Bab 2 - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Pada bab ini dijelaskan teori-teori yang memiliki keterkaitan dengan topik
penelitian, kemudian digunakan untuk menganalisis data yang terdapat pada bab
tiga.
2.1 Pragmatik
Pragmatik merupakan salah satu cabang ilmu linguistik yang berkaitan
erat dengan semantik karena keduanya menelaah makna satuan bahasa. Namun
kedua cabang linguistik tersebut memiliki perbedaan, yaitu semantik mempelajari
makna satuan bahasa secara internal sedangkan pragmatik mempelajari makna
satuan bahasa secara eksternal. Leech (dalam Nadar,2009) menyatakan bahwa
semantik memperlakukan makna sebagai suatu hubungan yang melibatkan dua
sisi (dyadic relation) atau hubungan dua arah, yaitu antara bentuk dan makna,
seperti pada “What does X mean?”. Adapun pragmatik memperlakukan makna
sebagai suatu hubungan yang melibatkan tiga sisi (triadic relation) atau hubungan
tiga arah, yaitu bentuk, makna, dan konteks seperti “What did you mean by X?”
Dengan demikian, dalam semantik, makna diperoleh dari suatu bahasa
tertentu yang terpisah dari situasi, dan penuturnya, sedangkan makna dalam
pragmatik diperoleh definisi dalam hubungannya dengan penutur. Sejalan dengan
pendapat Leech, ahli linguistik lain yaitu Peccei memberikan contoh mengenai
perbedaan makna semantik dan pragmatik.
9
10
Contoh :
[1] Mike and Annie are in the greenhouse. Mike wonders why his orchids haven’t
bloomed. Annie replies: “It’s cold in here”. Peccei (1995:5)
“It’s cold in here”.
Dilihat dari sudut semantik, “It’s cold in here” mempunyai makna “The
temperature in this place is frigid”. Makna tersebut hanya dilihat dari dua sisi
atau dyadic, yaitu hanya melihat bentuk cold sebagai makna frigid. Adapun dari
sudut pragmatik, “It’s cold in here” bermakna“The orchids aren’t blooming
because the greenhouse is too cold”. Makna tersebut dilihat dari tiga sisi atau
triadic, tidak hanya melihat bentuk cold sebagai makna frigid tetapi juga konteks
kalau bunga anggrek tidak bisa mekar jika suhu ruangan terlalu dingin. Oleh
karena itu, saat penutur mengatakan “It’s cold in here”, dia bermaksud ingin
memberitahu mitra tuturnya kalau alasan mengapa bunga anggreknya tidak mekar
disebabkan oleh suhunya.
Dengan demikian dalam pragmatik, kita tidak hanya mendapatkan makna
dari kata dan kalimat tetapi dari apa yang dimaksudkan oleh penutur, sedangkan
dalam semantik, makna diartikan semata-mata sebagai ciri-ciri ungkapan dalam
suatu bahasa tertentu.
Berikut definisi pragmatik menurut para ahli linguistik: Levinson (1983:9)
mengatakan bahwa, ”Pragmatics is the study of those relations between language
and context that are grammaticalized, or encoded in the structure of language”.
Menurut ahli linguistik ini, pragmatik adalah kajian hubungan antara bahasa dan
konteks yang digramatikalisasikan atau terkodifikasi dalam struktur bahasa.
11
Menurut ahli linguistik lain yaitu Yule (1996:3),“Pragmatics is concerned with
the meaning of study of meaning as communicated by a speaker (writer) and
interpreted by a listener (reader). This type of study necessarily involves the
interpretations of what people mean in a particular context and how the context
influences what is said.” Menurutnya, pragmatik adalah kajian yang mempelajari
makna yang dikomunikasikan oleh penutur (penulis) dan dipahami oleh
pendengar (pembaca). Kajian ini perlu melibatkan interpretasi dari apa yang orang
maksudkan dalam konteks tertentu dan bagaimana konteks mempengaruhi apa
yang dikatakan. Adapun menurut Peccei (1995) mengatakan, “Pragmatics
concentrates on those aspects of meaning that cannot be predicted by linguistic
knowledge alone and takes into account knowledge about the physical and social
worlds”. Seperti yang dikatakan oleh Peccei bahwa pragmatik memusatkan pada
aspek makna yang tidak dapat diprediksi dengan lingustik saja tetapi melibatkan
pengetahuan mengenai dunia fisik dan sosial.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
pragmatik adalah ilmu lingustik yang mempelajari makna tuturan yang tidak bisa
hanya diinterpretasikan berdasarkan leksikonnya saja tetapi melibatkan konteks
atau pengetahuan bersama antara penutur dan mitra tutur didalamnya untuk
memperoleh makna tuturan. Beberapa definisi pragmatik di atas, hampir
semuanya bermuara pada pendapat bahwa pragmatik mengkaji bahasa
sebagaimana digunakan dalam konteks tertentu. Dengan kata lain, pragmatik
sangat bergantung pada konteks yang berlangsung pada waktu tuturan diujarkan
dalam sebuah peristiwa tutur.
12
2.2 Konteks
Istilah “konteks” pertama kali didefinisikan oleh Malinowski pada tahun
1923 sebagai konteks situasi. Burke, et. all (2000) mengatakan bahwa, “Exactly
as in the reality of spoken or written languages, a word without linguistic context
is a mere figment and stands for nothing by itself, so in the reality of spoken living
tongue, the utterance has no meaning except in the context situation”.
Menurutnya, persis seperti dalam realita bahasa lisan dan tertulis, kata tanpa
konteks linguistik hanyalah isapan jempol belaka melainkan tidak dapat berdiri
sendiri, maka dalam realita bahasa lisan, ujaran tidak akan mempunyai makna
kecuali terdapat konteks situasinya. Konteks situasi yang dikenalkan oleh
Malinowski ini lalu dikembangkan lagi oleh beberapa ahli lingusitik lainnya,
antara lain:
Leech (1983: 13) mengatakan bahwa,“Context is background knowledge
assumed to be shared by speaker and hearer and which contributes to hearer’s
interpretation of what speaker means by a given utterance”. Berdasarkan definisi
yang diberikan oleh Leech, konteks merupakan latar belakang pengetahuan yang
diasumsikan untuk diberikan oleh penutur dan mitra tutur yang memberikan
kontribusi pada interpretasi mitra tutur tentang apa yang penutur maksudkan dari
ujaran yang diucapkan. Konteks menjadi hal yang penting dalam kajian
pragmatik. Pernyataan ini didukung oleh Filmore:
“The task is to determine what we can know about the meaning and
context of an utterance given only the knowledge that the utterance has
occurred… I find that whenever I notice some sentences in context,
13
immediately find myself asking what the effect would have been if the
context had been slightly different” (Filmore dalam Lubis,2010).
Pernyataan Filmore di atas, menunjukkan bahwa pentingnya konteks itu
dalam menentukan makna dari suatu ujaran. Pemahaman konteks sangat
diperlukan dalam analisis pragmatik, karena bertolak dari pemahaman konteks
inilah satuan-satuan bahasa dalam suatu tuturan dapat dijelaskan.
Kedua contoh di bawah ini memperjelas pentingnya konteks dalam
memahami makna ujaran. Kata "nice catch" mengandung makna yang berbeda
bahkan bertolak belakang dalam contoh di bawah ini.
[2] Dick and Wendy were playing catch with a football at recess. Wendy threw out
a long pass, and Dick went running full speed for it. He jumped in the air and
then had to fall over backwards to catch it. “Oooh, nice catch,” said Wendy.
[3] Dick and Wendy were playing catch with a football at recess. Wendy threw out
a long pass, and Dick went running full speed for it, when he slipped in the mud.
His feet flew out from under him and he landed fl at on his bottom. The ball
bounced off his head and landed next to him in the mud. “Oooh, nice catch,” said
Wendy. (Nadler & Stiles, 2013)
Contoh pada nomor [2] dapat dipahami melalui konteks bahwa Wendy
sedang memuji Dick karena bisa menangkap bola dengan tepat. Berbeda dengan
contoh [3], Wendy mengatakan “Oooh nice catch” bukan untuk maksud memuji
melainkan kesal karena kita mengetahui konteksnya bahwa Dick tidak bisa
menangkap bolanya.
14
Berdasarkan contoh di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam proses
memahami makna ujaran sangat bergantung pada konteks dan proses itu berada di
dalam pikiran pendengar atau mitra tutur. Konteks mencegah terjadinya
kesalahpahaman antara penutur dan mitra tutur.
Sehubungan dengan pragmatik dan konteks, Brown dan Yule (1983:27)
mengklasifikasikan empat konsep yang yang berkaitan dengan keduanya, yaitu
references, implicature, inference dan presupposition. Konsep terakhir yaitu
presupposition menjadi topik penelitian penulis, jadi penulis tidak membahas
ketiga konsep lainnya.
2.3 Presupposition
Presupposition atau presuposisi berasal dari kata pre-suppose, yang berarti
menduga sebelumnya atau dugaan sementara, dalam arti sebelum penutur
mengujarkan sesuatu, penutur sudah memiliki dugaan sebelumnya mengenai yang
dibicarakan. Untuk lebih memahami presupposition, berikut ini ada beberapa
penjelasan mengenai definisi presupposition dari para linguis.
George Yule (1996: 25) menyatakan “A presupposition is something the
speaker assume to be the case prior to making an utterance”, artinya yaitu
presupposition merupakan sesuatu yang diasumsikan oleh penutur sebagai sesuatu
sebelum menghasilkan suatu tuturan. Adapun menurut Peccei (1995:22)
menyatakan bahwa “Presupposition are closely linked to the words and
grammatical structures that are actually used in the utterance and our knowledge
about the way language users conventionally interpret them”. Menurutnya,
15
presupposition terkait erat dengan kata-kata dan struktur tata bahasa yang benarbenar digunakan dalam ujaran dan pengetahuan kita mengenai cara pengguna
bahasa menafsirkannya secara konvensional. Disamping itu, Christhoper Potts
(2014:3) menyatakan bahwa “The presuppositions of an utterance are the pieces
of information that the speaker assumes (or acts as if she assumes) in order for
her utterance to be meaningful in the current context”. Maksudnya adalah
presupposition dalam ujaran merupakan potongan-potongan informasi yang
penutur asumsikan (atau bertindak seolah-olah penutur berasumsi) agar
ucapannya menjadi bermakna dalam konteks.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
presupposition
atau
presuposisi
adalah
asumsi
awal
penutur
sebelum
menghasilkan ujaran yang akan disampaikannya dipahami oleh mitra tutur.
Presupposition secara umum dapat dilihat pada beberapa contoh berikut :
[4] “John wrote Henry a letter” (Nadar, 2009)
Dari contoh [4] mengasumsikan bahwa John bisa membaca (he could read).
Contoh presupposition di atas menunjukkan dampak mengasumsikan sebab
(effects presupposes cause), begitu pun pada contoh [5] di bawah ini
[5] “Harry asked Bill to close the door” (Nadar, 2009)
Dari contoh [5] mengasumsikan bahwa Bill membiarkan pintu terbuka seperti
biasanya (Bill had left it as usual).
Dari berbagai contoh di atas, Nadar (2009:64) menyimpulkan bahwa
dalam bahasa sehari-hari presupposition mengandung makna bahwa semua latar
16
belakang asumsi dapat membuat suatu tindakan, teori, ungkapan atau ujaran
masuk akal atau rasional “any background assumption against which an action,
theory, expression or utterance makes sense or is rasional”. Oleh karena itu,
dapat disimpulkan bahwa presupposition membantu mitra tutur dalam
mengurangi hambatan respons terhadap penafsiran suatu ujaran.
Selanjutnya George Yule (1996: 27) melihat presupposition berkaitan
dengan penggunaan kata-kata, frasa, dan struktur. Bentuk linguistik tersebut
dianggap sebagai indikator potensi presupposition yang hanya bisa menjadi
asusmsi sebenarnya dalam konteks dengan penutur. Sehubungan dengan itu, Yule
mengklasifikasikan presupposition ke dalam 6 jenis presupposition yaitu
existential, factive, non-factive, lexical, structural, dan lexical.
2.3.1
Existential Presupposition
Existential
presupposition
adalah
presuposisi
yang
menunjukkan
eksistensi atau keberadaan yang diungkapkan dengan definite noun phrase.
Definite noun phrase yang dimaksud di sini adalah kata benda dengan definite
forms yaitu definite article, determiner dan proper names yang dipakai untuk
menyebutkan sesuatu yang telah diketahui oleh pendengar. Seperti yang
didefinisikan oleh Inoue (1983: 32) mengatakan bahwa, “Definite noun phrase
means a noun phrase for which the hearer can identify what is being referred to”.
Contoh definite noun phrase yaitu:
[6] The King of Sweden, the cat, the girl next door, etc. (Yule, 1996)
17
Menurut Yule, dengan menggunakan beberapa definite noun phrase seperti pada
contoh [6], penutur diasumsikan merujuk pada keberadaan dari suatu nama
entitas.
Existential presupposition tidak hanya hadir dalam konstruksi definite
noun phrase, tetapi juga dalam konstruksi possesive pronoun (misalnya, "your
car" mengasumsikan "You have a car"). Untuk lebih memperjelas penggunaan
existential presupposition, berikut salah satu contohnya:
[7] “Don’t sit on Annie’s sofa.” (Peccei, 1995)
>> Annie has a sofa.
Dilihat dari possesive pronoun pada contoh [7] yaitu Annie’s sofa, noun phrase
tersebut mengasumsikan bahwa Annie has a sofa dan there is a sofa.
Definite article dan determiner (‘the’, ‘that’, ‘this’, ‘these’, ‘those’), serta
possesives pronoun (‘Kelly’s’, ‘my’, ‘your’) merupakan indikator dari noun
phrase yang mengandung existential presupposition.
2.3.2
Factive Presupposition
Factive presupposition adalah asumsi yang dianggap sebagai fakta atau
suatu kebenaran, ditunjukkan oleh verba tertentu seperti ‘know’, ‘realize’,
‘discover’, ‘find out’, ‘aware’, dan lain-lain.
Berikut contoh factive presupposition :
[8] “We regret telling him”. (Yule, 1996)
>> We told him.
18
Penggunaan kata ‘regret’ pada contoh kalimat di atas merupakan salah satu
indikator yang memunculkan factive presupposition. Sehingga dari ujaran “We
regrets telling him” dapat diasumsikan suatu fakta bahwa we told him.
Selain verba, adjektiva seperti ‘be’, ‘sorry’, ‘aware’, ‘glad’, ‘aware’, dan
‘odd’, juga dapat menjadi indikator dari factive presupposition.
Contoh:
[9] “I’m glad that it’s over”. (Yule, 1996)
>> It’s over.
Adjektiva ‘glad’ pada contoh [9] membantu perolehan factive presupposition
yaitu it’s over, suatu kejadian telah berakhir. Dengan demikian, informasi yang
muncul baik setelah verba maupun adjektiva dianggap sebagai kenyataan/fakta.
2.3.3
Non-factive Presupposition
Non-factive presupposition adalah suatu presuposisi yang diasumsikan
tidak benar. Kata-kata seperti ‘dream’, ‘imagine’, ‘pretend’, merupakan ciri dari
non-factive presupposition, kata-kata tersebut bisa diikuti pernyataan yang akan
diasumsikan sebagai sesuatu yang tidak benar.
Contoh :
[10] “She pretends to be a superstar”. (Yule, 1996)
>> She is not a superstar.
19
Kata ‘pretends’ pada contoh di atas diikuti oleh pernyataan ‘to be a
superstar’ maka pernyataan tersebut dianggap tidak benar, memunculkan nonfactive presupposition yaitu ‘she is not a superstar’, penutur mengatakan sesuatu
yang tidak sebenarnya.
Selain itu, ada kata lain yang dapat menjadi indikator non-factive
presupposition seperti likely. Sebagaimana yang dikatakan oleh Palmer (1988: 67)
bahwa “Uses the word likely to refer to non-factive presupposition”.
Contoh:
[11] “It is likely that John came early”. (Palmer, 1988)
>> John didn’t come early.
Mengingat kata ‘likely’ pada contoh [11] pun dapat menjadikan pernyataan
setelahnya tidak benar, maka akan memunculkan presuposisi ‘John didn’t come
early’.
2.3.4
Lexical Presupposition
Lexical presupposition adalah bentuk presuposisi yang maknanya
dinyatakan secara konvensional, artinya terdapat asumsi lain yang tidak
dinyatakan dalam ujaran tetapi dapat dipahami. Kata-kata yang dapat menjadi
indikator lexical presupposition, antara lain: ‘manage’, ‘stop’, ‘tried’,
‘succeeded’, ‘begin’, ‘continue’, ‘keep’, ‘again’ dan ‘start’.
Contoh :
[12] “They started talking”. (Yule, 1996)
20
>> They were not talking before.
Dari contoh di atas, saat penutur mengatakan bahwa ‘they started talking’,
terdapat kata ‘started’ yang menunjukkan bahwa kejadian tersebut baru dimulai,
sehingga terdapat makna yang tidak ditegaskan ‘they were not talking before’.
2.3.5
Structural Presupposition
Structural presupposition adalah presuposisi yang diperoleh dari struktur
kalimat wh-question yang diikuti pernyataan mengandung informasi yang
disisipkan, dan informasi tersebut merupakan peristiwa yang benar terjadi.
Contoh :
[13] “Where has Sammy looked for the keys?” (Yule, 1996)
>> He has looked for the keys.
Dilihat dari contoh di atas, pernyataan yang muncul setelah wh-question
memunculkan presuposisi bahwa ‘He has looked for the keys’. Dengan structural
presupposition, penutur tidak hanya sekedar bertanya tetapi juga penutur
memberikan asumsi pada mitra tutur mengenai suatu informasi yang dianggap
benar terjadi.
2.3.6
Counterfactual Presupposition
Counterfactual presupposition adalah presuposisi yang tidak hanya
dianggap tidak benar, tetapi juga merupakan kebalikan atau bertolak belakang
dengan kenyataan.
Contoh :
21
[14] “If you had told me, I would have helped you.” (Yule, 1996)
>>You did not tell me.
Contoh dari if clause di atas menimbulkan asumsi yang tidak benar pada saat
pengujar mengucapkannya karena bentuk if clause tersebut merupakan type III
yang menyatakan sesuatu yang berlawanan dengan fakta.
Terdapat persamaan antara non-factive dan counterfactual presupposition
yaitu keduanya menghasilkan asumsi yang tidak benar, namun counterfactual
presupposition berlawanan dengan kenyataan.
Dari keenam jenis presupposition yang telah didiskusikan sebelumnya,
penulis hanya mengambil 5 jenis sesuai dengan topik yang penulis ambil, kelima
jenis tersebut yaitu existential, factive, non-factive, lexical dan structural
presupposition.
2.4 Iklan
Iklan adalah komunikasi komersial dan nonpersonal tentang sebuah
organisasi dan produk-produknya yang ditransmisikan kepada masyarakat melalui
media seperti televisi, radio, koran, majalah, direct mail (pengeposan langsung),
reklame ruang luar, dan kendaraan umum. (Lee dan Johnson, 2007). Adapun
menurut Rachmadi (1993: 36), iklan adalah bentuk penawaran suatu produk atau
jasa yang ditujukan kepada masyarakat melalui media massa. Dengan demikian
iklan merupakan media komunikasi yang digunakan perusahaan dalam
menawarkan produk barang atau jasanya pada sasaran iklan (calon konsumen)
melalui beberapa media masa.
22
Iklan merupakan fenomena penting dalam masyarakat modern dan
memainkan peran penting dalam kehidupan ekonomi dan sosial modern. Iklan
tersebar dimana-mana dan disebarkan secara luas melalui koran, majalah, jurnal,
televisi, radio, poster, dan lain-lain. Dalam masyarakat modern, kehidupan kita
dipengaruhi dan berubah dengan adanya banyak iklan di sekeliling kita. Tujuan
utama dari iklan adalah untuk menarik perhatian orang-orang dan mengajak
mereka untuk membeli produk atau jasa yang diiklankan. Melalui iklan,
diharapkan barang atau jasa yang ditawarkan oleh suatu perusahaan, mampu
meningkatkan jumlah konsumen barang atau jasa yang diiklankan. Hal ini pun
berarti akan berimbas pada peningkatan penjualan bagi suatu perusahaan.
Tanpa iklan, para produsen dan distributor tidak akan mudah menjual
produknya, dan di sisi lain para calon konsumen tidak akan memiliki informasi
mengenai produk barang atau jasa yang ditersedia. Apabila hal itu terjadi, maka
strategi pemasaran suatu perusahaan akan lumpuh. Seperti yang diungkapkan oleh
Septhon (2014), “In marketing, it must be remembered that advertising is an
element of promotion that effects other marketing variables”, maksudnya dalam
pemasaran, harus diingat bahwa iklan merupakan elemen promosi yang dapat
berdampak pada variabel pemasaran lainnya.
2.4.1
Bahasa Iklan
Bahasa memiliki kekuatan untuk mempengaruhi orang lain seperti yang
dikatakan oleh Evans (2000),”Language has a powerful influence over people
and their behaviour. This is especially true in the fields of marketing and
23
advertising”. Menurut Evans, bahasa memiliki kekuatan untuk mempengaruhi
orang lain dan perilakunya apalagi dalam bidang pemasaran atau periklanan.
Bahasa iklan bersifat persuasif, selalu berusaha menggugah emosi
pembaca atau pendengar (Hayatunnufus, 2011). Tujuannya agar yang menjadi
sasaran iklan yaitu konsumen melakukan sesuatu atau bertindak sesuai dengan
amanat iklan tersebut. Oleh karena itu, dalam bahasa iklan, kata-kata yang
digunakan dalam bentuk rayuan, anjuran atau ajakan yang dapat menimbulkan
rasa penasaran.
Pemilihan bahasa untuk menyampaikan pesan khusus dengan tujuan untuk
mempengaruhi orang sangatlah penting. Konten visual dan desain dalam iklan
dapat menarik perhatian sasaran iklan, tapi bahasalah yang membantu sasaran
iklan atau calon konsumen untuk mengetahui dan mengingat suatu produk.
Para sasaran iklan dengan pemikiran yang berbeda bisa saja menemui
perbedaan dalam menafsirkan bahasa dalam iklan. Oleh karena itulah, saat
mempromosikan atau mengiklankan produk barang atau jasa, pembuat iklan harus
mempertimbangkan bahasa iklan yang akan digunakan. Dalam hal ini, Evans
(2000) mengatakan, “…when reporting news items, and marketing and
advertising personnel have to consider the emotive power of the words they use.
First, they make a decision about what to communicate and what to withhold.”
Menurutnya saat menginformasikan item baru, memasarkan dan mengiklankan,
para pembuat iklan harus mempertimbangkan kekuatan kata-kata yang akan
digunakan; pertama-tama mereka membuat keputusan mengenai apa yang akan
dikomunikasikan dan apa yang tidak harus dikomunikasikan. Kemudian Cobos
24
(2013) juga mengungkapkan hal yang serupa, “Knowledge and good use of
language enables us to construct powerful texts or writing scripts that connect
with the consumer at a deeper and emotional level”. Menurutnya pengetahuan
dan penggunaan bahasa dengan baik memungkinkan kita untuk membangun teks
atau naskah yang kuat yang terhubung dengan emosional konsumen.
Selanjutnya Stan Rapp & Tom Collins (1995: 152) mengemukakan
struktur kata pada bahasa iklan, diantaranya sebagai berikut:
a. Menggugah : mencermati kebutuhan konsumen, memberikan solusi, dan
memberikan perhatian.
b. Informatif : kata-katanya harus jelas, bersahabat, komunikatif. Tidak berteletele apalagi sampai mengabaikan durasi penayangan.
c. Persuasif : rangkaian kalimatnya membuat konsumen nyaman, senang,
tentram, menghibur.
d. Bertenaga gerak : komposisi kata-katanya menghargai waktu selama masa
penawaran/ masa promosi berlangsung.
Untuk mencapai salah satu tujuan iklan yaitu menarik perhatian sasaran
iklan (calon konsumen), terkadang bahasa iklan digunakan tidak bernalar dan
tidak menggunakan aturan bahasa yang benar. Evans (2000) berpendapat bahwa,
”Advertising language may not always be "correct" language in the normal sense.
For example, comparatives are often used when no real comparison is made. An
advertisement for a detergent may say "It gets clothes whiter", but whiter than
25
what?” Menurutnya, bahasa iklan tidak selalu menggunakan bahasa yang
“benar” dalam arti yang sebenarnya. Contohnya, perbandingan sering digunakan
walaupun tidak ada perbandingan yang benar-benar ada. Suatu iklan untuk
detergent menyatakan “Menjadikan pakaian lebih putih”, tetapi lebih putih dari
apa? Perbandingan tersebut, dinyatakan dalam iklan agar iklan suatu produk dapat
bersaing dengan iklan produk lainnya.
2.4.2
Jenis- Jenis Iklan
Menurut Jefkins (1997: 39), iklan dapat diklasifikasikan ke dalam tujuh
jenis yaitu sebagai berikut:
1. Consumer Advertising
Consumer Advertising yaitu iklan konsumen yang mempromosikan dua
macam barang umum yang dibeli oleh masyarakat seperti barang konsumen
(consumer goods) dan barang tahan lama (durable goods). Barang konsumen
diantaranya yaitu makanan, minuman, pakaian, dan lain-lain sedangkan
barang tahan lama yaitu tempat tinggal, mobil, dan sebagainya.
2. Business-to-business Advertising
Business-to-business advertising yaitu iklan antar bisnis yang mengiklankan
barang-barang dan jasa non-konsumen. Produk yang ditawarkan adalah
barang antara yang harus diolah atau menjadi unsur produksi termasuk bahanbahan mentah, komponen, suku cadang dan aksesoris. Pemasang dan sasaran
iklan disini sama-sama perusahaan.
26
3. Trade Advertising
Trade advertising yaitu iklan dagang yang khusus ditujukan kepada
distributor, agen, eksportir, importir, dan para pedagang besar maupun kecil.
Barang yang diiklankan merupakan barang yang akan dijual kembali.
4. Retail Advertising
Retail advertising yaitu iklan ritel yang hampir serupa dengan iklan konsumen
dan iklan dagang. Bedanya iklan ritel ini dibuat dengan ukuran besar oleh
perusahaan pembuat produk. Iklan tersebut biasanya disebarluaskan di semua
lokasi yang menjual produk tadi kepada konsumen.
5. Financial Advertising
Financial advertising yaitu iklan yang berhubungan dengan keuangan seperti
misalnya iklan bank, jasa, tabungan, asuransi dan investasi.
6. Cooperative Advertising
Cooperative advertising yaitu iklan perusahaan-perusahaan yang sejenis
bekerjasama untuk membuat iklan. Kerjasama ini disebut dengan kerjasama
iklan secara horizontal.
7. Recruitment Advertising
Recruitment advertising yaitu iklan rekruitment yang memberikan informasi
pada sasaran iklan yang sedang mencari perkerjaan di suatu perusahaan.
Bila diperhatikan ketujuh jenis iklan tersebut sama-sama memiliki tujuan
untuk memberikan informasi luas ataupun mempromosikan barang dan jasa
kepada khalayak sebagai sasaran iklan. Apapun jenis iklannya, pembuat iklan
dituntut untuk dapat membuat iklan yang kreatif dan menarik untuk menggugah
perhatian konsumen terlebih dahulu yang kemudian diharapkan pesan/isi iklan
27
dapat tersampaikan. Oleh karena itu, pembuat iklan dalam menuangkan idenya
kepada penerima pesan atau sasaran iklan, perlu memperhatikan bahasa iklan.
2.5 Presupposition dalam Bahasa Iklan
Menurut Consumer Council atau Dewan Konsumen (dalam Lam, 2009:49)
mengatakan bahwa, “According to the advertising regulation, comparisons
should be clear and fair, meaning advertisers are not allowed to attack unfairly or
discredit other businesses or their products”. Berdasarkan ketentuan periklanan,
perbandingan harus jelas dan wajar, yang berarti bahwa pembuat iklan tidak
diijinkan untuk menyerang secara tidak wajar atau mendeskreditkan perusahaan
lain atau produk mereka.
Agar dalam membuat iklan yang persuasif dan komparatif tidak melanggar
ketentuan sekaligus membuat iklan yang pendek dan mengesankan, dalam hal ini
bahasa iklan berperan penting. Bahasa iklan pada dasarnya persuasif, karenanya
ilmu bahasa ataupun non-ilmu bahasa telah dipakai oleh para pembuat iklan untuk
menyajikan pesan iklan secara tepat. Pesan iklan harus disampaikan dengan jelas
namun secara implisit, karenanya presupposition berperan penting dalam
penyampaian pesan. Hal ini diungkapkan oleh Yinfang (2007) bahwa,
“…presupposition is frequently employed in order to enhance the effects of
persuasion in advertisements because of its own special properties”. Menurutnya
presupposition sering digunakan untuk meningkatkan efek dari persuasi dalam
iklan karena properti istimewa yang dimilikinya.
28
Alasan mengapa presupposition memiliki kekuatan untuk membuat bahasa
iklan lebih singkat dan jelas adalah karena presupposition merupakan infrerensi
mengenai informasi yang telah diketahui dalam ujaran sehingga informasi
tersebut tidak perlu dinyatakan lagi atau dapat dihilangkan. Mengingat iklan harus
singkat dan mudah diingat maka presupposition diterapkan dalam bahasa iklan.
Untuk lebih memperjelas hal ini, berikut contohnya:
[15]“You’ll want DomeBeGone, my revolutionary cure for baldness”.
(Peccei:1995)
Pada contoh di atas, pembuat iklan secara langsung menyatakan bahwa
‘You will want it’ tetapi pada definite noun phrase ‘my revolutionary cure for
baldness mengandung beberapa asusmsi atau presuposisi sebagai berikut:
>>There is a cure for baldness.
>>The cure is revolutionary.
>>I have this cure
Dari contoh di atas dapat dilihat bahwa hanya dengan ujaran yang singkat
dapat dihasilkan beberapa asumsi dengan menerapkan presupposition. Dengan
asumsi-asumsi dari iklan tersebut diharapkan para sasaran iklan dapat menangkap
pesan dan pada akhirnya menggugah calon konsumen untuk membeli dan
menggunakan produk tersebut. Peccei (1995:21) mengatakan bahwa, “You can
probably see that presupposition has a great deal of importance in persuasive
language, particularly in the courtroom and in advertising”. Menurutnya,
29
presupposition memiliki peran penting dalam bahasa persuasif khususnya di
dalam ruang pengadilan dan iklan.
Dengan demikian, presupposition dalam bahasa iklan memberikan
kontribusi untuk pemahaman yang lebih baik, bekerja dalam membuat bahasa
iklan lebih menarik, persuasif dan memotivasi dan membantu pembuat naskah
iklan menggunakan presupposition dalam bahasa iklan yang lebih terampil dan
berhasil.
2.6 Fungsi Presupposition dalam Bahasa Iklan
Untuk lebih mengetahui fungsi presupposition dalam bahasa iklan, Liping
Ge (2011:153-157) mengklasifikasikan fungsi presupposition ke dalam 8 jenis,
yaitu:
2.6.1
Conciseness Function
Dari sisi pembuat iklan, bahasa ringkas dapat hemat biaya; sedangkan dari
sisi pembaca, bahasa ringkas dapat lebih menarik, lebih efektif dan lebih
persuasif. Dalam pandangan ahli bahasa, presupposition memegang fungsi
keringkasan karena asumsi-asumsi yang dihasilkan. Ge (2011: 153) mengatakan
bahwa, “ Presupposition is a kind of inference contributed to the conciseness of
advertising language because it needn’t to be said on purpose and even can omit
corresponding expression of such information accordingly”.
Banyak iklan yang mengandung presupposition, misalnya pada iklan yang
mempunyai struktur kalimat imperatif.
30
Tabel 2.1 Kalimat Imperatif Beserta Asumsinya
Kalimat Imperatif
Asumsi
“Buy X!”
You need X
“Do X!”
X will bring you…
Asumsi-asumsi di atas menunjukkan bahwa dengan presupposition, pesan
iklan yang panjang atau bahkan bertele-tele dapat dibuat menjadi lebih ringkas
dan efektif karena presupposition dapat menghasilkan asumsi-asumsi seperti pada
table 2.1. Seperti yang dikatakan oleh Ge berikut ini.
“Presupposition-triggers also have the ability to make the advertising
language concise. Each of the presupposition-triggers has a form of
simple word(s), phrase(s) or grammatical construction(s), but each of
them is heavy-loaded in meaning. And the presupposition triggered by it is
quite often one (sometimes more than one) complete sentence(s).” (Ge,
2011:153)
Menurutnya, presupposition-triggers mampu membuat bahasa iklan menjadi
ringkas. Presuppsoition-triggers merupakan konstruksi atau item yang dapat
memicu keberadaan presupposition dalam ujaran. Menurut Karttunen (dalam
Levinson: 1983), konstruksi atau item presupposition-triggers tersebut berupa
definite description, factive verbs, implicative verbs, change of state verbs,
expression of repetition, expression of temporal relation, cleft sentences, stressed
constituents, returned actions, comparisons, counterfactual condition, dan
questions.
31
Tabel 2.2 Bentuk Presupposition-triggers
Bentuk Presuposition-triggers
Definite description
Contoh
“John see the man with two heads”
>>There exists a man with two heads.
Factive verbs
“John realized that he was in debt”
>>John was in debt.
Implicative verbs
“John managed to open the door”
>> John tried to open the door.
Change of state verbs
“Kissinger continued to rule the world”
>> Kissinger had been ruling the world.
Expression of repetition
“Carter returned to power”.
>> Carter held power before.
Expression of temporal relation
“While Chomsky was revolutionizing linguistics, the
rest of social science wasn’t asleep”
>> Chomsky was revolutionizing linguistics.
Cleft sentences
“It wasn’t Henry that kissed Rosie”
>> Someone kissed Rosie
Stressed constituents
“John did compete in the OLYMPICS”.
>>John did compete somewhere
Returned actions
“Adolph called Marianne a Valkyrie, and she
complimented him back/in return, too”
>> To call Marianne a Valkyrie is to compliment her.
Comparisons
“Carol is a better linguist than Barbara”
>> Barbara is a linguist.
Counterfactual condition
“If the notice had only said ‘mine-field’ in English as
well as Welsh, we would never have lost poor
Llewellyn”
>> The notice didn’t say mine-field in English.
Questions
“Is Newcastle in England or in Australia?”
>> Newcastle is either in England or in Australia.
32
2.6.2
Interestingness Function
Bahasa iklan yang baik, jelas, dan estetik merupakan faktor utama untuk
menarik perhatian dan membangkitkan minat konsumen.
Ge (2011) mengatakan bahwa, “Presupposed information combines with
asserted information, which creates readers’ involvement and humor in
advertising language” artinya informasi yang diasumsikan (presupposition)
berkombinasi dengan informasi yang dinyatakan (bentuk kata, frasa, atau
kalimat), yang membuat keterlibatan para pemirsa dan dapat membuat humor
dalam bahasa iklan. Agar para pemirsa yang menjadi sasaran iklan tertarik akan
iklan tersebut, humor pun dapat dipakai dalam bahasa iklan dengan
presupposition, seperti yang dicontohkan oleh Liping Ge di bawah ini:
[16] At sixty miles an hour the loudest noise in the new Rolls Royce come from
the electric clock.
>> There is a noise from the electric clock when Rolls Royce travels at sixty miles
an hour. (Ge,2011)
Presuposisi ini memunculkan kekurangan produk terlebih dahulu dengan
harapan agar iklan dapat menarik perhatian konsumen. Konsumen akan
memahami bahwa kekurangan yang dimunculkan (eksistensi kebisingan) dalam
presuposisi ini beralasan. Kebisingan tersebut tidak mempengaruhi fungsi mobil
sama sekali, justru mencerminkan kualitas tinggi dari mobil tersebut. Jadi humor
dihasilkan dari proses ketidakpahaman menjadi pemahaman konsumen terhadap
pesan iklan yang sebenarnya. Berdasarkan contoh [16], ini menunjukkan bahwa
33
dengan existential presupposition yaitu ‘noise’ atau kebisingan dapat menarik
perhatian konsumen akan suatu eksistensi yang coba disampaikan.
2.6.3
Enlargement Function
Ge (2011:154) mengatakan bahwa, “Presupposition can enlarge the
amount of advertising information because presupposition information hardly
appears solely”, artinyapresuposisi dapat memperluas informasi iklan karena
presuposisi tidak semata-mata muncul tetapi memberikan informasi lebih lanjut.
Contoh: Ge (2011)
[17] Why suffer another summer? (Air conditioner)
[18] This year, I’ll stop asking “Do I look fat?”(Slimming food)
Presupposition pada contoh [7] diperoleh dari kalimat itu sendiri, yaitu
‘(You) suffer another summer’. Informasi yang dinyatakan pada kalimat contoh
[8] adalah “This year I’ll stop ask…” mengandung presupposition ‘I have asked
before’ dan ‘I look fat’. Masing-masing dari kedua contoh memiliki informasi
yang dinyatakan(“Why suffer another summer?” dan “This year, I’ll stop asking
“Do I look fat?”) dan informasi yang diasumsikan ((You) suffer another summer;
dan I have asked before and I look fat). Oleh karena itu, presupposition yang
dapat memperluas informasi yang dinyatakan dalam iklan karena dapat
mengahsilkan asumsi-asumsi yang berupa informasi pelengkap dari informasi
yang dinyatakan.
34
2.6.4
Emphasis Function
Untuk menyoroti atau menekankan suatu informasi, pembuat iklan
mengatur penempatan fokus informasi. Presupposition memiliki keterkaitan
dengan fokus informasi, sehingga fokus informasi dapat diketahui dari
presupposition yang diperoleh dari informasi yang dinyatakan. Ge (2011:154)
mengatakan bahwa, “..the advertisement writers must know that the focus of the
information is closely connected with the presuppositions in the advertisements:
the change of presupposition determines the position of the focus of the
information; conversely, the focus of the information changes with the change of
presupposition”. Para pembuat iklan harus mengetahui item apa yang dapat
memicu presupposition yang membantu sasaran iklan dalam menentukan fokus
informasi dalam suatu pesan iklan. Selanjutnya Ge (2011) mengatakan bahwa,
“…one common methodto mark information focus is to alter the position of
presupposition information with the help of certain means, which include phonetic
means, cleft sentence, implicit cleft, and some words like only or even”.
Berikut ini contoh presupposition yang memiliki empahasis function:
[19] “It is not me who invented teletransportation” (Polyzou, 2009)
>>I did not invent teletransportation.
Contoh [19] memiliki struktur cleft sentence yang dapat membantu presupposition
dalam menentukan fokus informasi yang coba disampaikan. Informasi yang
diasumsikan ‘I did not invent teletransportation’menunjukkan bahwa informasi
yang ditekankan pada informasi yang dinyatakan adalah ‘It is not me’.
35
Dengan demikian, presupposition menentukan konten dan posisi fokus
informasi dalam sebuah iklan. Pembuat iklan akan menekankan informasi pada
bagian tertentu untuk memudahkan konsumen mengangkap pesan yang
disampaikan iklan.
2.6.5
Euphemism Function
Dalam mempromosikan produk yang diiklankan, kadang-kadang para
pembuat iklan harus menunjukkan pernyataan-pernyataan yang tidak diinginkan
konsumen. Ge (2011) berpendapat bahwa, “…….the advertisement writers have
to point out the undesired states. Without doubt, doing so will threaten the face of
the consumers, engendering the antipathy of them”. Maksudnya, tanpa ragu , hal
tersebut akan mengancam harga diri seseorang, melahirkan antipati dari mereka.
Dalam berkomunikasi, kesopanan dianggap penting agar menghindari
face-threatening atau mengancam harga diri. Sebagaimana yang dikatakan oleh
Brown dan Levinson (dalam Ge, 2011), “Politeness is very important for the
success of the communication and politeness involves us showing an awareness of
other people’s face wants”. Face disini mengacu pada citra diri, termasuk positive
face dan negative face. Dengan positive face, berarti kita ingin diterima dan
disukai oleh orang lain, dan merasa bahwa kelompok-kelompok sosial kita
memiliki tujuan bersama, sementara negative face mengacu pada hak kita untuk
bebas bertindak dan kita tidak dipaksa oleh orang lain. Singkatnya, agar
komunikasi akan berjalan lancar, maka dilakukanlah tindakan face-saving.
36
Para pembuat iklan menyadari betul bahwa presupposition adalah sarana
yang sangat efektif untuk mencapai tujuan semacam ini karena dapat mengurangi
klaim.
Contoh:
[20] “The fast, gentle, long-lasting way to eliminate your unsightly hair and keep
your skin looking smooth, silky and sensual. Hair off, by Larry Mathews.”
(Ge, 2011)
Iklan ini mengasumsikan bahwa Anda memiliki rambut yang tak enak
dipandang. Jenis informasi yang diasumsikan akan menyebabkan antipati
masyarakat, jika mereka diberitahu secara langsung hal ini akan membahayakan
harga diri mereka dan mempermalukan mereka. Namun, jenis antipati akan
berkurang atau dialihkan karena hanya diasumsikan dan tidak ditegaskan oleh
penutur atau pembuat iklan dan fokus informasi dalam iklan yaitu informasi,
menegaskan bahwa dengan menggunakan Hair off, oleh Larry Matthews dapat
menjaga kulit Anda terlihat halus, lembut dan sensual. Dengan demikian, tujuan
periklanan dapat dicapai dengan sukses tanpa face threatening act atau
membahayakan harga diri konsumen.
2.6.6
Concealment Function
Terkadang pembuat iklan sengaja menyembunyikan informasi iklan agar
mencapai efek tertentu maka pembuat iklan menerapkan presupposition. Ge
(2011: 155) mengatakan bahwa alasan presupposition dapat menyampaikan
tujuan tersembunyi yaitu karena presupposition pada dasarnya bersifat subjektif.
37
Presupposition memiliki kaitan yang erat dengan keyakinan, sikap dan maksud
penutur. Selain itu, presupposition berasal dari pengetahuan orang-orang tentang
cara pengguna bahasa menafsirkan kata-kata dan struktur yang menimbulkan
asumsi, maka presupposition dapat dikatakan “sneaky” atau “tidak berterus
terang”. Presupposition memiliki fitur penyembunyian dan karena itulah
presupposition digunakan untuk menutupi beberapa fakta dalam iklan.
Berikut contoh pada dialog sebuah iklan:
[21] A: What make this World Business Class so special?
B: You own experience. (Dutch Royal Airlines) (Ge, 2011)
Ketika penutur A bertanya pada contoh di atas, dia menghasilkan asumsi
bahwa ‘something makes this World Business Class so special’ dan ‘this World
Business Class is so special’ untuk informasi presuposisinya. Informasi yang
tersembunyi terkandung dalam ujaran penutur B yaitu saat ia mengatakan, “You
own experience” terkandung maksud bahwa Dutch Royal Airlines merupakan
yang spesial atau tidak spesial dibandingkan World Business Class, karena
penutur A telah mengalaminya sendiri.
Dengan adanya concealment function dari presupposition, membantu
pembuat iklan untuk menyembunyikan informasi tertentu karena melihat perilaku
kebanyakan konsumen yang hanya menerima pesan iklan begitu saja.
Sebagaimana yang dikatakan Ge (2011) bahwa, “In daily life, consumers would
not have the intention to investigate into all the presuppositions in an
advertisement before they actually buy the advertised goods because the
investigation will be time and effort taking”. Menurutnya, biasanya para calon
38
konsumen tidak akan menganalisis iklan sebelum membeli produk yang
diiklankan karena dianggap memakan waktu.
2.6.7
Persuasion Function
Informasi presupposition yang terkandung dalam ujaran memiliki fungsi
persuasi yang tersembunyi. Semua pertanyaan memiliki presupposition dan
pertanyaan-pertanyaan tersebut bersifat persuasif. Ge (2011) menyatakan bahwa,
“Because presuppositions have the ability to survive under negation or question,
it takes a lot of work to deny every presupposition in questions and many
presuppositions go unchallenged. Therefore, presupposition is a powerful tool in
persuading people for an advertisement”. Menurutnya, mengingat presupposition
mampu bertahan dibawah negasi atau pertanyaan, dibutuhkan upaya untuk
mengabaikan presupposition. Oleh karena itu, presupposition merupakan alat
yang ampuh dalam membujuk orang-orang dalam sebuah iklan.
Ge juga
mengatakan alasan fungsi persuasi dapat terkandung dalam pertanyaan karena
pertanyaan mendorong pendengar untuk berpikir dan mempengaruhi penilaian
mereka. Pendengar disini yaitu sasaran iklan (calon konsumen).
Contoh:
[22] Why Sony, when they could have any TV in the world? (Sony TV set)
(Ge,2011)
Dalam mengajukan pertanyaan ini, pembuat iklan telah mengasumsikan
bahwa orang-orang ingin menggunakan Sony TV Set meskipun mereka bisa
memiliki Set TV lain di dunia. Asusmi tersebut secara tidak langsung memuji
39
pelangganan TV. Menurut hasil eksperimen Loftus (dalam Ge, 2011), orang akan
memiliki kecenderungan yang lebih besar dalam menerima informasi yang
dimasukkan dalam bentuk presupposition. Berdasarkan analisis stylistic, salah
satu fitur dari bahasa iklan adalah frekuensi tinggi dalam menggunakan
pertanyaan. Salah satu penjelasan untuk fenomena ini yaitu karena semua
pertanyaan menyiratkan presupposition yang digunakan oleh pembuat iklan dalam
mengiklankan produk mereka.
Sebelumnya Hardin telah membuat Hardin’s taxonomy of presuppositions
yang menjelaskan fungsi presupposition dalam mempersuasi para sasaran iklan,
dalam artikelnya yang berjudul “Pragmatics in Persuasive Discourse of Spanish
Television” pada tahun 2001. Menurut Hardin (dalam Bouso: 2012) mengatakan
bahwa dalam mempersuasi para sasaran iklan, pembuat iklan dapat menerapkan
Hardin’s taxonomy of presuppositions, diantaranya yaitu:
1. Presupposed audience’s habits and activities
Pada presupposition ini, penutur atau pembuat iklan mengasumsikan bahwa para
pemirsa memiliki kebiasaan tertentu atau belum memiliki suatu kebiasaan dalam
beberapa jenis kegiatan. Berikut contohnya:
[23] “Your daily dose of sunshine… guaranteed” (Bouso,2012)
>>The reader has the habit of taking a dose of sunshine daily
Dengan memperhatikan contoh tersebut, kita dapat melihat bahwa dengan
mengasumsikan suatu kebiasaan, dapat menggugah atau mengajak pemirsa untuk
melakukan kebiasaan serupa.
40
2. Presupposed audience’s desire for change
Presupposition ini mempengaruhi para pemirsa untuk mengubah pola pikir
mereka. Misalnya penutur mengasumsikan pemirsa ingin mengubah sesuatu
menjadi lebih baik lagi. Contoh:
[24] “(Take these diet proteins and/to) CHANGE your reflection” (Bouso,2012)
>>You don’t look good
Dari asumsi bahwa para pemirsa tidak terlihat baik, diharapkan iklan dapat
membujuk para pemirsa untuk merubah pola hidup dengan mengonsumsi produk
diet protein tersebut.
3. Presupposed audience’s possessions
Presupposition ini memberikan suatu eksistensi dari kepemilikan pemirsa akan
suatu produk. Contoh:
“Does your cereal measure up?” (Bouso,2012)
>> The reader presumably eats a particular brand of cereal different from the
one being advertised.
Pada contoh di bawah ini dapat dijelaskan bahwa informasi dari presupposition
membuat suatu kompetisi produk dengan produk lain secara implisit dan
membujuk para pemirsa untuk lebih memiliki produk yang diiklankan
dibandingkan merek lain yang dimiliki pemirsa.
4. Presupposed audience’s feeling, need, actions and aspirations
41
Penutur mengasumsikan kebutuhan, tindakan, aspirasi dalam suatu iklan. Contoh:
[25] “(Sun Chlorella A is) Whole food for your whole body”. (Bouso,2012)
>>The readers need Sun Chlorella
Contoh [25] mengasumsikan para pemirsa membutuhkan Sun Chlorella untuk
tubuhnya. Contoh tersebut menunjukkan bahwa Sun Chlorella A adalah suplemen
lengkap yang menyediakan tubuh dengan semua makanan yang dibutuhkan.
5.
Presupposed audience’s reactions
Penutur atau pembuat iklan membuat keraguan untuk mendapatkan reaksi dari
pemirsa terhadap iklan yang diberikan.
[26] “And yes, the new taste of Weight Watcher is really amazing (Bouso,2012)
>> The readers think that Weight Watchers Yogurt tastes amazing
Pengiklan mengasumsikan bahwa pemirsa setuju dengan presupposition bahwa
rasa Weight Watchers Yogurt menakjubkan.
6. Presupposed uniqueness, superiority and improvement of a product
Penutur atau pembuat iklan mengasumsikan peningkatan suatu produk, atau
kelebihan dari produk yang diiklankan yang disajikan dalam comparatives dan
superlatives. Contoh :
[27] “Probably the BEST muscle-gain shakes in the world/ Maximum gains in
muscle size & strength - guaranteed.” (Bouso,2012)
>> There are several muscle-gain shakes in the world
42
>> There is a gradation of quality
Dengan memperhatikan contoh [27] presuppositions merupakan cara yang ‘slyly’
atau tidak berterus terang untuk mencapai efek perusasi dalam iklan dan
mempengaruhi para sasaran iklan.
2.6.8
Self-protection Function
Untuk membedakan iklan suatu perusahaan dengan iklan perusahaan lain
dan mendapatkan perhatian dari konsumen dalam persaingan yang ketat di bidang
periklanan, pembuat iklan bekerja keras dalam mempublikasikan keunggulan
produk mereka. Hal ini menyebabkan beberapa iklan menggunakan gaya bahasa
hiperbola dan perbandingan. Seperti yang dikatakan Ge (2011), “Hyperbole is a
kind of rhetorical device often used in advertisements. It is the deliberate use of
overstatement or exaggeration to achieve the goal of information emphasis”.
Dengan demikian, iklan akan meninggalkan kesan yang sangat mendalam
di benak konsumen; Namun, mungkin juga tidak diterima konsumen. Oleh karena
itu, di sini presupposition dapat memainkan perannya karena dapat menurunkan
tingkat kata-kata pujian, frasa dan ekspresi dan membuat iklan setidaknya tampak
lebih obyektif.
Contoh: (Ge, 2011)
[31] And it’s the reason why millions of Americans are falling in love with the
first really new bed in 75 years:our high-tech weightless sleep system.
43
Dalam kutipan di atas dari iklan untuk Tempur-Pedic bed, jelas bahwa
informasi yang tampaknya berlebihan yang disampaikan dengan factive dan
existential presupposition. Tak perlu dikatakan, ekspresi seperti “millions” dan
“the first really new”
pasti akan memberikan kesan bahwa produk yang
diiklankan berlebihan dan menimbulkan keraguan pada kredibilitas iklan tersebut.
Namun, jika informasi tersebut disampaikan melalui presupposition, sifat produk
yang berlebihan atau memuji akan mempermudah dalam mempromosikan produk
tersebut karena informasi tersebut tidak secara langsung ditegaskan. Dengan kata
lain, factive presupposition dalam iklan ini dimanipulasi untuk mencapai efek
iklan yang maksimal.
Download