BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Komunikasi 2.1.1 Pengertian Komunikasi Pada awal mulanya, istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication adalah kata yang berasal dari bahasa Latin communicatio dan communis yang mempunyai arti sama makna. Dengan arti sama makna, sebuah komunikasi diantara 2 orang terjadi minimal adanya kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapkan (Effendy, 2011:9). Menurut Nurjaman dan Umam, definisi komunikasi. “…adalah kata yang mencakup segala bentuk interaksi dengan orang lain yang berupa percakapan biasa, membujuk, mengajar, dan negosiasi” (Nurjaman & Umam, 2012:36). 2.1.2 Proses Komunikasi Dalam prosesnya, komunikasi memiliki dua tahap, yaitu proses komunikasi secara primer dan sekunder. (Effendy, 2011:11-18) 1. Proses Komunikasi Secara Primer “…proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, kial, isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya yang secara langsung mampu menerjemahkan pikiran atau perasaan komunikator kepada komunikan. Bahwa bahasa yang paling banyak digunakan dalam komuniasi adalah jelas karena hanya bahasalah yang mampu menerjemahkan pikiran seseorang kepada orang lain. Apakah itu berbentuk ide, informasi atau opini; baik mengenai hal yang konkret maupun abstrak, bukan saja tentang hal atau peristiwa yang terjadi pada saat sekarang, melainkan juga pada waktu yang lalu dan masa yang akan datang”, (Effendy, 2011:11). Pada tahapan pertama, seorang komunikator menyandi (encode) pesan atau informasi yang akan disampaikan kepada komunikan. Pada tahap ini komunikator mentransisikan pikiran/ perasan ke dalam lambang yang diperkirakan 7 dapat dimengerti oleh komunikan. Kemudian komunikan mengawasandi (decode) pesan ataupun informasi tersebut dimana komunikan menafsirkan lambang yang mengandung pikiran atau perasaan komunikator tadi dalam konteks pengertiannya. Setelah itu, komunikan akan bereaksi (response) tehadap pesan tersebut dan memberikan umpan balik (feedback). Jika terdapat umpan balik positif, komunikan akan memberikan reaksi yang menyenangkan sehingga komunikasi berjalan lancar. Sebaliknya, jika terdapat umpan balik negatif, komunikan memberikan reaksi yang tidak menyenangkan sehinngga komunikator enggan melanjutkan komunikasinya. Dalam tahap umpan balik ini, terdapat transisi fungsi dimana komunikan menjadi encoder dan komunikator menjadi decoder. 2. Proses Komunikasi Secara Sekunder Proses komunikasi ini adalah lanjutan dari proses komunikasi primer dimana terdapat alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama dalam penyampaian pesan oleh sesorang kepada orang lainnya. Biasanya penggunaan alat atau sarana ini digunakan seseorang dalam melancarkan komunikasi dimana komunikannya berada relatif jauh atau berjumlah banyak. Terdapat beberapa contoh media kedua yang dimaksud yang sering digunakan dalam komunikasi, yaitu telepon, surat, surat kabar, radio, majalah, televisi, dan banyak lainnya. Peranan media sekunder ini dilihat penting dalam proses komunikasi karena dapat menciptakan efiesiensi dalam mencapai komunikan. Contohnya adalah surat kabar atau televisi dimana media ini dapat mencapai komunikan dengan jumlah yang sangat banyak dengan hanya menyampaikan sebuah pesan satu kali saja. Tetapi kekurangan dari media sekunder ini adalah keefektifan dan keefesiensian penyebaran pesan-pesan yang bersifat persuasif karena kerangka acuan khalayak yang menjadi sasaran komunikasinya tidak diketahui komunikator dan dalam prosesnya, umpan balik berlangsung tidak pada saat itu yang dalam hal ini disebut umpan balik tertunda (delayed feedback). Dalam proses komunikasi secara sekunder, komunikator harus memperhitungkan ciri-ciri atau sifat-sifat media yang digunakan 8 dalam menata lambang-lambang yang akan diformulasikan dari isi pesan komunikasi. 2.1.3 Unsur-Unsur Komunikasi Agar sebuah proses komunikasi menjadi efektif, diperlukannya unsurunsur yang paling mendasar sebagai persyaratan terjadinya komunikasi. Terdapat tiga unsur yang paling mutlak yang harus dipenuhi dalam proses komunikasi, yaitu: (Nurjaman & Umam, 2012:36-38) 1. Komunikator: orang yang menyatakan pesan kepada komunikan yang dapat berupa perseorangan atau kelompok. 2. Komunikan: orang yang menerima pesan dari komunikator. 3. Saluran/ media: jalan yang dilalui oleh isi pernyataan komunikator kepada komunikan yang digunakan oleh pengirim pesan. Nurjaman dan Uman berpendapat bahwa setiap unsur tersebut memiliki hubungan yang sangat erat dan saling berketergantungan satu dan lainnya yang dapat menentukan keberhasilan dari sebuah komunikasi. Selain ketiga unsur tersebut, seperti yang sudah dibahas di bab sebelumnya mengenai proses komunikasi, terdapat enam unsur-unsur komunikasi lainnya selain yang telah disebutkan Nurjaman dan Uman. Dalam totalnya, terdapat sembilan unsur yang menjadi faktor-faktor kunci, yaitu: (Effendy, 2011:18) 1. Sender: atau disebut komunikator adalah unsur yang menyampaikan pesan kepada seseorang atau sejumlah orang. 2. Encoding: atau disebut dengan penyandian adalah sebuah proses pengalihan pikiran ke dalam bentuk lambang. 3.Message: atau disebut pesan adalah seperangkat lambang yang mempunyai makna yang disampaikan oleh komunikator. 4. Media: adalah sebuah saluran komunikasi tempat berjalannya pesan dari komunikator kepada komunikan. 5. Decoding:adalah proses saat komunikator menyampaikan makna pada lambang yang ditetapkan komunikan. 6. Receiver: ialah komunikan yang menerima pesan dari komunikator. 7. Response: merupakan sebuah tanggapan atau reaksi dari komunikan setelah menerima pesan. 9 8. Feedback: merupakan sebuah umpan balik yang diterima komunikator dari komunikan. 9. Noise: adalah gangguan yang tidak direncanakan namun terjadi selama proses komunikasi dan menyebabkan komunikan menerima pesan yang berbeda dari komunikator. Sender Encoding Message Decoding Receive r Media Noise Feedback Response Gambar 2.1 Proses Komunikasi Sumber: Effendy (2011:18) 2.1.4 Sifat Komunikasi Komunikasi dapat ditinjau dari sifatnya yang dikelompokkan menjadi empat, yaitu (Effendi, 2003:53): 1. Komunikasi Verbal (verbal communication): a) Komunikasi lisan (oral communication). b) Komunikasi tulisan / cetak (written communication). 2. Komunikasi Nirverbal (nonverbal communication): a) Komunikasi yang mencakup komunikasi kial/ isyarat badan (body communication). b) Komunikasi gambar(pictorial communication). 3. Komunikasi tatap muka (face-to-face communication). 4. Komunikasi bermedia (mediated communication). 2.1.5 Tujuan Komunikasi Dalam berkomunikasi, komunikator pasti memiliki suatu tujuan tertentu. Tujuan dari komunikasi dibagi menjadi empat yaitu : (Effendy, 2003:55) 10 1. Mengubah sikap (to change the attitude) 2. Mengubah opini/pendapat (to change the opinion) 3. Mengubah perilaku (to change the behavior) 4. Mengubah masyarakat (to change the society) 2.1.6 Fungsi Komunikasi Selain tujuan, komunikasi memiliki fungsi tersendiri. Sebuah kelompok atau organisasi, komunikasi memiliki empat fungsi utama, yaitu : (Robbins & Judge, 2011:5) a. Kontrol : Fungsi ini menjelaskan bahwa untuk mengontrol perilaku anggota dalam suatu organisasi diperlukan cara-cara dalam bertindak. Organisasi memiliki hierarki otoritas dan garis panduan formal yang patut ditaati oleh karyawan. Contohnya adalah ketika seorang karyawan diwajibkan untuk mengomunikasikan segala keluhan yang berterkaitan dengan pekerjaan kepada atasan langsung mereka atau saat karyawan diminta untuk mematuhi segala kebijakan yang telah dibuat oleh perusahaan. b. Motivasi : Komunikasi menjaga motivasi dilakukan dengan cara menjelaskan kepada anggota mengenai apa yang harus dilakukan, seberapa baik pekerjaan mereka dan apa yang haru dilakukan untuk memperbaiki kinerja sekitarnya yang dinilai kurang baik. c. Ekspresi emosional : Fungsi komunikasi ini adalah sebagai jalan keluar dari perasaan-perasaan anggotanya dalam memenuhi kebutuhan sosial. Sebagai contoh bagibanyak karyawan, kelompok kerja mereka adalah sumber utama interaksi sosial yang merupakan sebuah mekanisme fundamental dimana melalui anggotanya mereka menunjukkan rasa frustasi dan rasa puas mereka. d. Informasi : Komunikasi mempunyai peran sebagai pemberi informasi yang dibutuhkan baik oleh individu maupun kelompok yang digunakan untuk 11 mengambil keputusan dengan cara menyampaikan data untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi pilihan-pilihan yang ada. 2.1.7 Gangguan dalam Komunikasi Melakukan komunikasi secara efektif tidaklah mudah. Hal ini terjadi karena beberapa hal, salah satunya adalah adanya gangguan dalam menyampaikan komunikasi.Terdapat dua jenis gangguan dalam berkomuniasi yang menurut sifatnya dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Effendy, 2003: 45-46): a. Gangguan Mekanik (mechanical, channel noise) Gangguan yang disebabkan saluran komunikasi atau kegaduhan yang bersifat fisik, contohnya adalah: huruf yang tidak jelas, huruf terbalik,halaman yang sobek pada surat kabar atau bunyi riuh hadirin pada saat seseorang memimpin rapat. b. Gangguan Semantik (semantic noise) Gangguan yang menjadikan pengertian sebuah pesan komunikasi menjadi rusak. Arti kata semantik adalah pengetahuan mengenai pengertian kata yang sebenarnya atau perubahan pengertian kata. Setiap orang dapat memiliki pengertian yang berbeda dari sebuah lambang kata yang sama yang disebabkan oleh dua jenis pengertian, yaitu: (1) pengertian denotatif (denotative meaning) adalah pengertian suatu perkataan yang lazim ada dalam kasus yang diterima oleh masyarakat dengan bahasa dan kebudayaan yang sama, dan (2) pengertian konotatif (connotative meaning) adalah pengertian yang bersifat emosional dari pengalaman dan latar belakang seseorang. 2.2 Komunikasi Organisasi Komunikasi organisasi dikutip dari Pace & Faules memiliki pengertian sebagai “…pertunjukan dan penafsiran pesan di antara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari suatu organisasi tertentu”, lanjutnya, “suatu organisasi terdiri dari unit-unit komunikasi dalam hubungan-hubungan hierarkis antara yang satu dengan lainnya dan berfungsi dalam suatu lingkungan.” (Pace & Faules, 2005:31). Ditambahkan lagi,komunikasi organisasi mencakup komunikasi yang 12 terjadi dalam dan di antara lingkungan yang luas dan besar. (West dan Turner, 2012:38) Berdasarkan definisi tersebut, menurut, komunikasi organisasi jenisnya bervariasi, yang meliputi : (West & Turner, 2012:38) a. Komunikasi Interpersonal (percakapan antara atasan dan bawahan). b. Kesempatan berbicara di depan publik (presentasi yang dilakukan oleh para eksekutif dalam perusahaan). c. Kelompok kecil (kelompok kerja yang mempersiapkan laporan). d. Komunikasi dengan menggunakan media (memo internal, e-mail dan konferensi jarak jauh). Dari pembagian jenis komunikasi organisasi diatas, West dan Turner menyimpulkan bahwa organisasi terdiri dari kelompok yang diarahkan oleh tujuan akhir yang sama. 2.2.1 Pengertian Organisasi “Istilah “organisasi” dalam bahasa Indonesia atau organization dalam bahasa Inggris bersumber pada kata Latin organization yang berasal dari kata kerja bahasa Latin pula, organizare, yang berarti to form as or into a whole consisting of interdependent or coordinated parts (membentuk sebagai atau menjadi keseluruhan dari bagian-bagian yang saling bergantung atau terkoordinasi)” (Effendy, 2011:114). Berdasarkan kutipan mengenai istilah organisasi di atas, secara harafiah pemaparan organisasi adalah paduan dari bagian-bagian yang satu sama lainnya saling bergantung (Effendy, 2011:114). Pace & Faules (2005:11) menjelaskan dalam bukunya, pengertian organisasi tergantung pada perspektif yang diambil. Perspektif yang dimaksud dibagi menjadi dua, yaitu: obyektif dan subyektif. Menurut pandangan obyektif, pengertian organisasi adalah sebuah wadah (container view of organisations) yang bersifat konkret dan fisik, dan juga merupakan sebuah struktur dengan batasbatas pasti yang merangkum orang-orang, hubungan-hubungan, dan tujuantujuan. Sedangkan menurut pandangan subyektif, organisasi adalah sebuah kegaiatan yang dilakukan orang-orang yang terdiri dari tindakan-tindakan, interaksi, dan transaksi. Singkatnya, organisasi bedasarkan pandangan 13 obyektif adalah sebuah struktur; organisasi bedasarkan pandangan subyektif adalah sebuah proses.Evert M.Rogers dan Rekha Agarwala Rogers dalam bukunya, mendefinisikan organisasi sebagai “…suatu sistem yang mapan dari mereka yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, melalui suatu jenjang kepangkatan dan pembagian tugas.” (Effendy, 2011:114). Bedasarkan definisi-definisi organisasi diatas, peneliti menyimpulkan pengertian organisasi adalah suatu wadah yang terstuktur yang berisikan kegiatan yang dilakukan orang-orang, tindakan-tindakan, interaksi dan transaksi dari mereka yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama melalui suatu jenjang kepangkatan dan pembagian tugas. 2.2.2 Unsur-Unsur Organisasi Dalam pembentukan organisasi, terdapat unsur-unsur dasar yang telah diringkas kedalam lima kategori besar. Unsur-unsur yang dimaksud adalah: (Pace & Faules, 2005:151-153) 1. Anggota organisasi: Adalah orang-orang yang melaksanakan pekerjaan organisasi yang terlibat dalam kegiatan primer. Kegiatan primer yang dimaksud adalah kegiatan-kegiatan pemikiran (konsep, pemecahan masalah, pembentukan gagasan, penggunaan bahasa), perasaan (emosi, keinginan, aspek lainnya yang bukan aspek intelektual), self moving (kegiatan fisik), dan elektrokimia (brain snaps atau daerah kontak otak tempat impuls saraf yang ditransmisikan hanya ke satu arah, kegiatan jantung, dan proses metabolisme). Keempat kegiatan ini memungkinkan anggota organisasi yang diperlukan untuk memahami simbol, melaksanakan keterampilan dan memperhatikan dunia serta menjalankannya. 2. Pekerjaan dalam organisasi: Adalah pekerjaan yang dilakukan anggota organisasi terdiri dari tugas-tugas formal dan informal; tugas-tugas ini yang menghasilkan produk dan memberikan pelayanan organisasi. Terdapat tiga dimensi universal yang menandakan pekerjaan ini: (1) isi yaitu apa yang dilakukan anggota organisasi dengan mempertimbangkan metodemetode serta teknik-teknik yang digunakan serta peralatan yang 14 dipakai, (2) keperluan yaitu pengetahuan, sikap serta ketrampilan untuk melaksanakan pekerjaan tersebut, dan (3) konteks yaitu kebutuhan fisik dan kondisi lokasi pekerjaan, jenis tanggung jawab dan pertanggungjawabannya, lingkungan umum tempat pekerjaan dilaksanakan dan jumlah pengawasan. 3. Praktik-praktik pengelolaan: Seorang manajerial mempunyai tujuan primer yaitu menyelesaikan pekerjaan dengan membuat keputusan mengenai bagaimana orang lain atau bawahannya melaksanakan pekerjaan mereka dengan menggunakan sumber daya yang diperlukan. Kegiatan tersebut meliputi: (1) fungsi manajer yaitu perencanaan, pengorganisasian, penyusunan kepegawaian, pengendalian dan pengarahan, dan (2) peranan dasar yaitu peranan antarpesona, peranan yang berhubungan dengan informasi, peranan yang berhubungan dengan ketegasan. 4. Struktur organisasi: Berkaitan dengan hubungan-hubungan antara tugas-tugas yang dilakukan oleh anggota-anggota sebuah organisasi. Struktur organisasi ditentukan oleh tiga variabel utama, yaitu: (1) kompleksitas yang merupakan fungsi dari perbedaan antar unit sebagai hasil spesialisasi di dalam organisasi (diferensi horizontal), jumlah tingkat otoritas atara pegawai dan eksekutif atas (diferensi vertical), dan ketesebaran lokasi fasilitas dan anggota organisasi secara geografis (diferensiasi spasial), (2) formalitas adalah sebuah standarisasi dan tugas-tugas yang terjadi bila tugas-tugas pekerjaan ditentukan oleh aturan dan hukum baik dinyatakan secara langsung maupun dimengerti langsung oleh anggota organisasi, dan (3) sentralisasi yaitu pembuatan keputusan yang dikonsentrasikan pada satu jabatan dalam organisasi. Sebaliknya, desentralisasi yaitu memberikan otoritas pembuatan keputusan kepada seluruh organiasi. 5. Pedoman organisasi: Adalah serangkaian pernyataan seperti cita-cita, misi, tujuan, strategi, aturan, prosedur, dan kebijakan yang digunakan organisasi untuk mempengaruhi, mengendalikan, dan memberi arahan kepada anggota organisasi dalam mengambil keputusan atau tindakan. 15 2.2.3 Struktur Organisasi Susunan organisasi terbagi menjadi dua, yaitu formal dan informal yang dalam komunikasi dikenal dengan komunikasi formal dan informal. Komunikasi organisasi formal mengikuti jalur hubungan formal yang tergambar dalam susunan organisasi. Lain halnya dengan komunikasi organisasi informal dimana arus informasinya sesuai dengan kepentingan masing-masing pribadi yang ada dalam organisasi tersebut. Komunikasi organisasi informal ini tidak mengikuti jalur struktural formal. Pada proses komunikasi struktur formal, terdapat tiga dimensi: (Thoha, 2011:188-189) 1. Dimensi Vertikal Dimensi komunikasi yang mempunyai arti dalam susunan organisasi sebagai hubungan kerja antara atasan dan bawahan. 2. Dimensi Horizontal Dimensi komunikasi ini mempunyai arti sebagai penerimaan dan pengiriman informasi atau berita antara pejabat yang berkedudukan sama dengan tujuan untuk melakukan koordinasi. Pada dimensi ini komunikasi dapat dilakukan secara lisan maupun tertulis. 3. Dimensi Luar Organisasi Dimensi komunikasi ini menunjukan bahwa organisasi tidak dapat hidup sendiri. Dalam informasi ini, informasi dari luar organisasi masuk ke dalam organisasai dan juga sebaliknya. Luar Organisasi Vertikal horizontal Gambar 2.2 Tiga Dimensi Komunikasi Organisasi 16 2.3 Gaya Kepemimpinan Seorang pemimpin dalam sebuah organisasi harus mempunyai dua ketrampilan utama, yaitu keterampilan manajemen (managerial skill) dan keterampilan teknis (technical skill). Semakin rendah kedudukan seorang pemimpin, semakin tinggi keterampilan teknis yang dibutuhkannya. Sebaliknya, semakin tinggi kedudukan seorang pemimpin, semakin menonjol keterampilan manajemen dan aktivitas yang dijalankan. Dengan kata lain, semakin tinggi kedudukan atau jabatan seorang pemimpin, ia semakin dituntut untuk memiliki kemampuan berpikir secara konsepsional makro dan strategis (Nurjaman & Umam, 2012:198). Seorang pemimpin adalah orang yang dapat memberikan inspirasi kepada bawahannya, menyelesaikan pekerjaan dan mengembangkan bawahannya, memberikan contoh kepada bawahan cara melakukan pekerjaan, menerima kewajiban-kewajiban dan memperbaiki segala kesalahan atau kekeliruan (Nurjaman & Umam, 2012:198). Dari ciri-ciri yang telah dijabarkan dapat terlihat jelas bahwa seorang pemimpin di dalam suatu organisasi memiliki tugas besar dalam memimpin bawahannya. Dari tugas inilah dibutuhkan keterampilan dari gaya kepemimpinan seorang pemimpin yang tentu banyak memberikan dampak pada keberhasilannya dalam mempengaruhi perilaku bawahannya. Seperti yang dikutip dari Thoha (2011:302) arti dari gaya kepemimpinan adalah “….norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi orang lain seperti yang ia lihat.” Berdasarkan pengertian ini, Thoha menambahkan bahwa pentingnya usaha dalam menyelaraskan persepsi antara orang yang akan mempengaruhi perilaku dengan orang yang perilakunya akan dipengaruhi. Robbin dan Judge (2011:59) meyakini bahwa gaya kepemimpinan dasar seorang individu adalah salah satu faktor utama bagi kepemimpinan yang berhasil. Di dalam bukunya, Pace & Faules (2005) menjelaskan bahwa teori yang sering diperbincangkan dari salah satu teori gaya kepemimpinan dikemukakan oleh Likert (1967). Likert menemukan empat gaya analisis bedasarkan delapan variabel manajerial, yaitu: (1) kepemimpinan, (2) komunikasi, (3) interaksi, (4) pengendalian, (5) kinerja), (6) motivasi, (7) penentuan tujuan, dan (8) pengambilan keputusan. Bedasarkan delapan variabel tersebut, Likert membagi gaya manajerial menjadi 4 gaya: (Pace & Faules, 2005:288) 17 1. Penguasa mutlak (exploitative-authoritative) Dalam gaya ini pemimpin memberi bimbingan sepenuhnya dan memberikan pengawasan yang ketat dengan anggapan bahwa cara terbaik untuk memotivasi pegawai adalah dengan memberi rasa takut, ancaman, dan hukuman. Interaksi yang terjadi pun juga jarang, semua keputusan berasal dari atas. 2. Penguasa semi mutlak (benevolent-authoritative) Gaya yang bersifat otoritarian ini, mendorong komunikasi ke atas untuk ikut berpendapat maupun mengemukakan keluhan bawahan. Namun komunikasi yang terjadi dalam gaya ini jarang bersifat bebas dan terus terang. 3. Penasihat (consultative) Dalam gaya ini dijelaskan bahwa atasan dapat melibatkan interaksi yang cukup sering pada tingkat pribadi sampai tingkat moderat. Informasi yang berjalan baik ke atas maupun ke bawah tetapi dengan sedikit penekanan pada gagasan-gagasan yang berasal dari atas. Atasan menaruh kepercayaan yang besar, meskipun tidak mutlak dan memiliki keyakinan yang penuh kepada bawahannya. 4. Pengajak serta (participative) Gaya ini terlihat amat sportif, melalui partisipasi nyata pegawainya merupakan alasan organisasi dapat berjalan baik. Di setiap tingkatan dapat mengendalikan informasi yang bergerak dari segala arah. Pegawai dapat berkomunikasi dengan bebas dan terbuka, secara terus terang. Menurut Likert, atasan yang termasuk sistem 4 ini memiliki kesempatan untuk lebih sukses sebagai pemimpin dikarenakan adalah sangat efektif dalam menetapkan tujuan-tujuan dalam mencapainya, serta sistem ini lebih produktif (Thoha, 2011:316). 2.4 Komunikasi dan Gaya Kepemimpinan Seperti dikutip dari Pace & Faules (2005:303-304), “gaya kepemimpinan terutama berhubungan dengan perilaku komunikatif yang digunakan untuk membantu orang lain untuk mencapai hasil yang diinginkan”. Di dalam bukunya, 18 Pace & Faules pun berpendapat bahwa pengelompokan perilaku komunikatif yang paling lazim diperkenalkan oleh Carl jung (1923) yang terbagi dalam 4 kelompok, yaitu: (1) berpikir, (2) merasakan, (3) mengamati melalui indra, dan (4) mengamati melalui intuisi. Pada nyatanya, Pace & Faules menambahkan, Mok dan rekan-rekan (1978) mengungkapkan pengelompokan gaya komunikasi menjadi pengintuisi (intuitor), pengindra (sensor), pemikir (thinker) dan perasa (feeler) dengan menggunakan suatu survey gaya berkomunikasi. Dalam berkomunikasi saat memimpin, seorang pemimpin dihadapkan pada situasi tertentu atau disebut kepemimpinan situasional. Dalam teori yang dikembangkan oleh Hersey dan Blanchard (1982) berpendapat bahwa kepemimpinan situasional didasarkan pada saling berhubungannya hal-hal berikut: (Thoha, 2011:317) 1. Jumlah dukungan sosioemosional yang diberikan oleh pimpinan. 2. Jumlah petunjuk dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan. 3. Tingkat kesiapan atau kematangan para pengikut yang ditunjukkan dalam melaksanakan tugas khusus, fungsi atau tujuan tertentu. Konsepsi diatas telah dikembangkan untuk membantu orang menjalankan kepemimpinan yang lebih efektif di dalam interaksinya dengan orang lain tanpa memperhatikan peranannya (Thoha, 2011:317). 2.4.1 Gaya Dasar Kepemimpinan Di dalam kepemimpinan situasional, terdapat dua hal yang biasanya dilakukan seorang pemimpin terhadap bawahannya, yaitu (Thoha, 2011:318): 1. Perilaku mengarahkan: Adalah perilaku seorang pemimpin yang melibatkan dalam komunikasi satu arah. Pengarahan ini dapat dilihat dalam bentuk menetapkan peranan yang seharusnya dilakukan, memberitahukan pengikut tentang apa yang seharusnya bisa dikerjakan, tentang bagaimana melakukannya dan melakukan pengawasan secara ketat. 2. Perilaku mendukung: Ialah perilaku pemimpin yang melibatkan diri dalam komunikasi dua arah dengan bawahannya, misalnya mendengar, mendorong, memudahkan interaksi dan melibatkan pengikut dalam mengambil keputusan. 19 2.4.2 Perilaku Gaya Dasar Kepemimpinan dalam Pengambilan Keputusan Dalam mengambil keputusan, seorang pemimpin memiliki perilaku gaya dasar kepemimpinan yang digunakan untuk mempengaruhi perilaku orang lain yang telah di klasifikasikan ke dalam empat gaya, yaitu: (Thoha, 2011:319-320) 1. Instruksi Komunikasi satu arah yang dilakukan pemimpin dengan tingginya pengarahan namun rendah dukungan kepada bawahannya. Keputusan yang diambil dan pelaksanaannya diawasi secara ketat oleh pemimpin. 2. Konsultasi Komunikasi dua arah dengan tingginya pengarahan dan tingginya dukungan kepada bawahan. Pemimpin tetap memegang kendali dalam mengambil keputusan tetapi dengan mendengarkan perasaan pengikut, ide-ide serta saran dari bawahannya. 3. Partisipasi Posisi kontrol atas pemecahan masalah dan pembuatan keputusan dipegang secara bergantian antara pemimpin dan bawahannya. Komunikasi dua arah ditingkatkan dan peranan pemimpin adalah secara aktif mendengar. Sedangkan bawahannya memiliki sebagian besartanggung jawab pengambilan keputusan dan pemecahan masalah. Hal ini terjadi karena pengikut memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas. 4. Delegasi Perilaku ini memliki baik dukungan maupun pengarahanyang rendah dimana pemimpin mendiskusikan masalahbersama-sama dengan bawahan sampai mencapai kesepakatan mengenai definisi masalah yang kemudian proses pembuatan keputusan didelegasikan secara keseluruhan kepada bawahan. 20 2.5 Kerangka Teori Komunikasi Komunikasi Organisasi Organisasi Gaya Kepemimpinan Gaya Dasar Kepemimpinan Komunikasi dan Gaya Kepemimpinan Perilaku Gaya Dasar Kepemimpinan dalam Pengambilan Keputusan Gambar 2.3 Kerangka Teori 21 2.6 Kerangka Pemikiran Komunikasi Komunikasi Organisasi Gaya Kepemimpinan Direktur A Direktur B Gambar 2.4 Kerangka Pemikiran Sumber: Berdasarkan pemikiran peneliti Keterangan dalam kerangka pemikiran yang telah digambarkan diatas ini menjelaskan bahwa peneliti akan melakukan penelitian terhadap gaya kepemimpinan dari dua direktur PT.Borneo Marine Service dari divisi operasional dan keuangan untuk melihat dan menilai keduanya memiliki gaya yang sudah pasti berbeda hasilnya untuk membuktikan apakah keduanya dapat memberikan kenyamanan atau belum dalam memberikan perintah maupun pesan komunikasi kepada bawahan. 22 2.7 Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No. 1. Nama Peneliti Judul Penelitian Les Wallace dan Leadership Metodologi and Kualitatif Penjelasan dan Penelitian Kepemimpinan manajer Jum Trinka Employee langsung merupakan salah (2009) Engagement satu aspek terpenting dari variabel lainnya dalam organisasi. Kepemimpinan yang hebat menimbulkan tingginya tingkat keterlibatan karyawan yang mendorong kinerja organisasi. Dampak terbesar dari fokus kepemimpinan keterlibatan pada karyawan adalah retensi karyawan. Hal ini diikuti dengan naiknya kepuasan karyawan, tambahan komitmen pada organisasi dan upaya yang lebih diskrisioner besar oleh karyawan. 2. Paul E. Madlock The Influence (2012) Supervisors' of Kualitatif Kuantitatif dan Gaya kepemimpinan mempengaruhi persepsi Leadership Style on karyawan terhadap Telecommuters kompetensi pengawas komunikasi mereka dan kepuasan komunikasi terhadap pengawas mereka. Hasil penelitian 23 menemukan bahwa pengawas di tempat kerja virtual lebih menggunakan gaya kepemimpinan yang berorientasi tugas daripada hubungan. Kepemimpinan yang beriorenstasi tugas adalah prediktor terbesar dari kepuasan komunikasi, kepuasan kerja, dan komitmen organiasi. 3. Karen M. Ristau Leadership is Not a Kualitatif Kepemimpinan untuk (2009) Style...It's a Quality masyarakat membutuhkan pola pikir dan tindakan yang mendukung komunikasi yang terbuka, kemampuan untuk membawa orang bersamasama dalam sebuah visi bersama dan keinginan untuk menjaga individu bergabung pencapaian dalam yang lebih besar. 4. Grace Analisa Pengaruh Asosiatif Setiap pemimpin memiliki (2012) Gaya gaya Kepemimpinan dan berbeda-beda Kepuasan Kerja dengan kondisi lingkungan Terhadap Kinerja dan sifatnya yang dapat memimpin yang sesuai Karyawan PT. Inti mempengaruhi Jaya dan kinerja karyawannya. Woods Frame and tindakan Hubungan antara kecocokan gaya 24 kepemimpinan dan kinerja karyawan adalah selaras dimana bila terjadi ketidakcocokan antara gaya kepemimpinan atasan dengan karyawannya dapat berpengaruh pada kinerja karyawan yang kurang baik juga dan sebaliknya. Sebuah perusahaan dikatakan dapat memanfaatkan sumber daya manusia secara maksimal jika kinerja karyawan pada persuhaan tersebut baik. Hasil penelitian pada PT. Inti Jaya Frame Woods and menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara gaya kepemimpinan dan kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan. 5. Reggi Gita Analisi Andika dan Gaya Pengaruh Deskriptif Kuantitatif Gaya kepemimpinan demokratis biasanya Kabul Budiono Kepemimpinan memiliki (2012) Demokratis, mengikutsertakan Lingkungan dan Kerja Komunikasi gaya karyawan yang dalam pengambilan keputusan, Organisasi terhadap mendelegasikan Komitmen kekuasaan, mendorong 25 Karyawan PT. X. partisipasi karyawan dalam menentukan bagaimanacara kerja dan tujuan yang ingin dicapai, dan memandang tantangan sebagai suatu kesempatan untuk melatih karyawan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan demokratis, lingkungan kerja komunikasi dan organisasi adalah faktor yang berpengaruh terhadap komitmen karyawan. Seorang karyawan yang mempunyai komitmen tinggi atau sesuai dengan yang diharapkan, begitu pula lingkungan kerja yang menyenangkan maka akan tercapainya maksud dan tujuan perusahaan.