BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Bisnis dan Organisasi Bisnis dan organisasi adalah badan hukum yang menggunakan dan mengkoordinir sumber ekonomi untuk menyediakan barang dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan masyarakat dengan cara yang menguntungkan. Bisnis adalah akitivitas terpadu yang meliputi pertukaran produk atau uang yang dilakukan oleh lebih dari dua pihak dengan maksud memperoleh manfaat atau keuntungan. Organisasi yang ada dalam suatu perusahaan terhubung dalam suatu kesatuan struktur yang menyatu dengan tujuan agar pekerjaan yang ada dapat terselesaikan dengan baik melalui pengumpulan orang-orang dalam suatu unit, divisi, bagian ataupun departemen dengan tugas pekerjan yang berkaitan. 2.2 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.2.1 Manajemen Menurut Robbins dan Coulter (2014:34) manajemen di artikan sebagai mengkoordinasikan dan mengawasi kegiatan kerja orang lain agar pekerjaan tersebut dapat diselesaikan dengan efektif dan efisien. Berdasarkan asal katanya, manajemen berasal dari kata management yang merupakan bentuk kata benda dari kata kerja manage yang bermakna mengurus, mengatur melaksanakan, dan mengelola. Follett dalam Handoko (2012:3), mengandung arti bahwa manajer mencapai tujuan-tujuan organisasi melalui pengaturan orang-orang lain untuk melaksanakan berbagai pekerjaan yang diperlukan atau dengan kata lain tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan itu sendiri. Pengertian manajemen lainnya di kemukakan Sitohang (2007), manajemen adalah perencanaan, pengorganisasian, dan pengendalian usaha-usaha para anggota oraganisasi dan penggunaan sumber daya lain yang ada dalam organisasi guna mencapai tujuan yang telah di tetapkan. 11 12 Lebih lanjut penjelasan tentang definisi manajemen menurut Hersey, Blanchard & Johnson (2000:7), adalah manajemen sebagai proses bekerja dengan individu dan kelompok serta sumber daya lainnya (seperti peralatan, modal dan teknologi) untuk mencapai tujuan organisasi. Selanjutnya definisi yang sama di ungkapkan oleh Hasibuan (2005:1), menyatakan bahwa manajemen adalah ilmu, dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dari beberapa definisi manajemen dari beberapa ahli, maka dapat di simpulkan bahwa manajemen adalah proses mengatur semua aktivitas organisasi melalui individu atau kelompok agar kegiatan kerja terorganisir dengan efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi. 2.2.2 Fungsi Manajemen Untuk dapat melaksanakan tugas dan menjalankan perannya dengan baik dan benar, maka sebuah manajemen memiliki peran yang dapat mendukung dan membantu dalam penerapannya. Empat fungsi manajemen menurut Robbins dan Coulter (2014:35) yaitu: 1) Perencanaan (Planning) adalah fungsi manajemen yang mencangkup proses mendefinisikan sasaran, menetapkan strategi untuk mencapai sasaran itu, dan menyusun rencana untuk mengintegrasikan dan mengkoordinasikan sejumlah kegiatan. 2) Pengorganisasi (Organizing) adalah fungsi manajemen yang melibatkan kegitan menyusun dan mengstrukturisasi pekerjaan agar dapat mencapai tujuan. Organizing mencangkup proses menentukan tugas apa yang harus dilakukan, siapa yang melakukan, bagaiman cara mengelompokkan tugastugas itu, siapa harus melapor ke siapa, dan dimana keputusan harus dibuat. 3) Kepemimpinan (Leading) adalah fungsi manajemen yang melibatkan bekerja melalui dan dengan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi. Leading mencangkup memotivasi bawahan, mempengaruhi individu atau 13 tim sewaktu mereka bekerja, merancang komunikasi yang efektif, dan memecahkan masalah perilaku karyawan. 4) Pengendalian (Controlling) adalah fungsi manajemen yang mencangkup memantau kinerja, membandingkan kinerja dengan standar yang ada, dan mengkoreksinya. 2.2.3 Manajemen Sumber Daya Manusia Setiap perusahaan memerlukan sumber daya untuk mencapai tujuannya. Sumber daya yang dibutuhkan itu, salah satunya adalah sumber daya manusia. Manajemen sumber daya manusia di definisikan sebagai “a managerial perspective which argues the need to establish an integrated series of personnel policies to support organization strategy” (Beardwell dan Claydon, 2007:5). Sumber daya manusia (SDM) harus dikelola dengan baik agar tujuan perusahaan dapat dimaksimalkan. Menurut Rivai dan Sagala (2009, p1), Manajemen sumber daya manusia salah satu bidang dari manajemen umum yang meliputi segi-segi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian. Menurut Mathis & Jackson (2009, p5) dan Hasibuan (2009, p23), manajemen sumber daya manusia (MSDM) dapat diartikan sebagai ilmu dan seni yang mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien dalam penggunaan kemampuan manusia agar dapat mencapai tujuan di setiap perusahaan. Gary Dessler (2013:4) menyatakan manajemen sumber daya manusia adalah proses merekrut, melatih, menilai dan mengkompensasikan karyawan dengan memperhatiakan pertimbangan hubungan antar karyawan, keamanan dan kesehatan serta keadilan. Sedangkan menurut Robbins dan Coulter (2014:312), manajemen sumber daya manusia adalah mengenai penggunaan karyawan secara organisasional untuk mendapatkan atau memelihara keunggulan kompetitif terhadap para pesaing. 14 Sumber daya manusia sebenernya terjadi karena interaksi antara manusia dan alam yang saling membutuhkan dalam memenuhi kebutuhannya. Sumber daya manusia merupakan salah satu sumber daya yang terdapat dalam suatu organisasi. Berbagai istilah yang dipakai untuk menunjukkan manajemen sumber daya manusia antara lain: manajemen sumber daya manusia, manajemen personalia, manajemen tenaga kerja, manajemen kepegawaian, administrasi personalia, industrial relation, man power management, dan sebagainya. Agar pengertian manajemen sumber daya manusia ini lebih jelas di rumuskan dan di kutip definisi yang di kemukakan para ahli: 1) Hasibuan mengatakan manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni menatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. 2) Andrew F. Sikula mengambarkan implementasi tenaga kerja manusia adalah pengadaan, pemeliharaan, penempatan, latihan-latihan dan pendidikan sumber daya manusia. Implementasi sumber daya manusia adalah rekruitmen, selection, tranning, education, development. 3) John B. Miner dan Mary Green Miner mendefinisikan manajemen personalia sebagai suatu proses pengembangan, merapkan dan menilai kebijaksanaan-kebijaksanaan, prosedur-prosedur, metode-metode dan program-program yang berhubungan dengan individu-individu karyawan dalam organisasi. 4) Dale Yoder mengartikan manajemen personalia adalah penyedia kepemimpinan dan pengarahan para karyawan dalam pekerjaan atau hubungan kerja mereka. Beberapa persamaan yang dapat kita definisikan dari pendapat para ahli di atas yaitu sama-sama mendefinisikan manajemen sumber daya manusia itu sebagai suatu proses dan upaya untuk mengatur hubungan pekerjaan dan manusia. Dan dengan melihat pendapat para ahli tersebut dapat kita simpulkan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah proses atau upaya yang mengatur hubungan dan peran 15 tenaga kerja agar lebih efktif dan efisien guna mencapai tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat. 2.2.4 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Dessler (2010: p4), Manajemen Sumber Daya Manusia memiliki fungsi-fungsi dasar, diantaranya: 1. Perencanaan, yaitu menentukan sasaran dan standar-standar; membuat aturan dan prosedur, menyusun rencana-rencana dan melakukan peramalan. 2. Pengorganisasian, yaitu memberikan tugas spesifik kepada setiap bawahan, membuat divisi, mendelegasikan wewenang kepada bawahan, membuat jalur wewenang dan komunikasi, mengkoordinasikan pekerjaan bawahan. 3. Penyusunan staf, yaitu menentukan tipe orang yang harus dipekerjakan, merekrut calon karyawan, memilih karyawan, menetapkan standar prestasi, mengevaluasi prestasi, memberikan konseling kepada karyawan, melatih dan mengembangkan karyawan. 4. Kepemimpinan, yaitu mendorong orang lain untuk menyelesaikan pekerjaan, mempertahankan semangat kerja, memotivasi bawahan. 5. Pengendalian, yaitu menetapkan standar seperti kuota penjualan, standar kualitas, atau tingkat produksi, memeriksa untuk melihat bagaimana prestasi yang dicapai dibandingkan dengan standar-standar tersebut, melakukan evaluasi. 2.2.5 Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Sutrisno (2009: p6) Tujuan manajemen sumber daya manusia meliputi: 1. Memberi pertimbangan manajemen dalam membuat kebijakan SDM untuk memastikan bahwa oganisasi memiliki pekerja yang bermotivasi dan berkinerja yang tinggi, memiliki pekerja yang selalu 16 siap mengatasi perubahan dan memenuhi kewajiban pekerjaan secara legal. 2. Mengimplementasikan dan menjaga semua kebijakan dan prosedur SDM yang memungkinkan organisasi mampu mencapai tujuannnya. 3. Membantu dalam pengembangan arah keseluruhan organisasi dan u n t u k strategi, khususnya yang berkaitan dengan implikasi SDM. 4. Memberi dukungan dan kondisi yang akan membantu manajer mencapai tujuannya. 5. Menangani berbagai krisis dan situasi sulit dalam hubungan antar pekerja untuk meyakinkan bahwa mereka tidak menghambat organisasi dalam mencapai tujuannnya. 6. Menyediakan media komunikasi antara pekerja dan manajemen organisasi. 7. Bertindak sebagai pemelihara standar organisasional dan nilai dalam manajemen SDM. 8. Memberi pertimbangan manajemen dalam membuat kebijakan SDM untuk memastikan bahwa oganisasi memiliki pekerja yang bermotivasi dan berkinerja yang tinggi, memiliki pekerja yang selalu siap mengatasi perubahan dan memenuhi kewajiban pekerjaan secara legal. 9. Mengimplementasikan dan menjaga semua kebijakan dan prosedur SDM yang memungkinkan organisasi mampu mencapai tujuannnya. 10. Membantu dalam pengembangan arah keseluruhan organisasi dan strategi, khususnya yang berkaitan dengan implikasi SDM. 2.2.6 Pentingnya Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen sumber daya manusia adalah bagian dari manajemen. Oleh karena itu, teori-teori manajemen umum menjadi dasar pembahasannya. Manajemen sumber daya manusa lebih memfokuskan pembahasannya mengenai peranan 17 pengaturan manusia dalam mewujudkan tujuan yang optimal. Manajemen sumber daya manusia mendapat perhatian dan sorotan yang baik dari berbagai pihak, baik yang berasal dari sektor publik maupun swasta. Berbagai penyelenggaraan seminar, pelatihan dan kursus dan yang sejenisnya semuanya menekanka pada manajemen sumber daya manusia. Pentingnya manajemen sumber daya manusia ini dapat di soroti dari berbagai perspektif. Moses K. Kiggundu misalnya, menyoroti relevansi dan pentingnya manajemen sumber daya mausia ini dari keempat perspektif, yaitu politik, ekonomi, teknologi dan sosial budaya. Sementara Siagian melangkah lebih jauh lagi dengan mengemukakan enam perspektif yaitu politik, ekonomi, hukum, sosial kultural, administratif dan teknologi. Dengan begitu manajemen sumber daya manusia memang sangat penting dalam sebuh organisasi dan menjadi kebutuhan pokok bagi organisasi apapun dan semuanya berusaha untuk memperbaiki diri melalui manajemen sumber daya manusia untuk tujuan yang efektif dan efisien. 2.2.7 Aktivitas Manajemen Sumber Daya Manusia Ada tujuh aktivitas manajemen sumber daya manusia, menurut Robert L. Mathis dan Jackson (2008) diantaranya: 1) Perencanaan dan analisis sumber daya manusia Lewat perencanaan sumber daya manusia, manajer-manajer berusaha untuk mengantisipasi kekuatan yang akan mempengaruhi persedian dan tuntutan para karyawan di masa depan. 2) Kesetaraan dan kesempatan kerja Pemenuhan hukum dan peraturan tentang kesetaraan kesempatan kerja mempengaruhi semua aktifitas sumber daya manusia yang lain dan integral dengan manajemen sumber daya manusia. 18 3) Pengangkatan pegawai Tujuan dari pengangkatan pegawai adalah memberikan persediaan yang memadai atas individu-individu yang berkualitas untuk mengisi lowongan pekerjaan di sebuah organisasi. 4) Pengembangan sumber daya manusia Dimulai dengan orientasi karyawan baru, pengembangan sumber daya manusa juga meliputi keterampilan pekerjaan 5) Kompensasi dan tunjangan Kompensasi memberikan pengahargaan kepada karyawan atas pelaksanaan pekerjaan melaui gaji, intensif dan tunjangan. Para pemberi kerja harus memperbaiki dan mengembangan sistem upah dan gaji dasar mereka. 6) Kesehatan, keselamatan dan keamanan Jaminan atas kesehatan fisik dan mental serta keselamatan dan kesehatan para karyawan adalah hal yang sangat penting. 7) Hubungan karyawan dan buruh atau hubungan manajemen. Hubungan para manajer dan karyawan mereka harus ditangani secara efektif apabila para karyawan dan organisasi ingin sukses bersama. 2.3 Stress Kerja 2.3.1 Definisi Stres Menurut Robbins and Judge (2008), stres adalah suatu kondisi dinamis dimana seorang individu di hadapkan pada peluang, tuntutan atau sumber daya yang terkait dengan apa yang di hasratkan oleh individu itu dan hasilnya di pandang tidak pasti dan penting. Stres adalah keadaan tegang yang dialami oleh seseorang ketika cara penanganan masalah yang biasa di gunakan tidak lagi memadai (Rae, 2008:152). Menurut Kreitner dan Kinicki (2005:351), stres adalah suatu respon yang adaptif, di hubungkan oleh karakteristik atau proses psikologis individu yang merupakan suatu 19 konsekuensi dari setiap tindakan eksternal, situasi atau peristiwa yang menempatkan tuntutan psikologis dan fisik khusus pada seseorang. Menurut Ivancevich et al. (2007: 441), stres adalah suatu respons adaptif, dimoderasi oleh perbedaan individu, yang merupakan konsekuensi dari setiap tindakan, situasi, atau peristiwa yang memberikan tuntutan khusus terhadap seseorang yang berpengaruh terhadap kinerja seseorang. Ivancevich, et al. (2007:441) juga menggolongkan stres dibagi menjadi dua kategori, yaitu stres sebagai suatu stimulus atau stres sebagai suatu respons. Stres sebagai suatu stimulus menganggap stres sebagai sejumlah karakteristik atau peristiwa yang mungkin menghasilkan konsekuensi yang tidak beraturan. Stres sebagai suatu respons merupakan konsekuensi dari interaksi antara suatu stimulus lingkungan dan respons individual. Hal ini berarti, stres merupakan interaksi unik antara kondisi stimulus dalam lingkungan dan cara individu untuk merespons dengan cara tertentu. 2.3.2 Jenis - Jenis Stres Hans Selye (1974) dalam Fevre et al (2006:726) menggolongkan stres menjadi 2 jenis, yaitu: 1) Eustress: terjadi ketika ada kesenjangan antara apa yang dimiliki dan apa yang diinginkan, tujuannya tidak terlalu jauh dari jangkauan, tapi individu dapat menangani kesenjangan ini. Eustress mendorong tantangan dan motivasi karena tujuannya sudah di depan mata. Eustress ditandai dengan harapan dan keterlibatan aktif. Eustress memiliki korelasi positif bermakna dengan kepuasan hidup dan harapan. 2) Distress: lawan dari eustress. Distress adalah keadaan tidak menyenangkan di mana seseorang tidak mampu beradaptasi sepenuhnya terhadap stressor dan stres yang dihasilkannya menunjukkan perilaku maladaptif. Hal ini dapat terlihat dengan adanya berbagai fenomena, seperti interaksi sosial yang tidak pantas (misalnya, agresif, pasif, atau penarikan diri). 20 2.3.3 Stres Kerja Stres kerja menurut Saleh, Bakar dan Keong (2008) stres kerja dilambangkan sebagai kekuatan, tekanan, kecenderungan atau upaya seseorang dalam kekuatan mental pada pekerjaan. Stres kerja menurut Mangkunegara (2008:157) adalah sebuah perasaan tertekan yang di alami karyawan dalam menghadapi pekerjaan. Stres kerja ini tampak dari sikap, antara lain emosi tidak stabil, perasaan tidak tenang, suka menyendiri, sulit tidur, merokok yang berlebihan, tidak bias rileks, cemas, tegang, gugup, tekanan darah meningkat, dan mengalami gangguan pencernaan. Menurut Robbins dalam Benyamin Molan (2006:796) menyatakan stress kerja adalah kondisi yang muncul dari interaksi antara manusia dan pekerjaan serta di karakteristikkan oleh perubahan manusia yang memaksa mereka untuk menyimpang dari fungsi normal mereka. Rae (2008:153) mendefinisikan stres kerja sebagai respon fisik dan emosional berbahaya yang terjadi ketika persyaratan kerja tidak memenuhi kapabilitas, sumber daya, dan kebutuhan karyawan. Luthans (2006:440) mendefinisikan stres kerja sebagai respons adaptif terhadap situasi eksternal yang menghasilkan penyimpangan fisik, psikologis, dan atau perilaku pada anggota organisasi. Hellriegel and Slocum (2004), menyatakan stres kerja ialah suatu perasaan tekanan yang di alami karyawan dalam menghadapi pekerjaan. Sementara itu Ross dan Altmaie menyebutkan bahwa stres kerja merupakan akumulasi dari sejumlah sumber-sumber stres yaitu situasi-situasi pekerjaan yang dianggap sebagai tekanan bagi kebanyakan orang. Lebih lanjut disebutkan bahwa stres kerja merupakan interaksi antara sejumlah kondisi pekerjaan dengan karakteristik yang dimiliki oleh pekerja dimana tuntutan pekerjaan melebihi kemampuan pekerja. dalam Nayaputera, (2011:21). Menurut Sunyoto (2012:61), menyatakan bahwa stres mempunyai arti berbeda-beda bagi masing-masing individu. Kemampuan setiap orang beraneka 21 ragam dalam mengatasi jumlah,intensitas, jenis dan lamanya stres. Orang lebih mudah membicarakan ketegangan daripada stres. Stres merupakan sesuatu yang menyangkut interaksi antara individu dan lingkungan yaitu interaksi antara stimulasi dan respons, dengan demikian stres kerja (job stress) adalah konsekuensi setiap tindakan dan situasi lingkungan yang menimbulkan tuntutan psikologis dan fisik secara berlebihan pada seseorang. Stres bukanlah sesuatu yang aneh atau yang tidak berkaitan dengan keadaan normal yang terjadi pada orang yang normal atau tidak semua stres bersifat negatif. Stres kerja yang dialami oleh karyawan akibat lingkungan yang dihadapinya akan mempengaruhi kinerja dan kepuasaan kerjanya. Pendapat lain diungkapkan oleh Davis dalam Suharsono (2012:171), stres kerja adalah kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses pikiran dan kondisi fisik seseorang saat bekerja. Definisi stres kerja lainnya menurut Cooper (Arnold, 2005) adalah sebuah kekuatan yang mendorong faktor fisik maupun psikologis diluar jangkauan stabilitas, membuat ketegangan dalam diri individu. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan stres kerja merupakan keadaan dimana karyawan mengalami gangguan psikologis maupun fisik dalam menghadapi suatu permasalahan atau pekerjaan yang dapat berpengaruh terhadap kinerjanya di dalam perusahaan dan membuat ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian karyawan dengan karakateristik aspek-aspek pekerjaannya. 2.3.4 Gejala Stres Kerja Secara umum, seseorang mengalami stres pada pekerjaan akan menampilkan gejala-gejala yang meliputi tiga kategori umum, yaitu (Robbins dan Judge, 2008): 1. Gejala Fisiologis Gejala fisiologis merupakan gejala awal yang bisa diamati, terutama pada penelitian medis dan ilmu kesehatan. Stres cenderung berakibat pada perubahan metabolisme tubuh, meningkatnya detak jantung dan pernafasan, peningkatan tekanan darah, timbulnya sakit kepala, serta yang lebih berat lagi terjadinya serangan jantung. 22 2. Gejala Psikologis Dari segi psikologis, stres dapat menyebabkan ketidakpuasan. Hal itu merupakan efek psikologis yang paling sederhana dan paling jelas. Namun bisa saja muncul keadaan psikologis lainnya, misalnya ketegangan, kecemasan, mudah marah, kebosanan dan suka menunda-nunda pekerjaan. Bukti menunjukkan bahwa ketika orang ditempatkan dalam pekerjaan dengan tuntutan yang banyak dan saling bertentangan atau dimana ada ketidakjelasan tugas, wewenang, dan tanggung jawab pemegang jabatan, maka stres maupun ketidakpuasan akan meningkat. 3. Gejala Perilaku Gejala stres yang berkaitan dengan perilaku meliputi perubahan dalam tingkat produktivitas, absensi, kemangkiran, dan tingkat keluarnya karyawan, juga perubahan dalam kebiasaan makan, merokok dan konsumsi alkohol, bicara cepat, gelisah, dan gangguan tidur. 2.3.5 Faktor Penyebab Stres Kerja Menurut Robbins (2012) terdapat tiga faktor penyebab stres, yaitu: 1. Faktor lingkungan Faktor lingkungan seperti ketidakpastian lingkungan mempengaruhi desain dari struktur suatu organisasi, ketidakpastian itu juga mempengaruhi tingkat stres di kalangan para karyawan. a. Ketidakpastian ekonomi Ketidakpastian harga barang yang cenderung terus naik sedangkan kenaikan gaji karyawan tidak terlalu signifikan dengan kenaikan harga barang dan bahkan gaji karyawan cenderung tetap hal inilah yang akan membuat karyawan menjadi stres karena kebutuhan pokoknya tidak tercukupi. 23 b. Ketidakpastian Politis Batasan birokrasi menjadi salah satu sumber stres yang berpengaruh dengan pekerjaan. Karyawan akan merasa tertekan atau stres apabila karyawan merasa ada ancaman terhadap perubahan politik. c. Ketidakpastian Teknologis Inovasi-inovasi baru dapat membuat ketrampilan dan pengalaman seorang karyawan usang dalam waktu yang sangat pendek oleh karena itu ketidakpastian teknologi merupakan tipe ketiga yang dapat menyebabkan stres, komputer, robotika, otomatisasi dan ragam-ragam lain dari inovasi teknologis merupakan ancaman bagi banyak organisasi yang menyebabkan stres. 2. Faktor organisasi Banyak sekali faktor di dalam organisasi yang dapat menimbulkan stres. Tekanan untuk menghindari kekeliruan atau menyelesaikan tugas dalam suatu kurun waktu yang terbatas, beban kerja yang berlebihan, seorang atasan yang menuntut dan tidak peka, serta rekan kerja yang tidak menyenangkan merupakan beberapa contoh. a. Tuntutan Tugas Tuntutan tugas merupakan faktor yang dikaitkan pada pekerjaan seorang. Faktor ini mencakup desain pekerjaan individu, kondisi kerja, dan tata letak kerja fisik. b. Tuntutan Peran Tuntutan peran berpengaruh dengan tekanan yang diberikan pada seseorang sebagai suatu fungsi dari peran tertentu yang dimainkan dalam organisasi itu. Konflik peran menciptakan harapan-harapan hampir tidak bisa dirujukkan atau dipuaskan. c. Tuntutan Antar Pribadi Tuntutan antar pribadi adalah tekanan yang diciptakan oleh karyawan lain kurangnya dukungan sosial, rekan-rekan dan pengaruh pribadi 24 yang buruk dapat menimbulkan stres yang cukup besar, teristimewa diantara para karyawan dengan kebutuhan sosial yang tinggi. d. Struktur Organisasi Struktur organisasi menentukan tingkat diferensiasi dalam organisasi, tingkat aturan dan peraturan, serta di mana keputusan diambil. Aturan yang berlebihan dan kurangnya partisipasi dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada seorang karyawan merupakan suatu contoh dari variabel struktural yang dapat merupakan sumber potensial dari stres. e. Kepemimpinan Organisasi Menggambarkan gaya manajerial dari eksekutif senior organisasi beberapa pejabat eksekutif keputusan menciptakan suatu budaya yang dicirikan oleh ketegangan, rasa takut dan kecemasan karyawan membangun tekanan yang tidak realistis untuk berprestasi dalam jangka pendek, memaksakan pengawasan yang berlebihan ketatnya dan secara rutin memecat karyawan yang tidak dapat mengikutinya. f. Tahap Hidup Organisasi Organisasi berjalan melalui suatu siklus, didirikan, tumbuh dan menjadi dewasa dan akhirnya merosot. Suatu, tahap kehidupan organisasi yaitu di mana dia ada dalam daur empat tahap ini, menciptakan masalah dan tekanan yang berbeda untuk para karyawan. Tahap pendirian dan kemerosotan sangat menimbulkan stres. 3. Faktor Individual Faktor individual bisa mencakup faktor-faktor dalam kehidupan pribadi karyawan, terutama sekali faktor-faktor ini adalah isu keluarga, masalah ekonomi pribadi dan karakteristik kepribadian yang intern. a. Masalah Keluarga Keluarga secara konsisten menunjukkan bahwa orang menganggap hubungan pribadi dan keluarga sebagai sesuatu yang berharga. Kesulitan pernikahan, pecahnya suatu hubungan dan kesulitan disiplin 25 pada anak-anak merupakan contoh dari masalah hubungan yang menciptakan stres bagi para karyawan dan terbawa ke tempat kerja. b. Masalah Ekonomi Masalah ekonomi diciptakan oleh individu yang terlalu merentangkan. Sumber daya keraguan karyawan merupakan suatu perangkat kesulitan pribadi lain yang dapat menciptakan stres bagi karyawan dan mengganggu perhatian karyawan terhadap kerja. c. Kepribadian Suatu faktor individual penting yang mempengaruhi stres adalah kodrat kecenderungan dasar dari seseorang, artinya gejala stres yang diungkapkan pada pekerjaan itu sebenarnya mungkin berasal dalam kepribadian orang itu. 2.3.6 Dampak Stres Kerja Menurut Rae (2008 :153) stres kerja dapat mempengaruhi kinerja karyawan. Selama dalam kondisi stres, karyawan merasa tidak mampu lagi melanjutkan pekerjaannya. Emosi karyawan yang stres kerja umumnya tidak stabil dan campur aduk sehingga menyebabkan perilaku agresif, permusuhan, dan penarikan (misalnya, sering absen). Perubahan kimia dalam tubuh individu yang stres kerja memiliki efek jangka panjang pada kesehatannya (Rae, 2008 : 158). Stres berbahaya karena merusak sistem daya tahan tubuh, sehingga mudah terserang penyakit, dan proses penyembuhannya pun lebih lama ketika terserang penyakit. Perusahaan harus mampu menganalisa biaya stres kerja yang dialami karyawan, mengatur tujuan untuk menjadi organisasi yang sehat, menciptakan program-program manajemen stres kerja karyawan, dan melatih para manajer untuk mengenali gejala-gejala stres kerja yang mungkin dialami karyawan sedini mungkin. Sedangkan menurut Luthans (2006:456), dampak stres kerja pada karyawan adalah sebagai berikut: 1). Masalah kesehatan fisik: • Masalah sistem kekebalan tubuh, 26 • Masalah sistem kardiovaskular, seperti tekanan darah tinggi dan penyakit jantung. • Masalah sistem musculoskeletal, seperti sakit kepala dan sakit punggung. • Masalah sistem gastrointestinal, seperti diare dan sembelit. 2). Masalah Psikologis Tingkat stres tinggi mungkin disertai dengan kemarahan, kecemasan, depresi, gelisah, cepat marah, tegang, dan bosan. Sebuah studi menemukan bahwa dampak stres yang paling kuat adalah pada tindakan agresif, seperti sabotase, agresi antar-pribadi, permusuhan, dan keluhan. Jenis masalah psikologis tersebut relevan dengan kinerja yang buruk, penghargaan diri yang rendah, benci pada pengawasan, ketidakmampuan untuk berkonsentrasi dan membuat keputusan, dan ketidakpuasan kerja. 3). Masalah perilaku Perilaku langsung yang menyertai tingkat stres yang tinggi mencakup makan sedikit atau perubahan makan berlebihan, tidak dapat tidur, merokok dan minum, dan penyalahgunaan obat-obatan. 2.3.7 Cara Menghadapi Stres kerja Tedapat dua cara untuk menghadapi stres kerja, menurut Invancevich, Konopaske dan Matteson (2006:303), sebagai berikut: 1) Problem-focused coping Tindakan yang di ambil oleh seseorang individu untuk menghadapi orang, situasi, atau peristiwa yang penuh tekanan kemudian merujuk pada tindakan yang diambil untuk berhadapan langsung dengan sumber stress. Sebagai contoh, pekerja yang memiliki seorang manajer yang kasar mungkin menghadapinya dengan cara absen dari tempat kerja. Absen ini akan memungkinkan pekerja tersebut menyingkir, selama beberapa waktu dari manajer yang kasar tersebut. 27 2) Emotion-focused coping Hal ini merujuk pada langkah-langkah yang diambil seseorang untuk berhadapan dengan perasaan dan emosi yang menekan. Sebagai contoh, karyawan sering berpergian sebagai bagian dari pekerjaannya mungkin dapat meringankan perasaan dan emosinya yang tertekan dengan berolah raga secara teratur atau dengan membaca buku fiksi ringan, jika aktivitas untuk menghadapi stres ini berhasil, perasaan karyawan tersebut terkendalikan. 2.3.8 Pendekatan Stres Kerja Menurut Robbins (2006) cara mengatasi stres dapat dilakukan dengan dua pendekatan yaitu pendekatan individu dan pendekatan organisasi. a. Pendekatan individu Karyawan dapat memikul tanggung jawab pribadi untuk mengurangi tingkat stresnya. Strategi yang telah terbukti efektif mencangkup pelaksanaan teknik-teknik manajeman waktu, meningkatkan latihan fisik, pelatihan pengenduran (relaksasi) dan perluasan jaringan dukungan social, misalnya menemukan seseorang yang mampu mendengar masalah-masalah kita dan memberikan perspektif yang lebih objektif terhadap situasi ini. b. Pendekatan organisasi Staregi yang dapat dipertimbangkan oleh manajemen untuk mengurangi tingkat stress yang dialami karyawan antara lain perbaikan personal dan penempatan kerja, penggunaan penempatan sasaran yang realistis, perancangan-ulang pekerjaan, peningkatan keterlibatan karyawan, perbaikan komunikasi organisasi dan penegakan program kesejahteraan korporasi. 28 2.3.9 Pengukuran Stres Kerja Dalam pengukuran penyebab stres baik on the job maupun off the job adalah dengan melihat kondisi yang terjadi pada karyawan tersebut yaitu: 1. Agresif, yaitu suatu sikap yang mudah menyerang, dalam kondisi seperti ini biasanya tidak dapat menerima orang lain. 2. Tekanan, yaitu kondisi kerja karyawan yang disebabkan oleh banyaknya tuntutan pekerjaan yang harus diselesaikan. 3. Suntuk, yaitu kondisi kerja karyawan yang disebabkan pekerjaan yang monoton dan menginginkan adanya perubahan. 4. Rasa tidak puas, dalam suatu kondisi pekerjaan yang tidak memenuhi harapan dan pekerjaan yang tidak sesuai dengan kondisi atau situasi. 5. Mudah terkejut, yaitu kondisi karyawan yang selalu melamun disebabkan banyaknya masalah, baik dalam pekerjaan maupun luar pekerjaan sehingga terkejut apabila mendapat sapaan dari rekan sekerja. 6. Sulit berkonsentrasi, yaitu kondisi yang disebabkan oleh ruang kerja yang tidak mendukung. 7. Depresi, yaitu kondisi yang mempengaruhi kehidupan individu yang bersangkutan dan dapat menyerah pada upaya bunuh diri. 8. Sulit mengambil keputusan, yaitu kondisi dimana karyawan yang sudah mengalami over load di karenakan berbagai tuntutan pekerjaaan sehingga sulit mengambil keputusan. 9. Mudah tersinggung, yaitu kondisi perasaan seseorang yang mudah tersentuh emosional karena perlakukan tertentu dari seseorang. 10. Gelisah, yaitu kondisi yang disebabkan adanya perasaan yang tidak enak, baik dari dalam pekerjaan maupun luar pekerjaan. 11. Pelupa, yaitu kondisi adanya banyak masalah pekerjaan baik dari rekan kerja maupun pimpinan. 29 12. Pesimis, suatu kondisi pekerja yang disebabkan adanya tugas-tugas baru yang membuat patah semangat dalam mengerjakan tetapi masih tetap berusaha untuk menyelesaikannya. 13. Menutup diri, yaitu kondisi karyawan yang disebabkan adanya masalah, baik dari pekerjaan ataupun keluarga yang tidak ingin diceritakan dengan rekan sekerjanya. 2.3.10 Indikator Stres Kerja Indikator stres kerja menurut Salleh, Bakar dan Keong (2008) terbagi atas 5 skala penilaian yaitu: 1. Faktor intrinsik pekerjaan yang terbagi atas tuntutan tugas, tekanan waktu karena deadline pekerjaan dan harus melakukan pengambilan keputusan yang terlalu banyak. 2. Peran dalam organisasi yang terbagi atas ketidakpastian dan kurangnya informasi peran pekerjaan, harapan dalam pekerjaan dan tanggung jawab dalam pekerjaan. 3. Hubungan di tempat kerja yang terbagi atas hubungan dengan atasan dan hubungan dengan rekan kerja, 4. Pengembangan karir yang terbagi atas kurangnya keamanan kerja (ketakutan akan tidak dipakai lagi atau pensiun dini) dan ketidakcocokan status misalnya promosi yang berlebihan, promosi yang kurang dan frustasi karena harus mengejar karir yang tinggi. 5. Struktur dan iklim organisasi yaitu kesempatan yang lebih besar untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. 2.3.11 Hubungan Stres kerja dan Kinerja Karyawan Stres kerja sangat membantu tetapi dapat berperan salah atau merusak kinerja. Secara sederhana ini berarti bahwa stres mempunyai potensi untuk mendorong atau mengganggu pelaksanaan kerja, bila tidak ada stres tantangan kerja juga tidak akan ada dan kinerja pun akan rendah. 30 Stres yang tidak teratasi akan berpengaruh terhadap kinerja. Pada tingkat tertentu stres itu diperlukan. Apabila tidak ada stres dalam pekerjaan, para karyawan tidak akan merasa ditantang dengan adanya kinerja yang menjadi rendah. Sebaliknya dengan adanya stres, karyawan merasa perlu mengerahkan segala kemampuannya untuk berprestasi tinggi dan dengan demikian dapat menyelesaikan tugas dengan baik. Bagi seorang pemimpin tekanan-tekanan yang diberikan oleh seorang karyawan haruslah dikaitkan dengan apakah stres yang ditimbulkan dari tekanan-tekanan tersebut masih dalam keadaan wajar. Lebih lanjut menurut Stephen P. Robbins (2010) stres berpengaruh terhadap prestasi kerja, ini dibuktikan dengan U terbalik antara stres kerja dan prestasi kerja. Dibawah ini hubungan stres kerja dan prestasi kerja digambarkan dengan U terbalik. Gambar 2.1 Hubungan Stres Kerja dan Kinerja Karyawan Logika yang mendasari U terbalik itu adalah bahwa stres pada tingkat rending sampai tingkat sedang merangsang tubuh dan mengakibatkan kemampuan untuk berkreasi. Pada saat itu individu sering melakukan tugasnya dengan lebih baik, lebih intensif atau lebih cepat. Tetapi bila stres itu lebih banyak akan mengakibatkan kinerja menjadi rendah atau menurun. Pola U terbalik ini juga menggambarkan reaksi terhadap stres sepanjang waktu dan terhadap intensitas stres, artinya stres tingkat sedang justru dapat berpengaruh negatif pada kinerja atau prestasi jangka panjang karena intensitas stres yang berkelanjutan itu dapat meruntuhkkan individu dan melemahkan sumber daya energinya. 31 2.4 Definisi Beban Kerja Beban kerja merupakan salah satu aspek yang harus diperhatikan oleh setiap perusahaan, karena beban kerja berpengaruh terhadap karyawan dalam meningkatkan produktivitas dan merasakan kenyamanan dalam bekerja. Beban kerja adalah besaran pekerjaan yang harus dipikul oleh suatu jabatan atau unit organisasi dan merupakan merupakan hasil kali antara volume kerja dan norma waktu (Aminah Soleman, 2011). Menurut Menpan (Dhini Rama Dhania, 2010:16), pengertian beban kerja adalah sekumpulan atau sejumlah kegiatan yang harus diselesaikan oleh suatu unit organisasi atau pemegang jabatan dalam jangka waktu tertentu. Beban kerja adalah frekuensi kegiatan rata-rata dari masing-masing pekerjaan dalam jangka waktu tertentu. Beban kerja meliputi beban kerja fisik maupun mental. Akibat beban kerja yang terlalu berat atau kemampuan fisik yang terlalu lemah dapat mengakibatkan seorang pegawai menderita gangguan atau penyakit akibat kerja (Irwandy, 2007). Menurut Permendagri No. 12/2008, beban kerja adalah besaran pekerjaan yang harus dipikul oleh suatu jabatan atau unit organisasi dan merupakan hasil kali antara volume kerja dan norma waktu. Robbins (2010) menyatakan bahwa positif negatifnya beban kerja merupakan masalah persepsi. Persepsi didefinisikan sebagai suatu proses dimana individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan mereka. Persepsi terhadap beban kerja berkaitan dengan faktor atribut peran dan pekerjaan. Hal ini dikarenakan persepsi terhadap beban kerja merupakan yang erat hubungannya dengan suatu pekerjaan, dimana individu memberikan penilaian mengenai sejumlah tuntutan tugas atau kegiatan yang membutuhkan aktivitas mental dan fisik yang harus ia selesaikan dalam waktu tertentu, apakah memiliki dampak positif atau negatif terhadap pekerjaan. Dengan demikian pengertian beban kerja adalah sebuah proses yang dilakukan oleh seseorang dalam menyelesaikan tugas-tugas suatu pekerjaan atau 32 kelompok jabatan yang dilaksanakan dalam keadaan normal dalam suatu jangka waktu tertentu. 2.4.1 Faktor Yang Mempengaruhi Beban Kerja Faktor-faktor yang mempengaruhi beban kerja dalam penelitian Aminah Soleman (Jurnal Arika, 2011:85) adalah sebagai berikut: 1) Faktor eksternal: Beban yang berasal dari luar tubuh pekerja, seperti: • Tugas (Task). Meliputi tugas bersifat fisik seperti, stasiun kerja, tata ruang tempat kerja, kondisi ruang kerja, kondisi lingkungan kerja, sikap kerja, cara angkut, beban yang diangkat. Sedangkan tugas yang bersifat mental meliputi, tanggung jawab, kompleksitas pekerjaan, emosi pekerja dan sebagainya. • Organisasi Kerja. Meliputi lamanya waktu kerja, waktu istirahat, shift kerja, sistem kerja dan sebagainya. • Lingkungan Kerja. Lingkungan kerja ini dapat memberikan beban tambahan yang meliputi, lingkungan kerja fisik, lingkungan kerja kimiawi, lingkungan kerja biologis dan lingkungan kerja psikologis. 2) Faktor internal Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh akibat dari reaksi beban kerja eksternal yang berpotensi sebagai stresor, meliputi faktor somatis (jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, status gizi, kondisi kesehatan, dan sebagainya), dan faktor psikis (motivasi, persepsi, kepercayaan, keinginan, kepuasan, dan sebagainya). 33 2.4.2 Indikator Beban Kerja Dari faktor-faktor tersebut dapat diperoleh indikator-indikator dari variabel beban kerja sebagai berikut: 1. Faktor eksternal: a. Tugas-tugas yang bersifat fisik (sikap kerja) b. Tugas-tugas yang bersifat mental (tanggung jawab, kompleksitas pekerjaan, emosi pekerja dan sebagainya) c. Waktu kerja dan waktu istirahat dosen d. Kerja secara bergilir e. Pelimpahan tugas dan wewenang 2. Faktor internal: a. Faktor somatis (kondisi kesehatan) b. Faktor psikis (motivasi, persepsi, kepercayaan, keinginan dan sebagainya). 2.4.3 Hubungan Beban Kerja dengan Kinerja Karyawan Gambar 2.2 Hubungan Beban Kerja dan Kinerja Karyawan Berdasarkan Yerkes-Dodson Law, hubungan antara beban kerja dan kinerja dapat digambarkan seperti bentuk kurva U terbalik. Kurva memperlihatkan bahwa dengan beban kerja yang terlalu rendah ataupun terlalu tinggi maka akan menyebabkan performance pekerja rendah, sementara untuk beban kerja dengan level sedang kinerja masih tergolong tinggi. Hal ini juga berlaku untuk beban kerja 34 mental. Jika beban mental seorang karyawan rendah, maka pekerja tersebut akan mudah bosan dan cenderung kehilangan ketertarikan terhadap pekerjaan yang dilakukan dan menurunnya tingkat konsentrasi. 2.5 Definis Motivasi Kerja 2.5.1 Definisi Motivasi Menurut Jones dan Goerge (2008) Motivasi adalah kekuatan psikologis yang menentukan arah tingkat seseorang usaha, dan tingkat seseorang ketekunan . Jones dan George juga mengatakan, bahwa motivasi merupakan sentral manajemen, sebab menjelaskan bagaimana orang berperilaku dan cara mereka melakukan pekerjaan di dalam organisasi. Motivasi ada yang berasal dari dalam (intrinsic) dan ada yang berasal dari luar (extrinsic). Perilaku dengan motivasi intrinsik adalah perilaku yang ditunjukkan untuk kepentingannya sendiri, dengan kata lain sumber motivasi biasanya datang dari penunjukkan perilaku itu sendiri. Sedangkan perilaku dengan motivasi ekstrinsik adalah perilaku yang ditunjukkan untuk memperoleh materi atau penghargaan sosial atau untuk menghindari hukuman. Perilaku tersebut ditunjukkan bukan untuk kepentingannya sendiri tetapi lebih kepada konsekuensinya. Contoh dari motivasi ekstrinsik termasuk bayaran, pujian, status. (Jones dan George, 2008). Menurut Mc.Shane dan Von Glinow (2008), motivation refers to the forces within a person that affect the direction, intensity, and persistence of voluntary behavior. McShane dan Von Glinow juga mengatakan, bahwa motivasi merupakan salah satu dari empat faktor yang menggerakkan seseorang berperilaku dan menunjukan kinerjanya. Empat faktor tersebut adalah: motivation, ability, role perception, and situational factors of individual behavior and results (MARS model). Menurut hasil penelitian McClelland dalam McShane, Von Glinow dan Mary Ann (2008) terdapat tiga kebutuhan yang mendorong motivasi, yaitu: Need for achievement, need for affiliation, dan need for power. Bila kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat dipenuhi akan berakibat meningkatkan kinerja. Istilah-istilah untuk menghindari kekurang tepatan penggunaan istilah “motivasi” ini, perlu kiranya dikemukakan pendapat Manullang tentang adanya istilah-istilah yang mirip dan sering dikacaukan tentang motivasi tersebut sebagai 35 berikut: (a) motif, (b) motivasi, (c) motivasi kerja, (d) incentive. Sedangkan istilahistilah lain dari berbagai sumber, motivasi kerja juga bisa disebut motivating, motivation dan motive (Martoyo,2003). Herzberg (1966) dalam Robbins (2006) memperkenalkan teori motivasi higiene atau yang sering disebut dengan teori dua faktor, yang berpendapat bahwa hubungan individu dengan pekerjaannya merupakan hubungan dasar dan bahwa sikap seseorang terhadap kerja sangat menentukan kesuksesan atau kegagalan individu tersebut. Herzberg (1966) dalam Robbins (2006) juga menyatakan bahwa terdapat faktor yang diinginkan seseorang terhadap pekerjaan mereka. Dari respon yang dikategorikan, diketahui bahwa respon mereka yang merasa senang berbeda dengan respon mereka yang tidak merasa senang. Beberapa faktor tertentu cenderung secara konsisten terkait dengan kepuasan kerja dan yang lain terkait dengan kerja. Menurut Malayu S.P Hasibuan (2006) “bahwa motivasi adalah pemberian daya pengerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan”. Dimensi motivasi menurut Sutrisno Edy (2009) dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Faktor Intern: keinginan untuk hidup, penghargaan, pengakuan. 2. Faktor Ekstern: kondisi lingkungan kerja (cahaya yang cukup, bersih dan strategis) dan adanya jaminan pekerjaan. 2.5.2 Definisi Motivasi Kerja Anoraga (2006:35) menjelaskan bahwa motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Oleh sebab itu, motivasi kerja disebut pendorong semangat kerja. Kuat dan lemahnya motivasi kerja seorang tenaga kerja ikut menentukan besar kecilnya prestasinya. Pengertian motivasi kerja menurut para ahli adalah sebagai berikut: • H. Haynes dan J. L. Massi mengatakan bahwa “motive” adalah:“something within individual which incites him to action.” 36 • Carl Heyel memberikan defenisi motivation sebagai berikut: “motivation refers to the degree of readyness of an organism to pursue some designated goal and implier the determination of the nature and locus of the foreces inducing the degree of readyness.” • The Liang Gie berpendapat bahwa motivating adalah pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang manajer dalam memberikan inspirasi, semangat dan dorongan kepada orang lain, dalam hal ini karyawannya, untuk mengambil tindakan-tindakan. • Chung dan Megginson menyatakan bahwa motivasi dirumuskan sebagai perilaku yang ditujukan pada sasaran. Motivasi berkaitan dengan yang dilakukan seseorang dalam mengejar suatu tujuan, motivasi berkaitan erat dengan kepuasan pekerja dan performasi pekerjaan. Beberapa persamaan dari pendapat para ahli diatas yaitu memberikan motivasi dan semangat serta untuk mencapai kepuasan kerja. Dengan berbagai defenisi dari para ahli bisa disimpulkan bahwa motivasi kerja adalah suatu pemberian dorongan dan semangat yang diberikan oleh manajernya agar karyawan nya lebih giat dalam bekerja dalam mewujudkan suatu tujuan di dalam organisasi yang ditunjukkan oleh kepuasan serta kinerja dari karyawan tersebut. 2.5.3 Teori Motivasi Untuk mencapai keefektivan motivasi, maka diperlukan teori-teori motivasi dari para ahli sebagai pendukungnya. Teori-teori motivasi dalam Malayu S.P Hasibuan (2005) adalah sebagai berikut: a). Teori Motivasi Mc Clelland Menurut David Mc Clelland terdapat tiga macam kebutuhan yang perlu diperhatikan pegawai yaitu: Kebutuhan akan prestasi (needs for achievement = nAch), kebutuhan akan kelompok pertemanan (needs for affliliation = nAff) dan kebutuhan akan kekuasaan (needs for power = nPower), dimana apabila kebutuhan seseorang terasa sangat mendesak, 37 maka kebutuhan itu akan memotivasi orang tersebut untuk berusaha keras memenuhinya. Berdasarkan teori ini kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat dibangun dan dikembangkan melalui pengalaman dan pelatihan. Orang yang tinggi dalam nAch akan lebih menyukai pekerjaan dengan tanggung jawab individu, umpan balik dari kinerja, dan tujuan yang menantang. b). Teori Herzberg Teori Dua Faktor (Two-Factor Theory) yang dikemukakan oleh Frederick Herzberg merupakan kerangka kerja lain untuk memahami implikasi motivasional dari lingkungan kerja dan ada dua faktor di dalam teori ini yaitu: faktor-faktor higienis (sumber ketidakpuasan) dan faktor-faktor pemuas (sumber kepuasan) dalam teorinya Herzberg menyakini bahwa kepuasan kerja memotivasi pada kinerja yang lebih baik. Faktor higienis seperti kebijakan organisasi, supervisi dan gaji dapat menghilangkan ketidakpuasan. Faktor ini berhubungan erat dengan pekerjaan. Perbaikan hubungan pekerjaan tidak mengarah pada kepuasan yang lebih besar, tetapi diharapkan akan mengurangi ketidakpuasan. Dilain pihak, motivator atau pemuas seperti pencapaian, tanggung jawab dan penghargaan mendukung pada kepuasan kerja. Motivator berhubungan erat dengan kerja itu sendiri atau hasil langsung yang diakibatkannya, seperti peluang promosi, peluang pertumbuhan personal, pengakuan tanggung jawab dan prestasi. Perbaikan dalam isi pekerjaan mendorong pada peningkatan kepuasan dan motivasi untuk bekerja lebih baik. c). Teori Hierarki Kebutuhan Abraham Maslow Yaitu hirarki lima kebutuhan dengan tiap kebutuhan secara berurutan dipenuhi, maka kebutuhan berikutnya akan menjadi dominan. Menurut Luisser (1996) kebutuhan maslow oleh Maslow (2010) diklasifikasikan atas lima tingkat sebagai berikut: • Psysicological Needs (Kebutuhan Fisiologis): merupakan kebutuhan hirarki paling dasar yang merupakan kebutuhan untuk dapat hidup seperti makan, tempat tinggal dan pakaian yang dapat dipenuhi 38 dengan gaji yang diterima. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan ini merangsang seseornag berperilaku atau bekerja dengan giat. • Security and Safety Needs (Kebutuhan Keamanan dan Keselamatan): adalah kebutuhan akan kebebasan dari ancaman yakni merasa aman dari ancaman kecelakaan dan keselamatan dalam melaksanakan pekerjaan. Kebutuhan ini meliputi keamanan, keselamatan kerja dan kelangsungan pekerjaan serta jaminan hari tua. Pentingnya memuaskan kebutuha-kebutuhan ini jelas terlihat pada organisasi modern, tempat pemimpin organisasi yang selalu mengutamakan keamanan dengan menggunakan alat-alat modern dan pengawalan. • Social Needs (Kebutuhan Sosial): yaitu kebutuhan persahabatan. Afiliasi dan interaksi yang lebih erat dengan orang lain. Karena manusia adalah mahluk sosial maka sudah jelas mempunyai kebutuhan-kebutuhan sosial. • Esteem Needs (Kebutuhan Penghargaan): adalah kebutuhan akan penghargaan diri dan pengakuan serta penghargaan prestasi dari karyawan dan masyarakat lingkungan. Idelanya prestise timbul karena adanya prestasi, tetapi tidak selamanya demikian. Akan tetapi perlu juga diperhatikan oleh pemimpin bahwa semakin tinggi kedudukan seseorang dalam masyarakat atau posisi seseorang dalam organisasi, maka semakin tinggi pula prestisenya. • Self Actualization Needs (Kebutuhan Aktualisasi Diri): adalah kebutuhan akan aktualisasi dengan menggunakan kemampuan, keterampilan dan potensi optimal. Untuk mencapai prestasi kerja yang memuaskan atau luar biasa. Kebutuhan ini merupakan realisasi lengkap potensi seseorang secara penuh. Keinginan seseorang untuk mencapai kebutuhan sepenuhnya dapat berbeda satu dengan yang lainnya. 2.5.4 Tujuan Motivasi Motivasi mempunyai tujuan sebagaimana dalam mengungkapkan bahwa: 1) Mendorong gairah dan semangat kerja pegawai Hasibuan (2005) 39 2) Meningkatkan moral dan kepuasan kerja pegawai 3) Meningkatkan produktivitas kerja pegawai 4) Mempertahankan loyalitas dan kestabilan pegawai perusahaan 5) Meningkatkan kedisiplinan dan menurunkan tingkat absensi Pegawai 6) Mengefektifkan pengadaan pegawai 7) Menciptakan suasanan dan hubungan kerja yang baik 8) Meningkatkan kreatifitas dan partisipasi pegawai 9) Meningkatkan tingkat kesejahteraan pegawai 10) Mempertinggi rasa tanggung jawab pegawai terhadap tugas-tugasnya 11) Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan. 2.5.5 Jenis Motivasi Jenis motivasi dapat dikelompokan menjadi dua jenis menurut Hasibuan (2005), yaitu: 1) Motivasi Positif (Insentif positif), manajer memotivasi bawahan dengan memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi baik. Dengan motivasi positif ini semangat kerja bawahan akan meningkat, karena manusia pada umumnya senang menerima yang baik-baik saja. 2) Motivasi Negatif (Insentif negatif), manajer memotivasi bawahannya dengan memberikan hukuman kepada mereka yang pekerjaannya kurang baik (prestasi rendah). Dengan memotivasi negatif ini semangat kerja bawahan dalam waktu pendek akan meningkat, karena takut hukuman. Penggunaan kedua motivasi tersebut haruslah diterapkan kepada siapa dan kapan agar berjalan efektif merangsang gairah bawahan dalam bekerja. 2.5.6 Indikasi Penurunan Motivasi Kerja Indikasi turunnya motivasi kerja penting untuk diketahui oleh setiap perusahaan, karena dengan pengetahuan tentang indikasi ini dapat diketahui penyebab turunnya motivasi kerja. Dengan demikian perusahaan dapat mengambil tindakan-tindakan pencegahan atau pemecahan masalah sedini mungkin. Indikasi penurunan motivasi kerja antara lain sebagai berikut: 1. Turunnya Produktivitas Kerja 40 Turunnya produktivitas kerja ini dapat diukur atau dibandingkan dengan waktu sebelumnya. Produktivitas kerja ini dapat terjadi karena permasalahan penundaan pekerjaan dan sebagainya. Untuk dapat mengetahui tinggi rendahnya produktivitas kerja, maka perusahaan harus membuat standar kerja. 2. Tingkat Absensi yang Tinggi Pada umumnya apabila semangat kerja turun, maka karyawan akan malas untuk datang bekerja. Untuk melihat apakah naiknya tingkat absensi tersebut merupakan indikasi turunnya semangat kerja, maka perusahaan tidak boleh melihat tingkat absensi ini secara perorangan tetapi harus secara merata. 3. Tingkat Perpindahan Karyawan yang Tinggi Apabila di dalam perusahaan terjadi tingkat keluar masuk karyawan yang tinngi, maka hal ini merupakan indikasi turunnya semangat kerja. Keluar masuknya karyawan yang meningkat tersebut terutama disebabkan ketidak senangan karyawan untuk bekerja pada perusahaan tersebut, sehingga karyawan berusaha untuk mencari pekerjaan lain yang dianggap lebih sesuia. 4. Kegelisahan Kegelisahan akan terjadi apabila semangat kerja menurun. Seorang pemimpin harus dapat mengetahui adanya kegelisah yang timbul. Kegelisahan itu dapat terwujud dalam bentuk ketidak tenangan dalam bekerja, keluh kesah serta hal lainnya. 2.5.7 Bentuk-Bentuk Motivasi Kerja Pada umumnya bentuk motivasi kerja yang sering dianut oleh perusahaan meliputi empat unsur utama (Sastrohadiwiryo, 2003) yaitu: 1. Kompensasi dalam Bentuk Uang Salah satu bentuk yang paling sering dibagikan kepada tenaga kerja adalah kompensasi yang berbentuk uang. Pemberian kompensasi dalam bentuk aung sebagai motivasi kerja para pegawai memiliki dua pengaruh 41 perilaku. Keanggotaan adalah pengaruh yang paling luas, yang kedua adalah negative dari sudut pandang perusahaan cenderung terbatas dan hanya pada pekerja yang pendapatannya tidak lebih dari tingkat “standar kehidupan yang layak” dan menganggap kompensasi dalam bentuk uang ini tidak seimbang. 2. Pengarahan dan Pengendalian Pengarahan maksudnya menentukan apa yang harus mereka kerjakan atau tidak mereka kerjakan, sedangkan pengendalian maksudnya menentukan bahwa tenaga kerja harus mengerjakan hal-hal yang harus di instruksikan. 3. Penempatan Pola Kerja yang Efektif Pada umumnya reaksi dari kebosanan kerja akan menghambat produktivitas kerja dan untuk menanggapinya digunakan beberapa teknik: • Memperkaya pekerjaan yaitu penyesuaian tuntutan pekerjaan dengan kemampuan tenaga kerja. • Manajemen partisipatif yaitu penggunaan berbagai cara untuk melibatkan pekerja dalam mengambil keputusan yang mempengaruhi pekerjaan mereka. • Mengalihkan perhatian pekerja dari pekerja yang membosankan kepada instrument (alat), waktu luang untuk istirahat atau sarana lain. 4. Kebajikan Kebajikan dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan yang diambil dengan sengaja oleh manajemen untuk mempengaruhi sikap atau perasaan tenaga kerja. 2.5.8 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Kerja Seorang pemimpin yang merupakan motivator harus mengetgahui tentang motivasi yang agar keberhasilan organisasi dalam mewujudkan usaha kerja manusia dapat tercapai. Menurut Mangkunegara (2004:65) bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi perilaku manusia yaitu: 42 1. Motivasi Instrinsik Motivasi instrinsik dapat pula dibangkitkan dari dalam atau sering disebut dengan motivasi internal. Sasaran yang ingin dicapai berada dalam individu itu sendiri. Karyawan dapat bekerja karena tertarik dan senang pada pekerjaannya, karyawan meraka pekerjaan yang dilakukannya memberikan makna, kepuasaan dan kebahagiaan dalam dirinya. Adapun faktor instrinsik terdiri dari upah, kemanan kerja, kondisi kerja dan status prosedur perusahaan. 2. Motivasi Ekstrinsik Motivasi yang dibangkitkan karena mendapatkan rangsangan dari luar merupakan motivasi eksternal. Faktor ekstrinsik adalah prestasi, pengakuan, tanggung jawab dan kemajuan pekerjaan itu sendiri serta kemungkinan untuk berkembang, dll. Faktor pemeliharaan yang merupakan kondisi ekstrinsik dari karyawan yang akan menimbulkan ketidakpuasan dan faktor motivator yang merupakan faktor yang menggerakkna motivasi. Menurut Hasibuan (2003:86) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi terbagi menjadi dua metode motivasi: 1. Motivasi Langsung, yaitu motivasi (materil & non material) yang diberikan secara langsung kepada setiap individu karyawan untuk memenuhi kebutuhan serta kepuasaanya. Jadi sifatnya khusus, seperti: pujian, penghargaan, tunjangan hari raya, bonus dan bintang jasa. 2. Motivasi Tak Langsung, yaitu motivasi yang diberikan hanya berupa fasilitas-fasilitas yang mendukung serta menunjang gairah kerja atau kelancaran tugas sehingga para karyawan betah dan bersemangat melakukan pekerjaan. Misalnya: mesin yang baik, ruangan yang tenang, suasana kerja dan penempatan kerja yang tepat. Motivasi tak langsung besar pengaruhnya untuk merangsang semangat bekerja karyawan sehingga produktif. 43 2.5.9 Indikator Motivasi Kerja lmlmllm Menurut Riduwan (2002:66) bahwa motivasi kerja dapat diukur melalui indikator sebagai berikut: 1. Upah atau Gaji yang Layak, dapat diukur melalui gaji yang memadai dan besarnya sesuai standar mutu hidup. 2. Pemberian Intensif, yang diukur melalui pemberian bonus sewaktuwaktu, rancangan kerja dan prestasi kerja. 3. Mempertahankan Harga Diri, yaitu diukur dengan iklim kerja yang kondusif, kesamaan hak dan kenaikan pangkat. 4. Memenuhi Kebutuhan Rohani, yaitu diukur dengan kebebasan dengan menjalankan sariat agama, menghormati kepercayaan orang dan penyelenggaraan ibadah. 5. Memenuhi Kebutuhan Partisipasi, yaitu diukur melalui kebersamaan, kerjasama, rasa memiliki dan bertanggung jawab 6. Menempatkan Pegawai pada Tempat yang Sesuai, dalam hal ini diukur dengan seleksi sesuai kebutuhan, memperhatikan kemampuan, memperhatikan pendidikan, memperhatikan pengalaman dan memberikan pekerjaan sesuai kemampuan 7. Menimbulkan Rasa Aman di Masa Depan, seperti indikator jaminan hari tua, pembayaran pensiun dan pemberian perumahan. 8. Memperhatikan Lingkungan Tempat Kerja, yang diukur melalui tempat kerja yang nyaman cukup cahaya, jauh dari polusi dan berbahaya. 9. Memperhatikan Kesempatan untuk Maju, yang diukur melalui upaya pengembangan kursus dan diklat. 10. Menciptakan Persaingan yang Sehat, yang diukur melalui produktivitas kerja, prestasi kerja, pengembangan karir yang jelas, bonus, kinerja pegawai, penghargaan dan hukuman. 44 2.5.10 Hubungan Motivasi Kerja dan Kinerja Karyawan Motivasi berarti suatu kondisi yang mendorong atau menjadi sebab seseorang melakukan suatu perbuatan atau kegiatan, yang berlangsung secara sadar (Nawawi, 2000:87). Menurut Mc Clelland teori motivasi ada tiga kebutuhan penting yang ingin dicapai seseorang, yaitu kebutuhan prestasi (achievement), kebutuhan afiliasi (affiliation) dan kebutuhan kekuasaan (power). Untuk mencapai hal tersebut seseorang yang termotivasi akan melakukan hasil yang terbaik untuk dirinya. Menurut Prawirosentono (2001), kinerja dipengaruhi oleh motivasi karyawan yang bekerja dalam suatu organisasi. Bila karyawan motivasinya rendah maka hasil kerja (kinerjanya) juga akan rendah. keberhasilan suatu kinerja di dasarkan atas efektivitas dan efisiensi, tanggung jawab, disiplin dan inisiatif. 2.6 Definisi Kinerja 2.6.1 Kinerja Kinerja atau performance dapat didefinisikan sebagai tingkat pencapaian hasil atau “The Accomplishment” dengan kata lain kinerja merupakan tingkat pencapaian tujuan organisasi. Kinerja mempunyai makna lebih luas bukan hanya menyatakan sebagai hasil kerja, tetapi juga bagaimana proses kerja berlangsung (Wibowo, 2007). Ia juga mengatakan bahwa kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang diacapai dari pekerjaan tersebut, dan bagaimana cara mengerjakannya. Mangkunegara (2005:9) mendefinisikan kinerja sebagai hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dapat dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Brahmasari (2008:128) juga mengemukakan bahwa kinerja adalah pencapaian atas tujuan organisasi yang dapat berbentuk output kuantitatif maupun kualitatif, kreatifitas, fleksibilitas, dapat diandalkan atau hal-hal lain yang diinginkan oleh organisasi. 45 Penelitian ini berdasarkan pada pendapat Simamora (2004:409) yang mengemukakan bahwa kinerja karyawan adalah tingkatan dimana karyawan mencapai persyaratan-persyaratan pekerjaan. Kinerja mengacu pada kadar pencapaian tugas-tugas yang membentuk sebuah pekerjaan karyawan. Harsuko (2011: 50) mendefinisikan kinerja adalah unsur pencatatan hasil kerja SDM dari waktu kewaktu sehingga diketahui sejauh mana hasil kerja SDM dan perbaikan apa yang harus dilakukan agar dimasa mendatang lebih baik. 2.6.2 Manajemen Kinerja Pengertian manajemen kinerja: Amstrong (2004) lebih melihat manajemen kinerja sebagai sarana untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dari organisasi, tim dan individu dengan cara memahami dan mengelola kinerja dalam suatu kerangka tujuan, standar dan persyaratan-persyaratan atribut yang disepakati. Dapat disimpulkan yaitu sebagai proses komunikasi, memperbaiki dan mengelola kinerja karyawan serta pencapaian tujuan organisasi. Dengan memperhatikan pandangan pakar diatas dapat dirumuskan bahwa pada dasarnya manajemen kinerja merupakan gaya manajemen dalam mengelola sumber daya yang berorientasi pada kinerja yang melakukan proses komunikasi secara terbuka dan berkelanjutan dengan menciptakan visi bersama dan pendekatan sttategis serta terpadu sebagai kekuatan pendorong untuk mencapai tujuan organisasi. 2.6.3 Faktor yang Mempengaruhi Kinerja John W. Atkinson (2007) mengidentifikasikan bahwa kinerja merupakan fungsi motivasi dan kemampuan. Lyman Porter dan Edward Lawler (2005) berpendapat bahwa kinerja merupakan fungsi dari keinginan melakukan pekerjaan, keterampilan yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas, pemahaman yang jelas atas apa yang dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Sementara itu Jay Lorsch dan Paul Laurence (2007) menggunakan pemahaman bahwa kinerja adalah fungsi atribut individu, organisasi dan lingkungan. 46 Berdasarkan pendapat di atas dapat dirumuskan tujuh faktor kinerja yang mempengaruhi kinerja yaitu: Ability (Knowledge and Skill), Clarity (Understanding), Help (Organizational Support), Incentive (Motivation or Willingness), Evaluation (Coaching and Performance Feedback), Validity (Valid and Legal Personal Practices), Environment (Environmental Fit). Pelaksanaan kinerja akan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang baik yang bersumber dari pekerja sendiri maupun yang bersumber dari organisasi. Dari pekerjaan sangat dipengaruhi oleh kemampuan atau kompetensinya. Sementara itu dari segi organisasi dipengaruhi oleh seberapa baik pemimpin memberdayakan pekerjaannya; bagaimana mereka memberikan penghargaan kepada pekerja; dan bagaimana mereka membantu meningkatkan kemampuan kinerja pekerja. 2.6.4 Pengukuran Kinerja Pengukuran terhadap kinerja perlu dilakukan untuk mengetahui apakah selama pelaksanaan kinerja terhadap devisiasi dari rencana yang telah ditentukan atau apakah kinerja dapat dilakukan sesuai jadwal waktu yang ditentukan atau apakah hasil kinerja telah tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Pengukuran kinerja yang tepat dapat dilakukan dengan cara (Kinicki, 2001): • Memastikan bahwa persyaratan yang diinginkan pelanggan telah terpenuhi • Mengusahakan standar kinerja untuk menciptakan perbandingan • Menetapkan arti penting masalah kualitas dan menentukan apa yang perlu diperhatikan • Menghindari konsekuensi dari rendahnya kualitas • Mengusahakan umpan balik untuk mendorong usaha perbaikan Untuk melakukan pengukuran tersebut diperlukan kemampuan untuk mengukur kinerja sehingga diperlukan ukuran kinerja. pengukuran kinerja hanya dapat dilakukan terhadap kinerja yang nyata dan terukur. Untuk dapat memperbaiki kinerja, perlu diketahui seperti apa kinerja saat ini dan apabila deviasi kinerja dapat diukur maka kinerja tersebut dapat diperbaiki. 47 2.6.5 Elemen Pengukuran Kinerja Menurut Mathis and Jackson (2006), kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh pegawai. Kinerja pegawai yang umum untuk kebanyakan pekerjaan meliputi elemen sebagai berikut: 1. Kuantitas dari hasil Jumlah yang harus diselesaikan atau dicapai. Pengukuran kuantitatif melibatkan perhitungan keluaran dari proses atau pelaksanaan kegiatan. Ini berkaitan dengan jumlah keluaran yang dihasilkan. 2. Kualitas dari hasil Mutu yang harus dihasilkan (baik tidaknya). Pengukuran kualitatif keluaran mencerminkan pengukuran “tingkat kepuasan”, yaitu seberapa baik penyelesaiannya. Ini berkaitan dengan bentuk pengeluaran. 3. Ketepatan waktu dari hasil Waktu harus dimanfaatkan sebaik mungkin dan secara optimal. Penundaan penggunaan waktu dapat menimbulkan berbagai konsekuensi biaya besar dan kerugian. 4. Kehadiran atau absensi Tingkat kehadiran merupakan sesuatu yang menjadi tolak ukur sebuah perusahaan dalam mengetahui tingkat partisipasi pegawai pada perusahaan. 5. Kemampuan bekerjasama Kemampuan bekerjasama dapat menciptakan kekompakan sehingga dapat meningkatkan rasa kerjasama antar pegawai. 2.6.6 Evaluasi Kinerja Suatu proses kinerja, apabila telah selesai dilaksanakan akan memberikan hasil kinerja atau prestasi kerja. Evaluasi kinerja dilakukan untuk memberi penilaian terhadap hasil kerja atau prestasi kerja yang diperoleh organisasi, tim, atau individu. Evaluasi kinerja akan memberikan umpan balik terhadap tujuan dan sasaran kinerja, 48 perencanaan dan proses pelaksanaan kinerja (Maddux, 2000). Berikut ada beberapa pengertian evaluasi kinerja menurut para ahli: • Kreitner dan Kinicki (2005) menyatakan bahwa evaluasi kinerja merupakan pendapat yang bersifat evaluatif atas sifat, perilaku seseorang atau prestasi sebagai dasar pengambilan kepututsan dan rencana pengembangan personil. • Newstrom dan Davis (2007) memandang evaluasi kinerja sebagai suatu proses mengevaluasi kinerja pekerja, membagi informasi dengan mereka, dan mencari cara memperbaiki kinerjanya. • Greenberg dan Baron (2003) mengatakan evaluasi kinerja dapat dipergunakan untuk sejumlah kepentingan organisasi, manajemen menggunakan evaluasi untuk mengambil keputusan tentang sumber daya manusia. Ia juga mengatakan bahwa evaluasi memberikan masukan untuk keputusan penting seperti promosi, mutasi dan pemberhentian. Evaluasi mengidentifikasikan kebutuhan pelatihan dan pengembangan, evaluasi menunjukkan ketrampilan dan kompetensi pekerja yang ada sekarang ini kurang cukup sehingga dikembangkan program. Menurut James. E (2003) efektivitas pelatihan dan pengembangan dipertimbangkan dengan mengukur seberapa baik pekerja yang berpartisipasi mengerjakan evaluasi kinerja. Evaluasi memenuhi kebutuhan umpan balik bagi pekerja tentang bagaimana pandangan organisasi terhadap kinerjanya. Selanjutnya, evaluasi kinerja dipergunakan sebagai dasar untuk mengalokasi reward. 2.6.7 Indikator Kinerja Karyawan Menurut Riduwan (2002:65), mengemukakan bahwa indikator-indikator kinerja karyawan adalah: 1. Inisiatif mencari langkah yang terbaik Inisiatif mencari langkah yang terbaik merupakan faktor penting dalam usaha untuk meningkatkan kinerja karyawan. Untuk memiliki inisiatif dibutuhkan 49 pengetahuan serta keterampilan yang dimiliki para karyawan dalam usaha untuk meningkatkan hasil yang dicapainya. 2. Menguasai Job Description Faktor kesesuaian antara disiplin ilmu yang dimiliki dengan penempatan pada bidang tugas. 3. Hasil yang dicapai Kemampuan untuk mengatur pekerjaaan yang menjadi tanggung jawabnya termasuk membuat jadwal kerja, umumnya mempengaruhi kinerja seorang karyawan. 4. Tingkat kemampuan kerjasama Kemampuan kerjasama dengan karyawan maupun orang lain, karena dalam hal ini sangat berperan dalam menentukan kinerjanya. 5. Ketelitian Ketelitian yang tinggi yang dimiliki karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan dapat meningkatkan kinerjanya. 6. Tingkat kesesuaian tugas dengan perintah Adanya kesesuaian tugas yang diberikan pemimpin terhadap kemampuan karyawan dapat menentukan kinerja karyawan. 7. Tingkat kualitas hasil kerja Pekerjaaan yang dilakukan dengan kualitas yang tinggi dapat memuaskan yang bersangkutan dan perusahaan. Penyelesaian tugas yang terandalkan, tolak ukur minimal kualitas kinerja pastinya dicapai. 8. Tingkat ketepatan penyelesaian tugas Tingkat suatu aktivitas diselesaikan pada waktu awal yang diinginkan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas lain. 9. Tingkat kuantitas hasil kerja Pekerjaan yang dilakukan karyawan harus memiliki kuantitas kerja tinggi dapat memuaskan yang bersangkutan dan perusahaan. Dengan memiliki 50 kuantitas yang sesuai dengan yang ditargetkan, maka hal itu akan dapat mengevaluasi kinerja karyawan dalam usaha meningkatkan prestasi kerjanya. 2.7 Kerangka Pemikiran Dibawah ini merupakan gambar kerangka pemikiran dengan Kinerja Karyawan (Y) adalah sebagai variable terikat, dan dimensi-dimensi Kinerja Karyawan seperti Stres Kerja (X1), Beban Kerja (X2) dan Motivasi Kerja (X3) sebagai variable bebasnya. Stres Kerja (XI) Kinerja Karyawan Beban Kerja (Y) (X2) Motivasi Kerja (X3) Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran Sumber: Penulis 2.8 Hipotesis Berdasarkan deskripsi teori dan kerangka pemikiran di atas. Dapat diajukan empat hipotesis penelitian sebagai berikut: Hipotesis 1: 51 Apakah ada pengaruh secara parsial terhadap stres kerja terhadap kinerja karyawan? H0 = Stres kerja tidak berpengaruh secara parsial terhadap kinerja karyawan. Ha = Stres kerja berpengaruh secara parsial terhadap kinerja karyawan. Hipotesis 2: Apakah ada pengaruh secara parsial terhadap beban kerja kinerja karyawan? H0 = Beban kerja tidak berpengaruh secara parsial terhadap kinerja karyawan. Ha = Beban kerja berpengaruh secara parsial terhadap kinerja karyawan. Hipotesis 3: Apakah ada pengaruh secara parsial terhadap motivasi kerja terhadap kinerja karyawan? H0= Motivasi kerja tidak berpengaruh secara parsial terhadap kinerja karyawan. Ha = Motivasi kerja berpengaruh secara parsial terhadap kinerja karyawan. Hipotesis 4: Apakah ada pengaruh secara simultan terhadap stres kerja, beban kerja dan motivasi kerja terhadap kinerja karyawan? H0 = Stres kerja, beban kerja dan motivasi kerja tidak berpengaruh secara simultan terhadap kinerja karyawan. Ha = Stres kerja, beban kerja dan motivasi kerja berpengaruh secara simultan terhadap kinerja karyawan. 52