BAB II KAJIAN TEORITIS 2. 1 Konsep Dasar Perubahan Sosial Ekonomi 2.1.1 Perubahan Sosial Ekonomi Perubahan sosial ekonomi yang terjadi dalam masyarakat tidak terlepas dari pengaruh alam, pengaruh manusia, dan pengaruh produksi. Ketiga faktor ini menyebabkan perubahan yang terjadi di lingkungan sosial. Menurut Hartomo, dkk (2008:285) mengatakan bahwa “Di dalam kehidupan manusia tidak bisa terlepas dengan peristiwa-peristiwa ekonomi, atau peristiwa-peristiwa ekonomi selalu timbul di dalam kehidupan manusia. Hal tersebut disebabkan di satu pihak kebutuhan manusia tidak terbatas dilain pihak alat pemuas kebutuhan manusia terbatas adanya”. Sementara itu Hatta (1985:12) mengatakan bahwa “Dalam masa ekonomi pertama pengaruh alamlah yang terbesar. Dalam masa kedua tenaga manusia yang terutama. Dan dalam masa ketiga kapital yang menguasai produksi”. Selain itu menurut Soetomo (1995:174-175) mengatakan bahwa Perkembangan peradaban manusia mempengaruhi hadirnya masalah lingkungan hidup yang berkaitan dengan perubahan cara manusia dalam memanfaatkan alam. Pada masa awal peradabannya, manusia memenuhi kebutuhan dengan memanfaatkan alam apa adanya sebatas yang disediakan alam. Pada perkembangan berikutnya kemudian orang memulai membudidayakan lingkungan alam misalnya dengan bercocok tanam, beternak, yang selanjutnya merubah sumber alam sebagai bahan mentah menjadi bahan jadi melalui industri. Perubahan perlakuan manusia terhadap alam sejalan dengan kenyataan bahwa manusia tidak menyukai status quo dan cenderung tidak puas dengan apa yang dapat dicapai saat ini. Menurut Leirissa, dkk (2012:3-4) “sistem mata pencaharian hidup selalu mengalami perkembangan sesuai dengan keadaan alam, iklim dan bentuk fisik manusia serta perkembangan peradaban. Mata pencaharian hidup 7 prasejarah meliputi berburu, meramu, mencari ikan dan bercocok tanam. Pada masa tersebut penghidupan terpusat pada mempertahankan diri di tengah-tengah alam yang serba penuh tantangan dengan kemampuan masyarakat yang masih terbatas. Pengumpulan pangan menjadi kegiatan pokok sehari-hari. Penangkapan ikan atau perikanan sebagai unsur terpenting dikemudian hari dalam rangka ekonomi pengumpulan pangan biasanya terdapat suku-suku bangsa yang berdiam di pulau-pulau dan berhadapan dengan pantai. Dikemudian hari pula di tempat-tempat tertentu di dunia, perikanan lazim dilakukan dalam kombinasi dengan pertanian. Sedangkan meramu dan berburu sebagai unsur yang dominan sejak masa prasejarah pada akhir abad ke-19 baru mulai menghilang dari banyak tempat di dunia”. Selain itu menurut Harsojo (1999:210-211) Mata pencaharian hidup pada masyarakat bersahaja dapat dibagi dalam dua kategori : a) Mata pencaharian hidup yang intinya bersifat mengumpulkan bahan-bahan makanan yang sudah disediakan oleh alam. b) Mata pencaharian hidup yang intinya menghasilkan produksi artinya masyarakat mengelolah alam sebagaimana adanya dan menghasilkan kebutuhan untuk hidup. Kemudian setelah suatu masyarakat berkembang sampai pada tingkat memproduksikan kebutuhan hidupnya, dan masyarakat tidak usah selalu berpindah-pindah tempat tinggalnya, diusahakan pula peternakan dan berkembang pula kerajinan tangan yang sederhana. Sedangkan Sondang P. Siagian (2004:64-65) mengungkapkan bahwa dalam perjalanan sejarah, kebutuhan manusia mengalami perubahan dalam arti kompleksitasnya maupun cara-cara yang digunakan untuk memuaskannya. Semata-mata dilihat dari sudut ini, dapat diidentifikasikan tiga tahap utama perkembangan dalam kehidupan manusia, yaitu: 1. Hidup Mengembara dan ketergantungan pada alam. 2. Hidup menetap dan penguasaan alam. 3. Era industri. Pada masyarakat “kuno” atau “primitif” kebutuhan manusia dapat dikatakan pada umumnya masih sangat sederhana dan menampakkan diri terutama pada kebutuhan primer, yaitu kebutuhan yang pada dasarnya bersifat kebendaan. Akan tetapi dalam kehidupan manusia “primitif” itu sekalipun sudah terjadi pembagian tugas antara 8 kelompok tertentu, misalnya satu keluarga, karena ada yang bertugas mencari bahan makanan umpamanya dengan berburu, menyediakan tempat berteduh, meskipun hanya dengan pemanfaatan gua di kaki gunung dan lain sebagainya. Perkembangan kedua ialah karena dinamikanya, manusia semakin “maju” dan semakin “beradab”. Gaya hidup manusia pun berubah, dari manusia yang mempertahankan eksistensinya menggantungkan diri pada alam kemudian berubah menjadi masyarakat yang tidak lagi hidup mengembara, melainkan menetap dan pemuasan kebutuhannya dilakukan melalui “penaklukan dan penguasaan alam”, antara lain dengan bertani dan beternak. Tempat berteduhnya pun di bangun sendiri. Demikian perkembangan dan teknologi, manusia tiba pada apa yang sering disebut “era modern”. Perkembangan utama ke tiga ialah bahwa dilihat dari usaha manusia untuk memuaskan berbagai kebutuhannya yang semakin menonjol adalah lahirnya revolusi industri di inggris. Lebih lanjut Sondang P. Siagian (2004:65-66) mengungkapkan bahwa telah umum diketahui bahwa banyak faktor yang pendorong lahirnya revolusi industri tersebut seperti : a) Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang antara lain berakibat pada berbagai penemuan seperti ditemukannya mesin uap oleh James Watt yang pada gilirannya memungkinkan pendirian pabrik-pabrik yang digerakkan oleh mesin untuk memproduksi berbagai jenis barang yang dibutuhkan oleh manusia. b) Tuntutan yang bersifat kuantitatif atas pemuasan berbagai kebutuhan primer manusia seperti sandang, pangan dan perumahan. c) Bertambah dan berkembangnya “budaya uang” menggantikan “budaya barter” yang sebelumnya mendominasi cara pemuasan kebutuhan seseorang. d) Jumlah manusia semakin banyak dan menghuni berbagai bumi ini. e) Tingkat pendidikan para anggota masyarakat yang semakin tinggi. Sementara itu Soerjono Soekanto (2002:313-314) secara sosiologis, agar suatu revolusi dapat terjadi, maka harus dipenuhi syarat-syarat tertentu, antara lain: a) Harus ada keinginan umum untuk mengadakan suatu perubahan. di dalam masyarakat harus ada perasaan tidak puas terhadap keadaan, dan harus ada suatu keinginan untuk mencapai perbaikan dengan perubahan keadaan tersebut. b) Adanya seorang pemimpin atau sekelompok orang yang dianggap mampu memimpin masyarakat tersebut. c) Pemimpin mana dapat menampung keinginan-keinginan masyarakat untuk kemudian merumuskan serta menegaskan rasa tidak puas tadi menjadi program dan arah gerakan. 9 d) Pemimpin tersebut harus dapat menunjukkan suatu tujuan pada masyarakat. Artinya adalah bahwa tujuan tersebut terutama sifatnya kongkrit dan dapat dilihat oleh masyarakat. Disamping itu diperlukan juga suatu tujuan yang abstrak, misalnya perumusan sesuatu ideologi tertentu. e) Harus ada “momentum”, yaitu saat dimana segala keadaan dan faktor sudah tepat dan baik untuk memulai suatu gerakan. Apabila “momentum” keliru, maka revolusi dapat gagal. Selain itu menurut Hartomo, dkk (2008:26) aktivitas dari kelompok manusia juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: (a) Kebutuhan social; (b) Kebutuhan ekonomis dan politis; (c) Keadaan tingkat kebudayaan penduduk; dan (e) Keadaan lingkungan alam dan lingkungan sosialnya. Maka Tom Gunadi (1990:215) mengatakan bahwa usaha-usaha perbaikan pada salah satu aspek kehidupan itu dalam hal ini, ekonomi hanya mungkin dilakukan dengan berhasil bila aspekaspek lain, yaitu sosial-politik, juga diusahakan dapat menunjang usaha perbaikan itu dan memanfaatkan hasilnya. Sebaliknya, perbaikan ekonomi yang mantap seharusnya memberi pengaruh positif pada kehidupan sosial dan politik serta mengangkat manusia pada tingkat kebudayaan, termasuk moral dan intelektual, yang tinggi. Karena itu sering dikatakan perlunya usaha-usaha yang bersifat integral dalam pembangunan. Selanjutnya Bachrawi (2004:8) mengungkapkan bahwa “pembangunan merupakan suatu proses transformasi yang mendalam. Perjalanan waktu ditandai oleh perubahan struktural, yaitu perubahan pada landasan kegiatan ekonomi maupun pada kerangka susunan ekonomi masyarakat yang bersangkutan”. Sementara Abdul Syani (1995:83) mengungkapkan bahwa konteks sosiologis, perubahan berarti suatu proses yang mengakibatkan keadaan sekarang berbeda 10 dengan keadaan sebelumnya. Perubahan bisa berupa kemunduran dan bisa juga berupa kemajuan (progress), Menurut Astrid (dalam Abdul Syani 1995:103) mengatakan bahwa “perubahan itu adalah suatu perkembangan. Ia menjelaskan bahwa development atau perkembangan adalah perubahan-perubahan yang tertuju pada kemajuan keadaan dan hidup masyarakat, kemajuan-kemajuan tersebut dimaksudkan untuk dinikmati oleh individu-individu dalam masyarakat”. Lebih lanjut Abdul Syani (1995:88) menjelaskan bahwa proses perubahan masyarakat pada dasarnya merupakan perubahan pola perilaku kehidupan dari seluruh norma-norma sosial, yang lama menjadi pola perilaku dan seluruh normanorma sosial yang baru secara seimbang, berkemajuan, dan berkesinambungan. Pola-pola kehidupan masyarakat lama yang dianggap sudah usang diganti dengan pola-pola kehidupan baru yang lebih sesuai dengan kebutuhan sekarang dan masa mendatang. Agar dapat memperjelas tentang perubahan sosial, maka selanjutnya perlu disajikan sejumlah definisi dari perubahan sosial dari beberapa ahli antropologi dan sosiologi, di antaranya, yang dikutip dalam Soerjono Soekanto (2006:262263) adalah sebagai berikut. 1. Wiliam F. Ogdurn, mengemukakan ruang lingkup perubahan-perubahan sosial meliputi unsur-unsur kebudayaan baik material maupun immaterial, yang ditekankan adalah pengaruh besar unsur-unsur kebudayaan material terhadap unsur-unsur immaterial. 11 2. Kingsley Davis, Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan kebudayaan. Perubahan kebudayaan mencakup semua bagian kebudayaan termasuk didalamnya kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat, dan seterusnya., maupun perubahan-perubahan dalam betuk serta aturan-aturan organisasi sosial. 3. Maclver, perubahan-perubahan sosial dikatakannya sebagai perubahanperubahan dalam hubungan sosial (social relationships) atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium) hubungan sosial. 4. Gillin dan Gillin, mengatakan perubahan-perubahan sosial sebagai suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahanperubahan kondisi geografis, kebudayaan materiil, komposisi penduduk, ideologi maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat. 5. Selo Soemardjan, perubahan-perubahan lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang memengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap, dan pola perilaku di antara kelompokkelompok dalam masyarakat. Tekanan pada definisi tersebut terletak pada lembaga-lembaga kemasyarakatn sebagai himpunan pokok manusia, yang kemudian memengaruhi segi-segi struktur masyarakat lainnya. 2.1.2 Faktor Penyebab Terjadinya Perubahan Sosial Ekonomi Secara umum terjadinya perubahan sosial ekonomi dalam masyarakat, tentu diperlukan pengetahuan berkaitan dengan apa yang menyebabkan terjadinya 12 perubahan itu. Menurut Soerjono Soekanto (2006:275-282) menjelaskan bahwa pada umumnya dapat dikatakan bahwa mungkin ada sumber sebab-sebab tersebut yang terletak di dalam masyarakat itu sendiri dan ada yang terletak di luar. Sebabsebab yang bersumber dalam masyarakat itu sendiri, antara lain sebagai berikut. 1. Bertambahnya atau berkurangnya jumlah penduduk. Pertambahan penduduk yang sangat cepat menyebabkan terjadinya perubahan struktur masyarakat, terutama lembaga-lembaga kemasyarakatannya. Misal, orang lantas mengenal hak milik individual atas tanah, sewa tanah, gadai tanah, bagi hasil dan selanjutnya, yang sebelumnya tidak dikenal. Berkurangnya penduduk mungkin disebabkan berpindahnya penduduk dari desa ke kota atau dari daerah lain (misalnya transmigrasi). Perpindahan penduduk mengakibatkan kekosongan, misalnya, dalam pembagian kerja dan stratifikasi sosial, yang memengaruhi lembaga-lembaga kemasyarakatan. Perpindahan penduduk telah berlangsung beratus-ratus ribu tahun lamanya di dunia ini. Hal itu sejajar dengan bertambah banyaknya manusia penduduk bumi ini. Pada masyarakat-masyarakat yang mata pencaharian utamanya berburu, perpindahan sering dilakukan, yang tergantung dari persediaan hewan-hewan buruannya. Apabila hewan-hewan tersebut habis, mereka akan berpindah ke tempat-tempat lainnya. 2. Penemuan-penemuan Baru. Suatu proses sosial dan kebudayaan yang besar, tetapi yang terjadi dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama disebut dengan inovasi atau invention. Proses tersebut meliputi suatu penemuan baru, jalannya unsur kebudayaan baru 13 yang tersebar ka lain-lain bagian masyarakat, dan cara-cara unsur kebudayaan baru tadi diterima, dipelajari, dan akhirnya dipakai dalam masyarakat yang bersangkutan. Penemuan-penemuan baru sebagai sebab terjadinya perubahan-perubahan dapat dibedakan dalam pengertian-pengertian discovery dan invention. Discovery adalah penemuan unsur kebudayaan yang baru, baik berupa suatu alat, ataupun yang berupa gagasan, yang diciptakan oleh seorang individu atau serangkaian ciptaan para individu. Discofery baru akan menjadi invention kalau masyarakat sudah mengakui, menerima serta menerapkan penemuan baru itu. Apabila ditelaah lebih lanjut perihal penemuan-penemuan baru, terlihat ada beberapa faktor pendorong yang dipunyai masyarakat. Bagi individu pendorong tersebut antara lain: a. Kesadaran-kesadaran individu akan kekurangan dalam kebudayaannya b. Kualitas ahli-ahli dari suatu kebudaayan c. Perangsang bagi aktivitas-aktivitas penciptaan dalam masyarakat. Di dalam setiap masyarakat tentu ada individu yang sadar akan adanya kekurangan dalam kebudayaan masyarakatnya. Di antara orang-orang tersebut banyak yang menerima kekurangan-kekurangan tersebut sebagai sesuatu hal yang harus diterima saja. Orang lain mungkin tidak puas dengan keadaan, tetapi tidak mampu memperbaiki keadaan tersebut. Mereka inilah yang kemudian menjadi pencipta-pencipta baru tersebut. Keinginan akan kualitas juga merupakan pendorong bagi terciptanya penemuan-penemuan baru. Keinginan untuk mempertinggi kualitas suatu karya 14 merupakan pendorong untuk meneliti kemungkinan-kemungkinan ciptaan baru.sering kali bagi mereka yang telah menemukan hal-hal yang baru diberikan hadiah atau tanda jasa atas jerih payahnya. Ini juga merupakan pendorong bagi mereka untuk lebih bergiat lagi. Perlu diketahui bahwa penemuan baru dalam kebudayaan rohaniah dapat pula menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan. Khusus penemuan-penemuan baru dalam kebudayaan jasmaniah atau kebendaan menujukkan adanya berbagai macam pengaruh pada masyarakat. 3. Pertentangan (Conflict) Masyarakat. Pertentangan (conflict) mungkin pula menjadi sebab terjadinya perubahan sosial dan kebudayaan. Pertentangan-pertentangan mungkin terjadi antara individu dengan kelompok atau perantara kelompok dengan kelompok. Umumnya masyarakat tradisional di Indonesia bersifat kolektif. Segala kegiatan didasarkan pada kepentingan masyarakat. Kepentingan individu walaupun diakui, tetapi mempunyai fungsi sosial. Tidak jarang timbul pertentangan antara kepentingan individu dengan kepentingan kelompoknya, yang dalam hal-hal tertentu dapat menimbulkan perubahan-perubahan. 4. Terjadinya pemberontakan atau revolusi Revolusi yang terjadi di Rusia, oktober 1971 telah menyulut terjadinya perubahan-perubahan besar Negara Rusia yang mula-mula mempunyai bentuk kerajaan yang absolut berubah menjadi diktator proletariat yang dilandaskan pada doktrin marxis. Segenap lembaga kemasyarakatan, mulai dari bentuk 15 negara sampai keluarga batih, mengalami perubahan-perubahan yang mendasar. Suatu perubahan sosial dan kebudayaan dapat pula bersumber pada sebabsebab yang berasal dari luar masyarakat itu sendiri, diantaranya sebagai berikut. 1. Sebab-sebab yang Berasal dari Lingkungan Alam Fisik yang Ada di Sekitar Manusia Terjadinya gempa bumi, topan, dan lain-lain mungkin menyebabkan masyarakat-masyarakat yang mendiami suatu daerah-daerah tersebut terpaksa harus meninggalkan tempat tinggalnya. Apabila masyarakat tersebut mendiami tempat tinggalnya yang baru, mereka harus menyesuaikan diri dengan keadaan alam yang baru tersebut. Kemungkinan hal tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan pada lembaga kemasyarakatannya. Bagi suatu masyarakat yang mula-mula hidup dari berburu, kemudian menetap di suatu daerah pertanian, perpindahan itu akan melahirkan perubahan-perubahan dalam diri masyarakat tersebut, misalnya timbul lembaga kemasyarakatan baru yaitu pertanian. Sebab yang bersumber pada lingkungan alam fisik kadang-kadang ditimbulkan oleh tindakan para warga masyarakat itu sendiri. Misalnya penggunaan tanah secara semborono tanpa memperhitungkan kelestarian humus tanah, penebangan hutan tanpa memikirkan penanaman kembali. Dan lain sebagainya. 2. Peperangan. Peperangan dengan negara lain dapat pula menyebabkan terjadinya perubahanperubahan karena biasanya negara yang menang akan memaksakan 16 kebudayaannya pada negara yang kalah. Contohnya adalah negara-negara yang kalah dalam perang dunia kedua banyak sekali mengalami perubahan dalam lembaga kemasyarakatannya. Negara-negara yang kalah dalam perang dunia kedua seperti jerman dan jepang mengalami perubahan-perubahan besar dalam masyarakat. 3. Pengaruh Kebudayaan Masyarakat Lain Apabila sebab-sebab perubahan bersumber pada masyarakat lain, itu mungkin terjadi karena kebudayaan dari masyarakat lain melancarkan pengaruhnya. Hubungan yang dilakukan secara fisik antara dua masyarakat mempunyai kecenderungan untuk menimbulkan pengaruh timbal balik. Artinya, masingmasing masyarakat mempengaruhi masyarakat lainnya, tetapi juga menerima pengaruh dari masyarakat yang lain itu. Namun, apabila hubungan tersebut berjalan melalui alat komunikasi massa, ada kemungkinan pengaruh itu hanya datang dari satu pihak saja, yaitu dari masyarakat pengguna alat-alat komunikasi tersebut. Sementara itu, pihak lain hanya menerima pengaruh tanpa mempunyai kesempatan memberikan pengaruh balik. Apabila pengaruh dari masyarakat tersebut diterima tidak karena paksaan, hasilnya dinamakan demonstration effect. Proses penerimaan pengaruh kebudayaan asing di dalam antropologi budaya disebut akulturasi. Kebudayaan masyarakat lain yang masuk dan mempengaruhi, sekaligus menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan dalam suatu masyarakat, biasanya tingkat kebudayaannya lebih tinggi tingkatannya walaupun akhirnya 17 berpadu dengan menghasilkan kebudayaan baru. Perpaduan atau percampuran kebudayan tersebut dinamakan akulturasi. Selain itu menurut Usman Pelly (dalam Nasrudin, 2011:26) mengatakan bahwa perubahan terjadi karena faktor internal dan eksternal. Faktor internal antara lain: (1) pengetahuan masyarakat semakin luas sehingga menggunakan teknologi maju yang kemudian mengubah kehidupannya, (2) jumlah penduduk yang semakin banyak sehingga terjadi persaingan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga menimbulkan perubahan-perubahan baru dalam kehidupan yang bersifat individual, (3) pertentangan (konflik) dalam nilai dan norma-norma, politik, etnik, dan agama juga dapat menimbulkan perubahan sosial budaya. Faktor eksternal yang berasal dari pengaruh kebudayaan lain juga menjadi pencetus terjadinya perubahan sosial budaya. Hal ini terjadi karena adanya kontak langsung antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya sehingga menyebabkan saling mempengaruhi. 2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Sosial Ekonomi Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan sosial ekonomi dapat di kelompok menjadi dua yaitu faktor pendorong dan faktor penghambat. Oleh karena itu, Menurut Soerjono Soekanto (2006:283) mengatakan bahwa “di dalam masyarakat di mana terjadi suatu proses perubahan, terdapat faktor-faktor yang mendorong jalannya perubahan yang terjadi. Faktorfaktor tersebut adalah sebagai berikut. 18 1. Faktor-faktor yang Mendorong Jalannya Perubahan Sosial a. Kontak dengan budaya lain Salah satu proses yang menyangkut hal ini adalah diffusion. Difusi adalah salah proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari individu kepada individu lain, dan dari satu masyarakat ke masyarakat lain. Dengan proses tersebut, manusia mampu menghimpun penemuan-penemuan baru yang telah dihasilkan. Dengan terjadinya difusi, suatu penemuan baru yang telah diterima oleh masyarakat dapat diteruskan dan disebarkan pada masyarakat luas sampai umat manusia di dunia dapat menikmati kegunaannya. Proses tersebut merupakan pendorong pertumbuhan suatu kebudayaan dan memperkaya kebudayaan-kebudayaan masyarakat manusia. Ada dua tipe difusi, yaitu pertama difusi intramasyarakat (intrasociety diffusion), dan kedua difusi antarmasyarakat (inter-society diffusion). Difusi intra masyarakat terpengaruh oleh beberapa faktor, misalnya: 1) Suatu pengakuan bahwa unsur yang baru tersebut mempunyai kegunaan; 2) Ada tidaknya unsur-unsur kebudayaan yang mempengaruhi diterimanya atau tidak diterimanya unsur-unsur yang baru; 3) Unsur baru yang berlawanan dengan fungsi unsur lama, kemungkinan besar tidak akan diterima; 4) Kedudukan dan peranan sosial dari individu yang menemukan sesuatu yang baru tadi akan memengaruhi apakah hasil penemuannya itu dengan mudah diterima atau tidak; 5) Pemerintah dapat membatasi proses difusi tersebut. 19 Difusi antarmasyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor pula, yaitu antara lain: 1) Adanya kontak antara masyarakat-masyarakat tersebut; 2) Kemampuan untuk mendemonstrasikan kemanfaatan penemuan baru tersebut; 3) Pengakuan akan kegunaan penemuan baru tersebut; 4) Ada tidaknya unsur-unsur kebudayaan yang menyaingi unsur-unsur penemuan baru tersebut; 5) Peranan masyarakat yang menyebarkan penemuan baru di dunia ini; 6) Paksaan dapat juga dipergunakan untuk menerima suatu penemuan baru. b. Sistem pendidikan formal yang maju. Pendidikan mengajarkan aneka macam kemampuan individu. Pendidikan memberikan nilai-nilai tertentu bagi manusia,terutama dalam membuka pikirannya serta menerima hal-hal baru dan juga bagaimana cara berfikir secara ilmiah. Pendidikan mengajarkan manusia untuk dapat berfikir secara objektif, yang mana memberikan kemampuan untuk menilai apakah kebudayaan masyarakatnya akan dapat memenuhi kebutuhankebutuhan zaman atau tidak. c. Sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan-keinginan untuk maju. Apabila sikap tersebut melembaga dalam masyarakat, masyarakat merupakan pendorong bagi usaha-usaha penemuan baru. Hadiah nobel misalnya, merupakan pendorong untuk menciptakan hasil-hasil karya 20 yang baru. Di Indonesia juga dikenal sistem penghargaan yang tertentu, walaupun masih dalam arti yang sangat terbatas dan belum merata. d. Toleransi terhadap perbuatan-perbuatan yang menyimpang (deviation), yang bukan merupakan delik e. Sistem terbuka lapisan masyarakat (open stratification) Sistem terbuka memungkinkan adanya gerak sosial vertikal yang luas atau berarti memberi kesempatan kepada para individu untuk maju atas dasar kemampuan sendiri. Dalam keadaan demikian, seseorang mungkin akan mengadakan identifikasi dengan warga-warga yang mempunyai status lebih tinggi. Identifikasi merupakan tingkah laku yang sedemikian rupa sehingga seseorang merasa berkedudukan sama dengan orang atau golongan lain yang dianggap lebih tinggi dengan harapan agar diperlakukan sama dengan golongan tersebut. Identifikasi terjadi di dalam hubungan superordinasi-superordinasi. Pada golongan yang berkedudukan lebih rendah, acap kali terdapat perasaan tidak puas terhadap kedudukan sosial sendiri. Keadaan tersebut dalam sosiologi disebut status-anxiety menyebabkan seseorang berusaha untuk menaikkan kedudukan sosialnya. f. Penduduk yang heterogen Pada masyarakat yang terdiri dari kelompok-kelompok sosial yang mempunyai latar belakang kebudayaan ras ideologi yang berbeda dan seterusnya, mudah terjadinya 21 pertentangan-pertentangan yang mengundang kegoncangan-kegoncangan. Keadaan demikian menjadi pendorong bagi terjadinya perubahan-perubahan dalam masyarakat. g. Ketidakpuasaan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu Ketidakpuasan yang berlangsung terlalu lama dalam sebuah masyarakat berkemungkinan besar akan mendatangkan revolusi. h. Orientasi ke masa depan i. Nilai bahwa manusia harus senantiasa berikhtiar untuk memperbaiki hidupnya 2. Faktor-faktor yang Menghalangi Terjadinya Perubahan Sosial a. Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain Kehidupan terasing menyebabkan sebuah masyarakat tidak mengetahui perkembangan-perkembangan apa yang terjadi pada masyarakat lain yang mungkin akan dapat memperkaya kebudayaannya sendiri. Hal itu juga menyebabkan para warga masyarakat terkukung pola-pola pemikirannya oleh tradisi. b. Perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat Hal ini memungkinkan disebabkan hidup masyarakat tersebut terasing dan tertutup atau mungkin karena lama dijajah oleh masyarakat lain. c. Sifat masyarakat yang sangat tradisonal Suatu sikap masyarakat yang mengagung-agungkan tradisi dan masa lampau serta anggapa bahwa tradisi secara mutlak tak dapat diubah menghambat jalannya proses perubahan. keadaan tersebut akan menjadi 22 lebih parah apabila masyarakat yang bersangkutan dikuasai oleh golongan konservatif. d. Adanya kepentingan-kepentingan yang telah tertanam dengan kuat atau vested interests Dalam setiap organisasi sosial yang mengenal sistem lapisan, pasti akan ada sekelompok orang yang menikmati kedudukan perubahan-perubahan. misalnya dalam masyarakat feodal dan juga pada masyarakat yang sedang mengalami transisi. Dalam hal yang terakhir, ada golongan-golongan dalam masyarakat yang dianggap sebagai pelopor proses transisi. Karena selalu mengidentifikasikan diri dengan usaha-usaha dan jasa-jasanya, sukar sekali bagi mereka untuk melepaskan kedudukannya di dalam suatu proses perubahan. e. Rasa takut akan terjadinya kegoyahan pada integrasi kebudayaan Memang harus diakui kalau tidak mungkin integrasi semua unsur suatu kebudayaan bersifat sempurna. Beberapa perkelompokkan unsur-unsur tertentu mempunyai derajat integrasi tinggi. Maksudnya unsur-unsur luar dikhawatirkan akan menggoyahkan integrasi dan menyebabkan perubahanperubahan pada aspek-aspek tertentu masyarakat. f. Prasangka terhadap hal-hal baru atau asing atau sikap yang tertutup Sikap yang demikian banyak dijumpai pada masyarakat yang pernah dijajah bangsa-bangsa barat. Mereka sangat mencurigai sesuatu yang berasal dari barat karena tidak pernah bisa melupakan pengalaman-pengalaman pahit selama penjajahan. Kebetulan unsur-unsur baru kebanyakan berasal dari 23 barat, sehingga prasangka kian besar lantaran khawatir bahwa melalui unsur-unsur tersebut penjajahan bisa masuk lagi. g. Hambatan-hambatan yang bersifat ideologis Setiap usaha perubahan pada unsur-unsur kebudayaan rohaniah biasanya diartikan sebagai usaha yang berlawanan dengan ideologi masyarakat yang sudah menjadi dasar integrasi masyarakat tersebut. h. Adat atau kebiasaan Adat atau kebiasaan merupakan pola-pola perilaku bagi anggota masyarakat di dalam memenuhi segala kebutuhan pokonnya. Apabila kemudian ternyata pola-pola perilaku tersebut efektif lagi di dalam memenuhi kebutuhan pokok, krisis akan muncul. Mungkin adat atau kebiasaan yang mencakup bidang kepercayaan, sistem mata pencaharian, pembuatan rumah, cara berpakaian tertentu, begitu kokoh sehingga sukar untuk diubah. i. Nilai bahwa hidup ini pada hakikatnya buruk dan tidak mungkin di perbaiki. 2. 2 Konsep Dasar Tentang Masyarakat 2.2.1 Pengertian Masyarakat Istilah masyarakat terlalu banyak digunakan dengan berbagai konteks, misalnya masyarakat agraris, masyarakat kota, masyarakat petani, masyarakat agama, dan lain sebagainya. Menurut Abdul Syani (1995:83) mengungkapkan bahwa istilah masyarakat dapat juga diartikan sebagai wadah atau tempat orangorang yang saling berhubungan dengan hukum dan budaya tertentu untuk mencapai tujuan bersama. Selain itu menurut Koentjaraningrat (2002:146) bahwa 24 masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinu, dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Sementara Antonius, dkk, (2003:31) menjelaskan bahwa tidak semua kelompok orang disebut sebagai masyarakat, kecuali hal-hal berikut terdapat di dalamnya: a) Setiap anggota kelompok harus sadar bahwa dia merupakan bagian dari kelompok yang bersangkutan. b) Ada hubungan timbal-balik antara anggota yang satu dengan anggota lainnya. c) Ada suatu faktor yang dimiliki bersama, seperti nasib yang sama, kepentingan yang sama, tujuan dan cita-cita yang sama, dan sebagainya. d) Memiliki struktur, nilai dan norma serta pola perilaku yang memiliki kesamaan. e) Memiliki sistem sosial, seperti kekerabatan, rukun tangga, rukun warga serta nama-nama lain yang kurang lebih sama dengan itu. f) Mengalami suatu proses perubahan yang akan mempengaruhi anggota, secara langsung atau tidak langsung. Berikut ini para ahli terkemuka mendefinisikan masyarakat yang dikutip dalam (Abdul Syani, 1995:46 dan Harsojo, 2006:12) antara lain sebagai berikut. 1. Menurut J.L. Gillin dan J.P. Gillin menamakan masyarakat sebagai kelompok manusia yang terbesar dan mempunyai kebiasaan, tardisi, sikap dan perasaan persatuan yang sama. 2. Menurut Auguste Comte masyarakat merupakan kelompok-kelompok makhluk hidup dengan realitas-realitas baru yang berkembang menurut 25 3. 4. 5. 6. hukum-hukumnya sendiri dan berkembang menurut pola perkembangan yang tersendiri. Menurut Hassan Shadily mendefinisikan masyarakat sebagai golongan besar atau kecil dari beberapa manusia, yang dengan atau sendirinya bertalian secara golongan dan mempunyai pengaruh kebatinan satu sama lain. Menurut Ralph Linton mengemukakan bahwa masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerjasama, sehingga mereka dapat mengorganisasikan dirinya dan berfikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu. Menurut Maclver dan Page bahwa masyarakat ialah suatu sistem dari cara kerja dan prosedur, dari otoritas dan saling bantu-membantu yang meliputi kelompok-kelompok dan pembagian sosial lain, sistem dan pengawasan tingkah laku manusia dan kebebasan. Sistem yang kompleks yang selalu berubah, atau jaringan dari relasi sosial itulah yang dinamai masyarakat. S.R. Steinmentz memberikan batasan tentang masyarakat sebagai kelompok manusia terbesar yang meliputi pengelompokan manusia yang lebih kecil yang mempunyai hubungan erat dan teratur. Mengingat defenisi-defenisi masyarakat tersebut di atas, maka Abu Ahmadi (1986:57) menyimpulkan bahwa masyarakat harus mampunyai syarat-syarat sebagai berikut: a) Harus ada pengumpulan manusia, dan harus banyak, bukan pengumpulan binatang. b) Telah bertempat tinggal dalam waktu yang lama dalam suatu daerah tertentu. c) Adanya aturan-aturan atau undang-undang yang mengatur mereka untuk menuju kepada kepentingan dan tujuan bersama. 2.2.2 Ciri-ciri Masyarakat Menurut Munandar (2008:131) mengatakan bahwa ciri-ciri masyarakat itu ialah Adanya sejumlah orang, tinggal dalam suatu daerah tertentu, adanya sistem 26 hubungan, ikatan atas dasar kepentingan bersama, tujuan dan bekerja bersama, ikatan atas dasar kepentingan bersama, ikatan atas dasar unsur-unsur sebelumnya, rasa solidaritas, sadar akan adanya interdepadensi, adanya norma-norma dan kebudayaan. Selain itu ciri-ciri masyarakat dalam suatu bentuk kehidupan bersama menurut Soerjono Soekanto (2006:22) adalah sebagai berikut: a. Masyarakat merupakan manusia yang hidup bersama. Di dalam ilmu sosial tak ada ukuran yang mutlak ataupun angka yang pasti untuk menentukan berapa jumlah manusia yang harus ada. Akan tetapi secara teoritis, angka minimunnya adalah dua orang yang akan hidup bersama. b. Bercampur untuk waktu yang lama. Kumpulan dari manusia tidaklah sama dengan kumpulan benda-benda mati seperti umpamanya kursi, meja, dan sebagainya. Oleh karena dengan berkumpulnya manusia, maka akan timbul manusia-manusia baru. Manusia itu juga dapat bercakapcakap, merasa dan mengerti, mereka juga mempunyai keinginankeinginan untuk menyampaikan kesan-kesan atau perasaan-perasaannya. Sebagai akibat hidup bersama itu, timbullah sistem komunikasi dan timbullah peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antar manusia dalam kelompok tersebut. c. Mereka sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan. d. Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan bersama menimbulkan kebudayaan, oleh karena setiap anggota kelompok merasa dirinya terikat satu dengan yang lainnya. 27 Sedangkan Betrand (dalam Abdul Syani 1995:84) menyebutkan tiga ciri masyarakat, yaitu: Pertama, pada masyarakat mesti terdapat sekumpulan individu yang jumlahnya cukup besar. Kedua, individu-individu tersebut harus mempunyai hubungan yang melahirkan kerjasama diantara mereka, minimal pada suatu tingkat interaksi. Ketiga, hubungan individu-individu itu sedikit banyak harus permanen sifatnya. 2.2.3 Faktor-faktor Terbentuknya Masyarakat. Masyarakat terbentuk karena adanya individu demikian pula setiap individu dapat mengaktualisasikan dan bersosialisasi sebagai makhluk sosial maka diperlukan masyarakat. Menurut Hassan Shadily (dalam Abdul Syani1995:49) manusia akan tertarik kepada hidup bersama dalam masyarakat karena didorong oleh beberapa faktor, yaitu: 1. Hasrat yang berdasar naluri (kehendak biologis yang di luar penguasaan akal) untuk mencari teman hidup, pertama untuk memenuhi kebutuhan seksual yang sifatnya biologis sebagaimana terdapat pada semua makhluk hidup. 2. Kelemahan manusia selalu mendesak untuk mencari kekuatan bersama, yang terdapat dalam berserikat dengan orang lain, sehingga dapat berlindung bersama-sama dan dapat memenuhi kebutuhan kehidupan sehari-hari dengan usaha bersama. Keadaan demikian ini juga akhirnya mendorong setiap individu (manusia) untuk tidak terlepas hadup bermasyarakat. 3. Aristoleles berpendapat, bahwa manusia ini adalah zoon politikon, yaitu mahkluk sosial yang hanya menyukai hidup bergolongan, atau sedikitnya mencari teman untuk hidup bersama, lebih suka dari pada hidup sendiri. 4. Menurut Bergson, bahwa manusia ini hidup bersama bukan oleh karena persamaan, malainkan oleh karena perbedaan yang terdapat dalam sifat, kedudukan dan sebagainya. Ia mengatakan bahwa kenyataan hidup baru terasa dengan perbedaan antara manusia masing-masing itu dalam kehdupan bergolongan. 28 Selain itu Abdul Syani (1995:51) “Terbentuknya masyarakat dapat pula didorong oleh kekuatan faktor sosial, yaitu toleransi, tolong menolong. Toleransi merupakan sikap bersedia untuk mengalah atau menerima ide dan pendirian pihak lain untuk suatu kompromi. Sebagai mahkluk sosial, manusia dilahirkan sesudah mempunyai dua hasrat pokok, yaitu: (1) hasrat untuk hidup bersama dengan manusia lain; (2) hasrat untuk bersatu dengan suasana alam sekitarnya”. 2. 3 Masyarakat Tradisional Menurut Subandi (2009:31) mengartikan bahwa masyarakat tradisional sebagai suatu masyarakat yang: a. Struktur fungsi produksi yang terbatas, cara-cara memproduksi yang relatif primitif dan sikap masyarakat serta cara hidupnya yang sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dicetuskan oleh cara pemikiran yang bukan rasional, tetapi oleh kebiasaan yang berlaku secara turun-temurun. Tingkat produksi yang dapat dicapai masih sangat terbatas, karena ilmu pengetahuan dan teknologi modern belum ada atau belum digunakan secara sistematis dan teratur. b. Tingkat produksi perkapita dan tingkat produktivitas perpekerja masih sangat terbatas. Oleh sebab itu sebagain besar dari sumber-sumber daya masyarakat di gunakan untuk kegiatan dalam sektor pertanian. Dalam sektor ini struktur sosialnya sangat bersifat hierarkis, sehingga mobilitas secara vertikal dalam masyarakat sedikit sekali. c. Kegiatan politik dan pemerintahan terdapat di daerah-daerah dan di pegang oleh tuan-tuan tanah berkuasa. Kebijakan-kebijakan dari pemerintah pusat selalu dipengaruhi oleh pandangan tuan-tuan tanah di berbagai daerah tersebut. Selain menurut Pasaribu, dkk (1982:141) mengatakan bahwa dalam masyarakat tardisional pada umumnya sosial budaya dikuasai tradisi, adat dan kepercayaan bukan dikuasai oleh hukum dan perundang-perundangan. Lapisan yang ada dalam masyarakat akan tetap untuk selamanya, anak cucu seseorang pada suatu lapisan masyarakat, akan mengikuti status orang tua dan nenek moyangnya. 29 2. 4 Masyarakat Transisi Menurut Pasaribu, dkk (1982:146-147) menjelaskan bahwa Dalam masyarakat transisi pengaruh kebudayaan barat dianggap sebagai penyebab timbulnya proses transisi kebudayaan barat yang datang menyentuh masyarakat tradisional kerapkali melalui penduduk wilayah lalu menembus pola-pola kehidupan dikalangan masyarakat tradisional menuju modernisasi. Dalam sejarah kolonial dapat diamati dua jalan proses penebusan tersebut yaitu: Pertama, penguasa kolonial untuk kepentingan sendiri melaksanakan kebijaksanaaan-kebijaksaanaan yang langsung dirasakan oleh penduduk setempat seperti antara lain pembuatan pelabuhan-pelabuhan, jalan-jalan raya dan jembatan, kereta api, alat-alat komunikasi perkantoran dengan cara administrasi barat. Penembusan melalui media teknologi ini mempunyai pengaruh besar dalam penumbuhan dalam pemasaran hasil rakyat, pembukaan daerah-daerah yang terisolir, timbulnya mata pencaharian baru, pengalaman-pengalaman baru dalam berbagai bidang yang dulu tidak dikenal, peralatan-peralatan baru dan menambah pergaulan masyarakat, komunikasi dan pos serta media umum lainnya. Kedua, akibat makin banyak orang-orang pribumi mengenal ide-ide dan metode barat melalui pendidikan, pergaulan maupun media lainnya, sebagain dari meraka mulai menentang konsep kolonialisme sendiri. Nilai-nilai hak asasi manusia dalam hukum, pergaulan, politik dan ekonomi, mulai diresapinya yang selama ini menjadi idam-idaman. Dari pendidikan dan latihan mereka mendapat kemahiran dan keterampilan baru yang juga ingin digunakannya. 2. 5 Masyarakat Modernisasi Menurut Pasaribu, dkk (1982:146) menjelaskan bahwa “Masyarakat modern (futurist, developmentalis) berusaha agar anggota masyarakat mempunyai pendidikan yang cukup tinggi-akademis. Pengamatan menunjukkan bahwa golongan ini (1) mempunyai pandang luas-objektif sebagai hasil yang diperoleh dari pendidikan di luar negeri. Tetapi sering mereka lupa bahwa kondisi luar negeri tidak sama dengan kondisi dalam negeri sehingga hal-hal yang berlaku di luar negeri. Diperlukan adaptasi dari ilmu yang dipelajari. (2) dapat berantisipasi kemasa datang sebagai akibat pengetahuan yang mereka miliki. Itulah sebabnya mereka dapat membuat perencanaan yang menyeluruh. (3) perbaikan dilakukan dengan mengintroduser norma sosial yang baru yang dapat menjawab tantangan masa datang. Pengetahuan yang begitu luas serta pengalaman yang mereka peroleh membuat mereka tidak sabar sehingga tidak jarang mengambil jalan pintas dalam merubah masyarakat. 30 Sidi Gazalba (1983:235) mengungkapkan bahwa ciri-ciri manusia modern sebagai berikut: 1. Siap-sedia untuk pengalaman baru dan keterbukaan terhadap inovasi dan perubahan. Manusia tradisonal tidak suka menerima ide-ide baru, cara merasa dan bertindak baru. 2. Pandangannya terhadap anggapan umum lebih demokratik, sadar akan keragaman sikap dan anggapan. 3. Memandang kepada masa sekarang dan yang akan datang lebih daripada masa lampau. 4. Perencanaan; manusia modern berorientasi dan terlibat dengan perencanaan dan pengorganisasian dan percaya kepadanya sebagai cara menangani kehidupan 5. “Efficacy” (Kemujaraban); mempercayai bahwa manusia dapat belajar banyak sekali untuk menguasai lingkungannya guna kepentingan dan tujuannya; ia lebih menguasai lingkungannya daripada lingkungannya menguasainya. 6. Dapat memperhitungkan; ia percaya bahwa dunia ini dapat diperhitungkan, bahwa orang-orang dan lembaga-lembaga lain di sekelilingnya dapat diandalkan untuk memenuhi atau melakukan kewajiban dan tanggungjawabya. Artinya ia mempercayai dunia yang diatur oleh hukum di bawah kontrol manusia. 7. Martabat; ia sadar akan martabat orang-orang lain dan memperlihatkan penghargaannya kepadanya. Hal ini jelas melalui sikapnya terhadap wanita dan kanak-kanak. 8. Ia lebih percaya kepada ilmu dan teknologi, sekalipun dalam bentuknya yang sederhana. 9. Keadilan yang terbagi; ia percaya bahwa hak itu menurut kewajiban dan tidak menurut sekehendak hati, atau keistimewaan-keistimewaan daripada orang yang tidak ada hubungan dengan sumbangan yang diberikannya. 2. 6 Masyarakat Pedesaan dan Masyarakat Perkotaan Soerjono Soekanto (2006:136-140) menjelaskan banwa dalam masyarakat yang modern, sering dibedakan antara masyarakat pedesaan dengan masyarakat perkotaan rural community, dan urban community. Perbedaan tersebut sebenarnya tidak mempunyai hubungan dengan pengertian masyarakat sederhana karena dalam masyarakat modern, betapa pun kecilnya suatu desa, pasti ada pengaruh- 31 pengaruh dari kota. Sebaliknya pada masyarakat bersahaja pengaruh dari kota secara relatif tidak ada. Pembedaan antara masyarakat pedesaan dengan masyarakat perkotaan, pada hakikatnya bersifat gradual. Agak sulit untuk memberikan batasan apa yang dimaksudkan dengan perkotaan karena adanya hubungan antara kosentrasi penduduk dengan gejala gejala sosial yang dinamakan urbanisme. Lebih lanjut Soerjono Soekanto (2006:136-140) mengungkapkan masyarakat pedesaan ditandai dengan pemilikan ikatan perasaan batin yang kuat sesama warga desa, yaitu perasaan setiap warga/anggota masyarakat yang amat kuat yang hakekatnya, bahwa seseorang merasa merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat dimanapun ia hidup dicintainya serta mempunyai perasaan bersedia untuk berkorban setiap waktu demi masyarakatnya atau anggota-anggota masyarakat, karena beranggapan sama-sama sebagai masyarakat yang saling mencintai saling menghormati, mempunyai hak tanggung jawab yang sama terhadap keselamatan dan kebahagiaan bersama di dalam masyarakat. Adapun yang menjadi ciri masyarakat desa antara lain : a. Warga pedesaan memiliki hubungan yang lebih erat dan lebih mendalam ketimbang hubungan mereka dengan warga masyarakat pedesaan lainnya. b. Sistem kehidupan biasanya berkelompok atas dasar kekeluargaan. c. Penduduk masyarakat pedesaan pada umumnya hidup dari pertanian. d. Golongan orang-orang tua pada masyarakat pedesaan umumnya memegang peranan penting. 32 e. Dari sudut pemerintahan, hubungan antara penguasa dan rakyat bersifat informal. f. Kehidupan keagamaan lebih kental. g. Banyak berurbanisasi ke kota karena ada faktor yang menarik dari kota. Masyarakat perkotaan atau urban community adalah masyarakat kota yang tidak tertentu jumlah penduduknya. Tekanan pengertian “kota” lebih ditekankan pada sifat serta ciri-ciri kehidupannya yang berbeda dengan masyarakat pedesaan. Ada beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat kota yaitu : a. Kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa. b. Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada orang lain. Hal yang penting disini adalah manusia perorangan atau individu. c. Pembagian kerja di antara warga kota juga lebih tegas dan mempunyai batas-batas yang nyata. d. Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga kota dari pada warga desa karena sistem pembagian kerja yang tegas tersebut diatas. e. Jalan pikiran rasional yang pada umumnya dianut masyarakat perkotaan, menyebabkan interaksi-interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor kepentingan daripada faktor pribadi. 33 f. Jalan kehidupan yang cepat di kota mengakibatkan pentingnya faktor waktu, sehingga pembagian waktu yang lebih teliti dan sangat penting, untuk dapat mengejar kebutuhan-kebutuhan individu seorang individu. g. Perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata di kota-kota, karena kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh dari luar. 2. 7 Masyarakat Pesisir Menurut Maria, dkk (2012:12) menjelaskan bahwa “Masyarakat pesisir memiliki karakteristik yang khas dibandingkan dengan kelompok masyarakat yang lain. Sebagaimana lazimnya, suatu komunitas memiliki nilai budaya tersendiri yang dipahami oleh masyarakatnya dalam membentuk tindakan seharihari. Faktor ekologi sangat berpengaruh terhadap tindakan yang dilakukan seharihari. Pada konteks sosiologis, menurut Hasanuddin (dalam Maria, dkk 2012:13) mengatakan bahwa “Penduduk atau masyarakat yang menghuni kawasan pesisir, ditilik dari besaran populasi, perbedaan mata pencaharian dan sumber penghidupan dapat dikelompokkan ke dalam empat jenis satuan sosial yang kerapkali menjadi satuan administrasi pemerintahan, yaitu: (1) desa pesisir tipe bahan makanan, yaitu desa-desa yang sebagian besar atau seluruh penduduknya bermatapencaharian sebagai petani sawah; (2) desa pesisir tipe tanaman industri, yaitu desa-desa yang sebagian besar atau seluruh penduduknya bermatapencaharian sebagai petani tanaman industri; (3) desa pesisir tipe nelayan/empang/tambak, yaitu desa-desa yang sebagian besar atau seluruh 34 penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan, petambak, dan pembudidaya perairan; dan (4) desa pesisir tipe niaga dan transportasi, yaitu desa-desa yang sebagian besar atau seluruh penduduknya bermatapencaharian sebagai pedagang antar pulau dan penyedia jasa transportasi antar wilayah (laut). Selain itu menurut Jony Purba (2005:36) mengungkapkan bahwa golongan masyarakat pesisir yang dianggap paling banyak memanfaatkan hasil laut dari potensi lingkungan perairan dan pesisir untuk kelangsungan hidupnya. Masyarakat-masyarakat telah bermukim secara tetap di daerah-daerah yang mudah mengalami kontak-kontak dengan masyarakat-masyarakat lain. Sistem ekonomi mereka tidak dapat dikategorikan masih berada pada tingkat substansi sebaliknya sudah masuk kesistem perdagangan, karena hasil laut yang mereka peroleh tidak dikonsumsi sendiri, tetapi didistribusikan dengan imbas ekonomis kepada pihak-pihak lain. Sungguhpun hidup dengan memanfaatkan sumberdaya perairan, namun sebenarnya mereka lebih banyak menghabiskan kehidupan sosial budayanya di daratan. 35