkan oleh obat dan
peningkatan resistensi ikan terhadap bakteri.
Oleh karena itu, perlu dilakukan tindakan
preventif guna meminimalisir serangan
penyakit, yaitu dengan cara meningkatkan
kekebalan tubuh ikan.
Imunostimulan mulai digunakan secara
luas sebagai bahan yang dapat membantu
2016
meningkatkan sistem non spesifik pada ikan,
jenis imunostimulan yang digunakan yaitu
komponen mikrobia seperti β-glukan dan
lipolisakarida (LPS), namun harganya yang
relatif mahal menjadi kendala tersendiri.
Sehingga diperlukan bahan alternatif yang
murah dan ramah lingkungan.
Salah satu bahan yang dapat digunakan
adalah rumput laut. Bahan bioaktif yang
terkandung dalam rumput laut, mengahasilkan
senyawa yang dapat berperan sebagai
antibakteri terhadap bakteri patogen.
Penggunaannya pun dianjurkan karena
lebih aman dan efektif [4]. Gracilaria sp.
erupakan salah satu jenis alga merah yang
memiliki potensi perkembangan yang pesat.
Produksinya mencapai 6 ton/ha/tahun dengan
luas areal tambak budidaya mencapai 450.000
ha [5]. Kadar fenolik total pada Gracilaria sp.
sebesar
31,38
mg/g
ekstrak
dapat
menghasilkan aktivitas antioksidan sebesar
24,37±1,63 dengan menggunakan pelarut
etanol [6], selain itu senyawa bioaktif pada
alga merah merupakan senyawa aromatik yang
mengandung unsur fenol dan dilaporkan
memiliki zat aktif sebagai antimikroba [7].
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
kadar fenolik total pada Gracilaria sp. relatif
tinggi pada beberapa jenis spesies seperti G.
verrucosa sebesar 45,29 mg/g ekstrak, G.
edeulis sebesar 16,26 mg/g ekstrak dan G.
changii sebesar 5,0 mg/g ekstrak [8].
Kandungan fenolik seperti flalvonoid dan
tanin dapat meningkatkan sistem imun dengan
menstimulasi sel fagosit yang berperan dalam
respon imun seluler [9]. Gugus hidroksil pada
fenol akan berinteraksi dengan protein
membran sel mikroba melalui ikatan hidrogen
sehingga protein tersebut akan kehilangan
fungsinya [10].
Analisa histopatologi dapat digunakan
sebagai diagnosis awal dan biomarker untuk
engetahui kondisi kesehatan ikan melalui
perubahan struktur organ [11]. Pada otot,
histopatologi dilakukan untuk mengetahui
kerusakan yang ditimbulkan akibat serangan
bakteri. Pada kasus sebelumnya serangan
bakteri A. Hydrophila menyebabkan inflamasi
akut dengan gejala penebalalan lamela,
inflamasi pada vakuola dan lemak di
hepatocyte dan nekrosis pada otot cardiac [12].
76 | A k u a k u l t u r [ A - 1 4 ] - I s m a n i n g d y a h K u r n i a w a t i , D k k
Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan VI,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya Malang
Berdasarkan uraian tersebut, penelitian
dilakukan untuk mengetahui berapa dosis
terbaik Gracilaria sp. yang dapat memberikan
efek penurunan tingkat kerusakan pada
histopatologi otot ikan mas (Cyprinus carpio).
II. METODE
2.1 Material Penelitian
Peralatan yang digunakan diantaranya
aquarium, rotary evaporator, section set, botol
film, tissue processor, embedding machine,
mikrotom dan fotomikroskop. Kemudian
bahan yang digunakan adalah ikan mas (C.
carpio) yang didapatkan dari BBI Punten,
Malang-Jawa Timur dengan ukuran 8-10 cm.
Gracilaria sp. yang didapatkan dari sentra
budidaya rumput laut Bangil, Pasuruan-Jawa
Timur dan bakteri A. hydrophila yang
diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
Malang-Jawa Timur.
Bahan penunjang lain adalah pakan ikan,
etanol 96%, formalin 10%, hematoksilin eosin,
parafin, litium karbonat dan entellan.
2.2 Metode Penelitian
Metode yang digunakan adalah metode
eksperimen dengan rancangan acak lengkap
(RAL) menggunakan 3 perlakuan dan 3
ulangan. Perlakuan kontrol yaitu Kn (tanpa
perlakuan), K+ (penambahan ekstrak) dan K(infeksi bakteri). Dosis ekstrak yaitu 1, 1,5 dan
2 g/L.
2.2.1 Proses persiapan ekstrak Gracilaria sp.
Proses pembuatan ekstrak Gracilaria sp.
Dilakukan
dengan
metode
maserasi
menggunakan etanol 96% selama 48 jam,
kemudian disaring untuk memisahkan larutan
ekstrak dengan Gracilaria sp. Larutan hasil
ekstrak selanjutnya diuapkan pelarutnya
menggunakan rotary evaporator dilanjutkan
dengan pengeringan dengan hot plate untuk
mengurangi kadar air. Pemberian ekstrak
tersebut kepada ikan mas (C. carpio) melalui
proses perendaman. Proses pemberian ekstrak
ini dilakukan sebanyak 2 kali, masing-masing
selama 10 jam dengan selang waktu keduanya
antara 2-3 hari.
2016
2.2.2 Proses infeksi dengan A. hydrophila
Penginfeksian dengan menggunakan bakteri
A.hydrophila dilakukan setelahnya yaitu pada
kepadatan 107 sel/ml. Pemeriksaan gejala
klinis dapat dilakukan segera setelah
penginfeksian dilakukan. Proses terakhir
adalah pengambilan sampel otot untuk
pemeriksaan histopatologi.
2.2.3 Pemeriksaan histopatologi
Pemeriksaan histopatologi dilakukan
dengan menggunakan teknik skoring pada area
yang terwarnai dan dilakukan secara manual
dengan menghitung persentase kerusakan.
Pembacaan pada objek glass ditampilkan pada
Gambar 1.
Gambar 1. Alur perhitungan skoring
Persentase kerusakan setiap luas bidang lapang
pandang dihitung berdasarkan jumlah sel yang
mengalami kerusakan dengan menggunkan
rumus:
Kemudian, persentase yang telah didapatkan
diberi skoring dari angka 1 sampai 4, dengan
ketentuan sebagai berikut: 1 (0-5%); 2 (625%); 3 (26-50%) dan 4 (> 50%).
2.3 Analisa data
Uji normalitas menggunakan SPSS 16,
kemudian analisa statistik menggunakan
ANOVA. Apabila diketahui nilai berbeda
sangat nyata maka uji dilanjutkan dengan
membandingkan nilai antar perlakuan dengan
uji BNT. Analisa polynomial orthogonal
dilakukan untuk mengetahui respon dari
parameter yang diukur.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Pemeriksaan gejala klinis
Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya
perbedaan yang signifikan pada ikan dengan
dan tanpa pemberian ekstrak. Hal tersebut
dibuktikan dengan adanya
77 | A k u a k u l t u r [ A - 1 4 ] - I s m a n i n g d y a h K u r n i a w a t i , D k k
Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan VI,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya Malang
kerusakan jaringan yang lebih parah (sampai
pada kematian ikan) pada ikan kontrol tanpa
pemberian ekstrak.
Tanda kerusakan fisik yangs ering muncul
adalah timbulnya bercak kemerahan pada
bagian dorsal dan ventral. Kemerahan kulit
atau hiperemi merupakan tanda klinis yang
pertama kali timbul setelah penginfeksian [12].
Sehingga dapat disimpulkan, pemberian
ekstrak memberikan efek penghambatan
terhadap serangan bakteri Aeromonas sp.
dengan memperlambat laju pertumbuhan
bakteri.
Selain itu, pemberian bahan ekstrak
secara berulang akan dapat mengurangi stres
pada ikan, karena pemberian beahan asing
secara berulang akan membuat ikan semakin
tahan terhadap bahan tersebut dan stress
response menjadi berkurang [13].
3.2 Histologi & histopatologi otot ikan kontrol
Pemeriksaan histologi otot dilakukan
pada ikan kontrol normal Kn untuk
mengetahui penampang jaringan otot pada
ikan yang sehat/normal. Penampang histologi
pada ikan normal ditunjukkan pada Gambar 2.
Pada kontrol positif K+ dan negatif K-,
pemeriksaan dilakukan untuk membandingkan
antara ikan yang diberi ekstrak dengan ikan
tanpa
pemberian
ekstrak.
Penampang
histopatologi pada K+ dan K- ditunjukkan
pada Gambar 3.
Gambar 2. Histologi otot ikan kontrol
normal (ikan sehat). Perbesaran mikroskop
400x
2016
Gambar 3. Perbandingan kerusakan
jaringan antara kontrol positif (dengan
ekstrak) dan control negatif (tanpa
ekstrak). Perbesaran mikroskop 400x
Perbedaan signifikan dapat dilihat pada
jaringan normal dan pada jaringan yang
terinfeksi. Jenis kerusakan yang ditemukan
diantaranya nekrosis, degenerasi hialin dan
edema.
Nekrosis adalah kematian sel/jaringan
sedangkan degenerasi hialin merupakan
perubahan yang mengikuti cloudy swelling.
Jaringan yang terhialinisasi tampak lebih
rapuh dan tidak utuh [14],[15]. Edema
merupakan suatu akumulasi cairan yang
abnormal di dalam rongga tubuh yang dapat
mengakibatkan pembengkakan [16].
3.3 Histopatlogi otot dengan uji coba dosis
yang berbeda
Penampang jaringan otot ikan yang telah
diberi bahan ekstrak ditampilkan pada Gambar
4.
Kontrol positif yaitu dengan pemberian
ekstrak menunjukkan ada kerusakan berupa
edema, namun demikian apabila dibandingkan
dengan kontrol negatif, tentu saja kontrol
negatif memiliki jenis kerusakan yang lebih
beragam diantaranya nekrosis, degenerasi
hyaline dan edema di beberapa lapang
pandang.
78 | A k u a k u l t u r [ A - 1 4 ] - I s m a n i n g d y a h K u r n i a w a t i , D k k
Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan VI,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya Malang
Gambar 4. Perbandingan penampang
jaringan pada dosis yang berbeda. A. 1 g/L;
B. 1,5 g/L dan C. 2 g/L. Perbesaran
mikroskop 400x
Data skoring kerusakan pada jaringan
menggunakan program SPSS 16 disajikan
pada Tabel 1.
Tabel 1. Data skoring pada kerusakan
jaringan otot
Keterangan: Nilai 1 kerusakan ringan (0 – 5
%); nilai 2 kerusakan sedang (6 – 25 %); nilai
3 kerusakan berat (26 – 50 %) dan nilai 4
kerusakan sangat berat ( > 50 %). a, b, c dan d
(notasi tingkat kerusakan jaringan).
Pada hasil tersebut dapat dijelaskan
bahwa kerusakan jaringan yang paling ringan
berada pada penampang jaringan kontrol
positif dan kontrol normal dengan persentase
kerusakan ringan sebesar 0-5%. Sedangkan
pada kontrol negatif mengalami kerusakan
berat dengan persentase sebesar >50%.
Pada jaringan yang diberikan perlakuan
penambahan bahan ekstrak dengan dosis yang
berbeda menunjukkan bahwa dosis 1 dan 2 g/L
tidak menunjukkan perbedaan yang signfikan,
persentase kerusakan berkisar antara 26- 50%
termasuk dalam kategori kerusakan berat.
2016
Persentase kerusakan yang cukup tinggi
ini, diduga karena dosis ekstrak yang kurang
efektif sehingga tidak memberikan efek
penghambatan secara maksimal. Pemberian
imunostimulan pada konsentrasi dibawah nilai
minimal tidak akan memberi pengaruh
terhadap
respon
imun
[14].
Dosis
imunostimulan yang terlalu kecil akan
menyebakan pengaruh dalam sistem imun
kecil serta dapat berubah menjadi toksin [15].
Selain dosis yang kecil, pemberian dosis
yang terlalu besar juga tidak memberikan
pengaruh yang cukup signifikan terhadap
perbaikan jaringan. Senyawa fenol yang
diberikan sebagai imunostimulan harus
disesuaikan dengan kebutuhan ikan sehingga
didapatkan dosis yang optimal. Dosis yang
terlalu rendah ataupun terlalu tinggi akan
mempengaruhi interaksi senyawa fenol dengan
bakteri [16].
Sedangkan pada dosis 1,5 g/L, mengalami
kerusakan
sedang
dengan
persentase
kerusakan jaringan sebesar 6- 25%.
Dibandingkan dengan dosis 1 dan 2 g/L, hasil
persentase kerusakan jaringan pada dosis 1,5
g/L adalah yang paling rendah. Pemberian
imunostimulan harus memperhatikan dosis
optimal yang digunakan,disamping itu juga
harus
memperhatikan
durasi
periode
pemberian imunostimulan untuk mencapai
proteksi yang optimal [17].
Sehingga dari hasil tersebut dapat
disimpulkan dosis terbaik yang dapat
digunakan
untuk
menurunkan
tingkat
kerusakan pada jaringan ikan mas (C.carpio)
adalah pada dosis 1,5 g/L.
IV. KESIMPULAN
Dosis terbaik ekstrak fenol Gracilaria sp.
yang dapat memberikan efek penurunan
tingkat kerusakan pada jaringan otot ikan mas
(C.carpio) adalah 1,5 g/L. Kerusakan jaringan
yang ditemukan diantaranya
nekrosis,
degenerasi hialin dan edema dengan skoring
pada kerusakan jaringan berturut-turut sebesar
1,4, 1,7, 1,4.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penelitian ini adalah sebagian dari penelitian
paying yang dibiayai oleh Direktorat Jendral
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan,
melalui
DIPA
UB
No.
0636/023/04.216/15/2012 pada tanggal 9 Desember
79 | A k u a k u l t u r [ A - 1 4 ] - I s m a n i n g d y a h K u r n i a w a t i , D k k
Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan VI,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya Malang
2011 dan SK Rektor UB No. 366/SK/2012
pada tanggal 13 Agustus 2012.
DAFTAR PUSTAKA
[1]
[2]
[3]
[4]
[5]
[6]
[7]
[8]
[9]
PERMEN-KP. 2015. Rencana Strategis
Kementrian Kelautan dan Perikanan Tahun
2015-2019.
[Online].
Available:
roren.kkp.go.id
Swann, Ladon dan White, M. Randy. 2000.
Diagnosis and treatment of ‘Aeromonas
hydrophila’ infection of fish. Aquaculture
Extension. Journal of Diseases. 1(1):1-2.
Herupradoto., B. Aksono dan Y. G. Atik.
2010.
Karakterisasi
Protein
Spesifik
Aeromonas hydrophila Penyebab Penyakit
Ulser Pada Ikan Mas. Jurnal Veteriner.
11(3):158-162.
Bansemir A., M. Blume., S. Schroder and U.
Lindequist. 2006. Screening of Cultivated
Seaweeds For Antibacterial Activity Against
Fish Pathogenic Bacteria. Journal of
Aquaculture. 252(1):79-84.
Alamsjah, M. Amin., W. Tjahjaningsih dan A.
W. Pratiwi. 2009. Pengaruh Kombinasi Pupuk
NPK dan TSP Terhadap Pertumbuhan, Kadar
Air dan Klorofil α Gracilaria verrucosa.
Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 1(1):114.
Lestario, L.N.,S. Stefanll dan K.H. Timotius.
2008. Aktivitas Antioksidan Dan Kadar
Fenolik Total Dari Ganggang Merah
(Glacilaria verrucosa L.). Jurnal Teknologi
dan Industri Pangan. 19 (2): 132-133.
Simanjutak, P. 1995. Ulas Balik Senyawa
Bioaktif Dari Alga. Jurnal Hayati. 2(2):49-54.
Julyasih, K. Sri., I.G.P. Wirawan., W.S
Harijani dan W. Widajati. 2009. Aktivitas
Antioksidan Beberapa Jenis Rumput Laut
(Seaweeds) Komersial Di Bali. Disampaikan
pada Seminar Nasional, Surabaya, 2
Desember 2009.
Chrisnaningsih, N.W. Pengaruh Pemberian
Ekstrak Syzygium polyanthum Terhadap
Produksi Makrofage Pada Mencit Yang
Diinokulasi Salmonella typhimurium, Skripsi,
Universitas
Diponegoro,
Semarang,
Indonesia, 2006.
2016
[10] Wiyanto, D. B. 2010. Uji Aktivitas
Antibakteri
Ekstrak
Rumput
Laut
Kappaphycus alvarezii dan Eucheuma
denticullatum Terhadap Bakteri Aeromonas
hydrophila dan Vibrio harveyii. Jurnal
Kelautan. 3(1):1-17.
[11] Setyowati, A., D. H. Awik dan Nurlita. 2012.
Studi Histopatologi Hati Ikan Belanak (Mugil
cephalus) Di Muara Sungai Aloo Sidoarjo.
Jurnal Ristek Akuakultur. 2(1):22-29.
[12] Aydin, Seyit and Ciltas, Abdulkadir. 2004.
Systemic infections
of
Aeromonas
hydrophila in Rainbow trout (Onchorhynchus
mykiss
walbaum):
Gross
Pathology,
Bacteriology,
Clinical
Pathology,
Histopathology and Chemoterapy. Journal of
Animal and Veterinary Advances. 3(12):810819.
[13] Lukistyowati, Iesje dan Kurniasih. 2011.
Kelangsungan Hidup Ikan Mas (Cyprinus
carpio L) yang diberi pakan Ekstrak Bawang
Putih (Allium sativum) dan diinfeksi
Aeromonas hydrophila. Jurnal Perikanan dan
Kelautan. 16(1):144-160.
[14] Ersa, E. Maulana. Gambaran Histopatologi
Insang, Usus dan Otot Pada Ikan Mujair
(Oreochromis mossambicus) di daerah
Ciampea Skripsi. Intstitut Pertanian Bogor.
Bogor, Indonesia.. 2008.
[15] Anggie, Renny. 2008. Studi Histopatologi
Insang, Usus dan Otot Ikan Gurami
(Osphronemous gouramy) Akibat Infestasi
Parasit Protozoa Di Desa Carangpulang.
Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor,
Indonesia, 2008.
[16] Priosoeryanto., I.M. Ersa., R. Tiuria dan S.U.
Handayani. 2010. Gambaran Histopatologi
Insang, Usus, dan Otot Ikan Mujair
(Oreochromis mossambicus) yang Berasal
dari Daerah Ciampea, Bogor. Journal of
Veterinary Science & Medicine. 2(1):1-8.
[17] Jasmanidar, Y. 2009. Penggunaan Ekstrak
Gracilaria verrucosa untuk Meningkatkan
Sistem
Ketahanan
Udang
Vaname
(Litopenaeus vannamei). Tesis. Institut
Pertanian Bogor, Bogor, Indonesia, 2009.
80 | A k u a k u l t u r [ A - 1 4 ] - I s m a n i n g d y a h K u r n i a w a t i , D k k
Download