12 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap masyarakat di

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap masyarakat di dunia pasti memiliki kebudayaan 1 yang
berbeda dari masyarakat lainnya. Kebudayaan merupakan keseluruhan
yang kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian,
moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain, serta
kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Demikian halnya suku Batak Toba, meskipun merupakan bagian dari
enam 2 sub suku Batak. Suku Batak Toba tentunya memiliki kebudayaan
sendiri yang membedakannya dari lima sub suku Batak lainnya.
Medan merupakan ibukota dari Sumatera Utara, yang mana di
dalamnya terdapat manusia yang memiliki beragam kebudayaan.
Masyarakat di Medan terdiri dari beberapa suku, ada suku Batak, Melayu,
Jawa, Sunda, dan sebagainya. Terlepas dari keibukotaannya, masyarakat di
Medan juga masih melakukan tradisi adat untuk setiap aktivitas
kebudayaan, salah satunya masyarakat suku Batak Toba yang terdapat di
kota Medan.
Masyarakat Batak Toba memiliki adat istiadat yang diwariskan
oleh nenek moyangya dan turun-temurun diwariskan melalui tradisi oral
(oral tradition). Di sini adat istiadat ialah berbagai aktivitas sosial budaya
1
Kebudayaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) merupakan hasil kegiatan
atau penciptaan batin akal budi manusia seperti kepercayaan, kesenian, adat-istiadat, dan
sebagainya.
2
Enam sub suku batak yaitu: Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak
Mandailing, Batak Angkola, dan Batak Pakpak.
12
termasuk upacara-upacara kebudayaan yang disepakati menjadi tradisi dan
berlaku secara umum di masyarakat. Sementara tradisi adalah segala
sesuatu seperti adat, kepercayaan, kebiasaan, upacara dan sebagainya yang
secara turun temurun diwariskan
Menurut Aritonang (1988:47), seorang teolog Kristen, adat bagi
orang Batak Toba bukanlah sekedar kebiasaan atau tata tertib sosial,
melainkan sesuatu yang mencakupi seluruh dimensi kehidupan: jasmani
dan rohani, masa kini dan masa depan, hubungan antara si aku (sebagai
mikrokosmos) dengan seluruh jagad raya (makrokosmos). Dengan kata
lain, adat bagi orang Batak Toba adalah sesuatu yang bersifat totalitas
(Aritonang 1988:48), yang dapat diartikan sebagai pandangan hidup orang
Batak Toba. Adat bermanfaat untuk mencegah bencana, menjaga
keharmonisan
dan
kesuburan
tanah,
memastikan
akan
adanya
kesinambungan kebutuhan penduduk desa, serta menjaga keutuhan
kekerabatan.
Umumnya di dalam setiap pelaksanaan upacara adat, masyarakat
Batak Toba selalu menggunakan musik tradisional sebagai media disetiap
pelaksanaan upacara adat. Salah satu upacara/kegiatan adat yang menjadi
tradisi turun temurun dan juga merupakan kegiatan yang dianggap sakral
bagi masyarakat Batak Toba ialah upacara perkawinan. Perkawinan adalah
ikatan sosial atau perjanjian hukum antar pribadi yang membentuk
hubungan kekerabatan dan yang merupakan suatu pranata dalam budaya
setempat yang meresmikan hubungan antar pribadi. Perkawinan dalam
masyarakat Batak Toba bukan hanya menjadi urusan ayah, ibu, dari kedua
calon pengantin, tetapi merpakan menjadi urusan semua anggota
13
keluargayang menyangkut dalihan natolu. Peran-peran dalam upacara
perkawinan adat Batak Toba selalau terkait dalam tiga kedudukan utama
dalam adat (dalihan natolu) 3 tersebut. Dalam masyarakat Batak Toba
hingga sekarang ini, adat dalihan na tolu masih tetap dihargai sebagai asas
kehidupan. Asas kehidupan itu tergambar pada falsafah dalihan na tolu,
yaitu somba marhula-hula (hormat kepada pihak marga orangtua dari istri
[mertua]), elek marboru (sayang kepada pihak marga daripada suami anak
perempuan [menantu]), manat mardongan tubu (berhati-hati kepada pihak
marga daripada suami [lelaki bersaudara]).
Perkawinan dalam adat Batak Toba tidak terlepas dari musik-musik
yang mengiringi proses upacara tersebut berlangsung, yang mana alat
musik yang digunakan memiliki peran dalam setiap rangkaian kegiatan
upacara adat maka dalam setiap upacara adat dan ritual keagamaan di
masyarakat Batak Toba tentu tidak terlepas dari adanya aktivitas musikal.
Aktivitas musikal tersebut memiliki peran dan fungsi dalam setiap bagian
tahapan-tahapan
upacara
yang dilaksanakan.
Pelaksanaan
upacara
perkawinan Batak Toba dapat dikatakan sebagai kegiatan yang dianggap
sakral karena ada hubungannya dengan kepercayaan masyarakat kepada
Tuhan.
Pada masyarakat Batak Toba terdapat dua jenis ensambel musik
yang sangat penting, yakni gondang hasapi dan gondang sabangunan.
Kedua ensambel musik ini selalu menjadi bagian dari aktivitas upacara
ritual dan adat bagi masyarakat Batak Toba dalam mengiringi musik
gondang, seperti gondang mula-mula, gondang somba-somba, gondang
3
Dalihan natolu adalah falsafah batak yaitu: hulahula, boru, dongan tubu.
14
elek-elek, gondang liat-liat dan gondang hasahatan. Dahulunya, musik
yang digunakan untuk upacara perkawinan Batak Toba ialah gondang
sabangunan. Gondang sabangunan lazimnya dimainkan di halaman
rumah, baik menggunakan atau pun tanpa panggung. Selain itu gondang
sabangunan juga diletakan di balkon rumah adat yang ada di bagian luar.
Namun di Kota Medan khususnya pada upacara perkawinan, musik
yang digunakan pada umumnya mereka menyebutnya berbeda-beda 4, ada
yang menyebutnya sebagai gondang, musik tiup, ataupun uning-uningan.
Dalam bahasa Batak Toba, kata gondang mengandung banyak pengertian,
di antaranya adalah instrumen musikal, ensambel musik, judul sebuah
komposisi musik, judul kolektif dari beberapa komposisi musik
(repertoar) 5,
tempo
pada
komposisi
suatu
rangkaian
upacara,
menunjukkan suatu kelompok misalnya kelompok kekerabatan atau pun
tingkat usia, dan bisa juga berarti sebuah doa.
Musik dikebudayaan Batak Toba biasanya digunakan untuk
upacara ritual-adat yang biasanya menyangkut tentang kepercayaan suku
Batak Toba kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang menyebabkan musik
perkawinan pada upacara adat perkawinan Batak Toba mempunyai dua
peranan yaitu peranan vertikal dan peranan horizontal. Peranan vertikal
berarti penghormatan kepada sang pencipta, peranan horizontal berarti
penghormatan sesama manusia (secara khusus penghormatan dalam unsurunsur dalihan na tolu).
4
tergantung kepada konsumen yang melaksanakan upacara perkawinan tersebut
menginginkan jenis musik seperti apa yang akan dipakai pada upacara adat yang mereka
laksanakan. Banyaknya kasus yang terjadi ketika sebuah gondang yang dikenal dengan
judul A dapat disebut dengan judul B di tempat lain.
5
Repertoar ialah komposisi musik yang siap untuk dipertunjukkan.
15
Musik pada upacara perkawinan juga memiliki peran dan fungsi
dalam setiap rangkaian upacara adat yang dilaksanakan, mulai dari
marhusip, upacar pemberkatan di gereja, dan sampai pada tahap upacara
adat dimana musik itu juga memiliki fungsi seperti dalam teori Allan P.
Meriam bahwa“ethnomusicology as the study of music culture” sehingga
dapat disarikan bahwa etnomusikologi adalah lahan kajian studi tentang
musik milik kebudayaan suku tertentu baik dari aspek fisik atau materi
musiknya maupun konteks budaya masyarakat yang memiliki musik itu
sendiri. Dimana dalam hal ini musik dikatakan sebagai fungsi, yaitu dalam
hal menyampaikan permohonan kepada Tuhan. Permohonan kepada
Tuhan ini merupakan penyampaian sebuah doa/harapan yang baik kepada
si pengantin.
Salah satu penyebab perubahan musik dalam upacara adat
perkawinan masyarakat Batak Toba ialah modernisasi. Modernisasi suatu
masyarakat merupakan suatu poses transformasi yang meliputi segala
aspek kehidupan. Dilihat dari segi kebudayaan, modernisasi dapat
diartikan sebagai proses pergeseran sikap dan mentalitas sebagian warga
masyarakat yang disebabkan oleh adanya kebutuhan untuk menyesuaikan
diri
dengan
tuntutan
zaman
masa
kini.
Perkembangan
zaman
mempengaruhi terjadinya perubahan dalam setiap bagian upacara adat
perkawinan masyarakat Batak Toba.
Masyarakat Batak Toba adalah masyarakat adat yang secara
berkelanjutan
mengalami
perubahan
diberbagai
aspek
kehidupan.
Perubahan sosial mendorong perubahan produk kebudayaannya yang tidak
saja dalam lingkup konsep atau gagasan tetapi juga dalam bentuk-bentuk
16
yang
lebih
konkrit
dan
visual.
Dampak
perubahan
sosial
ini
mengakibatkan adanya nilai-nilai tradisi yang tetap berlanjut dan
bertambah.
Zaman yang semakin maju dan berkembang dapat mempengaruhi
keberlanjutan musik tradisi menjadi semakin berkembang atau semakin
menghilang, seperti yang terjadi pada masyarakat Batak Toba yang ada di
Kota Medan.
Alat musik yang di gunakan pada saat upacara pernikahan telah
mengalami perkembangan yang pesat tanpa menghilangkan nilai
tradisinya, masuknya alat musik modern kedalam musik penikahan
menjadi kesatuan yang kompleks dengan alat musik tradisi pada musik
perkawinan adat Batak Toba di kota Medan. Berhubungan dengan hal
tersebut, khususnya pada masyarakat Batak Toba di kota Medan
pelaksanaan upacara adat seperti upacara perkawinan, dalam pengamatan
sementara penulis pada peristiwa budaya, musik sebagai kelengkapan adat
perkawinan penyajiannya telah menggabungkan alat musik barat dengan
alat musik tradisional. Alat musik barat yang digunakan dalam upacara
adat perkawinan tersebut pada umumnya adalah alat musik keyboard,
saxophone, ataupun terompet. Keyboard merupakan salah satu alat musik
yang multifungsi, dimana praktisi atau pemain keyboard tersebut
menggunakan fitur-fitur yang ada didalamnya untuk memprogram atau
menciptakan irama musik yang dibutuhkan, demikian juga dengan
saxophone ataupun terompet. Alat musik keyboard dan saxophone ataupun
terompet tersebut tidak dimainkan bersama alat musik modern saja, akan
17
tetapi digabungkan dengan alat musik tradisional, yaitu taganing, sulim,
sarune, maupun hesek.
Melalui pengamatan penulis juga pada setiap upacara adat
perkawinan, musik yang digunakan selalu berbeda-beda. Ada yang
menggunakan sulim, keyboard, taganing, ada juga yang menggunakan
musik uning-uningan. Namun semuanya itu, musik perkawinan di kota
medan telah mengalami percampuran dengan alat musik modern.
Muisk tiup atau musik uning-uningan pada upacara adat
perkawinan Batak Toba di kota medan disajikan untuk mengiringi upacara
adat. Upacara adat yang dilaksanakan pada pesta perkawinan adalah
manortor, sehingga penyajian alat musik sangat berperan sebagai
pengiring tor-tor atau sebagai media menyampaikan pesan antar tamu
adat. Ada empat judul gondang yang disajikan didalam mengiringi upacara
adat yang dilaksanakan, yaitu gondang mula-mula, gondang sombasomba, gondang elek-elek dan gondang hasahatan. Makna dari ke empat
gondang tersebut adalah sebagai sarana untuk menyembah hula-hula,
mangelek boru, dan dipercayai dapat memberi kemakmuran bagi yang
melaksanakan upacara adat.
Dengan demikian, penulis lebih tertarik untuk mengakaji lebih
dalam lagi mengenai perubahan dan kontinuitas yang terjadi dalam musik
perkawinan di Kota Medan dan fungsi dari musik perkawinan itu sendiri.
Maka dari itu, berdasarkan latar belakang tersebut penulis mengangkat
penelitian ini menjadi sebuah tulisan ilmiah dalam bentuk skripsi dengan
memberi judul: “Musik Pada Upacara Adat Perkawinan Batak Toba di
Kota Medan: Kajian Fungsi, Kontinuitas, dan Perubahan.”
18
1.2 Pokok Permasalahan
Berdasarkan uraian dari latar belakang tersebut, maka tulisan ini akan
membahas pokok permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana peran dan fungsi musik pada upacara adat perkawinan Batak
Toba?
2. Bagaimana perubahan dan kontinuitas musik pada adat perkawinan Batak
Toba?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mendeskripsikan peran dan fungsi musik pada pada upacara adat
perkawinan Batak Toba.
2. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis hal-hal yang melatarbelakangi
terjadinya perubahan dan kontinuitas musik pada adat perkawinan Batak
Toba.
1.3.2 Manfaat penelitian
Adapun manfaat yang diperoleh dan ingin dicapai dalam tulisan ini adalah:
1. Penelitian ini diharapkan dapat member manfaat bagi pembaca, baik yang
berada dalam disiplin etnomusikologi maupun di luar etnomusikologi,
khususnya bagi penulis dalam menambah wawasan mengenai budaya
Batak Toba.
19
2. Sebagai dokumentasi dan sarana literature tentang kontinuitas dan
perubahan musikpada upacara adat perkawinan Batak Toba.
3. Sebagai dokumentasi tambahan bagi Departemen Etnomusikologi
mengenai fenomena budaya Batak Toba.
4. Sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana di Depertemen
Etnomusikologi Universitas Sumatera Utara.
1.4 Konsep dan Teori
1.4.1 Konsep
Konsep adalah kesatuan pengertian tentang suatu hal atau persoalan yang
perlu dirumuskan. Konsep juga merupakan rancangan ide atau pengertian
yang diabstrakkan dari peristiwa konkret (Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Balai Pustaka, 1991 : 431). Untuk memperjelas konsep yang akan penulis
gunakan dalam penulisan skripsi ini, maka sebaiknya perlu dijelaskan 3
(tiga) hal pokok yang menjadi topik utama dalam pembahasan yakni
mengenai kajian fungsi, kontinuitas, dan perubahan.
Kajian merupakan kata jadian yang terbentuk dari kata “kaji” yang
berarti mengkaji, mempelajari, memeriksa, mempertimbangkan secara
matang, dan mendalami.Dari keterangan tersebut, dapat diketahui bahwa
pengertian kata “kajian” dalam hal ini adalah suatu penelitian atas
pemeriksaan yang dilakukan dengan teliti (Badudu, 1982: 132).
Kontinuitas
memiliki
arti
keberlanjutan,
keberlangsungan,
dankesinambungan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1988).
Kontinuitas yang dimaksud di sini adalah adanya hal-hal yang masih tetap
eksis, dipertahankan, dan masih berlanjut hingga pada saat ini.Sebagai
20
bentuk kontinuitas dapat dilihat dari keberlanjutan alat musik tradisional
yang masih dipakai pada upacara perkawinan. Dimana dengan adanya
fenomenamusik, konsep/ide musik tersebut masih terus berlanjut namun
telah terjadi variasi.
Perubahan dalam suatu kebudayaan wajar terjadi, karena tidak ada
kebudayaan yang tidak berubah melihat dari zaman yang dari tahun
ketahun semakin berkembang. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(2005:1234), kata perubahan berarti; hal (keadaan) berubah, peralihan,
pertukaran. Dalam bahasa inggris perubahan disebut change, misalnya
perubahan
sosial
atau
sosial
change,
artinya
perubahan
dalam
kemasyarakatan yang mempengaruhi sistem sosial suatu masyarakat yang
berhubungan dengan nilai-nilai, dan perilaku di antara kelompok manusia
(Yandianto, 2000:656; Abdulsyani, 1995:83).
Perubahan merupakan suatu proses dimana suatu keadaan berubah
dan bisa juga dikatakan peralihan dari suatu masa/era (ibid: 05). Perubahan
yang dimaksud dalam konsep ini adalah suatu perubahan (peralihan) yang
terjadi pada komposisi yang terjadi pada instrument musik tradisional
Batak Toba yang member perubahan terhadap musiknya khususnya alat
musik tradisional yang digunakan pada upacara perkawinan Batak Toba.
Dalam hal ini penulis bermaksud melihat perubahan yang terjadi
merupakan sebuah tindakan yang dilakukan oleh para seniman dan
kebutuhan masyarakat akan berkembangnya musik tradisionalnya.
Kontinuitas dan perubahan ini akan dibatasi pada era sebelum dan
sesudahnya musik perkawinan mengalami perubahan.
21
Gondang dalam masyarakat Batak Toba artinya menunjuk
seperangkat alat musik (instrumen) tradisional yang dipergunakan pada
saat menari (manortor) dalam suatu upacara. Tetapi istilah gondang juga
dipakai untuk komposisi lagu, serta jenis tarian/tortor yang dibawakan
kerabat 6 dalam upacara. Dengan demikian gondang menunjuk pada
pengertian:
1. instrumen musik,
2. komposisi dan repertoar (untaian komposisi lagu),
3. jenis tortor 7 kerabat.
Dalam hal ini perubahan yang terjadi pada musik yang digunakan pada
upacara perkawinan Batak Toba dimana musik yang digunakan telah
mengalami perubahan, bahwa yang awalnya musik pada upacara
perkawinann Batak Toba menggunakan gondang sabangunan yaitu
taganing, sarune, gordang, ogung ihutan, ogung oloan, ogung panggora,
ogung doal dan hesek, arti kata lain masih menggunakan alat musik tradisi
Batak Toba. Sedangkan pada masa kini gondang sabangunan tersebut
telah mengalami perkembangan yaitu dengan bertambahnya alat musik
modern
seperti
keyboard,
saxophone,
atau
terompet.
Jadi
ada
keberlanjutan dan perubahan yang terjadi itu ada pada musik upacara
perkawinan masyarakat Batak Toba.
Bagi masyarakat Batak Toba, khususnya yang berada di kota
medan, hadirnya keyboard, saxophone, ataupun terompet menjadi suatu
keuntungan dalam pelaksanaan upacara adat maupun hiburan seperti yang
sering dilihat pada acara pesta perkawinan sekarang ini.
6
karena musik gondang dan tortor merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan dalam pelaksanaan upaccara pesta adat. (Emmi Simangunsong, hal. 83)
7
Tortor adalah tarian seremonial yang mendampingi penyajian.
22
1.4.2 Teori
Teori dapat digunakan sebagai landasan kerangka berfikir dalam
membahas permasalahan. Teori merupakan prinsip-prinsip umum yang
ditarik dari fakta-fakta, dan juga dugaan yang menerangkan sesuatu
(Marzuki 1999:33). Serangkaian konsep atau konstruk yang berhubungan
dengan lainnya, dan juga suatu rangkaian dari proporsi yang mengadung
suatu pandangan sistematis dari fenomena merupakan pemahaman teori
menurut Kerlinger (1973). Teori juga dapat berarti sebagai suatu analisis
terhadap suatu hal yang sudah terbukti dan teruji kebenarannya. Teori juga
merupakan
landasan
berpikir
secara
ilmiah
untuk
menguji,
membandingkan, atau menerapkan untuk objek penelitian. Dalam
pembahasan ini teori dapat digunakan sebagai landasan dan kerangka
berpikir dalam membahas setiap permasalahan. Oleh karena itu, penulis
mengadopsi beberapa teori sebagai referensi dalam penulisan skripsi ini.
Untuk melihat fungsi peada upacara perkawinan Batak Toba, penulis
mengunakan
pendekatan
yang
dikemukakan
oleh
Soedharsono
yang
mengelompokkan seni pertunjukan ke dalam tiga kategoriyaitu (1) sebagai sarana
ritual, (2) sebagai hiburan pribadi, dan (3) presentasi estetis. Pendekatan ini tidak
jauh berbeda dengan Merriam dalam bukunya The Antropology of Music
(1964:219-226) yang membagi musik ke dalam 10 kategori fungsi, yaitu fungsi :
(1) pengungkapan emosional, (2) penghayat estetis, (3) hiburan, (4) komunikasi,
(5) perlambangan, (6) reaksi jasmani, (7) berkaitan dengan norma-norma social,
(8)
pengesahan
lembaga
social,
(9)
23
kesinambungan
kebudayaan,
(10)
pengintegrasian masyarakat. Namun Soedharsono lebih memperkecil fungsi seni
untuk memudahkan penulis menganalisis fungsi upacara tersebut.
Menurut Soekanto, perubahan terjadi karena usaha masyarakat
untuk menyesuaikan diri sesuai kebutuhan situasi dan kondisi yang timbul
sejalan dengan pertumbuhan masyarakat (Soekanto 1992:21). Suatu
kebudayaan tidaklah bersifat statis, melainkan selalu berubah dengan
kemajuan zaman sebab kebudayaan bukanlah suatu hal yang lahir hanya
sekali (Ihromi 1987:32).
Herskovits dalam Merriam mengemukakan bahwa perubahan dan
kelanjutan (kontinuitas) merupakan suatu tema yang digunakan untuk
memahami sifat stabil dan dinamis yang melekat dalam setiap kebudayaan.
Berkaitan dengan fenomena ini, teori kebudayaan secara umum
mengasumsikan bahwa setiap kebudayaan beroperasi dalam kerangka
waktu yang terus mengalami kelanjutan, dimana variasi-variasi dan
perubahan yang terjadi adalah hal yang tidak dapat dielakkan (Merriam
1964:303).
Selain itu penulis juga menggunakan teori perubahan budaya.
Menurut Herskovitz perubahan kebudayaan dapat dilihat dari dua titik
pandang, yaitu bagaimana yang terjadi di masa lampau dan masa sekarang.
Berdasarkan titik pandang pertama, mereka selalu mempergunakannya
dalam istilah difusi yang didefenisikan sebagai transmisi budaya dalam
proses. Perubahan dapat dipandang dari bagaimana asal-usul sebuah
kebudayaan tersebut apakah karena faktor internal atau eksternal.
Perubahan yang terjadi karena faktor internal disebut inovasi, dan
perubahan karena faktor eksternal disebut akulturasi (1948 : 525).
24
Sependapat dengan uraian tersebut, Koentjaraningrat (1965:135) juga
mengemukakan tentang salah satu faktor yang menyebabkan perubahan
kebudayaan, yaitu: inovasi (innovation) adalah suatu proses perubahan
kebudayaan yang besar tetapi yang terjadi dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Proses ini meliputi satu penemuan baru, jalannya unsur itu disebarkan ke lain
bagian masyarakat dan cara unsur kebudayaan tadi diterima, dipelajari, dan
akhirnya dipakai dalam masyarakat yang bersangkutan. Kemudian Lauwer juga
berpendapat bahwa terjadinya suatu perubahan dapat diakibatkan oleh adanya
akulturasi (acculturation), dimana akulturasi disini mengacu pada pengaruh suatu
kebudayaan lain atau saling mempengaruhi antara dua kebudayaan yang
mengakibatkan terjadinya suatu perubahan (1989:402). Perubahan kebudayaan
adalah perubahan yang terjadi dalam sistem ide yang dimiliki bersama oleh
sejumlah warga masyarakat yang terdapat dalam aturan-aturan atau nomra-norma,
nilai-nilai, teknologi, selera dan rasa keindahan atau kesenian dan bahasa.
Perubahan kebudayaan bisa mencakup salah satu unsurnya dan mempengaruhi
unsur-unsur kebudayaan lainnya, atau juga dapat merubah seluruh unsur-unsur
kebudayaan tersebut. (Suparlan, 2004:24).
Gondang sabangunan pada kebudayaan Batak Toba khususnya
dalam Upacara Perkawinan telah mengalami perkembangan dan
masyarakat Toba itu sendiri menerima perubahan musik tersebut.
Perubahan yang terjadi adalah dengan bertambahnya instrument musik
modern seperti keyboard, saxophone, dan terompet yang ikut menjadi
kesatuan dengan alat musik tradisional tersebut. Ada beberapa faktor yang
menyebabkan kebudayaan luar dapat mempengaruhi kebudayaan lain, hal
ini dikemukakan oleh L. Dyson dalam Sujarwa (1987:39) yang
25
mengatakan bahwa sikap menerima dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu: faktor kebutuhan, keuntungan langsung yang dapat
dinikmati, senang pada satu hal yang baru, dan sifat inovatif yang ingin
berkreasi. Ada juga sikap menolak yang disebabkan oleh anggapan bahwa
hal-hal yang baru tersebut merugikan, atau bertentangan dengan tata nilai
yang dianut sebelumnya.
Kontinuitas merupakan perwujudan dari pelestarian dan regenerasi
terhadap masalah yang digarap untuk mencapai pengembangan yang
diharapkan. Pada ranah sosiologis, kontinuitas diwujudkan dalam bentuk
kesepahaman komunitas untuk melakukan pemberdayaan atas masalah
yang diangkat ke dalam penetapan yang diinginkan secara representatif
menghasilkan perilaku budaya, respons internalisasi pengembangan yang
diharapkan dalam mencapai tujuan yang menjadi komitmennya.
Gondang sabangunan merupakan music rakyat (folk music) yang
dipelajari secara oral oleh seniman Batak Toba telah mengalami
kontinuitas dan perubahan dalam musiknya, hal ini diungkapkan oleh
Bruno Nettl dan Gerald Behague (1991:4) yang mengatakan bahwa:
“…in a folk or nonliterature..a song must be sung, remembered,
and taught by one generation to the next. If this does, not happen,
it dies and is lost forever. There is another alternative: if it is not
accepted by it’s audience, it may be change to fit the need and
desires of the people who perform and hear it.
Bruno Nettl dan Gerald Behague mengatakan bahwa sebuah
kebudayaan rakyat atau kebudayaan tidak tertulis, sebuah lagu (music)
harus dinyanyikan, diingat dan diajarkan dari satu generasi ke genarasi
26
berikutnya. Jika hal itu tidak terjadi maka lagu atau musik tersebut akan
hilang atau punah. Tetapi ada alternative lain, jika lagu atau musik tersebut
tidak diterima oleh penonton (audiens), hal ini mungkin dapat diubah atau
diberi inovasi untuk disesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan orangorang yang mempertunjukkan atau mendengarnya.
1.5 Metode Penelitian
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990:581), metode
penelitian diartikan sebagai suatu cara mencari kebenaran dan azas-azas
alam, masyarakat atau kemanusiaan yang bersangkutan. Dalam kaitan ini
Hasan (1985:7) mengatakan metode merupakan cara atau sistematika kerja
untuk memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan.
Menurut Caplin (1989:301), metode adalah prosedur sistematis
yang tercakup dalam upaya menyelidiki suatu fakta atau konsep. Metode
penelitian dapat diartikan dalam beberapa disiplin ilmu tertentu. Di dalam
ilmu-ilmu sosial, objek pengamatan dan penelitian yang merupakan dasar
dari pengetahuan ilmiah adalah gejala-gejala masyarakat yang lebih
khusus, terdiri dari kejadian-kejadian kongkrit.
Dalam
penelitian
ini
penulis
juga
menggunakan
metode
deskriptif yang bersifat kualitatif. Menurut Koentjaraningrat (1990:29)
mengatakan bahwa penelitian yang bersifat deskriptif adalah bertujuan
untuk memaparkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala
atau kelompok tertentu untuk menentukan frekuensi atau penyebaran dari
suatu gejala ke gejala lain dalam suatu masyarakat. Menurut Nawawi dan
Martini (1995:209) penelitian kualitatif adalah rangkaian atau proses
27
menjaring
data (informasi) yang bersifat sewajarnya mengenai suatu
masalah dalam kondisi aspek atau bidang kehidupan tertentu pada
objeknya.
Menurut Nettl (1964:62-64) ada dua hal yang esensial untuk
melakukan aktivitas penelitian dalam disiplin Etnomusikologi yaitu kerja
lapangan (field work) dan kerja laboratorium (desk work). Kerja lapangan
ini meliputi pemilihan informan, pendekatan dan pengumpulan data,
pengumpulan dan perekaman data, latar belakang perilaku sosial ataupun
mempelajari seluruh pemakaian musik. Sedangkan kerja laboratorium
meliputi pengolahan data yang didapat dari lapangan, menganalisis dan
membuat hasil dari keseluruhan data-data yang diperoleh.
Di dalam tulisan ini penulis menggunakan metode penelitian
deskriptif yang bersifat kualitatif. Kualitatif yaitu prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang diamati (Bongdan dan Taylor dalam
Moleong, 1989:3).
Dalam mengumpulkan data-data di lapangan penulis mengacu
kepada teknik penelitian yang diungkapkan oleh Curt Sachs dalam Nettl
(1964:62) yang mengatakan bahwa:
Curt Sachs (1962) divides ethnomusicological research into two
kinds of work, field work and desk work. Field work notes the
gathering of recordings and the first-hand experience of life in a
particular human culture, while deskwork includes transcription,
analysis, and the drawing of conclusions.
28
Menurut Curt Sachs penelitian dalam etnomusikologi ada dua hal
yang esensial, yaitu: kerja lapangan (field work) dan kerja laboratorium
(desk work). Kerja
lapangan
ini
meliputi
pemilihan informan,
pendekatan dan pengumpulan data, pengumpulan dan perekaman data,
latar belakang perilaku sosial ataupun mempelajari seluruh pemakaian
musik. Sedangkan kerja laboratorium meliputi pengolahan data yang
didapat
dari lapangan,
menganalisis
dan
membuat
hasil
dari
keseluruhan data-data yang diperoleh.
Penelitian ini akan menggunakan metode yang diungkapkan oleh
Curt Sachs, namun belum melakukan kerja lapangan (field work) dan kerja
laboratorium (desk work) penulis akan melakukan studi kepustakaan
terlebih dahulu. Adapun studi pustaka ini untuk pengumpulan data dalam
awal penelitian.
1.5.1 Studi Kepustakaan
Dalam mengumpulkan awal penulis melakukan studi kepustakaan. Studi
kepustakaan perlu dilakukan untuk mengumpulkan data-data dan sumber
bacaan yang mendukung penelitian. Sumber bacaan ini dapat berupa bukubuku, skripsi etnomusikologi, jurnal, maupun bacaan-bacaan yang
diperlukan dalam mendukung penelitian.
Dalam hal ini penulis telah membaca skripsi sarjana Etnomusikologi yang
mendukung kepada penulisan skripsi ini. Selain itu penulis mencari
sumber data dari internet dengan kata kunci World Wide Web (WWW).
Penulis juga membaca buku-buku antropologi dan etnomusikologi yaitu
Pengantar Ilmu Antropologi, The Anthropology Of Music, Folk and
29
Traditional Music Of The Western Continents, Worlds Of Music,
Etnomusikologi, Pluralitas musik Etnik Batak Toba, Mandailing, Melayu,
Pakpak-Dairi, Angkola, Karo, Simalungun, dan beberapa buku lainnya.
Studi kepustakaan ini juga dilakukan terhadap topik-topik lain yang
berkaitan dengan skripsi ini antara lain sosiologi dan topik tentang
kebudayaan masyarakat Batak Toba.
1.5.2 Penelitian Lapangan
Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ini adalah kata-kata atau
tindakan selebihnya yang berfungsi sebagai data tambahan seperti
dokumen dan lain-lain (Lonfland dan Lonfland dalam Meleong, 1989).
Selain kata-kata atau tindakan perekaman audio ataupun materi musik juga
menjadi sumber data yang utama dalam penelitian ini.Dalam
kerja
lapangan penulis melakukan wawancara untuk mendapatkan informasi
yang akurat tentang tulisan ini. Sebelum melakukan wawancara terlebih
dahulu penulis menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan di dalam
melakukan wawancara, yaitu: menyusun pertanyaan, mempersiapkan
alat-alat tulis, menyediakan alat perekam untuk merekam hasil wawacara
dengan informan.
1.5.3 Penelusuran Data Online
Internet merupakan salah satu media online yang memberikan banyak data
informasi, baik berupa teori, data gambar, dan juga artikel-artikel yang
yang penulis butuhkan.
30
1.5.4 Kerja Laboratorium
Seluruh
data
yang
diperoleh
penulis
dari
lapangan
dan
studi
kepustakaan, kemudian dianalisis kembali di dalam kerja laboratorium.
Penulis
akan
melakukan
seleksi
data,
analisis
mengelompokkannya sesuai dengan informasi yang penulis
data,
dan
harapkan.
Proses analisis data penelitian dimulai dengan menelaah keseluruhan
data yang diperoleh. Analisis data dilakukan mulai awal penelitian dan
berlangsung sampai pada saat proses penulisan laporan peneliti an
selesai. Begitu juga dengan data yang berbentuk gambar, penulis akan
mencantumkannya dalam tulisan ini. Data yang tidak bersifat musikal
diolah kemudian dan dituliskan dalam bentuk tulisan atau karya ilmiah.
Selama proses pengolahan data, penulis juga melakukan diskusi-diskusi
dengan para dosen pembimbing dan teman-teman yang ada di Departemen
Etnomusikologi.
1.5.5 Lokasi Penelitian dan Informan
Dalam hal penentuan lokasi penelitian, para budayawan, musisi
atau seniman tradisional Batak Toba merupakan sumber dari data yang
diperlukan oleh penulis dalam penelitian ini. Karena sumber data dalam
penelitian ini berupa rekaman audio dan juga wawancara maka lokasi
penelitian ini penulis memilih berdasarkan tempat berdomisilinya para
informan atau musisi yang dianggap berkaitan dengan penelitian ini.
Oleh karena itu melihat kasus yang terjadi di kota medan, maka penulis
memutuskan untuk memilih kota medan sebagai tempat yang dipilih
penulis untuk dijadikan sebagai lokasi penelitian.
31
Download