1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usia kehamilan merupakan salah satu prediktor penting bagi kelangsungan hidup janin dan kualitas hidupnya. Persalinan umumnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan yaitu antara 37 – 42 minggu. Namun persalinan juga dapat terjadi pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu, disebut persalinan prematur. Persalinan prematur berperan menyebabkan 65% kasus kematian neonatus dan hampir 50% kasus gangguan neurologis pada masa kanak-kanak. Di negara Barat sampai 80% kematian neonatus adalah akibat prematuritas dan pada bayi yang selamat 10% mengalami permasalahan jangka panjang (Winkjosastro, 2008). Persalinan prematur merupakan persalinan yang terjadi ketika usia kehamilan belum mencapai usia 37 minggu. Persalinan prematur merupakan masalah yang selalu menjadi perhatian karenan menjadi salah satu penyebab utama kematian neonatal. Persalinan prematur menjadi penyebab tingginya kematian karena kondisi bayi yang masih lemah. Persalinan prematur merupakan hal yang berbahaya karena mempunyai dampak yang potensial meningkatkan kematian perinatal. Kejadian persalinan prematur berbeda pada setiap negara. Di negara maju misalnya di Eropa, angkanya berkisar antara 5 - 11%. Di USA, pada tahun 2000 sekitar 1 dari 9 bayi dilahirkan prematur (11,9%), dan di Australia kejadiannya sekitar 7%. Meskipun di negara-negara maju deteksi dini, pencegahan, dan pengelolaan persalinan prematur telah dilakukan dengan baik. 1 2 Di negara yang sedang berkembang angka kejadian persalinan prematur masih jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara maju. Misalnya di India 30%, Afrika Selatan 15%, Sudan 31%, dan Malaysia 10% (Norwitz, E. & Schorge, J. 2008). Indonesia berada di urutan ke-5 dari 10 negara penyumbang bayi prematur terbanyak. Indonesia berkontribusi 15% atas kelahiran bayi prematur seluruh dunia.Data kematian yang terdapat pada suatu komunitas dapat diperoleh melalui survei, karena sebagian besar kematian terjadi di rumah, sedangkan data kematian di fasilitas pelayanan kesehatan hanya memperlihatkan kasus rujukan. Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia berasal dari berbagai sumber, yaitu Sensus Penduduk, Surkesnas/Susenas, dan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI). Dewasa ini Di Indonesia memiliki angka kejadian prematur sekitar 19% dan merupakan penyebab utama kematian perinatal. Kelahiran prematur juga bertanggun jawab langsung terhadap 75-79 kematian noenatal yang tidak di sebabkan oleh kongenital letal. Angka kematian di Indonesia pada tahun 1990 sebesar 71/1000 kelahiran hidup Pada tahun 2006 terdapat 23 (4%) persalinan prematur dari 580 persalinan normal karena ketuban pecah dini 9 (39,1%). Sedangkan tahun 2007 terdapat 32 (6%) persalinan prematur dari 541 persalinan normal karena ketuban pecah dini 12 (37,5%). Di Propinsi Sumatera Barat tahun 2008 Angka Kematian Bayi berkisar 28,5 orang per 1000 kelahiran hidup (Dinkes sumbar, 2008). Sedangkan di Kota Pariaman terdapat angka kematian bayi pada tahun 2008 adalah 13,48 per 1000 kelahiran hidup. (Profil Kesehatan Kota Pariaman, 2008). 3 Masalah utama dalam persalinan prematur merupakan perawatan bayi prematur, semakin muda usia kehamilan semakin besar morbiditas dan mortalitasnya. Masalah lain adalah bayi prematur sering disertai dengan kelainan, baik kelainan jangka pendek maupun jangka panjang. Kelainan jangka pendek yang sering terjadi adalah RDS (Respiratory Distress Syndrom), perdarahan intra/periventrikular, NEC (Necrotizing Entero Cilitis), displasi bronko pulmoner, sepsis, dan paten duktus arteriosus. Adapun kelainan jangka panjang berupa kelainan neurologik seperti serebral palsi, retinopati, retardasi mental, juga dapat terjadi disfungsi neurobehavioral dan prestasi sekolah yang kurang baik (Winkjosastro ,2008). Persalinan prematur merupakan kelainan proses yang multifaktorial. Kombinasi keadaan obstetrik, sosiodemografi, dan faktor medik mempunyai pengaruh terjadinya persalinan prematur. Penyebab persalinan prematur yaitu iatrogenik (20%), infeksi (30%), ketuban pecah dini saat preterm (20 - 25%), dan persalinan preterm spontan (20 - 25%) (Norwitz & Schorge 2006). Di USA, faktor resiko terhadap persalinan prematur dibagi menurut penelitian berbasis bukti. Yaitu jarak persalinan yang pendek (<18 bulan) dan yang panjang (>60 bulan), riwayat persalinan prematur sebelumnya, ras/etnik, usia ibu yang ekstrim (<16 tahun dan > 40 tahun), malnutrisi ibu dan stress kronis, infeksi, sosioekonomi rendah, perokok (termasuk perokok pasif/peminum alkohol/pemakai kokain), faktor plasenta, kehamilan multipel (Krisnadi, 2009). 4 Salah satu faktor predisposisi terjadinya persalinan prematur adalah usia ibu. Secara statistik, ibu yang sangat muda yaitu yang berusia kurang dari 18 tahun atau yang berusia 35 tahun terbukti memiliki insiden persalinan prematur yang lebih tinggi. Pada kelahiran anak yang kedua, ibu yang berusia antara 15 dan 19 tahun berisiko tiga kali lebih tinggi mengalami kelahiran yang sangat prematur dan bayi lahir mati dibandingkan ibu yang berusia 20-29 tahun. Menurut Astolfi dan Zonta tahun 2002 mendapatkan 64% peningkatan kejadian persalinan prematur pada populasi wanita Italia yang berusia 35 tahun atau lebih, terutama pada kehamilan pertama (Krisnadi, 2009). Selain usia ibu, jarak kehamilan dekat menyumbangkan risiko terjadinya persalinan prematur.meneliti interval persalinan selama 7 tahun dan mendapatkan bahwa ibu yang hamil dengan interval 6 - 17 bulan dari persalinan terakhirnya meningkatkan risiko prematuritas dan bayi berat lahir rendah sebanyak 1,4 kali bila dibandingkan dengan interval 18 - 23 bulan (Krisnadi, 2009). Menurut Portman, kejadian prematuritas sebesar 7,8% pada interval lebih dari 23 bulan yang akan meningkat menjadi 18,0% pada kasus dengan interval kurang dari 12 bulan (Sularyo, 2005), sedangkan dalam tinjauan data yang dilakukan Dr.Sorina Grisaru-Granovsky, direktur meternal-fetal medicine, dari Shaare Zedek Medical Center dan timnya terhadap 440.838 bayi yang lahir dari ibu yang sebelumnya sudah pernah melahirkan diketahui bahwa risiko bayi lahir prematur meningkat hingga 23 persen pada ibu yang sudah hamil lagi 6 bulan pasca melahirkan (Kurniasih Shinta, 2009) . 5 Kehamilan kembar atau kehamilan dengan jumlah janin ganda merupakan salah satu penyebab persalinan prematur, dimana semakin banyak jumlah janin semakin muda usia kehamilan saat bersalin. Sekitar 50% bayi kembar lahir dalam keadaan prematur (Dewi K, 2009). Rata-rata kehamilan kembar dua hanya mencapai usia kehamilan 35 minggu, sekitar 60% mengalami persalinan prematur pada usia kehamilan 32 minggu sampai < 37 minggu dan 12% terjadi persalinan sebelum usia kehamilan 32 minggu (Krisnadi, 2009). Berdasarkan survey yang dilakukan oleh peneliti di Puskesmas Sigompul Kecamatan Lintong Nihuta Jumlah Ibu bersalin dari Januari-Mei 2014 sebanyak 32 orang, dimana yang mengalami persalinan prematur 20 orang. Berdasarkan latar belakang dan fenomena yang ada di atas, peneliti tertarik untuk meneliti tentang faktor-faktor yang berhubungan terjadinya persalinan prematur pada ibu bersalin di Puskesmas Sigompul Kecamatan Lintong Nihuta. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah adalah faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan persalinan prematur pada ibu bersalin di Puskesmas Sigompul Kecamatan Lintong Nihuta. 1.3. Tujuan Peneliti 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan persalinan prematur pada ibu bersalin di Puskesmas Sigompul Kecamatan Lintong Nihuta. 6 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui faktor umur dengan terjadinya persalinan prematur pada ibu bersalin. 2. Untuk mengetahui faktor paritas dengan terjadinya persalinan prematur pada ibu bersalin. 3. Untuk mengetahui faktor ketuban pecah dini dengan terjadinya persalinan prematur pada ibu bersalin. 4. Untuk mengetahui faktor ekonomi dengan terjadinya persalinan prematur pada ibu bersalin 1.4. Manfaat Peneliti Manfaat yang diharapkan dari penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini adalah 1. Bagi ilmu pengetahuan Diharapkan dapat digunakan sebagai pembelajaran dalam penanganan kasus Persalinan Prematur. 2. Bagi Penulis Dapat menanbah wawasan dan pengalaman bagi penulistentang penanganan kasus persalinan premature. 3. Bagi Pendidikan Kesehatan Khususnya Kebidanan Dapat digunakan sebagai informasi bagi institusi pendidikan dalam pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan dimasa yang akan datang. 7 4. Bagi Lahan Praktik Dengan adanya penulisan karya tulis ilmiah ini dapat menambah bahan bacaan untuk meningkatkan mutu pelayanan yang lebih baik, khususnya pasien yang mengalami persalinan prematur. 8 BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Persalinan Prematur Prematur adalah Lamanya kehamilan yang normal adalah 280 hari atau 40 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir. Kadang-kadang kehamilan berakhir sebelum waktunya. Berakhirnya kehamilan menurut lamanya kehamilan dapat dibagi menjadi usia kehamilan 20 - 28 minggu (500 - 1000 gram) disebut partus imatur, kehamilan 28 - 37 minggu (1000 - 2500 gram) disebut partus prematur, 37 - 42 minggu (>2500) disebut partus matur, sedangkan usia kehamilan lebih dari 42 minggu disebut partus serotinus (Rukiyah, 2007). Persalinan prematur adalah persalinan antara usia kehamilan 28 sampai 36 minggu, berat janin kurang dari 2499 gram (Manuaba, 2010). Sedangkan( Holmes, 2011) menyatakan kelahiran prematur mengacu pada pelahiran bayi yang berlangsung antara usia kehamilan 24+0 dan 36+6 minggu. Dari beberapa pengertian yang telah disebutkan, prematuritas dapat didefinisikan sebagai persalinan yang terjadi antara usia kehamilan 20 minggu sampai dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu, dengan berat badan lahir < 2500 gram. 2.2. Penggolongan bayi pramatur Berdasarkan timbulnya bermacam-macam problematika prematuritas maka klasifikasi menurut usia kehamilan yaitu: 8 pada derajat 9 a. Usia kehamilan 32-36 minggu disebut persalinan prematur (pretrem). b. Usia kehamilan 28-32 minggu disebut sangat prematur (very pretrem). Usia kehamilan antara 20-27 minggu disebut ekstrim prematur (extremely premature). ( Krisnadi, 2009 ) 2.3. Etiologi Persalinan prematur merupakan kelainan proses yang multifaktorial. Kombinasi keadaan obstetrik, sosiodemografi, dan faktor medik mempunyai pengaruh terjadinya persalinan prematur. Banyak kasus persalinan prematur sebagai akibat proses terjadinya kontraksi rahim dan perubahan serviks, yaitu : a. Aktivasi aksis kelenjar hipotalamus-hipofisis-adrenal baik pada ibu maupun pada janin, akibat stres pada ibu ataupun pada janin. b. Inflamasi desidua-korioamnion atau sistemik akibat infeksi asenden dari traktus genitourinaria atau infeksi sistemik. c. Perdarahan desidua. d. Peregangan uterus patologik. e. Kelainan pada uterus dan serviks. (Winkjosastro, 2008) 2.4. Penatalaksanaan Pada Ibu Ibu hamil yang mempunyai risiko terjadi persalinan prematur dan atau menunjukkan persalinan prematur perlu dilakukan intervensi untuk meningkatkan neonatal outcomes. Manajemen persalinan prematur bergantung pada beberapa faktor yaitu : 10 a. Keadaan selaput ketuban, pada umumnya persalinan tidak dihambat bilamana selaput ketuban sudah pecah. b. Pembukaan serviks, persalinan akan sulit dicegah bila pembukaan mencapai 4 cm. c. Umur kehamilan, makin muda usia kehamilan, upaya mencegah persalinan makin perlu dilakukan. Persalinan dapat dipertimbangkan berlangsung bila TBJ > 2.000 atau kehamilan > 34 minggu. d. Penyebab/komplikasi persalinan prematur. e. Kemampuan neonatal intensive care facillities. (Winkjosastro, 2008) Prinsip penatalaksanaan persalinan prematur adalah : a. Upaya menghentikan kontraksi uterus. Kemungkinan obat-obat tokolitik hanya berhasil sebentar tapi penting untuk dipakai memberikan kortikosteroid sebagai induksi maturitas paru bila usia gestasi kurang dari 34 minggu. Intervensi ini bertujuan untuk menunda kelahiran sampai bayi cukup matang. Penundaan kelahiran dilakukan bila : 1) Umur kehamilan kurang dari 35 minggu. 2) Pembukaan serviks kurang dari 3 cm. 3) Tidak ada amnionitis, preeklampsia atau perdarahan yang aktif 4) Tidak ada gawat janin. 11 2.5. Pencegahan Prematur Prematuritas merupakan masalah multifaktor, tidak ada faktor yang pasti yang dapat menyebabkan prematuritas, sehingga pencegahan melalui satu atau beberapa faktor mungkin tidak akan berhasil memperbaiki luaran persalinan. Langkah pertama untuk mencegah persalinan prematur adalah dengan mengurangi faktor risiko yang berhubungan dengan persalinan prematur. Pencegahan primer dilakukan dengan mengenal kelompok ibu yang berisiko tinggi mengalami persalinan prematur, dan pencegahan dapat dilakukan terhadap faktor karakteristik ibu, faktor lingkungan, faktor uterus, faktor plasenta, faktor paternal, faktor farmakologi dan faktor fetus. Pencegahan sekunder adalah deteksi dini gejala persalinan prematur dan pengobatan dini ancaman persalinan prematur, sedangkan pencegahan tersier diberikan untuk memperpanjang waktu persalinan pada ibu yang sudah terdiagnosis persalinan prematur baik dengan istirahat rebah atau dengan pemberian medikasi (Krisnadi, 2009). 2.6. Gambaran Klinis Bayi Prematur Gambaran bayi prematur atau penampilan yang tampak sangat berpariasi tergantung dari umur kehamilan saat bayi dilahirkan. Makin prematur atau makin kecil umur kehamilan saat dilahirkan maka besar pula perbedaannya dangan bayi cukup bulan. Sehingga dapat di gambarkan bayi prematur mempunyai karakteristik : a. Berat badan kurang dari 2500 gram, PB 45 cm, lingkar kepala kurang dari 33 cm, lingkar dada kurang dari 30 cm. b. Masa gestasi kurang dari 37 minggu. 12 c. Kulit tipis dan transparan, tampak mengkilat dan licin d. Kepala lebih besar dari badan e. Lanugo banyak terutama pada dahi, pelipis, telinga dan lengan f. Lemak subkutan kurang g. Tumit mengkilap, telapak kaki halus. h. Rambut tipis dan halus i. Tulang rawat dan daun telinga immature j. Puting susu belum terbentuk dengan baik k. Pembulu darah kulit banyak terlihat peristaltic usus dapat terlihat l. Genitalia belum sempurna, labia minora belum tertutup oleh labia mayor (pada perempuan), pigmentasi dan rugaepada scrotum kurang, testis belum turun kedalam scrotum (pada laki-laki) m. Fungsi saraf yang belum atau kurang matang, mengakibatkan refleks hisap, menelan dan batuk masih lemah. n. Tonus otot lemah Panggerakan kurang dan lemah, sehingga bayi kurang aktif dan pergerakannya lemah. o. Banyak tidur, tangis lemah, pernapasan belum teratur dan sering mengalami serangan apnoe ( Doroles, 2009 ). 2.6.1. Prognosis Bayi Prematur Tingkat kematangan fungsi organ neonatus merupakan syarat untuk dapat beradaptasi dengan kehidupan diluar rahim. Penyakit yang terjadi pada bayi prematur berhubungan karna belum matangnya fungsi organ-organ tubuhnya. Hal ini 13 berhubungan dengan umur kehamilan saat bayi dilahirkan. Makin muda umur kehamilan, makin tidak sempurna organ-organnya. Konsekuensi dari anatomi dan fisiologi yang belum matang, bayi prematur cenderung mengalami masalah yang bervariasi. Hal ini harus di antisipasi dan dikelola pada masa neonatal. Adapun masalah-masalah yang terjadi adalah masalah seperti : hipotermi, sindrom gawat nafas, hipoglekemia, perdarahan intracranial, hiperbilirubenia, rentang terhadap infeksi, kerusakan integritas kulit. (Doroles, 2009 ) 2.6.2. Komplikasi bayi prematur a. Hipotermi Dalam kandungan bayi berada dalam suhu lingkungan yang normal dan stabil yaitu 36 sampai dengan 37. Segera setelah bayi lahir bayi dihadapkan pada suhu lingkungan yang lebih rendah. Perbedaan suhu memberi pengaruh pada kehilangan panas pada tubuh bayi (Limawal Ferdy, 2010 ) b. Sindrom gangguan pernapasan Kesukaran pernapasan pada bayi prematur dapat disebabkan belum sempurnanya pembentukan membran hialin surfaktan paru yang merupakan suatu zatyang dapat menurunkan tegangan dinding alveoli paru. Pertumbuhan surfaktanparu mencapai maksimunpada minggu ke-35 kehamilan. Defisiensi surfaktan menyebabkan kemampuan untuk mempertahankan stabilitasnya, alveolus akan kembali kolaps setiap akhir ekspirasisehingga untuk pernapasan berikutnya dibutuhkan tekanan negative intratoraks yang lebih besar yang disertai usaha inspirasi yang kuat. 14 c. Hipoglekemia Penyelidikan kadar gula darah pada 12 jam pertama menunjukkan bahwa hipoglekemia dapat terjadi sebanyak 50% pada bayi matur. Glukosa merupakan sumber utama energi selama masa janin. Bayi aterm dapat mempertahankan kadar gula darah 50-60 mg/dL selama 72 jam pertama, sedangkan bayi berat badan lahir rendah dalam kadar 40mg/dL. Hal ini disebabkan cadangan glikogen yang belum mencukupi. d. Perdarahan intracranial Pada bayi prematur pembuluh darah masih sangat rapuh hingga mudah pecah. Perdarahan intracranial dapat terjadi karena trauma lahir, disseminated intravascular coagulopathy atau trombositopenia idopatik. Matriks germinal epidiminal yang kaya pembuluh darah merupakan wilayah yang sangat rentan terhadap perdarahan selama minggu pertama kehidupan. e. Hiperbilirubinemia Suatu keadaan kadar bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern iktrus bila tidak di tanggulangi dengan baik,atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown menetapkan hiperbilirubenemia bila kadar bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg% pada bayi kurang bulan (Limawal Ferdy, 2010 ) 15 2.6.3. Penelitian bayi dangan sistem ballard Ballard menilia maturitas noenatus berdasarkan 7 tanda-tanda kematangan fisik dan 6 tanda kematangan neoromusculer. Penilaian di lakukan dengan cara : a. Menilai 7 tanda kematangan fisik. b. Menilai 6 tanda kematanga neorologik di jumlah. c. Hasil penilaian aspek kematangan fisik dan neorologik di jumlah. d. Jumlah nilai kedua aspek kematangan tersebut dicocokkan dengan tabel patokan tingkan kematangan menurut ballard. 2.1. Ciri Kematangan fisik menurut Ballard 0 1 2 3 4 5 Seperti kertas kulit retak lebih dalam tidak ada vena Seperti kulit retakretak, mengerut Kulit Merah Merah muda Permukaan seperti agar, lican/halus mengelupas transparan tanpak vena dengan/ tampa ruang, sedikit vena menipis Daerah pucat retakretak vena jarang Lanugo Tidak ada Banyak Menghil Umumn ang ya tidak ada Lipatan plantar Tidak ada Tanda merah Hanya lipatan Lipatan sangat anterior yang 2/3 sedikit melintang anterior Payudara Hampir tidak ada Areola, datar,tidak ada tonjolan Daun Datar, tetap Sedikik Menipis Areola,seperti titi, tonjolan 1-2 mm Bentuknya Lipatan diseluru h telapak Areola Areola lebih penuh,to jelas,ton njolan 5jolan3-4 10 mm mm Bentuk Tulang 16 telinga terlihat melengkung, lebih lunak lambat baik,lunak,mu menbalik dah balik Kelamin laki-laki Skrotum kosong, tidak ada ruga Testis turun,sedikit ruga Kelamin perempua n Klitoris dan labia minora menonjol Labia mayor dan,minor sama-sama menonjol sempur na, membal ik seketika Testis dibawa rugany bagus Labia mayora besar,la bia minora kecil rawante bal, teling kaku Testis bergantu ng,rugan ya dalam Klitoris dan labia minora ditutupi labia mayor Sumber : ( Pantiawati, 2010) Penilaian Tingkat Kematangan Menurut Ballard Nilai 5 Minggu 26 10 15 20 25 30 35 40 45 50 28 30 32 34 36 38 40 42 44 Sumber : (Doroles, 2009 ) 2.7. Penatalaksanaan Bayi Prematur Mengingat belum sempurnanya kerja alat-alat yang perlu untuk pertumbuhan dan perkembangan diri dengan lingkungan hidup di luar uterus maka perlu diperhatikan pengaturan suhu lingkungan, pemberian makan bila perlu pemberian oksigen, mencenga infeksi serta mencegah kekurangan vitamin dan zat besi. 17 a. Pengaturan suhu Bayi prematur mudah dapat cepat sekali menderita hipotermia bila berada di lingkungan yang dingin. Kehilangan panas disebabkan oleh permukaan suhu bayi yang relatif lebih luas bila dibandingkan dengan berat badan, kurangnya aliran lemak di bawah kulit dan kekurangan lemak. Untuk mencengah hipotermi, perlu di usahakan lingkungan yang cukup hangat dalam keadaan istirahat konsumsi oksigen paling sedikit, sehingga suhu tubuh bayi tetap normal. Bila bayi dirawat di dalam inkubator, maka suhunya untuk bayi dengan berat badan kurang dari 2 kg adalah 35 dan untuk bayi dengan berat badan 2,5 kg 34, agar ia dapat mempertahankan suhu tubuh sekitar 37, sebelum memasukkan bayi dalam incubator terlebih dahulu hangatkan sampai sekitar 29,4 untuk bayi dengan berat 1,7 kg dan 32,2 untuk bayi yang lebih kecil. Bayi dirawat dalam keadaan telanjang hal ini memungkinkan pernapasan yang adekuat, bayi dapat bergerak tanpa di batasi pakaian, observasi terhadap pernapasan lebih mudah. Kelembapan inkubator berkisar antara 50-60 persen ( Choriyati Ika, 2010) b. Makanan bayi Pada bayi prematur refleks isap, telan dan batuk belum sempurna, kapasitas lambung masih sedikit, kebutuhan protein 3-5g/hari dan tinggi kalori(110 kal/kg/hari), agar berat badan bertambah sebaik-baiknya. Jumlah ini lebih tinggi dari yang diperlukan bayi cukup bulan. Pemberian minum dimulai pada waktu bayi berumur 3 jam agar bayi tidak menderita hipoglikemia dan hiperbilirubinemia. (Choriyati Ika, 2010) 18 c. Pemberian minum Pada bayi dengan berat di atas 1500 gram dapat dimulai dengan 3 ml/kg setiap 2 jam dan setiap kali bayi akan di beri minum, cairan lambung harus di keluarkan pemberian minum berikutnya dapat ditambah 1ml-20ml setiap kali minum. Berikutnya mungkin dapat diberi minum setiap 3 jam. Bilah cairan lambung yang diisap lebih dari 2 ml maka jumlah susu yang akan diberikan harus dikurangi dengan jumlah cairan yang dikeluarkan sebelumnya. Kegagalan pemberian pengganti ASI dapat dilihat dari turunnya berat badan yang lebih dari 10 % yang disebabkan oleh pencemaran kuman pathogen atau susunan nutrisi yang tidak sesuai dengan kebutuhan bayi. 2.7.1. Pemberian Minum Pada Bayi Hari Kebutuhan Umur 1 hari 60 ml/kg Umur 2 hari 90 ml/kg Umur 3 hari 120 ml/kg Umur 4 hari 150 ml/kg Umur 10 hari 180 ml/kg Sumbar : (Wiknjosastro, 2006 ) 19 e. Menghindari infeksi Bayi permaturitas mudah sekali terkena infeksi, karena daya tahan tubuh yang masih lemah, kemampuan leokosit masih kurang, dan pembentukan antibodi belum sempurna. Oleh karena itu, upaya preventif sudah dilakukan sejak pengawasan antenatal sehingga tidak terjadi persalinan prematuritas. Dengan demikian perawatan dan pengawasan bayi prematuritas secara khusus dan terisolasi dangan baik. (Limawal Ferdy, 2010) 2.8 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Persalinan Prematur Pada Ibu Bersalin 1. Umur ibu Usia ibu saat melahirkan merupakan salah satu faktor resiko kematian perinatal, dalam kurun waktu reproduksi sehat diketahui bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20 - 35 tahun (Depkes RI, 2009). Pada usia < 20 tahun merupakan resiko tinggi kehamilan yang mengancam keselamatan ibu dan bayi, hal ini disebabkan pada usia muda organ-organ reproduksi dan fungsi fisiologisnya belum optimal dan secara psikologis belum tercapainya emosi dan kejiwaan yang cukup dewasa sehingga akan berpengaruh terhadap penerimaan kehamilannya yang akhirnya akan berdampak pada pemeliharaan dan perkembangan bayi yang dikandungnya. Sedangkan pada ibu yang tua, terutama pada ibu hamil dengan usia lebih dari 35 tahun merupakan resiko tinggi pula untuk hamil karena akan menimbulkan komplikasi pada kehamilan dan merugikan perkembangan janin 20 selama periode kandungan. Secara umum hal ini karena adanya kemunduran fungsi fisiologis dari sistem tubuh (Cunningham, 2006). Usia wanita mempengaruhi resiko kehamilan. Anak perempuan berusia kurang dari 20 dan rentan terhadap terjadinya pre-eklamsi (suatu keadaan yang ditandai dengan tekanan darah tinggi, kenaikan berat badan, oedema dan terdapat proteinuria) dan eklamsi (kejang akibat pre-eklamsi). Mereka juga lebih mungkin melahirkan premature atau bayi dengan berat badan rendah atau bayi kurang gizi. Wanita yang berusia 35 tahun atau lebih, rentan terhadap tekanan darah tinggi, preeklamsa dan eklamsia, perdarahan antepartum (plasenta previa, solusio plasenta) diabetes atau fibroid di dalam rahim serta lebih rentan terhadap gangguan persalinan sehingga mudah terjadi partus prematur (Dardiantoro, 2007). Kurun waktu reproduksi sehat adalah usia 20 - 35 tahun usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun meningkatkan risiko terjadinya komplikasi dalam kehamilan salah satunya solusio plasenta. Pada solusio plasenta komplikasi pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dan lama berlangsungnya, komplikasi yang dapat terjadi ialah perdarahan, kelainan pembekuan darah, oliguria dan gawat janin sampai kematiannya sehingga pada solusio plasenta akan merangsang untuk terjadi persalinan prematur, perdarahan antepartum pada solusio plasenta hampir tidak dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera (Wiknjosastro, 2007). Selain itu berat badan lahir rendah juga berkolerasi dengan usia ibu. Persentase tertinggi bayi dengan berat badan lahir rendah terdapat pada kelompok 21 remaja dan wanita berusia lebih dari 40 tahun. Ibu-ibu yang terlalu muda seringkali secara emosional dan fisik belum matang, selain pendidikan pada umumnya rendah, ibu yang masih muda masih tergantung pada orang lain. Kelahiran bayi BBLR lebih tinggi pada ibu-ibu muda berusia kurang dari 20 tahun. Remaja seringkali melahirkan bayi dengan berat lebih rendah. Hal ini terjadi karena mereka belum matur dan mereka belum memiliki sistem transfer plasenta seefisien wanita dewasa. Pada ibu yang tua meskipun mereka telah berpengalaman, tetapi kondisi badannya serta kesehatannya sudah mulai menurun sehingga dapat memengaruhi janin intra uterin dan dapat menyebabkan kelahiran BBLR. Faktor usia ibu bukanlah faktor utama kelahiran BBLR, tetapi kelahiran BBLR tampak meningkat pada wanita yang berusia di luar usia 20 sampai 35 tahun (Wiknjosastro, 2007). Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan dibawah 20 tahun ternyata 2 - 5 kali lebih tinggi dari pada kematian maternal yang terjadi pada usia 20 35 tahun, kematian maternal meningkat kembali sestelah 35 tahun ke atas (Wiknjosastro, 2007). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara umur ibu dengan hasil kehamilan. Pada umur < 20 tahun atau ≥ 35 tahun resiko terjadinya prematuritas dan komplikasi kehamilan akan semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena pada usia < 20 tahun kondisi ibu masih dalam masa pertumbuhan, sehingga masukan makanan banyak dipakai untuk ibu yang mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin (Rukiyah, 2007). 22 Secara fisik alat reproduksi pada umur < 20 tahun juga belum terbentuk sempurna. Pada umumnya rahim masih relatif kecil karena pembentukan belum sempurna dan pertumbuhan tulang panggul belum cukup lebar. Rahim merupakan tempat pertumbuhan bayi, rahim yang masih relatif kecil dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin (Rukiyah, 2007). Angka mortalititas neonatus terendah terdapat pada bayi dari ibu yang mendapat perawatan prenatal yang cukup dan berumur antara 20 - 30 tahun. Kehamilan pada anak usia belasan tahun dan wanita melebihi 35 tahun, menambah resiko terjadinya BBLR. 2. Paritas Paritas atau frekuensi ibu melahirkan anak sangat mempengaruhi kesehatan ibu dan anak, karena kemungkinan terjadinya kesakitan dan kematian maternal, pada ibu yang baru untuk pertama kalinya hamil agak lebih tinggi dari pada ibu-ibu yang sudah mempunyai anak dua atau tiga. Setelah anak kelima angkanya menjadi sangat menyolok. Pada ibu-ibu dengan paritas tinggi kematian maternal dan kematian anak menjadi tinggi, karena sering melahirkan maka didapat hal-hal seperti teganggunya kesehatan karena kurang gizi terjadinya anemia, perdarahan antepartum, kehamilan ganda, preeklamsia dan eklamsia, terjadinya kekendoran pada dinding perut dan dinding rahim juga kemungkinan-kemungkinan lainnya yang dapat terjadi sehingga dari keadaan tersebut maka akan mudah menimbulkan penyulit persalinan seperti kelamaan his, partus lama bahkan partus prematur (Depkes, 2005). 23 Paritas adalah jumlah persalinan yang telah dilakukan ibu. Paritas 2 - 3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal. Paritas 1 dan paritas lebih dari 3 mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi (Prawirohardjo, 2005). 3. Ketuban pecah dini Ketuban pecah dini merupakan penyebab terbesar dan sumber persalinan prematur. Bahaya ketuban pecah dini kemungkinan infeksi dalam rahim dan persalianan prematur. Ketuban pecah mengakibatkan hubungan langsung antara dunia luar dan ruang dalam rahim, sehingga memudahkan terjadinya infeksi asenden(Wijayanti Lusiya, 2008). Salah satu fungsi ketuban adalah melindungi atau menjadi pembatas dunia luar dan ruang dalam rahim sehingga mengurangi kemungkinan infeksi. Makin lama periode laten makin besar kemungkinan infeksi dalam rahim, persalinan prematur dan selanjutnya meningkatkan kejadian kesakitan dan kematian ibu dan bayi atau janin dalam rahim. Makin kecil umur kehamilan makin besar peluang terjadi infeksi dalam rahim yang dapat memacu terjadinya persalinan prematuritas bahkan berat janin kurang dari 1 kg (Manuaba, 2005). 4. Ekonomi Keadaan sosial ekonomi yang rendah keadaan ini sangat mempengaruhi terhadap timbulnya prematuritas. Kejadian tertinggi terdapat pada masyarakat ekonomi rendah. Hal ini karena asupan gizi yang didapat ibu pun sangat buruk. Status sosial ekonomi 24 rendah. Karena keadaan sosial rendah, maka tidak melakukan perwatan prenatal untuk mengetahui keadaan janin. 2.8. Kerangka Konsep Adapun kerangka konsep penelitian ini adalah untuk mengetahui FaktorFaktor yang berhubungan dengan persalinan prematur pada ibu bersalin di Puskesmas Sigompul Kecamatan Lintong Nihuta 2014 Variabel Independent Variabel Devendent Umur Paritas KPD Persalinan Prematur Ekonomi Berdasarkan diagram kerangka konsep di atas, variable yang akan di teliti yaitu Variable Independent ( bebas ) 2.8.1. Variabel yang menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan dengan persalinan prematur terdiri dari : umur, paritas, KPD, ekonomi. 2.8.2. Variabel Dependent ( terikat ) Variabel yang menyangkut dengan persalinan prematur. 25 2.9. Hipotesis 1. Ada hubungan Umur terhadap terjadinya persalinan prematur pada ibu bersalin di Puskesmas Sigompul Kecamatan Lintong Nihuta. 2. Ada hubungan Paritas terhadap terjadinya persalinan prematur pada ibu bersalin di Puskesmas Sigompul Kecamatan Lintong Nihuta. 3. Ada hubungan Ketuban pecah dini terhadap terjadinya persalinan prematur pada ibu bersalin di Puskesmas Sigompul Kecamatan Lintong Nihuta. 4. Ada hubungan Ekonomi terhadap terjadinya persalinan prematur pada ibu bersalin di Puskesmas Sigompul Kecamatan Lintong Nihuta. 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik. Yaitu untuk melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan persalinan prematur pada ibu bersalin di Puskesmas Sigompul Kecamatan Lintong Nihuta. 3.2. Lokasi Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di Puskesmas Sigompul Kecamatan Lintong Nihuta. Adapun alasan peneliti dilakukan di Puskesmas Sigompul ini karena masih tingginya angka kejadian persalinan prematur di Puskesmas Sigompul Kecamatan Lintong Nihuta. 3.2.2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - Mei Tahun 2014. 3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang bersalin di Puskesmas berjumlah 53 orang. 3.3.2. Sampel Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling Yaitu jumlah seluruh populasi dijadikan sampel. Yang menjadi sampel dipenelitian ini seluruh ibu bersalin di Puskesmas Sigompul (Hidayat,2011). 26 27 3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Jenis Data 1. Data Sekunder Pengumpulan data sekunder diperoleh dari data yang ada di Puskesmas Sigompul Januari 2014 melalui Medicar Record. 3.5. Defenisi Opersional 1. Umur adalah rentan kehidupan yang diukur dengan tahun. Kategori Umur : 0. 20 – 35 tahun 1. ≥ 35 dan ≤ 19 tahun Skala Ukur : Nominal ( Notoadmojo,2010) 2. Paritas adalah jumlah atau banyaknya anak yang dilahirkan oleh ibu baik hidup atau mati. Kategori Paritas : 0. 1 – 3 anak 1 . ≥ 3 anak Skala Pengukuran : Nominal ( Notoadmojo,2010) 3. KPD adalah pecah nya ketuban dimana berlangsung sebelum waktunya. Kategori KPD : 0. Pernah 1. Tidak Pernah Skala Ukur : Ordinal ( Notoadmojo,2010) 4. Ekonomi adalah Status ekonomi seorang ibu yang kurang mampu akibat pekerjaan yang kurang dan banyak pengangguran. Kategori Ekonomi : 0. < Rp.1.500.000-, 28 1. > Rp.1.500.000-, Skala Ukur : Ordinal ( Notoadmojo,2010) 5. Persalinan Prematur adalah sebagai persalinan yang kurang dari 37 minggu, Kategori Prematur : 0. Prematur 1. Tidak Prematur Skala Prematur : Ordinal (Notoadmojo,2010) 3.6. Pengolahan Data dan Analisa Data 3.6.1. Pengolahan Data Setelah data berhasil dikumpulkan,selanjutnya data diolah,adapun cara pengolahan data afdalah sebagai berikut : 1. Editing Yaitu langkah yang diambil untuk melakukan pengecekan kelengkapan data, kesinambungan data dan keragaman data. Hasil pengumpulan data pada lembar check list yang tidak lengkap, diperiksa kembali oleh peneliti dengan melihat rekam medik. 2. Coding Pengkodean yaitu langkah yang diambil untuk memberi kode setiap responden dan jawaban check list agar memudahkan pengolahan data. Peneliti menggunakan kode angka untuk mempermudah analisa data. 3. Processing Processing dilakukan agar dapat dianalisis (Riyanto 2011). Proses analisa dilakukan dengan menggunakan paket program computer yaitu SPSS. 29 4. Cleaning Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah dientry, dilakukan apabila terdapat kesalahan dalam memasukan data yaitu dengan melihat distribusi frekuensi dari variabel-variabel yang diteliti. 3.6.2. Analisa Data 1. Analisis Univariate Analisis data secara univariate bertujuan untuk menjelaskan atau mendiskripsikan karasteristik setiap variable penelitian. Analisis ini digunakan untuk menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase dari setiap variable. 2. Analisis Bevariate Analisis bivariate dilakukan untuk menguji ada tidaknya factor-faktor yang mempengaruhi (umur, paritas, KPD dan Ekonomi ) terjadinya persalinan prematur pada ibu bersalin, dengan menggunakan uji chi square 30 BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Puskesmas Sigompul berdiri sejak tahun 1999 yang berlokasi di Kecamatan Lintong Nihuta. 4.2 Gambaran Umum Responden Adapun faktor – faktor yang berhubungan dengan persalinan prematur pada bersalin di Puskesmas Sigompul Januari – Mei 2014 antara lain: umur, paritas, ketuban pecah dini, dan ekonomi 4.3 Analisa Univariat 4.3.1. Umur Untuk melihat frekuensi responden yang memengaruhi terjadinya persalinan prematur berdasarkan umur ibu di Puskesmas Sigompul Kecamatan Lintong Nihuta dapat di lihat pada tabel berikut : Tabel 4.1.Distribusi Frekuensi Umur Responden ibu di Puskesmas Sigompul Kecamatan Lintong Nihuta 1. 2. No 1 2 Usia Pada Ibu f % 20-35 tahun 23 43,39 >35 dan <19 tahun 30 56,60 Total 53 100 Dari table diatas dapat dilihat bahwa Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur lebih banyak dengan umur >35 tahun dan < 19 tahun yaitu 30 responden (56,60 %) 30 31 4.3.2. Paritas Untuk melihat frekuensi responden yang memengaruhi terjadinya persalinan prematur berdasarkan paritas ibu di Puskesmas Sigompul Kecamatan Lintong Nihuta dapat di lihat pada tabel berikut : Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Paritas responden ibu di Puskesmas Sigompul Kecamtan Lintong Nihuta 1. 2. No 1 2 Paritas Ibu f % 3 anak 31 58,49 Lebih dari 3 anak 22 41,50 Total 53 100 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa distribusi frekuensi responden berdasarkan paritas lebih dengan 1 anak yaitu 31 responden (58,49%) 4.3.3. Ketuban Pecah Dini Untuk melihat frekuensi responden Untuk melihat frekuensi responden yang memengaruhi terjadinya persalinan prematur berdasarkan KPD pada ibu di Puskesmas Sigompul Kecamatan Lintong Nihuta dapat di lihat pada tabel berikut : Tabel 4.3.Distribusi Frekuensi KPD pada ibu di Puskesmas Sigompul Kecamatan Lintong Nihuta 1. 2. No 1 2 KPD pada ibu f % Pernah 24 45,28 Tidak pernah 29 54,71 Total 53 100 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa distribusi frekuensi respond berdasarkan KPD lebih banyak tidak pernah mengalami KPD dengan 29 responden ( 54,71%). 32 4.3.4. Ekonomi Untuk melihat frekuensi responden Untuk melihat frekuensi responden yang memengaruhi terjadinya persalinan prematur berdasarkan ekonomi pada ibu di Puskesmas Sigompul Kecamatan Lintong Nihuta dapat di lihat pada tabel berikut : Tabel 4.4.Distribusi Frekuensi Ekonomi pada ibu di Puskesmas Sigompul Kecamatan Lintong Nihuta 1. 2. No 1 2 Ekonomi pada Ibu <Rp. 1.500.000 >Rp.1.500.000 Total f 25 28 53 % 47,16 52,83 100 Dari table diatas dapat dilihat bahwa distribusi frekuensi responden berdasarkan ekonomi lebih banyak yang berpenghasilan > Rp.1.500.000 sebanyak 28 orang (52,83%). 4.3.5. Persalinan Prematur Responden Untuk melihat frekuensi responden Untuk melihat frekuensi responden yang memengaruhi terjadinya persalinan prematur pada ibu di Puskesmas Sigompul Kecamatan Lintong Nihuta dapat di lihat pada tabel berikut : Tabel 4.5.Distribusi Frekuensi Responden yang Mengalami Persalinan Prematur pada ibu di Puskesmas Sigompul Kecamatan Lintong Nihuta 1. 2. No 1 2 Persalinan Prematur f % Prematur 25 47,16 Tidak Prematur 28 52,83 Total 53 100 Dari table diatas dapat dilihat bahwa distribusi frekuensi frekuensi premature yang lebih banyak mengalami yaitu tiak premature sebanyak 28 orang ( 52,83%). 33 4.4. Analisis Statistik Analisa statistik bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan antara umur, paritas, kpd, dan ekonomi terhadap terjadinya persalinan prematur maka di pakai analisa dengan menggunakan uji chi-square yang ditujukan dengan analisa crosstab dan didapat hasil sebagai berikut : 4.5. Analisa Bivariat Tabel 4.6. Hubungan Umur Responden Dengan Terjadinya Persalinan Prematur di Puskesmas Sigompul Kecamatan Lintong Nihuta No 1 2 Persalinan Prematur Total Prob Mengalami Tidak Umur n % n % n % 20-35 tahun 5 21,7 18 78,3 23 100 0,003 ≥35 dan ≤ 19 20 66,7 10 33,3 30 100 Total 25 47,2 28 52,8 53 100 Berdasarkan tabel di atas bahwa dari 23 responden yang berumur 20- 35 tahun yang mengalami prematur 5 orang (21,7%) yang tidak mengalami 18 orang (78,3%). Uji statistic dengan uji chi-squere menunjukkan bahwa probabilitas (0.003) <α (0.05) berarti Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa paritas ibu berhubungan dengan terjadinya persalinan prematur. Tabel 4.7. Hubungan Paritas Responden Dengan Terjadinya Persalinan Prematur Di Puskesmas Sigompul Kecamatan Lintong Nihuta No 1 2 Paritas 1 – 3 anak ≥ 3 anak Total Persalinan Prematur Mengalami Tidak n % n % 9 29,0 22 71,0 16 72,7 6 27,3 25 47,2 28 52,8 Total n % 31 100 22 100 53 100 Prob 0,004 34 Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat dari 31 responden yang 1-3 anak yang mengalami persalinan prematur 9 orang (29,0%) dan yang tidak mengalami persalinan prematur 22 orang (71,0%). Uji statistic dengan uji chi-squere menunjukkan bahwa probabilitas (0.004) <α (0.05) berarti Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa paritas ibu berhubungan dengan terjadinya persalinan prematur. Tabel 4.8 Hubungan KPD Responden Dengan Terjadinya Persalinan Prematur Di Puskesmas Sigompul Kecamatan Lintong Nihuta No 1 2 Persalinan Prematur Total Prob Mengalami Tidak KPD n % n % n % Pernah 17 70,8 7 29,2 24 100 0,004 Tidak Pernah 8 27,6 21 72,4 29 100 Total 25 47,2 28 52,8 53 100 Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat dari 24 orang yang pernah mengalami KPD yang mengalami persalinan prematur 17 orang (70,8%) dan yang tidak mengalami persalinan prematur 7 orang (29,2%) Uji statistic dengan uji chi-squere menunjukkan bahwa probabilitas (0.004) <α (0.05) berarti Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa ketuban pecah dini berhubungan dengan terjadinya persalinan prematur. Tabel 4.9. Hubungan Ekonomi Responden Dengan Terjadinya Persalinan PrematurDi Puskesmas Kecamatan Lintong Nihuta No 1 2 Ekonomi < Rp.1.500.000 > Rp.1.500.000 Total Persalinan Prematur Mengalami Tidak n % n % 15 68,2 7 31,8 10 32,3 21 67,7 25 47,2 28 52,8 Total n % 22 100 31 100 53 100 Prob 0,021 35 Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa dari 22 orang yang berpenghasilan <Rp.1.500.000 yang mengalami persalinan prematur sebanyak 15 orang(68,2%) dan yang tidak mengalami 7 orang (31,8%). Uji statistic dengan uji chi-squere menunjukkan bahwa probabilitas (0.021) <α (0.05) berarti Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa ekonomi berhubungan dengan terjadinya persalinan premature. 36 BAB V PEMBAHASAN 5.1. Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Persalinan Prematur Dari hasil penelitian tentang faktor – faktor yang berhubungan dengan Persalinan Prematur pada ibu Bersalin Di Puskesmas Sigompul Kecamatan Lintong Nihuta, maka pembahasannya sebagai berikut : 5.1.1. Faktor Yang Berhubungan dengan Persalinan Prematur Pada Ibu Bersalin Berdasarkan Umur Ibu Dari hasil penelitian faktor yang berhubungan dengan persalinan prematur berdasarkan umur bahwa dari 23 responden yang berumur 20-35 tahun yang mengalami prematur 5 orang (21,7%) yang tidak mengalami 18 orang (78,3%). Uji statistic dengan uji chi-squere menunjukkan bahwa probabilitas (0.003) <α (0.05) berarti Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa paritas ibu berhubungan dengan terjadinya persalinan prematur. Mengacu pada hasil uji tersebut diketahui bahwa semakin tua umur ibu dan maka semakin tinggi resiko ibu melahirkan persalinan prematur,bila umur ibu sesuai maka semakin rendah resiko persalinan prematur. Menurut Rukiyah (2007) menunjukkan bahwa ada hubungan antara umur ibu dengan hasil kehamilan. Pada umur < 20 tahun atau ≥ 35 tahun resiko terjadinya prematuritas dan komplikasi kehamilan akan semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena pada usia < 20 tahun kondisi ibu masih dalam masa pertumbuhan, sehingga 37 masukan makanan banyak dipakai untuk ibu yang mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin Menurut Dardiantoro (2007) Wanita yang berusia 35 tahun atau lebih, rentan terhadap tekanan darah tinggi, preeklamsa dan eklamsia, perdarahan antepartum (plasenta previa, solusio plasenta) diabetes atau fibroid di dalam rahim serta lebih rentan terhadap gangguan persalinan sehingga mudah terjadi partus prematur Menurut Asumsi peneliti usia ibu memang berhubungan dengan persalinan premature yang dapat dilihat dari hasil penelitian dan pernyataan di atas yang menyatakan semakin muda atau semakin tua nya usia ibu semakin cendrung mengalami persalinan premature. Hal tersebut karena usia ibu yang diatas dari 35 tahun akan semakin rentan mengalami preeklamsia sehingga mengakibatkan prematur. 5.1.2. Faktor Yang Berhubungan dengan Persalinan Prematur Pada Ibu Bersalin Berdasarkan Paritas Ibu Dari hasil penelitian faktor yang berhubungan dengan persalinan prematur berdasarkan paritas dapat dilihat dari 31 responden yang 1-3 anak yang mengalami persalinan prematur 9 orang (29,0%) dan yang tidak mengalami persalinan prematur 22 orang (71,0%). Uji statistic dengan uji chi-squere menunjukkan bahwa probabilitas (0.004) <α (0.05) berarti Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa paritas ibu berhubungan dengan terjadinya persalinan prematur. Mengacu pada hasil uji tersebut diketahui bahwa semakin sering ibu melahirkan maka semakin tinggi resiko persalinan prematur. 38 Menurut Departemen Kesehatan (2005) Paritas atau frekuensi ibu melahirkan anak sangat mempengaruhi kesehatan ibu dan anak, karena kemungkinan terjadinya kesakitan dan kematian maternal, pada ibu yang baru untuk pertama kalinya hamil agak lebih tinggi dari pada ibu-ibu yang sudah mempunyai anak dua atau tiga . Menurut Prawirohardjo (2005) jumlah persalinan yang telah dilakukan ibu. Paritas 2 - 3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal. Paritas 1 dan paritas lebih dari 3 mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi Menurut Asumsi peneliti paritas memang berhubungan dengan presalinan premature yang dapat dilihat dari hasil penelitian dan pernyataan di atas menyatakan bahwa dalam jangka waktu singkat ibu dapat mengalami kesakitan dan kematian maternal . 5.1.3. Faktor Faktor Yang Berhubungan dengan Persalinan Prematur Pada Ibu Bersalin Berdasarkan Ketuban Pecah Dini pada Ibu Dari hasil penelitian faktor yang berhubungan dengan persalinan prematur berdasarkan Ketuban Pecah Dini dari 24 orang yang pernah mengalami KPD yang mengalami persalinan prematur 17 orang (70,8%) dan yang tidak mengalami persalinan prematur 7 orang (29,2%) Uji statistic dengan uji chi-squere menunjukkan bahwa probabilitas (0.004) <α (0.05) berarti Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa ketuban pecah dini berhubungan dengan terjadinya persalinan prematur. Mengacu pada hasil uji tersebut diketahui bahwa semakin sering ibu mengalami ketuban pecah dini maka semakin tinggi resiko persalinan prematur,dan 39 jika ibu tidak mengalami ketuban pecah dini maka semakin rendah resiko persalinan prematur. Menurut Manuaba (2005) Ketuban pecah dini merupakan penyebab terbesar dan sumber persalinan prematur. Makin lama periode laten makin besar kemungkinan infeksi dalam rahim, persalinan prematur dan selanjutnya meningkatkan kejadian kesakitan dan kematian ibu dan bayi atau janin dalam rahim. Makin kecil umur kehamilan makin besar peluang terjadi infeksi dalam rahim yang dapat memacu terjadinya persalinan prematuritas bahkan berat janin kurang dari 1 kg Menurut Asumsi peneliti memang ketuban pecah dini berhubungan dengan prematur karena dilihat dari penelitian dan pernyataan di atas bahwa ketuban pecah dini berhubungan dengan persalinan premature karna ketuban pecah dini dapat membuat infeksi dalam rahim sehingga memicu persalinan premature atau kematian ibu dan janin dalam rahim. 5.1.4. Faktor Faktor Yang Berhubungan dengan Persalinan Prematur Pada Ibu Bersalin Berdasarkan ekonomi ibu Dari hasil penelitian faktor yang berhubungan dengan persalinan prematur berdasarkan ekonomi bahwa dari 22 orang yang berpenghasilan <Rp.1.500.000 yang mengalami persalinan prematur sebanyak 15 orang(68,2%) dan yang tidak mengalami 7 orang (31,8%). Uji statistic dengan uji chi-squere menunjukkan bahwa probabilitas (0.021) <α (0.05) berarti Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa ekonomi berhubungan dengan terjadinya persalinan prematur. 40 Mengacu pada hasil uji tersebut diketahui bahwa semakin rendah ekonomi ibu tersebut maka semakin tinggi pengetahuan dan resiko persalinan prematur.dan bila semakin tinggi ekonomi ibu semakin rendah resiko persalinan prematur. Keadaan sosial ekonomi yang rendah keadaan ini sangat mempengaruhi terhadap timbulnya prematuritas. Kejadian tertinggi terdapat pada masyarakat ekonomi rendah. Hal ini karena asupan gizi yang didapat ibu pun sangat buruk. Status sosial ekonomi rendah. Karena keadaan sosial rendah, maka tidak melakukan perwatan prenatal untuk mengetahui keadaan janin. Menurut Asumsi peneliti memang ekonomi berhubungan dengan persalinan prematur karena dilihat dari penelitian dan pernyataan di atas bahwa ekonomi rendah sering kurang mengetahui apa yang harus dilaksanakan sewaktu pemeriksaan kehamilan karna ekonomi yang memadai sehingga nutrisi dan pengetahuan tentang premature sangat berpengaruh. 41 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 1. Terdapat hubungan umur terhadap kejadian persalinan prematur pada ibu bersalin di Puskesmas Sigompul Kecamatan Lintong Nihuta Periode Januari – Mei 2014. 2. Terdapat hubungan Paritas ( jumlah anak ) terhadap kejadian persalinan prematur pada ibu besalin di Puskesmas Sigompul Kecamatan Lintong Nihuta Periode Januari – Mei 2014. 3. Terdapat hubungan Ketuban pecah dini terhadap kejadian persalinan prematur pada ibu bersalin di Puskesmas Sigompul Kecamatan Lintong Nihuta Periode Januari – Mei 2014. 4. Terdapat hubungan Perokok terhadap kejadian persalinan prematur pada ibu bersalin di Puskesmas Sigompul Kecamatan Lintong Nihuta Periode Januari – Mei 2014. 5. Terdapat hubungan Ekonomi terhadap kejadian persalinan prematur pada ibu bersalin di Puskesmas Sigompul Kecamatan Lintong Nihuta Periode Januari – Mei 2014 41 42 6.2. Saran 1. Tempat Penelitian Diharapkan Pihak Puskesmas Sigompul dapat memberikan penyuluhan kepada ibu bersalin terutama tentang faktor – faktor yang menyebabkan persalinan prematur. 2. Kepada Responden Diharapkan yang bersalin di Puskesmas Sigompul agar dapat mengetahui faktor – faktor yang dapat menyebabkan terjadinya persalinan prematur,diperlukan pengetahuan yang lebih banyak dan bertanya mengenai persalinan prematur. 3. Bagi Pendidikan Diharapkan kepada pendidik Kebidanan Audi Husada Medan untuk menambah referensi dan sumber informasi tentang persalinan dan masalah – masalah yang menyulitkan persalinan. 4. Bagi Peneliti Diharapkan bagi peneliti selanjutnya agar dapat mengembangkan penelitian tentang faktor – faktor yang mempengaruhi terjadinya persalinan prematur dengan benar kearah lebih maju dan luas, sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan