PERGESERAN STURKTUR DAN MAKNA DALAM

advertisement
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba)
Vol. 2 2015
PERGESERAN STURKTUR DAN MAKNA DALAM PENERJEMAHAN
NOVEL BOTCHAN KARYA NATSUME SOSEKI
Taqdir
Jurusan Sastra Jepang
Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk-bentuk
pergeseran yang terjadi dalam penerjemahan sebuah novel.Yang
menjadi objek dalam penelitian ini adalah novel Botchan karya
Natsume Soseki yang diterjemahkan oleh Jonjon Johana.Analisis
dalam penelitian ini mengacu pada teori pergeseran Simatupang.
Pergeseran dari segi struktur meliputi pergeseran kata ke frasa, frasa ke
kata, kalimat pasif ke kalimat aktif, pergeseran bentuk dari verba ke
ajektiva dan nomina ke verba.Sedangkan pergeseran dari segi makna
meliputi pergeseran dalam tataran semanti dan pergeseran dari sudut
pandang budaya.
Kata Kunci: terjemahan, pergeseran struktur, pergeseran makna,
botchan
Pendahuluan
Bahasa memungkinkan sesama manusia berkomunikasi satu sama lain
begitudalamnya, sehingga makhluk hidup selain manusia tidak mampu melakukan
seperti yangdilakukan oleh manusia dalam hal ini. Sehingga itu adalah salah satu
faktor yangmembedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya.Setiapnegara
memiliki perbedaan bahasa dengan negara lainnya, bahkan dalam satu negara pun
bisa menggunakan berbagaimacam bahasa.Budaya suatu daerah juga memegang
peranan penting bagiperkembangan bahasa di daerah tersebut.
Penerjemahan merupakan penghubung antar bangsa-bangsa di dunia yang
berbedabahasa dan budayanya.Menurut Catford (1965:20), penerjemahan berarti
mentransfer bahasa sumber ke bahasa sasaran. Penerjemahan merupakan
penggantian materi tekstual pada bahasa sumber ke bahasa sasaran. Dalam proses
penerjemahan, penerjemah selalu berusaha mendapatkan unsur bahasa sasaran
yang sepadan dengan bahasa sumbernya agar dapat mengungkapkan pesan yang
sama dalam teks sasaran. Karena setiap bahasa mempunyai aturan tersendiri,
maka perbedaan aturan ini akan menyebabkan terjadinya pergeseran.
Seorang penerjemah harus bahwa dalam menerjemahkan bukan hanya
masalah pengertian/makna yang harus diperhatikan, akan tetapi bentuk bahasa
juga perlu diperhatikan untuk mendapatkan pengertian atau makna yang ekuivalen
dalam bentuk bahasa bahasa target. Nida dan Taber (1969) mengemukakan bahwa
menerjemahkan adalah mereproduksi bahasa sumber ke bahasa target dengan
pengertian yang alami yang memiliki pengertian yang semirip mungkin.
Menerjemahkan bukanlah suatu kegiatan yang sederhana karena bukan
hanya bahasa yang berbeda, tetapi setiap bahasa memiliki kode dan peraturan
yang berbeda satu sama lain. Bahasa indonesia memiliki perbedaan struktur
|1
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba)
Vol. 2 2015
dengan bahasa Jepang. Selain itu, Jepang dan Indonesia memiliki kebudayaan
yang berbeda yang mungkin tidak akan dapat diterjemahkan dari bahasa Jepang
ke dalam bahasa Indonesia, maupun sebaliknya, sehingga penerjemahan tidak
dapat dilakukan hanya dengan menerjemahkan secara harfiah.
Berdasarkan konsep kesetaraan penerjemahan, tidak semua elemen dari
satu bahasa sama dengan elemen yang ada dalam bahasa lain, sehingga sering
terjari pergeseran dalam penerjemahan. Pergeseran penerjemahan terjadi ketika
tidak ada kesesuaian suatu ekspresi dari satu teks bahasa sumber untuk
direalisasikan secara ekuivalen dalam bahasa sasaran.
Simatupang (2000:74-82) menyebutkan jenis-jenis pergeseran dalam
terjemahansebagai berikut:
1. Pergeseran pada tataran morfem
Inggris
Indonesia
impossible
tidak mungkin
Pergeseran pada tataran sintaksis
a. Kata ke frasa
Inggris
Indonesia
girl
anak perempuan
b. Frasa ke klausa
TSu :Not knowing what to say, (he just kept quiet)
TSa : (Karena) dia tidak tahu apa yang hendak dikatakannya, (…)
c. Frasa ke kalimat
TSu :His misinterpretation of the situation (caused his downfall).
TSa : Dia salah menafsirkan situasi (dan itulah yang menyebabkan
kejatuhannya).
d. Klausa ke kalimat
TSu :Her unusual voice and singing style thrilled her fans, who reacted
byscreaming, crying, and clapping.
TSa: Suaranya yang luar biasa dan gayanya bernyanyi memikat
parapenggemarnya.Mereka memberikan rekasi dengan berteriakteriak dan bertepuk tangan.
e. Kalimat ke wacana
TSu :Standing in a muddy jungle clearing strewn with recently felled trees,
theBalinese village headman looked at his tiny house at the end of a
line ofidentical buildings and said he felt strange.
TSa : Kepala kampung orang Bali itu berdiri di sebuah lahan yang baru
dibuka ditengah hutan. Batang-batang pohon yang baru ditebang
masih berserakan disana-sini. Dia memandang rumahnya yang kecil
yang berdiri di ujungderetan rumah yang sama bentuknya dan
berkata bahwa dia merasa aneh.
2. Pergeseran kategori kata
a. Nomina ke adjektiva
TSu : He is in good health.
TSa : Dia dalam keadaan sehat.
b. Nomina ke verba
TSu : We had a very long talk.
TSa : Kami berbicara lama sekali.
|2
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba)
Vol. 2 2015
3. Pergeseran pada tataran semantik
Pergeseran makna pada tataran semantik dapat berupa pergeseran makna
generik ke makna spesifik maupun sebaliknya. Misalnya pada penerjemahan
kata bahasa Inggris leg atau foot ke dalam bahasa Indonesia, maka padanan
yang paling dekat untuk kedua kata tersebut adalah kaki. Di sini penerjemahan
bergerak dari makna spesifik ke makna generik.
4. Pergeseran makna karena perbedaan sudut pandang budaya
Pergeseran makna juga terjadi karena perbedaan sudut pandang dan budaya
penutur bahasa-bahasa yang berbeda.Misalnya orang Inggris menghubungkan
ruang angkasa dengan kedalaman, sedangkan orang Indonesia dengan
ketinggian atau kejauhan. Jadi orang Inggris akan mengatakan ‟The space-ship
travelled deep into space‟, sedangkan orang Indonesia akan berkata ‟Kapal
ruang angkasa itu terbang tinggi sekali di ruang angkasa‟.
Pembahasan
Dalam penerjemahan novel Botchan karya Natsume Soseki dari bahasa
Jepang ke dalam bahasa Indonesia oleh Jonjon Johana terdapat beberapa
pergesaran, baik dari segi struktur maupun makna, hal tersebut terjadi karena
adanya perbedaan dari bahasa Jepang dengan bahasa Indonesia, baik dari segi tata
bahasa maupun dari segi budaya. Pergeseran-pergesaran tersebut antara lain
meliputi :
B.1 Pergeseran pada Tataran Sintaksis
Pergerseran pada tatatan sintaksis terbagi lagi dalam beberapa pergeseran,
yaitu:
a) Pergeseran kata ke frasa
(1) おれを見るたびにこいつはどうせろくなものにはならないと、おや
じが言った。
Ore o miru tabi nikoitsu wa dou serokuna mono niwa naranaito, oyajiga
itta.
(Natsume, 60 Showa: 8)
“anak ini takkan menjadi manusia yang berguna,” ayah berkata begitu
setiap melihatku.
(Natsume, 2012:8)
Kata こ い つ (koitsu) memiliki makna bangsat ini (Matsuura, 1994:
521).Dalam kalimat ini diterjemahkan menjadi „anak itu‟.Dari data ini terlihat
bahwa koitsu yang dalam bahasa Jepang merupakan sebuah kata, menjadi sebuah
frasa anak ini dalam bahasa Indonesia.
(2) そんな病気なら、もう少しおたなしくすればよかったと思って帰
ってきた。
Sonna byoukinara, mou sukoshi otanashiku sureba yokatta to omotte
kaettekita.
(Natsume, 60 Showa: 10)
Kalau aku tahu Ibu mengidap penyakit parah seperti itu, mestinya aku
bersifat lebih baik.Dan aku pun kembali ke rumah.
(Natsume, 2012:9)
|3
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba)
Vol. 2 2015
Kata 病 気 (byouki) memiliki makna sakit; penyakit (Matsuura, 1994:
95).Dalam kalimat ini diterjemahkan menjadi „penyakit parah‟.Dari data ini
terlihat bahwa byouki yang dalam bahasa Jepang merupakan sebuah kata, menjadi
sebuah frasa penyakit parah dalam bahasa Indonesia.Dilihat dari sudut
terjemahan, kata byouki menjadi „penyakit parah‟ mengalami pergeseran dalam
tataran sintaksis yaitu dari sebuah kata menjadi sebuah frasa.
Penerjemahan byouki menjadi „penyakit parah‟ dalam kalimat ini karena
melihat dari konteks sebelumnya yang menyatakan bahwa ibunya Botchan
meninggal karena sebuah penyakit, sehingga dapat disimpulkan bahwa penyakit
yang dideritanya itu adalah penyakit yang parah.
b) Pergeseran frasa ke kata
(3) 新築の二階から首を出していたら、同級生の一人が冗談に、いくら
いばっても、そこから飛び降りることはできまい。
Shinchiku no nikai karakubi o dashite itara, doukyuusei no hitori ga
joudan ni, ikura ibattemo, soko kara tobioriru koto ha dekinai.
(Natsume, 60 Showa: 6)
Ketika aku melongok dari lantai dua gedung baru itu, teman sekolahku
mengolok-olok, “kamu Cuma sok jago, kamu tidak akan berani loncat.
(Natsume, 2012: 5)
Kata 首を出して (kubi o dashite) merupakan sebuah frasa verba yang
terdiri dari kata 首 (kubi) dan 出して(dashite) yang merupakan pembentukan dari
kata 出す(dasu). 首 (kubi) dalam Matsuura(1994: 557 & 136) berarti „leher‟ dan
出 す (dasu)berarti ‘mengeluarkan; memajukan‟. Jika kedua kata tersebut
diterjemahkan secara leksikal ke dalam bahasa Indonesia maka akan bermakna
„mengeluarkan leher‟, kata tersebut sepadan dengan kata „melongkok‟ dalam
bahasa Indonesia, sehingga dalam penerjemahannya diterjemahkan menjadi kata
„melongkok‟.Dari data ini terlihat bahwa kubi o dashite yang dalam bahasa
Jepang merupakan sebuah frasa verba, menjadi sebuah kata „melongkok’dalam
bahasa Indonesia.
Penerjemahan kubi o dashite menjadi „melongkok‟ dalam kalimat ini
dapat terjadi karena dalam kata „melongkok‟ dalam bahasa Indonesia memiliki
makna „mengelurkan kepala‟, sehingga kata tersebut dianggap dapat mewakili
dalam penerjemahannya.
(4) 母がたいそうおこって、お前のようなものの顔は見たくないと言
うから親類へ泊まりに行っていた。
Haha ga taisou okotte, omae no youna mono no kao ha mitakunai to iu
kara shinrui e toamri ni itteita.
(Natsume, 60 Showa:10)
Ibu marah sekali.“Ibu tidak sudi lagi melihatmu,”katanya.Jadi aku
terpaksa menginap di rumah kerabat.
(Natsume, 2012:9)
Kata お前のようなものの顔(omae no youna mono no kao) merupakan
sebuah frasa nomina yang terdiri dari kata お前 (omae), ような (youna), もの
(mono)dan 顔 (kao).Dalam Matsuura (1994: 761, 1185, 659 & 438) omae berarti
„kau; engkau‟, youna berarti „seperti‟, mono berarti „orang‟ dankaoberarti „muka;
|4
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba)
Vol. 2 2015
wajah‟. Jika frasa tersebut diterjemahkan secara leksikal ke dalam bahasa
Indonesia maka akan bermakna „muka orang seperti kamu‟. Frasa tersebut dalam
penerjemahan hanya diterjemahkan menjadi kata „-mu‟ yang merupakan
pronominal persona. Dari data ini terlihat bahwa omao no youna mono no kao
yang dalam bahasa Jepang merupakan sebuah frasa nomina, menjadi sebuah
pronominal persona „-mu’dalam bahasa Indonesia.
Penerjemahan omao no youna mono no kao menjadi „-mu‟ dalam kalimat
ini dapat terjadi karena pronominal persona „-mu‟ dianggap sudah dapat mewakili
wajah atau badan dari seseorang, sehingga dianggap tepat mewakili dalam
penerjemahannya.
c) Pergeseran kalimat pasif menjadi aktif
(5) 御覧のとおりの始末である。行く先が案じられたのも無理はない。
Goran no toori no shimatsu de aru. Iku saki ga anjirareta nomo muri wa
nai.
(Natsume, 60 Showa: 8)
Hasilnya memang seperti yang terlihat; tidak heran ibu mencemaskan
masa depanku.
(Natsume, 2012:9)
Kata kerja pasif 案じられたanjiraretaterbentuk dari kata 案じるanjiru
termasuk kata kerja godan doushi (kata kerja kelompok 1) yang mendapat
imbuhan れるreruyang merupakan penanda kata kerja pasif.Kata anjiru berarti
„mengkhawatirkan; mencemaskan‟.(Matsuura, 1994: 20).
Kata anjirareta yang seharusnya ditermahkan „dicemaskan‟,
diterjemahkan menjadi kata kerja aktif „mencemaskan‟.Dilihat dari sudut
terjemahan, kalimat di atas mengalami pergeseran dari pasif ke aktif.
Penerjemahnya menerjemahkan kata kerja pasif anjiraretamenjadi aktif
karena dalam bahasa Indonesia tidak lazim memakai kata „dicemaskan‟ dan untuk
konteks ini „mencemaskan‟ merupakan padanan yang yang sesuai. Jelas bahwa
yang ini ditekankan oleh penerjemah adalah tindakan Ibunya Bochan yang selalu
mencemaskan masa depan Botchan.
B.2 Pergeseran kategori kata
a) Verba ke adjektiva
(6) 一人が光ることは光るが切れそうにもないと言った。
Hitori ga hikaru koto wa hikaru koto ga kiresounimo nai to itta.
(Natsume, 60 Showa: 6)
Seorang temanku berkata, “memang mengilap, tapi kayaknya nggak tajam,
deh.”
(Natsume, 2012: 5)
Kata 切れそうにもない (kire sou nimo nai) merupakan pembentukan
dari kata 切る(kiru) yang berarti „memotong; mengiris‟ (Matsuura, 1994: 502).
Kata kire dalam penerjemahannya dipadankan dengan kata „tajam‟.Kata kire
merupakan kata kerja yang seharusnya diterjemahkan „memotong; mengiris‟
diterjemahkan menjadi „tajam‟ yang merupakan kata sifat dalam bahasa
Indonesia.Dari sudut terjemahan, kata kire yang dipadankan dengan „tajam‟
mengalami pergeseran kategori kata yaitu dari kata kerja menjadi kata sifat.
|5
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba)
Vol. 2 2015
Dalam situasi ini terlihat bahwa penerjemah ingin menjelaskan kepada
pembaca bahwa menurut anggapan teman Botchan, pisau yang dipegangnya itu
meskipun mengilap tapi kelihatannya tidak tajam.Hal ini sesuai dengan kaidah
kebahasaan bahasa Indonesia, karena kata „tajam‟ dapat digunakan untuk
mewakili suasana yang terjadi.
(7) こんな婆さんに逢っては叶わない。
Konna baasan ni otte wa kanawanai.
(Natsume, 60 Showa: 14)
Menghadapi nenek seperti ini, aku benar-benar takluk.
(Natsume, 2012: 14)
Kata 叶わない(kanawanai) merupakan pembentukan dari kata かなう
(kanau) yang berarti „menyaingi; menandingi‟ (Matsuura, 1994: 423). Kata
kanawanai dalam penerjemahannya dipadankan dengan kata „takluk‟. Kata
kanawanai merupakan kata kerja yang seharusnya diterjemahkan „tidak
menandingi‟ diterjemahkan menjadi „takluk‟ yang merupakan kata sifat dalam
bahasa Indonesia. Dari sudut terjemahan, kata kanawanai yang dipadankan
dengan „takluk‟ mengalami pergeseran kategori kata yaitu dari kata kerja menjadi
kata sifat.
Dalam situasi ini terlihat bahwa penerjemah ingin menjelaskan kepada
pembaca bahwa Botchan tidak dapat menangingi Kiyo dalam berdebat, dia benarbenar takluk pada sikap Kiyo yang selalu memanjakan dan menganggap bahwa
Botchan adalah anak yang luar biasa yang mempunyai sifat yang berbeda dengan
anak yang lain. Kata „takluk‟ dapat digunakan untuk mewakili suasana yang
dalam konteks ini, sehingga penggunaan kata „takluk‟ lebih mengena dalam hal
ini.
b) Nomina ke verba
(8) 新築の二階から首を出していたら、同級生の一人が冗談に、いくら
いばっても、そこから飛び降りることはできまい。
Shinchiku no nikai kara kubi o dashite itara, doukyuusei no hitori ga
joudan ni, ikura ibattemo, soko kara tobioriru koto ha dekinai.
(Natsume, 60 Showa: 6)
Ketika aku melongok dari lantai dua gedung baru itu, teman
sekolahkumengolok-olok, “kamu Cuma sok jago, kamu tidak akan berani
loncat.
(Natsume, 2012: 5)
Kata 冗談 (joudan) berarti „lelucon; kelakar‟ (Matsuura, 1994: 372).Kata
joudan dalam penerjemahannya dipadankan dengan kata „mengolok-olok‟.Kata
kire merupakan kata benda yang seharusnya diterjemahkan „lelucon; kelakar‟
diterjemahkan menjadi „mengolok-olok‟ yang merupakan kata kerja dalam bahasa
Indonesia.Dari sudut terjemahan, kata joudan yang dipadankan dengan
„mengolok-olok‟ mengalami pergeseran kategori kata yaitu dari kata benda
menjadi kata kerja.
Dalam situasi ini terlihat bahwa penerjemah ingin menjelaskan kepada
pembaca bahwa teman kelas Botchan secara bercanda mengolok-olok Botchan
yang berada di lantai dua dengan mengatakan bahwa dia hanya sok jago, tapi
tidak berani melompat.Kata „mengolok-olok‟ dapat digunakan untuk mewakili
|6
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba)
Vol. 2 2015
suasana yang dalam konteks ini, sehingga penggunaan kata „mengolok-olok‟ lebih
mengena dalam hal ini.
B.3 Pergeseran pada tataran semantik
(9) 人参がみんな踏みつぶされてしまった。
Ninjin ga minna fumitsubusarete shimatta.
(Natsume, 60 Showa: 8)
Seluruh wortel beserta tunasnya hancur terinjak-injak.
(Natsume, 2012: 8)
Kata 人参 (ninjin) berarti „wortel‟ (Matsuura, 1994: 723), dan みんな
(minna) berarti „semuanya; seluruhnya‟ (Matsuura, 1994: 639).kataninjindalam
konteks ini digunakan untuk mewakili keseluruhan wortel dan tunas-tunasnya.
Dari sudut terjemahan, kata ninjin yang dipadankan dengan „wortel dan tunastunasnya‟ mengalami pergeseran dalam kategori semantis.
Dalam situasi ini terlihat bahwa penerjemah ingin menjelaskan kepada
pembaca bahwa di ladang tempat Botchan dan temannya bermain sumo itu
merupakan ladang wortel, sehingga tanaman yang sudah menjadi wortel atau yang
masih berupa tunas rusak secara keseluruhan.
B.4 Pergeseran makna karena perbedaan sudut pandang budaya
(10) 愈約束が極まって、もう立つと云う三日前に清を尋ねたら、北向
の三畳に風邪を引いて寐ていた。
Suguru yakuzoku ga kiwamatte, mou tatsu to iu mikka maeni kiyoshi o
tazunetara,kita mukai no san tatami ni heya o hiite nete ita.
(Natsume, 60 Showa: 22)
Akhirnya waktu perjanjian tiba, tiga hari sebelum pergi, aku mengunjungi
kiyo. Dia sedang terbaring di kamar yang menghadap ke utara berukuran
2,7 x 1,8 meter karena masuk angin.
(Natsume, 2012: 22)
Kata 三(san) berarti „tiga‟ (Matsuura, 1994: 844), dan 畳(tatami) berarti
„tikar jerami; tikar jepang‟ (Matsuura, 1994: 1050). Kata san tatami dalam
konteks ini diterjemahkan menjadi berukuran 2,7 x 1,8 meter. Kata tatami selain
bermakna sebuah tikar juga sering digunakan untuk menunjukkan luas sebuah
ruangan di Jepang, tetapi dalam bahasa Indonesia tidak mengenal ukuran tersebut,
ukuran yang dipakai adalah ukuran dengan satuan meter. Satu tatami berukuran
0,9 m x 1,8 m sehingga 3 buah tatami sama dengan ukuran 2,7 x 1,8 meter. Dari
sudut terjemahan, kata san tatami yang dipadankan dengan „berukuran 2,7 x 1,8
meter‟ mengalami pergeseran makna karena perbedaan sudut pandang budaya.
Dalam situasi ini terlihat bahwa penerjemah ingin menjelaskan kepada
pembaca bahwa 3 buah tatami yang dipakai untuk menunjukkan luas sebuah
ruangan dalam bahasa Jepang setara dengan 2,7 x 1,8 meter.
|7
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba)
Vol. 2 2015
Penutup
Berdasarkan pemaparan mengenai pergeseran struktur dan makna dalam
penerjemahan novel Botchan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Pergeseran struktur terjadi karena perbedaan struktur dari bahasa sumber
dengan bahasa sasaran.
2. Pergeseran dari segi makna terjadi karena penyesuaian konteks dalam bahasa
sasaran serta adanya perbedaan antara bahasa sumber dengan bahasa sasaran.
|8
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba)
Vol. 2 2015
Daftar Pustaka
Catford, J.C. 1965. A Linguistics Theory of Translation. Oxford : Oxford
University Press
Matsura, Kenji. 1994. Kamus Jepang – Indonesia. Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama.
Natsume, Soseki.60 Showa. Botchan. Japan: Kadokawa Bunshou
---------------------- 2012. Bochan Si Anak Bengal. Terjemahan Johana, Jonjon.
Jakarta: Kansha Book.
Nida,
E.A., & Taber, C.R. 1969. The
Translation.Netherlands : E.J Brill,Leiden
Theory
&
Practice
of
Simatupang, Maurits D.S. 2000. Pengantar Teori Terjemahan. Jakarta: Direktorat
Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan.
|9
Download