BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Situasi

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Situasi derajat kesehatan di suatu wilayah digambarkan dalam berbagai
indikator derajat kesehatan. Indikator yang dinilai dan telah disepakati secara
nasional sebagai derajat kesehatan suatu wilayah meliputi umur harapan
hidup, angka kematian ibu (AKI), angka kematian bayi (AKB), angka
kematian balita dan status gizi balita/ bayi. Dalam mencapai indikator
tersebut diperlukan peranan baik dari pemerintah maupun dari segi medis
demi tercapainya indikator tersebut.
Angka kematian bayi (AKB) dihitung berdasarkan jumlah kematian bayi
dengan umur kehamilan lebih dari 22 minggu yang lahir dalam keadaan
meninggal dalam masa 28 hari setelah persalinan, kemudian dibandingkan
dengan jumlah kelahiran hidup. Faktor-faktor yang mempengaruhi AKB
salah satu diantaranya yaitu asfiksia bayi baru lahir. Dampak terjadinya
asfiksia dapat menyebabkan risiko kematian BBL, sehingga diperlukan
penanganan yang cepat dan tepat dalam mengatasi permasalahan tersebut.
Menurut World Health Organization (WHO) setiap tahunnya kira-kira
3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi baru lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta
bayi ini meninggal. Di Indonesia, dari seluruh kematian bayi sebanyak 57%
meninggal. Penyebab kematian bayi baru lahir di Indonesia adalah
bayi
berat lahir rendah (29%), asfiksia (27%), trauma lahir, tetanus neonatorum,
infeksi lain dan kelainan kongenital.
1
Menurut data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2012angka kematian bayi sebesar 32 kematian per 1.000 kelahiran hidup dan
kematian balita adalah 40 kematian per 1.000 kelahiran hidup. Sama dengan
pola SDKI 2007, lebih dari tiga perempat dari semua kematian balita terjadi
dalam tahun pertama kehidupan anak dan mayoritas kematian bayi terjadi
pada periode neonatus.Adapun penyebab kematian bayi baru lahir di
Indonesia, salah satunya asfiksia yaitu sebesar 27% yang merupakan
penyebab ke-2 kematian bayi baru lahir setelah Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR). (Depkes RI, 2008). Adapun penyebab langsung kematian bayi baru
lahir 29% disebabkan BBLR, asfiksia(13 %), tetanus (10 %), masalah
pemberian makan (10 %), infeksi (6,7 %), gangguan hematologik (5 %), dan
lain-lain (27 %).
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi DIY pada tahun 2013,
jumlah kematian bayi di kota Yogyakarta menurun tajam dari 11,1/ 1000
kelahiran hidup menjadi 3,63 per 1000 kelahiran hidup. Angka kematian
2013 merupakan gambaran keberhasilan program KIA setelah selama 5 tahun
berturut-turut terjadi peningkatan yang signifikan.
Menurut Dinas Kesehatan Wonosari, Angka Kematian Bayi pada tahun
2012 paling banyak disebabkan asfiksia (23%), BBLR (22%), penyakit
jantung bawaan (15%), infeksi (10%), kelainan konginetal (10%), aspirasi
(6%), pneumonia (5%), lain-lain (9%). Asfiksia neonatorum adalah keadaan
bayi yang tidak dapat bernafas, sehingga dapat menurunkan O2 dan makin
meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih
2
lanjut. Asfiksiaberarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis.
Bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak
atau kematian. Asfiksiajuga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya.1
Asfiksia jika berlangsung terlalu lama dapat menimbulkan perdarahan
otak, kerusakan otak dan kemudian keterlambatan tumbuh kembang. Asfiksia
juga dapat menimbulkan cacat seumur hidup seperti buta, tuli, cacat otak dan
kematian. Asfiksia atau APGAR skor yang rendah dapat menyebabkan cedera
otak. Cedera otak ini dapat mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan
kognitif tertunda. Asfiksia adalah salah satu faktor yang menyebabkan
kematian neonatal, sedangkan bayi yang dapat bertahan hidup akibat asfiksia
dapat mengalami komplikasi neurologis seperti epilepsi, cerebral palsy dan
keterlambatan perkembangan. Ada beberapa faktor risiko yang dapat
meningkatkan kemungkinan terjadinya gangguan motorik salah satunya
adalah asfiksia. Asfiksia mengakibatkan cedera otak parah. Cedera otak parah
membuat perkembangan kognitif terhambat, perkembangan motorik tertunda
dan cerebral palsy.2
Faktor penyebab kejadian asfiksia salah satunya adalah ketuban pecah
dini, dengan pecahnya ketuban bisa menyebabkan terjadi oligohidramnion
yang menekan tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat
hubungan antara terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion, karena
semakin sedikit air ketuban, maka janin semakin gawat.3
Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya
melahirkan/ sebelum inpartu, pada pembukaan <4 cm (fase laten).4 Hal ini
3
dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya
melahirkan. Selain itu, morbiditas dan mortalitas neonatal dan maternal pada
KPD akan berdampak terhadap ibu dan bayi. Dampak KPD tersering adalah
amnionitis dan korioamnionitis. Amnionitis dan korioamnionitis akan
menginfeksi ibu dan bayi. Infeksi maternal menyebabkan uterus tidak
berkontraksi dengan baik, berakibat pada proses persalinan yang mengancam
keselamatan.5
Berdasarkan studi pendahuluan yang sudah dilakukan di RSUD
Wonosari pada tanggal 22 Mei 2015 jumlah bayi yang mengalami asfiksia
tahun 2013 sebanyak 459 BBL atau 30% dari jumlah persalinan sebanyak
1530, sedangkan pada tahun 2015 dari bulan Januari sampai bulan Maret
tercatat 20 BBL atau 27,7% mengalami asfiksia dari jumlah persalinan
sebanyak 72. Ibu yang mengalami KPD tahun 2013 berjumlah 132 ibu
bersalin atau 8,6% dari total persalinan sebanyak 1530, sedangkan angka
kejadian KPD pada tahun 2015 dari bulan Januari sampai dengan bulan April
tercatat 72 ibu bersalin atau 10,9%dari total persalinan sebanyak 660. (Ruang
Bersalin RSUD Wonosari, Tahun 2013 dan 2015).
Berdasarkan studi pendahuluan yang telah diuraikan diatas maka
penyusun tertarik untuk mengangkat kasus KPD dengan kejadian asfiksia,
karena KPD merupakan salah satu komplikasi yang mempunyai kontribusi
yang besar pada angka kematian perinatal pada bayi yang kurang bulan.
Pengelolaan KPD pada kehamilan kurang dari 34 minggu juga sangat
komplek,
bertujuan
untuk
menghilangkan
4
kemungkinan
terjadinya
prematuritas danRespirasi Dystress Syndrome (RDS) yang disebabkan oleh
asfiksia.3
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang, rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah “Apakah terdapat hubungan ketuban pecah dini dengan
kejadian asfiksia bayi baru lahir?”
C. Tujuan Penelitian
1.
Tujuan Umum
Mengetahui hubungan ketuban pecah dini dengan kejadian asfiksia
pada bayi baru lahir.
2.
Tujuan Khusus
a.
Mengetahui karakteristik umum subjek penelitian.
b.
Mengetahui jumlah kejadian asfiksia pada bayi baru lahir.
c.
Mengetahui jumlah kejadian ketuban pecah dini pada ibu bersalin.
d.
Mengetahui hubungan serta besar resiko kejadian KPD dengan
Asfiksia BBL.
D. Manfaat Penelitian
1.
Manfaat Teoritis
a.
Sebagai bahan masukan dalam kegiatan proses belajar mengajar
terhadap mata ajaran yang berhubungan dengan asfiksia bayi baru
lahir maupun ketuban pecah dini pada ibu bersalin.
5
b.
Sebagai bahan referensi bagi mahasiswa kebidanan pada khususnya,
maupun tenaga kesehatan pada umumnya tentang pencegahan
asfiksia pada bayi baru lahir.
2.
Manfaat Praktis
a.
Direktur Rumah Sakit RSUD Wonosari
Memberikan informasi kepada pimpinan rumah sakit sehingga
menjadi
bahan
pengambilan
kebijakan
yang
berkaitan
denganasfiksia.
b.
Kepala Bangsal Rumah Sakit RSUD Wonosari
Memberikan informasi kepada kepala bangsal ruang bersalin
maupun ruang perinatologi sehingga dapat menyusun programprogram asfiksia pada bayi baru lahir, diharapkan penyusunan
program yang dilakukan dapat meminimalisir kematian bayi baru
lahir.
E. Keaslian Penelitian
1.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan pada tahun 2008 oleh saudara
Natiqotul dengan judul “Hubungan antara Persalinan Ketuban Pecah Dini
dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum di RSUD Dr. Soeselo Kabupaten
Tegal”
Penelitian
ini
merupakanpenelitian
survei
analitikdengan
pendekatan cross sectional, telah mendapatkan hasil bahwa Ada
hubungan yang antara Ketuban Pecah Dini dengan Kejadian Asfiksia
pada bayi baru lahir dengan nilai X2 sebesar 8,454 dan p = 0,004. Dari
penelitian tersebut peneliti yang terdahulu merekomendasikan kepada
6
peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan
meneliti faktor-faktor (ibu, janin dan plasenta) yang mempengaruhi
kejadian Asfiksia.6 Sedangkan penelitian yang akan peneliti lakukan pada
penelitian
ini
menggunakan
rancangan
penelitian
case
control
studydengan rancangan analitikyaitu jenis penelitian yang menekankan
pada waktu pengukuran/ observasi data rekam medik, sehingga
perbedaannya
terletak
pada
metode
penelitian
yaitu
dengan
menggunakan data sekunder, waktu penelitian dilaksanakan bulan
Agustus 2015, data rekam medik yang akan diambil tahun 2014 dan
tempat penelitian berada di RSUD Wonosari.
2.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan pada tahun 2010 oleh saudara
Maya dengan judul “Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Asfiksia Neonatorum (Studi Di RSUD Tugurejo Semarang)” Jenis
penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan cross
sectional. Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat dengan Uji
Chi-Square dan Uji Fisher’s Exact pada beberapa variabel tertentu dan
multivariat dengan uji regresi logistik, telah mendapatkan hasil bahwa
Ada hubungan yang antara Ketuban Pecah Dini dengan Kejadian
Asfiksia pada bayi baru lahir. Dari penelitian tersebut didapatkan hasil
Faktor-faktor yang merupakan faktor yang berhubungan dengan asfiksia
neonatorum antara lain umur ibu (p=0,040), perdarahan antepartum
(p=0,010), Berat Badan Lahir (BBL) bayi (p=0,033), pertolongan
persalinan letak sungsang perabdominam dan pervaginam (p=0,006),
7
partus lama atau macet (p=0,035) dan Ketuban Pecah Dini (KPD)
(p=0,004). Analisis regresi logistik mendapatkan 4 faktor yang dominan
kejadian asfiksia neonatorum yaitu BBL dengan nilai
BExpectednya
paling
besar (53,737), urutan kedua adalah perdarahan antepartum dengan nilai
BExpected
(24,707), urutan ketiga adalah KPD dengan nilai
BExpected
(9,560),
dan urutan keempat adalah pertolongan persalinan letak sungsang
pervaginam dengan nilai
BExpected
(0,164).7Sedangkan penelitian yang
akan peneliti lakukan pada penelitian ini adalah deskriptif analitik, yaitu
jenis penelitian yang menekankan pada waktu pengukuran/ observasi
data rekam medik. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya terletak
pada metode penelitian yaitu dengan menggunakan case control study
dengan pengambilan data sekunder, waktu penelitian dilaksanakan bulan
Agustus 2015, data yang akan diambil pada tahun 2014 dan tempat
penelitian berada di RSUD Wonosari.
3.
Penelitian sebelumnya dilakukan pada tahun 2014 oleh saudari I Gusti
Ayu dengan judul “Analisi Faktor Risiko Kematian Neonatal Dini karena
Asfiksia di RSUP Nusa Tenggara Barat” telah mendapatkan hasil asfiksia
ditemukan lebih tinggi pada kematian neonatal dini dibandingkan
neonatal dini hidup. prematuritas dan status rujukan meningkatkan risiko
kematian neonatal dini pada bayi asfiksia di RSUP NTB tahun 2013.
Penelitian ini menggunakan desain case control study dengan analisis
multivariabel dengan logistic regression model untuk mengetahui
hubungan
asfiksia
dengan
kematian
8
neonatal
dini
dengan
mengaplikasikan nilai odds ratio 95% confidence interval. Penelitian ini
mengikutsertakan 80 bayi, 40 kematian neonatal dini dan 40 neonatal
dini hidup. hasil uji logistik regresi asfiksia (OR=6,17 dan 95% CI=1,4526,10), prematur (OR=10,45 dan 95% CI=2,41-45,25) dan status rujukan
(OR=33,36 dan 95% CI=5,97-186,31) meunjukan risiko kematian
neonatal dini.8Sedangkan penelitian yang akan peneliti lakukan pada
penelitian ini adalah deskriptif analitik yaitu jenis penelitian yang
menekankan pada waktu pengukuran/ observasi data variabel independen
dan dependen hanya satu kali, pada satu saat. Perbedaan dengan
penelitian sebelumnya terletak pada metode penelitian yaitu dengan
menggunakan case control study dan pengambilan data secara sekunder,
waktu penelitian dilaksanakan bulan Agustus 2015, data yang akan
diambil pada tahun 2014 dan tempat penelitian berada di RSUD
Wonosari.
Berdasarkan pernyataan tersebut maka peneliti ingin melakukan
melakukan penelitian lebih lanjut tentang “Hubungan Ketuban Pecah
Dini Ibu Bersalin dengan Kejadian Asfiksia di RSUD Wonosari”, dengan
harapan peneliti dapat menemukan jawaban secara objektif terhadap
pembuktian teori.
9
Download