MENYELESAIKAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL

advertisement
MENYELESAIKAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL BILANGAN
BULAT DAN BILANGAN RASIONAL
Sarta Meliana1∗ , Mashadi2 , Sri Gemawati2
1
Mahasiswa Program Studi S1 Matematika
2 Dosen Jurusan Matematika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau
Kampus Binawidya Pekanbaru (28293), Indonesia
∗ sarta
[email protected]
ABSTRACT
This article discusses the derivative of an integer and a rational number, and also
find the solution for the differential equation of an integer and a rational number
for some cases that use Leibniz rule and factorization in prime powers.
Keywords: Leibniz rule, prime number, factorization in prime powers.
ABSTRAK
Artikel ini membahas tentang turunan bilangan bulat dan bilangan rasional serta
menentukan solusi persamaan differensial bilangan bulat dan bilangan rasional untuk kasus-kasus tertentu dengan menggunakan aturan Leibniz dan faktorisasi prima
dari bilangan bulat.
Kata kunci: aturan Leibniz, bilangan prima, faktorisasi prima.
1. PENDAHULUAN
Turunan dari bilangan bulat didefinisikan sebagai pemetaan dari setiap bilangan
prima ke 1 dan memenuhi aturan Leibniz. Sifat dasar dari pemetaan inilah yang
dikembangkan sehingga dapat digunakan pada kasus bilangan rasional dan sebarang
bilangan real [8]. Persamaan differensial adalah setiap persamaan yang di dalamnya terdapat turunan atau differensial, dan suatu fungsi dari variabel bebas yang
memenuhi persamaan diferensial itu disebut solusi dari persamaan differensial tersebut [3]. Solusi dari persamaan differensial bilangan juga dapat ditemukan, sebagai
contoh, dapat dicari solusi dari persamaan differensial n′ = 5 dengan n adalah
bilangan bulat.
Artikel ini membahas tentang bagaimana menyatakan turunan bilangan bulat
dan bilangan rasional serta menyelesaikan persamaan differensial bilangan bulat dan
bilangan rasional pada kasus tertentu. Artikel ini merupakan tinjauan sebagian dari
artikel yang ditulis oleh Ufnarovski dan Ahlander yang berjudul How to Differentiate
a Number [8].
Repository FMIPA
1
2. BILANGAN BULAT
Teori pendukung yang berkaitan dengan pembahasan mengenai turunan pada bilangan bulat dan rasional serta persamaan differensialnya dibahas pada bagian ini.
2.1 Postulat Bilangan Bulat
Himpunan bilangan bulat didefinisikan dengan
dan memenuhi postulat berikut ini [4, h. 49].
Z := {0, ±1, ±2, ±3, · · · }
1. Himpunan bilangan bulat tertutup terhadap penjumlahan dan perkalian.
2. Penjumlahan dan perkalian pada bilangan bulat bersifat assosiatif dan komutatif.
3. Himpunan Z memuat elemen 0 yang merupakan identitas untuk penjumlahan
dan elemen 1 yang merupakan identitas untuk perkalian.
4. Hukum distributif a · (b + c) = a · b + a · c berlaku untuk setiap a, b, c ∈ Z.
2.2 Induksi Matematika
Prinsip induksi matematika merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk pembuktian dalam bidang kalkulus maupun aljabar. Prinsip induksi matematika
diberikan dalam teorema berikut [6, h. 18].
Teorema 1 Misalkan P (n) dengan n ∈ Z merupakan pernyataan yang memenuhi
kondisi berikut.
1. P (n0 ) benar untuk suatu bilangan bulat n0 .
2. Jika P (k) benar untuk sebarang bilangan bulat k ≥ n0 , maka P (k + 1) juga
benar.
Selanjutnya, P (n) benar untuk setiap bilangan bulat n ≥ n0 .
Bukti. Lihat [6, h. 18]. 2.3 Faktor Prima dan Faktor Persekutuan Terbesar
Definisi 2 [4, h. 59] Misalkan a dan b bilangan bulat. Bilangan bulat a dikatakan
membagi b jika terdapat bilangan bulat c sedemikian sehingga b = ac.
Definisi 3 [4, h. 66] Bilangan bulat p merupakan bilangan bulat prima jika p > 1
dan pembagi dari p hanyalah 1 dan p.
Repository FMIPA
2
Bilangan bulat positif yang lebih besar daripada 1 yang bukan prima disebut
bilangan komposit. Setiap bilangan komposit yang dapat difaktorkan ke dalam bilangan prima disebut faktorisasi prima [6, h. 175].
Teorema 4 Setiap bilangan bulat n ≥ 2 merupakan bilangan prima atau dapat
dinyatakan sebagai perkalian dari bilangan prima, dan faktorisasi prima ini berbentuk tunggal.
Bukti. Lihat [6, h. 174-175]. Berdasarkan Teorema 4, faktorisasi prima dapat dikembangkan untuk bilangan
rasional karena bilangan rasional adalah bilangan yang berbentuk ab dengan a, b ∈ Z
dan b ̸= 0. Himpunan dari bilangan rasional dinotasikan dengan Q [2, h. 25].
Faktorisasi prima dapat dikembangkan untuk bilangan rasional dengan cara berikut.
Pertama, faktorisasi prima dari bilangan bulat dituliskan sebagai pa11 pa22 · · · pakk dan
pb11 pb22 · · · pbkk , dengan ai , bi ∈ Z+ ∪ {0} dan pi menotasikan bilangan prima ke-i.
Selanjutnya, pandang bilangan rasional r = ab sedemikian sehingga a = pa11 pa22 · · · pakk
dan b = pb11 pb22 · · · pbkk . Kemudian, faktorisasi prima dari bilangan rasional r = ab
didefinisikan sebagai berikut:
a
r = = pa11 −b1 p2a2 −b2 · · · pkak −bk = pc11 pc22 · · · pckk ,
b
dengan pi adalah bilangan prima ke-i dan ci ∈ Z.
Definisi 5 [4, h. 63] Bilangan bulat d adalah faktor persekutuan terbesar dari
a dan b jika kondisi berikut terpenuhi.
1. d merupakan bilangan bulat positif.
2. d | a dan d | b.
3. c | a dan c | b mengimplikasikan c | d.
3. MENYELESAIKAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL BILANGAN
BULAT DAN BILANGAN RASIONAL
Rumus turunan dari sebuah perkalian dan pembagian dari dua fungsi pada kalkulus
ditemukan oleh Gottfried Wilhelm Leibniz, yang disebut aturan Leibniz [7, h. 210].
Aturan Leibniz yaitu jika dua buah fungsi f dan g dapat diturunkan, maka
dan jika g ̸= 0, maka
Repository FMIPA
(f g)′ = f g ′ + f ′ g,
(1)
( )′
gf ′ − f g ′
f
=
.
g
g2
(2)
3
Sifat aturan Leibniz pada persamaan (1) dan persamaan (2) inilah yang digunakan
dalam mendefinisikan fungsi turunan pada bilangan.
3.1. Turunan Bilangan Bulat Positif
Fungsi turunan bilangan dikemukakan pada saat kompetisi olimpiade matematika
Putnam Prize dan didefinisikan dalam Definisi 6 [5, h. 469].
Definisi 6 Misalkan n′ menyatakan fungsi turunan bilangan bulat positif n. Fungsi
n′ : Z+ ∪ {0} → Z+ ∪ {0} didefinisikan dengan aturan:
1′ = 0′ = 0,
p′ = 1
untuk setiap p bilangan prima,
′
′
′
(ab) = ab + a b untuk setiap a dan b bilangan bulat positif (aturan Leibniz).
Contoh 7 15′ = (3 · 5)′ = 3′ · 5 + 3 · 5′ = 1 · 5 + 3 · 1 = 8.
Aturan Leibniz pada Definisi 6 dapat diperluas untuk k suku [1, h. 117], seperti
yang dinyatakan dalam lema berikut.
Lema 8 Misalkan m = u1 u2 · · · uk , dengan u1 , u2 , . . . , uk adalah bilangan bulat positif dan m′ adalah fungsi turunan bilangan yang memenuhi Definisi 6, maka untuk
setiap k bilangan bulat positif berlaku
(u1 u2 · · · uk )′
(u1 )′ (u2 )′
(uk )′
+
+ ··· +
.
=
u1 u2 · · · uk
u1
u2
uk
(3)
Bukti. Induksi matematika digunakan untuk menunjukkan bahwa persamaan (3)
benar untuk setiap k bilangan bulat positif. Pertama-tama, persamaan (3) ditunjukkan benar untuk k = 2. Berdasarkan aturan Leibniz pada Definisi 6, maka
(u1 u2 )′ = u′1 u2 + u1 u′2 ,
dengan mengalikan kedua ruas pada persamaan (4) dengan
(4)
1
u1 u2
diperoleh
(u1 u2 )′
u′
u′
= 1 + 2.
u1 u2
u1 u2
Selanjutnya, asumsikan persamaan (3) benar untuk k = j, yaitu
(u1 u2 · · · uj )′
(u1 )′ (u2 )′
(uj )′
=
+
+ ··· +
.
u1 u2 · · · uj
u1
u2
uj
Persamaan (3) akan ditunjukkan benar untuk k = j + 1. Misalkan b = u.uj+1 ,
dengan u = u1 u2 · · · uj . Berdasarkan Definisi 6 diperoleh
(u · uj+1 )′ = u′ · uj+1 + u · (uj+1 )′ ,
Repository FMIPA
(5)
4
kalikan kedua ruas persamaan (5) dengan
1
u.uj+1
sehingga diperoleh
(u1 u2 · · · uj uj+1 )′
(u1 )′ (u2 )′
(uj )′ (uj+1 )′
+
+ ··· +
+
.
=
u1 u2 · · · uj uj+1
u1
u2
uj
uj+1
Jadi, persamaan (3) benar untuk setiap k bilangan bulat positif. Rumus eksplisit untuk turunan bilangan diperoleh dengan menggunakan
Definisi 6 dan Lema 8, seperti dinyatakan dalam teorema berikut [8, h. 2].
Teorema 9 Jika n =
∏k
i=1
pni i adalah faktorisasi dalam pangkat prima, maka
n′ = n
k
∑
ni
i=1
pi
.
Bukti. Misalkan pα = pp · · · p, dengan p adalah bilangan prima. Berdasarkan
Definisi 6 dan Lema 8 diperoleh
(pα )′
α
= .
α
p
p
(6)
∏
Sekarang, misalkan n = ki=1 pni i = pn1 1 pn2 2 · · · pnk k , dengan pi adalah bilangan prima
dan ni bilangan bulat positif untuk 1 ≤ i ≤ k. Berdasarkan persamaan (3),
n′
(pn1 1 )′ (pn2 2 )′
(pnk k )′
= n1 + n2 + · · · + nk ,
n
p1
p2
pk
dengan menggunakan persamaan (6) diperoleh
′
n =n
k
∑
ni
i=k
Contoh 10 (60)′ = (22 .3.5)′ = 60
(2
2
+ 13 +
1
5
pi
)
.
= 92.
Aturan perkalian (ab)′ = a′ b + ab′ untuk a dan b bilangan bulat positif pada
turunan bilangan berlaku secara umum. Namun, kelinieran (a + b)′ = a′ + b′ pada
turunan bilangan tidak terpenuhi secara umum. Untuk beberapa a, b ∈ Z+ diperoleh bahwa (a + b)′ ̸= a′ + b′ , sebagai contoh, (7 + 10)′ ̸= 7′ + 10′ . Namun, ada
beberapa a, b ∈ Z+ yang memenuhi (a + b)′ = a′ + b′ . Secara umum dinyatakan
dalam teorema berikut [8, h. 2-3].
Teorema 11 Jika ada a dan b bilangan bulat positif yang memenuhi (a+b)′ = a′ +b′ ,
maka
(ka + kb)′ = (ka)′ + (kb)′
Repository FMIPA
untuk setiap k bilangan bulat positif.
5
Hal yang sama terpenuhi untuk ketaksamaan:
Jika (a + b)′ ≥ a′ + b′ maka (ka + kb)′ ≥ (ka)′ + (kb)′ .
Jika (a + b)′ ≤ a′ + b′ maka (ka + kb)′ ≤ (ka)′ + (kb)′ .
Bukti. Definisi 6 dan postulat bilangan bulat digunakan untuk membuktikan Teorema 11.
Akibat 12 Untuk k ∈ Z+ , berlaku
(3k)′ = k ′ + (2k)′ ; (2k)′ ≥ 2k ′ ; (5k)′ ≤ (2k)′ + (3k)′ ; (5k)′ = (2k)′ + 3(k)′ .
Bukti. Akibat 12 dibuktikan dengan menggunakan Teorema 11 dan fakta bahwa
3′ = 1′ + 2′ ; 2′ = (1 + 1)′ ≥ 1′ + 1′ ; 5′ = (2 + 3)′ ≤ 2′ + 3′ ; 5′ = 2′ + 3.1′ . Teorema 13 [8, h. 3] Jika n′ ≥ n maka (kn)′ > kn untuk setiap bilangan bulat positif k > 1.
Bukti. Misalkan k, n ∈ Z+ dan misalkan n′ ≥ n, dengan k > 1. Berdasarkan
Definisi 6,
(kn)′ = k ′ n + kn′ > kn′ ≥ kn.
Teorema berikut ini menunjukkan bahwa untuk setiap n > 4 yang dapat dibagi
oleh 4 memenuhi kondisi n′ > n dan turunan bilangan ke-k akan menuju tak hingga
bila k semakin besar menuju tak hingga, yaitu limk→∞ n(k) = ∞ [8, h. 4].
Teorema 14 Jika n = pp · m untuk suatu bilangan prima p dan bilangan bulat
positif m > 1, maka n′ = pp (m + m′ ) dan limk→∞ n(k) = ∞.
Bukti. Berdasarkan aturan Leibniz dan Teorema 9, maka
n′ = (pp · m)′ = (pp )′ m + pp m′ = pp (m + m′ ) > n.
Selanjutnya, induksi matematika akan digunakan untuk menunjukkan bahwa n(k)
merupakan barisan naik yang tidak terbatas. Teorema 15 Misalkan pk adalah pangkat tertinggi dari bilangan prima p yang
membagi bilangan asli n. Jika 0 < k < p, maka pk−1 adalah pangkat tertinggi dari
p yang membagi n′ . Khususnya, semua bilangan n, n′ , n′′ , . . . , n(k) berbeda.
Bukti. Berdasarkan Teorema 9,
n′ = (pk m)′ = (pk )′ m + pk m′ = p(k−1) km + pk m′ = p(k−1) (km + pm′ ).
Oleh karena (km + pm′ ) tidak habis dibagi oleh p, maka p(k−1) adalah pangkat
tertinggi dari p yang membagi n′ . Repository FMIPA
6
Akibat 16 Bilangan
jika gcd(n, n′ ) = 1.
bulat
positif
n
bebas
kuadrat
jika
dan
hanya
Bukti. =⇒ Misalkan n bebas kuadrat, yaitu n = p1 p2 · · · pk , dengan p1 , p2 , . . . , pk
merupakan bilangan prima berbeda. Berdasarkan Teorema 9,
n′ = p2 p3 · · · pk + p1 p3 · · · pk + · · · + p1 p2 · · · pk−1 .
Oleh karena sebarang bilangan prima p1 , p2 , . . . , pk tidak habis membagi n′ maka
gcd(n, n′ ) = 1.
⇐= Andaikan n tidak bebas kuadrat. Jika p2 | n, maka berdasarkan Teorema 15,
p | n′ , artinya gcd(n, n′ ) > 1. Jadi, n mestilah bebas kuadrat. 3.2 Persamaan Differensial Bilangan Bulat Positif
Penyelesaian persamaan differensial dalam bilangan bulat positif telah dibahas sebelumnya oleh Ufnarovski dan Ahlander dalam [8] yang dipaparkan dalam Teorema
(17), Teorema (18), Teorema (19), Teorema (20), Akibat (21), dan Teorema (22)
sebagai berikut.
Teorema 17 Persamaan n′ = n terpenuhi jika dan hanya jika n = pp , dengan
p adalah sebarang bilangan prima. Khususnya, persamaan n′ = n mempunyai tak
hingga banyaknya solusi dalam bilangan bulat positif.
Bukti.=⇒ Misalkan n = pα1 1 pα2 2 · · · pαk k , dengan p1 , p2 , . . . , pk sebarang bilangan
prima berbeda dan α1 , α2 , . . . , αk ∈ Z+ dan misalkan n′ = n. Berdasarkan Teorema 9 dan oleh karena n′ = n, maka
[
]
α1 α2
αk
+
+ ··· +
= 1,
(7)
p1
p2
pk
kemudian dengan mengalikan persamaan (7) dengan p1 p2 · · · pk−1 diperoleh
p2 · · · pk−1 α1 + p1 p3 · · · pk−1 α2 + · · · + p1 p2 · · · pk−1
αk
= p1 p2 · · · pk−1 .
pk
Dengan menggunakan postulat bilangan bulat diperoleh bahwa n yang memenuhi
persamaan n′ = n adalah n = pα1 1 = pp11 atau n = pp .
∏
⇐= Misalkan p sebarang bilangan prima dan n = pp = pi=1 pni i , dengan
n1 = n2 = · · · = np = 1 dan p1 = p2 = · · · = pp = p. Berdasarkan Teorema 9,
p
n′ = n = n.
p
Dengan demikian, bila n = pp maka n′ = n.
Oleh karena ada tak terhingga banyaknya bilangan prima, maka persamaan n′ = n
mempunyai tak hingga banyaknya solusi dalam bilangan bulat positif. Repository FMIPA
7
n′ = 0
Teorema 18 Persamaan differensial
langan bulat positif n = 1.
hanya mempunyai satu solusi bi-
Bukti. Teorema 18 akan dibuktikan dengan kontradiksi. Andaikan n ̸= 1.
Kasus 1. Misalkan n = p, dengan p sebarang bilangan prima. Berdasarkan
Definisi 6, diperoleh n′ = 1. Hal ini kontradiksi dengan n′ = 0. Jadi, n bukan
bilangan prima.
∏
Kasus 2. Misalkan n = ki=1 pqi i , dengan pi sebarang bilangan prima dan αi sebarang
bilangan bulat positif. Berdasarkan Teorema 9,
′
n =n
k
∑
ni
i=1
pi
̸= 0.
Hal ini kontradiksi dengan n′ = 0. Jadi, n bukan faktorisasi dari bilangan prima.
Dengan demikian, n yang memenuhi agar n′ = 0 adalah n = 1. n′ = 1
Teorema 19 Persamaan differensial
punyai solusi bilangan prima.
dalam bilangan asli hanya mem-
Bukti. Andaikan n bilangan komposit. Menurut aturan Leibniz dan Teorema
9, turunan n′ dapat ditulis sebagai jumlah dari beberapa bilangan bulat positif,
artinya, n′ > 1. Jadi, n tidak mungkin bilangan komposit. Dengan demikian,
persamaan differensial n′ = 1 hanya mempunyai solusi dalam bilangan prima. Semua persamaan n′ = a lainnya, dengan a bilangan bulat positif, mempunyai
solusi terbatas, seperti yang dinyatakan dalam teorema berikut.
Teorema 20 Untuk sebarang bilangan bulat positif n,
n′ ≤
Jika n bukan bilangan prima, maka
n log2 n
.
2
√
n′ ≥ 2 n.
Secara umum, jika n merupakan hasil kali dari k faktor yang lebih besar daripada
1, maka
n′ ≥ kn
k−1
k
.
∏
Bukti. Misalkan n = ki=1 pni i , dengan pi sebarang bilangan prima dan ni sebarang
bilangan bulat positif. Oleh karena p ≥ 2 ≥ 0, maka pm ≥ 2m dengan m ∈ Z+ .
Dengan demikian,
n=
k
∏
pni i
i=1
Repository FMIPA
=
pn1 1 pn2 2
· · · pnk k
≥ 2 2 ···2
n1 n2
nk
=2
n1 +n2 +···+nk
=
k
∏
2ni .
i=1
8
∑k
Oleh karena n ≥ 2
i=1
ni
, maka log n ≥ log 2
k
∑
ni ≤
i=1
∑k
i=1
ni
=
∑k
i=1
ni log 2. Jadi,
log n
= log2 n.
log 2
Berdasarkan Teorema 9 dan oleh karena
k
∑
ni
i=1
n1 n2
nk
n1 n2
nk ∑ ni
=
+
+ ··· +
≤
+
+ ··· +
=
,
pi
p1
p2
pk
2
2
2
2
i=1
k
maka diperoleh
n′ = n
k
∑
ni
i=1
pi
≤n
k
∑
ni
i=1
2
≤
n log2 n
.
2
Misalkan n = n1 n2 · · · nk . Berdasarkan Teorema 9 dan pertidaksamaan dari ratarata Aritmatika-Geometri,
[
]
[
]1
[ ] k1
k−1
1
1 1
1
1
1
1 k
′
n =n
+
+ ··· +
≥ nk
···
= nk
= kn k .
n1 n2
nk
n1 n2
nk
n
Akibat 21 Jika persamaan differensial n′ = a mempunyai sebarang solusi dalam
bilangan asli, maka persamaan differensial n′ = a hanya mempunyai solusi terbatas
jika a > 1.
Bukti. Misalkan persamaan differensial n′ = a mempunyai sebarang
solusi dalam
√
2
bilangan asli, dengan a > 1. Berdasarkan Teorema 20, a ≥ 2 n atau n ≤ a4 .
2
Dengan demikian, n terbatas oleh a4 . Teorema 22 Misalkan a = p + 2 dengan p bilangan prima, maka 2p adalah solusi untuk persamaan n′ = a.
Bukti. Misalkan a = p + 2 dengan p bilangan prima. Berdasarkan Definisi 6
diperoleh
(2p)′ = 2′ p + 2p′ = 1 · p + 2 · 1 = p + 2.
Dengan demikian, terbukti bahwa 2p adalah solusi untuk n′ = a. 3.3 Turunan Bilangan Bulat Negatif
Turunan untuk bilangan bulat negatif hampir sama dengan turunan
untuk bilangan bulat positif dengan menggunakan aturan (−a)′ = −a′ seperti yang
dinyatakan dalam teorema berikut [8, h. 10].
Teorema 23 Turunan didefinisikan secara tunggal terhadap bilangan bulat dengan
aturan
(−a)′ = −a′ .
Repository FMIPA
9
Bukti. Oleh karena (−1)2 = 1, maka diperoleh
(
)′
(−1)2 = (−1)′ (−1) + (−1)′ (−1) = 2(−1)(−1)′ = 0.
Dengan demikian, (−1)′ = 0. Kemudian,
(−a)′ = ((−1) · a)′ = (−1)′ a + (−1)a′ = 0 · a + (−1) · a′ = −a′ .
3.4 Turunan Bilangan Rasional
Sifat turunan pada bilangan rasional telah dibahas sebelumnya oleh Ufnarovski dan
Ahlander dalam [8] yang diberikan dalam Teorema (24) dan Teorema (25) berikut.
Teorema 24 Misalkan terdapat a, b ∈ Z+ sedemikian sehingga
( a )′
b
a
b
∈ Q+ . Maka,
a′ b − ab′
=
.
b2
(
)′
Bukti. Misalkan a, b ∈ Z+ . Kita nyatakan a′ sebagai b · ab . Kemudian, berdasarkan
Definisi 6 diperoleh
( a )′
( a )′ ( a )
a′ = b.
=b
+
b′
b
b
b
( a )′ a′ b − ab′
=
.
b
b2
Rumus eksplisit untuk bilangan rasional dinyatakan dalam teorema berikut.
Teorema 25 Turunan dari bilangan rasional r dengan faktorisasi primanya adalah
pc11 pc22 · · · pckk diberikan oleh
k
∑
ci
′
r =r
.
p
i
i=1
Bukti. Misalkan a = pa11 pa22 · · · pakk dan b = pb11 pb22 · · · pbkk , dengan pi untuk 1 ≤ i ≤ k
menotasikan sebarang bilangan prima, dan ai , bi ∈ Z+ ∪ {0}. Misalkan r = ab ∈ Q+ .
Dengan demikian,
r=
a
= pa11 −b1 p2a2 −b2 · · · pkak −bk = pc11 pc22 · · · pckk ,
b
dengan ci = ai − bi ∈ Z. Berdasarkan Teorema 9 dan Teorema 18 diperoleh
( k
)
k
∑ ai − bi
∑
a
ci
r′ =
=r
.
b i=1 pi
p
i
i=1
Turunan untuk bilangan rasional negatif dapat diproses dengan menggunakan Teorema 24 dan Teorema 25 dan menggunakan aturan (−r)′ = −r′ .
Repository FMIPA
10
3.5 Solusi Rasional dari Persamaan r′ = 0
Teorema 26 [8, h. 12] Persamaan differensial r′ = 0 jika dan
∑khanya jika
a1 p1 a2 p2
ak pk
r = p1 p2 · · · pk dengan r ∈ Q dan ai ∈ Z, sedemikian sehingga i=1 ai = 0.
∏
Bukti =⇒ Misalkan r = ki=1 pαi i ∈ Q dan r′ = 0. Berdasarkan Teorema 25
dan oleh karena r′ = 0, maka
k
∑
αi
= 0,
p
i=1 i
dengan demikian
k
∑
αi
i=1
∏k
Oleh karena
j=1
pi
=
α1 α2
αk
+
+ ··· +
=0
p1
p2
pk
∏k
k
∑
j=1 pj
αi
= 0.
pi
i=1
pj
tidak dapat dibagi dengan pi maka αi dapat dibagi dengan pi .
∏
Misalkan
= ai ∈ Z. Dengan demikian, r = ki=1 pai i pi adalah solusi dari r′ = 0.
∏
⇐= Misalkan r = ki=1 pai i pi ∈ Q. Berdasarkan Teorema 25
pi
αi
pi
r′ =
k
∏
i=1
Oleh karena
∑k
i=1
pai i pi
k
∑
ai pi
i=1
pi
=
k
∏
pai i pi
i=1
k
∑
ai .
i=1
ai = 0 maka r′ = 0. 4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dikemukakan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa aturan Leibniz yang dikenal di dalam Kalkulus berlaku pada turunan
bilangan. Aturan Leibniz inilah yang dikembangkan sehingga memperoleh rumus
eksplisit untuk turunan bilangan bulat positif. Turunan bilangan dapat dikembangkan untuk bilangan bulat negatif dengan menggunakan aturan (−a)′ = −a′
dengan a sebarang bilangan bulat positif. Turunan bilangan dapat dikembangkan
lagi untuk sebarang bilangan rasional setelah mengetahui formula dari turunan bilangan bulat.
Solusi persamaan differensial bilangan bulat dapat diketahui dengan pasti hanya
untuk beberapa kasus khusus, seperti pada persamaan differensial n′ = n, n′ = 1,
n′ = 0, dan n′ = p + 2. Sementara, solusi persamaan differensial untuk bilangan
rasional dapat ditemukan hanya untuk kasus persamaan r′ = 0 dengan r sebarang
bilangan rasional.
Repository FMIPA
11
DAFTAR PUSTAKA
[1] Barbeau, E. J. 1961. Remarks on an Arithmetic Derivative. Canadian Mathematical Bulletin. 4:117-122.
[2] Bartle, R. G. & D. R. Sherbert. 2011. Introduction to Real Analysis, fourth
edition. John Wiley & Sons, Inc., New York.
[3] Degeng, I. W. 2007. Kalkulus Lanjut: Persamaan Differensial dan Aplikasinya.
Graha Ilmu, Yogyakarta.
[4] Gilbert, J. & L. Gilbert. 1992. Elements of Modern Algebra, third edition. PWSKENT Publishing Company, Boston.
[5] Gleason, A. M., R. E. Greenwood, & L. M. Kelly. 1980. The William Lowel
Putnam Mathematical Competition: Problem and Solution 1938-1964. Mathematical Association of America, Washington DC.
[6] Koshy, T. 2007. Elementary Number Theory with Application, second edition.
Elsevier Academic Press, United States of America.
[7] Stewart, J. 2009. Kalkulus Edisi Kelima: Buku 1. Terj. dari Calculus, fifth
edition, oleh Sungkono, C. Penerbit Salemba Teknika, Jakarta.
[8] Ufnarovski, V. & B. Ahlander. 2003. How to Differentiate a Number. Journal
of Integer Sequences. 6:1-13.
Repository FMIPA
12
Download