BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kematian neonatal merupakan salah satu masalah kesehatan yang sangat penting di negara berkembang. Diperkirakan terdapat 136 juta bayi yang lahir setiap tahun, namun 4 juta di antaranya meninggal dalam periode neonatal (0-28 hari setelah dilahirkan) dan 99% dari kematian tersebut terjadi di negara-negara berkembang (Ersdal et al., 2012b, Knippenberg et al., 2005). Penyebab utama kematian pada minggu pertama kehidupan adalah komplikasi kehamilan dan persalinan seperti asfiksia, sepsis, dan komplikasi berat lahir rendah. Kurang lebih 98% kematian ini terjadi di negara berkembang (Jehan et al., 2009). Menurut World Health Organization (WHO), dari 4-9 juta bayi baru lahir dengan asfiksia, terdapat 1,2 juta bayi yang meninggal setiap tahunnya (Lawn et al., 2009a). Berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 angka kematian bayi sebesar 34 kematian per 1000 kelahiran hidup. Angka kematian bayi ini sebanyak 47% terjadi pada masa neonatal, dengan kata lain setiap 5 menit terdapat 1 neonatus meninggal. Asfiksia juga merupakan salah satu penyebab kematian bayi baru lahir yang besar di Indonesia yakni sebesar 27% (Departemen Kesehatan RI, 2008b). Saat ini kematian neonatal telah mencapai 42% dari semua kematian balita. Menurunkan angka kematian neonatal merupakan langkah penting untuk mencapai Millenium Development Goals (MDGs)-4 yaitu penurunan dua pertiga kematian pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Untuk mencapai hal ini diperlukan strategi untuk mengurangi sebagian besar kematian bayi pada minggu pertama kehidupan (Lawn et al., 2009b, Haider and Bhutta, 2006). Hal ini dikarenakan dari 3,82 juta kematian neonatal, 3 juta di antaranya terjadi pada minggu pertama kehidupan (periode awal neonatal) (Lawn et al., 2009b). Salah satu penyebab utama kematian neonatal adalah asfiksia. Faktorfaktor yang berkaitan dengan kejadian asfiksia yaitu faktor ibu seperti usia kehamilan saat bayi dilahirkan. Faktor lain yaitu cara persalinan, berat badan 1 lahir, kejang, hipoglikemia dan infeksi yang turut meningkatkan peluang terjadinya asfiksia neonatorum. Bayi yang lahir preterm cenderung melalui bedah sesar dan memiliki berat lahir rendah sehingga lebih rentan terhadap asfiksia .Jika tidak ditangani dengan cepat maka asfiksia dapat menimbulkan kematian neonatal (Cunningham et al., 2001, Departemen Kesehatan RI, 2008a, Hansen and Varney, 2007, Hestiantoro, 2008, Meadow and Newell, 2005, Hartatik and Yuliaswati, 2013). Kematian pre discharge pada neonatal (pre-discharge neonatal mortality/ PNMR) yang juga disebut sebagai kematian dini pada neonatal adalah kematian pada bayi yang berusia 0-7 hari (neonatal dini) yang terjadi pada saat bayi masih dirawat di rumah sakit, yakni sebelum bayi meninggalkan rumah sakit. Umumnya kematian ini terjadi pada tahap neonatal dini, yakni saat berusia di bawah 7 hari, karena umumnya bayi yang dilahirkan di rumah sakit dalam beberapa hari setelah kelahiran akan segera dipulangkan ke rumah jika bayi tidak lagi memiliki masalah kesehatan tertentu. Asfiksia merupakan salah satu penyebab utama kematian predischarge pada bayi (World Health Organization, 2006, Pattinson et al., 2009) Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di RSUD Cilacap pada tahun 2012, jumlah persalinan adalah 2.400 yang di antaranya terdapat 716 bayi yang dilahirkan dengan bedah caesar, 303 bayi yang lahir prematur, 376 bayi yang menderita asfiksia,13 bayi yang memiliki riwayat kejang, 161 bayi berat lahir rendah. Pada tahun 2012 jumlah kematian bayi mencapai 105 kematian. Asfiksia merupakan penyebab kematian terbesar sejumlah 42 kematian. Selain asfiksia, terdapat 38 kematian akibat prematur, dan 2 kematian karena infeksi (RSUD Cilacap, 2012). Di RSUD Cilacap juga belum tersedia fasilitas untuk penanganan kasus penyakit berat pada neonatus seperti ruangan neonatal intensif care unit (NICU) dan belum tersedianya alat-alat kesehatan yang memadai. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang “Faktor Risiko Kematian Pre Discharge Pada Neonatus Yang Lahir dengan Asfiksia“. 2 B. Perumusan Masalah Setiap tahun terdapat sekitar hampir 2000 kelahiran di RSUD Cilacap, namun terjadi kematian bayi sejumlah lebih dari 100 kasus. Sebagian besar kematian bayi disebabkan oleh asfiksia neonatorum. Walaupun bayi dengan asfiksia memperoleh tindakan resusitasi neonatal, namun kematian pre discharge masih terjadi dan memiliki jumlah yang bervariasi menurut setiap tingkat keparahan asfiksia. Asfiksia neonatorum merupakan penyebab utama kematian neonatal yang sering terjadi di negara-negara berkembang. Dengan demikian, masalah yang akan diteliti adalah “Apakah faktor risiko kematian pre discharge pada neonatus yang lahir dengan asfiksia di RSUD Cilacap?” C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui faktor risiko kematian pre discharge akibat asfiksia. 2. Mengetahui faktor risiko kematian pre discharge akibat kondisi bayi baru lahir yang ditinjau dari usia kehamilan, cara persalinan, berat badan lahir, kejang, hipoglikemia, dan penyakit infeksi. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Sebagai bahan informasi tentang pelayanan kesehatan ibu dan anak, khususnya yang berkaitan dengan asfiksia neonatorum, sehingga dapat mencegah kematian neonatal dan untuk membimbing strategi intervensi supaya dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya manusia yang berkualitas dalam bidang yang paling dibutuhkan. b. Sebagai bahan informasi yang digunakan oleh instansi terkait untuk merencanakan tindakan pencegahan dan penanggulangan asfiksia neonatorum dan kematian neonatal, serta memberikan masukan pada pemerintah daerah agar dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. 3 2. Manfaat Praktis a. Sebagai bahan masukan untuk meningkatkan upaya pelayanan kesehatan khususnya pelayanan kesehatan di bidang kesehatan ibu dan anak yang berhubungan dengan asfiksia neonatorum dan kematian neonatal. b. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian yang lebih lanjut yang berkaitan dengan asfiksia neonatorum dan kematian neonatal. E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian sebelumnya yang menjadi rujukan untuk penelitian ini adalah: 1. Lee et al. (2008) melakukan penelitian dengan judul “Risk factors for neonatal mortality due to birth asphyxia in Southern Nepal: a prospective community-based cohort study”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bayi berat lahir rendah memiliki risiko kematian karena asfiksia 11,88 lebih besar dibandingkan dengan bayi berat lahir normal. Bayi yang lahir dengan usia kehamilan < 34 minggu memiliki risiko 14,33 lebih besar. Selain itu bayi dengan aspirasi mekonium dan partus lama juga berisiko lebih besar terhadap asfiksia (Lee et al., 2008). Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan yakni mencakup perbedaan pada rancangan penelitian, dalam penelitian tersebut peneliti menggunakan rancangan cohort, sedangkan penelitian yang akan dilakukan dengan rancangan case control. Selain itu terdapat beberapa perbedaan pada lokasi, subjek, dan variabel penelitian. 2. Ersdal et al. (2012) melakukan penelitian observational prospektif deskriptif dengan judul “Birth asphyxia: a major cause of early neonatal mortality in a Tanzanian rural hospital”. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa 61% kematian neonatal disebabkan oleh asfiksia kelahiran, 18% merupakan bayi yang lahir prematur (usia kehamilan dini), 8% merupakan bayi berat lahir rendah, dan 2% merupakan bayi yang lahir dengan infeksi (Ersdal et al., 2012a). Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan yakni mencakup perbedaan pada rancangan penelitian, penelitian tersebut hanya merupakan 4 penelitian observasional deskriptif, sedangkan penelitian yang akan dilakukan menggunakan rancangan case control. Selain itu terdapat beberapa perbedaan pada lokasi, subyek, dan variabel penelitian. 3. Grausz dan Heimler(1983) melakukan penelitian retrospektif dengan judul “Asphyxia and gestational age”. Hasil penelitian menemukan bahwa bayi yang meninggal karena asfiksia memiliki usia kehamilan yang panjang (> 37 minggu), namun < 16% merupakan bayi yang memiliki usia kehamilan < 34 minggu, dan 5% merupakan perinatal asfiksia yang tidak terduga (Grausz and Heimler, 1983). Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan mencakup perbedaan pada lokasi, subjek, dan variabel penelitian. 4. Salhab et al. (2004) melakukan penelitian retrospektif dengan judul “Initial Hypoglycemia and Neonatal Brain Injury in Term Infants With Severe Fetal Acidemia”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 34% bayi meninggal karena asfiksia dan bayi dengan hipoglikemia (kadar gula dalam darah ≤ 40 mg/dl) memiliki risiko yang lebih besar terhadap asfiksia dan kematian neonatal (Salhab et al., 2004). Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan mencakup perbedaan pada lokasi, subyek, dan variabel penelitian. 5. Sampa et al. (2012) melakukan penelitian deskriptif dengan rancangan cross sectional yang berjudul “Observation of Birth Asphyxia and Its Impact on Neonatal Mortality in Khulna Urban Slum Bangladesh”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 132 kematian neonatal, yang disebabkan oleh asfiksia adalah sebesar 39% (52 bayi), bayi berat lahir rendah 24% (32 bayi), infeksi sebesar 17% (22 bayi) , dan usia kehamilan dini/prematur 8% (bayi) (Sampa et al., 2012). Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan yakni mencakup perbedaan pada rancangan penelitian, penelitian tersebut hanya merupakan penelitian observasional deskriptif, sedangkan penelitian yang akan dilakukan menggunakan rancangan case control. Selain itu terdapat beberapa perbedaan pada lokasi, subyek, dan variabel penelitian. 5