penerapan model cooperative learning tipe circ

advertisement
PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE CIRC UNTUK
MENINGKATKAN KETERAMPILAN SISWA DALAM
MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATERI HIMPUNAN KELAS VII
SMP NEGERI 13 MALANG
Atik Yuliana*, Sukoriyanto**
Abstract: The purpose of this classroom action research is to describe the
implementation CIRC type of cooperative learning to enhance the seventh
graders’ ability on solving the mathematical word problem in sets topic at SMPN
13 Malang. Data is taken by test, observation and documentation. The result of
research about the learning process CIRC type of cooperative learning to
enhance students’ ability on solving the mathematical word problems, namely
the students were divided into small group heterogeneously. After that the
teacher distributed the word problems in the form of worksheet. Then, the
students were discuss to read the problem, explain the subject of problem, make
the planning of solutions, write the solution, and check the result of solution that
according to problem. The teacher then asked the representative of each group to
present the result of the discussion. Finally, the teacher and the students
evaluated and concluded the word problems. In the end of the presentation, the
teacher gave a test to the students in order to know their ability on solving the
word problems.
Key Words: Cooperative Learning, CIRC, Ability, Mathematics Word Problem
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang penting dan selalu
diajarkan pada bidang pendidikan baik pendidikan dasar maupun pendidikan
menengah. Dalam Depdiknas (2007:4), beberapa tujuan mempelajari matematika
antara lain agar siswa memiliki kemampuan memahami konsep matematika secara
luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam memecahkan masalah, serta memiliki sikap
menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin
tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, sikap ulet dan percaya
diri dalam menyelesaikan pemecahan masalah.
Kemampuan pemecahan masalah matematika pada siswa dapat diketahui
melalui soal-soal yang berbentuk uraian. Dengan adanya soal yang berbentuk
uraian, dapat dilihat langkah-langkah yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan
suatu permasalahan. Salah satu soal uraian dalam matematika berupa soal cerita.
Menurut Hudojo (2005:25) soal cerita adalah soal yang terbatas pada persoalan
sehari-hari. Soal cerita banyak ditemukan dalam setiap pembahasan materi karena
merupakan contoh penerapan dalam kehidupan sehari-hari.
Pada umumnya soal cerita lebih sulit diselesaikan oleh siswa daripada soal
yang langsung melibatkan bilangan. Faktor kesulitan tersebut terletak pada
struktur bahasa dan matematika. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Kennedy,
dkk dalam Hudojo (1990:187) yang menyatakan bahwa soal yang berhubungan
dengan bilangan tidak begitu menyulitkan peserta didik tetapi soal yang
menggunakan kalimat sangat menyulitkan peserta didik yang berkemampuan
kurang.
Kesulitan menyelesaikan soal cerita juga dialami oleh siswa kelas VII
SMP Negeri 13 Malang khususnya kelas VII-B. Berdasarkan hasil observasi yang
dilakukan menunjukkan bahwa keterampilan siswa dalam menyelesaikan soal
cerita masih rendah. Hal ini terlihat dari banyak siswa yang mendapat nilai
*Mahasiswa Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Malang
**Dosen Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Malang
ulangan harian pada materi bilangan bulat dengan soal uraian berbentuk soal
cerita di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Adapun KKM yang
ditentukan yaitu 75. Siswa yang mendapat nilai di atas KKM sebanyak 10 anak
(25,64%) sedangkan yang di bawah KKM sebanyak 29 anak (74,36%).
Berdasarkan wawancara dengan guru matematika kelas VII-B SMP Negeri
13 Malang diketahui bahwa rendahnya keterampilan siswa dalam menyelesaikan
soal cerita disebabkan siswa masih kesulitan dalam memahami soal cerita.
Kesulitan tersebut terlihat dari kesalahan yang dilakukan siswa ketika mengubah
bahasa soal menjadi bahasa matematika. Siswa menyelesaikan soal cerita tanpa
ada proses yang sistematis. Selain itu, guru menggunakan variasi beberapa metode
di dalam pembelajarannya. Guru memberikan pengajaran langsung kepada siswa
dilanjutkan dengan pemberian tugas atau latihan-latihan soal secara individu
maupun kelompok. Latihan soal tersebut berupa soal yang langsung melibatkan
bilangan di dalam buku paket matematika maupun Lembar Kegiatan Siswa.
Tidak hanya itu, rendahnya keterampilan siswa dalam menyelesaikan soal cerita
ini juga disebabkan siswa jarang mengerjakan soal berbentuk cerita.
Berdasarkan wawancara dengan beberapa siswa kelas VII-B SMP Negeri
13 Malang diketahui bahwa rendahnya keterampilan menyelesaikan soal cerita
disebabkan siswa tidak menyukai soal cerita matematika. Hal ini karena siswa
malas membaca, sulit memahami soal, tidak tahu langkah yang dilakukan terlebih
dahulu karena soal dirasa terlalu rumit.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di atas, maka kelas VII-B
SMP Negeri 13 Malang ini perlu diberikan pembelajaran yang dapat melatih
siswa dalam menyelesaikan soal cerita. Salah satu materi matematika yang
membahas mengenai penyelesaian soal cerita adalah materi himpunan. Oleh
karena itu, pembelajaran pada penelitian ini menggunakan model pembelajaran
yang baru bagi siswa agar siswa lebih berminat dalam menyelesaikan soal cerita.
Model pembelajaran baru yang dipilih adalah model pembelajaran kooperatif.
Pada model pembelajaran kooperatif terdapat beberapa model
pembelajaran yang menuntut siswa untuk memiliki keterampilan membaca dan
menulis. Salah satu model pembelajaran kooperatif tersebut yaitu model
pembelajaran kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and
Composition). Slavin (2005: 16) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif
CIRC merupakan sebuah program pemahaman membaca dan menulis pada
tingkat dasar, menengah, dan atas. Oleh karena itu, pada penelitian ini
menggunakan model pembelajaran CIRC sebagai salah satu solusi untuk
meningkatkan keterampilan siswa dalam menyelesaikan soal cerita.
Model pembelajaran CIRC membantu siswa dalam memahami suatu isi
bacaan. Hal ini karena siswa dibentuk ke dalam kelompok-kelompok kecil untuk
mendiskusikan isi bacaan. Siswa harus menuliskan inti permasalahan dari bacaan
dan menuliskan prosedur penyelesaian masalahnya secara sistematis. Apabila
terdapat kesulitan, siswa dapat membandingkan jawabannya ke kelompok lain
untuk mendapatkan hasil yang benar. Dengan demikian, semua siswa akan
mendapatkan informasi yang sama sehingga mempermudah dalam memahami
materi belajar.
Dalam matematika, kegiatan dari model CIRC ini tidak hanya membaca
dan menuliskan inti dari suatu bacaan tetapi juga diperlukan penyelesaian yang
melibatkan perhitungan. Menurut Suyitno (2005:4), kegiatan pokok model CIRC
untuk menyelesaikan pemecahan masalah matematika meliputi rangkaian kegiatan
bersama yang spesifik, yaitu: (1) Salah satu anggota atau beberapa kelompok
membaca soal; (2) Membuat prediksi atau menafsirkan isi soal pemecahan
masalah, termasuk menuliskan apa yang diketahui, apa yang ditanyakan dan
memisalkan yang ditanyakan dengan suatu variabel; (3) Saling membuat ikhtisar/
rencana penyelesaian soal pemecahan masalah; (4) Menuliskan penyelesaian soal
pemecahan masalah secara urut; (5) Saling merevisi dan mengedit pekerjaan/
penyelesaian.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penerapan model
Cooperative Learning tipe CIRC yang dapat meningkatkan keterampilan siswa
dalam menyelesaikan soal cerita materi himpunan kelas VII SMP Negeri 13
Malang.
METODE
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. PTK dapat
dilakukan guru karena merupakan praktisi dalam dunia pendidikan yang paling
mengerti masalah-masalah di lapangan. Dalam penelitian ini menggunakan PTK
individual yaitu peneliti bertindak sebagai guru pengajar sekaligus perencana
tindakan, pelaksana pengumpulan data, penganalisis data, penafsiran data dan
pelapor hasil penelitian.
Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII-B SMP Negeri 13
Malang dengan jumlah 38 dari 39 siswa yang terdiri atas 21 siswa laki-laki dan 17
siswa perempuan. Data yang diambil berupa data hasil keterampilan siswa dalam
menyelesaikan soal cerita serta data keterlaksanaan kegiatan guru dan siswa.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tes, observasi, catatan lapangan
dan dokumentasi.
Teknik analisis data meliputi kegiatan mengolah data mentah, menyajikan
data, menarik kesimpulan dan refleksi. Data yang dianalisis adalah data
keterampilan siswa yang diperoleh dari skor tes yang dilakukan pada setiap akhir
siklus dengan memperhatikan waktu pengerjaan soal. Indikator yang dijadikan
penilaian keterampilan siswa dalam menyelesaikan soal cerita dapat dilihat pada
Tabel 1. Adapun penentuan skor indikator dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 1. Indikator Penilaian Keterampilan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Cerita
Berdasarkan Tahapan Polya
Indikator
Rentang Skor
Memahami masalah:
1–3
Menuliskan apa yang diketahui dan yang ditanyakan dari soal
Merencanakan penyelesaian:
1–3
- Menentukan metode/ cara penyelesaian soal yang sesuai
- Menuliskan pemodelan matematika
1–3
Melakukan rencana penyelesaian:
- Mensubstitusi nilai yang diketahui dalam cara penyelesaian yang
digunakan
- Menghitung penyelesaian soal cerita
1–3
Melihat kembali penyelesaian:
- Melakukan pengecekan dan menuliskan kesimpulan dari jawaban yang
diperoleh/ menuliskan hasil akhir
Tabel 2. Kriteria Tingkatan Penskoran Setiap Indikator
Skor
Kriteria Indikator
3
Siswa menuliskan semua indikator dengan tepat
2
Siswa hanya menuliskan sebagian indikator yang tepat atau kurang tepat
1
Siswa tidak menuliskan indikator atau menuliskan sebagian indikator tetapi salah
Untuk mengukur persentase tes peningkatan keterampilan siswa dalam
menyelesaikan soal cerita materi himpunan menggunakan rumus:
%
Tabel 3. Kategori Keterampilan dalam Menyelesaikan Soal Cerita
Persentase
81% – 100%
66% – 80%
56% – 65%
41% – 55%
0% – 40%
(Modifikasi dari Arikunto, 2003:245)
Kategori
Sangat Baik
Baik
Cukup
Kurang
Sangat Kurang
Indikator keberhasilan penelitian tindakan kelas ini adalah persentase
keterampilan siswa dalam menyelesaikan soal cerita matematika dalam materi
himpunan meningkat secara klasikal di atas 85 %.
HASIL
SIKLUS I
Perencanaan
Pada tahap perencanaan, peneliti menyusun RPP dengan model
Cooperative Learning tipe CIRC dengan materi penggunaan konsep operasi 2
himpunan, menyusun LKS yang berisi soal cerita, menyusun soal kuis, menyusun
soal tes, menyusun kelompok dengan anggota 4-5 siswa secara heterogen,
menyusun lembar observasi kegiatan guru dan siswa serta menyusun lembar
catatan lapangan. Selain itu, dilakukan validasi untuk instrumen pembelajaran dan
instrumen penelitian. Validasi ini dilakukan oleh satu dosen jurusan matematika
UM dan satu guru mata pelajaran matematika SMPN 13 Malang.
Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan siklus I dilaksanakan dalam tiga kali pertemuan,
yaitu pada hari Senin, Rabu dan Jumat tanggal 11, 13 dan 15 Februari 2013.
Pelaksanaan pembelajaran dalam setiap pertemuan disesuaikan dengan RPP yang
menggunakan model Cooperative Learning tipe CIRC. Pada pelaksanaannya,
peneliti bertindak sebagai guru dengan dibantu oleh 3 observer, yaitu 1 guru mata
pelajaran matematika dan 2 teman sejawat.
Observasi
Berdasarkan observasi pada pelaksanaan tindakan siklus I, kegiatan guru
dalam melaksanakan pembelajaran model Cooperative Learning tipe CIRC
disajikan dalam Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Observasi terhadap Kegiatan Guru pada Siklus I
Observer
Observasi Kegiatan Guru
Pertemuan KePresentase
Kategori
1
I
85, 71%
Baik
II
78, 5%
Cukup
III
78, 5%
Cukup
Rata-rata
81%
Baik
2
I
85, 71%
Baik
II
78, 5%
Cukup
III
78, 5%
Cukup
Rata-rata
81%
Baik
Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa kegiatan guru dalam melaksanakan
model Cooperative Learning tipe CIRC selama proses pembelajaran yang
berlangsung pada pertemuan I dan II menghasilkan hasil rata-rata 81%. Hal ini
berarti taraf keberhasilan kegiatan guru dalam pelaksanaan Model Cooperative
Learning tipe CIRC pada siklus I termasuk dalam kategori “Baik”.
Adapun kegiatan siswa dalam pembelajaran siklus I ini dapat dilihat pada
Tabel 5.
Tabel 5. Hasil Observasi terhadap Kegiatan Siswa pada Siklus I
Observer
Observasi Kegiatan Siswa
Pertemuan KePresentase
Kategori
1
I
84, 6%
Baik
II
69, 23%
Cukup
III
69, 23%
Cukup
Rata-rata
74, 35%
Cukup
2
I
76, 92%
Cukup
II
38, 5%
Sangat Kurang
III
38, 5%
Sangat Kurang
Rata-rata
51, 31%
Kurang
Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa rata-rata persentase kegiatan siswa
pada pertemuan I tergolong dalam kategori “Cukup”, sedangkan pada pertemuan
II tergolong dalam kategori “Kurang”. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan siswa
dalam pembelajaran kurang sesuai dengan langkah-langkah model Cooperative
Learning tipe CIRC.
Untuk mengetahui keterampilan siswa dalam menyelesaikan soal cerita,
guru memberikan tes kepada siswa di setiap akhir siklus. Hasil yang diperoleh
bahwa siswa yang mendapat skor total indikator ≥ 9 ada 18 dari 38 siswa yang
mengikuti tes. Dari hasil tersebut diperoleh persentase keterampilan siswa dalam
menyelesaikan soal cerita matematika materi himpunan pada siklus I adalah
47,37%. Hal ini berarti keterampilan siswa dalam menyelesaikan soal cerita masih
dalam kategori “Kurang”.
Refleksi
Berdasarkan hasil observasi dan hasil tes akhir siklus I diketahui bahwa
masih banyak kendala yang dihadapi dalam siklus I di antaranya: (1) kegaduhan
yang terjadi saat proses pembagian kelompok, (2) siswa belum terbiasa dengan
proses diskusi kelompok terlihat dari hanya salah satu siswa yang mengerjakan
LKS, (3) pemahaman siswa terhadap konsep irisan dan gabungan yang masih
kurang, (4) pengaturan waktu yang kurang maksimal, (5) kekurangtegasan dalam
mengelola kelas. Kendala-kendala pada siklus I ini perlu dilakukan perbaikan
yang akan dilaksanakan pada siklus II. Tindakan perbaikan yang diperlukan di
antaranya: (1) dilakukan pergantian anggota kelompok agar siswa tidak merasa
bosan dengan anggota kelompok pada siklus I di mana pembagian kelompok ini
disesuaikan dengan hasil tes akhir siklus I serta dilakukan rolling tempat duduk
kelompok agar tidak monoton, (2) guru harus lebih sering berkeliling ke tiap-tiap
kelompok pada saat diskusi sehingga tidak ada kesempatan bagi siswa untuk
membicarakan hal-hal di luar materi atau bermain dengan temannya, (3)
memberikan catatan kecil di setiap LKS tentang konsep irisan dan gabungan, (4)
harus lebih tegas dalam mengatur waktu dan membagi langkah model CIRC
menjadi 2 x pertemuan, (5) harus lebih tegas dalam mengelola kelas yaitu dengan
cara menunjuk siswa yang ramai untuk presentasi atau menjawab pertanyaan.
SIKLUS II
Perencanaan
Tindakan siklus II didasarkan pada hasil refleksi siklus I. Materi yang
dibahas yaitu penggunaan konsep operasi humpunan dalam menyelesaikan soal
cerita yang melibatkan 3 himpunan. Tindakan yang direncanakan, yaitu menyusun
RPP yang memuat langkah-langkah model CIRC dengan langkah-langkah dalam
1 RPP tersebut dibagi dalam 2 x pertemuan, menyusun LKS, kuis, dan soal tes,
membuat daftar kelompok berdasarkan hasil tes siklus I dan mengkonsultasikan
RPP, LKS, kuis dan soal tes kepada dosen pembimbing.
Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan siklus II dilaksanakan empat kali pertemuan, yaitu
pada hari Senin, Rabu, Jumat dan Senin tanggal 18, 20, 22 dan 25 Februari 2013.
Pelaksanaan pembelajaran dalam setiap pertemuan disesuaikan dengan RPP yang
menggunakan model Cooperative Learning tipe CIRC. Pada pelaksanaannya,
peneliti bertindak sebagai guru dengan dibantu oleh 3 observer, yaitu 1 guru mata
pelajaran matematika dan 2 teman sejawat.
Observasi
Berdasarkan observasi pada pelaksanaan tindakan siklus II, kegiatan guru
dalam melaksanakan pembelajaran model Cooperative Learning tipe CIRC
disajikan dalam Tabel 6.
Tabel 6. Hasil Observasi terhadap Kegiatan Guru pada Siklus II
Observer
Observasi Kegiatan Guru
Pertemuan KePresentase
Kategori
I - II
I
100%
Sangat Baik
II
92, 86%
Baik
III
85, 71%
Baik
Rata-rata
92, 86%
Baik
III - IV
I
100%
Sangat Baik
II
100%
Sangat Baik
III
100%
Sangat Baik
Rata-rata
100%
Sangat Baik
Berdasrkan Tabel 6 diketahui bahwa kegiatan guru dalam melaksanakan
model Cooperative Learning tipe CIRC selama proses pembelajaran yang
berlangsung pada pertemuan I dan II menghasilkan rata-rata 92, 86% sedangkan
pertemuan III dan IV menghasilkan rata-rata 100%. Hal ini berarti taraf
keberhasilan kegiatan guru dalam pelaksanaan Model Cooperative Learning tipe
CIRC pada siklus II termasuk dalam kategori “Sangat Baik”.
Adapun kegiatan siswa dalam pembelajaran siklus II ini dapat dilihat pada
Tabel 7.
Tabel 7. Hasil Observasi terhadap Kegiatan Siswa pada Siklus II
Observer
Observasi Kegiatan Siswa
Pertemuan KePresentase
Kategori
I - II
I
100%
Sangat Baik
II
92, 3%
Baik
III
76, 92%
Cukup
Rata-rata
89, 74%
Baik
III - IV
I
100%
Sangat Baik
II
100%
Sangat Baik
III
100%
Sangat Baik
Rata-rata
100%
Sangat Baik
Berdasarkan Tabel 7 diketahui bahwa kegiatan siswa dalam melaksanakan
model Cooperative Learning tipe CIRC selama proses pembelajaran yang
berlangsung pada pertemuan I dan II menghasilkan rata-rata 89, 74% sedangkan
pertemuan III dan IV menghasilkan rata-rata 100%. Hal ini berarti taraf
keberhasilan kegiatan siswa dalam pelaksanaan Model Cooperative Learning tipe
CIRC pada siklus II termasuk dalam kategori “Sangat Baik”.
Untuk mengetahui keterampilan siswa dalam menyelesaikan soal cerita,
guru memberikan tes kepada siswa di setiap akhir siklus. Hasil yang diperoleh
bahwa siswa yang mendapat skor total indikator ≥ 9 ada 34 dari 39 siswa yang
mengikuti tes. Oleh karena pada siklus I yang menjadi subjek penelitian hanya
ada 38 siswa maka pada siklus II yang dianalisis juga 38. Untuk anak yang tidak
mengikuti tes siklus I dianggap juga tidak mengikuti tes siklus II. Dari hasil
tersebut diperoleh persentase keterampilan siswa dalam menyelesaikan soal cerita
matematika materi himpunan pada siklus II adalah 89, 47%. Hal ini berarti
keterampilan siswa dalam menyelesaikan soal cerita termasuk dalam kategori
“Sangat Baik”. Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa terjadi peningkatan
keterampilan siswa dalam menyelesaikan soal cerita dengan menggunakan model
Cooperative Lerning tipe CIRC yang terlihat dari adanya peningkatan persentase
keterampilan dari nilai tes siklus I dengan nilai tes siklus II.
Refleksi
Berdasarkan hasil observasi siklus II diketahui bahwa kegiatan
pembelajaran yang dilakukan guru maupun siswa sudah tergolong baik dan sesuai
dengan RPP. Kegiatan siswa yang baik ini terlihat dari adanya kerjasama ketika
siswa mengerjakan soal cerita dalam LKS.
Persentase keterampilan siswa dalam menyelesaikan soal cerita pada siklus
II meningkat menjadi 89,47% dengan kategori sangat baik. Hal ini menunjukkan
bahwa indikator keberhasilan yang telah ditentukan sudah tercapai. Oleh karena
itu, pemberian tindakan dikatakan berhasil dan bisa dihentikan.
PEMBAHASAN
Penerapan Model Cooperative Learning Tipe CIRC (Cooperative Integrated
Reading and Composition)
Model Cooperative Learning tipe CIRC merupakan salah satu model
pembelajaran Cooperative Learning yang mulanya merupakan pengajaran
kooperatif terpadu membaca dan menulis. Namun, langkah CIRC dalam
matematika tidak hanya sekedar membaca dan menulis ikhtisar dari suatu bacaan
akan tetapi perlu menemukan penyelesaian yang melibatkan perhitungan.
Langkah-langkah dari model CIRC ini adalah pembentukan kelompok,
pembagian bacaan berupa soal cerita yang dikemas dalam Lembar Kegiatan Siswa
(LKS), diskusi kelompok untuk membaca soal, menafsirkan isi soal, membuat
rencana penyelesaian, menuliskan hasil penyelesaian soal dan mengecek kembali
hasil penyelesaian, dilanjutkan presentasi kelompok, dan pemberian penguatan.
Pada siklus I, sebelum melakukan pembelajaran model CIRC di kelas VII-B,
peneliti membagi siswa menjadi kelompok-kelompok kecil secara heterogen
sesuai hasil nilai ulangan harian materi bilangan bulat. Masing-masing kelompok
terdiri atas 4-5 siswa yang berkemampuan tinggi, sedang dan rendah. Berdasarkan
hasil pembagian kelompok ini, maka pada saat pembelajaran terdapat 9 kelompok.
Pembagian kelompok dimaksudkan agar siswa dapat berbagi informasi
atau pengetahuan dengan cara berdiskusi dan saling bekerja sama dalam satu
kelompok. Hal itu berakibat siswa dapat dengan mudah mengikuti pembelajaran
sehingga tujuan belajar akan tercapai secara maksimal. Hal ini sejalan dengan
pendapat Widyantini (2006:3) bahwa pembelajaran kooperatif mengutamakan
kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan
dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Pada
pembelajaran siklus I, para siswa melakukan protes karena mereka merasa tidak
cocok dengan anggota kelompok yang telah dibentuk sehingga membuat suasana
kelas menjadi gaduh. Oleh karena itu, pada siklus II diadakan perbaikan yaitu
melakukan perubahan anggota kelompok. Pembagian anggota kelompok pada
siklus II ini didasarkan pada hasil tes akhir siklus I.
Langkah selanjutnya adalah pembagian bacaan berupa soal cerita. Soal
cerita ini berisi tentang masalah penggunaan konsep himpunan, yaitu irisan,
gabungan, selisih dan komplemen. Soal cerita yang diberikan kepada siswa
dicantumkan di dalam Lembar Kegiatan Siswa (LKS). LKS tersebut dikemas
sedemikian rupa agar siswa mampu menyelesaikan soal cerita sesuai prosedur
penyelesaian yang dikemukakan oleh Polya dengan belajar bersama
kelompoknya. Pada siklus I, siswa mengalami kesulitan dalam menafsirkan isi
soal cerita di LKS karena siswa masih kurang bisa membedakan arti antara kata
“dan” serta kata “atau” dalam konsep himpunan. Hal ini berakibat siswa merasa
kesulitan dalam menyelesaikan soal. Selain itu, siswa dalam menyelesaikan soal
cerita tidak memperhatikan prosedur penyelesaian secara lengkap padahal
sebelumnya sudah diberikan contoh. Oleh karena itu sebagai perbaikan dari siklus
I, pada siklus II ini peneliti memberikan catatan penting di setiap LKS tentang arti
kata “dan” serta kata “atau”. Selain itu, agar siswa menyelesaikan soal cerita
secara lengkap dan urut sesuai prosedur maka salah satu soal cerita dalam LKS
diberikan arahan atau petunjuk penyelesaian yang berupa pertanyaan-pertanyaan.
Hal ini membuat siswa lebih mudah dalam menyelesaikan soal cerita dalam LKS
sehingga proses pengerjaan LKS berjalan lancar.
Setelah dibagikan LKS, siswa mulai berdiskusi kelompok dengan anggota
kelompok yang telah ditentukan sebelumnya. Pada tahap ini, siswa berdiskusi
untuk membaca soal cerita, menafsirkan isi soal, membuat rencana penyelesaian,
menuliskan penyelesaiannya dalam LKS serta mengecek hasil penyelesaian
apakah sudah sesuai dengan apa yang ditanyakan pada soal. Siswa kesulitan
dalam menafsirkan soal dan membuat rencana penyelesaian yaitu dalam
memisalkan apa yang diketahui dan yang ditanyakan dari soal. Hal ini terlihat
masih banyak siswa yang bertanya kepada guru. Tugas guru pada saat siswa
diskusi kelompok adalah memberikan bimbingan kepada siswa. Pemberian
bimbingan harus dilakukan guru kepada semua kelompok agar apa yang
dibutuhkan siswa dalam belajar dapat terpenuhi dan setiap siswa mendapat
perhatian yang sama. Hal ini sejalan dengan pendapat Sujono (1988:306) bahwa
dengan belajar kelompok guru dapat memberi bimbingan yang sesuai dengan
kebutuhan siswa dalam kelompok. Guru sebagai fasilitator dalam proses
pembelajaran membantu dan memberikan kendali kepada siswa tentang
bagaimana cara mereka belajar dan memberikan arahan mengenai kegiatan yang
harus dilakukan siswa selama pembelajaran berlangsung.
Dalam diskusi kelompok pada siklus I, siswa belum terbiasa belajar dalam
kelompok-kelompok. Hal ini terlihat dari banyak anggota dari setiap kelompok
yang bekerja secara individu. Dengan kata lain, pengerjaan LKS dilakukan secara
bergantian tanpa adanya proses diskusi. Ketika salah satu anggota kelompok
menyelesaikan LKS, anggota yang lain ngobrol sama teman sesama anggota
kelompoknya, begitu seterusnya secara bergantian. Hal ini menyebabkan diskusi
dari setiap kelompok tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan peneliti. Oleh
karena itu, pada siklus II peneliti lebih sering berkeliling ke setiap kelompok dan
membimbing siswa serta memperingatkan siswa bahwa dalam berkelompok harus
ada kerja sama dan setiap anggota kelompok harus paham dengan hasil diskusi
kelompoknya. Selain itu, pada siklus II ini siswa sudah mulai terbiasa dengan
pembelajaran menggunakan model Cooperative Learning tipe CIRC.
Langkah selanjutnya adalah presentasi kelompok. Dalam tahap ini, peneliti
meminta perwakilan kelompok yang ditunjuk secara acak untuk
mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya di depan kelas. Penunjukkan secara
acak ini dimaksudkan agar setiap siswa dalam kelompok siap untuk
mempertanggungjawabkan hasil diskusinya. Hal ini sesuai dengan pendapat
Slavin (2005:27) bahwa setiap siswa diberikan tanggung jawab dalam tugas
kelompok.
Pada saat presentasi kelompok siklus I, banyak siswa dalam kelompok
yang tidak presentasi ramai sendiri karena perhatian peneliti hanya tertuju pada
kelompok yang presentasi. Hanya beberapa siswa dalam kelompok yang
memperhatikan hasil presentasi. Hal ini menyebabkan proses presentasi kelompok
tidak berjalan secara maksimal. Oleh karena itu, pada siklus II peneliti
memperhatikan semua siswa dalam setiap kelompok dan meminta siswa untuk
memperhatikan hasil diskusi yang dipresentasikan. Semua siswa diminta
membandingkan dengan hasil diskusi kelompoknya dan menanggapi jika ada
perbedaan. Selanjutnya, dilakukan evaluasi terhadap hasil presentasi kelompok.
Langkah terakhir dari pembelajaran ini adalah pemberian penguatan dan
tes. Pemberian penguatan yang dimaksud adalah peneliti bersama siswa membuat
kesimpulan tentang apa yang telah dibahas pada pertemuan tersebut. Pada siklus I,
langkah ini tidak terlaksana karena waktu yang telah direncanakan tidak cukup.
Oleh karena itu, langkah pembelajaran model CIRC pada siklus II dibagi menjadi
2 x pertemuan. Pada tahap penguatan di siklus II ini, peneliti memberikan evaluasi
atas hasil diskusi kelompok siswa kemudian bersama siswa membuat kesimpulan.
Model Cooperative learning tipe CIRC ini merupakan pembelajaran yang
berpusat pada siswa. Siswa dituntut untuk belajar membaca dan memahami suatu
soal cerita kemudian menuliskan penyelesaian soal cerita tersebut secara
sistematis bersama kelompoknya masing-masing dengan guru bertugas sebagai
fasilitator.
Peningkatan Keterampilan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Cerita
Matematika dengan Model Cooperative Learning Tipe CIRC
Sardiman (2008:27) mengemukakan bahwa keterampilan dapat diartikan
sebagai mencari jawab yang cepat dan tepat. Selain itu, menurut Hudojo
(2005:119) bahwa keterampilan adalah kemampuan siswa untuk menjalankan
prosedur-prosedur dan operasi-operasi di dalam matematika secara cepat dan
tepat. Jadi, keterampilan siswa dalam menyelesaikan soal cerita matematika
adalah kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita sesuai prosedur di
dalam matematika secara cepat dan tepat.
Kecepatan siswa dalam menyelesaikan soal cerita matematika dapat dilihat
dari waktu yang digunakan siswa dalam menyelesaikan soal cerita matematika
tersebut, sesuai atau tidak dengan waktu yang telah diberikan oleh guru.
Ketepatan siswa dalam menyelesaikan soal cerita matematika siswa dapat dilihat
dari jawaban siswa yang benar dalam menyelesaikan soal cerita matematika
sesuai dengan prosedur penyelesaian soal cerita. Dengan demikian, kecepatan dan
ketepatan siswa dalam menyelesaikan soal cerita dapat dilihat dari jawaban siswa
yang benar dalam menyelesaikan soal cerita berdasarkan prosedur penyelesaian
dengan memperhatikan batasan waktu pengerjaan yang ditentukan oleh guru.
Keterampilan siswa dalam menyelesaikan soal cerita dalam penelitian ini
diukur dari hasil tes setiap akhir siklus. Tes yang diberikan berbentuk soal uraian
yang merupakan soal cerita. Tes uraian ini berjumlah dua butir soal cerita dengan
batas pengerjaan selama 30 menit. Hasil tes dianalisis berdasarkan indikator
keterampilan dalam menyelesaikan soal cerita. Oleh karena itu, keterampilan
siswa dilihat dari ketepatan siswa dalam menyelesaikan soal cerita sesuai
indikator dengan memperhatikan batasan waktu yang diberikan yaitu 30 menit.
Peningkatan keterampilan menyelesaikan soal cerita matematika siswa
dalam penelitian ini ditunjukkan oleh hasil analisis tingkat indikator keterampilan
menyelesaikan soal cerita pada setiap tes akhir siklus. Keterampilan siswa dalam
menyelesaikan soal cerita matematika dikatakan meningkat jika persentase
keterampilan siswa melebihi persentase nilai awal dengan ketentuan persentase
keterampilan di atas 85%.
Berdasarkan analisis data dipaparkan bahwa analisis hasil tes siklus I
pembelajaran matematika dengan menggunakan model Cooperative Learning tipe
CIRC menunjukkan persentase keterampilan adalah 47, 37% dan termasuk dalam
kategori “Kurang”. Setelah diadakan perbaikan-perbaikan pada siklus II, hasil
analisis tes siklus II pembelajaran matematika dengan menggunakan model
Cooperative Learning tipe CIRC menunjukkan bahwa persentase keterampilan
siswa meningkat dari siklus I menjadi 89, 47%. Pada siklus II ini, keterampilan
siswa dalam menyelesaikan soal cerita dinyatakan dalam kategori “Sangat Baik”
karena siswa yang terampil dalam menyelesaikan tes sudah mencapai kriteria
keberhasilan yang telah ditentukan yaitu 85%.
Hasil tes di atas sesuai dengan yang diharapkan peneliti bahwa penerapan
pembelajaran dengan menggunakan model Cooperative Learning tipe CIRC
secara keseluruhan dapat meningkatkan keterampilan dalam menyelesaikan soal
cerita matematika siswa kelas VII-B. Faktor yang mempengaruhi hal tersebut di
antaranya pembelajaran dengan menggunakan media berupa LKS dan adanya
proses diskusi/kerja kelompok. Dalam kerja kelompok yang merupakan inti dari
pembelajaran kooperatif dapat membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan
dan informasi dari sesama siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Isjoni (2007:17)
bahwa dalam melakukan proses belajar mengajar siswa dituntut untuk berbagi
informasi dengan siswa lainnya dan saling belajar mengajar sesama mereka.
Selain itu, adanya presentasi diskusi kelompok juga mempengaruhi
keterampilan siswa dalam menyelesaikan soal cerita matematika. Dalam
pelaksanaan presentasi diskusi kelompok, siswa dituntut untuk berani
menampilkan hasil diskusi kelompoknya. Dalam presentasi ini, siswa juga harus
teliti dalam merevisi maupun membandingkan hasil diskusi kelompoknya dengan
kelompok lain. Dengan adanya pembandingan ini, jika ada kesalahan maka siswa
akan menjadi tahu di mana letak kesalahan penyelesaian soal cerita tersebut.
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran model Cooperative Learning tipe CIRC yang
dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam menyelesaikan soal cerita yaitu
siswa dibagi dalam kelompok kecil secara heterogen kemudian guru membagikan
soal cerita yang dimuat dalam LKS. Siswa berdiskusi untuk membaca soal,
menafsirkan isi soal, membuat rencana penyelesaian, menuliskan penyelesaian
soal dan mengecek hasil penyelesaian tersebut apakah sudah sesuai dengan soal.
Selanjutnya, guru meminta perwakilan kelompok untuk menunjukkan hasil
diskusinya di depan kelas sekaligus bersama siswa melakukan evaluasi dan
membuat kesimpulan. Setelah itu, diadakan kuis/ tes untuk mengetahui
keterampilan siswa dalam menyelesaikan soal cerita setelah pembelajaran.
Hasil tes menunjukkan bahwa model Cooperative Learning tipe CIRC dapat
meningkatkan keterampilan dalam menyelesaikan soal cerita matematika siswa
kelas VII B SMP Negeri 13 Malang. Keterampilan siswa dalam menyelesaikan
soal cerita ini dapat diukur dari ketepatan jawaban siswa dalam menyelesaikan
soal cerita berdasarkan indikator dengan memperhatikan alokasi waktu pengerjaan
yang diberikan. Persentase keterampilan siswa dalam menyelesaikan soal cerita
pada siklus I adalah 47, 37% dengan kategori kurang dan meningkat pada siklus II
menjadi 89, 47% dengan kategori sangat baik.
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan temuan-temuan dalam penelitian tindakan
kelas ini maka disarankan sebagai berikut: (1) untuk membelajarkan siswa
mengenai penyelesaian soal cerita, guru dapat menggunakan model Cooperative
Learning tipe CIRC sebagai salah satu alternatif model pembelajaran di sekolah,
(2) dalam menerapkan model Cooperative Learning tipe CIRC di dalam kelas,
guru harus lebih tegas dalam mengelola alokasi waktu agar waktu yang digunakan
sesuai dengan yang direncanakan, (3) guru harus lebih tegas dalam mengelola
kelas agar dalam proses diskusi siswa tidak ramai dan bicara sendiri di luar
materi, (4) pada saat diskusi, guru harus selalu membimbing siswa agar bekerja
sama dengan anggota kelompoknya.
DAFTAR RUJUKAN
Arikunto, S. 2003. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto, S. 2010. Prosedur penelitian Suatu pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka
Cipta.
DPNBPPK. 2007. Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Matematika.
Depdiknas.
Hudojo, H. 1990. Strategi Belajar Mengajar Matematika. Malang: IKIP Malang.
Hudojo, H. 2005. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika edisi
revisi II. Malang: Universitas Negeri Malang (UM Press).
Isjoni. 2012. Cooperative Learning: Efektifitas Pembelajaran Kelompok.
Bandung: Alfabeta.
Morash, R.P. 1991. Bridge to Abstract Mathematics: Matematical Proof and
Structures. USA: McGraw-Hill,Inc.
Nafi’an, M.I. 2011. Kemampuan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Cerita
Ditinjau dari Gender di Sekolah Dasar. Makalah dipresentasikan dalam
Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika dengan tema
“Matematika dan Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran” di Jurusan
Pendidikan Matematika FMIPA UNY, 3 Desember 2011, (Online),
(http://ejournal.unesa.ac.id/article/2819/30/article.pdf), diakses 20 januari
2013
Nurhadi, Yasin, B. & Senduk, A.G. 2004. Pembelajaran Konstekstual dan
Penerapannya dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang.
Sardiman, A.M. 2008. Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada
Slavin, R.E. Tanpa Tahun. Cooperative Learning: Teori, Riset dan Praktek.
Terjemahan Narulita Yusron. 2005. Bandung: Nusa Media.
Sujono. 1988. Pengajaran Matematika untuk Sekolah Menengah. Jakarta:
P2LPTK
Sulistyaningsih, D., Waluya, S.B. & Kartono. 2012. Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe CIRC dengan Pendekatan Kontruktivisme untuk
Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematik, 1 (2). (Online),
(http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujmer/article/download/648/628.
html ), diakses 8 Mei 2013
Suprijono, A. 2009. Cooperative Learning: Teori & Aplikasi Paikem. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Sutarno, H., Nurdin, E.A. & Awalani, I. 2010. Penerapan Model Pembelajaran
Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) Berbasis
Komputer untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Pembelajaran
TIK. Jurnal Pendidikan Teknologi dan Komunikasi (PTIK), 3 (1): 1-5.
Suyitno, A. 2005. Mengadopsi Pembelajaran CIRC dalam Meningkatkan
Keterampilan Siswa Menyelesaikan Soal Cerita. Makalah disajikan pada
Seminar Nasional FMIPA UNNES, Semarang, tahun 2005. Dalam Hijau
Daun, (Online),
(http://www.matematikacerdas.wordpress.com/2010/01.28.html), diakses
3 Januari 2013.
Tim Penyusun Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. 2010. Pedoman Penulisan
Karya Ilmiah (edisi kelima). Malang: UM Press.
Widyantini. 2006. Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan
Kooperatif. Makalah disajikan dalam Penulisan Modul Paket Pembinaan
penataran. Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional Pusat
Pengembangan dan penataran Guru Matematika.
Artikel Ilmiah oleh Atik Yuliana ini
telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing.
Malang, 16 Mei 2013
Pembimbing
Drs. Sukoriyanto, M.Si
NIP 19670119 1991031001
Penulis
Atik Yuliana
NIM 109311422569
Download