PERBEDAAN PEMANFAATAN LAYANAN BIMBINGAN DAN

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Bimbingan dan Konseling
2.1.1Arti Bimbingan dan Konseling
Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupan
manusia.Manusia didalam kehidupan sering mengalami kesulitan-kesulitan yang silih
berganti. Berbagai macam persoalan muncul, satu permasalahan dapat dihadapi, persoalan
lain timbul demikian dan seterusnya. Manusia tidak sama satu dengan yang lainnya, baik
dalam sifat maupun dalam kemampuannya maka ada manusia yang sanggup mengatasi
persoalannya tanpa bantuan pihak lain, tetapi tidak sedikit manusia tidak sanggup mengatasi
persoalan-persoalan tanpa adanya bantuan pertolongan dari orang lain. Pada bagian akhir ini
bimbingan diperlukan (Walgito, 1985).
Bimbingan dan konseling di SMA sebagai upaya pemberian bantuan kepada individu
(peserta didik) harus dilakukan secara berkesinambungan supaya siswa dapat memahami
dirinya dan bertindak secara wajar sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan SMA,
keluarga dan masyarakat serta kehidupan pada umumnya.Dengan demikian siswa dapat
menikmati kebahagiaan dalam hidupnya dan dapat memberi sumbangan yang berarti kepada
kehidupan umum (Nurihsan, 2005).
2.1.2 Tujuan Bimbingan dan Konseling
(Depdiknas,2008), tujuan pelayanan bimbingan dan konseling ialah agar konseli
dapat:
a. Merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karier serta kehidupan di
masa yang akan datang.
b. Mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimiliki seoptimal mungkin.
c. Menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkugan masyarakat serta
lingkungan kerjanya.
d. Mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan
lingkungan pendidikan, masyarakat, maupun lingkungan kerja.
Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut mereka siswa mendapatkan kesempatan untuk:
a. Mengenal dan memahami potensi, kekuatan, dan tugas-tugas perkembangannya.
b. Mengenal dan memahami potensi atau peluang yang ada di lingkungannya.
c. Mengenal dan menentukan tujuan dan rencana hidupnya serta rencana pencapaian
tujuan tersebut.
d. Memahami dan mengatasi kesulitan-kesulitan sendiri.
e. Menggunakan kemampuan untuk kepentingan dirinya, kepentingan lembaga
tempat bekerja dan masyarakat.
f. Menyesuaikan diri dengan keadaan dan tuntutan dari lingkungannya.
g. Mengembangkan segala potensi dan kekuatan yang dimilikinya secara optimal.
Secara khusus bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu konseli agar dapat
mencapai tugas-tugas perkembangannya yang meliputi aspek pribadi-sosial, belajar
(akademik), dan karier (Depdiknas,2008).
1)
Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek pribadi-sosial konseli
adalah sebagai berikut.
a.
Memiliki komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, pergaulan
dengan teman sebaya, Sekolah/Madrasah, tempat kerja, maupun masyarakat pada
umumnya.
b.
Memiliki sikap toleransi terhadap umar beragama lain, dengan saling menghormati dan
memelihara hak dan kewajiban masing-msing.
c.
Memiliki pemahaman tentang irama kehidupan yang bersifat fluktuatif antara yang
menyenangkan (anugerah) dan yang tidak menyenangkan (musibah), serta mampu
meresponya secara positif sesuai dengan ajaran agama yang dianut.
d.
Memiliki pemahaman dan penerimaan diri secara objektif dan konstruktif, baik yang
berkait dengan keunggulan maupun kelemahan; baik fisik maupun psikis.
e.
Memiliki sifat positif atau respek terhadap diri sendiri dan orang lain.
f.
Memiliki kemampuan untuk melakukan pilihan secara sehat.
g.
Bersikap respek terhadap orang lain, menghormati atau menghargai orang lain, tidak
melecehkan martabat atau harga dirinya.
h.
Memiliki rasa tanggung jawab yang diwujudkan dalam bentuk komitmen terhadap
tugas atau kewajiban.
i.
Memiliki kemampuan berinteraksi sosial (human relationship), yang berwujud dalam
bentuk hubungan persahabatan, persaudaraan, atau silaturahim dengan sesama manusia.
j.
Memiliki kemampuan dalam menyelesaikan konflik (masalah) baik bersifat internal
(dalam diri sendiri) maupun dengan orang lain.
k.
Memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan secara efektif.
2)
Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek akademik (belajar) adalah
sebagai berikut.
a.
Memiliki kesadaran tentang potensi diri dalam aspek belajar, dan memahami berbagai
hambatan yang mungkin muncul dalam proses belajar yang dialaminya.
b.
Memiliki sikap dan kebiasaan belajar yang positif, seperti kebiasaan membaca buku,
disiplin dalam belajar, mempunyai perhatian terhadap semua pelajaran, dan aktif
mengikuti semua kegiatan belajar yang diprogramkan.
c.
Memiliki motif yang tinggi untuk belajar sepanjang hayat.
d.
Memiliki keterampilan atau teknik belajar yang efektif, seperti keterampilan membaca
buku, menggunakan kamus, mencatat pelajaran, dan mempersiapkan diri menghadapi
ujian.
e.
Memiliki keterampilan untuk menetapkan tujuan dan perencanaan pendidikan, seperti
membuat jadwal belajar, mengerjakan tugas-tugas, memantapkan diri dalam
memperdalam pelajaran tertentu, dan berusaha memperoleh informasi tentang berbagai
hal dalam rangka mengembangkan wawasan yang lebih luas.
f.
Memiliki kesiapan mental dan kemampuan untuk menghadapi ujian.
3)
Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek karier dalah sebagai
berikut.
a.
Memiliki pemahaman diri (kemampuan, minat dan kepribadian) yang terkait dengan
pekerjaan.
b.
Memiliki pengetahuan mengenai dunia kerja dan informasi karier yang menunjang
kematangan kompetensi karier.
c.
Memiliki sikap positif terhadap dunia kerja. Dalam arti mau bekerja dalam bidang
pekerjaan apapun, tanpa merasa rendah diri, asal bermakna bagi dirinya, dan sesuai
dengan norma agama,
d.
Memahami relevansi kompetensi belajar (kemampuan menguasai pelajaran) dengan
persyaratan keahlian atau keterampilan bidang pekerjaan yang menjadi cita-cita
kariernya masa depan.
e.
Memiliki kemampuan untuk membentuk identitas karier, dengan cara mengenali ciriciri pekerjaan, kemampuan (persyaratan) yang dituntut, lingkungan sosiopsikologis
pekerjaan, prospek kerja, dan kesejahteraan kerja.
f.
Memiliki kemampuan merencanakan masa depan, yaitu merancang kehidupan secara
rasional untuk memperolah peran-peran yang sesuai dengan minat, kemampuan, dan
kondisi kehidupan sosial ekonaomi.
g.
Dapat membentuk pola-pola karier, yaitu kecenderungan arah karier. Apabila seorang
konseli bercita-cita menjadi seorang guru maka dia senantiasa harus mengarahkan
dirinya kepada kegiatan-kegiatan yang relevan dengan karier keguruan tersebut.
h.
Mengenal keterampilan, kemampuan dan minat. Keberhasilan atau kenyamanan dalam
suatu karier amat dipengaruhi oleh kemampuan dan minat yang dimilki. Oleh karena
itu, maka setiap orang perlu memahami kemampuan dan minatnya, dalam bidang
pekerjaan apa dia mampu, dan apakah dia berminat terhadap pekerjaan tersebut.
i.
Memiliki kemampuan atau kematangan untuk mengambil keputusan karier.
2.1.3 Fungsi Bimbingan dan Konseling
Adapun beberapa fungsi bimbingan dan konseling adalah sebagai berikut (Depdiknas,2008):
a.
Fungsi pemahaman, yaitu fungsi bimbingan dan konseling membantu konseli agar
memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan,
pekerjaan, dan norma agama). Berdasarkan pemahaman ini, konseli diharapkan mampu
mengembangkan potensi dirinya secara optimal, dan menyesuaikan dirinya dengan
lingkungan secara dinamis dan konstruktif.
b.
Fungsi Fasilitasi, memberikan kemudahan kepada konseli dalam mencapai pertumbuhan
dan perkembangan yang optimal, serasi, selaras dan seimbang seluruh aspek dalam diri
konseli.
c.
Fungsi Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli agar
dapat menyesuaikan diri dengan diri dan lingkungannya secara dinamis dan konstruktif.
d.
Fungsi Penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli
memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program studi, dan memantapkan
penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri
kepribadian lainnya. Dalam melaksanakan fungsi ini, konselor perlu bekerja sama dengan
pendidikan lainnya di dalam maupun di luar lembaga pendidikan.
e.
Fungsi
Adaptasi,
yaitu
fungsi
membantu
para
pelaksana
pendidikan,
kepala
Sekolah/Madrasah dan staf, konselor dan guru untuk menyesuaikan program pendidikan
terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan konseli. Dengan
menggunakan informasi yang memadai mengenai konseli, pembimbing/konselor dapat
membantu para guru dalam memperlakukan konseli secara tepat, baik dalam memilih dan
menyusun materi Sekolah/Madrasah, memilih metode dan proses pembelajaran, maupun
menyusun bahan pelajaran sesuai dengan kemampuan dan kecepatan konseli.
f.
Fungsi Pencegahan (Preventif), yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk
senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk
mencegahnya, supaya tidak dialami oleh konseli. Melalui fungsi ini, konselor memberikan
bimbingan kepada konseli tentang cara menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan
yang membahayakan dirinya. Adapun teknik yang digunakan adalah pelayanan orientasi,
informasi, dan bimbingan kelompok. Bebarapa masalah yang perlu diinformasikan kepada
para konseli dalam rangka mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak diharapkan,
diantaranya : bahayanya minuman keras, merokok, penyalahgunaan obat-obatan, drop out,
dan pergaulan bebas (free sex).
g.
Fungsi Perbaikan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli
sehingga dapat memperbaiki kekeliruan dalam berpikir, berperasaan dan bertindak
(berkehendak). Konselor melakukan intervensi (memberikan perlakuan) terhadap konseli
supaya memiliki pola berpikir yang sehat, rasional dan memiliki perasaan yang tepat
sehingga dapat mengantarkan mereka kepada tindakan atau kehendak yang produktif dan
normal.
h.
Fungsi Penyembuhan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang bersifat kuratif. Fungsi
ini berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada konseli yang telah mengalami
masalah, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karier. Teknik yang
dapat digunakan adalah konseling, dan remedial teaching.
i.
Fungsi pemeliharaan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli
supaya dapat menjaga diri dan mempertahankan situasi kondusif yang telah tercipta dalam
dirinya. Fungsi ini memfasilitasi konseli agar terhindar dari kondisi-kondisi yang akan
menyebabkan penurunan produktivitas diri. Pelaksanaan fungsi ini diwujudkan melalui
program-program yang menarik, rekreatif dan fakultatif (pilihan) sesuai dengan minat
konseli.
j.
Fungsi Pengembangan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang sifatnya lebih proaktif
dari fungsi-fungsi lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan
belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan konseli. Konselor dan personel
Sekolah/Madrasah lainnya secara sinergi sebagai teamwork berkolaborasi atau
bekerjasama merencanakan dan melaksanakan program bimbingan secara sistematis dan
berkesinambungan
dalam
upaya
membantu
konseli
mencapai
tugas-tugas
perkembangannya. Teknik bimbingan yang dapat digunakan di sini adalah pelayanan
informasi, tutorial, diskusi kelompok atau curah pendapat (brain storming), home room,
dan karyawisata.
2.1.4 Bidang Bimbingan dan Konseling
Dilihat dari masalah peserta didik, terdapat empat bidang bimbingan dan
konseling yang menjadi ruang lingkup pelayanan (Sudianto, 2005). Keempat bidang
tersebut adalah:
a. Bimbingan Belajar
Bimbingan belajar membantu peserta didik dalam menghadapi dan memecahkan masalahmasalah belajar dan yang tergolong masalah-masalah belajar misalnya, pengenalan
kurikulum, pemilihan juusan, cara belajar dan perencananaan pendidikan lanjutan.
b. Bimbingan Pribadi-Sosial
Bimbingan pribadi dan sosial membatu peserta didik dalam mengahadapi masalah-masalah
pribadi sosial, penyesuaian diri dan penyesuaian dengan lingkungan.
c. Bimbingan Karier
Bimbingan karier membantu peserta didik dalam mengahadapi masalah-masalah seperti:
pemahaman terhadap dunia kerja, pengembangan karier yang sesuai dengan kemampuan
dirinya.
d. Bimbingan Keluarga
Menurut Nurihsan (2006), bimbingan keluarga merupakan upaya pemberian bantuan kepada
para individu sebagai pemimpin atau anggota keluarga agar siswa mampu menciptakan
keluarga yang utuh dan harmonis, memberdayakan diri secara produktif, dapat
menciptakan dan menyesuaikan diri dengan norma keluarga, serta berperan atau
berpartisipasi aktif dalam mencapai kehidupan yang bahagia.
Dalam Depdiknas (2008) bidang bimbingan dan konseling untuk sekolah menengah keatas
ada empat yaitu:
a. Bidang Bimbingan Pribadi
Dalam bidang bimbingan pribadi, pelayanan bimbingan dan konseling di SMA membantu
siswa menentukan dan mengembangkan pribadinya yang beriman dan bertakwa terhadap
Tuhan yang Maha Esa, matap dan mandiri, serta sehat jasmani dan rohani.
b. Bidang Bimbingan Sosial
Dalam bidang bimbingan dan sosial, pelayanan bimbing dan konseling di sekolah menengah
atas membantu siswa mengenal dan berhubungan dengan lingkungan sosialnya yang
dilandasi budi pekerti luhur, tanggung jawab kemasyarakatan dan kenegaraan.
c. Bidang Bimbingan Belajar
Dalam bidang bimbingan belajar, pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah menengah
atas membantu siswa mengembangkan diri, sikap dan kebiasaan belajar yang baik untuk
menguasai pengetahuan dan ketrampilan serat menyiapkan melanjutkan pendidikan pada
tingkat yang lebih tinggi.
d. Bidang Bimbingan Karier
Dalam bidang bimbingan karier, pelayanan bimbingan dan konseling di SMA membantu
siswa merencanakan dan mengembangkan masa depan karier.
2.1.5 Prinsi-prinsip Bimbingan dan Konseling
Rumusan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling menurut Prayito (1995) pada
umumnya ialah berkenaan dengan sasaran pelayanan, masalah konseli, tujuan dan proses
penanganan masalah, program pelayanan, penyelenggaraaan pelayanan. Diantara prinsipprinsip tersebut adalah:
a. Prinsip-prinsip berkenaan dengan sasaran pelayanan
Sasaran pelayan buhiimbingan dan konseling adalah individu-individu baik secara
perorangan atau pun secara kelompok yang menjadi sasaran pelayanan pada
umumnya adalah perkembangan dan perikehidupan individu, namun secra lebih
nyata dan lagsunga dalah sikap dan tingkah lakunya yang dipengaruhi oleh aspekaspek kepribadian dan kondosi diri sendiri, serta kondisi lingkungannya, sikap dan
tingkah
laku
dalam
perkembangan
dan
kehidupannya
itu
mendorong
dirumuskannya prinsip-prinsip bimbingan dan konseling sebagai berikut:
1) BK melayani semua individu tanpa memandang umur, jenis kelamin, suku,
agama dan status sosial ekonomi.
2) BK berurusan dengan pribadi dan tingkah laku individu yang unik dan
dinamis.
3) BK memperhatikan sepenuhnya tahap-tahap dan sebagian aspek
perkembangan individu.
4) BK memberikan perhatian utama kepada perbedaan individual yang
menjadi orientasi pokok permasalahannya.
b. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan masalah individu
Berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan dan kehidupan individu
tidakla selalu postif, namun faktor-faktor negatif pasti ada yang berpengaruh dan
dapat menimbulkan hambatan-hambatan terhadap kelangsungan perkembangan
dan kehidupan individu yang berupa masalah. Pelayanan BK hanya mampu
menangani masalah klien secara terbatas yang berkenaan dengan:
1) BK berurusan dengan hal-hal yang menyangkut pengaruh kondisi mental
atau fisik individu terhadap penyesuaian dirinya dirumah, disekolah srta
dalam kaitannya dengan kontak sosial dan pekerjaaan, dan sebaliknya
pengaruh lingkungan terhadap kondisi mental dan fisik individu.
2) Kesenjangan sosial, ekonomi dan kebudayaan merupakan faktor timbulnya
masalah pada individu yang kesemuanya menjadi perhatian utama
pelayanan BK.
c. Prinsip-prinsip berkenaan dengan program layanan
Adapun prinsip-prisnip yang berkenaan dengn laynan BK itu adalah sebagai
berikut:
1) BK
merupakan
bagian
integrsi
dari
proses
pendididkan
dan
pengembangan, oleh karena itu BK harus diselaraskan dan dipadukan
dengan program pendidikan serta pemgembangan peserta didik.
2) Program BK harus fleksible disesuaikan dengan kebutuhan individu,
masyarakat dan kondisi lembaga.
3) Program bimbingan dan konseling disusun secara berkelanjutan dari
jenjang pendidikan terendah sampai tertinggi.
d. Prinsip-prinsip berkenaan dengan pelaksanaan layanan
Pelaksanaan pelayanan BK baik yang bersifat insidental maupun terprogram,
dimulai dengan pemahaman tentang tujuan layanan, dan tujuan ini akan
diwujudkan melalui proses tertentu yang dilaksanakan oleh tenaga ahli dalam
bidangnya, yaitu konselor profesional. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan hal
tersebut adalah:
1) BK harus diarahkan untuk pengembangan individu yang akhirnya mampu
membimbing diri sendiri dalam menghadapi permasalahannya.
2) Dalam proses BK keputusan yang diambil atas kemauab individu itu
sendiri bukan karena kemauan desakan dari pihak lain.
3) Permasalahan individu harus ditangani oleh tenaga ahli dalam bidang yang
relavan dengan permasalahan yang dihadapi.
4) Kerja sama antara guru pembimbing, guru-guru lain dan orang tua anak
amat menentukan hasil pelayanan bimbingan.
5) Pengembangan program pelayanan BK ditempuh melaui pemanfaatan
yang maksimal dalam hasil pengukuran dan penilian terhadap individu
yang terlibat dalam proses pelayanan dan program bimbingan dan
konseling itu sendiri.
e. Prinsip-prinsip bimbingan dan konseling disekolah dalam lapangan operasional
bimbingan dan konseling
Sekolah merupakan lembaga yang wadah dan sosoknay sangat jelas. Pelayanan
bimbingan dan konseling disekolah diharapkan dapat tumbuh dan berkembang
dengan baik mengingat sekolah merupakan lahan yang secara potensial sangat
subur, sekolah memiliki kondisi dasar yang justru menuntut adanya pelayanan ini
pada kadar yang tinggi. Pelayanan BK secara resmi memang ada disekolah, tetapi
keberadaannya belum seperti yang dikehendaki.
2.1.6 Layanan Bimbingan dan Konseling
Komponen Program Bimbingan dan Konseling
Rambu-rambu bimbingan dan konseling (Depdiknas,2008)
1. Pelayanan Dasar
a. Pengertian
Pelayanan dasar diartikan sebagai proses pemberian bantuan kepada seluruh
konseli melalui kegiatan penyiapan pengalaman berstruktur secara klasikal atau
kelompok yang disajikan secara sistematis dalam rangka mengembangkan
perilaku jangka panjang sesuai dengan tahap dan tugas-tugas perkembangan (yang
dituangkan sebagai standar kompetensi kemandirian) yang diperlukan dalam
pengembangan kemampuan memilih dan mengambil keputusan dalam menjalani
kehidupannya. Penggunaan istrumen asesmen perkembangan dan kegiatan tatap
muka terjadwal di kelas sangat diperlukan untuk mendukung implementasi
komponen ini. Asesmen kebutuhan diperlukan untuk landasan pengembangan
pengalaman terstruktur yang disebutkan.
b. Tujuan
Pelayanan ini bertujuan untuk membantu semua konseli agar memperoleh
perkembangan yang normal, memiliki mental yang sehat, dan memperoleh
keterampilan dasar hidupnya, atau dengan kata lain membantu konseli agar
mereka dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya. Secara rinci tujuan
pelayanan ini dapat dirumuskan sebagai upaya untuk membantu konseli agar
memiliki kesadaran (pemahaman) tentang diri dan lingkungannya (pendidikan,
pekerjaan, sosial budaya dan agama), mampu mengembangkan keterampilan
untuk mengidentifikasi tanggung jawab atau seperangkat tingkah laku yang
layak bagi penyesuaian diri dengan lingkungannya, mampu menangani atau
memenuhi kebutuhan dan masalahnya, dan mampu mengembangkan dirinya
dalam rangka mencapai tujuan hidupnya.
c. Fokus Pengembangan
Untuk mencapai tuhuan tersebut, fokus perilaku yang dikembangkan menyangkut
aspek-aspek pribadi, sosial belajar, dan karier. Semua ini berkaitan erat dengan
upaya membantu konseli dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya (sebagai
standar kompetensi kemandirian). Materi pelayanan dasar dirumuskan dan
dikemas atas dasar standar kompetensi kemandirian antara lain mencangkup
pengembangan:
1) Self-esteem
2) Motivasi berprestasi
3) Keterampilan pengambilan keputusan
4) Keterampilan pemecahan masalah
5) Keterampilan hubungan antar pribadi atau berkomunikasi
6) Penyadaran keragaman budaya
7) Dan perilaku bertanggung jawab
2. Layanan Responsif
a. Pengertian
Pelayanan responsif merupakan pemberian bantuan kepada konseli yang
menghadapi kebutuhan dan masalah yang memerlukan pertolongan dengan
segara, sebab jika tidak segera dibantu dapat menimbulkan gangguan dalam
proses pencapaian tugas-tugas perkembangan. Konseling individual, konseling
krisis, konsultsi dengan orang tua, guru, dan alih tangan kepada ahli.
b. Tujuan
Tujuan pelayanan responsif adalah membantu konseli agar dapat
memenuhi kebutuhannya dan memecahkan masalah yang dialaminya atau
membantu konseli yang mengalami hambatan, kegagalan dalam mencapai
tugas-tugas
perkembangannya.
Tujuan
pelayanan
ini
dapat
juga
dikemukakan sebagai upaya untuk mengintervensi masalah-masalah atau
kepedulian pribadi konseli yang muncul segara dan dirasakan saat itu. Hal
tersebut berkenaan dengan masalah sosial-pribadi, karier, dan atau masalah
pengembangan pendidikan.
c. Fokus Pengembangan
Fokus pelayanan responsif bergantung kepada masalah atau kebutuhan konseli.
Masalah dan kebutuhan konseli berkaitan dengan keinginan untuk memahami
sesuatu hal karena dipandang penting bagi perkembangan dirinya secara positif.
Kebutuhan ini seperti kebutuhan untuk memperoleh informasi antra lain tentang
pilihan karier dan program studi, sumber-sumber belajar, bahaya obat-obat
terlarang, minuman keras, narkotika, pergaulan bebas.
Masalah lainnya adalah yang berkaitan dengan berbagai hal yang dirasakan
mengganggu kenyamanan hidup atau menghambat perkembangan diri konseli,
karena tidak dapat terpenuhi kebutuhannya, atau gagal dalam mencapai tugastugas perkembangan. Masalah konseli pada umumnya tidak mudah diketahui
secara langsung tetapi dapat dipahami melalui gejala-gejala perilaku yang
ditampilkannya. Masalah (gejala perilaku bermasalah) yang mungkin dialami
konseli diantaranya:
1) Merasa cemas tentang masa depan
2) Merasa rendah diri
3) Berperilaku impulsif (kekanak-kanakan atau melakukan sesuatu
tanpa mempertimbangkannya secara matang)
4) Membolos dari Sekolah/Madrasah
5) Malas belajar
6) Kurang memilki kebiasaan belajar yang positif
7) Kurang bisa bergaul
8) Prestasi belajar rendah
9) Malas beribadah
10) Masalah pergaulan bebas (fee sex)
11) Masalah tawuran
12) Manajemen stres
13) Dan masalah dalam keluarga
Untuk memahami kebutuhan dan masalah konseli dapat ditempuh
dengan cara asesmen dan analisis perkembangan konseli, dengan
menggunakan
berbagai
perkembangan
(ITP),
teknik,
angket
misalnya
konseli,
inventori
tugas-tugas
wawancara,
observasi,
sosiometri, daftar hadir konseli, leger, psikotes, dan daftar masalah
konseli atau alat ungkap masalah (AUM).
3. Perencanaan Individual
a. Pengertian
Perencanaan individual diartikan sebagai bantuan kepada konseli agar mampu
merumuskan dan melakukan aktivitas yang berkaitan dengan perencanaan masa
depan berdasarkan pemahaman akan kelebihan dan kekurangan dirinya, serta
pemahaman akan peluang dan kesempatan yang tersedia di lingkungannya.
Pemahaman konseli secara mendalam dengan segala karakteristiknya, penafsiran
hasil asesmen, dan penyediaan informasi yang akurat sesuai dengan peluang dan
potensi yang dimilki konseli amat diperlukan sehingga konseli mampu memilih
dan mengambil keputusan yang tepat di dalam mengembangkan potensinya secara
optimal, termasuk keberbakatan dan kebutuhan khusus konseli. Kegiatan orientasi
informasi, konseling individual, rujukan, kalaborasi, dan advokasi diperlukan di
dalam implementasi pelayanan ini.
b. Tujuan
Perencanaan individual bertujuan untuk membantu konseli agar memiliki
pemahaman tentang diri dan lingkungannya, mampu merumuskan tujuan,
perencanaan atau pengolahan terhadap perkembangan dirinya, baik
menyangkut (aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karier), dapat
melakukan kegiatan berdasarkan pemahaman, tujuan, dan rencana yang
telah dirumuskannya. Tujuan perencanaan individual ini daat juga
dirumuskan sebagai upaya memfasilitasi konseli untuk merencanakan,
memonitor, dan mengelola rencana pendidikan, karier, dan pengembangan
sosial pribadi oleh dirinya sendiri. Isi layanan perencanaan individual
adalah hal-hal yang menjadi kebutuhan konseli untuk memahami secara
khusus tentang perkembangan dirinya sendiri. Dengan demikian meskipun
perencanaan individual ditunjukkan untuk memandu seluruh konseli,
pelayanan yang diberikan lebih bersifat individual karena didasarkan atas
perencanaan, tujuan keputusan yang ditentukan oleh masing-masing
konseli. Melalui pelayanan perencanaan individual, konseli diharapkan
dapat:
1) Mempersiapkan diri untuk mengikuti pendidikan lanjutan, merencanakan
karier,dan mengembangkan kemampuan sosial-pribadi, yang didasarkan atas
pengetahuan akan dirinya, informasi tentang Sekolah/Madrasah, dunia kerja,
dan masyarakatnya.
2) Menganalisis kekuatan dan kelemahan dirinya dalam rangka pencapaian
tujuannya.
3) Mengukur tingkat pencapaian tujuan dirinya.
4) Mengambil keputusan yang merefleksikan perencanaan dirinya.
c. Fokus Pengembangan
Fokus pelayanan perencanaan individual berkaitan erat dengan pengembangan
aspek akademik, karier, dan sosial-pribadi. Secara rinci cakupan fokus tersebut
antara
lain,
mencakup
pengembangan
aspek
(1)
akademik,
meliputi
memanfaatkan keterampilan belajar, melakukan pemilihan pendidikan lanjutan
atau pemilihan jurusan, memiliki kursus atau pelajaran tambahan yang tepat, dan
memahami nilai belajar sepanjang hayat; (2) karier, meliputi: mengeksplorasi
peluang-peluang karier,
mengeksplorasi latihan-latihan pekerjaan, memahami
kebutuhan untuk kebiasaan bekerja yang positif; dan (3) sosial-pribadi meliputi
pengembangan konsep diri yang positif dan pengembangan keterampilan sosial
yang efektif.
4. Dukungan Sistem
Kegiatan komponen diatas, merupakan pemberian bimbingan dan konseling kepada
konseli secara langsung. Sedangkan dukungan sistem merupakan komponen pelayanan dan
kegiatan manajemen, tata kerja, infra struktur (misalnya Teknologi Informasi dan
Komunikasi), dan pengembangan kemampuan profesional konselor secara berkelanjutan,
yang secara tidak langsung memberikan bantuan kepada konseli atau memfasilitasi
kelancaran pengembangan konseli. Program ini memberikan dukungan kepada konselor
dalam memperlancar penyelenggaraan pelayanan diatas. Sedangkan bagi personel pendidikan
lainnya
adalah
untuk
memperlancar
penyelenggaraan
program
pendidikan
di
Sekolah/Madrasah. Dukungan sistem ini meliputi aspek-aspek: pengembangan jejaring
(netwoking), kegiatan manajemen, riset dan pengembangan.
a) Pengembangan Jejaring (netwoking)
Pengembangan jejaring menyangkut kegiatan konselor yang meliputi, (1)
konsultasi guru-guru, (2) menyelenggarakan program kerjasama dengan orang
tua atau masyarakat, (3) berpartisipasi dalam merencanakan dan melaksanakan
kegiatan-kegiatan Sekolah/Madrasah, (4) bekerjasama dengan personel
Sekolah/Madrasah
lainnya
dalam
rangka
menciptakan
lingkungan
Sekolah/Madrasah yang kondusif bagi perkembangan konseli, (5) melakukan
penelitian tentang masalah-masalah yang berkaitan erat dengan bimbingan dan
konseling, dan (6) melakukan kerjasama atau kalaborasi dengan ahli lain yang
terkait dengan pelayanan bimbingan dan konseling.
b)
Kegiatan Manajemen
Kegiatan manajemen merupakan berbagai upaya untuk memantapkan,
memelihara, dan meningkatkan mutu program bimbingan dan konseling melalui
kegiatan-kegiatan: pengembangan program, pengembangan staf, pemanfaatan
sumber daya, dan pengembangan penataan kebijakan.
1) Pengembangan Profesionalitas
Konselor secara terus menerus berusaha untuk memutakhirkan
pengetahuan dan keterampilannya melalui (a) in-service training, (b)
aktif dalam organisasi profesi, (c) aktif dalam kegiatan-kegiatan ilmiah;
seperti seminar dan workshop (lolakarya), atau (d) melanjutkan studi
program yang lebih tinggi (Pascasajarna).
2) Pemberian Konsultasi Berkolaborasi
Konselor perlu melakukan konsultasi dan kalaborasi dengan guru, orang
tua, staf Sekolah/Madrasah lainnya, dan pihak institusi di luar
Sekolah/Madrasah
(pemerintah
dan
swasta)
untuk
memperoleh
informasi, dan umpan balik tentang pelayanan bantuan yang telah
diberikannya
kepada
Sekolah/Madrasah
yang
para
konseli,
kondusif
bagi
menciptakan
lingkungan
perkembangan
konseli,
melakukan referal, serta meningkatkan kualitas program bimbingan dan
konseling. Dengan kata lain strategi ini berkaitan dengan upaya
Sekolah/Madrasah untuk menjalin kerjasama dengan unsur-unsur
masyarakat yang dipandang relevan dengan pengkatan mutu pelayanan
bimbingan. Jalinan kerja sama ini seperti dengan pihak-pihak (a) instansi
pemerintah, (b) instansi swasta, (c) organisasi profesi, seperti ABKIN
(Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia), (d) para ahli dalam
bidang tertentu yang terkait, seperti psikolog, psikiater, dokter, dan
orang tua konseli, (e) MGBK (Musyawarah Guru Bimbingan dan
Konseling), dan (f) Depnaker (dalam rangka analisis bursa kerja/
lapangan pekerjaan).
3) Manajemen Program
Suatu program pelayanan bimbingan dan konseling tidak mungkin akan
terselenggara dan tercipta bila tidak memiliki suatu sistem pengelolaan
(manajemen) yang bermutu, dalam arti dilakukan secara jelas,
sistematis, dan terarah.
c)
Riset dan Pengembangan
Kegiatan riset dan pengembangan merupakan aktivitas konselor yang
berhubungan dengan pengembangan profesional secara berkelanjutan, meliputi
(1) merancang, melaksanakan dan memanfaatkan penelitian dalam bimbingan
dan konseling untuk meningkatkan kualitas layanan bimbingan dan konseling
sebagai sumber data bagi kepentingan kebijakan Sekolah dan implementasi
proses belajar; serta pengembangan program bagi peningkatan unjuk kerja
profesional konselor, (2) merancang, melaksanakan dan mengevaluasi aktivitas
pengembangan diri konselor profesional sesuai dengan standar kompetensi
konselor, (3) mengembangkan kesadaran komitmen terhadap etika profesional,
(4) berperan aktif di dalam organisasi dan kegiatan profesi bimbingan dan
konseling.
2.2Pemanfaatan Layanan Bimbingan dan Konseling
2.2.1Pemanfaatan
Pemanfaatan diambil dari kata manfaat yang berarti guna. Sedangkan dalam kamus
bahasa inggris, manfaat digunakan kata use yang juga dapat diartikan menggunakan. KBBI
(2002) mendefinisikan pemanfaatan ialah proses atau perbuatan. Jadi dapat disimpulkan
bahwa pemanfaatan adalah proses atau perbuatan memanfaatkan atau menggunakan sesuatu
hal.
2.2.2Pemanfaatan Layanan Bimbingan dan Konseling
Menurut Suryana (2004) pemanfaatan layanan bimbingan dan konseling adalah suatu
proses memanfaatkan atau menggunakan jasa langsung dalam kaitannya dengan upaya
layanan bimbingan dan konseling melalui guru pembimbing. Kegiatan bimbingan dan
konseling dinamakan layanan bila kegiatan tersebut dilakukan melalui hubungan langsung
dengan sasaran layanan dan secara langsung berkaitan dengan kebutuhan masalah tertentu
dari sasaran layanan tersebut, sehingga layanan tersebut dirasakan oleh individu yang
ditolong atau dibantu.Berbagai jenis layanan bimbingan dan konseling di sekolah saling
terkait dan menunjang satu sama lainnya, sesuai dengan asas keterpaduan dalam bimbingan
dan konseling yang dapat dimanfaatkan oleh siswa untuk mengentaskan masalahnya dan
dalam memenuhi kebutuhan siswa akan layanan bimbingan dan konseling.
Saat ini ada yang beranggapan bahwa kegiatan-kegiatan layanan bimbingan dan
konseling di sekolah cukup memperbaiki bahkan meningkatkan prestasi siswa.Dugaan ini
tidak sempurna benar, yang dibuktikan oleh hasil penelitan dari Suryana (2004) bahwa siswa
dalam hal ini sebagai pengguna jasa langsung dalam kaitannya dengan upaya layanan
bimbingan dan konseling di sekolah melalui guru pembimbing.Hal ini dapat disimpulkan
bahwa tidak sedikit dari siswa yang menggunakan atau memanfaatkan layanan bimbingan
dan konseling untuk mengerti tentang kemampuan dirinya sehingga dapat mengembangkan
potensi yang dimilikinya.
2.2.3Macam-macam Pemanfaatan Layanan Bimbingan dan Konseling Oleh Siswa
Pelaksanaan pelayanan BK yang baik dan terprogram memlaui dengan pemahaman
tentang layanan dan dilaksanakan oleh tenaga ahli (konselor).Dalam prosesnya layanan BK
diarahkan untuk pengembangan individu yang akhirnya mampu membimbing diri sendiri
dalam menghadapi permasalahannya.Dalam Depdiknas (2008) bidang bimbingan dan
konseling untuk sekolah menengah atas dibagi atas empat bidang yaitu bimbingan pribadi,
sosial, belajar dan karier. Berdasarkan empat bidang bimbingan
diatas macam-macam
pemanfaatan layanan bimbingan dan konseling yang dilakukan oleh siswa meliputi:
a. Bidang Bimbingan Pribadi
1) Pemanfaatan layanan BK dalam memantapkan sikap dan kebiasaan diri yang
positif.
2) Pemanfaatan layanan BK dalam pengembangan wawasan dalam beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
3) Pemanfaatan layanan BK dalam pemantapan bakat dan minat yang dimiliki.
4) Pemanfaatan layanan BK dalam penyesuaian diri.
5) Pemanfaatan layanan BK dalam penyelenggaraan hidup sehat jasmani dan rohani.
6) Pemanfaatan layanan BK dalam mengarahkan diri sesuai dengan keputusan yang
diambil.
b. Bidang Bimbingan
1) Pemanfaatan layanan BK dalam penempatan kemampuan berkomunikasi secara
efektif.
2) Pemanfaatan layanan BK dalam kemampuan menerima dan menyampaikan
pendapat serta berargumentasi
3) Pemanfaatan layanan BK dalam kemampuan bertingkah laku sosial di rumah,
sekolah dan masyarakat.
4) Pemanfaatan layanan BK dalam pemahaman tentang kondisi dan peraturan
sekolah.
5) Pemanfaatan layanan BK dalam penyelesaian konflik dengan lingkungan sosial
dan orientasi keluarga.
c. Bidang Bimbingan Belajar
1) Pelaksanaan layanan BK dalam memantapkan sikap dan kebiasaan belajar
yang efektif, efisien serta produktif.
2) Pelayanan layanan BK dalam penguasaan materi program belajar (pengenalan
program kurikulum di sekolah)
3) Pelayanan layanan BK dalam pemahaman dan pemanfaatan lingkungan fisik
di sekolah
4) Pelayanan layanan BK dalam pemilihan jurusan dan orientasi belajar di
perguruan tinggi.
5) Pelayanan layanan BK dalam pemantapan disiplin belajar dan berlatih.
d. Bidang Bimbingan Karier
1) Pemanfaatan layanan BK dalam proses memperoleh informasi tentang
pendidikan yang lebih tinggi.
2) Pemanfaatana layanan BK dalam memperoleh informasi dan orientasi
terhadap dunia kerja.
3) Pemanfaatan
layanan
BK
dalam
memperoleh
informasi
tentang
pengembangan karier.
4) Pemanfaatan layanan BK tentang pemahaman diri yang sesuai dengan karier
yang hendak dikembangkan.
2.2.4Kebutuhan Siswa Akan Layanan Bimbingan dan Konseling
Pemahaman kebutuhan bersifat mendasar bagi kelangsungan hidup manusia pada
umumnya siswa itu sendiri pada khususnya. Jika siswa berhasil dalam memenuhi
kebutuhannya maka siswa merasa puas dan sebaliknya, kegagalan dalam memenuhi
kebutuhan ini akan banyak menimbulkan masalah sehingga akan menggangu aktifitas siswa
dalam belajar dan kesehariannya.
A Theory Of Human Motivation A.H. Maslow (1943)
a. Kebutuhan Fisiologis (Physiological Needs)
Adalah kebutuhan dasar yang paling mendesak pemuasnya, karena berkaitan
dengan pemeliharaan biologis dan kelangsunagn individu tersebut. Kebutuhan
fisiologis yang berkaitan dengan layanan BK adalah kebutuhan seks individu
khususnya remaja mempunyai keinginan yang amat besar tak terkecuali dalam hal
seks. Mereka berusaha memenuhi keingintahuannya tersebut, denagan bagaimana
pun juga seorang individu tersebut akan memenuhi keinginannya. Bila tidak
dibekali pengetahuan atau informasi yang cukup, tidak mustahil ia akan mencari
jawaban atas keingintahuannya tersebut dengan cara yang salah, yang tentunya
dapat terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti (pergaulan bebas, kumpul kebo,
pemerkosaan, hamil diluar nikah, dan aborsi).
b. Kebutuhan Akan Rasa Aman (Need For Self Security)
Adalah suatu yang mendorong individu untuk memperoleh ketentraman, kepastian
dan keteraturan dari keadaan lingungannya. Seseorang yang tidak merasa aman
akan memiliki ketergantunagn sangat berlebihan dan akan berusaha keras
menghindari hal-hal asing yang tidak diharapkan, selain itu mengakibatkan waswas curiga dengan teman atau orang dekat.
c. Kebutuhan Akan Rasa Cinta dan Memiliki (Need For Love and Belongness)
Adalah kebutuhan yang mendorong individu untuk mengadakan hubungan efektif
atau ikatan emosional dengan individu lain, baik sesama lawan jenis maupun
lawan jenis dilingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat. Bagi individuindividu kegiatan dalam keluarga sering menjadi tujuan utama. Siswa bisa merasa
kesepian, terasing dan tidak berdaya apabila keluarga pasangan hidup atau temanteman meninggalkan dan tidak mencintainya.
d. Kebutuhan Akan Harga Diri ( Need For Self Esteem) yang sehat
Akan
didasrkan
pada
prestasi
diri
dan
pada
prestise,
status
atau
keturunan.Penghargaan diri, kekuatan pribadi, kemandirian dan kebebasan.
Adapun penghargaan dari orang lain antara lain meliputi prestasi. Dalam hal ini
individu butuh penghargaan atas apa-apa yang dilakukan.
e. Kebutuhan Akan Aktualisasi Diri (Need For Self Actualization)
Adalah hasrat individu untuk menjadi orang yang sesuai dengan keinginan potensi
yang dimilikinya atau hasrat dari individu untuk menyempurnakan dirinya melalui
pengungkapan segenap potensi yang dimiliknya.Bentuk pengaktualisasian
individu berbeda-beda.Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan individual.
Untuk mencapai taraf aktualisasi diri atau untuk memenuhi kebutuhan akan
aktualisasi diri banyak sekali hambatannya.
f.
At once other (and 'higher') needs emerge and these, rather than physiological
hungers, dominate the organism. And when these in turn are satisfied, again
new (and still 'higher') needs emerge and so on.
g. The preconditions for the basic need satisfactions.There are certain conditions
which are immediate prerequisites for the basic need satisfactions.
h. The desires to know and to understand.So far, we have mentioned the
cognitive needs only in passing. Acquiring knowledge and systematizing the
universe have been considered as, in part, techniques for the achievement of
basic safety in the world, or, for the intelligent man, expressions of selfactualization.
2.2.5Faktor Yang Mempengaruhi Pemanfaatan Layanan Bimbingan dan Konseling
Menurut Slameto (1986) ada beberapa faktor yang mempengaruhi pemanfaatan
layanan bimbingan dan konseling diantaranya:
a) Banyak diantara anak-anak kita tidak mengetahui kemana harus melanjutkan
sekolahnya yang sesuai dengn bakat dan kemampuannya.
b) Akibat pilihan sekolah yang tidak sesuai itu, banyak anak-anak yang terpaksa
harus keluar dari sekolah sebelum waktunya, atau selalu pindah sehingga
memboroskan waktu dan biaya, sedangkan hasilnya dapat dikatakan nol.
c) Banyak anak-anak dan pemuda mengalami kesulitan belajar, dalam mengisi
atau menggunakan waktu senggang, dalam penyesuaian terhadap teman-teman
sekelas atau terhadap sekolah, dan sebagainya.
d) Banyak pengangguran dan perbuatan asusila dan asocial yang diderita dan
dilakukan anak-anak dan para pemuda kita seperti adanya “ kumpul kebo” dan
lain-lain.
2.3Pengertian sikap
Sikap merupakan kecenderungan pola tingkah laku individu untuk berbuat sesuatu
dengan cara tertentu terhadap orang, benda atau gagasan. Sikap dapat diartikan sekelompok
keyakinan dan perasaan yang melekat tentang objek tertentu dan kecenderungan untuk
bertindak terhadap objek tersebut dengan cara tertentu (Calhoun, 1978).
Menurut Robert R.Gabe (dalam Siskandar, 2008), sikap merupakan kesiapan yang
terorganisir
yang
mengarahkan
atau
mempengaruhi
tanggapan
individu
terhadap
obyek.Sedangkan menurut Berkowitz (Azwar, 1995) sikap seseorang terhadap suatu objek
adalah perasaan mendukung (favorable) atau tidak mendukung (unfavorable) terhadap objek
tersebut.Selanjutnya lebih spesifik, Thurstone (Azwar, 1995) memformulasikan sikap sebagai
derajat afek positif dan afek negatif terhadap suatu obyek psikologis.Obyek psikologis yang
dimaksud adalah lambang-lambang, kalimat, semboyan, orang, institusi, profesi, dan ide-ide
yang dapat dibedakan ke dalam perasaan positif atau negatif.Sikap sebagai predisposisi atau
kecenderungan tindakan akan memberi arah kepada perbuatan atau tindakan seseorang.
Tetapi hal ini tidak berarti bahwa semua tindakan atau perbuatan seseorang identik dengan
sikap yang ada padanya.Seseorang mungkin saja melakukan perbuatan-perbuatan yang
bertentangan dengan sikapnya.Sikap anak terhadap sekolah sangat besar pengaruhnya
terhadap berhasil tidaknya pendidikan anak-anak di sekolah. Sikap yang positif terhadap
sekolah, guru-guru, maupun terhadap teman-teman akan merupakan dorongan yang besar
bagi anak untuk mengadakan hubungan yang baik. Dengan adanya hubungan yang baik,
dapat melancarkan proses pendidikan di sekolah. Sebaliknya sikap yang negatif akan
menyebabkan terjadinya hubungan yang tidak harmonis dan hanya akan merugikan anak itu
sendiri (Nurkancana, 1986).
Menurut Petty& Cacioppo (dalam Azwar, 2007), sikap adalah evaluasi umum yang
dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, objek atau isu-isu. Sikap merupakan
suatu keadaan yang memungkinkan timbulnya suatu perbuatan atau tingkah laku (dalam
Dayakisni & Hudaniah, 2003).Azwar (2007), menggolongkan definisi sikap dalam tiga
kerangka pemikiran.Pertama, kerangka pemikiran yang diwakili oleh para ahli psikologi
seperti LouisThurstone, Rensis Likert dan Charles Osgood.Menurut siswa sikap adalah
suatubentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah
perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau
tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut.
Selanjutnya Rosenberg (dalam Azwar, 1998), dengan teori konsistensi afektfikognitifnya memandang bahwa ketiga komponen tersebut di atas saling berinteraksi secara
selaras dan konsistensi dalam mempolakan arah sikap yang seragam. Apabila ketiga
komponen itu ada yang tidak selaras atau tidak konsisten satu sama lain, maka akan
menyebabkan timbulnya mekanisme perubahan sikap sampai konsistensi dapat tercapai
kembali sehingga sikap yang semula negatif dapat berangsur-angsur berubah menjadi positif.
Akan tetapi sikap yang ekstrim seperti sangat setuju atau sangat tidak setuju biasanya tidak
mudah untuk dirubah.
Dari semua pengertian yang di ungkapan di atas dapat diambil sebuah pengertian
tentang sikap, yaitu sikap adalah penerimaan, tanggapan, dan penilaian seseorang terhadap
suatu obyek, situasi, konsep, orang lain maupun dirinya sendiri akibat hasil dari proses
belajar maupun pengalaman di lapangan yang menyebabkan perasaan senang (positif/sangat
positif) atau tidak senang (negatif/tidak negatif).
2.3.1Komponen sikap
Azwar (2007) menyatakan bahwa sikap memiliki 3 komponen yaitu:
a)
Komponen kognitif
Komponen kognitif merupakan komponen yang berisi kepercayaanseseorang
mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap.
b) Komponen afektif
Komponen
afektif
merupakan
komponen
yang
menyangkut
emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap.Secara umum
masalah
komponen
ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu.
c)
Komponen perilaku
Komponen perilaku atau komponen konatif dalam struktur sikap
menunjukkan
bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang
berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya.
2.3.2Karakteristik sikap
Menurut Brigham (dalam Dayakisni dan Hudaniah, 2003) ada beberapa ciri atau
karakteristik dasar dari sikap, yaitu :
a) Sikap disimpulkan dari cara-cara individu bertingkah laku.
b) Sikap ditunjukan mengarah kepada objek psikologis atau kategori, dalam hal ini
skema yang dimiliki individu menentukan bagaimana individu mengkategorikan
objek target dimana sikap diarahkan.
c) Sikap dipelajari.
d) Sikap mempengaruhi perilaku menengah teguh suatu sikap yang mengarah pada suatu
objek memberikan satu alasan untuk berperilaku mengarah pada objek itu dengan
suatu cara tertentu.
2.3.3Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap
Azwar (2007) menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan
sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media
massa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri
individu.
a) Pengalaman pribadi
Middlebrook (dalam Azwar, 2007) mengatakan bahwa tidak adanya pengalaman yang
dimiliki oleh seorang dengan suatu objek psikologis, cenderung akan membentuk
sikap negatif terhadap objek tersebut. Sikap akan lebih mudah terbentuk jika yang
dialami seseorang terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional. Situasi
yang melibatkan emosi akan menghasilkan pengalaman yang lebih mendalam dan
lebih lama membekas.
b) Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah
dengan sikap orang yang dianggapnya penting. Kecenderungan ini antara lain
dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik
dengan orang yang dianggap penting tersebut.
c) Pengaruh Kebudayaan
Burrhus Frederic Skinner, seperti yang dikutip Azwar (2008) sangat
menekankan
pengaruh lingkungan (termasuk kebudayaan) dalam membentuk pribadi seseorang.
Kepribadian merupakan pola perilaku yang konsisten yang menggambarkan sejarah
penguat
(reinforcement)
yang
kita
alami
(Hergenhan
dalam
Azwar,
2007).Kebudayaan memberikan corak pengalaman bagi individu dalam suatu
masyarakat.Kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap individu terhadap
berbagai masalah.
d) Media Massa
Berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain
mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan
individu. Media massa memberikan pesan-pesan yang sugestif yang mengarahkan
opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan
kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Jika cukup kuat, pesanpesan sugestif akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga
terbentuklah arah sikap tertentu.
e) Pendidikan Institusi dan Agama
Sebagai suatu sistem, institusi pendidikan dan agama mempunyai pengaruh kuat
dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan
konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah
antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan
dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya.
f) Faktor Emosional
Suatu bentuk sikap terkadang didasari oleh emosi, yang berfungsi sebagai semacam
penyaluran frustrasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap
demikian dapat merupakan sikap yang sementara dan segera berlalu begitu frustrasi
telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan bertahan
lama.
g) Umur dan Jenis Kelamin
perbedaan yang bermakna sikap remaja tentang kesehatan reproduksi ditinjau
berdasarkan unur dan jenis kelamin.
h) Pola Asuh Orang Tua
bentuk-bentuk pola asuh orang tua sangat erat hubungannya dengan kepribadian dan
pembentukan sikap anak setelah ia menjadi dewasa.
Menurut Bimo Walgito (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003), pembentukan dan
perubahan sikap akan ditentukan oleh dua faktor, yaitu :
a. Faktor internal (individu itu sendiri) yaitu cara individu dalam menanggapidunia
luar dengan selektif sehingga tidak semua yang datang akan diterima atau ditolak.
b.
Faktor eksternal yaitu keadaan-keadaan yang ada di luar individu yang
merupakan stimulus untuk membentuk atau mengubah sikap.
Sementara itu Mednick, Higgins dan Kirschenbaum (dalam Dayakisni dan Hudaniah,
2003) menyebutkan bahwa pembentukan sikap dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu :
a. Pengaruh sosial, seperti norma dan kebudayaan.
b. Karakter kepribadian individu.
c. Informasi yang selama ini diterima individu.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembentukan sikap dipengaruhi
oleh faktor ekstrinsik yang berasal dari luar individu dan faktor intrinsik yang berasal dari
dalam individu.
2.3.4Perbedaaan Pemanfaatan Layanan Bimbingan dan Konseling ditinjau dari Sikap
Siswa terhadap Layanan Bimbingan dan Konseling
Tahun 1998, Greer M.J. Ahmad R, Sharma (dalam Slameto, 2002) meneliti sikap
terhadap layanan konseling di UT-Houston dan ternyata lebih dari separuh siswa menyatakan
puas terhadap layanan BK di sekolahnya. Sikap siswa sekolah menengah Bandar Baru Sungai
Bulok Selanggor terhadap layanan BK juga positif yang ditunjang dengan adanya kegiatan
yang yang menarik dan kemudahan menjumpai guru pembimbing, (Nor Sofiah BM dalam
Slameto, 2002). Hasil yang sama juga ditemukan oleh Faridatul (2008) dengan judul
perbedaan persepsi dan sikap antara siswa jurusan IPA dan IPS terhadap pemanfaatan bk di
SMA 1 Garum dengan siswa kelas XII IPA dan IPS di SMA 1 Garum tahun ajaran
2008/2009 yang berjumlah 240 siswa dan sample penelitian 40 siswa IPA dan 39 siswa IPS.
Berdasarkan Uji_t perbedaan sikap siswa jurusan IPA dan IPS, diperoleh t tabel dengan
df=77 dan taraf signifikansi (sig)=0,05 adalah sebesar 1,99. Dari analisis data diketahui nilai t
hitung.
Hasil penelitian Faridatul (2008) dengan judul Perbedaan Persepsi dan Sikap Antara Siswa
Jurusan IPA dan IPS terhadap Pemanfaatan Layanan Bimbingan dan Konseling di SMA 1
Garum dengan populasi siswa kelas XII jurusan IPA dan IPS di SMA1 Garum tahun ajaran
2008/2009 yang berjumlah 240 siswa dan sample penelitian 40 siswa jurusan IPA dan39
siswa IPS berdasarkan analiasis Uji_t perbedaan sikap siswa jurusan IPA dan IPS diperoleh t
tabel dengan df=77 taraf signifikansi (sig)=0,05 adalah sebesar 1,99. Dari analisis data
diketahui nilai t hitung dengan df=77 dan taraf signifikansi (sig)=0,05 sebesar 57,458. Karena
nilai t (57,485)> t tabel (1,99) maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan sikap antara
siswa jurusan IPA dan IPS terhadap pemanfaatan layanan bimbingan dan konseling.
2.4 Hipotesis
Adakah perbedaan yang signifikan pemanfaatan layanan bimbingan dan konseling ditinjau
dari sikap siswa terhadap layanan bimbingan dan konseling.
Download