BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Komunikasi 2.1.1

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Komunikasi
2.1.1 Pengertian Komunikasi
Pada awal mulanya, istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris
communication adalah kata yang berasal dari bahasa Latin communicatio dan
communis yang mempunyai arti sama makna. Dengan arti sama makna,
sebuah komunikasi diantara 2 orang terjadi minimal adanya kesamaan makna
mengenai apa yang dipercakapkan (Effendy, 2011:9). Menurut Nurjaman dan
Umam, definisi komunikasi. “…adalah kata yang mencakup segala bentuk
interaksi dengan orang lain yang berupa percakapan biasa, membujuk,
mengajar, dan negosiasi” (Nurjaman & Umam, 2012:36).
2.1.2 Proses Komunikasi
Dalam prosesnya, komunikasi memiliki dua tahap, yaitu proses
komunikasi secara primer dan sekunder. (Effendy, 2011:11-18)
1. Proses Komunikasi Secara Primer
“…proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada
orang lain dengan menggunakan lambang sebagai media. Lambang
sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, kial,
isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya yang secara langsung
mampu menerjemahkan pikiran atau perasaan komunikator kepada
komunikan. Bahwa bahasa yang paling banyak digunakan dalam
komuniasi adalah jelas karena hanya bahasalah yang mampu
menerjemahkan pikiran seseorang kepada orang lain. Apakah itu
berbentuk ide, informasi atau opini; baik mengenai hal yang konkret
maupun abstrak, bukan saja tentang hal atau peristiwa yang terjadi pada
saat sekarang, melainkan juga pada waktu yang lalu dan masa yang akan
datang”,
(Effendy,
2011:11).
Pada
tahapan
pertama,
seorang
komunikator menyandi (encode) pesan atau informasi yang akan
disampaikan
kepada
komunikan.
Pada
tahap
ini
komunikator
mentransisikan pikiran/ perasan ke dalam lambang yang diperkirakan
7
dapat dimengerti oleh komunikan. Kemudian komunikan mengawasandi (decode) pesan ataupun informasi tersebut dimana komunikan
menafsirkan lambang yang mengandung pikiran atau perasaan
komunikator tadi dalam konteks pengertiannya. Setelah itu, komunikan
akan bereaksi (response) tehadap pesan tersebut dan memberikan umpan
balik (feedback). Jika terdapat umpan balik positif, komunikan akan
memberikan reaksi yang menyenangkan sehingga komunikasi berjalan
lancar. Sebaliknya, jika terdapat umpan balik negatif, komunikan
memberikan reaksi yang tidak menyenangkan sehinngga komunikator
enggan melanjutkan komunikasinya. Dalam tahap umpan balik ini,
terdapat transisi fungsi dimana komunikan menjadi encoder dan
komunikator menjadi decoder.
2. Proses Komunikasi Secara Sekunder
Proses komunikasi ini adalah lanjutan dari proses komunikasi primer
dimana terdapat alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai
lambang sebagai media pertama dalam penyampaian pesan oleh sesorang
kepada orang lainnya. Biasanya penggunaan alat atau sarana ini
digunakan
seseorang
dalam
melancarkan
komunikasi
dimana
komunikannya berada relatif jauh atau berjumlah banyak. Terdapat
beberapa contoh media kedua yang dimaksud yang sering digunakan
dalam komunikasi, yaitu telepon, surat, surat kabar, radio, majalah,
televisi, dan banyak lainnya. Peranan media sekunder ini dilihat penting
dalam proses komunikasi karena dapat menciptakan efiesiensi dalam
mencapai komunikan. Contohnya adalah surat kabar atau televisi dimana
media ini dapat mencapai komunikan dengan jumlah yang sangat banyak
dengan hanya menyampaikan sebuah pesan satu kali saja. Tetapi
kekurangan dari media sekunder ini adalah keefektifan dan keefesiensian
penyebaran pesan-pesan yang bersifat persuasif karena kerangka acuan
khalayak yang menjadi sasaran komunikasinya tidak diketahui
komunikator dan dalam prosesnya, umpan balik berlangsung tidak pada
saat itu yang dalam hal ini disebut umpan balik tertunda (delayed
feedback). Dalam proses komunikasi secara sekunder, komunikator
harus memperhitungkan ciri-ciri atau sifat-sifat media yang digunakan
8
dalam menata lambang-lambang yang akan diformulasikan dari isi pesan
komunikasi.
2.1.3 Unsur-Unsur Komunikasi
Agar sebuah proses komunikasi menjadi efektif, diperlukannya unsurunsur yang paling mendasar sebagai persyaratan terjadinya komunikasi.
Terdapat tiga unsur yang paling mutlak yang harus dipenuhi dalam proses
komunikasi, yaitu: (Nurjaman & Umam, 2012:36-38)
1. Komunikator: orang yang menyatakan pesan kepada komunikan yang
dapat berupa perseorangan atau kelompok.
2. Komunikan: orang yang menerima pesan dari komunikator.
3. Saluran/ media: jalan yang dilalui oleh isi pernyataan komunikator
kepada komunikan yang digunakan oleh pengirim pesan.
Nurjaman dan Uman berpendapat bahwa setiap unsur tersebut
memiliki hubungan yang sangat erat dan saling berketergantungan satu dan
lainnya yang dapat menentukan keberhasilan dari sebuah komunikasi. Selain
ketiga unsur tersebut, seperti yang sudah dibahas di bab sebelumnya
mengenai proses komunikasi, terdapat enam unsur-unsur komunikasi lainnya
selain yang telah disebutkan Nurjaman dan Uman. Dalam totalnya, terdapat
sembilan unsur yang menjadi faktor-faktor kunci, yaitu: (Effendy, 2011:18)
1.
Sender:
atau
disebut
komunikator
adalah
unsur
yang
menyampaikan pesan kepada seseorang atau sejumlah orang.
2. Encoding: atau disebut dengan penyandian adalah sebuah proses
pengalihan pikiran ke dalam bentuk lambang.
3.Message: atau disebut pesan adalah seperangkat lambang yang
mempunyai makna yang disampaikan oleh komunikator.
4. Media: adalah sebuah saluran komunikasi tempat berjalannya pesan
dari komunikator kepada komunikan.
5. Decoding:adalah proses saat komunikator menyampaikan makna
pada lambang yang ditetapkan komunikan.
6. Receiver: ialah komunikan yang menerima pesan dari komunikator.
7. Response: merupakan sebuah tanggapan atau reaksi dari komunikan
setelah menerima pesan.
9
8. Feedback: merupakan sebuah umpan balik yang diterima
komunikator dari komunikan.
9. Noise: adalah gangguan yang tidak direncanakan namun terjadi
selama proses komunikasi dan menyebabkan komunikan menerima
pesan yang berbeda dari komunikator.
Sender
Encoding
Message
Decoding
Receive
r
Media
Noise
Feedback
Response
Gambar 2.1 Proses Komunikasi
Sumber: Effendy (2011:18)
2.1.4 Sifat Komunikasi
Komunikasi dapat ditinjau dari sifatnya yang dikelompokkan menjadi
empat, yaitu (Effendi, 2003:53):
1. Komunikasi Verbal (verbal communication):
a) Komunikasi lisan (oral communication).
b) Komunikasi tulisan / cetak (written communication).
2. Komunikasi Nirverbal (nonverbal communication):
a) Komunikasi yang mencakup komunikasi kial/ isyarat badan (body
communication).
b) Komunikasi gambar(pictorial communication).
3. Komunikasi tatap muka (face-to-face communication).
4. Komunikasi bermedia (mediated communication).
2.1.5 Tujuan Komunikasi
Dalam berkomunikasi, komunikator pasti memiliki suatu tujuan
tertentu. Tujuan dari komunikasi dibagi menjadi empat yaitu : (Effendy,
2003:55)
10
1. Mengubah sikap (to change the attitude)
2. Mengubah opini/pendapat (to change the opinion)
3. Mengubah perilaku (to change the behavior)
4. Mengubah masyarakat (to change the society)
2.1.6 Fungsi Komunikasi
Selain tujuan, komunikasi memiliki fungsi tersendiri. Sebuah
kelompok atau organisasi, komunikasi memiliki empat fungsi utama, yaitu :
(Robbins & Judge, 2011:5)
a.
Kontrol :
Fungsi ini menjelaskan bahwa untuk mengontrol perilaku anggota dalam
suatu organisasi diperlukan cara-cara dalam bertindak. Organisasi
memiliki hierarki otoritas dan garis panduan formal yang patut ditaati
oleh karyawan. Contohnya adalah ketika seorang karyawan diwajibkan
untuk mengomunikasikan segala keluhan yang berterkaitan dengan
pekerjaan kepada atasan langsung mereka atau saat karyawan diminta
untuk mematuhi segala kebijakan yang telah dibuat oleh perusahaan.
b. Motivasi :
Komunikasi menjaga motivasi dilakukan dengan cara menjelaskan
kepada anggota mengenai apa yang harus dilakukan, seberapa baik
pekerjaan mereka dan apa yang haru dilakukan untuk memperbaiki
kinerja sekitarnya yang dinilai kurang baik.
c.
Ekspresi emosional :
Fungsi komunikasi ini adalah sebagai jalan keluar dari perasaan-perasaan
anggotanya dalam memenuhi kebutuhan sosial. Sebagai contoh
bagibanyak karyawan, kelompok kerja mereka adalah sumber utama
interaksi sosial yang merupakan sebuah mekanisme fundamental dimana
melalui anggotanya mereka menunjukkan rasa frustasi dan rasa puas
mereka.
d. Informasi :
Komunikasi mempunyai peran sebagai pemberi informasi yang
dibutuhkan baik oleh individu maupun kelompok yang digunakan untuk
11
mengambil
keputusan
dengan
cara
menyampaikan
data
untuk
mengidentifikasi dan mengevaluasi pilihan-pilihan yang ada.
2.1.7 Gangguan dalam Komunikasi
Melakukan komunikasi secara efektif tidaklah mudah. Hal ini terjadi
karena beberapa hal, salah satunya adalah adanya gangguan dalam
menyampaikan komunikasi.Terdapat dua jenis gangguan dalam berkomuniasi
yang menurut sifatnya dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Effendy, 2003:
45-46):
a.
Gangguan Mekanik (mechanical, channel noise)
Gangguan yang disebabkan saluran komunikasi atau kegaduhan yang
bersifat fisik, contohnya adalah: huruf yang tidak jelas, huruf
terbalik,halaman yang sobek pada surat kabar atau bunyi riuh hadirin
pada saat seseorang memimpin rapat.
b.
Gangguan Semantik (semantic noise)
Gangguan yang menjadikan pengertian sebuah pesan komunikasi
menjadi rusak. Arti kata semantik adalah pengetahuan mengenai
pengertian kata yang sebenarnya atau perubahan pengertian kata.
Setiap orang dapat memiliki pengertian yang berbeda dari sebuah
lambang kata yang sama yang disebabkan oleh dua jenis pengertian,
yaitu: (1) pengertian denotatif (denotative meaning) adalah pengertian
suatu perkataan yang lazim ada dalam kasus yang diterima oleh
masyarakat dengan bahasa dan kebudayaan yang sama, dan (2)
pengertian konotatif (connotative meaning) adalah pengertian yang
bersifat emosional dari pengalaman dan latar belakang seseorang.
2.2
Komunikasi Organisasi
Komunikasi organisasi dikutip dari Pace & Faules memiliki pengertian
sebagai “…pertunjukan dan penafsiran pesan di antara unit-unit komunikasi yang
merupakan bagian dari suatu organisasi tertentu”, lanjutnya, “suatu organisasi
terdiri dari unit-unit komunikasi dalam hubungan-hubungan hierarkis antara yang
satu dengan lainnya dan berfungsi dalam suatu lingkungan.” (Pace & Faules,
2005:31). Ditambahkan lagi,komunikasi organisasi mencakup komunikasi yang
12
terjadi dalam dan di antara lingkungan yang luas dan besar. (West dan Turner,
2012:38)
Berdasarkan definisi tersebut, menurut, komunikasi organisasi jenisnya
bervariasi, yang meliputi : (West & Turner, 2012:38)
a. Komunikasi Interpersonal (percakapan antara atasan dan bawahan).
b. Kesempatan berbicara di depan publik (presentasi yang dilakukan oleh
para eksekutif dalam perusahaan).
c. Kelompok kecil (kelompok kerja yang mempersiapkan laporan).
d. Komunikasi dengan menggunakan media (memo internal, e-mail dan
konferensi jarak jauh).
Dari pembagian jenis komunikasi organisasi diatas, West dan Turner
menyimpulkan bahwa organisasi terdiri dari kelompok yang diarahkan oleh tujuan
akhir yang sama.
2.2.1 Pengertian Organisasi
“Istilah “organisasi” dalam bahasa Indonesia atau organization
dalam bahasa Inggris bersumber pada kata Latin organization
yang berasal dari kata kerja bahasa Latin pula, organizare, yang
berarti to form as or into a whole consisting of interdependent
or coordinated parts (membentuk sebagai atau menjadi
keseluruhan dari bagian-bagian yang saling bergantung atau
terkoordinasi)” (Effendy, 2011:114).
Berdasarkan kutipan mengenai istilah organisasi di atas, secara
harafiah pemaparan organisasi adalah paduan dari bagian-bagian yang satu
sama lainnya saling bergantung (Effendy, 2011:114). Pace & Faules
(2005:11) menjelaskan dalam bukunya, pengertian organisasi tergantung
pada perspektif yang diambil. Perspektif yang dimaksud dibagi menjadi dua,
yaitu: obyektif dan subyektif.
Menurut pandangan obyektif, pengertian
organisasi adalah sebuah wadah (container view of organisations) yang
bersifat konkret dan fisik, dan juga merupakan sebuah struktur dengan batasbatas pasti yang merangkum orang-orang, hubungan-hubungan, dan tujuantujuan. Sedangkan menurut pandangan subyektif, organisasi adalah sebuah
kegaiatan yang dilakukan orang-orang yang terdiri dari tindakan-tindakan,
interaksi, dan transaksi. Singkatnya, organisasi bedasarkan pandangan
13
obyektif adalah sebuah struktur; organisasi bedasarkan pandangan subyektif
adalah sebuah proses.Evert M.Rogers dan Rekha Agarwala Rogers dalam
bukunya, mendefinisikan organisasi sebagai “…suatu sistem yang mapan dari
mereka yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, melalui suatu
jenjang kepangkatan dan pembagian tugas.” (Effendy, 2011:114).
Bedasarkan definisi-definisi organisasi diatas, peneliti menyimpulkan
pengertian organisasi adalah suatu wadah yang terstuktur yang berisikan
kegiatan yang dilakukan orang-orang, tindakan-tindakan, interaksi dan
transaksi dari mereka yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama
melalui suatu jenjang kepangkatan dan pembagian tugas.
2.2.2 Unsur-Unsur Organisasi
Dalam pembentukan organisasi, terdapat unsur-unsur dasar yang telah
diringkas kedalam lima kategori besar. Unsur-unsur yang dimaksud adalah:
(Pace & Faules, 2005:151-153)
1. Anggota organisasi:
Adalah orang-orang yang melaksanakan pekerjaan organisasi yang
terlibat dalam kegiatan primer. Kegiatan primer yang dimaksud
adalah kegiatan-kegiatan pemikiran (konsep, pemecahan masalah,
pembentukan gagasan, penggunaan bahasa), perasaan (emosi,
keinginan, aspek lainnya yang bukan aspek intelektual), self moving
(kegiatan fisik), dan elektrokimia (brain snaps atau daerah kontak
otak tempat impuls saraf yang ditransmisikan hanya ke satu arah,
kegiatan jantung, dan proses metabolisme). Keempat kegiatan ini
memungkinkan anggota organisasi yang diperlukan untuk memahami
simbol, melaksanakan keterampilan dan memperhatikan dunia serta
menjalankannya.
2. Pekerjaan dalam organisasi:
Adalah pekerjaan yang dilakukan anggota organisasi terdiri dari
tugas-tugas formal dan informal; tugas-tugas ini yang menghasilkan
produk dan memberikan pelayanan organisasi. Terdapat tiga dimensi
universal yang menandakan pekerjaan ini: (1) isi yaitu apa yang
dilakukan anggota organisasi dengan mempertimbangkan metodemetode serta teknik-teknik yang digunakan serta peralatan yang
14
dipakai, (2) keperluan yaitu pengetahuan, sikap serta ketrampilan
untuk melaksanakan pekerjaan tersebut, dan (3) konteks yaitu
kebutuhan fisik dan kondisi lokasi pekerjaan, jenis tanggung jawab
dan pertanggungjawabannya, lingkungan umum tempat pekerjaan
dilaksanakan dan jumlah pengawasan.
3. Praktik-praktik pengelolaan:
Seorang manajerial mempunyai tujuan primer yaitu menyelesaikan
pekerjaan dengan membuat keputusan mengenai bagaimana orang
lain atau bawahannya melaksanakan pekerjaan mereka dengan
menggunakan sumber daya yang diperlukan.
Kegiatan tersebut
meliputi: (1) fungsi manajer yaitu perencanaan, pengorganisasian,
penyusunan kepegawaian, pengendalian dan pengarahan, dan (2)
peranan dasar yaitu peranan antarpesona, peranan yang berhubungan
dengan informasi, peranan yang berhubungan dengan ketegasan.
4. Struktur organisasi:
Berkaitan dengan hubungan-hubungan antara tugas-tugas yang
dilakukan oleh anggota-anggota sebuah organisasi. Struktur organisasi
ditentukan oleh tiga variabel utama, yaitu: (1) kompleksitas yang
merupakan fungsi dari perbedaan antar unit sebagai hasil spesialisasi
di dalam organisasi (diferensi horizontal), jumlah tingkat otoritas
atara pegawai dan eksekutif atas (diferensi vertical), dan ketesebaran
lokasi fasilitas dan anggota organisasi secara geografis (diferensiasi
spasial), (2) formalitas adalah sebuah standarisasi dan tugas-tugas
yang terjadi bila tugas-tugas pekerjaan ditentukan oleh aturan dan
hukum baik dinyatakan secara langsung maupun dimengerti langsung
oleh anggota organisasi, dan (3) sentralisasi yaitu pembuatan
keputusan yang dikonsentrasikan pada satu jabatan dalam organisasi.
Sebaliknya, desentralisasi yaitu memberikan otoritas pembuatan
keputusan kepada seluruh organiasi.
5. Pedoman organisasi:
Adalah serangkaian pernyataan seperti cita-cita, misi, tujuan, strategi,
aturan, prosedur, dan kebijakan yang digunakan organisasi untuk
mempengaruhi, mengendalikan, dan memberi arahan kepada anggota
organisasi dalam mengambil keputusan atau tindakan.
15
2.2.3 Struktur Organisasi
Susunan organisasi terbagi menjadi dua, yaitu formal dan informal
yang dalam komunikasi dikenal dengan komunikasi formal dan informal.
Komunikasi organisasi formal mengikuti jalur hubungan formal yang
tergambar dalam susunan organisasi. Lain halnya dengan komunikasi
organisasi informal dimana arus informasinya sesuai dengan kepentingan
masing-masing pribadi yang ada dalam organisasi tersebut. Komunikasi
organisasi informal ini tidak mengikuti jalur struktural formal. Pada proses
komunikasi struktur formal, terdapat tiga dimensi: (Thoha, 2011:188-189)
1. Dimensi Vertikal
Dimensi komunikasi yang mempunyai arti dalam susunan organisasi
sebagai hubungan kerja antara atasan dan bawahan.
2. Dimensi Horizontal
Dimensi komunikasi ini mempunyai arti sebagai penerimaan dan
pengiriman informasi atau berita antara pejabat yang berkedudukan
sama dengan tujuan untuk melakukan koordinasi. Pada dimensi ini
komunikasi dapat dilakukan secara lisan maupun tertulis.
3. Dimensi Luar Organisasi
Dimensi komunikasi ini menunjukan bahwa organisasi tidak dapat
hidup sendiri. Dalam informasi ini, informasi dari luar organisasi
masuk ke dalam organisasai dan juga sebaliknya.
Luar Organisasi
Vertikal
horizontal
Gambar 2.2 Tiga Dimensi Komunikasi Organisasi
16
2.3
Gaya Kepemimpinan
Seorang pemimpin dalam sebuah organisasi harus mempunyai dua
ketrampilan utama, yaitu keterampilan manajemen (managerial skill) dan
keterampilan teknis (technical skill). Semakin rendah kedudukan seorang pemimpin,
semakin tinggi keterampilan teknis yang dibutuhkannya. Sebaliknya, semakin tinggi
kedudukan seorang pemimpin, semakin menonjol keterampilan manajemen dan
aktivitas yang dijalankan. Dengan kata lain, semakin tinggi kedudukan atau jabatan
seorang pemimpin, ia semakin dituntut untuk memiliki kemampuan berpikir secara
konsepsional makro dan strategis (Nurjaman & Umam, 2012:198). Seorang
pemimpin adalah orang yang dapat memberikan inspirasi kepada bawahannya,
menyelesaikan pekerjaan dan mengembangkan bawahannya, memberikan contoh
kepada bawahan cara melakukan pekerjaan, menerima kewajiban-kewajiban dan
memperbaiki segala kesalahan atau kekeliruan (Nurjaman & Umam, 2012:198). Dari
ciri-ciri yang telah dijabarkan dapat terlihat jelas bahwa seorang pemimpin di dalam
suatu organisasi memiliki tugas besar dalam memimpin bawahannya. Dari tugas
inilah dibutuhkan keterampilan dari gaya kepemimpinan seorang pemimpin yang
tentu banyak memberikan dampak pada keberhasilannya dalam mempengaruhi
perilaku bawahannya. Seperti yang dikutip dari Thoha (2011:302) arti dari gaya
kepemimpinan adalah “….norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat
orang tersebut mencoba mempengaruhi orang lain seperti yang ia lihat.” Berdasarkan
pengertian ini, Thoha menambahkan bahwa pentingnya usaha dalam menyelaraskan
persepsi antara orang yang akan mempengaruhi perilaku dengan orang yang
perilakunya akan dipengaruhi. Robbin dan Judge (2011:59) meyakini bahwa gaya
kepemimpinan dasar seorang individu adalah salah satu faktor utama bagi
kepemimpinan yang berhasil.
Di dalam bukunya, Pace & Faules (2005) menjelaskan bahwa teori yang
sering diperbincangkan dari salah satu teori gaya kepemimpinan dikemukakan oleh
Likert (1967). Likert menemukan empat gaya analisis bedasarkan delapan variabel
manajerial, yaitu: (1) kepemimpinan, (2) komunikasi, (3) interaksi, (4) pengendalian,
(5) kinerja), (6) motivasi, (7) penentuan tujuan, dan (8) pengambilan keputusan.
Bedasarkan delapan variabel tersebut, Likert membagi gaya manajerial menjadi 4
gaya: (Pace & Faules, 2005:288)
17
1. Penguasa mutlak (exploitative-authoritative)
Dalam gaya ini pemimpin memberi bimbingan sepenuhnya dan
memberikan pengawasan yang ketat dengan anggapan bahwa cara
terbaik untuk memotivasi pegawai adalah dengan memberi rasa takut,
ancaman, dan hukuman. Interaksi yang terjadi pun juga jarang, semua
keputusan berasal dari atas.
2. Penguasa semi mutlak (benevolent-authoritative)
Gaya yang bersifat otoritarian ini, mendorong komunikasi ke atas
untuk ikut berpendapat maupun mengemukakan keluhan bawahan.
Namun komunikasi yang terjadi dalam gaya ini jarang bersifat bebas
dan terus terang.
3. Penasihat (consultative)
Dalam gaya ini dijelaskan bahwa atasan dapat melibatkan interaksi
yang cukup sering pada tingkat pribadi sampai tingkat moderat.
Informasi yang berjalan baik ke atas maupun ke bawah tetapi dengan
sedikit penekanan pada gagasan-gagasan yang berasal dari atas.
Atasan menaruh kepercayaan yang besar, meskipun tidak mutlak dan
memiliki keyakinan yang penuh kepada bawahannya.
4. Pengajak serta (participative)
Gaya ini terlihat amat sportif, melalui partisipasi nyata pegawainya
merupakan alasan organisasi dapat berjalan baik. Di setiap tingkatan
dapat mengendalikan informasi yang bergerak dari segala arah.
Pegawai dapat berkomunikasi dengan bebas dan terbuka, secara terus
terang.
Menurut Likert, atasan yang termasuk sistem 4 ini memiliki kesempatan
untuk lebih sukses sebagai pemimpin dikarenakan adalah sangat efektif dalam
menetapkan tujuan-tujuan dalam mencapainya, serta sistem ini lebih produktif
(Thoha, 2011:316).
2.4
Komunikasi dan Gaya Kepemimpinan
Seperti dikutip dari Pace & Faules (2005:303-304), “gaya kepemimpinan
terutama berhubungan dengan perilaku komunikatif yang digunakan untuk
membantu orang lain untuk mencapai hasil yang diinginkan”. Di dalam bukunya,
18
Pace & Faules pun berpendapat bahwa pengelompokan perilaku komunikatif yang
paling lazim diperkenalkan oleh Carl jung (1923) yang terbagi dalam 4 kelompok,
yaitu: (1) berpikir, (2) merasakan, (3) mengamati melalui indra, dan (4) mengamati
melalui intuisi. Pada nyatanya, Pace & Faules menambahkan, Mok dan rekan-rekan
(1978) mengungkapkan pengelompokan gaya komunikasi menjadi pengintuisi
(intuitor), pengindra (sensor), pemikir (thinker) dan perasa (feeler) dengan
menggunakan suatu survey gaya berkomunikasi.
Dalam berkomunikasi saat memimpin, seorang pemimpin dihadapkan pada
situasi tertentu atau disebut kepemimpinan situasional. Dalam teori yang
dikembangkan oleh Hersey dan Blanchard (1982) berpendapat bahwa kepemimpinan
situasional didasarkan pada saling berhubungannya hal-hal berikut: (Thoha,
2011:317)
1. Jumlah dukungan sosioemosional yang diberikan oleh pimpinan.
2. Jumlah petunjuk dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan.
3. Tingkat kesiapan atau kematangan para pengikut yang ditunjukkan
dalam melaksanakan tugas khusus, fungsi atau tujuan tertentu.
Konsepsi diatas telah dikembangkan untuk membantu orang menjalankan
kepemimpinan yang lebih efektif di dalam interaksinya dengan orang lain tanpa
memperhatikan peranannya (Thoha, 2011:317).
2.4.1 Gaya Dasar Kepemimpinan
Di dalam kepemimpinan situasional, terdapat dua hal yang biasanya
dilakukan seorang pemimpin terhadap bawahannya, yaitu (Thoha, 2011:318):
1. Perilaku mengarahkan:
Adalah
perilaku
seorang
pemimpin
yang
melibatkan
dalam
komunikasi satu arah. Pengarahan ini dapat dilihat dalam bentuk
menetapkan peranan yang seharusnya dilakukan, memberitahukan
pengikut tentang apa yang seharusnya bisa dikerjakan, tentang
bagaimana melakukannya dan melakukan pengawasan secara ketat.
2. Perilaku mendukung:
Ialah perilaku pemimpin yang melibatkan diri dalam komunikasi dua
arah
dengan
bawahannya,
misalnya
mendengar,
mendorong,
memudahkan interaksi dan melibatkan pengikut dalam mengambil
keputusan.
19
2.4.2 Perilaku Gaya Dasar Kepemimpinan dalam Pengambilan
Keputusan
Dalam mengambil keputusan, seorang pemimpin memiliki perilaku
gaya dasar kepemimpinan yang digunakan untuk mempengaruhi perilaku
orang lain yang telah di klasifikasikan ke dalam empat gaya, yaitu: (Thoha,
2011:319-320)
1. Instruksi
Komunikasi satu arah yang dilakukan pemimpin dengan tingginya
pengarahan namun rendah dukungan kepada bawahannya. Keputusan
yang diambil dan pelaksanaannya diawasi secara ketat oleh
pemimpin.
2. Konsultasi
Komunikasi dua arah dengan tingginya pengarahan dan tingginya
dukungan kepada bawahan. Pemimpin tetap memegang kendali dalam
mengambil
keputusan
tetapi
dengan
mendengarkan
perasaan
pengikut, ide-ide serta saran dari bawahannya.
3. Partisipasi
Posisi kontrol atas pemecahan masalah dan pembuatan keputusan
dipegang secara bergantian antara pemimpin dan bawahannya.
Komunikasi dua arah ditingkatkan dan peranan pemimpin adalah
secara aktif mendengar. Sedangkan bawahannya memiliki sebagian
besartanggung jawab pengambilan keputusan dan pemecahan
masalah. Hal ini terjadi karena pengikut memiliki kemampuan untuk
melaksanakan tugas.
4. Delegasi
Perilaku ini memliki baik dukungan maupun pengarahanyang rendah
dimana pemimpin mendiskusikan masalahbersama-sama dengan
bawahan sampai mencapai kesepakatan mengenai definisi masalah
yang kemudian proses pembuatan keputusan didelegasikan secara
keseluruhan kepada bawahan.
20
2.5
Kerangka Teori
Komunikasi
Komunikasi
Organisasi
Organisasi
Gaya
Kepemimpinan
Gaya Dasar
Kepemimpinan
Komunikasi dan
Gaya
Kepemimpinan
Perilaku Gaya
Dasar
Kepemimpinan
dalam Pengambilan
Keputusan
Gambar 2.3 Kerangka Teori
21
2.6
Kerangka Pemikiran
Komunikasi
Komunikasi Organisasi
Gaya Kepemimpinan
Direktur
A
Direktur
B
Gambar 2.4 Kerangka Pemikiran
Sumber: Berdasarkan pemikiran peneliti
Keterangan dalam kerangka pemikiran yang telah digambarkan diatas
ini menjelaskan bahwa peneliti akan melakukan penelitian terhadap gaya
kepemimpinan dari dua direktur PT.Borneo Marine Service dari divisi
operasional dan keuangan untuk melihat dan menilai keduanya memiliki gaya
yang sudah pasti berbeda hasilnya untuk membuktikan apakah keduanya
dapat memberikan kenyamanan atau belum dalam memberikan perintah
maupun pesan komunikasi kepada bawahan.
22
2.7
Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No.
1.
Nama Peneliti
Judul Penelitian
Les Wallace dan Leadership
Metodologi
and Kualitatif
Penjelasan dan Penelitian
Kepemimpinan
manajer
Jum Trinka
Employee
langsung merupakan salah
(2009)
Engagement
satu aspek terpenting dari
variabel
lainnya
dalam
organisasi. Kepemimpinan
yang hebat menimbulkan
tingginya
tingkat
keterlibatan
karyawan
yang mendorong kinerja
organisasi.
Dampak
terbesar
dari
fokus
kepemimpinan
keterlibatan
pada
karyawan
adalah retensi karyawan.
Hal ini diikuti dengan
naiknya
kepuasan
karyawan,
tambahan
komitmen pada organisasi
dan
upaya
yang
lebih
diskrisioner
besar
oleh
karyawan.
2.
Paul E. Madlock
The
Influence
(2012)
Supervisors'
of Kualitatif
Kuantitatif
dan Gaya
kepemimpinan
mempengaruhi
persepsi
Leadership Style on
karyawan
terhadap
Telecommuters
kompetensi
pengawas
komunikasi
mereka
dan
kepuasan
komunikasi
terhadap
pengawas
mereka. Hasil penelitian
23
menemukan
bahwa
pengawas di tempat kerja
virtual lebih menggunakan
gaya kepemimpinan yang
berorientasi tugas daripada
hubungan. Kepemimpinan
yang beriorenstasi tugas
adalah prediktor terbesar
dari kepuasan komunikasi,
kepuasan
kerja,
dan
komitmen organiasi.
3.
Karen M. Ristau
Leadership is Not a Kualitatif
Kepemimpinan
untuk
(2009)
Style...It's a Quality
masyarakat membutuhkan
pola pikir dan tindakan
yang
mendukung
komunikasi yang terbuka,
kemampuan
untuk
membawa orang bersamasama dalam sebuah visi
bersama
dan
keinginan
untuk menjaga individu
bergabung
pencapaian
dalam
yang
lebih
besar.
4.
Grace
Analisa
Pengaruh Asosiatif
Setiap pemimpin memiliki
(2012)
Gaya
gaya
Kepemimpinan dan
berbeda-beda
Kepuasan
Kerja
dengan kondisi lingkungan
Terhadap
Kinerja
dan sifatnya yang dapat
memimpin
yang
sesuai
Karyawan PT. Inti
mempengaruhi
Jaya
dan kinerja karyawannya.
Woods
Frame
and
tindakan
Hubungan
antara
kecocokan
gaya
24
kepemimpinan dan kinerja
karyawan adalah selaras
dimana
bila
terjadi
ketidakcocokan
antara
gaya kepemimpinan atasan
dengan
karyawannya
dapat berpengaruh pada
kinerja
karyawan
yang
kurang
baik
juga
dan
sebaliknya.
Sebuah
perusahaan
dikatakan
dapat
memanfaatkan
sumber
daya
manusia
secara
maksimal
jika
kinerja
karyawan
pada
persuhaan tersebut baik.
Hasil penelitian pada PT.
Inti
Jaya
Frame
Woods
and
menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh
yang positif dan signifikan
antara gaya kepemimpinan
dan
kepuasan
kerja
terhadap kinerja karyawan.
5.
Reggi
Gita Analisi
Andika
dan Gaya
Pengaruh Deskriptif
Kuantitatif
Gaya
kepemimpinan
demokratis
biasanya
Kabul Budiono
Kepemimpinan
memiliki
(2012)
Demokratis,
mengikutsertakan
Lingkungan
dan
Kerja
Komunikasi
gaya
karyawan
yang
dalam
pengambilan
keputusan,
Organisasi terhadap
mendelegasikan
Komitmen
kekuasaan,
mendorong
25
Karyawan PT. X.
partisipasi
karyawan
dalam
menentukan
bagaimanacara kerja dan
tujuan yang ingin dicapai,
dan memandang tantangan
sebagai suatu
kesempatan untuk melatih
karyawan.
Hasil
penelitian
ini
menunjukkan bahwa gaya
kepemimpinan
demokratis,
lingkungan
kerja
komunikasi
dan
organisasi adalah faktor
yang
berpengaruh
terhadap
komitmen
karyawan.
Seorang
karyawan
yang
mempunyai
komitmen
tinggi atau sesuai dengan
yang diharapkan, begitu
pula
lingkungan
kerja
yang menyenangkan maka
akan tercapainya maksud
dan
tujuan perusahaan.
Download