MAKALAH 1.Akbar Tumenggung 2.Dewi Priyanti Pilok 3.Ferdiyanto Ibrahim 4.Hariyanti Safitri 5.Londrawati Ibrahim 6.Mitra Prasetyawati Biliu 7.Muchlis Biki 8.Murtin Ismail 9.Nur Avni Manan 10. Nuriyeng Pakaya 11. Rahmawati Tolinggi 12. Silvana Daud 13. Sitti Maimun Daiponta 14. Sri Wahyuni Badjuka 15. Windawaty Humola KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil ‘alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat kepada Allah SWT. Karena dengan izin dan kuasa-Nyalah makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini berjudul “Kegawatdaruratan Gangguan Sistem Kardiovaskuler: Infark Miokard Akut” yaitu mengenai konsep dasar, patofisiologi beserta asuhan keperawatan mengenai gangguan pada sistem kardiovaskuler dengan Infark miokard akut. Semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi kita semua baik kami yang telah menyusun tugas ini, dan bermanfaat pula kepada pembaca makalah ini. 1 Dalam penulisan makalah ini penulis banyak menemukan kesulitan, akan tetapi dengan adanya ketekunan dan kesabaran akhirnya tugas ini dapat penulis selesaikan. Gorontalo, 19 November 2014 Kelompok 1 DAFTAR ISI Namelist Of Group 1......................................................................................... 1 KATA PENGANTAR....................................................................................... 2 DAFTAR ISI..................................................................................................... 3 BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 4 A. Latar Belakang...................................................................................... B. Tujuan................................................................................................... 4 4 BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 5 A. Konsep Medik Infark Miokard Akut..................................................... 5 2 B. Asuhan Keperawatan pada Infark Miokard Akut................................. 12 BAB III KESIMPULAN................................................................................... 30 DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 31 Pathway Gagal Ginjal Akut.............................................................................. 34 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infark miokard akut (IMA) atau yang lebih dikenal dengan serangan jantung adalah suatu keadaan dimana suplai darah pada suatu bagian jantung terhenti sehingga sel otot jantung mengalami kematian.1* 3 Infark miokard sangat mencemaskan karena sering berupa serangan mendadak, umumnya pada pria usia 35-55 tahun, tanpa ada keluhan sebelumnya.2 Sindrom koroner akut (SKA) merupakan salah satu manifestasi dari kelainan arteri koroner yang masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia. Sindrom koroner akut lebih lanjut diklasifikasikan menjadi Unstable Angina (UA), (STEMI) dan (NSTEMI). ST-segment Elevation Myocardial Infarct Non ST-segment Elevation Myocardial Infarct IMA tipe STEMI sering menyebabkan kematian mendadak, sehingga merupakan suatu kegawatdaruratan yang membutuhkan tindakan medis secepatnya.6 Menurut Data Statistik American Heart Association (AHA) 2008, pada tahun 2005 jumlah penderita yang menjalani perawatan medis di Amerika Serikat akibat SKA hampir mencapai 1,5 juta orang dengan 1,1 juta orang (80%) menunjukkan kasus Angina Pektoris Tidak Stabil (APTS) atau Infark Miokard Tanpa Elevasi ST (NSTEMI), sedangkan 20% kasus tercatat menderita Infark Miokard Dengan Elevasi ST (STEMI).16 Di Indonesia, berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007, Penyakit kardiovaskuler yang dalam hal ini penyakit jantung koroner (PJK), menjadi penyebab kematian terbanyak setelah stroke dan hipertensi.1 Hal ini mendukung hasil survei Departemen Kesehatan RI yang menunjukkan bahwa prevalensi Penyakit Jantung Koroner (PJK) di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. B. Tujuan 4 Untuk mengetahui konsep dasar, patofisiologi beserta asuhan keperawatan mengenai gangguan pada sistem kardiovaskuler dengan Infark Miokard Akut. BAB II PEMBAHASAN A. Konsep Medik IMA 1. Definisi Infark Miokard Akut (IMA) merupakan gangguan aliran darah ke jantung yang menyebabkan sel otot jantung mati. Aliran darah di pembuluh darah terhenti setelah terjadi sumbatan koroner akut, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluh darah di sekitarnya. Daerah otot di sekitarnya yang sama sekali tidak mendapat aliran darah atau alirannya sangat sedikit sehingga tidak dapat mempertahankan fungsi otot jantung, dikatakan mengalami infark.12 Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (ST Elevation Myocardial Infarct) merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri atas angina pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST.1* 2. Etiologi Infark miokard akut terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Trombus arteri 5 koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskuler, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid.11 Faktor risiko biologis infark miokard yang tidak dapat diubah yaitu usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga, sedangkan faktor risiko yang masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat memperlambat proses aterogenik, antara lain kadar toleransi serum glukosa, lipid, dan hipertensi, diet yang merokok, tinggi gangguan lemak jenuh, kolesterol, serta kalori.13 Setiap bentuk penyakit arteri koroner dapat menyebabkan IMA. Penelitian angiografi menunjukkan bahwa sebagian besar IMA disebabkan oleh trombosis arteri koroner. Gangguan pada plak aterosklerotik yang sudah ada (pembentukan fisura) merupakan suatu nidus untuk pembentukan trombus.1* Infark terjadi jika plak aterosklerotik mengalami fisur, ruptur, atau ulserasi, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. 11 Penelitian histologis menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika fibrous cap (lipid rich core).11 3. Manifestasi Klinis 6 tipis dan inti kaya lipid Gambaran klinis infark miokard umumnya berupa nyeri dada substernum yang terasa berat, menekan, seperti diremas-remas dan terkadang dijalarkan ke leher, rahang, epigastrium, bahu, atau lengan kiri, atau hanya rasa tidak enak di dada, berkeringat dingin, dan dispnea. IMA sering didahului oleh serangan angina pektoris pasien. Namun, nyeri pada IMA pada sekitar 50% biasanya berlangsung beberapa jam sampai hari, jarang ada hubungannya dengan aktivitas fisik dan biasanya tidak banyak berkurang dengan pemberian nitrogliserin, nadi biasanya cepat dan lemah, pasien juga sering mengalami diaforesis. Pada sebagian kecil pasien (20% sampai 30%) IMA tidak menimbulkan nyeri dada. Silent AMI ini terutama terjadi pada pasien dengan diabetes mellitus dan hipertensi serta pada pasien berusia lanjut.1*,11 4. Patofisiologi IMA (Infark Miokard Akut) terjadi ketika iskemia yang terjadi berlangsung cukup lama yaitu lebih dari 30-45 menit sehingga menyebabkan kerusakan seluler yang ireversibel. Bagian jantung yang terkena infark akan berhenti berkontraksi selamanya. Iskemia yang terjadi paling banyak disebabkan oleh penyakit Sindrom Arteri Koronaria (SKA). Pada penyakit ini terdapat materi lemak (plaque) yang telah terbentuk dalam beberapa tahun di dalam lumen arteri koronaria (arteri yang mensuplay darah dan oksigen pada jantung). Plaque dapat rupture sehingga menyebabkan terbentuknya bekuan darah pada permukaan plaque. Jika bekuan menjadi cukup besar, maka bisa menghambat aliran darah baik total maupun sebagian pada arteri koroner. Terbendungnya aliran darah menghambat darah yang kaya oksigen mencapai bagian otot jantung yang disuplai oleh arteri tersebut. Kurangnya oksigen akan merusak otot jantung. Jika sumbatan itu tidak ditangani dengan cepat, otot jantung ang rusak itu akan mulai mati. 7 Selain disebabkan oleh terbentuknya sumbatan oleh plaque ternyata infark juga bisa terjadi pada orang dengan arteri koroner normal (5%). Diasumsikan bahwa spasme arteri koroner berperan dalam beberapa kasus ini. Spasme yang terjadi bisa dipicu oleh beberapa hal antara lain: mengkonsumsi obat-obatan tertentu; stress emosional; merokok; dan paparan suhu dingin yang ekstrim. Spasme bisa terjadi pada pembuluh darah yang mengalami aterosklerotik sehingga bisa menimbulkan oklusi kritis sehingga bisa menimbulkan infark jika terlambat dalam penangananya. Letak infark ditentukan juga oleh letak sumbatan arteri koroner yang mensuplai darah ke jantung. Berdasarkan ketebalan dinding otot jantung yang terkena maka infark bisa dibedakan menjadi infark transmural dan subendokardial. Kerusakan pada seluruh lapisan miokardiom disebut infark transmural, sedangkan jika hanya mengenai lapisan bagian dalam saja disebut infark subendokardial. Infark miokardium akan mengurangi fungsi ventrikel karena otot yang nekrosis akan kehilangan daya konraksinya begitupun otot yang mengalami iskemi (disekeliling daerah infark). Secara fungsional infark miokardium menyebabkan perubahan-perubahan sebagai berikut: Daya kontraksi menurun Gerakan dinding abnormal (daerah yang terkena infark akan menonjol keluar saat yang lain melakukan kontraksi) Perubahan daya kembang dinding ventrikel Penurunan volume sekuncup. Penurunan fraksi ejeksi Gangguan fungsional yang terjadi tergantung pada beberapa factor dibawah ini: 8 Ukuran infark,jika mencapai 40% bisa menyebabkan syok kardiogenik Lokasi Infark dinding anterior mengurangi fungsi mekanik jantung lebih besar dibandingkan jika terjadi pada bagian inferior. Sirkulasi kolateral berkembang sebagai respon terhadap iskemi kronik dan hiperferfusi regional untuk memperbaiki aliran darah yang menuju miokardium. Sehingga semakin banyak sirkulasi kolateral, maka gangguan yang terjadi minimal. Mekanisme kompensasi bertujuan untuk mempertahankan curah jantung dan perfusi perifer. Gangguan akan mulai terasa ketika mekanisme kompensasi jantung tidak berfungsi dengan baik. (Price, 2007) 5. Klasifikasi IMA Infark Miokard Akut diklasifikasikan berdasar EKG 12 sandapan menjadi: - Infark miokard akut ST-elevasi (STEMI) : oklusi total dari arteri koroner yang menyebabkan area infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan miokardium, yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST pada EKG. - Infark miokard akut non sebagian dari arteri ST-elevasi (NSTEMI) : oklusi koroner tanpa melibatkan seluruh ketebalan miokardium, sehingga tidak ada elevasi segmen ST pada EKG 6. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sebagai bagian dalam tatalaksana. Pemeriksaan petanda kerusakan jantung 9 yang dianjurkan adalah creatinin kinase (CK) MB dan cardiac specific troponin (cTn) T atau cTn I, yang dilakukan secara serial. Peningkatan nilai enzim diatas dua kali nilai batas atas normal menunjukkan adanya nekrosis jantung. 11 Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu mioglobin, Lactic dehydrogenase (LDH) Reaksi non leukositosis spesifik terhadap polimorfonuklear injuri yang miokard dapat adalah terjadi dalam beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari. Leukosit dapat mencapai 12.000-15.000/ul.11 Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai IMA, dalam waktu 10 menit sejak kedatangan di IGD sebagai landasan dalam menentukan keputusan terapi reperfusi. Jika pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik untuk IMA tetapi pasien tetap simptomatik dan terdapat kecurigaan kuat IMA, EKG serian dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sandapan secara kontinyu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST. EKG sisi kanan harus diambil pada pasien dengan STEMI inferior, untuk mendeteksi kemungkinan infark ventrikel kanan.11 7. Penatalaksanaan Oklusi total arteri koroner pada STEMI memerlukan tindakan segera yaitu tindakan reperfusi, berupa terapi fibrinolitik maupun Percutaneous Coronary Intervention (PCI), yang diberikan pada pasien STEMI dengan onset gejala <12 jam. Pada pasien 10 STEMI yang datang terlambat (>12 jam) dapat dilakukan terapi reperfusi bila pasien masih mengeluh nyeri dada yang khas infark (ongoing chest pain). American Association College dan of Cardiology/American European Society of Heart Cardiology merekomendasikan dalam tata laksana pasien dengan STEMI selain diberikan terapi reperfusi, juga diberikan terapi lain seperti anti-platelet (aspirin, clopidogrel, thienopyridin), anti-koagulan seperti Unfractionated Heparin (UFH) / Low Molecular Weight Heparin (LMWH), nitrat, penyekat beta, ACE-inhibitor, dan Angiotensin Receptor Blocker.7,8,9 Tujuan tatalaksana mengurangi/menghilangkan di nyeri IGD adalah dada, mengidentifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi segera, triase pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di rumah sakit dan menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI.7,11,16* a. Oksigen : suplemen oksigen harus diberikan ada pasien dengan saturasi oksigen <90%. Pada semua pasien IMA tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama. b. Nitrogliserin : Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. c. Morfin : sangat efektif dalam mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan dalam tatalaksana IMA. Morfin 11 dapat diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. d. Aspirin : merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai IMA dan efektif pada spektrum sindroma koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi. Selanjutnya diberikan peroral dengan dosis 75162 mg. e. Penyekat Beta : Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta intravena dapat efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah metoprolol 5 mg tiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung > 60 kali permenit, tekanan darah sistolik > 100 mmHg, interval PR < 0,24 detik dan ronki tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. Lima belas menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam, dan dilanjutkan dengan 100 mg tiap 12 jam. 7,11 8. Komplikasi IMA a. Disfungsi Ventrikular Ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk ukuran, dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut remodelling ventricular yang sering mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. Pembesaran 12 ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan dengan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk.11 b. Gangguan Hemodinamik Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit pada IMA. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya.11 c. Syok kardiogenik Syok kardiogenik ditemukan pada saat masuk (10%), sedangkan 90% terjadi selama perawatan. Biasanya pasien yang berkembang menjadi syok kardiogenik mempunyai penyakit arteri koroner multivesel.11 d. Infark ventrikel kanan Infark ventrikel kanan menyebabkan tanda gagal ventrikel kanan yang berat (distensi vena jugularis, tanda Kussmaul, hepatomegali) dengan atau tanpa hipotensi.11 e. Aritmia paska STEMI Mekanisme aritmia ketidakseimbangan terkait sistem 13 saraf infark autonom, mencakup gangguan elektrolit, iskemi, dan perlambatan konduksi di zona iskemi miokard.11 f. Ekstrasistol ventrikel Depolarisasi prematur ventrikel sporadis terjadi pada hampir semua pasien STEMI dan tidak memerlukan terapi. Obat penyekat beta efektif dalam mencegah aktivitas ektopik ventrikel pada pasien STEMI.11 g. Takikardia dan fibrilasi ventrikel Takikardi dan fibrilasi ventrikel dapat terjadi tanpa bahaya aritmia sebelumnya dalam 24 jam pertama h. Fibrilasi atrium i. Aritmia supraventrikular j. Asistol ventrikel k. Bradiaritmia dan Blok l. Komplikasi Mekanik Ruptur muskulus papilaris, ruptur septum ventrikel, ruptur dinding ventrikel.11 B. Asuhan Keperawatan pada Infark Miokard Akut 1. Pengkajian Pengkajian pada klien dengan infark miokardium akut merupakan salah satu aspek penting dalam proses keperawatan. Hal ini penting untuk merencanakan tindakan 14 selanjutnya. Perawat mengumpulkan data dasar informasi status terkini kardiovaskuler klien mengenai sebagai prioritas pengkajian sistem pengkajian/pengkajian sistematis pasien mencakup riwayat yang berhubungan dengan gambaran gejala berupa nyeri dada, sulit bernapas (dispnea), palpitasi, pingsan (sinkop), dan keringat dingin (diaphoresis). Masing masing gejala harus dievaluasi waktu dan durasinya serta faktor yang mencetuskan dan meringankan a. Anamnesis Anamnesis penyakit ini terdiri dari keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, dan kondisi psikologis klien. b. Keluhan Utama Keluhan utama biasanya nyeri dada, perasaan sulit bernapas, dan pingsan. c. Riwayat penyakit sekarang Pengkajian pasien yang mendukung keluhan utama dengan melakukan serangkaian pertanyaan tentang nyeri dada klien secara PQRST adalah sebagai berikut: 1) Provoking incident Nyeri setelah beraktivitas dan tidak berkurang dengan istirahat dan setelah diberikan nitrogliserin. 2) Quality of pain 15 Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien Sifat keluhan nyeri seperti tertekan 3) Region, radiation, relief Lokasi nyeri di daerah substernal atau nyeri di atas pericardium. Penyebaran dapat meluas di dada. 4) Severity (scale) of pain Klien bisa ditanya dengan menggunakan rentang 0-5 dan klien akan menilai seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan. Biasanya pada saat angina skala nyeri berkisar antara 4-5 skala (0-5) 5) Time Sifat mula timbulnya (onset), gejala timbul mendadak. Lama timbulnya (durasi) nyeri dada dikeluhkan lebih dari 15 menit. Nyeri oleh infark miokardium dapat timbul pada waktu istirahat, biasanya lebih parah dan berlangsung lebih lama. Gejala-gejala yang menyertai infark miokardium meliputi ansietas dan pingsan. d. Riwayat penyakit dahulu 16 dispnea, berkeringat, Pengkajian riwayat dahulu yang mendukung dengan mengkaji apakah sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada, darah tinggi, DM, dan hiperlipidemia. Tanyakan mengenai obat-obat yang biasa diminum oleh klien pada masa lalu yang masih relevan. Obat-obat ini meliputi antiangina nitrat dan penghambat beta serta obat-obat antihipertensi. Catat adanya efek sampingyang terjadi di masa lalu. Tanyakan juga mengenai alergi obat dan catat reaksi apa yang timbul. Sering kali klien tidak bisa membedakan antara reaksi dengan efek samping obat. e. Riwayat Keluarga Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh keluarga serta bila ada anggota keluarga yang meninggal, maka penyebab kematian juga ditanyakan. Penyakit jantung iskemik pada orang tua yang timbulnya pada usia muda merupakan faktor resiko utama untuk penyakit jantung iskemik pada keturunannya. f. Riwayat Pekerjaan dan kebiasaan Perawat menanyakan lingkungannya. menanyakan situasi Kebiasaan kebiasaan pola tempat sosial hidup, bekerja dan ditanya dengan misalnya minum alkohol atau obat tertentu. Kebiasaan merokok sudah berapa lama, berapa batang per hari dan jenis rokok. Di samping pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas, maka data biografi juga merupakan data yang perlu diketahui, yaitu: nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal, suku, dan agama yang dianut oleh klien. 17 Dalam mengajukan pertanyaan kepada klien, hendaknya diperhatikan kondisi klien. Bila klien dalam keadaan kritis maka pertanyaan yang diajukan bukan pertanyaan terbuka, tertapi pertanyaan tertutup yang jawabannya adalah “ya” atau “tidak” pertanyaan yang dapat dijawab dengan gerak tubuh, yaitu mengangguk atau menggelengkan kepala saja, sehingga tidak memerlukan energy yang besar. g. Psikologis Adanya keluhan nyeri dada yang sangat hebat dan sesak napas akan memberikan dampak psikologis yang negative pada klien. Klien infark miokardium akut dengan nyeri akan mengalami kecemasan berat sampai ketakutan akan kematian. Pening bagi perawat untuk memahami adanya kecemasan yang berat yang dapat memberikan respon patologis sehingga menyebabkan terjadinya serangkaian mekanisme pengeluaran hormone. Berdasarkan konsep psikoneuro imunologi, stress merupakan stressor yang dapat menurunkan sistem imunitas tubuh. Hal ini terjadi melalui serangkaian aksi yang diperantai oleh HPA-axis (hipotalamus, pituitary, dan adrenal). Stress akan merangsang hipotalamus untuk meningkatkan produksi CRF (corticotrophin releasing factors). CRF ini selanjutnya akan merangsang meningkatkan kelenjar produksi pituitary ACTH (adeno anterior untuk corticotrophin hormones). Hormon ini yang akan merangsang korteks adrenal untuk meningkatkan sekresi kortisol. Kortisol inilah yang akan menekan sistem imun tubuh. (Guyton dan Hall, 1996) 18 Kecemasan juga akan menstimulasi respon saraf simpatis untuk menjawab respon fight or flight dengan upaya peningkatan denyut jantung dan tekanan darah dengan manifestasi terjadinya vasokontriksi pembuluh darah. Vasokontriksi, peningkatan denyut jantung dan tekanan darah akan memperberat meningkatkan konsumsi beban jantung serta miokardium, sehingga dapat memperberat kondisi iskemia dan akan memperluas area infark pada miokardium. Saat ini, perawat perlu mengkaji mekanisme koping yang digunakan klien dan berupaya untuk membantu alternative koping yang positif untuk diterima klien. h. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik klien terdiri atas keadaan umum dan B1B6. i. Keadaan umum Pada pemeriksaan umum klien IMA biasanya didapatkan kesadaran baik atau compos mentis dan akan berubah sesuai tingkat gangguan yang melibatkan perfusi sistem saraf pusat. 1) B1 (Breathing) Terlihat sesak, frekuensi napas melebihi normal, keluhan napas seperti tercekik. Biasanya juga terdapat dispnea kardia. Sesak napas ini terjadi akibat pengerahan tenaga dan disebabkan oleh kenaikan tekanan akhir diastolic 19 dari ventrikel kiri yang meningkatkan tekanan vena pulmonalis. Hal ini terjadi karena terdapat kegagalan peningkatan curah darah ventrikel kiri pada waktu melakukan kegiatan fisik. Dispnea kardia dapat timbul pada waktu beristirahat bila keadaanya sudah parah. 2) B2 (Bleeding) Pemeriksaan B2 yang dilakukan dapat melalui teknik inspeksi, palpasi dan auskultasi. Inspeksi : adanya jaringan parut Palpasi : denyut nadi perifer melemah. Thrill pada IMA tanpa komplikasi biasanya tidak didapatkan. Auskultasi : tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume sekuncup pada IMA. Bunyi jantung tambahan akibat kelainan katup biasanya tidak didapatkan pada IMA tanpa komplikasi. Perkusi : tidak ada pergeseran batas jantung 3) B3 (Brain) Kesadaran biasanya CM, tidak didapatkan sianosis perifer. Pengkajian objektif klien berupa adanya wajah 20 meringis, perubahan postur tubuh, menangis, merintih, merengang, dan menggeliat. 4) B4 (Bladder) Pengukuran volume keluaran urine berhubungan dengan asupan cairan oleh karena itu perawat perlu memantau adanya oliguria pada klien IMA karena merupakan tanda awal dari syok kardiogenik. 5) B5 (Bowel) Kaji pola makan klien apakah sebelumnya terdapat peningkatan konsumsi garam dan lemak. Adanya nyeri akan memberikan respons mual dan muntah. Palpasi abdomen didapatkan nyeri tekan pada keempat kuadran. Penurunan peristaltik usus merupakan tanda kardial pada IMA. 6) B6 (Bone) Hasil yang biasanya terdapat pada pemeriksaan B6 adalah sebagai berikut: Aktivitas dan gejala, kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, gerak statis, dan jadwal olahraga tidak teratur. Tanda : takikardi, dispnea pada saat istirahat/aktivitas, dan kesulitan melakukan tugas perawatan diri. 2. Diagnosa Keperawatan 21 Berdasarkan patofisiologi dan data di atas, diagnosis keperawatan utama untuk klien tersebut mencakup hal-hal sebagai berikut: a. Nyeri yang berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai darah dan oksigen dengan kebutuhan miokardium akibat gangguan sekunder dari penurunan suplai darah ke miokardium dan peningkatan asam laktat. b. Actual/resiko tinggi menurunnya curah jantung yang berhubungan dengan perubahan frekuensi atau irama konduksi elektrikal c. Actual/resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan pengembangan paru tidak optimal, kelebihan cairan di paru sekunder dan edema paru akut d. Actual/resiko berhubungan tinggi gangguan dengan perfusi penghentian perifer aliran yang darah, vasokontriksi, hipovolemia e. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan penurunan perfusi perifer sekunder dari ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokardium dengan kebutuhan f. Cemas yang berhubungan dengan rasa takut akan kematian, ancaman, atau perubahan kesehatan g. Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan prognosis penyakit, gambaran diri yang salah, serta perubahan peran 22 h. Resiko ketidakpatuhan terhadap aturan terapeutik yang berhubungan dengan tidak mau menerima perubahan pola hidup yang sesuai (Wilkinson, 2011) 3. Rencana Keperawatan N O 1 Diagnosa Keperawatan Nyeri yang berhubungan dengan ketidak seimbangan suplai darah dan oksigen dengan kebutuhan miokardium akibat gangguan sekunder dari penurunan suplai darah ke miokardium dan peningkatan asam laktat Tujuan dan Kriteria Hasil Dalam waktu 2x24 jam terdapat penurunan respon nyeri dada, dengan kriteria hasil: a. Secara subjektif klien mengatakan penurunan rasa nyeri dada b. Secara objektif didapatkan tanda vital dalam batas normal c. Wajah terlihat rileks d. Tidak terjadi penurunan perfusi perifer e. Produksi urin > 600 ml/hari 23 Intervensi Rasional Catat karakteristik nyeri, lokasi, intensitas, lamanya dan penyebaran Variasi penampilan dan perilaku klien karena nyeri yang terjadi dianggap sebagai pengkajian awal Anjurkan klien untuk Nyeri berat melaporkan nyeri menyebabkan dengan segera kardiogenik berdampak kematian mendadak dapat syok yang pada yang Lakukan menejemen nyeri keperawatan : 1. Atur posisi fisiologis 1. Posisi fisiologis akan meningkatkan asupan oksigen kerajinan yang mengalami iskemia 2. Istirahatkan klien 2. Istrahat akan menurunkan kebutuhan oksigen jari perifer sehingga akan menurunkan kebutuhan miokardium dan akan meningkatkan suplai darah dan oksigen ke miokardium yang membutuhkan O2 untuk menurunkan iskemia 24 3. Berikan O2 tambahkan dengan kanula nasal atau masker sesuai dengan indikasi 3. Meningkatkan jumlah O2 yang ada untuk pemakaian miokardium sekaligus mengurangi ketidaknyamanan sekunder terhadap iskemia 4. Menejemen lingkungan : lingkungan tenang dan batasi pengunjung 4. Menurunkan stimulasi nyeri dan pembatasan penunjang akan meningkatkan kondisi oksigen diruangan 5. Ajarkan teknik relaksasi pernapasan dalam pada saat nyeri 5. Meningkatkan asupan oksigen sehingga akan menurunkan nyeri akibat sekunder dan iskemia jaringan 6. Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri 6. Distraksi (pengalihan nyeri) dapat menurunkan stimulus internal melalui mekanisme peningkatan produksi endorphin dan enkefalin yang dapat memblok reseptor nyeri sehingga nyeri tidak dikirim ke korteks selebri dan selanjutnya akan menurunkan persepsi nyeri Lakukan sentuhan 25 menejemen Dukungan psikologis dapat menurunkan nyeri. Masase ringan dapat meningkatkan aliran darah dan dengan otomatis membantu suplai darah dan O2 karena nyeri dan menurunkan sensasi nyeri Kolaborasi pemberian terapi farmakologi antara lain : 1. Nitrogliserin (antiangina) 1. Untuk meningkatkan aliran darah baik dengan menambah suplai oksigen atau dengan mengurangi kebutuhan oksigen 2. Analgesic (morphin 2,5 mg IV) 2. Untuk kontrol nyeri dengan efek vasodilatasi coroner 3. Penghambatan beta : atenolol, tonomin, pindalol, propenolol 3. Menurunkan nyeri hebat dan mengurangi kerja miokardium 4. Penghambatan caverapamil, diltiazem 4. Mengurangi denyut jantung dan kontraktilitas miokardium, menurunkan penurunan oksigen dengan demikian juga meredakan nyeri angina Kolaborasi pemberian terapi farmakologis anti koangulan: heparin Kolaborasi pemberian terapi non farmakologi 1. PTCA (angioplasty coroner transluminal perkutan) 1. Menurunkan kontraktilitas jantung dan beban kerja jantung, sehingga akan mengurangi keperluan jentung akan oksigen. Mengendalikan angina varian dengan merelaksasikan arteri coroner dan dalam merendakan angina klasik dengan mengurangi kebutuhan oksigen. Menghambat pembentukan bekuan darah sehingga membantu mempertahankan integliritas jantung Dilakukan apabila tindakan farmakologis tidak menunjukan perbaikan atau penurunan nyeri Memperbaiki aliran darah arteri coroner dengan menghancurkan plak atau atheroma yang telah tertimbun dan mengganggu aliran darah kejantung 2. CABG (conorary 2. Meningkatkan artery bypass asupan suplai darah greft) ke miokardium dengan mengganti alur pintas 26 No Diagnosa keperawatan 2. Actual/resiko tinggi menurunnya curah jantung yang berhubungan dengan perubahan frekuensi, irama, konduksi, alektrikal Tujuan dan kriteria hasil Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, diharapkan tidak terjadi penurunan curah jantung. Dengan kriteria hasil : a. Hemodinamika stabil b. Tekanan darah dalam batas normal c. Curah jantung kembali meningkat d. asupan dan output sesuai e. irama menunjukkan tandatanda disritmia f. produksi urine >600 ml/hari 27 Intervensi 1. Ukur tekanan darah dan bandingkan tekanan darah kedua lengan. Ukur dalam keadaan duduk,berbaring dan berdiri bila memungkinkan Rasional 1. Hipotensi dapat terjadi akibat disfungsi ventrikel. Hipertensi juga factor yang berhubungan dengan nyeri cemas yang mengakibatkan terjadinya terjadi pengeluaran ketokolamin 2. Evaluasi kualitas 2. Penurunan curah dan kesamaan nadi jantung mengakibatkan menurunya kekuatan nadi 3. Auskultasi dan catat terjadinya bunyi jantung S3 dan S4 3. S3 sehubungan dengan gagal jantung kris atau mitral yang disertai infark berat.s4 berhubungan dengan iskemia, kekakuan ventrikel atau hipotensi pulmonal. 4. Auskultasi dan catat adanya murmur 4. Menunjukan gangguan aliran darah dalam jantung akibat kelainan katup, kerusakan septum, atau vibrasi otak papilaris 5. Pantau frekuensi dan irama jantung 5. Perubahan frekuensi dan irama jantung dapat menunjukan adanya komplikasi disritmia 6. Berikan makanan dengan posisi sedikit tapi sering dan mudah dikunyah dan batasi asupan kafein. 6. Makan dengan posisi besar dapat meningkatkan kerja miokardium. Kafein dapat merangsang langsung pada jantung sehingga meningkatkan frekuensi jantung Kolaborasi Kolaborasi 7. Pertahankan jalur 7. Jalur yang paten IV pemberian penting untuk heparin sesuai pemberian obat indikasi darurat Pantau data laboratorium enzim jantung, AGD dan elektrolit 8. Pantau data 8. Enzim dapat laboratorium digunakan untuk enzim jantung, memantau perluasan AGD dan elektrolit infark, perubahan elektrolit berpengaruh terhadap irama jantung. No Diagnosa keperawatan 3. Aktual/resiko tinggi Tujuan dan kriteria hasil Setelah Intervensi Rasional 1. Auskultasi bunyi 1. Indikasi edema 28 ketidakefktifan pola nafas yang berhubungan dengan pengembangan paru tidak optimal, kelebihan cairan dalam paru akibat sekunder dari edema paru akut dilakukan napas (Krekles) paru sekunder tindakan akibat keperawata dekompensasi n selama jantung 3x24 jam diharapkan 2. Kaji adanya tidak terjadi edema 2. Untuk perubahan mengetahui pola napas adanya gagal yang buruk. jantung Dengan kongestif/kelebih kriteria an volume cairan hasil: a. Klien tidak sesak 3. Penurunan curah napas 3. Ukur intake dan jantung output mengakibatkan b. RR normal penurunan (16-20 x / perfusi ginjal, menit) retensi natrium atau air, dan c. Repons penurunan batuk keluaran urine berkurang 4. Timbang berat badan 4. Perubahan tibatiba berat badan menunjukkan gangguan keseimbangan cairan 5. Memenuhi kebutuhan cairan tubuh orang 29 5. Pertahankan pemasukkan total cairan 2000 ml/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler Kolaborasi 6. Berikan diet tanpa garam dewasa, tetapi memerlukan pembatasan dengan adanya dekompensasi jantung Kolaborasi 6. Natrium meningkatkan retensi cairan meningkatkan volume plasma yang berdampak terhadap peningkatan beban kerja jantung sehingga akan meningkatkan kebutuhan miokardium 7. Diuretik bertujuan untuk menurunkan volume plasma dan menurunkan retensi cairan di jaringan. Sehingga menurunkan resiko terjadinya edema paru. 30 7. Berikan diuretic 8. Hipokalemia misalnya dapat membatasi furosemide, keefektifan spirinolakton terapi. dan hidronolakton 8. Pantau data laboratorium elektrolit kalium No 4 Diagnosa Keperawatan Actual/resiko tinggi gangguan perfusi perifer yang b/d menurunya curah jantung Tujuan Intervensi Rasional Kriteria hasil Setelah 1. Auskultasi TD 1. Hipotensi dapat dilakukan bandingkan kedua terjadi sampai tindakan lengan ukur dalam dengan disfungsi keperawatan keadaan berbaring, ventrikel.hipertensi selama 2x24 duduk, atau berdiri juga merupakan jam maka bila memungkinfenomena umum perfusi perifer kan. yang berhubungan meningkat dengan nyeri cemas karena pengeluaran katekolamin. 2. Kaji status mental klien secara teratur. 31 2. Mengetahui derajat hipoksia pada otak 3. Kaji warna kulit, 3. Mengetahui derajat suhu, sianosis, nadi hipoksemia dan perifer,diaforesis peningkatan tahanan secara teratur. perifer. 4. Kaji kualitas peristaltic, jika perlu pasang sonde. 4. Mengetahui pengaruh hipoksia terhadap fungsi saluran cerna serta dampak penurunan elektrolit. 5. Kaji adanya kongesti hepar pada abdomen kanan atas. 5. Sebagai dampak gagal jantung kanan jika berat akan ditemukan adanya tanda kongesti. 6. Pantau urine output. 7. Catat adanya keluhan pusing. 8. Catat murmur. 6. Penurunan curah jantung mengakibatkan menurunya produksi urine pemantauan yang ketat pada produksi urine < 600 ml/hari merupakan tanda-tanda terjadi syok kardiogenik. 7. Keluhan pusing merupakan manifestasi penurunan suplai darah kejaringan otak yang parah. 8. Menunjukan gangguan aliran darah dalam jantung ( kelainan katup,kerusakan septum atau vibrasi otot papilar). 9. Perubahan frekuensi 32 9. Pantau frekuensi jantung adanya irama. 10. Berikan makanan kecil/mudah dikunya batasi asupan kafein. 11. Pertahankan cara masuk heparin (IV) sesuai indikasi. No 5. Diagnosa keperawatan Intoleran aktivitas yang berhubungan dengan penurunan perifer sekunder dan ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokardium dengan kebutuhan dan irama jantung menunjukan konflikasi disritmia 10. Makan besar dapat meningkatkan kerja miokardium. Kafein dapat mrangsang langsung kejantung menunjukan komplikasi disritmia. 11. Jalur yang paten penting untuk pemberian obat darurat. Tujuan dan Intervensi Rasional kriteria hasil Setelah 1. Catat frekuensi 1. Respon klien dilakukan jantung,irama,dan terhadap aktivitas tindakan perubahan tekanan dapat mengindikasi keperawatan darah selama dan penurunan oksigen selama 2x24 sesudah aktivitas miokardium jam maka aktivitas klien 2. Tingkatkan 2. Menurunkan kerja mengalami istirahat batasi miokardium/konsum peningkatan aktivitas dan si oksigen dengan ktiteria berikan aktivitas hasil: senggang yang tidak berat Klien tidak mengeluh untuk 3. Dengan mengejan pusing dan 3. Anjurkan menghindari dapat mengakbatkan aktivitas peningkatan bradikardi, terpenuhi tekanan abdomen menurunkan curah Alat dan misalnya mengejan jantung dan sarana saat defekasi takikardia,serta untuk peningkatan TD memenuhi aktivitas 33 tersedia dan 4. Jelaskan pola 4. Aktivitas yang maju mudah peningkatan memberikan kontrol klien terhadap tingkat jantung , jangkau aktivitas. Contoh: meningkatkan bangun dari kursi, regangan dan bila tidak ada mencegah aktivitas nyeri, ambulasi , yang berlebihan dan istirahat selama 1 jam setelah makan 5. Meningkatkan 5. Rujuk ke program jumlah oksigen yang rehabilitasi jantung ada untuk pemakaian miokardium sekaligus mengurangi ketidaknyamanan karena iskemia No 6 Diagnosa keperawatan Cemas yang berhubungan dengan rasa takut akan kematian, ancaman atau perubahan kesehatan Tujuan dan Intervensi Rasional kriteria hasil Setelah 1. Bantu klien 1. Cemas dilakukan mengekspresikan berkelanjuatan tindakan perasaan memberikan keperawatan marah,kehilangan dampak serangan dalam waktu dan takut jantung, yang 1x24 jam berkelanjutan kecemasan klien 2. Kaji tanda verbal 2. Reaksi verbal dan berkurang serta damping non verbal dapat dengan ktiteria klien dan lakukan menunjukan rasa hasil: tindakan bila agitasi(kegelisahan) a. Klien menunjukan marah mengatakan perilaku merusak kecemasan sudah 3. Hindari 3. Konfrontasi dapat berkurang konfrontasi meningkatkan rasa b. Klien dapat marah, menurunkan mengidentif kerjasama, dan ikasi mungkin 34 penyebab memperlambat kecemasan penyembuhan nya c. Klien 4. Mulai melakukan 4. Mengurangi mampu tindakan untuk rangsangan koperatif mengurangi eksternal yang tidak terhadap kecemasan , beri perlu tindakan lingkungan yang d. wajah klien tenang dan suasana terlihat penuh istirahat lebih rileks sensasi 5. Tingkatkan kontrol 5. Kontrol klien(dalam sensasi klien menurunkan ketakutan)dengan cara memberikan informasi mengenai keadaan klien menekan pada penghargaan terhadap sumbersumber koping (pertahanan diri) yang positif, membantu latihan relaksasi dan teknik penglihan, serta memberikan respons balik yang positif 6. Orientasikan klien 6. Orientasi terhadap prosedur menurunkan rutin dan aktivitas kecemasan yang diharapkan dapat 7. Beri kesempatan 7. Dapat kepada klien untuk menghilangkan mengungkapkan ketergantungan kecemasanya terhadap kekhawatiran yang tidak diekspresikan 8. Berikan privasi 8. Memberi waktu untuk klien dan untuk orang yang mengekspresikan terdekat perasaan, 35 menghilangkan cemas dan perilaku adaptasi.adanya keluarga,teman teman yang dipilih klien untuk melayani aktifitas dan pengalihan(misalnya membaca)akan menurunkan perasaan terisolasi 9. Kolaborasi:berikan 9. Meningkatkan obat anti cemas relaksasi sesuai dengan menurunkan indikasi misalnya kecemasan diazepam 36 dan BAB III KESIMPULAN Infark miokardium adalah proses rusaknya jaringan jantung karena adanya penyempitan atau sumbatan pada arteri koroner sehingga suplai darah pada jantung berkurang yang menimbulkan nyeri yang hebat pada dada. Serangan jantung biasanya terjadi jika suatu sumbatan pada arteri koroner 37 menyebabkan terbatasnya atau terputusnya aliran darah ke suatu bagian dari jantung. Jika terputusnya atau berkurangnya aliran darah ini berlangsung lebih dari beberapa menit, maka jaringan jantung akan mati. Keluhan yang khas ialah nyeri dada substernal, seperti diremas-remas, ditekan, ditusuk, panas, atau ditindih barang berat. DAFTAR PUSTAKA 38 Jurnal Farissa, Inne Pratiwi. 2012. Komplikasi Pada Pasien Infark Miokard Akut ST-Elevasi (STEMI) yang mendapat Maupun Tidak Mendapat Terapi Reperfusi. Semarang: FK UNDIP 1. * Robbins SL, Cotran RS, Kumar V. Buku Ajar Patologi Robbins. Jakarta: EGC; 2007. 2. Tim Penyusun. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga Jilid Pertama. Jakarta: Media Aesculapius FKUI; 2001. 6. Erhardt L, Herlitz J, Bossaert L. Task force on the management of chest pain. Eur Heart J. 2002; 23 (15) : 1153-76. 7. Antman EM, Hand M, Armstrong PW, Bates ER, Green LA, Hochman JS, et al. Focused update of the ACC/AHA 2004 guidelines for the management of patients with ST-elevation myocardial infarction: a report of the American College of Cardiology/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines: developed in collaboration with the Canadian Cardiovascular Society, endorsed by the American Academy of Family Physicians: 2007 Writing Group to Review New Evidence and Update the ACC/AHA 2004 Guidelines for the Management of Patients With ST-Elevation Myocardial Infarction, writing on behalf of the 2004 Writing Committee. J Am Coll Cardiol. 2008;51:210–247. 8. Werf FV, Bax J, Betriu A, Crea F, Falk V, Fox K, et al. Management of acute myocardial infarction in patients presenting with persistent STsegment elevation: 69 the Task Force on the Management of ST-Segment Elevation Acute Myocardial Infarction of the European Society of Cardiology. Eur Heart J 2008;29:2909–2945. 9. Fesmire FM, Brady WJ, Hahn S, et al. Clinical policy: indications for reperfusion therapy in emergency department patients with suspected acute myocardial infarction. American College of Emergency Physicians Clinical Policies Subcommittee (Writing Committee) on Reperfusion Therapy in Emergency Department Patients with Suspected Acute Myocardial Infarction. Ann Emerg Med. 2006;48:358–383. 11. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2010. 12. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC; 2007. 39 13. Santoso M, Setiawan T. Penyakit Jantung Koroner. Cermin Dunia Kedokteran.2005;147:6-9. 16. Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, Loscalzo. 17 Edition Harrison’s Principles of Internal Medicine. New South Wales : McGraw Hill; 2010. Jurnal Oktarina, Rosi. Karani, Yertizal. Edward, Zulkarnain. 2013. Hubungan Kadar Glukosa Darah Saat Masuk Rumah Sakit Dengan Lama Hari Rawat Pasien Sindrom Koroner Akut (SKA) Di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Padang: FK UNAND. 9. Birhasani, 2010. Kadar D-Dimer Plasma pada Penderita Sindrom Koroner Akut dengan Derajat Stenosis Berbeda. Tesis, Universitas Diponegoro Semarang. 16. Suryanti, Enny, 2010. Perbedaan Rerata Kadar Kolesterol antara Penderita Angina Pektoris Tidak Stabil, Infark Miokard Tanpa ST Elevasi, dan Infark Miokard Dengan ST Elevasi pada Serangan Akut. Surakarta. Skripsi, FK Universitas Muhamadiyah Surakarta. Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar: Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika Muttaqin, Arif. 2009. Buku Ajar: Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler & Hematologi. Jakarta: Salemba Medika Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. 2007. Patofisiologi: Konsep Klinis Prosesproses Penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, kriteria hasil NOC. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC 40 PATHWAY INFARK MIOKARD AKUT 41