Asuhan Keperawayan Infark Miokard Akut

advertisement
MAKALAH
1.Akbar Tumenggung
2.Dewi Priyanti Pilok
3.Ferdiyanto Ibrahim
4.Hariyanti Safitri
5.Londrawati Ibrahim
6.Mitra Prasetyawati Biliu
7.Muchlis Biki
8.Murtin Ismail
9.Nur Avni Manan
10. Nuriyeng Pakaya
11. Rahmawati Tolinggi
12. Silvana Daud
13. Sitti Maimun Daiponta
14. Sri Wahyuni Badjuka
15. Windawaty Humola
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil ‘alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat
kepada Allah SWT. Karena dengan izin dan kuasa-Nyalah makalah ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah
ini
berjudul
“Kegawatdaruratan
Gangguan
Sistem
Kardiovaskuler: Infark Miokard Akut” yaitu mengenai konsep dasar, patofisiologi
beserta asuhan keperawatan mengenai gangguan pada sistem kardiovaskuler
dengan Infark miokard akut.
Semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi kita semua baik kami yang telah
menyusun tugas ini, dan bermanfaat pula kepada pembaca makalah ini.
1
Dalam penulisan makalah ini penulis banyak menemukan kesulitan, akan
tetapi dengan adanya ketekunan dan kesabaran akhirnya tugas ini dapat penulis
selesaikan.
Gorontalo, 19 November 2014
Kelompok 1
DAFTAR ISI
Namelist Of Group 1.........................................................................................
1
KATA PENGANTAR.......................................................................................
2
DAFTAR ISI.....................................................................................................
3
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................
4
A. Latar Belakang......................................................................................
B. Tujuan...................................................................................................
4
4
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................
5
A. Konsep Medik Infark Miokard Akut.....................................................
5
2
B. Asuhan Keperawatan pada Infark Miokard Akut.................................
12
BAB III KESIMPULAN...................................................................................
30
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................
31
Pathway Gagal Ginjal Akut..............................................................................
34
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infark miokard akut (IMA) atau yang lebih dikenal dengan
serangan jantung adalah suatu keadaan dimana suplai darah
pada suatu bagian jantung
terhenti sehingga sel otot jantung
mengalami kematian.1*
3
Infark miokard sangat mencemaskan karena sering berupa
serangan mendadak, umumnya pada pria usia 35-55 tahun,
tanpa ada keluhan sebelumnya.2
Sindrom
koroner
akut
(SKA)
merupakan
salah
satu
manifestasi dari kelainan arteri koroner yang masih menjadi
masalah kesehatan utama di dunia.
Sindrom koroner akut lebih lanjut diklasifikasikan menjadi
Unstable Angina (UA),
(STEMI) dan
(NSTEMI).
ST-segment Elevation Myocardial Infarct
Non ST-segment Elevation Myocardial Infarct
IMA
tipe
STEMI
sering
menyebabkan
kematian
mendadak, sehingga merupakan suatu kegawatdaruratan yang
membutuhkan tindakan medis secepatnya.6
Menurut Data Statistik American Heart Association (AHA)
2008, pada tahun 2005 jumlah penderita yang menjalani
perawatan medis di Amerika Serikat akibat SKA hampir mencapai
1,5 juta orang dengan 1,1 juta orang (80%) menunjukkan kasus
Angina Pektoris Tidak Stabil (APTS) atau Infark Miokard Tanpa
Elevasi ST (NSTEMI), sedangkan 20% kasus tercatat menderita
Infark Miokard Dengan Elevasi ST (STEMI).16
Di Indonesia, berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007,
Penyakit kardiovaskuler yang dalam hal ini penyakit jantung
koroner (PJK), menjadi penyebab kematian terbanyak setelah
stroke
dan
hipertensi.1
Hal
ini
mendukung
hasil
survei
Departemen Kesehatan RI yang menunjukkan bahwa prevalensi
Penyakit Jantung Koroner (PJK) di Indonesia semakin meningkat
dari tahun ke tahun.
B. Tujuan
4
Untuk mengetahui konsep dasar, patofisiologi beserta asuhan keperawatan
mengenai gangguan pada sistem kardiovaskuler dengan Infark Miokard Akut.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Medik IMA
1. Definisi
Infark Miokard Akut (IMA) merupakan gangguan aliran
darah ke jantung yang menyebabkan sel otot jantung mati.
Aliran darah di pembuluh darah terhenti setelah terjadi
sumbatan koroner akut,
kecuali sejumlah kecil aliran
kolateral dari pembuluh darah di sekitarnya. Daerah otot di
sekitarnya yang sama sekali tidak mendapat aliran darah
atau
alirannya
sangat
sedikit
sehingga
tidak
dapat
mempertahankan fungsi otot jantung, dikatakan mengalami
infark.12
Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (ST
Elevation
Myocardial
Infarct)
merupakan
bagian
dari
spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri atas angina
pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan
elevasi ST.1*
2. Etiologi
Infark miokard akut terjadi jika aliran darah koroner
menurun secara mendadak akibat oklusi trombus pada plak
aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Trombus arteri
5
koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskuler,
dimana
injuri
ini
dicetuskan
oleh
faktor-faktor
seperti
merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid.11
Faktor risiko biologis infark miokard yang tidak dapat
diubah yaitu usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga,
sedangkan faktor risiko yang masih dapat diubah, sehingga
berpotensi dapat memperlambat proses aterogenik, antara
lain
kadar
toleransi
serum
glukosa,
lipid,
dan
hipertensi,
diet
yang
merokok,
tinggi
gangguan
lemak
jenuh,
kolesterol, serta kalori.13
Setiap bentuk penyakit arteri koroner dapat menyebabkan
IMA. Penelitian
angiografi
menunjukkan
bahwa
sebagian
besar
IMA
disebabkan oleh trombosis arteri koroner. Gangguan pada
plak aterosklerotik yang sudah ada (pembentukan fisura)
merupakan suatu nidus untuk pembentukan trombus.1*
Infark terjadi jika plak aterosklerotik mengalami fisur,
ruptur, atau ulserasi, sehingga terjadi trombus mural pada
lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. 11
Penelitian histologis menunjukkan plak koroner cenderung
mengalami ruptur jika fibrous cap
(lipid rich core).11
3. Manifestasi Klinis
6
tipis dan inti kaya lipid
Gambaran klinis infark miokard umumnya berupa nyeri
dada substernum yang terasa berat, menekan, seperti
diremas-remas dan terkadang dijalarkan ke leher, rahang,
epigastrium, bahu, atau lengan kiri, atau hanya rasa tidak
enak di dada, berkeringat dingin, dan dispnea. IMA sering
didahului oleh serangan angina pektoris
pasien.
Namun,
nyeri
pada
IMA
pada sekitar 50%
biasanya
berlangsung
beberapa jam sampai hari, jarang ada hubungannya dengan
aktivitas fisik dan biasanya tidak banyak berkurang dengan
pemberian nitrogliserin,
nadi biasanya cepat dan lemah,
pasien juga sering mengalami diaforesis. Pada sebagian kecil
pasien (20% sampai 30%) IMA tidak menimbulkan nyeri dada.
Silent AMI ini terutama terjadi pada pasien dengan diabetes
mellitus dan hipertensi serta pada pasien berusia lanjut.1*,11
4. Patofisiologi
IMA (Infark Miokard Akut) terjadi ketika iskemia yang terjadi
berlangsung cukup lama
yaitu lebih dari 30-45 menit sehingga
menyebabkan kerusakan seluler yang ireversibel. Bagian jantung yang
terkena infark akan berhenti berkontraksi selamanya.
Iskemia yang terjadi paling banyak disebabkan oleh penyakit Sindrom
Arteri Koronaria (SKA). Pada penyakit ini terdapat materi lemak (plaque)
yang telah terbentuk dalam beberapa tahun di dalam lumen arteri koronaria
(arteri yang mensuplay darah dan oksigen pada jantung).
Plaque dapat rupture sehingga menyebabkan terbentuknya bekuan darah
pada permukaan plaque. Jika bekuan menjadi cukup besar, maka bisa
menghambat aliran darah baik total maupun sebagian pada arteri koroner.
Terbendungnya aliran darah menghambat darah yang kaya oksigen
mencapai bagian otot jantung yang disuplai oleh arteri tersebut. Kurangnya
oksigen akan merusak otot jantung. Jika sumbatan itu tidak ditangani
dengan cepat, otot jantung ang rusak itu akan mulai mati.
7
Selain disebabkan oleh terbentuknya sumbatan oleh plaque ternyata
infark juga bisa terjadi pada orang dengan arteri koroner normal (5%).
Diasumsikan bahwa spasme arteri koroner berperan dalam beberapa kasus
ini.
Spasme yang terjadi bisa dipicu oleh beberapa hal antara lain:
mengkonsumsi obat-obatan tertentu; stress emosional; merokok;
dan
paparan suhu dingin yang ekstrim.
Spasme bisa terjadi pada pembuluh darah yang mengalami aterosklerotik
sehingga bisa menimbulkan oklusi kritis sehingga bisa menimbulkan infark
jika terlambat dalam penangananya.
Letak infark ditentukan juga oleh letak sumbatan arteri koroner yang
mensuplai darah ke jantung. Berdasarkan ketebalan dinding otot jantung
yang terkena maka infark bisa dibedakan menjadi infark transmural dan
subendokardial. Kerusakan pada seluruh lapisan miokardiom disebut infark
transmural, sedangkan jika hanya mengenai lapisan bagian dalam saja
disebut infark subendokardial.
Infark miokardium akan mengurangi fungsi ventrikel karena otot yang
nekrosis akan kehilangan daya konraksinya begitupun otot yang mengalami
iskemi (disekeliling daerah infark). Secara fungsional infark miokardium
menyebabkan perubahan-perubahan sebagai berikut:

Daya kontraksi menurun

Gerakan dinding abnormal (daerah yang terkena infark akan menonjol
keluar saat yang lain melakukan kontraksi)

Perubahan daya kembang dinding ventrikel

Penurunan volume sekuncup.

Penurunan fraksi ejeksi
Gangguan fungsional yang terjadi tergantung pada beberapa factor
dibawah ini:
8

Ukuran infark,jika mencapai 40% bisa menyebabkan syok kardiogenik

Lokasi Infark dinding anterior mengurangi fungsi mekanik jantung lebih
besar dibandingkan jika terjadi pada bagian inferior.

Sirkulasi kolateral berkembang sebagai respon terhadap iskemi kronik
dan hiperferfusi regional untuk memperbaiki aliran darah yang menuju
miokardium. Sehingga semakin banyak sirkulasi kolateral, maka
gangguan yang terjadi minimal.

Mekanisme kompensasi bertujuan untuk mempertahankan curah jantung
dan perfusi perifer. Gangguan akan mulai terasa ketika mekanisme
kompensasi jantung tidak berfungsi dengan baik. (Price, 2007)
5. Klasifikasi IMA
Infark Miokard Akut diklasifikasikan berdasar EKG 12
sandapan menjadi:
-
Infark miokard akut ST-elevasi (STEMI)
: oklusi total dari
arteri koroner yang menyebabkan area infark yang lebih
luas meliputi seluruh ketebalan miokardium, yang ditandai
dengan adanya elevasi segmen ST pada EKG.
-
Infark miokard akut non
sebagian dari arteri
ST-elevasi (NSTEMI) : oklusi
koroner tanpa melibatkan seluruh
ketebalan miokardium, sehingga tidak ada elevasi segmen
ST pada EKG
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sebagai bagian
dalam tatalaksana. Pemeriksaan petanda kerusakan jantung
9
yang dianjurkan adalah creatinin kinase (CK) MB dan cardiac
specific troponin (cTn) T atau cTn I, yang dilakukan secara
serial. Peningkatan nilai enzim diatas dua kali nilai batas atas
normal menunjukkan adanya nekrosis jantung. 11 Pemeriksaan
enzim
jantung
yang
lain
yaitu
mioglobin,
Lactic
dehydrogenase (LDH)
Reaksi
non
leukositosis
spesifik
terhadap
polimorfonuklear
injuri
yang
miokard
dapat
adalah
terjadi
dalam
beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap selama 3-7
hari. Leukosit dapat mencapai 12.000-15.000/ul.11
Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada
semua pasien dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai
IMA, dalam waktu 10 menit sejak kedatangan di IGD sebagai
landasan dalam menentukan keputusan terapi reperfusi. Jika
pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik untuk IMA tetapi
pasien tetap simptomatik dan terdapat kecurigaan kuat IMA,
EKG serian dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG
12
sandapan
secara
kontinyu
harus
dilakukan
untuk
mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST. EKG
sisi kanan harus diambil pada pasien dengan STEMI inferior,
untuk mendeteksi kemungkinan infark ventrikel kanan.11
7. Penatalaksanaan
Oklusi total arteri koroner
pada STEMI memerlukan
tindakan segera yaitu
tindakan reperfusi,
berupa terapi fibrinolitik
maupun
Percutaneous Coronary Intervention (PCI), yang diberikan
pada pasien STEMI dengan onset gejala <12 jam. Pada pasien
10
STEMI yang datang terlambat (>12 jam) dapat dilakukan
terapi reperfusi bila pasien masih mengeluh nyeri dada yang
khas infark (ongoing chest pain).
American
Association
College
dan
of
Cardiology/American
European
Society
of
Heart
Cardiology
merekomendasikan dalam tata laksana pasien dengan STEMI
selain diberikan terapi reperfusi, juga diberikan terapi lain
seperti
anti-platelet (aspirin,
clopidogrel, thienopyridin),
anti-koagulan seperti Unfractionated Heparin (UFH) / Low
Molecular Weight Heparin (LMWH), nitrat,
penyekat beta,
ACE-inhibitor, dan Angiotensin Receptor Blocker.7,8,9
Tujuan
tatalaksana
mengurangi/menghilangkan
di
nyeri
IGD
adalah
dada,
mengidentifikasi
cepat pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi
segera, triase pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di
rumah sakit dan menghindari pemulangan cepat pasien
dengan STEMI.7,11,16*
a. Oksigen : suplemen oksigen harus diberikan ada pasien
dengan saturasi oksigen <90%. Pada semua pasien IMA
tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam
pertama.
b. Nitrogliserin : Nitrogliserin sublingual dapat diberikan
dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan dapat diberikan
sampai 3 dosis dengan interval 5 menit.
c. Morfin : sangat efektif dalam mengurangi nyeri dada dan
merupakan analgesik pilihan dalam tatalaksana IMA. Morfin
11
dapat diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang
dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg.
d. Aspirin : merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang
dicurigai IMA dan efektif pada spektrum sindroma koroner
akut.
Inhibisi
cepat
siklooksigenase
trombosit
yang
dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan
absorpsi aspirin bukal dengan dosis 160-325 mg di ruang
emergensi. Selanjutnya diberikan peroral dengan dosis 75162 mg.
e. Penyekat Beta : Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri
dada, pemberian penyekat beta intravena dapat efektif.
Regimen yang biasa diberikan adalah metoprolol 5 mg tiap
2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi
jantung > 60 kali permenit, tekanan darah sistolik > 100
mmHg, interval PR < 0,24 detik dan ronki tidak lebih dari
10 cm dari diafragma. Lima belas menit setelah dosis IV
terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis
50 mg tiap 6 jam selama 48 jam, dan dilanjutkan dengan
100 mg tiap 12 jam.
7,11
8. Komplikasi IMA
a. Disfungsi Ventrikular
Ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk
ukuran, dan ketebalan pada segmen yang mengalami
infark dan non infark. Proses ini disebut
remodelling
ventricular yang sering mendahului berkembangnya gagal
jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun
pasca
infark.
Pembesaran
12
ruang
jantung
secara
keseluruhan yang terjadi dikaitkan dengan ukuran dan
lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark pada
apeks
ventrikel
kiri
yang
mengakibatkan
penurunan
hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung
dan prognosis lebih buruk.11
b. Gangguan Hemodinamik
Gagal pemompaan (pump failure)
merupakan penyebab
utama kematian di rumah sakit pada IMA. Perluasan
nekrosis iskemia mempunyai korelasi dengan tingkat gagal
pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan
sesudahnya.11
c. Syok kardiogenik
Syok kardiogenik ditemukan pada saat masuk (10%),
sedangkan 90% terjadi selama perawatan. Biasanya pasien
yang berkembang menjadi syok kardiogenik mempunyai
penyakit arteri koroner multivesel.11
d. Infark ventrikel kanan
Infark ventrikel kanan menyebabkan tanda gagal ventrikel
kanan yang berat (distensi vena jugularis, tanda Kussmaul,
hepatomegali) dengan atau tanpa hipotensi.11
e. Aritmia paska STEMI
Mekanisme
aritmia
ketidakseimbangan
terkait
sistem
13
saraf
infark
autonom,
mencakup
gangguan
elektrolit, iskemi, dan perlambatan konduksi di zona iskemi
miokard.11
f. Ekstrasistol ventrikel
Depolarisasi
prematur ventrikel sporadis terjadi pada
hampir semua pasien STEMI dan tidak memerlukan terapi.
Obat penyekat beta efektif dalam mencegah aktivitas
ektopik ventrikel pada pasien STEMI.11
g. Takikardia dan fibrilasi ventrikel
Takikardi dan fibrilasi ventrikel dapat terjadi tanpa bahaya
aritmia sebelumnya dalam 24 jam pertama
h. Fibrilasi atrium
i. Aritmia supraventrikular
j. Asistol ventrikel
k. Bradiaritmia dan Blok
l. Komplikasi Mekanik
Ruptur muskulus papilaris, ruptur septum ventrikel, ruptur
dinding ventrikel.11
B. Asuhan Keperawatan pada Infark Miokard Akut
1. Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan infark miokardium akut
merupakan
salah
satu
aspek
penting
dalam
proses
keperawatan. Hal ini penting untuk merencanakan tindakan
14
selanjutnya. Perawat mengumpulkan data dasar informasi
status
terkini
kardiovaskuler
klien
mengenai
sebagai
prioritas
pengkajian
sistem
pengkajian/pengkajian
sistematis pasien mencakup riwayat yang berhubungan
dengan gambaran gejala berupa nyeri dada, sulit bernapas
(dispnea), palpitasi, pingsan (sinkop), dan keringat dingin
(diaphoresis). Masing masing gejala harus dievaluasi waktu
dan
durasinya
serta
faktor
yang
mencetuskan
dan
meringankan
a. Anamnesis
Anamnesis penyakit ini terdiri dari keluhan utama, riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, dan kondisi
psikologis klien.
b. Keluhan Utama
Keluhan
utama
biasanya
nyeri
dada,
perasaan
sulit
bernapas, dan pingsan.
c. Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian pasien yang mendukung keluhan utama dengan
melakukan serangkaian pertanyaan tentang nyeri dada
klien secara PQRST adalah sebagai berikut:
1) Provoking incident
Nyeri setelah beraktivitas dan tidak berkurang dengan
istirahat dan setelah diberikan nitrogliserin.
2) Quality of pain
15

Seperti
apa
rasa
nyeri
yang
dirasakan
atau
digambarkan klien

Sifat keluhan nyeri seperti tertekan
3) Region, radiation, relief
Lokasi nyeri di daerah substernal atau nyeri di atas
pericardium. Penyebaran dapat meluas di dada.
4) Severity (scale) of pain
Klien bisa ditanya dengan menggunakan rentang 0-5
dan klien akan menilai seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan. Biasanya pada saat angina skala nyeri
berkisar antara 4-5 skala (0-5)
5) Time
Sifat mula timbulnya (onset), gejala timbul mendadak.
Lama timbulnya (durasi) nyeri dada dikeluhkan lebih
dari 15 menit. Nyeri oleh infark miokardium dapat
timbul pada waktu istirahat, biasanya lebih parah dan
berlangsung lebih lama. Gejala-gejala yang menyertai
infark
miokardium
meliputi
ansietas dan pingsan.
d. Riwayat penyakit dahulu
16
dispnea,
berkeringat,
Pengkajian
riwayat
dahulu
yang
mendukung
dengan
mengkaji apakah sebelumnya klien pernah menderita nyeri
dada, darah tinggi, DM, dan hiperlipidemia. Tanyakan
mengenai obat-obat yang biasa diminum oleh klien pada
masa lalu yang masih relevan. Obat-obat ini meliputi
antiangina nitrat dan penghambat beta serta obat-obat
antihipertensi. Catat adanya efek sampingyang terjadi di
masa lalu. Tanyakan juga mengenai alergi obat dan catat
reaksi apa yang timbul. Sering kali klien tidak bisa
membedakan antara reaksi dengan efek samping obat.
e. Riwayat Keluarga
Perawat
menanyakan
tentang
penyakit
yang
pernah
dialami oleh keluarga serta bila ada anggota keluarga yang
meninggal, maka penyebab kematian juga ditanyakan.
Penyakit jantung iskemik pada orang tua yang timbulnya
pada usia muda merupakan faktor resiko utama untuk
penyakit jantung iskemik pada keturunannya.
f. Riwayat Pekerjaan dan kebiasaan
Perawat
menanyakan
lingkungannya.
menanyakan
situasi
Kebiasaan
kebiasaan
pola
tempat
sosial
hidup,
bekerja
dan
ditanya
dengan
misalnya
minum
alkohol atau obat tertentu. Kebiasaan merokok sudah
berapa lama, berapa batang per hari dan jenis rokok. Di
samping pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas, maka
data biografi juga merupakan data yang perlu diketahui,
yaitu: nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal, suku, dan
agama yang dianut oleh klien.
17
Dalam mengajukan pertanyaan kepada klien, hendaknya
diperhatikan kondisi klien. Bila klien dalam keadaan kritis
maka
pertanyaan
yang
diajukan
bukan
pertanyaan
terbuka, tertapi pertanyaan tertutup yang jawabannya
adalah “ya” atau “tidak” pertanyaan yang dapat dijawab
dengan
gerak
tubuh,
yaitu
mengangguk
atau
menggelengkan kepala saja, sehingga tidak memerlukan
energy yang besar.
g. Psikologis
Adanya keluhan nyeri dada yang sangat hebat dan sesak
napas akan memberikan dampak psikologis yang negative
pada klien. Klien infark miokardium akut dengan nyeri akan
mengalami
kecemasan
berat
sampai
ketakutan
akan
kematian. Pening bagi perawat untuk memahami adanya
kecemasan yang berat yang dapat memberikan respon
patologis sehingga menyebabkan terjadinya serangkaian
mekanisme pengeluaran hormone. Berdasarkan konsep
psikoneuro imunologi, stress merupakan stressor yang
dapat menurunkan sistem imunitas tubuh. Hal ini terjadi
melalui serangkaian aksi yang diperantai oleh HPA-axis
(hipotalamus,
pituitary,
dan
adrenal).
Stress
akan
merangsang hipotalamus untuk meningkatkan produksi
CRF (corticotrophin releasing factors). CRF ini selanjutnya
akan
merangsang
meningkatkan
kelenjar
produksi
pituitary
ACTH
(adeno
anterior
untuk
corticotrophin
hormones). Hormon ini yang akan merangsang korteks
adrenal untuk meningkatkan sekresi kortisol. Kortisol inilah
yang akan menekan sistem imun tubuh. (Guyton dan Hall,
1996)
18
Kecemasan juga akan menstimulasi respon saraf simpatis
untuk menjawab respon fight or flight dengan upaya
peningkatan denyut jantung dan tekanan darah dengan
manifestasi
terjadinya
vasokontriksi
pembuluh
darah.
Vasokontriksi, peningkatan denyut jantung dan tekanan
darah
akan
memperberat
meningkatkan
konsumsi
beban
jantung
serta
miokardium,
sehingga
dapat
memperberat kondisi iskemia dan akan memperluas area
infark pada miokardium. Saat ini, perawat perlu mengkaji
mekanisme koping yang digunakan klien dan berupaya
untuk membantu alternative koping yang positif untuk
diterima klien.
h. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik klien terdiri atas keadaan umum dan B1B6.
i. Keadaan umum
Pada pemeriksaan umum klien IMA biasanya didapatkan
kesadaran baik atau compos mentis dan akan berubah
sesuai tingkat gangguan yang melibatkan perfusi sistem
saraf pusat.
1) B1 (Breathing)
Terlihat
sesak,
frekuensi
napas
melebihi
normal,
keluhan napas seperti tercekik. Biasanya juga terdapat
dispnea
kardia.
Sesak
napas
ini
terjadi
akibat
pengerahan tenaga dan disebabkan oleh kenaikan
tekanan
akhir
diastolic
19
dari
ventrikel
kiri
yang
meningkatkan tekanan vena pulmonalis. Hal ini terjadi
karena terdapat kegagalan peningkatan curah darah
ventrikel kiri pada waktu melakukan kegiatan fisik.
Dispnea kardia dapat timbul pada waktu beristirahat
bila keadaanya sudah parah.
2) B2 (Bleeding)
Pemeriksaan B2 yang dilakukan dapat melalui teknik
inspeksi, palpasi dan auskultasi.

Inspeksi
: adanya jaringan parut

Palpasi
: denyut nadi perifer melemah. Thrill
pada
IMA
tanpa
komplikasi
biasanya
tidak
didapatkan.

Auskultasi : tekanan darah biasanya menurun akibat
penurunan
volume
sekuncup
pada
IMA.
Bunyi
jantung tambahan akibat kelainan katup biasanya
tidak didapatkan pada IMA tanpa komplikasi.

Perkusi
: tidak ada pergeseran batas jantung
3) B3 (Brain)
Kesadaran biasanya CM, tidak didapatkan sianosis
perifer. Pengkajian objektif klien berupa adanya wajah
20
meringis, perubahan postur tubuh, menangis, merintih,
merengang, dan menggeliat.
4) B4 (Bladder)
Pengukuran
volume
keluaran
urine
berhubungan
dengan asupan cairan oleh karena itu perawat perlu
memantau adanya oliguria pada klien IMA karena
merupakan tanda awal dari syok kardiogenik.
5) B5 (Bowel)
Kaji pola makan klien apakah sebelumnya terdapat
peningkatan konsumsi garam dan lemak. Adanya nyeri
akan memberikan respons mual dan muntah. Palpasi
abdomen
didapatkan
nyeri
tekan
pada
keempat
kuadran. Penurunan peristaltik usus merupakan tanda
kardial pada IMA.
6) B6 (Bone)
Hasil yang biasanya terdapat pada pemeriksaan B6
adalah sebagai berikut:

Aktivitas dan gejala, kelemahan, kelelahan, tidak
dapat tidur, gerak statis, dan jadwal olahraga tidak
teratur.

Tanda
:
takikardi,
dispnea
pada
saat
istirahat/aktivitas, dan kesulitan melakukan tugas
perawatan diri.
2. Diagnosa Keperawatan
21
Berdasarkan
patofisiologi dan data di atas, diagnosis
keperawatan utama untuk klien tersebut mencakup hal-hal
sebagai berikut:
a. Nyeri yang berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai
darah dan oksigen dengan kebutuhan miokardium akibat
gangguan
sekunder
dari
penurunan
suplai
darah
ke
miokardium dan peningkatan asam laktat.
b. Actual/resiko tinggi menurunnya curah jantung yang
berhubungan dengan perubahan frekuensi atau irama
konduksi elektrikal
c. Actual/resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan
dengan pengembangan paru tidak optimal, kelebihan
cairan di paru sekunder dan edema paru akut
d. Actual/resiko
berhubungan
tinggi
gangguan
dengan
perfusi
penghentian
perifer
aliran
yang
darah,
vasokontriksi, hipovolemia
e. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan penurunan
perfusi perifer sekunder dari ketidakseimbangan antara
suplai oksigen miokardium dengan kebutuhan
f. Cemas
yang
berhubungan
dengan
rasa
takut
akan
kematian, ancaman, atau perubahan kesehatan
g. Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan
prognosis penyakit, gambaran diri yang salah, serta
perubahan peran
22
h. Resiko ketidakpatuhan terhadap aturan terapeutik yang
berhubungan dengan tidak mau menerima perubahan pola
hidup yang sesuai
(Wilkinson, 2011)
3. Rencana Keperawatan
N
O
1
Diagnosa
Keperawatan
Nyeri
yang
berhubungan
dengan
ketidak
seimbangan
suplai darah dan oksigen
dengan
kebutuhan
miokardium
akibat
gangguan sekunder dari
penurunan suplai darah
ke miokardium dan
peningkatan asam laktat
Tujuan dan
Kriteria Hasil
Dalam waktu
2x24
jam
terdapat
penurunan
respon
nyeri
dada,
dengan
kriteria hasil:
a. Secara
subjektif
klien
mengatakan
penurunan
rasa
nyeri
dada
b. Secara
objektif
didapatkan
tanda vital
dalam batas
normal
c. Wajah
terlihat
rileks
d. Tidak terjadi
penurunan
perfusi
perifer
e. Produksi
urin > 600
ml/hari
23
Intervensi
Rasional
Catat
karakteristik
nyeri,
lokasi,
intensitas,
lamanya
dan penyebaran
Variasi penampilan dan
perilaku klien karena
nyeri
yang
terjadi
dianggap
sebagai
pengkajian awal
Anjurkan klien untuk Nyeri
berat
melaporkan
nyeri menyebabkan
dengan segera
kardiogenik
berdampak
kematian
mendadak
dapat
syok
yang
pada
yang
Lakukan menejemen
nyeri keperawatan :
1. Atur
posisi
fisiologis
1. Posisi
fisiologis
akan
meningkatkan
asupan
oksigen
kerajinan
yang
mengalami
iskemia
2. Istirahatkan klien
2. Istrahat
akan
menurunkan
kebutuhan oksigen
jari
perifer
sehingga
akan
menurunkan
kebutuhan
miokardium dan
akan
meningkatkan
suplai darah dan
oksigen
ke
miokardium yang
membutuhkan O2
untuk menurunkan
iskemia
24
3. Berikan
O2
tambahkan
dengan
kanula
nasal atau masker
sesuai
dengan
indikasi
3. Meningkatkan
jumlah O2 yang
ada
untuk
pemakaian
miokardium
sekaligus
mengurangi
ketidaknyamanan
sekunder terhadap
iskemia
4. Menejemen
lingkungan
:
lingkungan
tenang dan batasi
pengunjung
4. Menurunkan
stimulasi nyeri dan
pembatasan
penunjang
akan
meningkatkan
kondisi
oksigen
diruangan
5. Ajarkan
teknik
relaksasi
pernapasan dalam
pada saat nyeri
5. Meningkatkan
asupan
oksigen
sehingga
akan
menurunkan nyeri
akibat
sekunder
dan
iskemia
jaringan
6. Ajarkan
teknik
distraksi pada saat
nyeri
6. Distraksi
(pengalihan nyeri)
dapat menurunkan
stimulus internal
melalui
mekanisme
peningkatan
produksi
endorphin
dan
enkefalin
yang
dapat
memblok
reseptor
nyeri
sehingga
nyeri
tidak dikirim ke
korteks selebri dan
selanjutnya akan
menurunkan
persepsi nyeri
Lakukan
sentuhan
25
menejemen Dukungan psikologis
dapat
menurunkan
nyeri. Masase ringan
dapat
meningkatkan
aliran
darah
dan
dengan
otomatis
membantu suplai darah
dan O2 karena nyeri
dan
menurunkan
sensasi nyeri
Kolaborasi pemberian
terapi
farmakologi
antara lain :
1. Nitrogliserin
(antiangina)
1. Untuk
meningkatkan
aliran darah baik
dengan menambah
suplai oksigen atau
dengan
mengurangi
kebutuhan oksigen
2. Analgesic
(morphin 2,5 mg
IV)
2. Untuk
kontrol
nyeri dengan efek
vasodilatasi
coroner
3. Penghambatan
beta : atenolol,
tonomin, pindalol,
propenolol
3. Menurunkan nyeri
hebat
dan
mengurangi kerja
miokardium
4. Penghambatan
caverapamil,
diltiazem
4. Mengurangi
denyut jantung dan
kontraktilitas
miokardium,
menurunkan
penurunan oksigen
dengan demikian
juga
meredakan
nyeri angina
Kolaborasi
pemberian
terapi
farmakologis
anti
koangulan: heparin
Kolaborasi
pemberian terapi non
farmakologi
1. PTCA (angioplasty
coroner
transluminal
perkutan)
1.
Menurunkan
kontraktilitas jantung
dan beban kerja
jantung,
sehingga
akan
mengurangi
keperluan
jentung
akan
oksigen.
Mengendalikan
angina
varian
dengan
merelaksasikan arteri
coroner dan dalam
merendakan angina
klasik
dengan
mengurangi
kebutuhan oksigen.
Menghambat
pembentukan bekuan
darah
sehingga
membantu
mempertahankan
integliritas jantung
Dilakukan apabila
tindakan
farmakologis tidak
menunjukan
perbaikan
atau
penurunan nyeri
Memperbaiki aliran
darah arteri coroner
dengan
menghancurkan
plak atau atheroma
yang
telah
tertimbun
dan
mengganggu aliran
darah kejantung
2. CABG (conorary 2. Meningkatkan
artery
bypass
asupan suplai darah
greft)
ke
miokardium
dengan mengganti
alur pintas
26
No
Diagnosa keperawatan
2.
Actual/resiko tinggi
menurunnya curah
jantung yang
berhubungan dengan
perubahan frekuensi,
irama, konduksi,
alektrikal
Tujuan dan
kriteria hasil
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 2x24
jam,
diharapkan
tidak terjadi
penurunan
curah jantung.
Dengan
kriteria hasil :
a. Hemodinamika stabil
b. Tekanan
darah
dalam batas
normal
c. Curah
jantung
kembali
meningkat
d. asupan dan
output
sesuai
e. irama
menunjukkan tandatanda
disritmia
f. produksi
urine >600
ml/hari
27
Intervensi
1. Ukur tekanan
darah dan
bandingkan
tekanan darah
kedua lengan.
Ukur dalam
keadaan
duduk,berbaring
dan berdiri bila
memungkinkan
Rasional
1. Hipotensi dapat
terjadi akibat
disfungsi ventrikel.
Hipertensi juga
factor yang
berhubungan
dengan nyeri cemas
yang
mengakibatkan
terjadinya terjadi
pengeluaran
ketokolamin
2. Evaluasi kualitas
2. Penurunan curah
dan kesamaan nadi
jantung
mengakibatkan
menurunya
kekuatan nadi
3. Auskultasi dan
catat terjadinya
bunyi jantung S3
dan S4
3. S3 sehubungan
dengan gagal
jantung kris atau
mitral yang disertai
infark berat.s4
berhubungan
dengan iskemia,
kekakuan ventrikel
atau hipotensi
pulmonal.
4. Auskultasi dan
catat adanya
murmur
4. Menunjukan
gangguan aliran
darah dalam jantung
akibat kelainan
katup, kerusakan
septum, atau vibrasi
otak papilaris
5. Pantau frekuensi
dan irama jantung
5. Perubahan frekuensi
dan irama jantung
dapat menunjukan
adanya komplikasi
disritmia
6. Berikan makanan
dengan posisi
sedikit tapi sering
dan mudah
dikunyah dan
batasi asupan
kafein.
6. Makan dengan
posisi besar dapat
meningkatkan kerja
miokardium. Kafein
dapat merangsang
langsung pada
jantung sehingga
meningkatkan
frekuensi jantung
Kolaborasi
Kolaborasi
7. Pertahankan jalur
7. Jalur yang paten
IV pemberian
penting untuk
heparin sesuai
pemberian obat
indikasi
darurat
Pantau data
laboratorium
enzim jantung,
AGD dan elektrolit
8. Pantau data
8. Enzim dapat
laboratorium
digunakan untuk
enzim jantung,
memantau perluasan
AGD dan elektrolit
infark, perubahan
elektrolit
berpengaruh
terhadap irama
jantung.
No
Diagnosa keperawatan
3.
Aktual/resiko tinggi
Tujuan dan
kriteria hasil
Setelah
Intervensi
Rasional
1. Auskultasi bunyi 1. Indikasi edema
28
ketidakefktifan pola
nafas yang
berhubungan
dengan
pengembangan
paru tidak optimal,
kelebihan cairan
dalam paru akibat
sekunder dari
edema paru akut
dilakukan
napas (Krekles)
paru sekunder
tindakan
akibat
keperawata
dekompensasi
n selama
jantung
3x24 jam
diharapkan
2. Kaji adanya
tidak terjadi
edema
2. Untuk
perubahan
mengetahui
pola napas
adanya gagal
yang buruk.
jantung
Dengan
kongestif/kelebih
kriteria
an volume cairan
hasil:
a. Klien tidak
sesak
3. Penurunan curah
napas
3. Ukur intake dan
jantung
output
mengakibatkan
b. RR normal
penurunan
(16-20 x /
perfusi ginjal,
menit)
retensi natrium
atau air, dan
c. Repons
penurunan
batuk
keluaran urine
berkurang
4. Timbang berat
badan
4. Perubahan tibatiba berat badan
menunjukkan
gangguan
keseimbangan
cairan
5. Memenuhi
kebutuhan cairan
tubuh orang
29
5. Pertahankan
pemasukkan
total cairan
2000 ml/24 jam
dalam toleransi
kardiovaskuler
Kolaborasi
6. Berikan diet
tanpa garam
dewasa, tetapi
memerlukan
pembatasan
dengan adanya
dekompensasi
jantung
Kolaborasi
6. Natrium
meningkatkan
retensi cairan
meningkatkan
volume plasma
yang berdampak
terhadap
peningkatan
beban kerja
jantung sehingga
akan
meningkatkan
kebutuhan
miokardium
7. Diuretik
bertujuan untuk
menurunkan
volume plasma
dan menurunkan
retensi cairan di
jaringan.
Sehingga
menurunkan
resiko terjadinya
edema paru.
30
7. Berikan diuretic 8. Hipokalemia
misalnya
dapat membatasi
furosemide,
keefektifan
spirinolakton
terapi.
dan
hidronolakton
8. Pantau data
laboratorium
elektrolit kalium
No
4
Diagnosa
Keperawatan
Actual/resiko tinggi
gangguan perfusi perifer
yang b/d menurunya
curah jantung
Tujuan
Intervensi
Rasional
Kriteria hasil
Setelah
1. Auskultasi TD
1. Hipotensi dapat
dilakukan
bandingkan kedua
terjadi sampai
tindakan
lengan ukur dalam
dengan disfungsi
keperawatan
keadaan berbaring,
ventrikel.hipertensi
selama 2x24
duduk, atau berdiri
juga merupakan
jam maka
bila memungkinfenomena umum
perfusi perifer
kan.
yang berhubungan
meningkat
dengan nyeri cemas
karena pengeluaran
katekolamin.
2. Kaji status mental
klien secara
teratur.
31
2. Mengetahui derajat
hipoksia pada otak
3. Kaji warna kulit,
3. Mengetahui derajat
suhu, sianosis, nadi
hipoksemia dan
perifer,diaforesis
peningkatan tahanan
secara teratur.
perifer.
4. Kaji kualitas
peristaltic, jika
perlu pasang
sonde.
4. Mengetahui
pengaruh hipoksia
terhadap fungsi
saluran cerna serta
dampak penurunan
elektrolit.
5. Kaji adanya
kongesti hepar
pada abdomen
kanan atas.
5. Sebagai dampak
gagal jantung kanan
jika berat akan
ditemukan adanya
tanda kongesti.
6. Pantau urine
output.
7. Catat adanya
keluhan pusing.
8. Catat murmur.
6. Penurunan curah
jantung
mengakibatkan
menurunya produksi
urine pemantauan
yang ketat pada
produksi urine < 600
ml/hari merupakan
tanda-tanda terjadi
syok kardiogenik.
7. Keluhan pusing
merupakan
manifestasi
penurunan suplai
darah kejaringan
otak yang parah.
8. Menunjukan
gangguan aliran
darah dalam jantung
( kelainan
katup,kerusakan
septum atau vibrasi
otot papilar).
9. Perubahan frekuensi
32
9. Pantau frekuensi
jantung adanya
irama.
10. Berikan makanan
kecil/mudah
dikunya batasi
asupan kafein.
11. Pertahankan cara
masuk heparin
(IV) sesuai
indikasi.
No
5.
Diagnosa keperawatan
Intoleran aktivitas yang
berhubungan
dengan
penurunan
perifer
sekunder
dan
ketidakseimbangan
antara suplai oksigen
miokardium
dengan
kebutuhan
dan irama jantung
menunjukan
konflikasi disritmia
10. Makan besar dapat
meningkatkan kerja
miokardium. Kafein
dapat mrangsang
langsung kejantung
menunjukan
komplikasi
disritmia.
11. Jalur yang paten
penting untuk
pemberian obat
darurat.
Tujuan dan
Intervensi
Rasional
kriteria hasil
Setelah
1. Catat
frekuensi 1. Respon
klien
dilakukan
jantung,irama,dan
terhadap
aktivitas
tindakan
perubahan tekanan
dapat mengindikasi
keperawatan
darah selama dan
penurunan oksigen
selama 2x24
sesudah aktivitas
miokardium
jam
maka
aktivitas klien 2. Tingkatkan
2. Menurunkan kerja
mengalami
istirahat
batasi
miokardium/konsum
peningkatan
aktivitas
dan
si oksigen
dengan ktiteria
berikan aktivitas
hasil:
senggang
yang
tidak berat
 Klien tidak
mengeluh
untuk 3. Dengan mengejan
pusing dan 3. Anjurkan
menghindari
dapat mengakbatkan
aktivitas
peningkatan
bradikardi,
terpenuhi
tekanan
abdomen
menurunkan curah
 Alat
dan
misalnya mengejan
jantung
dan
sarana
saat
defekasi
takikardia,serta
untuk
peningkatan TD
memenuhi
aktivitas
33
tersedia dan 4. Jelaskan
pola 4. Aktivitas yang maju
mudah
peningkatan
memberikan kontrol
klien
terhadap
tingkat
jantung
,
jangkau
aktivitas. Contoh:
meningkatkan
bangun dari kursi,
regangan
dan
bila tidak ada
mencegah aktivitas
nyeri, ambulasi ,
yang berlebihan
dan
istirahat
selama
1
jam
setelah makan
5. Meningkatkan
5. Rujuk ke program
jumlah oksigen yang
rehabilitasi jantung
ada
untuk
pemakaian
miokardium
sekaligus
mengurangi
ketidaknyamanan
karena iskemia
No
6
Diagnosa keperawatan
Cemas
yang
berhubungan dengan rasa
takut akan kematian,
ancaman atau perubahan
kesehatan
Tujuan dan
Intervensi
Rasional
kriteria hasil
Setelah
1. Bantu
klien 1. Cemas
dilakukan
mengekspresikan
berkelanjuatan
tindakan
perasaan
memberikan
keperawatan
marah,kehilangan
dampak
serangan
dalam waktu
dan takut
jantung,
yang
1x24
jam
berkelanjutan
kecemasan
klien
2. Kaji tanda verbal 2. Reaksi verbal dan
berkurang
serta
damping
non verbal dapat
dengan ktiteria
klien dan lakukan
menunjukan
rasa
hasil:
tindakan
bila
agitasi(kegelisahan)
a. Klien
menunjukan
marah
mengatakan
perilaku merusak
kecemasan
sudah
3. Hindari
3. Konfrontasi dapat
berkurang
konfrontasi
meningkatkan rasa
b. Klien dapat
marah, menurunkan
mengidentif
kerjasama,
dan
ikasi
mungkin
34
penyebab
memperlambat
kecemasan
penyembuhan
nya
c. Klien
4. Mulai melakukan 4. Mengurangi
mampu
tindakan
untuk
rangsangan
koperatif
mengurangi
eksternal yang tidak
terhadap
kecemasan , beri
perlu
tindakan
lingkungan yang
d. wajah klien
tenang dan suasana
terlihat
penuh istirahat
lebih rileks
sensasi
5. Tingkatkan kontrol 5. Kontrol
klien(dalam
sensasi klien
menurunkan
ketakutan)dengan
cara
memberikan
informasi mengenai
keadaan
klien
menekan
pada
penghargaan
terhadap
sumbersumber
koping
(pertahanan
diri)
yang
positif,
membantu latihan
relaksasi dan teknik
penglihan,
serta
memberikan respons
balik yang positif
6. Orientasikan klien 6. Orientasi
terhadap prosedur
menurunkan
rutin dan aktivitas
kecemasan
yang diharapkan
dapat
7. Beri kesempatan 7. Dapat
kepada klien untuk
menghilangkan
mengungkapkan
ketergantungan
kecemasanya
terhadap
kekhawatiran yang
tidak diekspresikan
8. Berikan
privasi 8. Memberi
waktu
untuk klien dan
untuk
orang
yang
mengekspresikan
terdekat
perasaan,
35
menghilangkan
cemas dan perilaku
adaptasi.adanya
keluarga,teman
teman yang dipilih
klien
untuk
melayani
aktifitas
dan
pengalihan(misalnya
membaca)akan
menurunkan
perasaan terisolasi
9. Kolaborasi:berikan 9. Meningkatkan
obat anti cemas
relaksasi
sesuai
dengan
menurunkan
indikasi misalnya
kecemasan
diazepam
36
dan
BAB III
KESIMPULAN
Infark miokardium adalah proses rusaknya jaringan jantung
karena adanya penyempitan atau sumbatan pada arteri koroner
sehingga
suplai
darah
pada
jantung
berkurang
yang
menimbulkan nyeri yang hebat pada dada. Serangan jantung
biasanya terjadi jika suatu sumbatan pada arteri koroner
37
menyebabkan terbatasnya atau terputusnya aliran darah ke
suatu bagian dari jantung. Jika terputusnya atau berkurangnya
aliran darah ini berlangsung lebih dari beberapa menit, maka
jaringan jantung akan mati. Keluhan yang khas ialah nyeri dada
substernal, seperti diremas-remas, ditekan, ditusuk, panas, atau
ditindih barang berat.
DAFTAR PUSTAKA
38
Jurnal Farissa, Inne Pratiwi. 2012. Komplikasi Pada Pasien Infark Miokard Akut
ST-Elevasi (STEMI) yang mendapat Maupun Tidak Mendapat Terapi
Reperfusi. Semarang: FK UNDIP
1. * Robbins SL, Cotran RS, Kumar V. Buku Ajar Patologi Robbins. Jakarta:
EGC; 2007.
2. Tim Penyusun. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga Jilid Pertama.
Jakarta: Media Aesculapius FKUI; 2001.
6. Erhardt L, Herlitz J, Bossaert L. Task force on the management of chest
pain. Eur Heart J. 2002; 23 (15) : 1153-76.
7. Antman EM, Hand M, Armstrong PW, Bates ER, Green LA, Hochman JS,
et al. Focused update of the ACC/AHA 2004 guidelines for the
management of patients with ST-elevation myocardial infarction: a report
of the American College of Cardiology/American Heart Association Task
Force on Practice Guidelines: developed in collaboration with the
Canadian Cardiovascular Society, endorsed by the American Academy of
Family Physicians: 2007 Writing Group to Review New Evidence and
Update the ACC/AHA 2004 Guidelines for the Management of Patients
With ST-Elevation Myocardial Infarction, writing on behalf of the 2004
Writing Committee. J Am Coll Cardiol. 2008;51:210–247.
8. Werf FV, Bax J, Betriu A, Crea F, Falk V, Fox K, et al. Management of
acute myocardial infarction in patients presenting with persistent STsegment elevation: 69 the Task Force on the Management of ST-Segment
Elevation Acute Myocardial Infarction of the European Society of
Cardiology. Eur Heart J 2008;29:2909–2945.
9. Fesmire FM, Brady WJ, Hahn S, et al. Clinical policy: indications for
reperfusion therapy in emergency department patients with suspected acute
myocardial infarction. American College of Emergency Physicians
Clinical Policies Subcommittee (Writing Committee) on Reperfusion
Therapy in Emergency Department Patients with Suspected Acute
Myocardial Infarction. Ann Emerg Med. 2006;48:358–383.
11. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2010.
12. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC; 2007.
39
13. Santoso M, Setiawan T. Penyakit Jantung Koroner. Cermin Dunia
Kedokteran.2005;147:6-9.
16. Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, Loscalzo.
17
Edition Harrison’s Principles of Internal Medicine. New South Wales :
McGraw Hill; 2010.
Jurnal Oktarina, Rosi. Karani, Yertizal. Edward, Zulkarnain. 2013. Hubungan
Kadar Glukosa Darah Saat Masuk Rumah Sakit Dengan Lama Hari
Rawat Pasien Sindrom Koroner Akut (SKA) Di RSUP Dr. M. Djamil
Padang. Padang: FK UNAND.
9. Birhasani, 2010. Kadar D-Dimer Plasma pada Penderita Sindrom Koroner
Akut dengan Derajat Stenosis Berbeda. Tesis, Universitas Diponegoro
Semarang.
16. Suryanti, Enny, 2010. Perbedaan Rerata Kadar Kolesterol antara Penderita
Angina Pektoris Tidak Stabil, Infark Miokard Tanpa ST Elevasi, dan Infark
Miokard Dengan ST Elevasi pada Serangan Akut. Surakarta. Skripsi, FK
Universitas Muhamadiyah Surakarta.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar: Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika
Muttaqin, Arif. 2009. Buku Ajar: Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskuler & Hematologi. Jakarta: Salemba Medika
Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. 2007. Patofisiologi: Konsep Klinis Prosesproses Penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis
NANDA, Intervensi NIC, kriteria hasil NOC. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
40
PATHWAY INFARK MIOKARD AKUT
41
Download