1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usia kehamilan

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Usia kehamilan merupakan salah satu prediktor penting bagi kelangsungan
hidup janin dan kualitas hidupnya. Persalinan umumnya terjadi pada usia kehamilan
cukup bulan yaitu antara 37 – 42 minggu. Namun persalinan juga dapat terjadi pada
usia kehamilan kurang dari 37 minggu, disebut persalinan prematur. Persalinan
prematur berperan menyebabkan 65% kasus kematian neonatus dan hampir 50%
kasus gangguan neurologis pada masa kanak-kanak. Di negara Barat sampai 80%
kematian neonatus adalah akibat prematuritas dan pada bayi yang selamat 10%
mengalami permasalahan jangka panjang (Winkjosastro, 2008).
Persalinan prematur merupakan persalinan yang terjadi ketika usia kehamilan
belum mencapai usia 37 minggu. Persalinan prematur merupakan masalah yang
selalu menjadi perhatian karenan menjadi salah satu penyebab utama kematian
neonatal. Persalinan prematur menjadi penyebab tingginya kematian karena kondisi
bayi yang masih lemah. Persalinan prematur merupakan hal yang berbahaya karena
mempunyai dampak yang potensial meningkatkan kematian perinatal.
Kejadian persalinan prematur berbeda pada setiap negara. Di negara maju
misalnya di Eropa, angkanya berkisar antara 5 - 11%. Di USA, pada tahun 2000
sekitar 1 dari 9 bayi dilahirkan prematur (11,9%), dan di Australia kejadiannya
sekitar 7%. Meskipun di negara-negara maju deteksi dini, pencegahan, dan
pengelolaan persalinan prematur telah dilakukan dengan baik.
1
2
Di negara yang sedang berkembang angka kejadian persalinan prematur masih
jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara maju. Misalnya di India 30%, Afrika
Selatan 15%, Sudan 31%, dan Malaysia 10% (Norwitz, E. & Schorge, J. 2008).
Indonesia berada di urutan ke-5 dari 10 negara penyumbang bayi prematur
terbanyak. Indonesia berkontribusi 15% atas kelahiran bayi prematur seluruh
dunia.Data kematian yang terdapat pada suatu komunitas dapat diperoleh melalui
survei, karena sebagian besar kematian terjadi di rumah, sedangkan data kematian di
fasilitas pelayanan kesehatan hanya memperlihatkan kasus rujukan. Angka Kematian
Bayi (AKB) di Indonesia berasal dari berbagai sumber, yaitu Sensus Penduduk,
Surkesnas/Susenas, dan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI).
Dewasa ini Di Indonesia memiliki angka kejadian prematur sekitar 19% dan
merupakan penyebab utama kematian perinatal. Kelahiran prematur juga bertanggun
jawab langsung terhadap 75-79 kematian noenatal yang tidak di sebabkan oleh
kongenital letal. Angka kematian di Indonesia pada tahun 1990 sebesar 71/1000
kelahiran hidup Pada tahun 2006 terdapat 23 (4%) persalinan prematur dari 580
persalinan normal karena ketuban pecah dini 9 (39,1%). Sedangkan tahun 2007
terdapat 32 (6%) persalinan prematur dari 541 persalinan normal karena ketuban
pecah dini 12 (37,5%).
Di Propinsi Sumatera Barat tahun 2008 Angka Kematian Bayi berkisar 28,5
orang per 1000 kelahiran hidup (Dinkes sumbar, 2008). Sedangkan di Kota Pariaman
terdapat angka kematian bayi pada tahun 2008 adalah 13,48 per 1000 kelahiran
hidup. (Profil Kesehatan Kota Pariaman, 2008).
3
Masalah utama dalam persalinan prematur merupakan perawatan bayi
prematur, semakin muda usia kehamilan semakin
besar morbiditas dan
mortalitasnya. Masalah lain adalah bayi prematur sering disertai dengan kelainan,
baik kelainan jangka pendek maupun jangka panjang. Kelainan jangka pendek yang
sering
terjadi
adalah
RDS
(Respiratory
Distress
Syndrom),
perdarahan
intra/periventrikular, NEC (Necrotizing Entero Cilitis), displasi bronko pulmoner,
sepsis, dan paten duktus arteriosus. Adapun kelainan jangka panjang berupa kelainan
neurologik seperti serebral palsi, retinopati, retardasi mental, juga dapat terjadi
disfungsi neurobehavioral dan prestasi sekolah yang kurang baik (Winkjosastro
,2008).
Persalinan prematur merupakan kelainan proses yang multifaktorial.
Kombinasi keadaan obstetrik, sosiodemografi, dan faktor medik mempunyai
pengaruh terjadinya persalinan prematur. Penyebab persalinan prematur yaitu
iatrogenik (20%), infeksi (30%), ketuban pecah dini saat preterm (20 - 25%),
dan persalinan preterm spontan (20 - 25%) (Norwitz & Schorge 2006). Di USA,
faktor resiko terhadap persalinan prematur dibagi menurut penelitian berbasis bukti.
Yaitu jarak persalinan yang pendek (<18 bulan) dan yang panjang (>60 bulan),
riwayat persalinan prematur sebelumnya, ras/etnik, usia ibu yang ekstrim (<16 tahun
dan > 40 tahun), malnutrisi ibu dan stress kronis, infeksi, sosioekonomi rendah,
perokok (termasuk perokok pasif/peminum alkohol/pemakai kokain), faktor plasenta,
kehamilan multipel (Krisnadi, 2009).
4
Salah satu faktor predisposisi terjadinya persalinan prematur adalah usia ibu.
Secara statistik, ibu yang sangat muda yaitu yang berusia kurang dari 18 tahun atau
yang berusia 35 tahun terbukti memiliki insiden persalinan prematur yang lebih
tinggi. Pada kelahiran anak yang kedua, ibu yang berusia antara 15 dan 19 tahun
berisiko tiga kali lebih tinggi mengalami kelahiran yang sangat prematur dan bayi
lahir mati dibandingkan ibu yang berusia 20-29 tahun. Menurut Astolfi dan Zonta
tahun 2002 mendapatkan 64% peningkatan kejadian persalinan prematur pada
populasi wanita Italia yang berusia 35 tahun atau lebih, terutama pada kehamilan
pertama (Krisnadi, 2009).
Selain usia ibu, jarak kehamilan dekat menyumbangkan risiko terjadinya
persalinan prematur.meneliti interval persalinan selama 7 tahun dan mendapatkan
bahwa ibu yang hamil dengan interval 6 - 17 bulan dari persalinan terakhirnya
meningkatkan risiko prematuritas dan bayi berat lahir rendah sebanyak 1,4 kali bila
dibandingkan dengan interval 18 - 23 bulan (Krisnadi, 2009). Menurut Portman,
kejadian prematuritas sebesar 7,8% pada interval lebih dari 23 bulan yang akan
meningkat menjadi 18,0% pada kasus dengan interval kurang dari 12 bulan (Sularyo,
2005), sedangkan dalam tinjauan data yang dilakukan Dr.Sorina Grisaru-Granovsky,
direktur meternal-fetal medicine, dari Shaare Zedek Medical Center dan timnya
terhadap 440.838 bayi yang lahir dari ibu yang sebelumnya sudah pernah melahirkan
diketahui bahwa risiko bayi lahir prematur meningkat hingga 23 persen pada ibu yang
sudah hamil lagi 6 bulan pasca melahirkan (Kurniasih Shinta, 2009) .
5
Kehamilan kembar atau kehamilan dengan jumlah janin ganda merupakan
salah satu penyebab persalinan prematur, dimana semakin banyak jumlah janin
semakin muda usia kehamilan saat bersalin. Sekitar 50% bayi kembar lahir dalam
keadaan prematur (Dewi K, 2009). Rata-rata kehamilan kembar dua hanya mencapai
usia kehamilan 35 minggu, sekitar 60% mengalami persalinan prematur pada usia
kehamilan 32 minggu sampai < 37 minggu dan 12% terjadi persalinan sebelum usia
kehamilan 32 minggu (Krisnadi, 2009).
Berdasarkan survey yang dilakukan oleh peneliti di Puskesmas Sigompul
Kecamatan Lintong Nihuta Jumlah Ibu bersalin dari Januari-Mei 2014 sebanyak 32
orang, dimana yang mengalami persalinan prematur 20 orang.
Berdasarkan latar belakang dan fenomena yang ada di atas, peneliti tertarik
untuk meneliti tentang faktor-faktor yang berhubungan terjadinya persalinan
prematur pada ibu bersalin di Puskesmas Sigompul Kecamatan Lintong Nihuta.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah
adalah faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan persalinan prematur pada ibu
bersalin di Puskesmas Sigompul Kecamatan Lintong Nihuta.
1.3. Tujuan Peneliti
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan persalinan prematur
pada ibu bersalin di Puskesmas Sigompul Kecamatan Lintong Nihuta.
6
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui faktor umur dengan terjadinya persalinan prematur pada ibu
bersalin.
2. Untuk mengetahui faktor paritas dengan terjadinya persalinan prematur pada ibu
bersalin.
3. Untuk mengetahui faktor ketuban pecah dini dengan terjadinya persalinan prematur
pada ibu bersalin.
4. Untuk mengetahui faktor ekonomi dengan terjadinya persalinan prematur pada ibu
bersalin
1.4. Manfaat Peneliti
Manfaat yang diharapkan dari penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini adalah
1. Bagi ilmu pengetahuan
Diharapkan dapat digunakan sebagai pembelajaran dalam penanganan kasus
Persalinan Prematur.
2. Bagi Penulis
Dapat menanbah wawasan dan pengalaman bagi penulistentang penanganan kasus
persalinan premature.
3. Bagi Pendidikan Kesehatan Khususnya Kebidanan
Dapat digunakan sebagai informasi bagi institusi pendidikan dalam pengembangan
dan peningkatan mutu pendidikan dimasa yang akan datang.
7
4. Bagi Lahan Praktik
Dengan adanya penulisan karya tulis ilmiah ini dapat menambah bahan bacaan
untuk meningkatkan mutu pelayanan yang lebih baik, khususnya pasien yang
mengalami persalinan prematur.
8
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1. Persalinan Prematur
Prematur adalah Lamanya kehamilan yang normal adalah 280 hari atau 40
minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir. Kadang-kadang kehamilan berakhir
sebelum waktunya. Berakhirnya kehamilan menurut lamanya kehamilan dapat dibagi
menjadi usia kehamilan 20 - 28 minggu (500 - 1000 gram) disebut partus imatur,
kehamilan 28 - 37 minggu (1000 - 2500 gram) disebut partus prematur, 37 - 42
minggu (>2500) disebut partus matur, sedangkan usia kehamilan lebih dari 42
minggu disebut partus serotinus (Rukiyah, 2007).
Persalinan prematur adalah persalinan antara usia kehamilan 28 sampai 36
minggu, berat janin kurang dari 2499 gram (Manuaba, 2010).
Sedangkan( Holmes, 2011) menyatakan kelahiran prematur mengacu pada pelahiran
bayi yang berlangsung antara usia kehamilan 24+0 dan 36+6 minggu.
Dari beberapa pengertian yang telah disebutkan, prematuritas dapat
didefinisikan sebagai persalinan yang terjadi antara usia kehamilan 20 minggu sampai
dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu, dengan berat badan lahir < 2500
gram.
2.2. Penggolongan bayi pramatur
Berdasarkan
timbulnya
bermacam-macam
problematika
prematuritas maka klasifikasi menurut usia kehamilan yaitu:
8
pada
derajat
9
a.
Usia kehamilan 32-36 minggu disebut persalinan prematur (pretrem).
b.
Usia kehamilan 28-32 minggu disebut sangat prematur (very pretrem).
Usia kehamilan antara 20-27 minggu disebut ekstrim prematur (extremely
premature). ( Krisnadi, 2009 )
2.3. Etiologi
Persalinan prematur merupakan kelainan proses yang multifaktorial.
Kombinasi keadaan obstetrik, sosiodemografi, dan faktor medik mempunyai
pengaruh terjadinya persalinan prematur. Banyak kasus persalinan prematur sebagai
akibat proses terjadinya kontraksi rahim dan perubahan serviks, yaitu :
a. Aktivasi aksis kelenjar hipotalamus-hipofisis-adrenal baik pada ibu maupun pada
janin, akibat stres pada ibu ataupun pada janin.
b. Inflamasi desidua-korioamnion atau sistemik akibat infeksi asenden dari traktus
genitourinaria atau infeksi sistemik.
c. Perdarahan desidua.
d. Peregangan uterus patologik.
e. Kelainan pada uterus dan serviks. (Winkjosastro, 2008)
2.4. Penatalaksanaan Pada Ibu
Ibu hamil yang mempunyai risiko terjadi persalinan prematur dan atau
menunjukkan persalinan prematur perlu dilakukan intervensi untuk meningkatkan
neonatal outcomes. Manajemen persalinan prematur bergantung pada beberapa faktor
yaitu :
10
a. Keadaan selaput ketuban, pada umumnya persalinan tidak dihambat bilamana
selaput ketuban sudah pecah.
b. Pembukaan serviks, persalinan akan sulit dicegah bila pembukaan mencapai 4
cm.
c. Umur kehamilan, makin muda usia kehamilan, upaya mencegah persalinan
makin perlu dilakukan. Persalinan dapat dipertimbangkan berlangsung bila TBJ
> 2.000 atau kehamilan > 34 minggu.
d. Penyebab/komplikasi persalinan prematur.
e. Kemampuan neonatal intensive care facillities.
(Winkjosastro, 2008)
Prinsip penatalaksanaan persalinan prematur adalah :
a. Upaya menghentikan kontraksi uterus.
Kemungkinan obat-obat tokolitik hanya berhasil sebentar tapi penting
untuk dipakai memberikan kortikosteroid sebagai induksi maturitas paru bila usia
gestasi kurang dari 34 minggu. Intervensi ini bertujuan untuk menunda kelahiran
sampai bayi cukup matang.
Penundaan kelahiran dilakukan bila :
1) Umur kehamilan kurang dari 35 minggu.
2) Pembukaan serviks kurang dari 3 cm.
3) Tidak ada amnionitis, preeklampsia atau perdarahan yang aktif
4) Tidak ada gawat janin.
11
2.5. Pencegahan Prematur
Prematuritas merupakan masalah multifaktor, tidak ada faktor yang pasti yang
dapat menyebabkan prematuritas, sehingga pencegahan melalui satu atau beberapa
faktor mungkin tidak akan berhasil memperbaiki luaran persalinan. Langkah pertama
untuk mencegah persalinan prematur adalah dengan mengurangi faktor risiko yang
berhubungan dengan persalinan prematur.
Pencegahan primer dilakukan dengan mengenal kelompok ibu yang berisiko
tinggi mengalami persalinan prematur, dan pencegahan dapat dilakukan terhadap
faktor karakteristik ibu, faktor lingkungan, faktor uterus, faktor plasenta, faktor
paternal, faktor farmakologi dan faktor fetus. Pencegahan sekunder adalah deteksi
dini gejala persalinan prematur dan pengobatan dini ancaman persalinan prematur,
sedangkan pencegahan tersier diberikan untuk memperpanjang waktu persalinan pada
ibu yang sudah terdiagnosis persalinan prematur baik dengan istirahat rebah atau
dengan pemberian medikasi (Krisnadi, 2009).
2.6. Gambaran Klinis Bayi Prematur
Gambaran bayi prematur atau penampilan yang tampak sangat berpariasi
tergantung dari umur kehamilan saat bayi dilahirkan. Makin prematur atau makin
kecil umur kehamilan saat dilahirkan maka besar pula perbedaannya dangan bayi
cukup bulan. Sehingga dapat di gambarkan bayi prematur mempunyai karakteristik :
a. Berat badan kurang dari 2500 gram, PB 45 cm, lingkar kepala kurang dari 33 cm,
lingkar dada kurang dari 30 cm.
b. Masa gestasi kurang dari 37 minggu.
12
c. Kulit tipis dan transparan, tampak mengkilat dan licin
d. Kepala lebih besar dari badan
e. Lanugo banyak terutama pada dahi, pelipis, telinga dan lengan
f. Lemak subkutan kurang
g. Tumit mengkilap, telapak kaki halus.
h. Rambut tipis dan halus
i. Tulang rawat dan daun telinga immature
j. Puting susu belum terbentuk dengan baik
k. Pembulu darah kulit banyak terlihat peristaltic usus dapat terlihat
l. Genitalia belum sempurna, labia minora belum tertutup oleh labia mayor (pada
perempuan), pigmentasi dan rugaepada scrotum kurang, testis belum turun kedalam
scrotum (pada laki-laki)
m. Fungsi saraf yang belum atau kurang matang, mengakibatkan
refleks hisap,
menelan dan batuk masih lemah.
n. Tonus otot lemah Panggerakan kurang dan lemah, sehingga bayi kurang aktif dan
pergerakannya lemah.
o. Banyak tidur, tangis lemah, pernapasan belum teratur dan sering mengalami
serangan apnoe ( Doroles, 2009 ).
2.6.1. Prognosis Bayi Prematur
Tingkat kematangan fungsi organ neonatus merupakan syarat untuk dapat
beradaptasi dengan kehidupan diluar rahim. Penyakit yang terjadi pada bayi prematur
berhubungan karna belum matangnya fungsi organ-organ tubuhnya. Hal ini
13
berhubungan dengan umur kehamilan saat bayi dilahirkan. Makin
muda umur
kehamilan, makin tidak sempurna organ-organnya. Konsekuensi dari anatomi dan
fisiologi yang belum matang, bayi prematur cenderung mengalami masalah yang
bervariasi. Hal ini harus di antisipasi dan dikelola pada masa neonatal. Adapun
masalah-masalah yang terjadi adalah masalah seperti : hipotermi, sindrom gawat
nafas, hipoglekemia, perdarahan intracranial, hiperbilirubenia, rentang terhadap
infeksi, kerusakan integritas kulit. (Doroles, 2009 )
2.6.2. Komplikasi bayi prematur
a. Hipotermi
Dalam kandungan bayi berada dalam suhu lingkungan yang normal dan stabil
yaitu 36 sampai dengan 37. Segera setelah bayi lahir bayi dihadapkan pada suhu
lingkungan yang lebih rendah. Perbedaan suhu memberi pengaruh pada kehilangan
panas pada tubuh bayi (Limawal Ferdy, 2010 )
b. Sindrom gangguan pernapasan
Kesukaran pernapasan
pada bayi
prematur dapat disebabkan
belum
sempurnanya pembentukan membran hialin surfaktan paru yang merupakan suatu
zatyang
dapat
menurunkan
tegangan
dinding
alveoli
paru.
Pertumbuhan
surfaktanparu mencapai maksimunpada minggu ke-35 kehamilan. Defisiensi
surfaktan menyebabkan kemampuan untuk mempertahankan stabilitasnya, alveolus
akan kembali kolaps setiap akhir ekspirasisehingga untuk pernapasan berikutnya
dibutuhkan tekanan negative intratoraks yang lebih besar yang disertai usaha inspirasi
yang kuat.
14
c. Hipoglekemia
Penyelidikan kadar gula darah pada 12 jam pertama menunjukkan bahwa
hipoglekemia dapat terjadi sebanyak 50% pada bayi matur. Glukosa merupakan
sumber utama energi selama masa janin. Bayi aterm dapat mempertahankan kadar
gula darah 50-60 mg/dL selama 72 jam pertama, sedangkan bayi berat badan lahir
rendah dalam kadar 40mg/dL. Hal ini disebabkan cadangan glikogen yang belum
mencukupi.
d. Perdarahan intracranial
Pada bayi prematur pembuluh darah masih sangat rapuh hingga mudah pecah.
Perdarahan intracranial dapat terjadi karena trauma lahir, disseminated intravascular
coagulopathy atau trombositopenia idopatik. Matriks germinal epidiminal yang kaya
pembuluh darah merupakan wilayah yang sangat rentan terhadap perdarahan selama
minggu pertama kehidupan.
e. Hiperbilirubinemia
Suatu keadaan kadar bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang
mempunyai potensi untuk menimbulkan kern iktrus bila tidak di tanggulangi dengan
baik,atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown menetapkan
hiperbilirubenemia bila kadar bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15
mg% pada bayi kurang bulan (Limawal Ferdy, 2010 )
15
2.6.3. Penelitian bayi dangan sistem ballard
Ballard menilia maturitas noenatus berdasarkan 7 tanda-tanda kematangan fisik
dan 6 tanda kematangan neoromusculer. Penilaian di lakukan dengan cara :
a. Menilai 7 tanda kematangan fisik.
b. Menilai 6 tanda kematanga neorologik di jumlah.
c. Hasil penilaian aspek kematangan fisik dan neorologik di jumlah.
d. Jumlah nilai kedua aspek kematangan tersebut dicocokkan dengan tabel patokan
tingkan kematangan menurut ballard.
2.1. Ciri Kematangan fisik menurut Ballard
0
1
2
3
4
5
Seperti
kertas
kulit
retak
lebih
dalam
tidak
ada vena
Seperti
kulit
retakretak,
mengerut
Kulit
Merah
Merah muda Permukaan
seperti agar, lican/halus
mengelupas
transparan
tanpak vena
dengan/
tampa
ruang, sedikit
vena menipis
Daerah
pucat
retakretak
vena
jarang
Lanugo
Tidak ada
Banyak
Menghil Umumn
ang
ya tidak
ada
Lipatan
plantar
Tidak ada
Tanda merah Hanya lipatan Lipatan
sangat
anterior yang 2/3
sedikit
melintang
anterior
Payudara
Hampir
tidak ada
Areola,
datar,tidak
ada tonjolan
Daun
Datar, tetap Sedikik
Menipis
Areola,seperti
titi, tonjolan
1-2 mm
Bentuknya
Lipatan
diseluru
h
telapak
Areola
Areola
lebih
penuh,to
jelas,ton njolan 5jolan3-4 10 mm
mm
Bentuk Tulang
16
telinga
terlihat
melengkung, lebih
lunak lambat baik,lunak,mu
menbalik
dah balik
Kelamin
laki-laki
Skrotum
kosong,
tidak
ada
ruga
Testis
turun,sedikit
ruga
Kelamin
perempua
n
Klitoris dan
labia minora
menonjol
Labia mayor
dan,minor
sama-sama
menonjol
sempur
na,
membal
ik
seketika
Testis
dibawa
rugany
bagus
Labia
mayora
besar,la
bia
minora
kecil
rawante
bal,
teling
kaku
Testis
bergantu
ng,rugan
ya
dalam
Klitoris
dan
labia
minora
ditutupi
labia
mayor
Sumber : ( Pantiawati, 2010)
Penilaian Tingkat Kematangan Menurut Ballard
Nilai
5
Minggu 26
10
15
20
25
30
35
40
45
50
28
30
32
34
36
38
40
42
44
Sumber : (Doroles, 2009 )
2.7. Penatalaksanaan Bayi Prematur
Mengingat belum sempurnanya kerja alat-alat yang perlu untuk pertumbuhan
dan perkembangan diri dengan lingkungan hidup di luar uterus maka perlu
diperhatikan pengaturan suhu lingkungan, pemberian makan bila perlu pemberian
oksigen, mencenga infeksi serta mencegah kekurangan vitamin dan zat besi.
17
a. Pengaturan suhu
Bayi prematur mudah dapat cepat sekali menderita hipotermia bila berada di
lingkungan yang dingin. Kehilangan panas disebabkan oleh permukaan suhu bayi
yang relatif lebih luas bila dibandingkan dengan berat badan, kurangnya aliran lemak
di bawah kulit dan kekurangan lemak. Untuk mencengah hipotermi, perlu di
usahakan lingkungan yang cukup hangat dalam keadaan istirahat konsumsi oksigen
paling sedikit, sehingga suhu tubuh bayi tetap normal. Bila bayi dirawat di dalam
inkubator, maka suhunya untuk bayi dengan berat badan kurang dari 2 kg adalah 35
dan untuk bayi dengan berat badan 2,5 kg 34, agar ia dapat mempertahankan suhu
tubuh sekitar 37, sebelum memasukkan bayi dalam incubator terlebih dahulu
hangatkan sampai sekitar 29,4 untuk bayi dengan berat 1,7 kg dan 32,2 untuk bayi
yang lebih kecil. Bayi dirawat dalam keadaan telanjang hal ini memungkinkan
pernapasan yang adekuat, bayi dapat bergerak tanpa di batasi pakaian, observasi
terhadap pernapasan lebih mudah. Kelembapan inkubator berkisar antara 50-60
persen ( Choriyati Ika, 2010)
b. Makanan bayi
Pada bayi prematur refleks isap, telan dan batuk belum sempurna, kapasitas
lambung masih sedikit, kebutuhan protein 3-5g/hari dan tinggi kalori(110
kal/kg/hari), agar berat badan bertambah sebaik-baiknya. Jumlah ini lebih tinggi dari
yang diperlukan bayi cukup bulan. Pemberian minum dimulai pada waktu bayi
berumur 3 jam agar bayi tidak menderita hipoglikemia dan hiperbilirubinemia.
(Choriyati Ika, 2010)
18
c. Pemberian minum
Pada bayi dengan berat di atas 1500 gram dapat dimulai dengan 3 ml/kg
setiap 2 jam dan setiap kali bayi akan di beri minum, cairan lambung harus di
keluarkan pemberian minum berikutnya dapat ditambah 1ml-20ml setiap kali minum.
Berikutnya mungkin dapat diberi minum setiap 3 jam. Bilah cairan lambung yang
diisap lebih dari 2 ml maka jumlah susu yang akan diberikan harus dikurangi dengan
jumlah cairan yang dikeluarkan sebelumnya. Kegagalan pemberian pengganti ASI
dapat dilihat dari turunnya berat badan yang lebih dari 10 % yang disebabkan oleh
pencemaran kuman pathogen atau susunan nutrisi yang tidak sesuai dengan
kebutuhan bayi.
2.7.1. Pemberian Minum Pada Bayi
Hari
Kebutuhan
Umur 1 hari
60 ml/kg
Umur 2 hari
90 ml/kg
Umur 3 hari
120 ml/kg
Umur 4 hari
150 ml/kg
Umur 10 hari 180 ml/kg
Sumbar : (Wiknjosastro, 2006 )
19
e. Menghindari infeksi
Bayi permaturitas mudah sekali terkena infeksi, karena daya tahan tubuh yang
masih lemah, kemampuan leokosit masih kurang, dan pembentukan antibodi belum
sempurna. Oleh karena itu, upaya preventif sudah dilakukan sejak pengawasan
antenatal sehingga tidak terjadi persalinan prematuritas. Dengan demikian perawatan
dan pengawasan bayi prematuritas secara khusus dan terisolasi dangan baik.
(Limawal Ferdy, 2010)
2.8 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Persalinan Prematur Pada
Ibu Bersalin
1. Umur ibu
Usia ibu saat melahirkan merupakan salah satu faktor resiko kematian
perinatal, dalam kurun waktu reproduksi sehat diketahui bahwa usia aman untuk
kehamilan dan persalinan adalah 20 - 35 tahun (Depkes RI, 2009). Pada usia < 20
tahun merupakan resiko tinggi kehamilan yang mengancam keselamatan ibu dan
bayi, hal ini disebabkan pada usia muda organ-organ reproduksi dan fungsi
fisiologisnya belum optimal dan secara psikologis belum tercapainya emosi dan
kejiwaan yang cukup dewasa sehingga akan berpengaruh terhadap penerimaan
kehamilannya yang akhirnya akan berdampak pada pemeliharaan dan perkembangan
bayi yang dikandungnya. Sedangkan pada ibu yang tua, terutama pada ibu hamil
dengan usia lebih dari 35 tahun merupakan resiko tinggi pula untuk hamil karena
akan menimbulkan komplikasi pada kehamilan dan merugikan perkembangan janin
20
selama periode kandungan. Secara umum hal ini karena adanya kemunduran fungsi
fisiologis dari sistem tubuh (Cunningham, 2006).
Usia wanita mempengaruhi resiko kehamilan. Anak perempuan berusia
kurang dari 20 dan rentan terhadap terjadinya pre-eklamsi (suatu keadaan yang
ditandai dengan tekanan darah tinggi, kenaikan berat badan, oedema dan terdapat
proteinuria) dan eklamsi (kejang akibat pre-eklamsi). Mereka juga lebih mungkin
melahirkan premature atau bayi dengan berat badan rendah atau bayi kurang gizi.
Wanita yang berusia 35 tahun atau lebih, rentan terhadap tekanan darah tinggi,
preeklamsa dan eklamsia, perdarahan antepartum (plasenta previa, solusio plasenta)
diabetes atau fibroid di dalam rahim serta lebih rentan terhadap gangguan persalinan
sehingga mudah terjadi partus prematur (Dardiantoro, 2007).
Kurun waktu reproduksi sehat adalah usia 20 - 35 tahun usia kurang dari 20
tahun atau lebih dari 35 tahun meningkatkan risiko terjadinya komplikasi dalam
kehamilan salah satunya solusio plasenta. Pada solusio plasenta komplikasi pada ibu
dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dan lama berlangsungnya,
komplikasi yang dapat terjadi ialah perdarahan, kelainan pembekuan darah, oliguria
dan gawat janin sampai kematiannya sehingga pada solusio plasenta akan
merangsang untuk terjadi persalinan prematur, perdarahan antepartum pada solusio
plasenta hampir tidak dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera
(Wiknjosastro, 2007).
Selain itu berat badan lahir rendah juga berkolerasi dengan usia ibu.
Persentase tertinggi bayi dengan berat badan lahir rendah terdapat pada kelompok
21
remaja dan wanita berusia lebih dari 40 tahun. Ibu-ibu yang terlalu muda seringkali
secara emosional dan fisik belum matang, selain pendidikan pada umumnya rendah,
ibu yang masih muda masih tergantung pada orang lain. Kelahiran bayi BBLR lebih
tinggi pada ibu-ibu muda berusia kurang dari 20 tahun. Remaja seringkali melahirkan
bayi dengan berat lebih rendah. Hal ini terjadi karena mereka belum matur dan
mereka belum memiliki sistem transfer plasenta seefisien wanita dewasa. Pada ibu
yang tua meskipun mereka telah berpengalaman, tetapi kondisi badannya serta
kesehatannya sudah mulai menurun sehingga dapat memengaruhi janin intra uterin
dan dapat menyebabkan kelahiran BBLR. Faktor usia ibu bukanlah faktor utama
kelahiran BBLR, tetapi kelahiran BBLR tampak meningkat pada wanita yang berusia
di luar usia 20 sampai 35 tahun (Wiknjosastro, 2007).
Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan dibawah 20 tahun
ternyata 2 - 5 kali lebih tinggi dari pada kematian maternal yang terjadi pada usia 20 35 tahun, kematian maternal meningkat kembali sestelah 35 tahun ke atas
(Wiknjosastro, 2007).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara umur ibu
dengan hasil kehamilan. Pada umur < 20 tahun atau ≥ 35 tahun resiko terjadinya
prematuritas dan komplikasi kehamilan akan semakin meningkat. Hal ini disebabkan
karena pada usia < 20 tahun kondisi ibu masih dalam masa pertumbuhan, sehingga
masukan makanan banyak dipakai untuk ibu yang mengakibatkan gangguan
pertumbuhan janin (Rukiyah, 2007).
22
Secara fisik alat reproduksi pada umur < 20 tahun juga belum terbentuk
sempurna. Pada umumnya rahim masih relatif kecil karena pembentukan belum
sempurna dan pertumbuhan tulang panggul belum cukup lebar. Rahim merupakan
tempat pertumbuhan bayi, rahim yang masih relatif kecil dapat mengakibatkan
gangguan pertumbuhan janin (Rukiyah, 2007).
Angka mortalititas neonatus terendah terdapat pada bayi dari ibu yang
mendapat perawatan prenatal yang cukup dan berumur antara 20 - 30 tahun.
Kehamilan pada anak usia belasan tahun dan wanita melebihi 35 tahun, menambah
resiko terjadinya BBLR.
2. Paritas
Paritas atau frekuensi ibu melahirkan anak sangat mempengaruhi kesehatan
ibu dan anak, karena kemungkinan terjadinya kesakitan dan kematian maternal, pada
ibu yang baru untuk pertama kalinya hamil agak lebih tinggi dari pada ibu-ibu yang
sudah mempunyai anak dua atau tiga. Setelah anak kelima angkanya menjadi sangat
menyolok. Pada ibu-ibu dengan paritas tinggi kematian maternal dan kematian anak
menjadi tinggi, karena sering melahirkan maka didapat hal-hal seperti teganggunya
kesehatan karena kurang gizi terjadinya anemia, perdarahan antepartum, kehamilan
ganda, preeklamsia dan eklamsia, terjadinya kekendoran pada dinding perut dan
dinding rahim juga kemungkinan-kemungkinan lainnya yang dapat terjadi sehingga
dari keadaan tersebut maka akan mudah menimbulkan penyulit persalinan seperti
kelamaan his, partus lama bahkan partus prematur (Depkes, 2005).
23
Paritas adalah jumlah persalinan yang telah dilakukan ibu. Paritas 2 - 3
merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal. Paritas 1 dan
paritas lebih dari 3 mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi (Prawirohardjo,
2005).
3. Ketuban pecah dini
Ketuban pecah dini merupakan penyebab terbesar dan sumber persalinan
prematur. Bahaya ketuban pecah dini kemungkinan infeksi dalam rahim dan
persalianan prematur. Ketuban pecah mengakibatkan hubungan langsung antara dunia
luar
dan
ruang
dalam
rahim,
sehingga
memudahkan
terjadinya
infeksi
asenden(Wijayanti Lusiya, 2008).
Salah satu fungsi ketuban adalah melindungi atau menjadi pembatas dunia
luar dan ruang dalam rahim sehingga mengurangi kemungkinan infeksi. Makin lama
periode laten makin besar kemungkinan infeksi dalam rahim, persalinan prematur dan
selanjutnya meningkatkan kejadian kesakitan dan kematian ibu dan bayi atau janin
dalam rahim. Makin kecil umur kehamilan makin besar peluang terjadi infeksi dalam
rahim yang dapat memacu terjadinya persalinan prematuritas bahkan berat janin
kurang dari 1 kg (Manuaba, 2005).
4. Ekonomi
Keadaan sosial ekonomi yang rendah keadaan ini sangat mempengaruhi terhadap
timbulnya prematuritas. Kejadian tertinggi terdapat pada masyarakat ekonomi rendah.
Hal ini karena asupan gizi yang didapat ibu pun sangat buruk. Status sosial ekonomi
24
rendah. Karena keadaan sosial rendah, maka tidak melakukan perwatan prenatal
untuk mengetahui keadaan janin.
2.8. Kerangka Konsep
Adapun kerangka konsep penelitian ini adalah untuk mengetahui FaktorFaktor yang berhubungan dengan persalinan prematur pada ibu bersalin di Puskesmas
Sigompul Kecamatan Lintong Nihuta 2014
Variabel Independent
Variabel Devendent
 Umur
 Paritas
 KPD
Persalinan Prematur
 Ekonomi
Berdasarkan diagram kerangka konsep di atas, variable yang akan di teliti yaitu
 Variable Independent ( bebas )
2.8.1.
Variabel yang menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan dengan persalinan
prematur terdiri dari : umur, paritas, KPD, ekonomi.
2.8.2. Variabel Dependent ( terikat )
Variabel yang menyangkut dengan persalinan prematur.
25
2.9. Hipotesis
1. Ada hubungan Umur terhadap terjadinya persalinan prematur pada ibu bersalin di
Puskesmas Sigompul Kecamatan Lintong Nihuta.
2. Ada hubungan Paritas terhadap terjadinya persalinan prematur pada ibu bersalin di
Puskesmas Sigompul Kecamatan Lintong Nihuta.
3. Ada hubungan Ketuban pecah dini terhadap terjadinya persalinan prematur pada
ibu bersalin di Puskesmas Sigompul Kecamatan Lintong Nihuta.
4. Ada hubungan Ekonomi terhadap terjadinya persalinan prematur pada ibu bersalin
di Puskesmas Sigompul Kecamatan Lintong Nihuta.
26
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik. Yaitu untuk melihat
faktor-faktor yang berhubungan dengan persalinan prematur pada ibu bersalin di
Puskesmas Sigompul Kecamatan Lintong Nihuta.
3.2. Lokasi Penelitian
3.2.1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Puskesmas Sigompul Kecamatan Lintong
Nihuta. Adapun alasan peneliti dilakukan di Puskesmas Sigompul ini karena masih
tingginya angka kejadian persalinan prematur di Puskesmas Sigompul Kecamatan
Lintong Nihuta.
3.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - Mei Tahun 2014.
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang bersalin di Puskesmas
berjumlah 53 orang.
3.3.2. Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling Yaitu
jumlah seluruh populasi dijadikan sampel. Yang menjadi sampel dipenelitian ini
seluruh ibu bersalin di Puskesmas Sigompul (Hidayat,2011).
26
27
3.4. Metode Pengumpulan Data
3.4.1. Jenis Data
1. Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder diperoleh dari data yang ada di Puskesmas
Sigompul Januari 2014 melalui Medicar Record.
3.5. Defenisi Opersional
1. Umur adalah rentan kehidupan yang diukur dengan tahun.
Kategori Umur : 0. 20 – 35 tahun
1. ≥ 35 dan ≤ 19 tahun
Skala Ukur
: Nominal ( Notoadmojo,2010)
2. Paritas adalah jumlah atau banyaknya anak yang dilahirkan oleh ibu baik hidup
atau mati.
Kategori Paritas : 0. 1 – 3 anak
1 . ≥ 3 anak
Skala Pengukuran : Nominal ( Notoadmojo,2010)
3. KPD adalah pecah nya ketuban dimana berlangsung sebelum waktunya.
Kategori KPD : 0. Pernah
1. Tidak Pernah
Skala Ukur : Ordinal ( Notoadmojo,2010)
4. Ekonomi adalah Status ekonomi seorang ibu yang kurang mampu akibat pekerjaan
yang kurang dan banyak pengangguran.
Kategori Ekonomi : 0. < Rp.1.500.000-,
28
1. > Rp.1.500.000-,
Skala Ukur : Ordinal ( Notoadmojo,2010)
5. Persalinan Prematur adalah sebagai persalinan yang kurang dari 37 minggu,
Kategori Prematur : 0. Prematur
1. Tidak Prematur
Skala Prematur
: Ordinal (Notoadmojo,2010)
3.6. Pengolahan Data dan Analisa Data
3.6.1. Pengolahan Data
Setelah data berhasil dikumpulkan,selanjutnya data diolah,adapun cara
pengolahan data afdalah sebagai berikut :
1. Editing
Yaitu langkah yang diambil untuk melakukan pengecekan kelengkapan data,
kesinambungan data dan keragaman data. Hasil pengumpulan data pada lembar
check list yang tidak lengkap, diperiksa kembali oleh peneliti dengan melihat
rekam medik.
2. Coding
Pengkodean yaitu langkah yang diambil untuk memberi kode setiap
responden dan jawaban check list agar memudahkan pengolahan data. Peneliti
menggunakan kode angka untuk mempermudah analisa data.
3. Processing
Processing dilakukan agar dapat dianalisis (Riyanto 2011). Proses analisa
dilakukan dengan menggunakan paket program computer yaitu SPSS.
29
4. Cleaning
Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah dientry, dilakukan
apabila terdapat kesalahan dalam memasukan data yaitu dengan melihat distribusi
frekuensi dari variabel-variabel yang diteliti.
3.6.2. Analisa Data
1. Analisis Univariate
Analisis
data
secara
univariate
bertujuan
untuk
menjelaskan
atau
mendiskripsikan karasteristik setiap variable penelitian. Analisis ini digunakan untuk
menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase dari setiap variable.
2. Analisis Bevariate
Analisis bivariate dilakukan untuk menguji ada tidaknya factor-faktor yang
mempengaruhi (umur, paritas, KPD dan Ekonomi ) terjadinya persalinan prematur
pada ibu bersalin, dengan menggunakan uji chi square
30
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Puskesmas Sigompul berdiri sejak tahun 1999 yang berlokasi di Kecamatan
Lintong Nihuta.
4.2 Gambaran Umum Responden
Adapun faktor – faktor yang berhubungan dengan persalinan prematur pada
bersalin di Puskesmas Sigompul Januari – Mei 2014 antara lain: umur, paritas,
ketuban pecah dini, dan ekonomi
4.3 Analisa Univariat
4.3.1. Umur
Untuk melihat frekuensi responden yang memengaruhi terjadinya persalinan
prematur berdasarkan umur ibu di Puskesmas Sigompul Kecamatan Lintong Nihuta
dapat di lihat pada tabel berikut :
Tabel 4.1.Distribusi Frekuensi Umur Responden ibu di Puskesmas Sigompul
Kecamatan Lintong Nihuta
1.
2.
No
1
2
Usia Pada Ibu
f
%
20-35 tahun
23
43,39
>35 dan <19 tahun
30
56,60
Total
53
100
Dari table diatas dapat dilihat bahwa Distribusi frekuensi responden
berdasarkan umur lebih banyak dengan umur >35 tahun dan < 19 tahun yaitu 30
responden (56,60 %)
30
31
4.3.2. Paritas
Untuk melihat frekuensi responden yang memengaruhi terjadinya persalinan
prematur berdasarkan paritas ibu di Puskesmas Sigompul Kecamatan Lintong Nihuta
dapat di lihat pada tabel berikut :
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Paritas responden ibu di Puskesmas Sigompul
Kecamtan Lintong Nihuta
1.
2.
No
1
2
Paritas Ibu
f
%
3 anak
31
58,49
Lebih dari 3 anak
22
41,50
Total
53
100
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa distribusi frekuensi responden berdasarkan
paritas lebih dengan 1 anak yaitu 31 responden (58,49%)
4.3.3. Ketuban Pecah Dini
Untuk melihat frekuensi responden Untuk melihat frekuensi responden yang
memengaruhi terjadinya persalinan prematur berdasarkan KPD pada ibu di
Puskesmas Sigompul Kecamatan Lintong Nihuta dapat di lihat pada tabel berikut :
Tabel 4.3.Distribusi Frekuensi KPD pada ibu di Puskesmas Sigompul
Kecamatan Lintong Nihuta
1.
2.
No
1
2
KPD pada ibu
f
%
Pernah
24
45,28
Tidak pernah
29
54,71
Total
53
100
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa distribusi frekuensi respond berdasarkan
KPD lebih banyak tidak pernah mengalami KPD dengan 29 responden ( 54,71%).
32
4.3.4. Ekonomi
Untuk melihat frekuensi responden Untuk melihat frekuensi responden yang
memengaruhi terjadinya persalinan prematur berdasarkan ekonomi pada ibu di
Puskesmas Sigompul Kecamatan Lintong Nihuta dapat di lihat pada tabel berikut :
Tabel 4.4.Distribusi Frekuensi Ekonomi pada ibu di Puskesmas Sigompul
Kecamatan Lintong Nihuta
1.
2.
No
1
2
Ekonomi pada Ibu
<Rp. 1.500.000
>Rp.1.500.000
Total
f
25
28
53
%
47,16
52,83
100
Dari table diatas dapat dilihat bahwa distribusi frekuensi responden
berdasarkan ekonomi lebih banyak yang berpenghasilan > Rp.1.500.000 sebanyak 28
orang (52,83%).
4.3.5. Persalinan Prematur Responden
Untuk melihat frekuensi responden Untuk melihat frekuensi responden yang
memengaruhi terjadinya persalinan prematur pada ibu di Puskesmas Sigompul
Kecamatan Lintong Nihuta dapat di lihat pada tabel berikut :
Tabel 4.5.Distribusi Frekuensi Responden yang Mengalami Persalinan
Prematur pada ibu di Puskesmas Sigompul Kecamatan Lintong
Nihuta
1.
2.
No
1
2
Persalinan Prematur
f
%
Prematur
25
47,16
Tidak Prematur
28
52,83
Total
53
100
Dari table diatas dapat dilihat bahwa distribusi frekuensi frekuensi premature
yang lebih banyak mengalami yaitu tiak premature sebanyak 28 orang ( 52,83%).
33
4.4. Analisis Statistik
Analisa statistik bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan antara umur,
paritas, kpd, dan ekonomi terhadap terjadinya persalinan prematur maka di pakai
analisa dengan menggunakan uji chi-square yang ditujukan dengan analisa crosstab
dan didapat hasil sebagai berikut :
4.5. Analisa Bivariat
Tabel 4.6. Hubungan Umur Responden Dengan Terjadinya Persalinan
Prematur di Puskesmas Sigompul Kecamatan Lintong Nihuta
No
1
2
Persalinan Prematur
Total
Prob
Mengalami
Tidak
Umur
n
%
n
%
n
%
20-35 tahun
5
21,7
18
78,3
23
100
0,003
≥35 dan ≤ 19
20
66,7
10
33,3
30
100
Total
25
47,2
28
52,8
53
100
Berdasarkan tabel di atas bahwa dari 23 responden yang berumur 20-
35 tahun yang mengalami prematur 5 orang (21,7%) yang tidak mengalami 18 orang
(78,3%). Uji statistic dengan uji chi-squere menunjukkan bahwa probabilitas (0.003)
<α (0.05) berarti Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa paritas ibu berhubungan
dengan terjadinya persalinan prematur.
Tabel 4.7. Hubungan Paritas Responden Dengan Terjadinya Persalinan
Prematur Di Puskesmas Sigompul Kecamatan Lintong Nihuta
No
1
2
Paritas
1 – 3 anak
≥ 3 anak
Total
Persalinan Prematur
Mengalami
Tidak
n
%
n
%
9
29,0
22
71,0
16
72,7
6
27,3
25
47,2
28
52,8
Total
n
%
31
100
22
100
53
100
Prob
0,004
34
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat dari 31 responden yang 1-3 anak yang
mengalami persalinan prematur 9 orang (29,0%) dan yang tidak mengalami
persalinan prematur 22 orang (71,0%). Uji statistic dengan uji chi-squere
menunjukkan bahwa probabilitas (0.004) <α (0.05) berarti Ho ditolak. Hal ini
menunjukkan bahwa paritas ibu berhubungan dengan terjadinya persalinan prematur.
Tabel 4.8 Hubungan KPD Responden Dengan Terjadinya Persalinan Prematur
Di Puskesmas Sigompul Kecamatan Lintong Nihuta
No
1
2
Persalinan Prematur
Total
Prob
Mengalami
Tidak
KPD
n
%
n
%
n
%
Pernah
17
70,8
7
29,2
24
100
0,004
Tidak Pernah
8
27,6
21
72,4
29
100
Total
25
47,2
28
52,8
53
100
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat dari 24 orang yang pernah mengalami
KPD yang mengalami persalinan prematur 17 orang (70,8%) dan yang tidak
mengalami persalinan prematur 7 orang (29,2%) Uji statistic dengan uji chi-squere
menunjukkan bahwa probabilitas (0.004) <α (0.05) berarti Ho ditolak. Hal ini
menunjukkan bahwa ketuban pecah dini berhubungan dengan terjadinya persalinan
prematur.
Tabel 4.9. Hubungan Ekonomi Responden Dengan Terjadinya Persalinan
PrematurDi Puskesmas Kecamatan Lintong Nihuta
No
1
2
Ekonomi
< Rp.1.500.000
> Rp.1.500.000
Total
Persalinan Prematur
Mengalami
Tidak
n
%
n
%
15
68,2
7
31,8
10
32,3
21
67,7
25
47,2
28
52,8
Total
n
%
22
100
31
100
53
100
Prob
0,021
35
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa dari 22 orang yang
berpenghasilan <Rp.1.500.000 yang mengalami persalinan prematur sebanyak 15
orang(68,2%) dan yang tidak mengalami 7 orang (31,8%). Uji statistic dengan uji
chi-squere menunjukkan bahwa probabilitas (0.021) <α (0.05) berarti Ho ditolak. Hal
ini menunjukkan bahwa ekonomi berhubungan dengan terjadinya persalinan
premature.
36
BAB V
PEMBAHASAN
5.1. Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Persalinan Prematur
Dari hasil penelitian tentang faktor – faktor yang berhubungan dengan
Persalinan Prematur pada ibu Bersalin Di Puskesmas Sigompul Kecamatan Lintong
Nihuta, maka pembahasannya sebagai berikut :
5.1.1. Faktor Yang Berhubungan dengan Persalinan Prematur Pada Ibu
Bersalin Berdasarkan Umur Ibu
Dari hasil penelitian faktor yang berhubungan dengan persalinan prematur
berdasarkan umur bahwa dari 23 responden yang berumur 20-35 tahun yang
mengalami prematur 5 orang (21,7%) yang tidak mengalami 18 orang (78,3%). Uji
statistic dengan uji chi-squere menunjukkan bahwa probabilitas (0.003) <α (0.05)
berarti Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa paritas ibu berhubungan dengan
terjadinya persalinan prematur.
Mengacu pada hasil uji tersebut diketahui bahwa semakin tua umur ibu dan
maka semakin tinggi resiko ibu melahirkan persalinan prematur,bila umur ibu sesuai
maka semakin rendah resiko persalinan prematur.
Menurut Rukiyah (2007) menunjukkan bahwa ada hubungan antara umur ibu
dengan hasil kehamilan. Pada umur < 20 tahun atau ≥ 35 tahun resiko terjadinya
prematuritas dan komplikasi kehamilan akan semakin meningkat. Hal ini disebabkan
karena pada usia < 20 tahun kondisi ibu masih dalam masa pertumbuhan, sehingga
37
masukan makanan banyak dipakai untuk ibu yang mengakibatkan gangguan
pertumbuhan janin
Menurut Dardiantoro (2007) Wanita yang berusia 35 tahun atau lebih, rentan
terhadap tekanan darah tinggi, preeklamsa dan eklamsia, perdarahan antepartum
(plasenta previa, solusio plasenta) diabetes atau fibroid di dalam rahim serta lebih
rentan terhadap gangguan persalinan sehingga mudah terjadi partus prematur
Menurut Asumsi peneliti usia ibu memang berhubungan dengan persalinan
premature yang dapat dilihat dari hasil penelitian dan pernyataan di atas yang
menyatakan semakin muda atau semakin tua nya usia ibu semakin cendrung
mengalami persalinan premature. Hal tersebut karena usia ibu yang diatas dari 35
tahun akan semakin rentan mengalami preeklamsia sehingga mengakibatkan
prematur.
5.1.2. Faktor Yang Berhubungan dengan Persalinan Prematur Pada Ibu
Bersalin Berdasarkan Paritas Ibu
Dari hasil penelitian faktor yang berhubungan dengan persalinan prematur
berdasarkan paritas dapat dilihat dari 31 responden yang 1-3 anak yang mengalami
persalinan prematur 9 orang (29,0%) dan yang tidak mengalami persalinan prematur
22 orang (71,0%). Uji statistic dengan uji chi-squere menunjukkan bahwa
probabilitas (0.004) <α (0.05) berarti Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa paritas
ibu berhubungan dengan terjadinya persalinan prematur.
Mengacu pada hasil uji tersebut diketahui bahwa semakin sering ibu
melahirkan maka semakin tinggi resiko persalinan prematur.
38
Menurut Departemen Kesehatan (2005) Paritas atau frekuensi ibu melahirkan
anak sangat mempengaruhi kesehatan ibu dan anak, karena kemungkinan terjadinya
kesakitan dan kematian maternal, pada ibu yang baru untuk pertama kalinya hamil
agak lebih tinggi dari pada ibu-ibu yang sudah mempunyai anak dua atau tiga .
Menurut Prawirohardjo (2005) jumlah persalinan yang telah dilakukan ibu.
Paritas 2 - 3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal.
Paritas 1 dan paritas lebih dari 3 mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi
Menurut Asumsi peneliti paritas memang berhubungan dengan presalinan
premature yang dapat dilihat dari hasil penelitian dan pernyataan di atas menyatakan
bahwa dalam jangka waktu singkat ibu dapat mengalami kesakitan dan kematian
maternal .
5.1.3. Faktor Faktor Yang Berhubungan dengan Persalinan Prematur Pada Ibu
Bersalin Berdasarkan Ketuban Pecah Dini pada Ibu
Dari hasil penelitian faktor yang berhubungan dengan persalinan prematur
berdasarkan Ketuban Pecah Dini dari 24 orang yang pernah mengalami KPD yang
mengalami persalinan prematur 17 orang (70,8%) dan yang tidak mengalami
persalinan prematur 7 orang (29,2%) Uji statistic dengan uji chi-squere menunjukkan
bahwa probabilitas (0.004) <α (0.05) berarti Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa
ketuban pecah dini berhubungan dengan terjadinya persalinan prematur.
Mengacu pada hasil uji tersebut diketahui bahwa semakin sering ibu
mengalami ketuban pecah dini maka semakin tinggi resiko persalinan prematur,dan
39
jika ibu tidak mengalami ketuban pecah dini maka semakin rendah resiko persalinan
prematur.
Menurut Manuaba (2005) Ketuban pecah dini merupakan penyebab terbesar
dan sumber persalinan prematur. Makin lama periode laten makin besar kemungkinan
infeksi dalam rahim, persalinan prematur dan selanjutnya meningkatkan kejadian
kesakitan dan kematian ibu dan bayi atau janin dalam rahim. Makin kecil umur
kehamilan makin besar peluang terjadi infeksi dalam rahim yang dapat memacu
terjadinya persalinan prematuritas bahkan berat janin kurang dari 1 kg
Menurut Asumsi peneliti memang ketuban pecah dini berhubungan dengan
prematur karena dilihat dari penelitian dan pernyataan di atas bahwa ketuban pecah
dini berhubungan dengan persalinan premature karna ketuban pecah dini dapat
membuat infeksi dalam rahim sehingga memicu persalinan premature atau kematian
ibu dan janin dalam rahim.
5.1.4. Faktor Faktor Yang Berhubungan dengan Persalinan Prematur Pada Ibu
Bersalin Berdasarkan ekonomi ibu
Dari hasil penelitian faktor yang berhubungan dengan persalinan prematur
berdasarkan ekonomi bahwa dari 22 orang yang berpenghasilan <Rp.1.500.000 yang
mengalami persalinan prematur sebanyak 15 orang(68,2%) dan yang tidak
mengalami 7 orang (31,8%). Uji statistic dengan uji chi-squere menunjukkan bahwa
probabilitas (0.021) <α (0.05) berarti Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa
ekonomi berhubungan dengan terjadinya persalinan prematur.
40
Mengacu pada hasil uji tersebut diketahui bahwa semakin rendah ekonomi
ibu tersebut maka semakin tinggi pengetahuan dan resiko persalinan prematur.dan
bila semakin tinggi ekonomi ibu semakin rendah resiko persalinan prematur.
Keadaan sosial ekonomi yang rendah keadaan ini sangat mempengaruhi
terhadap timbulnya prematuritas. Kejadian tertinggi terdapat pada masyarakat
ekonomi rendah. Hal ini karena asupan gizi yang didapat ibu pun sangat buruk. Status
sosial ekonomi rendah. Karena keadaan sosial rendah, maka tidak melakukan
perwatan prenatal untuk mengetahui keadaan janin.
Menurut Asumsi peneliti memang ekonomi berhubungan dengan persalinan
prematur karena dilihat dari penelitian dan pernyataan di atas bahwa ekonomi rendah
sering kurang mengetahui apa yang harus dilaksanakan sewaktu pemeriksaan
kehamilan karna ekonomi yang memadai sehingga nutrisi dan pengetahuan tentang
premature sangat berpengaruh.
41
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
1. Terdapat hubungan umur terhadap kejadian persalinan prematur pada ibu
bersalin di Puskesmas Sigompul Kecamatan Lintong Nihuta Periode Januari –
Mei 2014.
2. Terdapat hubungan
Paritas ( jumlah anak ) terhadap kejadian persalinan
prematur pada ibu besalin di Puskesmas Sigompul Kecamatan Lintong Nihuta
Periode Januari – Mei 2014.
3. Terdapat hubungan Ketuban pecah dini terhadap kejadian persalinan prematur
pada ibu bersalin di Puskesmas Sigompul Kecamatan Lintong Nihuta Periode
Januari – Mei 2014.
4. Terdapat hubungan Perokok terhadap kejadian persalinan prematur pada ibu
bersalin di Puskesmas Sigompul Kecamatan Lintong Nihuta Periode Januari –
Mei 2014.
5. Terdapat hubungan Ekonomi terhadap kejadian persalinan prematur pada ibu
bersalin di Puskesmas Sigompul Kecamatan Lintong Nihuta Periode Januari –
Mei 2014
41
42
6.2. Saran
1. Tempat Penelitian
Diharapkan Pihak Puskesmas Sigompul dapat memberikan penyuluhan kepada
ibu bersalin terutama tentang faktor – faktor yang menyebabkan persalinan
prematur.
2. Kepada Responden
Diharapkan yang bersalin di Puskesmas Sigompul agar dapat mengetahui
faktor
–
faktor
yang
dapat
menyebabkan
terjadinya
persalinan
prematur,diperlukan pengetahuan yang lebih banyak dan bertanya mengenai
persalinan prematur.
3. Bagi Pendidikan
Diharapkan kepada pendidik Kebidanan Audi Husada Medan untuk menambah
referensi dan sumber informasi tentang persalinan dan masalah – masalah yang
menyulitkan persalinan.
4. Bagi Peneliti
Diharapkan bagi peneliti selanjutnya agar dapat mengembangkan penelitian
tentang faktor – faktor yang mempengaruhi terjadinya persalinan prematur
dengan benar kearah lebih maju dan luas, sehingga dapat dijadikan bahan
pertimbangan
Download