BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aristoteles mengungkapkan bahwa manusia membutuhkan pendidikan. Dewa sebagai makhluk rohani tidak membutuhkan pendidikan, dan binatang sebagaimana sudah dikodratkan berbeda dengan manusia juga tidak membutuhkan pendidikan. Manusia yang hanya memerlukan pendidikan. Hal tersebut bertolak dari pemahaman tentang pokok persoalan pendidikan, yakni manusia itu sendiri (Sudiarja, 2007, hal. 4). Manusia memiliki nama khas “homo educandum” sebagaimana sering disinggung dalam perkuliahan filsafat manusia dan filsafat pendidikan. Manusia menjadi aktor utama dalam pendidikan. Pendidikan sebagai sistem yang dijalankan dari, oleh dan untuk manusia. Pendidikan sebagai proses inisiasi, menurut Driyarkara, masyarakat modern memahami proses inisiasi tersebut dengan pendidikan formal. Pemahaman tersebut mengimplikasikan pengertian bahwa orang terdidik adalah orang yang berbudaya. Oleh karena itu, kekurangan memeroleh pendidikan dapat membuat orang “kurang ajar” dan karenanya sekaligus kurang berbudaya. Driyarkara memandang pendidikan tidak dapat dilepaskan dari nilai-nilai, sehingga persoalan berbudaya berkaitan dengan penghayatan nilai-nilai. Driyarkara menganggap seseorang masuk dalam lingkup budaya bukanlah tindakan yang semata-mata alami terjadi dengan 2 sendirinya, melainkan proses aktif manusia membudaya secara sistematis dan terencana (Sudiarja, 2007, hal. 10). Pendidikan sebagai aspek mendasar bagi manusia, sehingga sudah seharusnya menjadi perhatian sejak manusia dilahirkan. Sejak dunia neurosains modern menemukan bahwa perkembangan otak anak yang paling cepat adalah pada usia 0-6 tahun, maka dunia pendidikan mulai memerhatikan pelayanan pendidikan terhadap anak-anak usia dini. Para psikolog yang memahami perkembangan anak, sering mengatakan bahwa usia anak yang paling efektif dalam menyerap stimulus yang diberikan oleh lingkungan hingga mencapai titik optimum. Oleh sebab itu, usia anak-anak, khususnya 0-6 tahun, sering disebut sebagai usia emas (the golden ages) (Suyadi, 2011, hal. v). Periode yang sangat penting dan menentukan tersebut, penting untuk menanamkan berbagai nilai yang dapat menjadi karakter dan watak pada anak-anak. Hal ini akan memengaruhi pola perilaku anak hingga usia dewasanya. Dengan alasan demikian, dapat dilihat yang menjadi latar belakang pentingnya mengangkat isu pendidikan untuk anak usia dini, dengan tidak mengesampingkan pendidikan untuk usia remaja dan seterusnya. Pendidikan untuk anak usia dini atau yang dikenal dengan PAUD sedang marak digalakkan oleh berbagai pihak, termasuk pemerintah. Pemerintah melalui UU RI No. 20/2003 mengatur pelayanan pendidikan untuk anak usia dini, sehingga ada usaha dari negara untuk meningkatkan mutu pendidikan dalam rangka menciptakan sumber daya manusia yang 3 berkualitas. Semakin baik kualitas pendidikan, semakin baik pula mutu sumber daya manusianya. Semakin berkualitas sumber daya manusia, semakin baik pula negaranya. Pendidikan untuk anak usia dini itu dalam undang-undang tersebut dapat diselenggarakan melalui tiga bentuk yaitu: pendidikan formal pada lembaga Taman Kanal-Kanak (TK), Raudhatul Athfal (RA) dan bentuk lain yang sejenis ; dan pendidikan anak usia dini non-formal pada Kelompok Belajar (KB/playgroup); serta Pendidikan Anak usia dini informal berbentuk Tempat Pengasuhan Anak (Suyadi, 2011, hal. vi-vii). Di samping penggalakan program PAUD, di perguruan tinggi pedagogi mulai banyak muncul jurusan khusus keguruan PAUD melihat dibutuhkannya tenaga pendidik bagi PAUD itu sendiri. Kurikulum pendidikan merupakan instrumen penting bagi keberlangsungan pendidikan. Arah dan tujuan pendidikan ditentukan oleh berbagai hal, termasuk elemen kurikulum pendidikan. Berdasarkan realitas yang ada, sering terjadi perubahan terhadap kurikulum pendidikan di Indonesia, hingga yang terbaru tentang perubahan kurikulum pendidikan tahun 2013. Perubahan kurikulum memiliki alasan mengenai pentingya perubahan dilakukan, sehingga diharapkan kurikulum pendidikan tetap berorientasi pada tujuan pendidikan yang menjadi kehendak umum. Namun, dari berbagai kurikulum yang pernah ada, muncul pertanyaan sesungguhnya kurikulum yang seperti apa yang ideal bagi pendidikan untuk anak usia dini. Salah satu kendala dalam pengembangan pendidikan ialah 4 keengganan guru untuk berubah dan perasaan puas dengan yang telah dicapai saat ini. Jebakan mental dan rutinitas kinerja membuat kurikulum dilaksanakan tetapi hanya setengah-setengah (Mujiran, 2013, hal. 20-21). Hal tersebut menjadi alasan pentingnya persoalan kurikulum pun turut serta dikaji. Para orangtua memiliki pengaruh sangat besar bagi kehidupan anakanak sejak awal kehidupan mereka. Orangtua dapat memiliki kontak yang sangat akrab dengan anak-anak sejak masih kecil. Bentuk kontak ini membentuk kepercayaan; dengan kepercayaan akan tumbuh komitmen. Para orangtua yang memiliki komitmen terhadap kesejahteraan anaknya dapat memiliki pengaruh yang positif pada anak-anaknya (National Institute of Child Health Development (NICHD), 2004, hal. 8). Peran orangtua dalam mengasuh dan mendidik anak juga mendapat kedudukan yang vital, sehingga tidak semata-mata pendidikan anak usia dini diserahkan kepada lembaga pendidikan. Masyarakat sekitar kita, kadang masih ada orangtua yang tidak ko-operatif dengan lembaga pendidikan, sehingga dapat menimbulkan permasalahan pada anaknya. Misalnya, anak-anak mendapat pengajaran dan pendidikan di kelompok belajar atau taman kanak-kanak, dengan berbagai macam asupan pengalaman baru. Namun, orangtua yang berperan sangat vital kemudian mengabaikan perkembangan anak, dan menghilangkan pengawasannya, sehingga anak dapat tumbuh tidak optimal. 5 Persoalan yang memengaruhi pendidikan dan pengasuhan anak usia dini, terutama yang berkaitan dengan perubahan atau dinamika kehidupan. Kekerasan terhadap anak; penyakit anak, seperti keracunan timbal, asma, gizi buruk; kemiskinan; pengasuhan dan pendidikan berkualitas rendah; ketidaksetaraan program dan layanan; dan ketidakmampuan masyarakat memenuhi kebutuhan semua siswa menjadi persoalan publik, sehingga membutuhkan sinergi antar berbagai pihak dalam penyelesaiannya. Perubahan adalah satu hal yang tetap dalam bidang pendidikan anak usia dini. Oleh karena itu, tantangan ke depan adalah pengambilan keputusan apa dan mana yang terbaik bagi anak dan keluarga dalam rangka memenuhi kebutuhan dan permintaan politik masyarakat (Morrison, 2012, hal. 32). Pendidikan untuk anak usia dini (PAUD) di Indonesia, meski saat ini sedang dalam progres yang baik dalam perihal pertumbuhan keberadaan lembaga formal di berbagai daerah. Namun, patut diperhatikan juga perihal kualitas dari pendidikan anak usia dini tersebut. Banyak pihak yang terkait dengan suksesi pendidikan di Indonesia, tidak hanya pendidik, keluarga, tetapi lingkungan sosial juga turut menjadi penentu keberlangsungan dan keberhasilan program PAUD. Pendidikan anak tidak lepas dari model atau pola asuh anak. Banyak sekali pola yang ada di masyarakat, sehingga menciptakan berbagai macam parenting yang secara implikatif berpengaruh juga terhadap perkembangan watak anak-anak di kemudian hari. Ada pola yang tegas dan diktator; lembut dan fleksibel; 6 mengikuti arus dan penurut; bahkan ada pola yang membiarkan anak tumbuh kembang dengan sendirinya, tanpa ada pengawasan yang disiplin. Hal ini menjadi diskusi mengenai bagaimana sebenarnya pola yang baik dan tepat dalam mengasuh anak. Dengan landasan tersebut, diharapkan persoalan pengasuhan dan pendidikan anak usia dini akan terjawab pula oleh pemikiran filsafat pendidikan John Dewey. John Dewey (1859-1952) merupakan filsuf Amerika yang membidangi berbagai macam cabang filsafat, seperti: Metafisika, Epistemologi, Etika, Logika, Filsafat Ilmu, Estetika, Filsafat Sosial dan Politik selain itu juga ahli dalam Psikologi. Akan tetapi, Dewey menekankan pada Filsafat Pendidikan, karena filsafat pendidikan sebagai cabang filsafat paling penting dan fundamental. Dewey menganggap cabang filsafat lainnya dalam beberapa hal, tergantung pada filsafat pendidikan. Dewey menganggap Filsafat Pendidikan adalah filsafat kehidupan. John Dewey terkenal dengan aliran filsafat Instrumentalisme, beberapa penulis memberi nama aliran filsafat Dewey dengan “Pragmatic Naturalism” yang mendapatkan pengaruh dari Pragmatisme Charles Sanders Peirce (Nodding, 2007, hal. 23-26). John Dewey melakukan banyak hal untuk mengatur kembali pendidikan. Teori tentang pendidikannya yang biasa disebut progresivisme, memberi penekanan pada anak-anak dan minat anak-anak bukanlah pada mata pelajaran. Penekanan yang berpusat pada anak membuat munculnya istilah-istilah kurikulum yang berpusat pada anak 7 dan sekolah yang berpusat pada anak. Topik tersebut sedang dikedepankan pada saat ini (Morrison, 2012, hal. 68). Pemikiran John Dewey mengenai pendidikan memiliki corak naturalistik. Pendidikan dalam pengertian yang lebih luas, berarti proses kehidupan sosial. Kehidupan adalah sebuah proses pembaharuan diri melalui tindakan dalam lingkungan. Pendidikan ini terdiri atas terutama pengiriman (transmission) pengalaman melalui komunikasi. Komunikasi adalah proses berbagi pengalaman hingga ini menjadi sebuah milik umum. Hal ini mengubah watak kedua belah pihak yang ambil bagian di dalamnya. Saat setiap susunan sosial adalah pengaruh mendidik, pengaruh mendidik pertama menjadi sebuah bagian penting dari tujuan asosiasi hubungannya dengan asosiasi orang tua dengan orang muda. Sebagai masyarakat menjadi lebih kompleks dalam struktur dan sumber daya, kebutuhan dari belajar dan mengajar secara resmi atau pun intensional menjadi berkembang (Dewey, 1916, hal. 11). Dewey memiliki pengaruh dalam bidang Filsafat Pendidikan, terutama dalam pendidikan anak. Mengingat pendidikan anak sangat penting, pendidikan awal pada anak usia dini sebagaimana telah diungkapkan di awal, maka pemikiran Dewey akan menjadi referensi dalam analisis persoalan pendidikan untuk anak usia dini di Indonesia, sekaligus digunakan sebagai bahan reflektif dalam penelitian ini. Filsafat Pendidikan Dewey akan menjadi sudut pandang dalam persoalan pendidikan anak usia dini, dengan memerhatikan aspek-aspek filosofis pada pendidikan anak, 8 seperti, epistemologi pendidikan, dan aksiologi pendidikan. Dengan harapan akan mampu menjawab persoalan pendidikan untuk anak usia dini dengan perspektif filsafat pendidikan Dewey. Dengan demikian, pemikiran Dewey akan diketahui pula relevan atau tidak dengan pendidikan anak usia dini, khususnya di Indonesia. 1. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat disusun beberapa pokok rumusan masalah yang akan diteliti. 1.) Apa konsep Pendidikan untuk anak usia dini? 2.) Apa konsep Filsafat Pendidikan John Dewey? 3.) Bagaimana analisis hubungan antara konsep Pendidikan untuk anak usia dini dengan Filsafat Pendidikan John Dewey? 2. Keaslian Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian bidang filsafat dengan menggunakan objek material Pendidikan untuk anak usia dini, dan objek formal Filsafat Pendidikan John Dewey. Meski telah terdapat penelitian yang membahas mengenai Pendidikan, maupun tokoh John Dewey sebagai objek material maupun sebagai objek formalnya. Namun, penelitian ini akan menjadi sebuah penelitian yang berbeda dengan penelitian sebelumnya. Berikut dipaparkan beberapa penelitian yang terkait dengan pendidikan dan Filsafat John Dewey. 1.) Ahmad Samawi (4498/IV-9/2/92). 1995. Konsep Demokrasi Dalam Pendidikan Menurut Progresivisme John Dewey. Tesis. 9 Yogyakarta: Pascasarjana Filsafat UGM. Penenilitian tersebut menginventarisasi dan melakukan evaluasi tentang konsep demokrasi dalam pendidikan. Relevansi konsep John Dewey dengan pendidikan nasional di Indonesia. 2.) Muhammad Arafah Sinjar (82/39657/FI/1283). 1986. Pendidikan Pragmatisme John Dewey Dan Kaitannya Dengan Pendidikan Nasional. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Filsafat UGM. Skripsi tersebut menjelaskan mengenai konsep pendidikan pragmatisme John Dewey dengan perspektif pendidikan nasional Indonesia sebagai bentuk komparasi konsep pendidikan. 3.) Nofi Nachriatun Nurchijah (97/116565/FI/026649). 2003. Konsep Kurikulum dalam Pendidikan menurut John Dewey. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Filsafat UGM. Skripsi tersebut menjelaskan mngenai konsep kurikulum pendidikan menurut perspektif John Dewey. Kurikulum yang digagas Dewey adalah Kurikulum Eksperimental yang berdasarkan pengalaman. 4.) R. Adhi Putro H (05/185493/FI/03229). 2009. Konsep Pendidikan Multikultural Menurut Perspektif Filsafat Pendidikan Progresivisme John Dewey. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Filsafat UGM. Skripsi tersebut meneliti tentang pendidikan multikultural dari perspektif Filsafat Pendidikan John Dewey, khususnya aliran Progresivisme. 10 3. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi khalayak baik secara langsung maupun tidak langsung dan sebagai sumbangsih bagi perkembangan dunia pendidikan. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1.) Bagi Masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan pendidikan, khususnya referensi atau refleksi pendidikan anak usia dini di Indonesia. Pemerintah dan para pendidik serta pemerhati pendidikan anak usia dini, diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan pendidikan anak usia dini. 2.) Bagi Ilmu Filsafat Penelitian ini diharapkan sebagai kontribusi akademis di dalam perkembangan Ilmu Filsafat. Filsafat Pendidikan dengan pembahasan mengenai pendidikan anak usia dini, dapat dijadikan sebagai diskursus akademis yang produktif. 3.) Bagi Peneliti Hasil penelitian memiliki manfaat bagi peneliti sebagai dua manfaat yakni, pertama, penelitian ini sebagai aktualisasi pemikiran filsafat untuk digunakan sebagai kerangka analisis terhadap persoalan pendidikan anak usia dini. 11 B. Tujuan Penelitian Tujuan Penelitian ini adalah: 1.) Mendeskripsikan konsep Pendidikan untuk anak usia dini 2.) Mendeskripsikan Filsafat Pendidikan John Dewey 3.) Menelaah konsep Pendidikan untuk anak usia dini menurut pandangan Filsafat Pendidikan John Dewey C. Tinjauan Pustaka Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 20 Tahun 2003 menjadi dasar hukum dalam penyelenggaraan pendidikan untuk anak usia dini di Indonesia, sebagaimana dalam Pasal 1 Ayat 14. “Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.” Program Pendidikan untuk anak usia dini adalah program bagi anak-anak yang di dalamnya terkandung filosofi, teori-teori, dan kurikulum yang membimbing pengajaran dan pembelajaran kepada anak (Morrison, 2012, hal. 94). Pengasuhan anak memiliki peranan penting dalam sistem pendidikan. Pengasuhan anak adalah bagian dari sistem tak terputus yang diberikan kepada anak-anak dimulai sejak lahir hingga Sekolah Menengah Atas dan selanjutnya. Dengan demikian, pengasuhan anak dijadikan salah satu dasar Pendidikan untuk anak usia dini. (Morrison, 2012, hal. 95) 12 Perkembangan anak secara esensial merupakan proses yang membawa anak menjadi pribadi yang mengetahui dan memiliki nilai, norma dan perasaan (Nurchijah, 2003, hal. 57). Konsep kurikulum yang ditawarkan Dewey adalah kurikulum yang menekankan kebebasan anak untuk mengekspresikan diri agar memeroleh pengalaman yang dapat bermanfaat bagi dirinya dan perkembangan sosial (Nurchijah, 2003, hal. 123). Hal tersebut disampaikan Nurchijah dalam skripsi filsafat tentang konsep kurikulum pendidikan menurut John Dewey. Muhammad Arafah Sinjar (Sinjar, 1986, hal. 16) dalam skripsinya yang berjudul “Pendidikan Pragmatisme John Dewey dan Kaitannya dengan Pendidikan Nasional”, menjelaskan pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan, karena pendidikan merupakan proses kelanjutan sosial dari kehidupan. Manusia menjadi anggota kelompok sosial, sehingga realitas tersebut menjadi dasar penempatan persoalan pendidikan sebagai bagian penting dari kehidupan. Oleh karena itu, manusia sebagai anggota sosial seharusnya menggairahkan diri dalam dunia penyelidikan dalam rangka membangun manusia yang bermanfaat. Pendidikan menurut Pragmatisme John Dewey menekankan kepada proses yang dapat membentuk manusia mandiri dan berkualitas. Hal tersebut dibutuhkan dalam antisipasi keadaan manusia yang senantiasa berubah. Sinjar juga menyatakan relevansi pendidikan Pragmatisme John Dewey dengan pendidikan Nasional bangsa Indonesia. Pendidikan Nasional Indonesia bercorak Pancasila, karena berlandaskan nilai-nilai 13 Pancasila. Meski demikian, ada keterkaitan antara konsep pendidikan Dewey dengan konsep Pendidikan Nasional, seperti; pada aspek peningkatan kualitas potensi diri; aspek asas kemerdekaan dan kebebasan manusia dalam mengaktualisasikan diri. (Sinjar, 1986, hal. 86-87) Pendidikan untuk anak usia dini disokong oleh tradisi kuat yang menganggap “bermain” sebagai hal yang esensial untuk belajar dan berkembang. Hal ini secara substansial didasarkan pada pemikiran para pionir pemikir pendidikan seperti, Jean-Jacques Rousseau, John Dewey, Maria Montessori, Friedrich Froebel, Margareth MacMillan dan Rudolf Steiner. Bagaimananpun, melanjutkan dukungan dengan antusias terhadap “bermain” yang ditempatkan dalam kurikulum masih meinggalkan persoalan, terutama sekali melebihi sekolah usia dini. Aturan, tujuan dan nilai dari “bermain” dalam kurikulum usia dini masih berlanjut menjadi perdebatan. Terdapat perdebatan terus-menerus tentang hubungan antara “bermain”, “belajar” dan “mengajar” (Wood & Attfield, 2005, hal. 1). Konsep kurikulum yang masih dipahami secara sempit, dapat membawa ke persoalan pemahaman bahwa dengan mengubah kurikulum berarti sudah mengubah sekolah, apabila yang dimaksud dengan kurikulum adalah sekedar daftar mata pelajaran dalam silabus yang dicetak rapi dengan kata pengantar yang muluk (Beeby, 1981, hal. 144). Penelitian ini akan membahas juga mengenai kurikulum Pendidikan Anak usia dini untuk memeroleh gambaran yang komprehensif. Dalam penelitian ini, 14 pembahasan kurikulum pendidikan PAUD akan merujuk kepada ketentuan pemerintah yang telah diperkenalkan sebagai kurikulum PAUD 2013. Sekolah merupakan bagian dari masyarakat yang diciptakan dan untuk masyarakat itu sendiri. Guru-guru juga merupakan bagian dari masyarakat, serta murid-murid juga datang dari keluarga biasa yang menghabiskan waktu lebih banyak di luar sekolah. Dengan kecakapan dan petunjuk-petunjuk yang telah ditentukan, sekolah secara intelektual, moral dan sosial harus lebih mampu memajukan masyarakat tanpa ada kesenjangan pendidikan (Beeby, 1981, hal. 293). Salah satu hal yang penting bagi guru atau pendidik serta orangtua dalam hubungannya dengan anak ialah mengetahui hakikat perkembangan anak, sehingga akan mengerti bagaimana anak dan remaja tumbuh dan berkembang dalam hal kognitif, sosial dan, moral (Djiwandono, 2002, hal. 70). Perkembangan masa kanak-kanak dapat diklasifikasikan menjadi beberapa pokok: perkembangan fisik; perkembangan kognisi; perkembangan bahasa; perkembangan sosio-emosional; perkembangan moral (Djiwandono, 2002, hal. 70-84). Oleh karena itu, pengajaran sebelum sekolah dan di Taman Kanak-Kanak harus memerhatikan perkembangan anak. Pendidikan untuk anak usia dini sebagai objek material penelitian berkaitan dengan bidang ilmu psikologi, terutama psikologi pendidikan dan psikologi perkembangan, sehingga penelusuran terhadap referensi bidang ilmu tersebut dilakukan untuk menunjang penelitian berkaitan 15 dengan objek material tersebut. Hanya saja, penelitian ini menggunakan perspektif atau objek formal salah satu cabang umum filsafat, yakni Filsafat Pendidikan. Pembeda antara penelitian ini dengan penelitian yang berkaitan dengan objek material adalah letak perspektif yang digunakan sebagai pisau analisis utama, dengan tidak mengesampingkan kemungkinan menggunakan perspektif teori lainnya. D. Landasan Teori Filsafat Pendidikan sebagaimana telah diketahui mulai dari Yunani Kuno sebagai segi yang utuh dari filsafat Socrates (470-399 SM). Paling penting di antara yang terakhir adalah sang orator Isocratres (436-338 SM) yang mendirikan sebuah sekolah retorika yang tumbuh subur sekitar empat tahun setelah Plato membuka akademinya. Kaum Sofis, Orator, dan filsuf semuanya berkembang mengarah pendidikan yang lebih tinggi, dan mempertahankan pendekatan itu melawan tuntutan kompetisi dari kompetitor mereka. Hal ini adalah satu yang paling penting titik tolak untuk filsafat pendidikan (Curren, 2007, hal. 7-8). Filsafat Pendidikan adalah penjabaran filsafat ke dalam pendidikan atau tinjauan pendidikan dari sudut pandang filsafat (Barnadib, 2002, hal. 19). Penjelasan mengenai aspek ontologi, epistemologi dan aksiologi dalam pendidikan merupakan kajian filosofis terhadap pendidikan. Menurut Prof. Dr. Hasan Langgulung, filsafat pendidikan adalah aktivitas pemikiran yang menjadikan filsafat sebagai medianya untuk menyusun proses pendidikan, menyelaraskan dan menerapkan nilai dan 16 tujuan yang ingin dicapainya. Filsafat pendidikan merupakan kesatuan utuh dengan pengalaman kemanusiaan dan pendidikan itu sendiri (Prasetya, 1997, hal. 22). John Dewey secara sederhana menyamakan filsafat dengan pendidikan. Pendidikan dan filsafat adalah mengamati dan ibarat membalik koin yang sama; kedua hal tersebut merupakan sesuatu yang sama, hanya saja dilihat dari sudut pandang yang berbeda. Dewey menyatukan filsafat dan pendidikan pada kesepakatan keduanya dengan tema yang sama; keduanya melihat pemecahan masalah kehidupan; keduanya sepakat dengan persoalan-persoalan nilai, dengan apa yang baik dan buruk, apa yang benar dan kemudian diinginkan, atau salah dan kemudian tidak diinginkan, dan dengan menemukan kebenaran dan pengetahuan pada situasi yang beragam, tanpa sebuah solusi yang tepat dan efektif tidak bisa ditemukan. Hal ini adalah cara untuk melihat filsafat pendidikan mempunyai prospek yang besar untuk mengembangkan pendidikan karena pendidikan adalah metode meningkatkan pertanyaanpertanyaan untuk filsafat dari sisi dalam pendidikan dan menemukan solusi untuk persoalan pendidikan (Akinpelu, 1981, hal. 6-8). John Dewey meletakkan pada posisi yang utama sasaran hasil yang mana “berbicara secara luas”, didasari pada cita-cita sebuah negara demokrasi. Sasaran tersebut bahwa anak-anak seharusnya menjadi orang dewasa yang toleran dan rasional, mampu menanggulangi dengan tingkat tinggi yang secara relatif dari kebebasan sosial tanpa menyalahgunakan 17 kebebasan itu untuk menghubungkan dengan kebebasan atau kesejahteraan yang lain. Dewey berargumen bahwa pendidikan harus menghindari pelemahan semangat kapasitas individu untuk berpikir mandiri dan mempromosikan gagasan bahwa setiap pertanyaan hanya ada satu jawaban benar (Barrow & Woods, 2006, hal. 137). Pendidikan dalam bentuk kebetulan dan disengaja adalah selalu menjadi sebuah kepentingan utama dalam filsafat. Terutama, tidak hanya banyaknya perhatian. Dewey telah memberikan perhatian untuk filsafat, terutama juga tindakan dan teori pendidikan yang diperankan dalam pengembangan gagasannya yang paling dasar (Schilpp, 1951, hal. 419). Dewey menginterpretasi pendidikan sebagai metode ilmiah dengan cara yang manusia pelajari di dunia, memeroleh secara kumulatif pengetahuan yang berarti dan bernilai, hasilnya, bagaimanapun menjadi fakta untuk belajar kritis dan hidup cerdas (Dewey, 1938, hal. 10). John Dewey memandang peroses pembelajaran anak dengan prinsip learning by doing. Anak didorong untuk belajar dari aktivitas dan kerja, selama belajar dihormati sebagai proses bertindak atas berbagai hal, daripada sebagai sebuah proses yang pasif dalam menerima data hingga makna. Aktivitas yang kreatif dan bentuk lainnya dari berbuat dan bertindak. Oleh karena itu, aktivitas kerja dalam keseharian di sekolah dan bahkan dalam makna yang lebih pokok dari pergerakan fisik akan menjadi sebanyak segi yang dapat diunggulkan daripada sekolah tradisional (Cohen, 1969, hal. 76-77). 18 E. Metode Penelitian 1.) Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif bidang filsafat. Objek material yang dibahas adalah konsep Pendidikan untuk anak usia dini. Objek formal yang digunakan untuk mengganalisis persoalan PAUD adalah Filsafat Pendidikan John Dewey. Penelitian ini berjenis penelitian kepustakaan, dengan menelaah objek material dari berbagai sumber buku atau pustaka lainnya, beserta pendeskripsian objek formal yang diperoleh dari berbagai literatur. Dengan demikian, data-data kepustakaan akan diolah dengan analisis hasil yang mengacu kepada kerangka berpikir yang mengaitkan antara objek material dan objek formal. 2.) Bahan Penelitian Bahan penelitian menyesuaikan dengan jenis penelitian, berhubung penelitian ini berjenis studi kepustakaan, maka akan dipetakan pustaka primer dan pustaka sekunder. 2.1.) Pustaka Primer Pustaka Primer digunakan sebagai rujuan utama dalam melaksanakan penelitian ini. Pustaka primer terkait dengan pustaka yang digunakan untuk mendeskripsikan objek material dan objek formal secara lengkap dan komprehensif. i. Dewey, J. (1916). Democracy and Education. New York: The Macmillan Company. 19 ii. Dewey, J. (1938). Experience and Education. New York: Collier Books. iii. Dewey, J. (1902). The Child and Curriculum. Chicago: The University of Chicago Press. iv. Hani'ah. (2001). Agama Pragmatis. Magelang: IndonesiaTera. v. Morrison, G. S. (2012). Dasar-Dasar Pendidikan Anak usia dini (5th ed.). (F. I. Dewi, T. Indeks, Penyunt., S. Romadhona, & A. Widiastuti, Penerj.) Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia: Indeks. vi. Schilpp, P. A. (1951). The Philosophy of John Dewey. New York: Tudor Publishing Company. 2.2.) Pustaka Sekunder Pustaka sekunder digunakan sebagai referensi atau rujukan di samping dari pustaka primer. Pustaka sekunder berfungsi mendukung kelengkapan data penelitian. i. Akinpelu, J. A. (1981). An Introduction to Philosophy of Education. Hong Kong: Macmillan Publishers. ii. Bakker, A., & Zubair, A. C. (1990). Metodologi Penelitian Filsafat. Yogyakarta: Kanisius. iii. Beeby, C. E. (1981). Pendidikan di Indonesia: Penilaian dan Pedoman Perencanaan. (A. Bahasodan, N. Idris, Penyunt., BP3K, & YISS, Penerj.) Jakarta: LP3ES. iv. Curren, R. (2007). Philosophy of Education. Singapore: Blackwell Publishing. v. Djiwandono, S. E. (2002). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Penerbit Grasindo. vi. Desmita. (2005). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 20 vii. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2009 Tentang Standar Pendidikan Anak usia dini. viii. National Institute of Child Health Development (NICHD). (2004). Adventures in Parenting: Bagaimana Sukses Berperan Sebagai Orantua yang Baik. (N. H. Effendi, Penyunt., & I. N. Kurniawan, Penerj.) Yogyakarta, Indonesia: Penerbit Alinea. ix. Barnadib, I. (2002). Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa. 3.) Langkah-langkah Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tahap-tahap berikut. 3.1. Inventarisasi bahan data: pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan referensi pustaka yang beragam untuk menjelaskan objek material dan objek formal. 3.2. Klasifikasi data: referensi pustaka yang telah diperoleh akan menjadi bahan penelitian, sehingga akan diklasifikasi menjadi sumber primer dan sekunder. 3.3. Pengolahan dan sistematisasi data: mengolah dan menyusun secara sistematis data juga dilaksanakan proses yang penting. Data dari berbagai pustaka diolah dan disistematisasi berdasarkan kerangka berpikir. 3.4. Analisis dan refleksi hasil penelitian: setelah data diolah, kemudian akan dianalisis berdasarkan rumusan masalah yang disusun. Setelah itu, akan direfleksikan terhadap kondisi realitas pendidikan anak usia dini di Indonesia dan nilai-nilai ideal. 21 4.) Analisis Hasil Analisis hasil penelitian dilaksanakan dengan memerhatkan aspekaspek sebagai berikut. 4.1. Deskripsi, yakni penjelasan secara jelas, lugas dan tegas mengenai suatu hal tertentu. Pemikiran juga perlu dideskripsikan agar dapat dimengerti oleh orang lain, sehingga akan menjadi sebuah petunjuk yang bermanfaat bagi hubungan antar manusia. 4.2. Kesinambungan Historis, yakni rangkaian kegiatan dan peristiwa dalam kehidupan setiap orang merupakan rantai yang tidak terputus. Sesuatu yang baru berlandaskan yang dahulu, tetapi juga sebaliknya bahwa yang lama mendapat arti dan relevansi baru dalam perkembangan di saat kemudian (Bakker & Zubair, 1990, hal. 47) 4.3. Koherensi Internal, yakni terdapat hubungan internal yang koheren. Meski ada “oposisi” di antaranya, tetapi unsur-unsur di dalamnya tidak boleh bertentangan satu sama lain. Unsur-unsur struktural menjadi hakikat universal ketika ada kesinambungan antara unsur-unsur struktural tersebut (Bakker & Zubair, 1990, hal. 45-46). 4.4. Refleksi, yakni mencerminkan realita yang terjadi dengan nilai sebagai sesuatu patokan yang seharusnya terjadi dalam segala tindakan. Apakah realitas sudah sesuai dengan nilai-nilai, dan apakah sebaliknya, bahwa nilai-nilai sudah terimplementasi secara nyata dalam realitas. Refleksi digunakan untuk evaluasi dan kritik tentang jarak yang terdapat diantara nilai dan fakta. Dalam skripsi ini, refleksi 22 terhadap persoalan pendidikan untuk anak usia dini dalam perspektif Filsafat Pendidikan Progresivisme John Dewey. F. Hasil yang Telah Dicapai Hasil dari penelitian filsafat ini mengacu pada rumusan masalah: 1.) Memperoleh pemahaman mengenaii konsep pendidikan untuk anak usia dini lebih dalam dan menyeluruh 2.) Memperoleh pemahaman Filsafat Pendidikan John Dewey terkait dengan pendidikan anak 3.) Mampu merefleksikan antara konsep pendidikan untuk anak usia dini yang dianggap ideal dengan realitas yang ada di Indonesia G. Sistematika Penulisan Rencana penulisan skripsi ini akan disistematisasi secara garis besar dalam lima bab sebagai berikut. BAB I: menguraikan pendahuluan, yang memuat: latar belakang masalah yang terdiri rumusan masalah, keaslian penelitian, manfaat penelitian; tujuan penelitian; tinjauan pustaka; landasan teori; metode penelitian yang terdiri dari jenis, bahan, alur dan analisis hasil penelitian; hasil yang telah dicapai; serta sistematika penulisan skripsi. BAB II: menguraikan teori Filsafat Pendidikan John Dewey. Sistematisasinya sebagai berikut, deskripsi filsafat pendidikan secara umum, deskripsi biografi John Dewey yang termuat di dalamnya corak pemikiran filsafatnya, serta pemikiran filsafat tentang pendidikan John 23 Dewey yang termuat di dalam pemikiran mengenai teori pengetahuan dan pengalaman, demokrasi dalam pendidikan, dan pendidikan progresif. BAB III: menguraikan konsep Pendidikan untuk anak usia dini secara komprehensif. Konsep tersebut akan mencakup pengertian Anak usia dini, Psikologi perkembangan anak usia dini, pengertian Pendidikan untuk anak usia dini, Kurikulum Pendidikan Anak usia dini, Psikologi Pendidikan Anak usia dini. BAB IV: menguraikan tinjauan kritis Filsafat Pendidikan John Dewey terhadap Pendidikan untuk anak usia dini. Hasil penelitian tergambar dalam analisis terhadap objek material dan objek formal kemudian direfleksikan dengan realitas Pendidikan Anak usia dini di Indonesia. BAB V: menyimpulkan hasil penelitian yang berisi jawaban dari rumusan masalah yang telah diteliti. Pada bab penutup ini terdiri dari kesimpulan dan saran yang terkait dengan penelitian.