bab 2 landasan teori

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 E-Marketing
Menurut Chaffey ( 2008, p339 ) istilah internet marketing cenderung mengacu
pada eksternal perspektif tentang bagaimana internet dapat digunakan bersama-sama
dengan media tradisional untuk mendapatkan dan memberikan layanan kepada
pelanggan.
Menurut (Mohammad, 2012) berpendapat bahwa teknologi digital baru-baru
ini menjadi dominan dalam iklan dan pemasaran karena menggunakan E-marketing
dapat menawarkan banyak manfaat seperti meningkatkan pendapatan, mengurangi
biaya dan meningkatkan ukuran pasar perusahaan. Internet menyediakan perusahaan
dengan kemampuan luar biasa untuk berkomunikasi secara langsung dengan
pelanggan.
Menurut (Gupta, Kamboj, & Bhasin, 2012) istilah e-marketing juga dikenal
sebagai internet marketing, web marketing, online marketing.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa E-marketing adalah teknologi digital baru
dengan memanfaatkan internet yang dapat menawarkan banyak manfaat seperti
meningkatkan pendapatan, mengurangi biaya dan meningkatkan ukuran pasar
perusahaan. E-marketing yang peneliti maksud adalah website perusahaan.
Perusahaan memiliki website untuk dapat menjangkau calon pelanggan dan
mengelola hubungan pelanggan. Hal ini tentunya akan bekerja efektif dengan makin
banyaknya tingkat kunjungan pada website perusahaan.
Menurut (Sutejo, 2006) pengaruh internet marketing terhadap strategi
pemasaran perusahaan ada 4, yakni :
1. Peningkatan segmentasi
Dengan adanya internet segmentasi pasar semakin luas. Karena jangkauan
pemasaran semakin luas. Internet tidak membatasi luasnya jangkauan
pemasaran karena seluruh konsumen di seluruh dunia dapat mengaksesnya
dengan mudah.
19
20
1. Mengembangkan strategi lebih cepat dalam cycle time
Dengan adanya alur perputaran waktu yang lebih cepat dan mudah maka
strategi pemasaran dapat dengan lebih cepat pula dikembangkan.
2. Peningkatan pertanggung jawaban dari usaha pemasaran
Informasi yang dapat diperoleh dengan cepat dan mudah dapat
meningkatkan strategi perusahaan untuk dapat lebih meningkat. Sehingga
pemasaran dapat dilakukan dengan lebih transparan.
3. Peningkatan integrasi strategi pemasaran dengan strategi operasional
Adanya integrasi antara strategi pemasaran perusahaan dan strategi
pemasaran melalui internet marketing akan meningkatkan strategi bisnis
dan strategi operasional.
Beberapa keuntungan dari e-marketing menurut Kotler dan
Armstrong ( 2004, p74-75 ) sebagai berikut :
a. Bagi Pembeli
1. Tidak harus menghadapi orang-orang penjualan ( salesman / sales
woman ) yang dapat mempengaruhi konsumen dan membuat mereka
marah / jengkel ( untuk orang-orang tertentu ).
2. Konsumen dapat mempelajari produk tanpa menunggu tenaga
penjualan untuk menjelaskan dan menghabisakan waktu.
3. Internet dapat memberikan akses informasi produk secara jelas dan
pelanggan dapat bebas memilih produk.
4. Pelanggan dapat berinteraktif dengan penjualan.
b. Bagi Penjualan :
1. Internet adalah alat yang kuat untuk membangun reaksi dengan
pelanggan.
2. Mengurangi biaya ( peralatan, asuransi, dll ).
3. Meningkatkan kecepatan dan efisiensi.
4. Memotong
harga
jual
untuk
konsumen,
karena
internet
menghubungkan langsung dengan supplier, pabrik, distributor, dan
konsumen.
21
5. Menciptakan harga rendah dan meningkatkan efisiensi untuk fungsi-fungsi
logistik seperti : proses pemasaran, menjaga stok, pengiriman, dan promosi.
6. Biaya komunikasi lebih murah menggunakan e-mail daripada surat biasa.
7. Perusahaan dapat membuat katalog digital yang murah daripada membuat
katalog menggunakan kertas dan percetakan.
8. Katalog / informasi produk dapat di-update secara fleksibel.
9. Internet adalah media global yang dapat membuat para pelaku pasar memasuki
pasar dunia.
Di dalam penelitian (Selim, 2011) terdapat 13 kriteria yang dapat digunakan
untuk mengevaluasi sebuah website. Tiga di antaranya yang digunakan dalam
penelitian ini adalah accessibility (tingkat kemampuan akses sebuah website),
currency/timeliness yang berhubungan dengan berbagai update yang tersedia di
website, dan accuracy/cridibility yang adalah seberapa factual dan verifiable
informasi dan materi yang disediakan website. Penggunaan 3 kriteria tersebut pada
penelitian ini dirasa sangat cocok untuk meneliti website perusahaan yang memang
tidak terlalu kompleks, yaitu sebagai media e-marketing yang berupa berbagai
informasi mengenai produk layanan dan berbagai promo lainnya tanpa menyertakan
aplikasi e-commerce. Atau dengan kata lain, website perusahaan tidak melayani
transaksi online.
1. Accessibility
Aksesibilitas adalah tingkat kemampuan akses sebuah website. Dimana,
didalamnya terdapat kemudahan untuk mencari website dengan search engine,
serta dapat diakses oleh publik tanpa harus melakukan registrasi terlebih
dahulu, serta website dapat diakses dengan efisien dan tanpa batasan waktu.
2. Currency
Currency adalah berbagai update yang dilakukan didalam website perusahaan.
Dimana, biasanya perusahaan memberikan informasi terbaru yang dibutuhkan
oleh nasabah dan informasi yang ditulis didalam website mudah dimengerti.
Perusahaan juga memberikan informasi kapan terakhir website tersebut di
update.
3. Accuracy
22
Akurasi adalah sejauh mana informasi yang tersedia didalam website sesuai dengan
kenyataan yang ada didalam perusahaan. Dimana, didalam website terdapat nomor
telepon dan alamat yang dapat dihubungi untuk mendapatkan informasi.
2.2 Relationship Marketing
Menurut (Sohail, 2012) mengatakan bahwa relationship marketing adalah
tentang
mempertahankan
pelanggan
dengan
membangun,
memelihara
dan
meningkatkan hubungan dengan pelanggan dan pihak lain.
Menurut (Sivesan, 2012) mengatakan bahwa relationship marketing adalah
konsep yang sangat penting untuk menarik dan mempertahankan pelanggan dalam
sebuah organisasi. Dalam dunia bisnis modern, fokus pemasaran mencerminkan
pergerakan perubahan dari pemasaran transaksional ke relationship marketing.
Membangun, memelihara, dan selalu meningkatkan hubungan pelanggan merupakan
aspek penting dari bisnis. Konsep relationship marketing secara luas dipahami, baik
itu secara akademis dan profesional dimana tujuannya adalah untuk meningkatkan
hubungan yang kuat dan menjadikan pelanggan yang acuh tak acuh menjadi loyal.
Relationship
marketing
melibatkan,
menciptakan,
memelihara,
dan
meningkatkan hubungan yang kuat dengan pelanggan dan stakeholder lainnya.
Relationship marketing berorientasi untuk jangka panjang. Tujuannya adalah untuk
memberikan nilai jangka panjang untuk pelanggan, dan ukuran keberhasilan adalah
kepuasan pelanggan jangka panjang (Murphy et al, 2005)
Menurut Kotler dan Amstrong ( 2010, p.579-582 ) relationship marketing
memiliki tiga manfaat, yaitu :
1.
Manfaat ekonomis
Pendekatan pertama untuk membangun suatu hubungan nilai dengan
pelanggan adalah menambah manfaat-manfaat keuangan atau ekonomis,
manfaat ekonomis dapat berupa penghematan biaya yang dikeluarkan oleh
pelanggan, potongan-potongan khusus.
2.
Manfaat sosial
Meskipun pendekatan dengan menambah manfaat ekonomis seperti di atas
dapat membangun preferensi konsumen, namun hal ini dapat mudah ditiru
23
oleh para pesaing satu badan usaha dengan yang lainnya. Sehingga dalam
pendekatan ini, badan usaha harus berusaha meningkatkan hubungan sosial
mereka yaitu dengan memberikan perhatian kepada para pelanggan dengan
mempelajari kebutuhan dan keinginan pelanggan secara individual.
3. Ikatan struktural
Pendekatan ketiga untuk membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan
adalah menambah ikatan struktural. Maksudnya bahwa badan usaha
memeberikan pendekatan atau program yang terstruktur yang dapat menarik
minat konsumen untuk mau terlibat menjadi anggota.
Ada beberapa konsep inti relationship marketing, diantaranya menurut
(Kotler, 2003) adalah sebagai berikut :
1. Horizon Orientasi Jangka Panjang
Merupakan ciri utama relationship marketing. Keberhasilan relationship
marketing diukur dari seberapa lama pelanggan terjaga dalam hubungan
dengan
perusahaan.
Dengan
demikian
relationship
marketing
juga
menyangkut nilai estimasi mengenai nilai sepanjang hidup konsumen.
2. Komitmen dan Pemenuhan Janji
Untuk dapat menjalin hubungan jangka panjang, relationship marketing
menekankan upaya pemeliharaan sikap percaya atau kepercayaan, komitmen,
dengan menjaga integritas masing-masing melalui pemenuhan janji atau
timbal balik, empatu di antara kedua belah pihak.
3. Pangsa Konsumen Bukan Pangsa Pasar
Relationship marketing tidak lagi pada konsentrasi pada pencapaian pangsa
pasar melainkan upaya untuk mempertahankan pelanggan.
4. Nilai Sepanjang Hidup Pelanggan
Perusahan perlu mengidentifikasi pelanggan yang berpotensi menjalin
hubungan jangka panjang dan kemudian nilai hidup pelanggan agar
menguntungkan perusahaan.
5. Dialog Dua Arah
Untuk mencapai hubunganyang diinginkan, maka diperlukan komunikasi dua
arah.
24
6.
Kustomisasi
Relationship marketing memberikan pemahman yang lebih baik akan
tuntutan dan keinginan konsumen, sehingga memungkinkan penyediaan
produk yang sesuai dengan spesifikasi pelanggan.
(Winer, 2004) berpendapat jika perusahaan dapat mengkombinasikan
kemampuan untuk merespon dan menyediakan permintaan pelanggan dengan baik,
serta melakukan hubungan yang lebih intensif dengan pelanggan melalui
peningkatan kualitas layanan pelanggan sesuai dengan permintaan pelanggan, maka
perusahaan tersebut dapat mempertahankan pelanggannya untuk jangka panjang.
Dikatakan bahwa program relationship marketing terdiri dari :
a.
Customer service
Customer service merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam
setiap usaha baik dalam bidang jasa maupun barang. Definisi dari
customer service adalah pelayanan tambahan yang diberikan untuk
mendukung produk utama, juga merupakan komponen penting dari
customer ssatisfaction. Customer service sangat diperlukan untuk
membina hubungan jangka panjang dengan cara memberikan pelayanan
tambahan sehingga membedakan produk perusahaan dengan produk
pesaing. Dengan bertambahnya saingan di dalam dunia ritel, maka tidak
salah jika customer service sangat diperlukan untuk mempertahankan
pelanggan. Dengan memberikan pelayanan yang baik maka pelanggan
akan datang kembali dan akan menjadi loyal.
b.
Loyalty programs
Loyalty programs kini telah banyak ditetapkan oleh perusahaanperusahaan diseluruh dunia, program ini dilakukan agar pembeli
melakukan pembelian kembali dan menjadi pelanggan bagi perusahaan
tersebut. Menurut Winer ( 2004 ) loyalty programs juga disebut frequency
marketing, program yang mendorong repeat buying melalui program
formal dan pendistribusian atau penyaluran keuntungan. Lamb ( 2003,
p.475 ) juga menyebutkan bahwa loyalty programs adalah program
promosi yang dirancang untuk membangun hubungan jangka pankang
yang saling menguntungkan antara perusahaan dan pelanggan, kuncinya
25
untuk menciptakan pembelian yang terus-menerus dari sebuah produk atau jasa
tertentu.
c. Community building
Community building ini dimaksudkan untuk membangun hubungan antara
pelanggan agar memberikan informasi atau saran dan untuk menciptakan
suatu hubungan yang baik antara pelanggan dengan perusahaan.
Menurut Tjiptono (2002:p.p41), konsep Transaction Marketing pada umumnya
memandang proses pemasaran akan berakhir ketika transaksi jual beli telah terjadi,
dimana produk telah berpindah kepemilikan dari tangan produsen ke tangan
pelanggan. Pemasar yang menggunakan konsep ini biasanya terus menerus mencari
ide baru tanpa mempertahankan hubungan pelanggan yang sudah ada. Akibatnya
pelanggan hanya berbelanja karena suatu peristiwa, misalnya pada saat discount saja.
Biasanya transaction buyer sering disebut bargain hunter, sebelum melakukan
pembelian mereka membaca koran dulu untuk mencari tempat-tempat belanja yang
menawarkan sale dan discount. Mereka rela berkeliling, pindah dari tempat satu ke
tempat lainnya untuk mendapatkan discount yang lebih besar. Pemasar menggunakan
konsep ini lambat laun akan mengeluarkan biaya yang lebih besar untuk
mendapatkan pelanggannya.
Semakin ketatnya persaingan bisnis menimbulkan konsep pemasaran yang baru
yaitu, relationship marketing, dimana fokusnya tidak berhenti sampai transaksi, atau
jual beli saja, tetapi mendapatkan pembelian yang berulang-ulang atau hubungan
yang yang berjalan terus menerus dan memberi nilai yang berarti bagi pelanggan
maupun pemasar. Konsep relationship marketing berusaha untuk menciptakan
relationship buyer. Relationship buyer bisa saja berbelanja ditempat pesaing untuk
mencari harga yang lebih murah. Tetapi kenyataannya, mereka tidak melakukan hal
itu, karena ditempat lain mereka belum tentu mendapatkan kenyamanan atau koleksi
barang yang sesuai dengan keinginannya.
Berikut ini dipaparkan perbedaan antara Relationship Marketing dengan
Transacsional Marketing :
26
Tabel 2.1 Perbedaan Relationship Marketing dengan Transactional Marketing
Relationship Marketing
Transactional Marketing
Fokus pada pelanggan
Fokus pada penjualan tunggal
Orientasi pada manfaat produk
Orientasi pada karakteristik produk
Skala waktu panjang
Skala waktu singkat
Penekanan pada layanan
Kurang penekanan pada layanan
Komitmen pada pelayan tinggi
Komitmen pada pelanggan rendah
Kualitas perhatian semua orang
Kualitas perhatian produksi
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Abdullah & Kanyan, 2012)
terdapat 4 dimensi utama dalam relationship marketing :
1.
Communication, menekankan pentingnya berkomunikasi dengan cara
yang mudah dimengerti, memberikan penjelasan yang jelas,
memberikan saran-saran yang membantu pelanggan, dan mengetahui
bagaimana menghargai pelanggan. Dimensi ini juga menekanka
pentingnya penilaian dan penggunaan umpan balik dari pelanggan
dalam meningkatkan pemberian layanan serta secara berkala
menanyakan opini dan saran dari pelanggan
2.
Trust, menekankan pentingnya keyakinan pelanggan terhadap layanan
yang diberikan. Dimensi ini berkaitan dengan kemampuan penyedia
layanan dalam memenuhi kewajibannya dan menunjukkan respek
kepada pelanggan.
3.
Empathy, mengacu pada kemampuan personil atau staf untuk
menunjukkan simpati ketika berhadapan dengan pelanggan. Penting
bagi karyawan untuk menampilkan perilaku yang ramah, sopan, dan
menyenangkan dalam memberikan pelayanan untuk menumbuhkan
keyakinan pelanggan.
4.
Commitment, mendeskripsikan komitmen dan usaha perusahaan dalam
menyediakan layanan yang terbaik untuk mewujudkan dan
mempertahankan hubungan dengan pelanggan dalam jangka panjang.
Komitmen menekankan kemampuan perusahaan menyediakan produk
27
dan jasa yang superior dengan harga yang pantas / masuk akal dan
memberikan servis secara tepat dan benar, serta memenuhi kebutuhan
dan keperluan pelanggan.
2.3 Corporate Image
Menurut ( Sucherly, 2006 ), menekankan bahwa citra ( image ) dibangun
berdasarkan proses strategis yang dimulai dari analisis situasi untuk menentukan
sumber nilai yang dimiliki perusahaan : unique resources, competitive value atau
inferior value. Tingkatan image
performance
perusahaan,
perusahaan sangat bergantung pada tingkat
semakin
unggul
performance
perusahaan
akan
menumbuhkan citra dan kepercayaam perusahaan tersebut. Dengan demikian, pada
industri jasa, brand value dan image juga merupakan hasil dari performance
perusahaan yang menghasilkan outcome bagi pasar industri dan pelanggannya.
Menurut (KHVTISIASHVILI, 2012), corporate image adalah sebuah konsep
luas yang mencakup baik identitas perusahaan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa corporate image adalah sebuah konsep
yang dibangun untuk menentukan sumber nilai yang dimiliki perusahaan untuk
menumbuhkan citra dan kepercayaan dari pelanggan untuk perusahaan. Corporate
image dapat dilihat dari sejauh mana pelanggan mengenal baik identitas perusahaan.
Pentingnya citra perusahaan dikemukakan oleh ( Gronroos , 2010 ), sebagai
berikut :
1. Menceritakan harapan bersama kampanye pemasaran eksternal. Citra positif
memberikan kemudahan perusahaan untuk berkomunikasi dan mencapai
tujuan secara efektif sedangkan citra negatif sebaliknya.
2. Sebagai penyaring yang mempengaruhi persepsi pada kegiatan perusahaan.
Citra positif menjadi pelindung terhadap kesalahan kecil, kualitas teknis
atau fungsional sedangkan citra negatif dapat memperbesar kesalahan
tersebut.
3. Sebagai fungsi dari pengalaman dan harapan konsumen atas kualitas
pelayanan perusahaan.
28
4. Mempunyai pengaruh penting terhadap manajemen atau dampak internal.
Citra perusahaan yang kurang jelas dan nyata mempengaruhi sikap
karyawan terhadap perusahaan.
Menurut Kandampully dan Hu ( 2007 ) bahwa citra perusahaan terdiri dari dua
komponen utama yaitu :
1. Fungsional, dimana karakteristik dari citra perusahaan yang dapat diukur dan
dievaluasi dengan mudah.
2. Emosional, misalnya perasaan, perilaku dan keyakinan seseorang terhadap
perusahaan. Komponen ini adalah hasil dari pengalaman terakumulasi yang
dimiliki oleh konsumen seiring berlalunya waktu dengan perusahaan.
Menurut ( Smith, 1995 ) terdapat 8 manfaat citra perusahaan :
1. Menciptakan keunggulan kompetitif ( Create Competitive Advantage )
2. Meningkatkan nilai perusahaan ( Improve Companys Equities )
3. Meningkatkan penjualan ( Improve Sales )
4. Mendukung
pengembangan
produk
baru
(
Support
New
Product
Development )
5. Memperkuat hubungan keuangan ( Strength Then Financial Reletion )
6. Mempererat hubungan antar pegawai ( Harmonizes Employee Reletion )
7. Mempermudah rekruitmen pegawai ( Best Bosst Recruitment )
8. Membantu penganggulangan krisis ( Survive Is Managing Crisis )
Citra
positif
perusahaan
haruslah
disampaikan
secara
akurat
dan
berkesinambungan kepada para pegawai perusahaan dan diperkuat dalam setiap
komunikasi dengan mereka. Hal ini penting karena sebagian pegawai perusahaan
merupakan jembatan antara perusahaan dengan konsumen.
Citra perusahaan yang positif juga dapat mempermudah dalam rekruitmen
pegawai. Para pencari kerja akan lebih tertarik pada perusahaan yang mempunyai
masa depan yang cerah, sehingga para pencari kerja yang terbaik dibidangnya akan
melamar pada perusahaan dan perusahaan mempunyai kesempatan yang besar dalam
proses rekruitmen untuk merekrut mereka yang terbaik di bidangnya.
29
Berdasarkan gambar 2.1, proses terbentuknya citra perusahaan berlangsung
pada beberapa tahapan. Pertama, objek mengetahui ( melihat atau mendengar ) upaya
yang
dilakukan
perusahaan
dalam
membentuk
citra
perusahaan.
Kedua,
memperhatikan upaya perusahaan tersebut. Ketiga, setelah adanya perhatian objek
mencoba memahami semua yang ada pada upaya perusahaan tersebut. Keempat,
terbentuknya citra perusahaan pada objek yang kemudian tahap kelima citra
perusahaan yang terbentuk akan menentukan perilaku objek sasaran dalam
hubungannya dengan perusahaan.
Attention
Image
Behaviour
Exposure
Comprehensive
Sumber : Hawkins et al ( 2000 )
Gambar 2.1 Proses Terbentuknya Corporate Image
Menurut (KHVTISIASHVILI, 2012). Dimensi corporate image ada 5, yaitu :
1.
Corporate identity, merupakan identitas yang membedakan antara satu
perusahaan dengan perusahaan lainnya. Corporate identity biasanya dilihat dari
sejauh mana pelanggan dapat mengenali nama dan logo perusahaan.
2.
Reputation, merupakan hal yang bersangkutan hanya dengan persepsi internal
seperti gaya kepemimpinan manajemen, tindakan kredibilitas, jaminan layanan
dan organisasi budaya terpercaya difokuskan pada kebutuhan pelanggan.
30
3. Corporate quality, merupakan dimensi penting ketiga corporate image , yang
memiliki pengaruh rasional atas penciptaan citra dan kinerja. Corporate quality
diwakili melalui service accessibility, service verification, personal contact
system, and security and operating procedures.
4. Physical quality, merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi corporate
image. Physical quality lembaga keuangan terkait dengan lingkungan yang
nyata, yang menghasilkan interaksi organisasi dengan masyarakat selama
beroperasi. Dan itu semua tentang atmosphere, décor, ambiance, layout,
lightening, building and parking space.
5. Interactive quality, dapat dianggap sebagai deflator terakhir dari corporate
image. Interactive quality sebagian terkait dengan corporate quality. Namun
demikian, hal ini lebih peduli dengan hubungan antara sumber daya manusia
dalam perusahaan dengan pelanggan. Interactive quality yang dimaksud
seperti friendly and courteous, appearance, attitude and behaviour, carrying
staff, and competence.
2.4 Customer Loyalty
Menurut ( Shahriari, 2014 ). Mengatakan bahwa Customer loyalty dapat
didefinisikan sebagai komitmen yang dipegang untuk membeli kembali produk /
layanan secara konsisten di masa depan. Customer loyalty sangat penting untuk pasar
yang kompetitif, dan bank tidak akan menjadi pengecualian dalam hal ini. Oleh
karena itu, bank komersial harus menerapkan strategi manajemen yang berbeda
sebagai cara untuk meningkatkan customer loyalty. Customer loyalty merupakan
faktor penting dalam keberhasilan organisasi dan memiliki dampak besar pada
profitabilitas. Biasanya pelanggan terus membeli dari sebuah organisasi tertentu.
Perhatian besar diberikan kepada pemasaran dan layanan pelanggan untuk
mempertahankan pelanggan saat ini dengan meningkatkan loyalitas pelanggan
mereka.
Dalam penelitian (Ishaq, 2012) dijelaskan bahwa customer loyalty adalah
komitmen pembeli dengan layanan, produk, atau merek. Loyalitas terhadap suatu
obyek seperti merek, toko, jasa atau perusahaan diperlihatkan melalui kecenderungan
yang menyenangkan ( favorable ) terhadap obyek tersebut. Kecenderungan tersebut
31
dapat behavioral ataupun attitudinal. Dalam industrial dan pemasaran jasa,
behavioral loyalty dipandang sebagai retention dari merek.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa customer loyalty adalah komitmen yang
dibuat oleh pelanggan untuk membeli kembali produk / layanan secara konsisten di
masa depan. Loyalitas terhadap suatu obyek seperti merek, toko, jasa atau
perusahaan diperlihatkan melalui kecenderungan yang menyenangkan ( favorable )
terhadap obyek tersebut.
( Griffin, 2005 ) menilai customer loyalty sebagai ukuran yang lebih dapat
diandalkan untuk memprediksi pertumbuhan penjualan dan keuangan, dibandingkan
dengan kepuasan pelanggan. Banyak perusahaan mengandalkan kepuasan pelanggan
sebagai jaminan keberhasilan di kemudian hari tetapi kemudian kecewa karena
mendapati bahwa para pelanggannya yang merasa puas dapat berbelanja produk
pesaing tanpa ragu-ragu. Berbeda dari kepuasan, yang merupakan sikap, loyalty
dapat didefinisikan berdasarkan perilaku membeli. Pelanggan yang loyal adalah
orang yang :
•
Melakukan pembelian berulang secara teratur
•
Membeli antarlini produk dan jasa
•
Mereferensikan kepada orang lain
•
Menunjukkan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing-pesaing
Jacoby dan Chestnut ( 1978 ) dalam Oliver ( 1999 ) yang dikutip oleh Supriadi
Setiawan, loyalitas pelanggan jasa ( 2011 ), telah menggali makna psikologis dari
loyalitas untuk membedakannya dengan definisi behavioral ( seperti melakukan
pembelian ). Analisa yang mereka lakukan menyimpulkan bahwa pembelian yang
konsisten sebagai suatu indikator loyalitas dapat menjadi invalid karena pembelian
yang dilakukan secara kebetulan atau preferensi untuk kenyamanan dan pembelian
yang inkosisten dapat menyembunyikan loyalitas jika konsumen loyal pada banyak
merek.
Oliver ( 1999 ) memperkenalkan empat fase model loyalitas, yang menyatakan
secara tidak langsung bahwa aspek perbedaan dari loyalitas tidak timbul secara
simultan tetapi lebih berurutan sepanjang waktu. Model ini memperluas urutan
cognitive – affective – conative dari Dick dan Basu, dengan memasukkan perilaku
32
yang dapat diobservasi. Pada setiap tahap loyalitas, faktor-faktor yang berbeda yang
mempengaruhi loyalitas tersebut dapat dideteksi. Tahap-tahap tersebut yaitu :
1. Cognitive loyalty. Merupakan fase loyalitas pertama. Atribut informasi suatu
merek tersedia untuk konsumen yang mengindikasikan bahwa merek tersebut
dapat dipilih. Loyalitas didasarkan ada keyakinan akan merek ( brand belief
). Kesadaran ( cognition ) dapat berdasarkan pada pengetahuan sebelumnya
atau pada informasi pengalaman yang baru dialami. Jika transaksi merupakan
hal yang rutin maka kepiasan tisak terjadi, hanya sebatas pada kinerja. Jika
kepuasan terjadi maka menjadi bagian dari pengalaman konsumen dan
memulai pada awal dari affective.
2. Affective loyalty. Fase kedua adalah pengembangan loyalitas. Kesukaan atau
sikap
terhadap
merek yang dikembangakan
berdasarkan akumulasi
penggunaan yang memuaskan. Hal ini merefleksikan dimensi pleasure dari
definisi kepuasan yaitu pleasurable fulfillment. Commitment yang terjadi
pada fase disebut dengan affective loyalty dan disandikan dalam pikiran
konsumen ( consumer’s mind ) sebagai kesadaran ( cognition ) dan affect.
Sebaliknya cognition merupakan subyek langsung untuk suatu gagasan, affect
tidak secara mudah dikeluarkan. Gambaran loyalitas merek dihubungkan
dengan tingkat affect ( liking ) untuk convenience penting untuk keterlibatan
rendah ( low involvement ) dan pembelian rutin.
3. Contented. Pelanggan dengan loyalitas ini mempunyai sikap yang positif
terhadap merek tetapi inersia dalam perilaku mereka. Mereka tetap sebagai
pelanggan tetapi tidak terlalu terlihat dengan merek tersebut atau
mengeluarkan biaya lebih yang berhubungan dengan produk atau jasa yang
berhubungan dengan merek tersebut.
4. Committed. Pelanggan yang komit memiliki sikap dan perilaku yang positif.
Mereka sangat terlibat dengan merek yang mereka beli dan bersedia
menceritakan hal-hal yang positif tentang merek tersebut ( word-of-mouth ).
Dick dan Basu ( 1994 ) yang dikutip oleh Supriadi Setiawan, loyalitas
pelanggan jasa ( 2011 ) mengidentifikasikan empat bentuk kesetiaan berdasarkan
kuatnya sikap dan tingginya frekuensi konsumen melakukan pembelian ulang seperti
yang digambarkan dalam model dibawah ini.
33
Pembelian Ulang
Tinggi
Rendah
Kekuatan
Kuat
Loyalitas Tinggi
Loyalitas Laten
Sikap
Lemah
Loyalitas Rendah
Tidak ada Loyalitas
Sumber : Setiawan, loyalitas pelanggan jasa ( 2011 )
Gambar 2.2. Model Kesetiaan Konsumen Dua Dimensi
Dalam model kesetiaan
pelanggan
dua
dimensi,
Dick
dan Basu
mengklarifikasikan loyalitas pelanggan dalam 4 kategori. Pertama, loyalitas tinggi,
yaitu pelanggan yang benar-benar loyal. Mereka memiliki frekuensi pembelian ulang
tinggi dan menunjukkan sikap setia yang kuat. Kedua, loyalitas rendah, yaitu
pelanggan yang memiliki frekuensi pembelian ulang yang tinggi tetapi tidak disertai
sikap setia yang kuat. Situasi ini mungkin menunjukkan sikap pelanggan yang apatis,
enggan beralih supplier atau merek karena terlalu tinggi resiko atau ongkosnya, atau
semata-mata karena mereka memang tidak peduli. Ketiga, kesetiaan laten, yaitu
pelanggan yang menunjukkan kesetiaan yang kuat, namun jarang membeli produk.
Kondisi demikian mungkin terkait dengan persoalan distribusi produk atau
kemudahan mengakses atau mendapatkannya. Keempat, tidak ada loyalitas, yaitu
pelanggan yang jarang membeli dan tidak memiliki sikap setia pada produk atau
merek. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Evanschitzky et al. ( 2006 )
menunjukkan bahwa komitmen pelanggan berpengaruh positif dan signifikan
terhadap sikap dan perilaku loyal. Komitmen yang berkelanjutan berdampak kuat
terhadap perilaku loyal pelanggan.
Membangun loyalitas pelanggan merupakan hal yang sulit. Walaupun
perusahaan sudah mengeluarkan banyak biaya untuk membangun loyalitas dengan
pelanggan mereka sering gagal membangun hubungan dengan pelanggan yang
sesungguhnya. Ada strategi yang dapat digunakan untuk membangun loyalitas yang
disebut dengan roda loyalitas, yang terdiri dari tiga langkah yaitu :
34
1. Build a foundation for loyalty. Perusahaan perlu membangun fondasi
yang solid untuk menciptakan loyalitas pelanggan yang memasukkan
portofolio yang benar dalam mengidentifikasi segmen pelanggan,
menarik pelanggan yang benar, meningkatkan pelayanan dan
mengantarkan nilai kepuasan yang tinggi.
2. Create
loyalty
bonds.
Untuk
membangun
loyalitas
yang
sesungguhnya, suatu perusahaan perlu mengembangkan ikatan yang
erat dengan pelanggannya, serta memperdalam hubungan tersebut
dengan melakukan penjualan silang dan bundling atau menambah
nilai melalui loyalty rewards dan level ikatan yang lebih tinggi.
3. Reduce churn drivers. Perusahaan perlu mengidentifikasi dan
mengeliminasi faktor-faktor yang dihasilkan dari churn yang membuat
kehilangan pelanggan dan menggantikannya dengan pelanggan baru.
Siklus pembelian ( Gambar 4.2 ) menunjukkan, ada dua hal yang
mempengaruhi seorang pelanggan melakukan pembelian ulang, yaitu : evaluasi
pasca pembelian dan keputusan membeli kembali. Pelanggan secara sadar atau tidak
sadar selalu akan mengevaluasi transaksi yang dilakukan. Bila pembeli merasa puas,
atau ketidakpuasannya tidak terlalu besar sampai dijadikan dasar pertimbangan untuk
beralih ke kompetitor, maka keputusan untuk melakukan pambelian ulang mungkin
akan terjadi.
35
Keputusan
Membeli
Kembali
Kesadaran
Pembelian
awal
Pembelian
Kembali
Evaluasi Pasca
Pembelian
Sumber : Supriadi Setiawan, loyalitas pelanggan jasa ( 2011 )
Gambar 2.3. Siklus Pembelian
Komitmen untuk membeli kembali merupakan sikap yang paling utama dari
loyalitas pelanggan, bahkan lebih penting dari kepuasan pelanggan. Dengan kata
lain, tidak ada loyalitas tanpa melakukan pembelian ulang. Motivasi untuk
melakukan pembelian ulang dilandasi oleh sikap positif yang lebih tinggi terhadap
suatu produk dibandingkan sikap positif terhadap produk pesaing.
Menurut (Griffin, 2007) yang dikutip oleh Supriadi Setiawan, loyalitas
pelanggan jasa ( 2011 ),
menggambarkan bahwa loyalitas pelanggan dipengaruhi
oleh hubungan antara faktor keterikatan dengan pembelian ulang sebagaimana
digambarkan di bawah ini :
36
Pembelian Ulang
Tinggi
Rendah
Keterikatan
Tinggi
Loyalitas Premium
Loyalitas Tersembunyi
Sikap
Rendah
Loyalitas Lemah
Tidak ada Loyalitas
Sumber : Setiawan, loyalitas pelanggan jasa ( 2011 )
Gambar 2.4. Customer loyalty
Keterikatan yang rendah digabung dengan pembelian ulang yang tinggi
menghasilkan loyalitas yang lemah ( inertia loyality ). Pelanggan jenis ini biasanya
membeli karen faktor kebiasaan, di mana faktor nonsikap dan faktor situasi
merupakan alasan utama membeli. Pelanggan yang memiliki keterikatan yang tinggi
namun dengan pembelian ulang yang rendah menunjukkan loyalitas tersembunyi (
latent loyality ), di mana pembelian ulang dipengaruhi oleh faktor situasi dan bukan
oleh pengaruh sikap. Pelanggan yang memiliki keterikatan yang tinggi digabung
dengan pembelian ulang yang tinggi menunjukkan pelanggan tersebut memiliki
loyalitas premium. Pada tingkat ini, pelanggan bangga menggunakan produk / jasa
tertentu dan senang membagi pengalaman mereka kepada rekan dan keluarga.
Menurut (Yang & Peterson, 2004) dimensi kesetiaan atau loyalitas pelanggan adalah:
1. Repeat Purchase
Keinginan pelanggan untuk membeli produk atau jasa secara berulang.
2. Rekomendasi
Pelanggan memberikan rekomendasi kepada orang lain tentang perusahaan
tersebut.
37
2.5 Hubungan antar Variabel
Menurut (Sugiono, 2011) variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat
atau nilai dari orang, obyek, atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk mempelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Dilihat dari hubungan penelitian dibedakan menjadi variabel independen, variabel
dependen, variabel moderating, variabel intervening, dan variabel control.
1. Variabel independen : Variabel yang mempengaruhi suatu yang menjadi
sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat). Pada
penelitian yang dilakukan oleh peneliti variabel independen ( X ) adalah EMarketing ( X1 ) dan Relationship Marketing ( X2 ).
2. Variabel dependen : Variabel dependen merupakan variabel yang
dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel
independen (bebas). Pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti variabel
dependen ( Z ) adalah Customer Loyalty ( Z ).
3.
Variabel intervening : Variabel yang memberikan jeda antara variabel bebas
dengan variabel terikat, sehingga variabel bebas tidak langsung
mempengaruhi variabel terikat. Pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti
variabel intervening ( Y ) adalah Corporate Image ( Y ).
4. Variabel moderating : Variabel yang menentukan kuat lemahnya hubungan
antara variabel bebas dengan variabel terikat.
5. Variabel control : Variabel yang membuat konstan hubungan variabel bebas
terhadap variabel terikat sehingga variabel terikat tidak dipengaruhi oleh
faktor luar yang tidak diteliti.
Berikut ini adalah beberapa penelitian sebelumnya atau tinjuan pustaka, yang
berhubungan dengan variabel penelitian, antara lain :
1.
Hubungan antara E-Marketing dan Corporate Image
Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Broutsou & Fitsilis, 2012),
mengemukakan bahwa ada pengaruh positif antara e-marketing dengan corporate
image, dalam penelitian ini unit analisis yang digunakan yaitu seluruh pengguna
yang sering menggunakan website terutama social network. Pendapat tersebut
diperkuat dengan penelitian yang dilakukan (Kuvykaite & Piligrimiene, 2013).
38
Mengemukakan bahwa peningkatan jumlah perusahaan menggunakan media sosial
untuk membuat image positif. Tetapi jika sifat komunikasi media sosial dan risiko
yang mungkin untuk corporate image dinilai tidak tepat, perusahaan bisa kehilangan
image positif sangat cepat. Dalam penelitian ini unit analisis yang digunakan yaitu
customer Banks di Lithuania yang menggunakan media sosial. Jadi dari 2 penelitian
tersebut dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh antara e-marketing terhadap
corporate image.
Ha1 : E-Marketing ( X1 ) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Corporate
Image ( Z ).
1.
Hubungan antara Relationship Marketing dan Corporate Image
Dalam
penelitian
(Kurniati,
Suharyono,
Hamid,
&
Arifin,
2015).
Mengemukakan bahwa relationship marketing memiliki pengaruh signifikan
terhadap corporate image. Unit analisis yang digunakan oleh peneliti adalah
customers Bank Syariah di Jawa Timr di cabang Bank Muamalat dan Bank Syariah
Mandiri ( BSM ) Surabaya, Malang, Kediri, Jember, dan melibatkan 278 responden.
Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh (Albassami, Alqahtani, &
Saleh, 2015). Mengemukakan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara
relationship marketing terhadap corporate image, Membangun relationship
marketing dengan stakeholder akan meningkatkan corporate image. Hal ini penting
untuk dicatat bahwa corporate image dapat dikelola secara tidak langsung, yaitu
membangun hubungan dengan publik.
Ha2 : Relationship Marketing ( X2 ) memiliki pengaruh signifikan terhadap
Corporate Image ( Y ).
2.
Hubungan antara E-Marketing dan Relationship Marketing terhadap
Corporate Image
Dalam penelitian yang dilakukan (Kuvykaite & Piligrimiene, 2013).
Mengemukakan bahwa peningkatan jumlah perusahaan menggunakan media sosial
untuk membuat image positif. Tetapi jika sifat komunikasi media sosial dan risiko
yang mungkin untuk corporate image dinilai tidak tepat, perusahaan bisa kehilangan
image positif sangat cepat. Dalam penelitian ini unit analisis yang digunakan yaitu
customer Banks di Lithuania yang menggunakan media sosial. Dan dalam penelitian
39
yang dilakukan oleh (Albassami, Alqahtani, & Saleh, 2015). Mengemukakan bahwa
adanya hubungan yang signifikan antara relationship marketing terhadap corporate
image, Membangun relationship marketing dengan stakeholder akan meningkatkan
corporate image. Hal ini penting untuk dicatat bahwa corporate image dapat dikelola
secara tidak langsung, yaitu membangun hubungan dengan publik. Jadi, dari kedua
penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh antara e-marketing dan
relationship marketing terhadap corporate image.
Ha3 : E-marketing ( X1 ) dan Relationship Marketing ( X2 ) memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap Corporate Image ( Y ).
3.
Hubungan antara E-Marketing dan Customer Loyalty
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Shien & Yazdanifard, 2014).
Mengemukakan bahwa internet marketing juga menekankan pentingnya customer
loyalty. Ketika pelanggan dapat mengakses situs dengan lancar, frekuensi kunjungan
mereka ke situs web sangat mungkin meningkat dan hal itu akan sangat berpengaruh
untuk membuat customer loyalty. Jadi, dalam penelitian tersebut dikemukakan
bahwa ada pengaruh yang signifikan terhadap customer loyalty. Hal ini didukung
dengan penelitian yang dilakukan oleh (Sabet, Fallahib, & Donighic, 2014).
Mengemukakan bahwa e-marketing memiliki hubungan yang positif terhadap
customer loyalty. Dalam penelitian ini unit analisis yang digunakan adalah semua
customer yang ada pada tourism agencies di Tehran.
Ha4 : E-Marketing ( X1 ) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Customer
Loyalty ( Z ).
4.
Hubungan antara Relationship Marketing dan Customer Loyalty
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Jesri, Ahmadi, & Fatehipoor,
2013). Mengemukakan bahwa ada pengaruh yang positif dan signifikan antara
relationship marketing dengan customer loyalty, dengan menggunakan variabel
bebas dari dimensi relationship marketing ( trust, commitment, communication,
conflict handling ) dan variabel terikatnya adalah customer loyalty. Unit analisis
yang digunakan oleh peneliti adalah semua customer Bank Mehr di Provinsi
Kermanshah. Hal ini juga diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
(Sohail, 2012 ). Mengemukakan bahwa ada pengaruh signifikan antara relationship
40
marketing dengan customer loyalty. Peneliti menyebar kuesioner kepada pengguna
Google Scholat sebagai unit analisis.
Ha5 : Relationship marketing ( X2 ) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
customer loyalty ( Z ).
5.
Hubungan antara Corporate Image dan Customer Loyalty
Dalam penelitian (Ishaq, 2012). Mengemukakan bahwa reputasi perusahaan
dan image dianggap sebagai faktor penting dalam membangun dan mempertahankan
customer loyalty, dan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh positif
antara corporate image dengan customer loyalty. Unit analisis yang digunakan
peneliti adalah pegawai yang bekerja di perusahaan Nasional & Multinasional yang
berbasis FMCG, textile, home appliance, chemical.
Hal ini diperkuat dengan
penelitian yang dilakukan oleh (Abd-El-Salam, Shawky, & El-Nahas, 2013).
Mengemukakan bahwa corporate image berkontribusi secara signifikan terhadap
customer loyalty. Customer pada perusahaan jasa Internasional digunakan oleh
peneliti sebagai unit analisis.
Ha6 : Corporate image ( Y ) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap customer
loyalty ( Z ).
6.
Hubungan antara E-Marketing dan Relationship Marketing serta Corporate
Image terhadap Customer Loyalty
Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Broutsou & Fitsilis, 2012),
mengemukakan bahwa ada pengaruh positif antara e-marketing dengan corporate
image. unit analisis yang digunakan yaitu seluruh pengguna yang sering
menggunakan website terutama social network. Dalam penelitian (Kurniati,
Suharyono, Hamid, & Arifin, 2015). Mengemukakan bahwa relationship marketing
memiliki pengaruh signifikan terhadap corporate image dan customer loyalty. Unit
analisis yang digunakan oleh peneliti adalah customers Bank Syariah di Jawa Timr di
cabang Bank Muamalat dan Bank Syariah Mandiri ( BSM ) Surabaya, Malang,
Kediri, Jember, dan melibatkan 278 responden.
Ha7 : E-Marketing ( X1 ) dan relationship marketing ( X2 ) serta corporate image (
Y ) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap customer loyalty ( Z ).
41
2.6 Kerangka Pemikiran
Dari hipotesis yang didukung oleh penelitian yang sudah ada dari hubungan
antar variabel, maka dibuatlah kerangka pemikiran sebagai berikut :
E-Marketing ( X1)
Corporate
Image ( Y )
Relationship
Marketing ( X2 )
Sumber : Peneliti ( 2016 )
Gambar 2.5. Kerangka Pemikiran
Customer
Loyalty ( Z )
42
Download