PERAN PEMATANGAN BELAJAR TERHADAP PERKEMBANGAN SOSIAL EMOSIONAL AGAMA DAN MORAL ANAK USIA DINI ABSTRAK Oleh : Mustafiyanti Emosi adalah perasaan yang ada dalam diri kita, dapat berupa perasaan senang atau tidak senang, perasaan baik atau buruk. Dalam World Book Dictionary (1994: 690) emosi didefinisikan sebagai "berbagai perasaan yang kuat". Perasaan benci, takut, marah, cinta, senang, dan kesedihan. Macam-macam perasaan tersebut adalah gambaran dari emosi. Goleman (1995:411) menyatakan bahwa "emosi merujuk pada suatu perasaan atau pikiranpikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis serta serangkaian kecenderungan untuk bertindak". Seiring dengan perkembangan sosial, anak-anak usia prasekolah juga mengalami perkembangan moral dan agama. Adapun yang dimaksud dengan perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain. Pentingnya seseorang memiliki kecerdasan sosial emosional agama dan moral ia dapat hidup dengan tentram dalam lingkungan sosialnya. Pengembangan kecerdasan sosial emosional agama dan moral semakin perlu dipahami, dimiliki, dan diperhatikan mengingat kondisi kehidupan pada saat ini semakin kompleks dan memberikan dampak yang sangat buruk terhadap perkembangan kehidupan sosial emosional agama dan moral anak. Peran dari pematangan pembelajaran terhadap perkembangan sosial emosional agama dan moral AUD adalah perkembangan perilaku anak dalam pengendalian dan penyesuaian diri dengan aturan-aturan masyarakat di mana anak itu berada. Perkembangan sosial emosional anak bukan hanya sekedar hasil kematangan, tetapi sebagian besar merupakan hasil belajar Pematangan dan belajar kedua-duanya mempengaruhi perkembangan sosial emosional agama dan moral anak usia dini. Namun demikian, belajar lebih penting karena belajar merupakan faktor yang lebih dapat dikendalikan. Sesungguhnya pematangan juga dapat sedikit dikendalikan, tetapi hanya dengan cara mempengaruhi kesehatan fisik dan memelihara keseimbangan tubuh, yaitu melalui pengendalian kelenjar yang sekresinya digerakkan oleh emosi. KEY WORD ; Matang belajar, Sosial emosional, Agama dan moral MATURATION ROLE OF SOCIAL DEVELOPMENT EMOTIONAL LEARNING RELIGIOUS AND MORAL EARLY CHILDHOOD ABSTRACT BY: MUSTAFIYANTI Emotions are feelings in us, may be feeling happy or not happy, feeling good or bad. In the World Book Dictionary (1994: 690) emotion defined as "strong feelings". Feelings of hate, fear, anger, love, pleasure, and sadness. Various kinds of these feelings is a picture of emotion. Goleman (1995: 411) states that "emotion refers to a feeling or thoughts typically, a state of biological and psychological as well as a series tendency to act". Along with the social development, preschool age children also suffered moral and religious development. As is the moral development is related to the development of rules and conventions about what should be done by human beings in their interactions with others. The importance of one's own emotional social intelligence and moral religion he can live peacefully in a social environment. Development of emotional social intelligence and moral religion increasingly need to be understood, owned and noteworthy considering the conditions of life in today's increasingly complex and give a very bad impact on the development of social life and emotional religious morals. The role of the maturation of social emotional learning to the development of religious and moral development of the child's behavior AUD is in control and conformance with the rules of the community where the child was. Social emotional development of children is not just a result of maturity, but it is largely the result of learning Maturation and learning both emotional affect social development and moral religion early childhood. However, learning is more important because learning is a factor that can be controlled. Indeed maturation can also be slightly controlled, but only by way affects physical health and maintain the balance of the body, through the control of the secretory glands driven by emotion. KEY WORD; Mature learning, social emotional, religious and moral PERAN PEMATANGAN BELAJAR TERHADAP PERKEMBANGAN SOSIAL EMOSIONAL AGAMA DAN MORAL ANAK USIA DINI ( AUD ) A. Latar Belakang Masalah Anak dilahirkan dengan potensi mampu berkembang secara baik, tetapi mereka tidak mungkin sepenuhnya melakukan secara sendiri. Anak-anak dalam pengembangan dirinya, termasuk pada aspek sosial emosional membutuhkan bantuan dan program yang sesuai dengan kebutuhannya. Tindakan-tindakan untuk mencerdaskan dimensi perkembangannya perlu ditangani secara serius. Dengan demikian, diharapkan anak menjadi generasi yang mampu mengisi kehidupannya secara cerdas dan sesuai harapan masyarakat. Pada masa usia dini anak mengalami masa keemasan (the golden age) yang merupakan masa dimana anak mulai peka/sensitif untuk menerima berbagai rangsangan. Masa peka pada masing-masing anak berbeda, seiring dengan laju pertumbuhan dan perkembangan anak secara individual. Masa peka adalah masa terjadinya kematangan fungsi fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh lingkungan. Masa ini juga merupakan masa peletak dasar untuk mengembangkan kemampuan kognitif, motorik, bahasa, sosio emosional, agama dan moral. Kemampuan Sosial – Emosional Anak bertujuan agar anak merasa percaya diri, mampu bersosialisasi dengan orang lain, menahan emosinya jika berada dalam suatu keadaan sesuai dengan kemampuan dan tingkat perkembangan anak. Pengembangan sosial anak dapat dikembangkan dengan mengajak anak untuk mengenal diri dan lingkungannya. Interaksi dengan keluarga sendiri dan orang lain juga akan menbantu anak membangun konsep dirinya. Dengan bermain anak dapat mengembangkan kemampuan sosialnya, misalnya dengan bermain peran prilaku. Dengan belajar beberapa peran tersebut, anak dapat belajar mengenai baik atau buruk, boleh atau tidak dilakukan. Untuk itu pada makalah ini kamiakanmengkajimata kuliah Metode Pengembangan Sosial Emosional Agama dan Moral AUD yang membahas tentang pengertian perkembangan sosial, pengertian perkembangan emosi, perkembangan agama dan moral, pentingya perkembangan sosial emosional agama dan moral AUD, kecerdasan terkait dengan sosial emosional agama dan moral AUD dan peran dari pematangan dan belajar terhadap perkembangan sosial emosional agama dan moralAUD. B. HASIL PEMBAHASAN A. Pengertian Perkembangan Sosial Menurut Plato secara potensial (fitrah) manusia dilahirkan sebagai makhluk sosial (zoon politicori). Syamsuddin (1995:105)mengungkapkan bahwa "sosialisasi adalah proses belajar untuk menjadi makhluk sosial", 1sedangkan menurut Loree (1970:86)"sosialisasi merupakan suatu proses di mana individu (terutama) anak melatih kepekaan dirinya terhadap rangsangan-rangsangan sosial terutama tekanantekanan dan tuntutan kehidupan (kelompoknya) serta belajar bergaul dengan bertingkah laku, seperti orang lain di dalam lingkungan sosialnya". 2 Muhibin (1999:35) mengatakan bahwa perkembangan sosial merupakan proses pembentukan social self (pribadi dalam masyarakat), yakni pribadi dalam keluarga, budaya, bangsa, dan seterusnya. 3 Adapun Hurlock (1978:250) mengutarakan bahwa perkembangan sosial merupakan perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai 1 Syamsuddin, Psikologi Pendidikan (Edisi Revisi), (Bandung : Remaja Rosyada Karya, 1990), hlm. 105 2 Loree, Psyhology of Education, (New York: The Ronald Press, 1970) hlm. 86 3 Muhibin, Psikologi Belajar, (Ciputat : Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 35 dengan tuntutan sosial. "Sosialisasi adalah kemampuan bertingkah laku sesuai dengan norma, nilai atau harapan sosial". 4 B. Pengertian Perkembangan Emosi Jika kita berbicara tentang emosi maka setiap orang akan mengatakan bahwa ia pernah merasakannya, setiap orang bereaksi terhadap keberadaannya. Hidup manusia sangat kaya akan pengalaman emosional. Hanya saja ada yang sangat kuat dorongannya, adapula yang sangat samar sehingga ekspresinya tidak tampak. Ekspresi emosi akan kita kenali pada setiap jenjang usia mulai dari bayi hingga orang dewasa, baik itu laki-Iaki ataupun perempuan. Sebagai contoh, seorang anak tertawa kegirangan ketika ayahnya melambungkan tubuhnya ke udara atau kita meiihat seorang anak yang berusia satu tahun sedang menangis karena mainannya direbut oleh kakaknya. Bagi seorang anak, kondisi emosi ini lebih mudah diekspresikan rnelalui kondisi fisiknya. Sebagai contoh seorang anak akan iangsung menangis apabila ia merasa sakit atau merasa tidak nyaman. Namun, apabiia seorang anak ditanya tentang "bagaimana perasaannya" atau "mengapa ia merasa sakit?", anak akan merasa kesulitan untuk mengungkapkan perasaannya dalam bahasa verbal. Contoh-contoh perilaku di atas menunjukkan gambaran emosi seseorang. Jadi, apa sebetulnya yang dimaksud dengan emosi itu? Untuk mengetahui hai itu lebih jelas, Anda dapat mengikuti pembahasan berikut ini. Emosi adalah perasaan yang ada dalam diri kita, dapat berupa perasaan senang atau tidak senang, perasaan baik atau buruk. Dalam World Book Dictionary (1994: 690) emosi didefinisikan sebagai "berbagai perasaan yang kuat". Perasaan benci, 4 Hurlock, Chiled Development. 6th Ed, (Tokyo : Mc. Graw Hill. Inc., International Studend Ed, 1978), hlm. 250 takut, marah, cinta, senang, dan kesedihan. Macam-macam perasaan tersebut adalah gambaran dari emosi. Goleman (1995:411) menyatakan bahwa "emosi merujuk pada suatu perasaan atau pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis serta serangkaian kecenderungan untuk bertindak".5 Syamsuddin (1990:69) mengemukakan bahwa "emosi merupakan suatu suasana yang kompleks (a complex feeling state) dan getaran jiwa (stid up state) yang menyertai atau muncul sebelum atau sesudah terjadinya suatu perilaku". Berdasarkan definisi di atas kita dapat memahami bahwa emosi merupakan suatu keadaan yang kompleks, dapat berupa perasaan ataupun getaran jiwa yang ditandai oleh perubahan biologis yang muncul menyertai terjadinya suatu perilaku.6 C. Pengertian Perkembangan Agama dan Moral Seiring dengan perkembangan sosial, anak-anak usia prasekolah juga mengalami perkembangan moral dan agama. Adapun yang dimaksud dengan perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain. Anak-anak ketika dilahirkan tidak memiliki moral (imoral). Tetapi dalam dirinya terdapat potensi moral yang siap berinteraksi dengan orang lain (dengan orang tua, saudara dan teman sebaya), anak belajar memahami tentang perilaku mana yang baik, yang buruk, yang boleh dikerjakan dan tingkah laku mana yang buruk, yang tidak boleh dikerjakan. Agama dan moral pada anak sangat penting dikembangkan. Karena pertama semakin banyaknya permasalahan yang terjadi di sekitar anak, misalnya lingkungan 5 6 Goleman, Emotional Intellegence, (Jakarta : Gramedia, , 1995), hlm. 411 Syamsuddin, Psikologi Pendidikan (Edisi Revisi), hlm. 69 yang tidak baik ataupun perkembangan teknologi yang semakin canggih seperti televisi yang akan membawa dampak luar biasa pada anak karena tontonan yang tidak layak akan mempengaruhi perkembangan agama dan moral anak. Di kembangkannya agama dan moral agar ada penanaman kesadaran bahwa anak adalah penerus, pencipta, pengevaluasi, investasi masa depan yang perlu dipersiapkan secara maksimal, baik aspek perkembangan agama maupun moralnya, kemudian perkembangan moral perlu di kembangkan sejak dini karena anak memiliki masa emas perkembangan moral sesuai tahap perkembangannya . Jadi, harus di lengkapi kebutuhannya seoptimal mungkin agar tidak ada satu tahapan pun yang terlewatkan, yang terakhir karena anak tidak akan berkembang baik apabila hanya IQ, dan EI saja yang di kembangkan,karena SQ juga memiliki peran penting dalam pembentukan sikap anak dan hubungan anak dengan Sang pencipta. Dan perkembangan moral dan agama ini juga turut ambil andil dalam pembentukan karakter anak dimasa yang akan datang.7 D. Pentingnya Perkembangan Sosial Emosional Agama dan Moral AUD 1. Makin Kompleksitas Kehidupan yang Dihadapi Anak Perkembangan zaman termasuk perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni tidak seluruhnya membawa kehidupan ini menjadi lebih teratur, tenteram, damai, dan bahagia. Kondisi tersebut justru menjadikan kehidupan ini semakin kompleks, bahkan menyebabkan dunia ini semakin sulit untuk didiami, dikendalikan, dan dinikmati. Berdasarkan hasil-hasil penelitian terhadap perilaku dan sikap sosial emosional anak, keadaan kehidupan saat ini sangat besar pengaruhnya terhadap perilaku anak. Keadaan lingkungan kehidupan saat ini banyak berakibat buruk 7 http://tietyfunnybunny.blogspot.co.id/2015/05/pengertian-dan-pentingnya-sosial-emosi.html (Diakses pada tanggal 12 Oktober 2016, Pukul. 09.46 WIB) terhadap perkembangan dan kehidupan sosial emosional anak. Ternyata kehidupan yang teramat sibuk, mengakibatkan timbulnya tekanan-tekanan pada sosial emosional anak sehingga berdampak pada anak-anak zaman sekarang, yaitu menjadi lebih mudah kesal dan marah terutama dalam menanggapi segala sesuatu mengenai dirinya. Beberapa contoh perilaku emosi dan sosial yang menyertai generasi sekarang dapat digambarkan sebagai berikut: a. Perilaku Kesepian dan Pemurung Banyak dialami oleh anak dan generasi sekarang, diantaranya disebabkan semakin meningkatnya kesibukan orang tua mereka. Kedua orang tua yang sibuk bekerja diluar rumah, mengakibatkan secara sosial maupun emosi menjadi kurang perhatian dan terlantar. Kedua orang tua yang seringkali konflik dalam keluarga dan terjadi di hadapan anak-anak juga akan mempengaruhi keadaan sosial dan emosi anak. Hal ini akan mengakibatkan anak-anak menarik diri dari kehidupan sosial maupun emosi dengan keluarganya atau orang tua mereka. Dampaknya, mereka menjadi penyendiri dan pemurung. b. Perilaku Beringas dan Kasar Berbagai tekanan kerap kali menghampiri para pelajar, mulai dari kekurangan uang jajan, berebut kendaraan umum pada saat akan berangkat sekolah, terbatasnya berbagai sarana ekspresi dan aktualisasi diri di sekolah maupun di masyarakat dan lain-lain. Tuntutan-tuntutan yang berkembang akibat tayangan televisi, sajian radio, komunikasi telepon, penggunaan internet, dan lain-lain cukup memberikan andil dalam menekan emosi dan proses sosialisasi yang menggiring anak pada perilaku beringas dan kasar. c. Perilaku Rendahnya Sopan Santun Tampaknya sudah sulit kita mendengar kata maaf, ucapan terima kasih, ucapan salam, dan perilaku kesopanan lainnya lahir dari mulut-mulut anak-anak pada jaman sekarang, bahkan generasi yang lebih dewasa. Lihatlah bagaimana sikap para siswa kepada gurunya, lihatlah perilaku anak pada orang tuanya, sungguh banyak contoh yang terkait dengan penyimpangan perilaku ini. d. Perilaku Cemas dan Gugup Adanya tekanan emosi membuat anak menjadi sering cemas, bahkan kemampuan berkomunikasi dalam lingkungan sosialnya menjadi terganggu, misalnya saja karena stress anak menjadi gagap pada saat diminta bercerita atau menyampaikan sesuatu yang telah dipelajari. e. Perilaku Impulsif Berbagai tekanan pada emosi dan sosial anak mengakibatkan anak kurang mau dan mampu menahan diri untuk berbuat dan bertindak. Anak-anak pada saat ini sering kali melakukan perbuatan dan tindakan menurut kehendak hatinya saja. Bahkan sering kali pada tempo yang cepat mereka dapat merusak sesuatu tanpa berpikir akibat dan dampak-dampaknya. Sehingga seringkali menjerumuskan dirinya pada keadaan yang merusak. Ilustrasi diatas merupakan gambaran yang sangat memprihatinkan dari dampak kehidupan saat ini yang dinamika dan kompleksitasnya kian hari kian meningkat. Kondisi diatas menyiratkan betapa pentingnya aspek emosi dan sosial diperkenalkan ke anak-anak sebagai generasi penerus bangsa secara benar sesuai dengan karakteristik dan peran perkembangannya masingmasing. Pembekalan dan pemberian rangsangan-rangsangan yang tepat pada emosi dan sosial anak sejak dini, yaitu sejak usia prasekolah akan memberikan kekuatan kepada mereka untuk mengenali, mengolah, mengontrol emosi secara lebih mantap sehingga diharapkan mereka akan lebih mampu untuk mengatasi berbagai masalah yang timbul selama proses perkembangan emosinya. 2. Penanaman kesadaran bahwa anak adalah Praktisi dan Investasi Masa Depan Alasan dan faktor lain yang perlu disadari tentang pentingnya pengembangan sosial emosional anak sejak dini atau sejak mereka berada pada level prasekolah adalah anak merupakan praktisi masa depan. Keberhasilan membina anak sejak dini, merupakan kesuksesan bagi masa depan anak. Sebaliknya, kegagalan dalam memberikan pembinaan, pendidikan, pengasuhan, dan perlakuan merupakan bencana bagi kehidupan anak di kemudian hari. Makna lain dari anak sebagai praktisi masa depan bahwa dalam diri anak perlu diberikan dan dikembangkan nilai-nilai mendasar yang dapat digunakan secara fungsional dalam kehidupannya kelak. Diantara aspek mendasar adalah pengembangan aspek sosial emosional yang memadai. Sejak dini anak harus sudah dikenalkan pada kemampuan mengenali, mengolah dan mengontrol emosi serta perilaku sosialnya agar dapat merespons dengan baik setiap kondisi emosi dan sosial yang merangsang di hadapannya. Dengan demikian, anak mempunyai kesiapan dan kemampuan untuk beradaptasi serta mengatasi masalah dan tantangan yang timbul selama proses perkembangannya. Artinya, keterampilan-keterampilan sosial emosional yang telah mereka peroleh ketika masih kanak-kanak akan dapat mengantarkannya menjadi praktisi sejati di masa yang akan datang, yaitu menjadi sosok yang siap menghadapi dunia modern dan kompleks secara optimis dan lebih meyakinkan. 3. Fase Strategis Pendidikan dan Pengembangan Anak Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa lebih dari 50% perkembangan individu terjadi pada masa usia dini. Di usia ini kecerdasan individu mengalami rangkaian perubahan yang luar biasa, dan sisanya hanya modifikasi dan pengayaan saja. Segala stimulasi dapat merangsang dimensi perkembangannya, bahkan hasil penelitian menunjukkan dapat meningkatkan semua aspek kecerdasan termasuk kecerdasan sosial emosional. Penelitian lainnya, terutama yang terkait dengan perkembangan kepribadian anak dilakukan oleh Dr. Maria Montessori yang menyimpulkan bahwa usia sejak lahir hingga enam tahun adalah tahun formatif, yaitu usia terpenting dalam pembentukan kepribadian individu. Kepribadian tersebut melembaga ditentukan oleh cara-cara pemecahan konflik antara sumber-sumber kesenangan awal dengan tuntutan realitas pada usia kanak-kanak. Oleh karena itu, jangan menelantarkan anak pada masa peka tersebut. Bila kita menyia-nyiakan dan menelantarkan anak balita, mungkin anak tersebut akan membawa cap atau bekas yang sulit bahkan tidak bisa dihapus. Untuk itu fasilitasilah pertumbuhan dan belajarnya secara optimal. 4. Upaya Mengimbangi Pandangan Tentang Keunggulan IQ Dibandingkan EI Kecerdasan akademis sedikit kaitannya dengan kehidupan emosi karena secara umum kecerdasan akademis atau IQ (Intelligence Quotient) relatif dipengaruhi oleh factor bawaan, sedangkan kecerdasan emosi atau EI (Emotional Intelligence) dapat tumbuh dan berkembang seumur hidup dengan proses belajar. Terdapat pemikiran bahwa IQ menyumbang dalam kehidupan pribadi mereka paling banyak 20% bagi sukses dalam hidup, sedangkan 80% ditentukan factor lain, yaitu kecerdasan emosi. Akan tetapi, bila kedua keterampilan tersebut diatas, yakni IQ dan EI tercapai secara efektif, berarti kita sebagai orang tua dan para guru telah melahirkan generasi-generasi yang hebat. 5. Tuntutan Agar Anak Segera Memiliki Keterampilan Menggelola Emosi Sosialnya Pada awal masa kanak-kanak emosi anak sangat kuat. Masa tersebut merupakan saat ketidakseimbangan ledakan-ledakan emosi. Hal itu biasanya tampak mencolok pada anak usia 2,5 sampai 3,5 tahun yang dikenal dengan usia degil (dimana emosi terpusat pada kiri) dan usia 5,5 sampai 6,5 tahun. Pada usia tersebut, anak cenderung mengekspresikan emosi sebagai upaya mencari rasa aman, baik ditampilkan melalui tangisan, atau melalui amarah. Keduanya merupakan cara anak utuk mencari perhatian orang lain di sekitarnya. Hal tersebut sebetulnya wajar, tetapi jika tidak segera diantisipasi sejak dini maka dikhawatirkan akan terbawa oleh anak hingga dewasadan mengganggu kepribadiannya. Melihat gejala-gejala tersebut, para orang tua atau guru prasekolah sudah seharusnya dapat memberikan pembekalan yang memadai tentang pengelolaan emosi pada setiap anak agar dapat memenuhi tuntutan penyesuaian diri dari lingkungannya, baik dari lingkungan keluarga, sekolah maupun teman bermain. Jika kebutuhan untuk memenuhi tuntutan tersebut tidak segera diupayakan maka dampak negatif tersebut di atas akan mempengaruhi perkembangan emosi dan sosial anak lebih serius, yang dapat dilihat dari ekspresi kesehariannya, misalnya: a. Mengidap rasa cemas yang berkepanjangan b. Memiliki kecenderungan depresi c. d. Bersikap bermusuhan terhadap anak atau orang lain Terkena gangguan tidur, gelisah, mengigau, mimpi buruk, dan sebagainya e. Mengalami gangguan makan f. Bersikap agresif terhadap teman atau anak lain Tentu semua pihak tidak berharap dampak negatif tersebut menimpa anakanak usia dini. Dengan pengembangan sosial emosional agama dan moral yang memadai diharapkan kesenjangan itu dapat diantisipasi secara efektif. 8 E. Kecerdasan terkait dengan Sosial Emosional Agama dan Moral AUD Seiring dengan perkembangan zaman yang kian pesat di bidang teknologi dan informasi, perkembangan kejiwaan anak pun mengalami perubahan yang sangat perlu diperhatikan. Saat ini, bukan pandangan yang asing bila seorang anak tampak sangat asik dengan “dunianya” sendiri ketika sudah di depan komputer untuk ng-game atau berselancar di dunia maya yang bernama internet. Sementara bila ada tamu datang kerumah, dia cuek, tidak bisa menunjukan sikap bagaimana hubungan sosial mesti di bangun dengan orang lain, atau malah menunjukan sikap sebaliknya, yakni rasa tidak suka karena merasa keasikannya telah terganggu dengan adanya orang lain. Keadaan seperti ini, disamping karena perkembangan teknologi dan informasi yang pesat, juga peran orang tua mempunyai kecenderungan untuk tidak dapat meluangkan waktu lebih banyak lagi bersama anak-anaknya. Hal ini bisa terjadi karena kesibukan kerja sehingga kalau dirumah inginnya hanya istrahat karena kecapekan. Disamping itu juga kurangnya kesadaran bahwa menemani anaknya dalam tumbuh dan kembangnya itu sangat besar pengaruhnya bagi anak. Orang tua 8 Ali Nugraha, dkk.., Metode Pengembangan Sosial Emosional, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2011) hlm. 5.3-5.13 mempunyai kecenderungan seperti ini biasanya justru memberikan kesibukan pada anak misalnya dengan belajar tambahan yang dipanggilkan guru privat ke rumah atau bahkan membelikan banyak mainan agar tidak merepotkan orang tua. Di samping hal tersebut, perkembangan dunia pendidikan yang lebih fokus dan mengistimewakan kecerdasan intelektual juga memberikan andil dalam persoalan ini. Saat ini bukan hal yang aneh lagi bila kita mendapati anak-anak usia sekolah mempunyai aktivitas yang luar biasa dalam kegiatan belajarnya sehingga tak akan mempunyai waktu lagi untuk bermain bersama teman-temannya. Seorang anak yang disibukan dengan seabreg aktivitas belajar dengan menambah les pelajaran ini dan itu, memang bisa menggenjot kecerdasan intelektual anak-anak. Orang tua kebanyakan bangga akan hal ini karena anak-anaknya biasanya mengalami peningkatan nilai disekolahnya, ternyata ada kecerdasan lain yang dikorbankan, yakni kecerdasan sosial. Maka tidak sedikit dilingkungan sekitar kita, anak-anak yang mempunyai prestasi kecerdasan intelektual yang baik, ternyata ia sama sekali tidak mempunyai kemampuan bila diminta berkiprah di organisasi social, baik itu semacam karang taruna, remaja mesjid atau kelompok solidaritas lainnya. Inilah anak-anak yang cerdas secara intelektual, tetapi gagap dalam kehidupan sosialnya. Padahal, kelak ketika telah menyelesaikan masa belajarnya, baik itu sekolah maupun di kampus, mau tidak mau, sudah tentu ia akan hidup dan berinteraksi dengan orang lain; baik itu di lingkungan tempat tinggalnya bekerja maupun di tengah-tengah masyarakat. Kecerdasan intelektual sangat penting untuk terus di kembangkan. Namun, kecerdasan yang tidak kalah pentingnya adalah kecerdasan sosial. Sungguh, kecerdasan sosial ini sama sekali tidak boleh diabaikan. Hasil penelitian Daniel Goleman bahwa kecerdasan intelektual hanya memberikan kontribusi 20% terhadap kesuksesan hidup seseorang. Sementara 80% sangat tergantung pada kecerdasan emosional, kecerdasan sosial dan kecerdasan spiritual. Bahkan dalam keberhasilan di dunia kerja, kecerdasan intelektual hanya memberikan kontribusi sebanyak 4% saja. Mengapa demikian? Seseorang yang mempunyai kecerdasan sosial yang baik akan mempunyai banyak teman, pandai berkomunikasi, mudah beradaptasi dalam sebuah lingkungan sosial, dan hidupnya bisa bermanfaat tidak hanya untuk diri sendiri tapi juga bagi orang lain. Sungguh kemampuan yang seperti itulah yang sangat dibutuhkan oleh anak kita agar kelak lebih mudah dalam menghadapi tantangan kehidupan pada zaman yang semakin ketat dalam persaingan. Dengan demikian, betapa pentingnya seseorang memiliki kecerdasan sosial emosional agama dan moral ia dapat hidup dengan tentram dalam lingkungan sosialnya. Pengembangan kecerdasan sosial emosional agama dan moral semakin perlu dipahami, dimiliki, dan diperhatikan mengingat kondisi kehidupan pada saat ini semakin kompleks dan memberikan dampak yang sangat buruk terhadap perkembangan kehidupan sosial emosional agama dan moral anak.9 F. Analisa Pematangan dan Belajar terhadap Perkembangan Sosial Emosional Agama dan Moral AUD Pematangan dan belajar kedua-duanya mempengaruhi perkembangan sosial emosional agama dan moral anak usia dini. Namun demikian, belajar lebih penting karena belajar merupakan faktor yang lebih dapat dikendalikan. Sesungguhnya pematangan juga dapat sedikit dikendalikan, tetapi hanya dengan cara mempengaruhi 9 http://nurbayanitatin.blogspot.co.id/2015/04/mengembangkan-kecerdasan-sosial-bagi.html (Diakses pada tanggal 14 Oktober 2016, Pukul. 11.05) kesehatan fisik dan memelihara keseimbangan tubuh, yaitu melalui pengendalian kelenjar yang sekresinya digerakkan oleh emosi. Sebaliknya, terdapat berbagai cara untuk mengendalikan lingkungan dalam rangka menjamin pembinaan pola emosi yang diinginkan. Dalam hal ini bantuan ahli diperlukan untuk menghilangkan pola reaksi emosional yang tak tertanam kuat.10 Peran dari pematangan pembelajaran terhadap perkembangan sosial emosional agama dan moral AUD adalah perkembangan perilaku anak dalam pengendalian dan penyesuaian diri dengan aturan-aturan masyarakat di mana anak itu berada. Perkembangan sosial emosional anak bukan hanya sekedar hasil kematangan, tetapi sebagian besar merupakan hasil belajar. Untuk itu, menyediakan kondisi yang dapat meningkatkan kematangan dan kesempatan belajar sangat penting dilakukan. Pengondisian yang baik akan menjadikan fungsi dan tatanan sosial yang baik serta sehat dapat membantu anak dalam mengembangkan konsep diri yang positif dan akan menjadikan perkembangan sosialisasi dan emosi anak menjadi lebih optimal. Dengan demikian, anak dapat meningkatkan peran dan aktualisasi diri sesuai gendernya, sebab pada masa prasekolah anak mulai memahami perannya sebagai anak laki-laki dan perempuan. 1. Arah Pembelajaran Sosial Emosional bagi Anak Prasekolah Secara umum, arah dan sasaran dari pembelajaran dalam dimensi pengembangan sosial emosional agama dan moral AUD sesuai dengan kurikulum yang berlaku. 2. Cara Anak Mendapatkan Pengalaman Sosial Emosional 10 Ali Nugraha, dkk.., Metode Pengembangan Sosial Emosional, hlm. 5.39 Manusia perlu bersosialisasi agar ia lebih dapat mengenal dirinya dan juga lingkungan di sekitarnya. Anak dapat melakukan sosialisasi dengan keluarganya, teman-temannya atau masyarakat di sekitarnya. 3. Prinsip-prinsip dalam Membantu Pengembangan Sosial Emosional Anak Pengendalian emosi, menitiberatkan pada penekanan reaksi yang tampak terhadap rangsangan yang menimbulkan emosi. Emosi yang dilumpuhkan biasanya menyertai kemarahan, antara lain yang tampak terwujud pada ekspresi wajah, tubuh atau kata-kata. Adapun arah pematangan dan belajar, keduanya sama. Dari sisi emosi, arah pematangan belajar ingin mengantarkan anak pada kestabilan, sedangkan dari sisi sosial, ingin mengantarkan pada kematangan dalam bersosialisasi. Gambarannya dapat dilihat pada skema berikut : Skema : Peran Kematangan belajar terhadap Sosial Emosional Moral dan Agama. EGOSENTRIS LABIL SOSIOESENTRIS STABIL Keterangan : Egosentris = sikap mementingkan diri sendiri Sosioesentris = kooperatif Labil = tidak terkontrol, meledak-ledak Stabil = sikap mementingkan diri sendiri. DAFTAR PUSTAKA 1. Goleman, Emotional Intellegence, 1995, Jakarta : Gramedia 2. Hurlock, Chiled Development. 6th Ed, 1978, Tokyo : Mc. Graw Hill. Inc, International Studend Ed 3. Loree, Psyhology of Education, 1970, New York: The Ronald Press 4. Muhibin, Psikologi Belajar, 1999, Ciputat : Logos Wacana Ilmu 5. Nugraha, Ali dkk.., Metode Pengembangan Sosial Emosional, 2011, Jakarta: Universitas Terbuka 6. Syamsuddin, Psikologi Pendidikan(Edisi Revisi), 1990, Bandung : Remaja Rosyada Karya 7. .....http://tietyfunnybunny.blogspot.co.id/2015/05/pengertian-dan-pentingnyasosial emosi.html (Diakses pada tanggal 12 Oktober 2016, Pukul. 09.46 WIB) 8. .....http://nurbayanitatin.blogspot.co.id/2015/04/mengembangkan-kecerdasansosial- bagi.html (Diakses pada tanggal 14 Oktober 2016, Pukul. 11.05) 9. Adele M. Brodklin, Ph.D, Metoe mengatasi Anak-anak penderita Gangguan perilaku, 2009, BookMarks, Yogyakarta. 10. Nur’aeni, M.A, Intervensi dini bagi Anak bermasalah, 1997, Jakarta, Rineka cipta.