heteroanamnesis dan pemeriksaan fisik anak - Skills Lab

advertisement
HETEROANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK ANAK
Annang Giri Moelya, Ismiranti Andarini, Fadillah Tia Nur, Evi Rokhayati*
PENDAHULUAN
Anak yang sakit harus ditangani dengan sebaik-baiknya, agar ia dapat sehat
kembali dan proses tumbuh kembang dapat optimal sesuai dengan potensi genetiknya.
Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah untuk menegakkan diagnosis penyakitnya
dengan akurat.
Pendekatan melalui anamnesis dan diagnosis fisik masih tetap merupakan cara
yang baku, yang harus dikuasai oleh setiap dokter. Adanya alat-alat sederhana maupun
alat-alat mutakhir yang canggih untuk membantu menegakkan diagnosis, tetapi tidak
dapat menggantikan kedudukan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jadi dalam dunia
kedokteran modern sekarang ini proses diagnostik tetap diawali dengan anamnesis serta
pemeriksaan fisik. Penguasaan yang baik atas anamnesis dan pemeriksaan fisik akan
dapat mengarahkan pemeriksaan kepada diagnosis yang benar.
Pemeriksaan fisik pada anak banyak persamaannya dengan pemeriksaan fisik
pada orang dewasa, namun banyak hal yang berbeda secara bermakna. Yang harus
selalu diingat dalam melakukan pemeriksaan fisik pada anak ialah pada bayi dan anak
ada proses tumbuh dan berkembang. Karena itu semua penemuan fisik harus selalu
dihubungkan dengan tingkat pertumbuhannya. Contoh : hati yang teraba 2 cm di bawah
arkus kosta normal untuk bayi dan balita, tetapi abnormal untuk anak remaja.
*Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi Surakarta
1
ANAMNESIS
Anamnesis adalah cara pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara.
Wawancara dilakukan kepada :
1. Langsung kepada pasien (autoanamnesis)
2. Orangtua (alloanamnesis)
3. Sumber lain wali/pengantar (alloanamnesis)
Anamnesis merupakan bagian yang sangat penting dan sangat menentukan
dalam pemeriksaan klinis, karena sebagian besar data (± 80%) yang diperlukan untuk
menegakkan diagnosis diperoleh dari anamnesis.
Dari anamnesis diperoleh data subjektif. Berbeda dengan anamnesis pada pasien
dewasa, hambatan langsung anamnesis pada anak disebabkan karena anamnesis pasien
anak umumnya berupa aloanamnesis dan bukan autoanamnesis. Pertanyaan yang
diajukan pemeriksaan sebaiknya jangan sugestif. Pada kasus gawat, anamnesis
biasanya terbatas pada keluhan utama dan hal-hal yang sangat penting saja, supaya
anak dapat segera diatasi kedaruratannya. Pada kesempatan berikutnya baru anamnesis
dilengkapi. Hal yang perlu dicatat adalah :
1.
Dari siapa anamnesis diambil
2.
Pengirim pasien :
 Inisiatif keluarga
 Dokter, Puskesmas, Rumah Sakit dll, karena pasien kelak harus dikirim kembali
kepada pengirim. Pengiriman kembali dengan disertai :

Diagnosis akhir

Penatalaksanaan

Hasil pengobatan : sembuh/ meninggal, terdapat gejala sisa dsb.
Yang perlu dicatat pada anamnesis :
I.
IDENTITAS PASIEN :
-
Nama
-
Tanggal lahir / umur
-
Jenis Kelamin
-
Nama orang tua, umur, pendidikan, pekerjaan
2
II.
Alamat
RIWAYAT PENYAKIT :
-
Keluhan utama
-
Riwayat perjalanan penyakit sekarang (7 Butir Mutiara Anamnesis, meliputi :
lokasi, onset dan kronologi, kualitas, kuantitas, faktor yang memperberat, faktor
yang memperingan, anamnesis sistem).
-
Riwayat penyakit lampau yang ada hubungannya dengan penyakit sekarang,
seperti riwayat dirawat di RS, riwayat pembedahan, riwayat pengobatan untuk
penyakit tertentu, riwayat alergi terhadap obat atau makanan tertentu serta
riwayat paparan agen tertentu (termasuk bentuk reaksi alerginya dan terapi yang
didapat).
-
Riwayat kehamilan ibu : umur ibu saat melahirkan, paritas, penyulit kehamilan,
riwayat lama kehamilan (preterm/aterm/postterm) , penyakit ibu saat hamil,
riwayat pengobatan ibu sekitar masa konsepsi dan saat hamil, riwayat merokok
dan minum alkohol pada ibu dan ayah.
-
Riwayat kelahiran : lama persalinan, proses persalinan (spontan/dengan
instrumen/operasi), penyulit kelahiran (ketuban pecah dini, kelainan presentasi
dll), berat lahir, skor APGAR, lama tinggal di RS setelah dilahirkan, penyakit
tertentu selama fase neonatal serta intervensi medis yang didapat.
-
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
-
Riwayat imunisasi, termasuk jika ada reaksi akibat imunisasi.
-
Riwayat makanan, meliputi kualitas dan kuantitas minum ASI atau susu formula
(durasi, frekuensi), kapan mulai mendapatkan makanan padat, nafsu makan,
alergi terhadap jenis makanan tertentu, kesukaan/ ketidaksukaan terhadap jenis
makanan tertentu, keseimbangan nutrisi, suplemen makanan yang diberikan,
kecukupan asupan makanan dan cairan.
-
Riwayat keluarga untuk penyakit-penyakit yang herediter/familier, dilacak hingga
2 generasi sebelum pasien (kakek)
-
Keadaan sosial ekonomi : lokasi tempat tinggal, pendidikan dan pekerjaan orang
tua, jumlah anggota keluarga di rumah, higiene lingkungan sekitar rumah
3
Komunikasi dan dukungan emosional :
Hal-hal yang perlu diingat ketika berkomunikasi dengan ibu dan keluarganya adalah:
1. Tunjukkan empati dan rasa hormat pada ibu dan keluarganya
2. Dengarkan dengan seksama kekhawatiran keluarga dan berikan dorongan agar
mereka mau bertanya dan mengungkapkan perasaannya
3. Gunakan bahasa yang sederhana dan jelas pada saat menyampaikan informasi
tentang kondisi bayi, kemajuannya seta terapinya. Berikan informasi tentang
kondisi bayi sebanyak mungkin kepada ibu. Pastikan bahwa mereka paham akan
hal-hal
yang
disampaikan.
Jika
terdapat
hambatan
bahasa,
gunakan
penterjemah.
4. Hormati privasi dan kerahasiaan mereka
5. Hormati keyakinan budaya, adat istiadat mereka dan penuhi kebutuhan mereka
semaksimal mungkin, pastikan bahwa mereka memahami semua keterangan
yang diberikan dan jika menungkinkan berikan informasi tertulis kepada anggota
keluarga yang dapat membaca
6. Dapatkan informed consent atau persetujuan tertulis sebelum melakukan suatu
tindakan.
PEMERIKSAAN FISIK
Untuk melakukan pemeriksaan fisik pada anak diperlukan pendekatan khusus,
baik terhadap pasien maupun terhadap orang tuanya.
Cara Pendekatan :
Berbeda dengan orang dewasa, pendekatan pemeriksaan pada anak
tergantung pada umur, keadaan fisik dan psikis anak.
-
Pada bayi baru lahir sampai umur kurang dari 4 bulan pendekatannya jauh lebih
mudah, karena pada usia tersebut bayi belum dapat membedakan orang di
sekitarnya.
-
Bayi yang lebih besar mulai takut pada orang yang belum dikenal. Perlu sikap
informal dari pemeriksa. Pemeriksaan sudah dapat dimulai dengan bayi masih
4
dalam pangkuan ibu. Alihkan perhatian anak dengan objek yang bergerak, sinar,
suara atau warna.
-
Pasien balita perlu diajak berkomunikasi terlebih dahulu. Pemeriksaan boleh
dilakukan dengan anak dalam pangkuan ibu. Pemeriksa mengambil posisi setinggi
level mata anak. Dapat dipergunakan alat bantu seperti mainan atau cerita. Alihkan
perhatian anak dengan meminta anak memegang benda kesukaannya.
-
Pada anak yang sakit berat, dapat langsung diperiksa.
Cara Pemeriksaan Fisik :
Pada umumnya sama dengan cara pemeriksaan pada orang dewasa,
yaitu dimulai dengan :
-
General survey (keadaan umum)
-
Pemeriksaan tanda vital
-
Inspeksi
-
Palpasi
-
Perkusi
-
Auskultasi
Pada keadaan tertentu, urutan pemeriksaan tidak selalu demikian, misalnya
pemeriksaan abdomen, auskultasi didahulukan (inspeksi, auskultasi, perkusi dan
palpasi). Pada beberapa keadaan, urutan pemeriksaan tergantung pada usia dan tingkat
kenyamanan anak. Lakukan pemeriksaan-pemeriksaan yang tidak terlalu ”mengganggu”
kenyamanan anak di urutan awal, sementara pemeriksaan yang tidak terlalu
”menyenangkan” dilakukan di akhir pemeriksaan, misalnya: palpasi kepala dan leher
serta auskultasi jantung paru dilakukan lebih dulu, baru kemudian palpasi abdomen. Jika
anak melaporkan nyeri di suatu area, area tersebut diperiksa paling akhir.
PEMERIKSAAN TANDA VITAL
Nadi :
-
Frekuensi
-
Irama
-
Kualitas
5
-
Ekualitas nadi
Tekanan Darah :

Diperiksa saat bayi atau anak dalam keadaan tenang

Penderita ditidurkan telentang

Mempersiapkan tensimeter

Memasang manset di lengan atas

Lebar manset harus mencakup ½ sampai 2/3 panjang lengan atas. Ukuran
manset harus sesuai dengan umur.
Ukuran manset untuk kelompok umur :
Umur
0-1 th
> 1-5 th
> 5-12 th
>12 th

2
3
4
5
Lebar manset
inci (5 cm)
inci (7.5 cm)
inci (10 cm)
inci (12.5 cm)
Langkah berikutnya sama dengan pemeriksaan tekanan darah pada orang
dewasa.
Frekuensi Pernapasan :
Cara :

Inspeksi : melihat dan menghitung gerakan dinding dada dalam 1 menit.

Palpasi : Tangan diletakkan pada dinding abdomen/dinding dada, dihitung gerakan
pernapasan yang terasa pada tangan dalam 1 menit.

Auskultasi : mendengarkan dan menghitung bunyi pernapasan dalam 1 menit.
Pengukuran Suhu Badan

Pemeriksaan suhu dapat dilakukan dengan meletakkan termometer di dalam mulut
(di bawah lidah), di dalam rektum atau di aksila, dan ditunggu selama 3 – 5 menit.

Untuk bayi dan anak < 7 tahun dianjurkan pengukuran rektal lebih akurat oleh
karena pengukuran oral lebih sulit dikerjakan.
Cara :
6
1. Lubrikasi ujung termometer.
2. Bayi/ anak posisi tengkurap di meja/ pangkuan pemeriksa.
3. Buka pantat dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk.
4. Masukkan ujung termometer yang telah dilubrikasi ke rektum lewat anus
sedalam kira-kira 1 inchi.
5. Katubkan pantat kembali.
6. Waktu pemeriksaan 1 – 2 menit.
Mengukur panjang badan bayi
1. Siapkan papan pengukur (ada meterannya)
2. Baringkan bayi dengan posisi telentang
3. Ukur panjang badan bayi
Gambar 1. Mengukur panjang badan bayi
Bila papan pengukur tidak ada :
1. Baringkan bayi pada meja periksa
2. Beri tanda tepat di atas kepala dan tumit
7
3. Ukur dengan meteran, panjang antara 2 tanda tersebut
Gambar 2. Mengukur panjang badan anak
Pengukuran Lingkar Kepala :
-
Alat pengukur : Pita dari metal yang flexibel
-
Cara : meletakkan pita melalui glabela pada dahi bagian atas alis mata –
protuberantia occipitalis.
Bayi dan anak kecil :
1. Ambil pita pengukur
2. Bayi posisi telentang
3. Tempatkan pita pengukur melingkari dari glabela – occiptal – parietal – frontal.
8
Gambar 3. Pengukuran Lingkar Kepala
Palpasi fontanela/ Ubun-ubun
Palpasi fontanela merupakan cara yang sederhana untuk memperkirakan
tekanan intrakranial. Pada keadaan normal fontanela agak rata dan pulsasi sukar diraba.
Fontanela sering sulit diraba pada bayi baru lahir karena molding tulang-tulang kepala.
Setelah beberapa hari, fontanel mudah diraba dengan diameter transversal rata-rata 2,5
cm, kadang-kadang sampai 4 atau 5 cm. Ubun-ubun kecil teraba sampai 4-8 minggu.
Ukuran ubun-ubun besar sangat bervariasi, demikian pula saat penutupannya. Seringkali
ubun-ubun tampak membesar dalam beberapa bulan pertama. Pada umur 6 bulan
sebagian kecil (3%) bayi normal tertutup ubun-ubunnya, pada umur 9 bulan lebih
kurang 15% dan umur 1 tahun 40%. Pada umur 19 bulan 90% bayi normal sudah
tertutup ubun-ubunnya. Ubun-ubun terlambat menutup pada rakitis, hidrosefalus, sifilis,
hipotiroidisme, osteogenesis imperfekta, rubela kongenital, malnutrisi, sindroma Down
dan gangguan perkembangan lain. Pada kraniosinostosis dan osteopetrosis ubun-ubun
menutup lebih dini.
Dalam keadaan normal ubun-ubun besar rata atau sedikit cekung. Ubun-ubun
besar menonjol pada keadaan tekanan intrakranial meninggi, misalnya perdarahan
intraventrikuler, meningitis, hidrosefalus, hematoma subdural, tumor intrakranial, rakitis
dan hipervitaminosis A. Ubun-ubun tampak cekung pada dehidrasi dan malnutrisi.
9
Refleks Moro
Adalah suatu reaksi kejutan dengan menimbulkan perasaan jatuh pada bayi. Bayi
dalam posisi telentang, kemudian kepalanya dibiarkan jatuh dengan cepat beberapa
sentimeter dengan hati-hati ke tangan pemeriksa. Bayi akan kaget dengan lengan
direntangkan dalam posisi abduksi ekstensi dan tangan terbuka disusul dengan gerakan
lengan adduksi dan fleksi. Pada bayi prematur, setelah merentangkan lengan tidak
selalu diikuti oleh gerakan fleksi. Gerakan tungkai bukan bagian yang khas untuk refleks
Moro. Kalau tidak ada reaksi merentangkan lengan sama sekali berarti abnormal, begitu
juga kalau rentangan lengan asimetris.
Refleks menggenggam palmar
Dengan meletakkan sesuatu pada telapak tangan bayi maka akan terjadi fleksi
jari-jari tangan.
Refleks tonic neck
Bayi diletakkan dalam posisi telentang, kepala di garis tengah dan anggota gerak
dalam posisi fleksi, kemudian kepala ditolehkan ke kanan, maka akan terjadi ekstensi
pada anggota gerak sebelah kanan, dan fleksi pada anggota gerak sebelah kiri. Yang
selalu terjadi adalah ekstensi lengan, tungkai tidak selalu ekstensi dan fleksi anggota
gerak kontralateral juga tidak selalu terjadi. Setelah selesai ganti kepala dipalingkan ke
kiri. Tonus ekstensor meninggi pada anggota gerak arah muka berpaling. Tonus fleksor
anggota gerak kontralateral meninggi.
Suspensi vertikal
Dilakukan dengan meletakkan kedua tangan pemeriksa di ketiak pasien tanpa
meraba toraks, kemudian bayi diangkat ke atas lurus. Pada waktu diangkat kepala tetap
tegak sebentar dan tungkai tetap fleksi pada lutut, panggul, dan pergelangan kaki.
10
Refleks menghisap
Didapatkan pada usia gestasi 28 minggu dan terintegrasi pada usia 2-5 bulan.
Suatu objek yang diletakkan dalam mulut bayi akan menyebabkan gerakan menghisap
yang ritmis.
Reflek melangkah/menendang
Didapatkan pada usia gestasi 37 minggu dan tersupresi pada usia 2-4 bulan.
Saat ditopang pada posisi tegak dan diarahkan ke depan, bayi dengan kaki di atas meja
akan melakukan gerakan melangkah bergantian dan ritmis.
Refleks anus
Dilakukan dengan cara menggores kulit dekat anus dan normalnya akan terjadi
konstriksi sfingter ani untuk mengetahui keadaan tonus anus.
Tanda-tanda rangsang meningeal

Kaku kuduk :
Cara :
-
Leher ditekuk secara pasif.
-
Bila dagu tak dapat menempel dada, dikatakan positif.
Gambar 4. Pemeriksaan Kaku Kuduk
11

Tanda Brudzinski I
Cara :

Satu tangan pemeriksa dibawah kepala pasien, tangan lainnya di dada, untuk
mencegah supaya badan tidak terangkat.

Kepala difleksikan ke dada secara pasif.

Bila ada rangsang meningeal, kedua tungkai bawah akan fleksi pada sendi
panggul dan lutut.
Gambar 5. Pemeriksaan Brudzinki I
Tanda Brudzinski II
Cara :

Posisi penderita telentang

Lakukan flexi salah satu kaki pada sendi panggul lutut secara pasif, akan diikuti
flexi kaki lainnya pada sendi panggul dan lutut.
Gambar 6. Pemeriksaan Brudzinki II
12
Tanda Kernig
Cara :
-
Posisi penderita telentang.
-
Lakukan flexi tungkai atas tegak lurus.
-
Coba luruskan tungkai bawah pada sendi lutut.
-
Normal tungkai bawah dapat membentuk sudut lebih dari 135O
-
Pada iritasi meningeal ekstensi lutut secara pasif menyebabkan rasa sakit dan
terasa ada hambatan.
-
Sukar dilakukan pada bayi umur di bawah 6 bulan.
Gambar 7. Pemeriksaan Kernig
Tata laksana gizi buruk
Sepuluh tata laksana gizi buruk meliputi:
1. Mencegah dan mengatasi hipoglikemia
2. Mencegah dan mengatasi hipotermia
3. Mencegah dan mengatasi dehidrasi
4. Memperbaiki gangguan keseimbangan elektrolit
5. Mengobati infeksi
6. Memperbaiki kekurangan zat gizi mikro
7. Memberikan makanan untuk stabilisasi dan transisi
8. Memberikan makanan untuk tumbuh kejar
9. Memberikan stimulasi untuk tumbuh kembang
10. Mempersiapkan untuk tindak lanjut di rumah.
13
Peresepan makanan untuk bayi yang mudah dipahami ibu
Sampai umur 6 bulan:

Berikan air susu ibu (ASI) sesuai keinginan anak paling sedikit 8 kali sehari, siang
maupun malam

Jangan diberikan makanan atau minuman lain selain ASI
Umur 6-8 bulan:

Berikan ASI sesuai keinginan anak, paling sedikit 8 kali sehari, siang maupun
malam

Beri makanan pendamping ASI 2 kali sehari tiap kali 2 sendok makan

Pemberian makanaan pendamping ASI dilakukan setelah pemberian ASI

Perkenalkan anak 1 bulan kemudian dengan makanan pendamping ASI seperti
bubur tim lumat/ lembik ditambah kuning telur/ayam/ikan/tempe/tahu/ daging
sapi/ wortel/bayam/kacang hijau/santan/minyak
Umur 8-12 bulan:

Berikan ASI sesuai keinginan anak

Berikan
bubur
nasi
ditambah
telur/ayam/ikan/tempe/tahu/daging
sapi/wortel/bayam/kacang hijau/santan/minyak

Makanan tersebut diberikan 3 kali sehari. Pada umur 8 bulan, setiap makan
diberikan lebih kurang 8 sendok makan, selanjutnya sesuai dengan kemampuan
anak

Berikan juga makanan selingan 2 kali sehari seperti bubur kacang hijau, pisang,
biskuit, nagasari, dsb diantara waktu makan
Umur 12-24 bulan:

Berikan ASI sesuai keinginan anak

Berikan
nasi
lembek
yang
ditambah
telur/ayam/ikan/tempe/tahu/daging
sapi/wortel/bayam/kacang hijau/santan/minyak

Berikan makanan tersebut3 kali sehari

Berikan juga makanan selingan 2 kali sehari diantara waktu makan seperti bubur
kacang hijau, pisang, biskuit, nagasari dsb
14
Umur 2 tahun atau lebih:

Berikan makanan yang biasa dimakan oleh keluarga 3 kali sehari yang terdiri dari
nasi, lauk pauk, sayur dan buah

Berikan juga makanan yang bergizi sebagai selingan 2 kali sehari seprti bubur
kacang hijau, biskuit, nagasari

Pemberian makanan selingan dilakukan di antara waktu makan makanan pokok.
Tata laksana anak tidak sadar
1. Jaga jalan napas, lakukan intubasi bila skala Koma Glasgow kurang dari atau
sama dengan 8.
2. Jaga pernapasan yang adekuat dengan mempertahankan saturasi oksigen lebih
dari 80%
3. Pertahankan sirkulasi yang stabil
4. Lakukan pemeriksaan darah untuk glukosa, elektrolit, analisa gas darah, fungsi
hati, fungsi ginjal, fungsi tiroid, darah lengkap, skrining toksikologi
5. Lakukan pemeriksaan neurologis
6. Bila tekanan intrakranial meningkat atau herniasi berikan manitol 0,5-1
gram/kgBB
7. Berikan tiamin 100 mg iv diikuti dengan 25 gram glukosa bila serum glukosa
kurang dari 60 mg/dl
8. Lakukan CT scan/MRI kepala bila dicurigai adanya kelainan struktur otak
9. Lakukan anamnesis riwayat lengak dan pemeriksaan sistemik
10. Pertimbangkan EEG dan pungsi lumbal.
Tata laksana dehidrasi berat setelah penatalaksanaan syok
1. Diberikan cairan rehidrasi parenteral dengan ringer laktat atau ringer asetat
100 ml/kgBB dengan cara:

Umur kurang dari 12 bulan: 30 ml/kgBB dalam 1 jam pertama, dilanjutkan 70
mg/kgBB dalam 5 jam berikutnya

Umur di atas 12 bulan: 30 mg/kgBB dalam setengah jam pertama,
dilanjutkan 70 mg/kgBB dalam 2,5 jam berikutnya
15
2. Masukan cairan per oral diberikan bila pasien sudah mau dan dapat minum,
dimulai dengan 5 ml/kgBB selama proses rehidrasi.
Tata laksana bayi berat lahir rendah (BBLR)
1. Pemberian vitamin K1 1 mg IM sekali pemberian saat lahir
2. Mempertahankan suhu tubuh normal:
3. Gunakan salah satu cara menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh bayi
seperti kontak kulit ke kulit, kangaroo mother care (KMC), pemancar panas,
inkubator, atau ruangan hangat yang tersedia di fasilitas kesehatan setempat
4. Jangan memandikan atau menyentuh bayi dengan tangan dingin
5. Ukur suhu tubuh setiap 3 jam
6. Pemberian minum:

ASI merupakan pilihan utama

Apabila bayi mendapat ASI, pastikan bayi menerima jumlah yang cukup
dengan cara apapun, perhatikan cara pemberian ASI dan nilai
kemampuan bayi menghisap paling tidak sehari sekali

Apabila bayi sudah tidak mendapatkan cairan IV dan beratnya naik 20
gram/hari selama 3 hari berturut-turut, timbang bayi 2 kali seminggu

Pemberian minum minimal 8 kali/hari. Apabila bayi masih mengingikan
dapat diberikan lagi (ad libitum)
7. Indikasi nutrisi parenteral yaitu status kardiovaskular dan respirasi yang tidak
stabilm fungsi usus belum berfungsi/terdapat anomali mayor saluaran cerna,
NEC, IUGR berat, dan berat lahir kurang dari 1.000 gram
8. Pada bayi sakit, pemberian minum tidak perlu dengan segera ditingkatkan
selama tidak ditemukan tanda dehidrasi dan kadar natrium serta glukosa normal.
16
Penilaian tumbuh kembang (motorik halus, motorik kasar, psikososial,
bahasa)
Deteksi dini penyimpangan perkembangan anak umur <6 tahun menggunakan
Denver II meliputi 125 gugus tugas yang disusun dalam formulir menjadi 4 sektor untuk
menjaring fungsi:
1. Personal sosial: penyesuaian diri dengan masyarakat dan perhatian terhadap
kebutuhan perorangan
2. Motorik halus: koordinasi mata tangan, memainkan, menggunakan benda-benda
kecil
3. Bahasa: mendengar, mengerti, dan menggunakan bahasa
4. Motorik kasar: duduk, jalan, melompat, dan gerakan umum otot besar
Skor penilaian:

Pass (P): bila anak melakukan uji coba dengan baik atau ibu/pengasuh anak
memberi laporan yang dipercaya bahwa anak dapat melakukannya

Fail (F): bila anak tidak dapat melakukannya dengan baik

No opportunity (No): bila tidak ada kesempatan bagi anak untuk melakukan uji
coba karena ada hambatan

Refusal (R): bila anak menolak untuk melakukan uji coba.
Penilaian individual:

Lebih (advanced)
Bila seorang anak lewat pada uji coba yang terletak di kanan garis umur,
dinyatakan perkembangan anak lebih pada uji coba tersebut

Normal
Bila seorang anak gagal atau menolak melakukan uji coba di sebelah kanan garis
umur

Caution/peringatan
Bila seorang anak gagal atau menolak uji coba, garis umur terletak pada atau
antara persentil 75 dan 90
17

Delayed/keterlambatan
Bila seorang anak gagal atau menolak melakukan uji coba yang terletak lengkap
di sebelah kiri garis umur

No opportunity
Tidak ada kesempatan uji coba yang dilaporkan orangtua
Interpretasi Denver II

Normal
1. Bila tidak ada keterlambatan dan atau paling banyak satu caution
2. Lakukan ulangan pada kontrol berikutnya

Suspek
1. Bila didapatkan lebih dari atau sama dengan 2 caution dan atau lebih dari atau
sama dengan 1 keterlambatan
2. Lakukan uji ulang dalam 1-2 minggu untuk menghilangkan faktor sesaat seperti
rasa takut, keadaan sakit atau kelelahan

Tidak dapat diuji
1. Bila ada skor menolak pada lebih dari atau sama dengan 1 uji coba terletak di
sebelah kiri garis umur atau menolak pada lebih dari 1 uji coba yang ditembus
garis umur pada daerah 75-90%
2. Uji ulang dalam 1-2 minggu
3. Bila ulangan hasil pemeriksaan didapatkan suspek atau tidak dapat diuji, maka
dipikirkan untuk dirujuk.
Pengamatan malformasi kongenital
Kelainan bawaan minor
Kelainan bawaan minor merupakan hal yang umum dijumpai dan tidak memerlukan
perlakuan khusus, tetapi ibu perlu diberi pengertian
Yang termasuk kelainan bawaan minor adalah:

Skin tag (jari tangan/kaki berlebih atau lengket)
Berikan pengertian pada ibu, bahwa hal ini tidak menyakitkan bayi dan dapat
dihilangkan melalui operasi bila bayi sudah berusia beberapa bulan
18

Celah bibir atau langit-langit
1. Berikan dukungan emosional dan keyakinan pada ibu
2. Jelaskan pada ibu bahwa hal yang paling penting untuk dilakukan saat ini
adalah memberi bayi cukup minum untuk memastikan pertumbuhan yang
cukup sampai operasi dapat dilakukan
3. Jika bayi menderita celah bibir saja, tetapi langit-langit utuh, anjurkan ibu
menyusui
4. Jika bayi menderita celah langit-langit, berikan ASI peras dengan salah satu
alternatif cara pemberian minum
5. Apabila masalah minum teratasi dan berat badan bayi bertambah, bayi
dirujuk ke rumah sakit rujukan tersier atau rumah sakit khusus bedah untuk
melakukan operasi

Tanda lahir bawaan (toh)
Berikan keyakinan pada ibu bahwa tanda lahir bawaan tersebut tidak
memerlukan perawatan khusus dan sebagian besar akan hilang saat bayi
bertambah umurnya
Kelainan bawaan mayor

Spina bifida/meningomielokel
1. Berikan dukungan emosional dan pengertian pada ibu
2. Lakukan persiapan rujukan:
3. Jika kelainan tidak tertutup kulit: tutup dengan kasa steril yang dibasahi dengan
larutan salin normal sebelum dirujuk
4. Jaga kain kasa tetap basah dan pastikan bayi tetap hangat

Gastroskisis/omfalokel
1. Berikan dukungan emosional dan keyakinan pada ibu
2. Jangan berikan apapun melalui mulut
3. Untuk gastroskisis: tutupi organ yang keluar dengan kasa steril yang dibasahi
dengan larutan salin normal
19
4. Jaga kain kasa tetap basah dan pastikan bayi tetap hangat
5. Untuk omfalokel: lakukan perawatan secara tegak kering, sementara bagian
yang menonjol ditutupi dengan kasa steril kering
6. Pasang jalur IV
7. Pasang pipa lambung, biarkan mengalir

Anus imperforata
1. Berikan dukungan emosional dan pengertian pada ibu
2. Jangan berikan apapun lewat mulut
3. Pasang jalur IV
4. Pasang pipa lambung, biarkan cairan mengalir bebas
Kelainan bawaan lain

Bila bayi menderita sindroma Down atau memiliki ciri wajah yang tampak aneh,
berikan nasihat pada orangtuanya tentang prognosis jangka panjang dan rujuk
ke rumah sakit dengan fasilitas pelayanan spesialis untuk evaluasi perkembangan
dan tindak lanjut jika memungkinkan

Jika memungkinkan lakukan konseling genetik untuk orang tua.
Pemeriksaan bayi baru lahir
Pemeriksaan ini harus dilakukan dalam waktu 24 jam untuk mendeteksi kelainan.

Aktivitas fisis
Keaktifan bayi baru lahir dinilai dengan melihat posisi dan gerakan
tungkai dan lengan. Pada
BBL cukup bulan yang sehat, ekstremitas berada
dalam keadaan fleksi dengan gerakan tungkai serta lengan aktif dan simetris.
Bila ada asimetri pikirkan terdapatnya kelumpuhan atau patah tulang. Aktivitas
fisik mungkin saja tidak tampak pada BBL yang sedang tidur atau lemah karena
sakit atau pengaruh obat. Bayi yang berbaring tanpa bergerak mungkin saja
disebabkan oleh tenaga yang habis dipakai untuk mengatasi kesulitan bernapas
atau tangis yang melelahkan. Gerakan ksasar atau halus (tremor) yang disertai
klonus pergelangan kaki atau rahang sering ditemukan pada BBL, keadaan ini
20
tidak berarti apa-apa, berlainan halnya bila terjadi pada golongan umur yang
lebih tua. Gerakan tersebut cenderung terjadi pada BBL yang aktif tetapi bila
dilakukan fleksi anggota gerak tersebut masih tetap bergerak-gerak, maka bayi
tersebut menderita kejang dan perlu dievaluasi lebih lanjut.

Tangisan bayi
Tangisan bayi dapat memberikan keterangan tentang keadaan bayi.
Tangisan melengking ditemukan pada bayi dengan kelainan neurologis,
sedangkan tangisan yang lemah atau merintih terdapat pada bayi dengan
kesulitan pernapasan

Wajah BBL
Wajah BBL dapat menunjukkan kelainan yang khas, misalnya sindroma
Down, sindroma Pierre-Robin, dll

Pemeriksaan suhu
Suhu tubuh BBL diukur pada aksila. Suhu BBL normal adalah antara 36,537,5 derajat. Suhu meninggi ditemukan pada dehidrasi, gangguan serebral,
infeksi, atau kenaikan suhu lingkungan. Kenaikan suhu merata biasanya
disebabkan kenaikan suhu lingkungan. Apabila ekstremitas dingin dan tubuh
panas kemungkinan besar disebabkan oleh sepsis, perlu diingat bahwa sepsis
pada BBL dapat saja tidak disertai dengan kenaikan suhu tubuh, bahkan sering
terjadi hipotermi.
Tatalaksana bayi baru lahir dengan infeksi
1. Pasang jalur IV dan berikan cairan IV dengan dosis rumatan
2. Jangan memberi minum bayi selama 12 jam pertama
3. Ambil sampel darah dan kirim ke laboratorium untuk pemeriksaan kultur dan
sensitivitas dan periksa juga darah lengkap
4. Bila bayi kejang, opistotonus, atau ubun-ubun besar membonjol:’lakukan pungis
lumbal segera sesudah pengambilan darah
21
5. Kirimkan sampel cairan serebrospinal ke laboratorium untuk menghitung jumlah
sel, pengecatan gram serta kultur dan sensitivitas
6. Mulai manajemen untuk meningitis
7. Bila kadar hemoglobin kurang dari 10 gr/dl (hematokrit kurang dari 30%) beri
transfusi darah
8. Bila bayi tidak menderita meningitis, beri ampisilin dan gentamisin sesuai dengan
pedoman yang ada. Tunggu hasil kultur darah dan sensitivitas dan nilai kondisi
bayi empat kali sehari utnuk melihat perkembangannya
9. Anjurkan bayi untuk menyusu ASI setelah 12 jam pengobatan dengan antibiotika
atau bila bayi mulai menunjukkan perbaikan. Bila bayi tidak dapat menyusu ASI,
beri ASI peras dengan menggunakan salah satu cara alternatif pemberian minum
10. Setelah selesai pengobatan antibiotika, amati bayi selama 24 jam berikutnya.
PEMASANGAN SONDE LAMBUNG
Indikasi :
1.
Pemberian makanan enteral
2.
Pemberian obat-obatan
3.
Pemeriksaan analisis getah lambung
4.
Dekompresi dan pengosongan lambung
Kontra indikasi :
1.
Pasca esofagoplasti
2.
Perforasi esophagus
Alat yang dibutuhkan :
1.
Alat penghisap listrik / manual
2.
Sonde lambung (feeding tube)
3.
Plester, pinset
4.
Air steril atau NaCl 0,9%
5.
Semprit 5 cc
6.
Stetoskop
22
7.
Monitor jantung (bila ada)
Cara:
1.
Anak / bayi ditidurkan telentang dengan kepala lebih tinggi.
2.
Membersihkan lubang hidung dan orofaring dengan penghisap.
3.
Mengukur panjang sonde lambung yang akan dimasukkan.
4.
Pengukuran dari lubang hidung melengkung melalui telinga ke processus
xyphoideus.
5.
Tandai dengan plester.
6.
Membasahi ujung sonde lambung dengan air steril atau NaCl 0,9%.
7.
Masukkan ujung sonde lambung dipegang dengan pinset perlahan-lahan lewat
lubang hidung ke orofaring-esofagus-sampai batas plester di lubang hidung.
8.
Memantau denyut jantung selama memasukkan sonde lambung.
9.
Memasang semprit pada pangkal sonde.
10. Masukkan udara 5-10 cc dengan spuit dan didengarkan diatas daerah lambung
dengan stetoskop.
11. Untuk tujuan dekompresi udara pangkal sonde dimasukkan dalam bejana berisi air
bersih.
12. Sonde difiksasi dengan plester.
PEMASANGAN REKTAL TUBE
Indikasi :
1.
Dekompresi
2.
Klisma
3.
Pemeriksaan radiologi dengan kontras (barium)
Alat yang diperlukan:
1.
Kapas sublimate
2.
Plester
3.
Rectal tube : bayi no 8Fr, anak no 9-12Fr
4.
Bejana berisi air bersih
23
5.
Vaselin
6.
Pinset
Cara :
1. Anak tidur telentang atau miring
2. Paha difleksikan pada sendi pangul
3. Membersihkan daerah anus dengan kapas sublimate
4. Ujung tube diberi vaselin
5. Pangkal cerobong dimasukkan dalam bejana berisi air
6. Memasukkan ujung tube perlahan-lahan sedalam 5-7 cm
7. Tube difiksasi dengan plester
24
DAFTAR PUSTAKA
Matondang CS, Wahidiyat I, Sastroasmoro S. Diagnosis fisis pada anak. Sagung seto.
Jakarta. 2003.h. 49-50
Soetomenggolo TS.
Pemeriksaan
neurologis
pada
anak
dan
bayi.
Dalam:
Soetomenggolo TS, Ismael S, penyunting. Buku ajar neurologi anak. IDAI. Jakarta,
1999.h. 28-32.
Fenderson CB, Ling WK. Pemeriksaan neuromuskular seri panduan klinis. Elangga.
Jakarta. 2002.h. 86.
Buku bagan tatalaksana anak gizi buruk. Buku I. Depkes. Jakarta. Edisi ketiga.
2006.h.3-25.
Buku bagan tatalaksana anak gizi buruk.
Buku II. Depkes. Jakarta. Edisi ketiga.
2006.h.54
Putri AH, Widodo DP, Herini ES, Erny, Pusponegoro HD, Mangunatmodjo I, dkk.
Penurunan kesadaran. Dalam: Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S,
Idris NS,
Gandaputra EP, Harmoniati ED, dkk. Pedoman pelayanan medis IDAI. IDAI. Jakarta.
Edisi II. 2011.h. 205-10.
Juffrie M, Kadim M, Mulyani NS, Damayanti W, Widowati T. Diare akut. Dalam:
Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED, dkk.
Pedoman pelayanan medis IDAI. IDAI. Jakarta. Edisi I. 2010.h. 58-62.
Rohsiswatmo R, Dewanto NEF, Dewi R. Bayi berat lahir rendah. Dalam: Pudjiadi AH,
Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED, dkk. Pedoman
pelayanan medis IDAI. IDAI. Jakarta. Edisi I. 2010.h. 23-9.
25
Rusmil K, Fadiyana E, Soetjiningsih, Narendra MS, Soedjatmiko, Sitaresmi MN, dkk.
Denver II. Dalam: Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP,
Harmoniati ED, dkk. Pedoman pelayanan medis IDAI. IDAI. Jakarta. Edisi I. 2010.h.
291-3.
Surjono A, Suradi R, Djauhariah, Kosim MS, Indarso F, Usman A, dkk. Kelainan
bawaan. Dalam: Surjono A, Setyowireni D, penyunting. Buku panduan manajemen
masalah bayi baru lahir untuk dokter, bidan, dan perawat di rumah sakit. IDAIDepkes. Jakarta. 2004. H.94-5
Suradi R. Pemeriksaan fisis pada bayi baru lahir. Dalam: Kosim MS, Yunanto A, Dewi
R, Sarosa GI, Usman A, penyunting. Buku ajar neonatologi. IDAI. Jakarta. 2012. H.
71-88.
Surjono A, Suradi R, Djauhariah, Kosim MS, Indarso F, Usman A, dkk. Tanda atau
temuan ganda. Dalam: Surjono A, Setyowireni D, penyunting. Buku panduan
manajemen masalah bayi baru lahir untuk dokter, bidan, dan perawat di rumah
sakit. IDAI-Depkes. Jakarta. 2004. H.15-9
Surjono A, Suradi R, Djauhariah, Kosim MS, Indarso F, Usman A, dkk. Komunikasi
dan dukungan emosional. Dalam: Surjono A, Setyowireni D, penyunting. Buku
panduan manajemen masalah bayi baru lahir untuk dokter, bidan, dan perawat di
rumah sakit. IDAI-Depkes. Jakarta. 2004. H.142-5.
26
CEKLIS PENILAIAN KETERAMPILAN
HETEROANAMNESIS
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
Aspek Keterampilan yang Dinilai
0
Skor
1
2
Memberikan salam saat pertama kali bertemu
Menanyakan identitas penderita
Menanyakan berat badan
Menanyakan keluhan utama
Menanyakan onset dan kronologi
Menanyakan intake makanan/minum
Menanyakan riwayat penyakit lain yang dapat timbulkan
keluhan utama
Menanyakan faktor-faktor yang memperberat keluhan
Menanyakan faktor-faktor yang meringankan keluhan
Menanyakan gejala penyerta
Menanyakan riwayat penyakit dahulu yang relevan
Menanyakan riwayat kelahiran
Menanyakan riwayat kehamilan ibu
Menanyakan riwayat penyakit keluarga
Menanyakan riwayat sosial ekonomi keluarga
Menanyakan riwayat vaksinasi
Menanyakan riwayat pertumbuhan & perkembangan
JUMLAH SKOR
Penjelasan :
0
Tidak dilakukan mahasiswa
1
Dilakukan, tapi belum sempurna
2
Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan
mahasiswa karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan
dalam skenario yang sedang dilaksanakan).
Nilai Mahasiswa =
Skor Total
34
x 100%
27
CEKLIS PENILAIAN KETERAMPILAN
PEMERIKSAAN TANDA VITAL DAN STATUS GIZI
No
Aspek Keterampilan yang Dinilai
1
Melakukan pendekatan kepada pasien sebelum melakukan
pemeriksaan fisik
Posisi pemeriksa di sebelah kanan pasien
Mencuci tangan sebelum pemeriksaan
Menilai kesan umum penderita
Memeriksa tanda vital
Melakukan pengukuran tekanan darah
Melakukan pemeriksaan nadi (frekuensi, irama, kualitas,
ekualitas nadi)
Melakukan pemeriksaan respirasi (tipe pernafasan, frekuensi)
Melakukan pengukuran suhu badan (sublingual, rektal, aksila)
Memeriksa status gizi
Menimbang berat badan
Mengukur panjang/tinggi badan
Menentukan status gizi
JUMLAH SKOR
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
0
Skor
1
2
Penjelasan :
0
Tidak dilakukan mahasiswa
1
Dilakukan, tapi belum sempurna
2
Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan
mahasiswa karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan
dalam skenario yang sedang dilaksanakan).
Nilai Mahasiswa =
Jumlah Skor
22
x 100%
28
CEKLIS PENILAIAN KETERAMPILAN
PEMERIKSAAN KEPALA – LEHER DAN RANGSANG
MENINGEAL
No
Aspek Keterampilan yang Dinilai
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Mencuci tangan sebelum pemeriksaan
Menilai bentuk kepala
Mengukur lingkar kepala
Menilai kondisi fontanella (penutupan, cekung, cembung)
Melakukan pemeriksaan mata
Melakukan pemeriksaan hidung
Melakukan pemeriksaan telinga
Melakukan pemeriksaan mulut dan gigi
Melakukan pemeriksaan tenggorokan
Memeriksa Chvostek sign
Melakukan pemeriksaan kelenjar parotis
Melakukan pemeriksaan kelenjar limfe leher (submentale,
submandibula,
preaurikuler,
retroaurikuler,
servikalis,
oksipital)
Melakukan pemeriksaan JVP
Memeriksa adanya tanda rangsang meningeal
Melakukan pemeriksaan adanya kaku kuduk
Melakukan pemeriksaan Brudzinski I
Melakukan pemeriksaan Brudzinski II
Melakukan pemeriksaan Kernig
Mencuci tangan sesudah pemeriksaan
JUMLAH SKOR
13
14
15
16
17
18
0
Skor
1
2
Penjelasan :
0
Tidak dilakukan mahasiswa
1
Dilakukan, tapi belum sempurna
2
Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan
mahasiswa karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak
diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan).
Nilai Mahasiswa =
Jumlah Skor
36
x 100%
29
CEKLIS PENILAIAN KETERAMPILAN
PEMERIKSAAN THORAKS
No
Aspek Keterampilan yang Dinilai
1
Mencuci tangan sebelum pemeriksaan
INSPEKSI
Statis : menilai bentuk dada (simetri/ asimetri, tumor, kelainan
kulit, deformitas bentuk dada)
Dinamis : melihat adanya keterlambatan gerak, retraksi,
retraksi, frekuensi, irama, kedalaman, usaha napas, pola
napas abnormal
Melihat dan melaporkan lokasi iktus kordis
PALPASI
Memeriksa adanya nyeri tekan, krepitasi
Memeriksa dan menilai pengembangan dinding dada
Memeriksa dan menilai fremitus taktil
Memeriksa dan menilai adanya massa mediastinum/
retrosternal
Melakukan palpasi iktus kordis (lokasi, diameter, amplitudo,
durasi, thrill)
PERKUSI
Melakukan teknik pemeriksaan perkusi paru dengan benar
Melakukan pemeriksaan batas paru-hepar
Melakukan dan melaporkan hasil pemeriksaan batas jantung
AUSKULTASI
Melakukan teknik pemeriksaan auskultasi dengan benar
Mengidentifikasi suara nafas dasar
Mengidentifikasi suara nafas tambahan
Mengidentifikasi bunyi jantung normal
Mengidentifikasi bunyi jantung tambahan
Mengidentifikasi dan melaporkan deskripsi bising jantung
Mencuci tangan sesudah pemeriksaan
JUMLAH SKOR
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
0
Skor
1
2
Penjelasan :
0
Tidak dilakukan mahasiswa
1
Dilakukan, tapi belum sempurna
2
Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan
mahasiswa karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan
dalam skenario yang sedang dilaksanakan).
Nilai Mahasiswa =
Jumlah Skor x 100%
38
30
CEKLIS PENILAIAN KETERAMPILAN
PEMERIKSAAN ABDOMEN - EKSTREMITAS
No
Aspek Keterampilan yang Dinilai
1
Mencuci tangan sebelum pemeriksaan
ABDOMEN
Menilai bentuk abdomen, adanya distensi, proyeksi gerakan
usus di dinding abdomen, adanya massa/ hernia (diafragma,
umbilikal, inguinal)
Menilai peristaltik/ bising usus
Melakukan perkusi abdomen dan menilai hasil pemeriksaan
perkusi abdomen
Melakukan perkusi untuk pemeriksaan liver span
Melakukan pemeriksaan turgor
Melakukan palpasi hati
Melakukan palpasi lien
Melakukan palpasi ginjal
EKSTREMITAS
Menilai adanya deformitas tulang ekstremitas
Menilai adanya anemia
Menilai adanya ikterus
Menilai edema
Menilai adanya clubbing fingers
Memeriksa pengisian kapiler
Melakukan pemeriksaan pulsasi arteria dorsalis pedis
Mencuci tangan setelah pemeriksaan
JUMLAH SKOR
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
0
Skor
1
2
Penjelasan :
0
Tidak dilakukan mahasiswa
1
Dilakukan, tapi belum sempurna
2
Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan
mahasiswa karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan
dalam skenario yang sedang dilaksanakan).
Nilai Mahasiswa =
Jumlah Skor x 100%
34
31
CHECKLIST PENILAIAN KETERAMPILAN
PEMASANGAN SONDE LAMBUNG
No.
Aspek Keterampilan yang Dinilai
1.
2.
Anak / bayi ditidurkan telentang dengan kepala lebih tinggi
Membersihkan lubang hidung dan orofaring dengan
penghisap
Mengukur panjang sonde lambung yang akan dimasukkan
Pengukuran dari lubang hidung melengkung melalui telinga
ke proc. Xiphoideus
Tandai dengan plester
Membasahi ujung sonde lambung dengan air steril atau
NaCl 0,9 %
Masukkan ujung sonde lambung dipegang dengan pinset
perlahan-lahan lewat lubang hidung ke orofaring-esofagussampai batas plester di lubang hidung
Memantau denyut jantung selama memasukkan sonde
lambung
Memasang semprit pada pangkal sonde
Masukkan udara 5-10 cc dengan semprit dan didengarkan
diatas daerah lambung dengan stetoskop
Untuk tujuan dekompresi udara pangkal sonde dimasukkan
dalam bejana berisi air bersih
Sonde difiksasi dengan plester
JUMLAH SKOR
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
0
Skor
1
2
Penjelasan :
0
Tidak dilakukan mahasiswa
1
Dilakukan, tapi belum sempurna
2
Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan
mahasiswa karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan
dalam skenario yang sedang dilaksanakan).
Nilai Mahasiswa
=
Jumlah Skor
24
x 100%
32
CHECKLIST PENILAIAN KETERAMPILAN
PEMASANGAN REKTAL TUBE
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Aspek Keterampilan yang Dinilai
0
Skor
1
2
Anak tidur telentang atau miring
Paha difleksikan pada sendi pangul
Membersihkan daerah anus dengan kapas sublimate
Ujung tube diberi vaselin
Pangkal cerobong dimasukkan dalam bejana berisi air
Memasukkan ujung tube perlahan-lahan sedalam 5-7 cm
Tube difiksasi dengan plester
JUMLAH SKOR
Penjelasan :
0
Tidak dilakukan mahasiswa
1
Dilakukan, tapi belum sempurna
2
Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan
mahasiswa karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan
dalam skenario yang sedang dilaksanakan).
Nilai Mahasiswa =
Jumlah Skor
14
x 100%
33
INJEKSI, PUNGSI VENA DAN KAPILER
Dian Ariningrum*, Jarot Subandono*, Djoko Hadiwidodo#, Sri Mulyani@, Heni
Hastuti@
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari keterampilan Injeksi, Pungsi Vena dan Pungsi Kapiler ini mahasiswa
diharapkan mampu :
1.
Mengetahui bermacam-macam teknik injeksi dan indikasinya.
2.
Melakukan injeksi intramuskuler dengan benar.
3.
Melakukan injeksi intravena dengan benar.
4.
Melakukan injeksi subkutan dengan benar.
5.
Melakukan injeksi Intradermal dengan benar.
6.
Mengetahui tindakan untuk mengatasi komplikasi yang terjadi setelah pemberian
injeksi.
7.
Mengetahui kegunaan pungsi vena dan kapiler serta menentukan indikasinya.
8.
Mengetahui dan menggunakan peralatan untuk pungsi vena dan kapiler.
9.
Melakukan pungsi vena dengan benar.
10. Melakukan pungsi kapiler dengan benar.
11. Mengetahui dan melakukan tindakan untuk mengatasi penyulit yang terjadi setelah
pungsi vena dan kapiler.
*Bagian Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, #Bagian Patologi
Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, @Bagian Skills Lab Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
34
KETERAMPILAN INJEKSI
(INTRAMUSKULER, SUBKUTAN, INTRADERMAL DAN INTRAVENA)
PENDAHULUAN
Injeksi dan pungsi vena merupakan tindakan medis yang paling sering dilakukan
oleh dokter selama prakteknya, sehingga keterampilan Injeksi (intramuskuler, intravena,
intrakutan dan subkutan) serta Pungsi Vena adalah keterampilan dengan tingkat
kompetensi 4 (mahasiswa harus dapat melakukannya secara mandiri).
Sebelum mempelajari keterampilan Injeksi, Pungsi Vena dan Pungsi Kapiler
sebaiknya mahasiswa telah memiliki pengetahuan :
1.
Anatomi dan fisiologi kulit, jaringan subkutan, otot dan sistem vaskuler perifer (vena
dan kapiler).
2.
Farmakologi (golongan obat injeksi, farmakodinamik dan farmakokinetik serta efek
samping obat injeksi).
3.
Berbagai jenis antikoagulan, mekanisme kerja antikoagulan dan tujuan pemeriksaan
darah.
Injeksi bertujuan untuk memasukkan obat ke dalam tubuh penderita. Pemberian obat
secara injeksi dilakukan bila :
1.
Dibutuhkan kerja obat secara kuat, cepat dan lengkap.
2.
Absorpsi obat terganggu oleh makanan dalam saluran cerna atau obat dirusak oleh
asam lambung, sehingga tidak dapat diberikan per oral.
3.
Obat tidak diabsorpsi oleh usus.
4.
Pasien mengalami gangguan kesadaran atau tidak kooperatif.
5.
Akan dilakukan tindakan operatif tertentu (misalnya dilakukan injeksi infiltrasi zat
anestetikum sebelum tindakan bedah minor untuk mengambil tumor jinak di kulit).
6.
Obat harus dikonsentrasikan di area tertentu dalam tubuh (misalnya injeksi
kortikosteroid intra-artrikuler pada artritis, bolus sitostatika ke area tumor).
Kelemahan teknik injeksi adalah :
1.
Lebih mahal.
35
2.
Rasa nyeri yang ditimbulkan.
3.
Sulit dilakukan oleh pasien sendiri.
4.
Harus dilakukan secara aseptik karena risiko infeksi.
5.
Risiko kerusakan pada pembuluh darah dan syaraf jika pemilihan tempat injeksi dan
6.
teknik injeksi tidak tepat.
7.
Komplikasi dan efek samping yang ditimbulkan biasanya onsetnya lebih cepat dan
lebih berat dibandingkan pemberian obat per oral.
TEKNIK INJEKSI
Teknik injeksi yang paling sering dilakukan adalah :
1.
Injeksi intramuskuler :
Obat diinjeksikan ke dalam lapisan otot. Resorpsi obat akan terjadi dalam 10-30
menit. Obat yang sering diberikan secara intramuskuler misalnya : vitamin, vaksin,
antibiotik, antipiretik, hormon-hormon kelamin dan lain-lain.
2.
Injeksi subkutan : obat diinjeksikan ke dalam lapisan lemak di bawah kulit. Resorpsi
obat berjalan lambat karena dalam jaringan lemak tidak banyak terdapat pembuluh
darah. Obat yang sering diberikan secara subkutan adalah : insulin, anestesi lokal
3.
Injeksi intradermal/ intrakutan : obat diinjeksikan ke dalam lapisan kulit bagian
atas, sehingga akan timbul indurasi kulit. Tindakan menyuntikkan obat secara
intrakutan yang sering dilakukan yaitu tindakan skin test, tes tuberkulin/ Mantoux
test.
4.
Injeksi intravena :
Obat diinjeksikan langsung ke dalam vena sehingga menghasilkan efek tercepat,
dalam waktu 18 detik (yaitu waktu untuk satu kali peredaran darah) obat sudah
tersebar ke seluruh jaringan. Obat yang disuntikkan secara intravena misalnya
bermacam-macam antibiotika.
Di antara ketiga cara pertama, perbedaan teknik berada pada besar sudut insersi
jarum terhadap permukaan kulit (gambar 1).
36
Gambar 1. Perbandingan sudut insersi jarum terhadap permukaan kulit : injeksi IM
(90o), subkutan (45o) dan intradermal (15o)
PERSIAPAN
1. Identifikasi dan Persiapan Pasien :

Dokter harus selalu menuliskan identitas pasien (nama lengkap, umur, alamat),
penghitungan dosis obat dan instruksi cara memberikan obat dalam resep dokter/
rekam medis pasien dengan jelas.

Sebelum melakukan injeksi, petugas yang akan memberikan suntikan harus selalu
mengecek kembali identitas pasien dengan menanyakan secara langsung nama
lengkap dan alamat pasien, menanyakan kepada keluarga yang menunggui
pasien (bila pasien tidak sadar) atau dengan membaca gelang identitas pasien
(bila pasien adalah pasien yang dirawat di rumah sakit) dan mencocokkannya
dengan identitas pasien yang harus diberi injeksi.

Sebelum memberikan obat dan melakukan injeksi, dokter harus selalu
menanyakan kepada pasien atau kembali melihat data rekam medis pasien :
1) Apakah pasien mempunyai riwayat alergi terhadap jenis obat tertentu.
2) Apakah saat ini pasien dalam keadaan hamil. Beberapa jenis obat
mempunyai efek teratogenik terhadap fetus.

Berikan privacy kepada pasien, bila injeksi dilakukan di paha atas atau pantat.
Lakukan injeksi dalam kamar pemeriksaan.

Beritahu pasien prosedur yang akan dilakukan. Bangunkan pasien bila
sebelumnya pasien dalam keadaan tidur. Bila pasien tidak sadar, berikan
penjelasan kepada keluarganya. Bila pasien tidak kooperatif (misalnya anak-anak
37
atau pasien dengan gangguan jiwa), mintalah bantuan orang tuanya atau
perawat.

Untuk mengurangi rasa takut pasien, untuk mengalihkan perhatian pasien,
selama injeksi ajaklah pasien berbicara atau minta pasien untuk bernafas dalam.
2. Persiapan obat : jenis, dosis dan cara pemberian obat serta kondisi fisik obat dan
kontainernya.
-
Siapkan obat yang akan disuntikkan dan peralatan yang akan dipergunakan
untuk menyuntikkan obat dalam satu tray. Jangan mulai menyuntikkan obat
sebelum semua peralatan dan obat siap.
-
Sebelum menyuntikkan obat, instruksi pemberian obat
dan label obat harus
selalu dibaca dengan seksama (nama obat, dosis, tanggal kadaluwarsa obat),
dan dicocokkan dengan jenis dan dosis obat yang harus disuntikkan kepada
pasien (gambar 2).
-
Kondisi fisik obat dan kontainernya harus selalu dilihat dengan seksama, apakah
ada perubahan fisik botol obat (segel terbuka, label nama obat tidak terbaca
dengan jelas, kontainer tidak utuh atau retak) atau terjadi perubahan fisik pada
obat (bergumpal, mengkristal, berubah warna, ada endapan, dan lain-lain).
-
Obat dalam bentuk serbuk harus dilarutkan menggunakan pelarut yang sesuai.
Obat dilarutkan menjelang digunakan. Perhatikan instruksi melarutkan obat dan
catatan-catatan khusus setelah obat dilarutkan, misalnya stabilitas obat setelah
dilarutkan dan kepekaan obat terhadap cahaya.
-
Dokter harus mengetahui efek potensial (efek yang diharapkan dan efek
samping) dari pemberian obat.
-
Obat tidak boleh disuntikkan bila :
1) Ada ketidaksesuaian/ keraguan akan jenis atau dosis obat yang tersedia
dengan instruksi dokter.
2) Ada ketidaksesuaian identitas pasien yang akan disuntik dengan identitas
pasien dalam lembar instruksi injeksi.
3) Ada perubahan fisik pada obat atau kontainernya.
4) Tanggal kadaluwarsa obat telah lewat.
38
Gambar 2. Cek tanggal kadaluwarsa obat yang
akan disuntikkan
Pengecekan identitas pasien sangat penting untuk keselamatan pasien.

Kesalahan pemberian injeksi dapat berakibat serius, bahkan fatal.
Penyiapan obat dan teknik injeksi harus dilakukan secara aseptik untuk

mencegah masuknya partikel asing maupun mikroorganisme ke dalam tubuh
pasien. Kerusakan yang permanen pada syaraf atau struktur jaringan serta
transmisi infeksi, dapat terjadi karena kesalahan teknik injeksi atau akibat
penggunaan jarum yang tidak layak, misalnya jarum yang tumpul, tidak rata atau
tidak disposable.
ALAT-ALAT YANG DIPERLUKAN UNTUK INJEKSI
Penggunaan alat-alat yang tepat akan memudahkan pelaksana injeksi serta
meminimalkan ketidaknyamanan dan efek samping bagi pasien.
1. Kapas dan alkohol 70%
2. Sarung tangan
3. Obat yang akan diinjeksikan
4. Jarum steril disposable
Bagian-bagian jarum yaitu : (gambar 3)
-
Lumen jarum (ruang di bagian dalam jarum di mana obat mengalir).
-
Bevel (bagian jarum yang tajam/ menusuk kulit).
-
Kanula (shaft, bagian batang jarum).
39
-
Hub (bagian jarum yang berhubungan dengan adapter dari spuit).
Gambar 3. Bagian-bagian Jarum
Standard panjang jarum adalah 0.5 – 6 inchi. Pemilihan panjang jarum
tergantung pada teknik pemberian obat, sementara pemilihan ukuran jarum tergantung
pada viskositas obat yang disuntikkan. Ukuran jarum diberi nomor 14-27. Makin besar
angka, makin kecil diameter jarum (gambar 4). Jarum berukuran kecil dipergunakan
untuk obat yang encer atau cair, sementara jarum diameter besar dipergunakan untuk
obat yang kental.
Gambar 4. Variasi Panjang & Diameter Jarum
40
5. Spuit steril disposable
Needle
Hub
Barrel
Cap
Bevel
Plunger
Adapter
Gambar 5. Bagian-bagian spuit
Spuit terdiri dari bagian-bagian : (gambar 5)
-
Tutup spuit (cap)
-
Jarum
-
Adapter
-
Barrel : di dinding barrel terdapat skala 0.01, 0.1, 0.2 atau 1 mL (gambar 6) .
-
Plunger : untuk mendorong obat dalam barrel masuk ke dalam tubuh.
Gambar 6. Variasi Ukuran Spuit
Penyiapan Jarum, Spuit dan Obat untuk Injeksi
1. Tentukan jenis obat dan teknik injeksi yang akan dilakukan.
2. Cuci tangan dengan seksama.
3. Pemilihan jarum :
41
Panjang jarum ditentukan oleh teknik injeksi, sementara ukuran jarum ditentukan
oleh jenis obat yang diinjeksikan.
-
Injeksi subkutan memerlukan jarum yang pendek. Panjang jarum ½ - 7/8”
dengan ukuran jarum 23 – 25.
-
Injeksi Intradermal memerlukan jarum yang lebih pendek dibanding jarum
untuk injeksi subkutan, yaitu panjang ¼ - ½” dengan ukuran jarum 26.
-
Injeksi intramuskuler memerlukan jarum yang lebih panjang, yaitu 1” – 1.5”
dengan ukuran jarum 20 – 22.
4. Pemilihan spuit :

Pemilihan ukuran spuit tergantung volume dan viskositas obat yang diinjeksikan.
Cek kapasitas spuit, pastikan spuit dapat menampung volume obat.

Kapasitas spuit dinyatakan dengan mL atau cc (cubic centimeter). Lihat apakah
skala pada dinding spuit tertera dengan jelas dan dapat dipergunakan untuk
menentukan dosis obat dengan tepat.

Peralatan untuk injeksi harus steril. Lihat adanya kerusakan fisik pada jarum dan
spuit, misalnya segel terbuka, ada tanda karat pada jarum, adanya air dalam
spuit dan lain-lain.
5. Pemasangan jarum pada spuit :

Keluarkan spuit dari kemasannya.

Jangan menyentuh bagian steril dari spuit, yaitu bagian adapter dan batang
plunger, karena bagian-bagian tersebut akan berkontak dengan jarum dan
bagian dalam barrel. Kontaminasi bagian-bagian tersebut berpotensi menularkan
infeksi kepada pasien.

Segel karet (rubber stopper) di dalam barrel dilihat apakah menempel erat pada
puncak plunger sehingga tidak terlepas waktu plunger digerakkan, dan cukup
rapat menutup diameter barrel sehingga tidak ada cairan obat yang merembes
keluar.

Spuit dipegang dengan tangan kiri dan plunger ditarik keluar masuk barrel
beberapa kali. Dirasakan apakah tahanan cukup dan plunger bergerak cukup
mudah. Dilihat apakah posisi segel karet berubah.
42
Tabel 1. Perbandingan Teknik Injeksi Intradermal, Subkutan dan Intramuskuler
Route
Jumlah
obat
Lokasi injeksi
id
0.1 mL
Antebrachii
15-20o
sk
im
im
2 mL
1 mL
5 mL
45o
90o
90o
im
5 mL
Lengan atas
Deltoid
Gluteus
Vastus
Lateralis
1
mL
(Tuberkulin)
2.5-3 mL
2.5-5 mL
2.5-5 mL
90o
2.5-5 mL

Sudut
Spuit
Ukuran
Jarum
Panjang
Jarum
25-27
¼ - ½”
23-25
20-22
20-22
½ - 7/8”
1” – 1.5”
1” – 1.5”
20-22
1” – 1.5”
Kemasan jarum disobek di bagian pangkal jarum sehingga pangkal jarum keluar.
Dikeluarkan dari kemasan dengan memegang tutup jarum, hindarkan memegang
bagian hub jarum.

Tutup adapter spuit dibuka dan pasangkan hub jarum ke adapter spuit.
Kencangkan jarum dengan memutarnya ke kanan (seperempat putaran),
pastikan jarum telah cukup kencang pada spuit.

Tutup jarum dibuka. Dilihat apakah jarum lurus, ujung jarum rata dan runcing,
serta tidak ada karat di permukaan jarum.
6. Aspirasi obat dari dalam vial :
-
Buka logam penutup karet vial. Bersihkan tutup karet vial dengan kapas alkohol,
biarkan mengering.
-
Tusukkan jarum sampai ujung jarum melewati tutup karet, bevel jarum
menghadap ke atas. Bagian hub jarum jangan menyentuh tutup karet.
-
Dengan posisi kedua tangan seperti pada gambar 7 di bawah, aspirasi obat
dengan menarik plunger perlahan, sampai sejumlah volume obat yang akan
diinjeksikan kepada pasien, ditambahkan sedikit ( 0.2 mL). Selama aspirasi,
ujung jarum harus selalu berada di bawah permukaan cairan supaya udara tidak
masuk ke dalam spuit.
43
Gambar 7. Cara Mengaspirasi Obat dari dalam Botol Vial
-
Jika obat masih berupa serbuk, obat harus dilarutkan lebih dulu dengan pelarutnya
dan dikocok hingga obat benar-benar terlarut dengan sempurna. Jumlah pelarut
sesuai dengan instruksi pabrik. Prosedur mengaspirasi pelarut sama dengan
prosedur aspirasi obat yang sudah berbentuk larutan.
-
Setelah obat terlarut sempurna, ganti jarum pada spuit dengan jarum baru, dan
aspirasi larutan seperti cara di atas.
-
Setelah obat diaspirasi sesuai keperluan, tarik spuit keluar vial. Cek apakah jumlah
obat yang diaspirasi sudah sesuai dosis + 0.2 mL.
7. Aspirasi obat dari dalam ampul :
-
Kibaskan atau ketuk-ketuk bagian atas ampul supaya cairan obat yang terjebak
di leher dan bagian atas ampul turun ke bawah (gambar 8).
Gambar 8. Mengetuk Bagian Atas Ampul
-
Bersihkan leher ampul dengan kapas alkohol.
44
Pegang bagian bawah dan atas ampul dengan kedua tangan dan patahkan leher
-
ampul (gambar 9).
Gambar 9. Mematahkan Leher Ampul
Lihat larutan obat di dalam ampul, adakah pecahan kaca ampul di dalamnya. Jika
-
ada pecahan kaca, ampul harus dibuang.
Aspirasi larutan obat dari dalam ampul menggunakan spuit yang sudah disiapkan
-
dengan cara (a) ampul dipegang dengan tangan kiri, diaspirasi menggunakan
spuit yang dipegang dengan tangan kanan, atau (b) letakkan ampul di meja
yang datar, pegang ampul dengan tangan kiri, diaspirasi menggunakan spuit
yang dipegang dengan tangan kanan. Sembari diaspirasi, jarum harus berada di
bawah permukaan cairan (gambar 10a dan 10b).
-
Obat diaspirasi sesuai dosis yang diperlukan, ditambah 0.2 mL.
-
Keluarkan spuit dari ampul, dan lihat apakah volume obat sudah sesuai dosis.
(a)
(b)
Gambar 10. Aspirasi Obat dari dalam Spuit.
8. Menghilangkan gelembung udara dari dalam spuit

Pegang jarum dengan posisi seperti gambar 11 di samping, lubang jarum
menghadap ke atas.
45

Tarik plunger perlahan, supaya cairan obat dalam batang jarum masuk ke dalam
barrel.

Ketuk-ketuk barrel perlahan supaya gelembung udara naik ke permukaan cairan.

Dorong plunger perlahan, sehingga cairan obat naik sampai hub jarum dan
gelembung udara keluar dari lubang jarum.

Dorong plunger sampai sejumlah kecil cairan obat ( 0.2 mL) terbuang.

Cek kembali ketepatan dosis obat.

Obat siap diinjeksikan.
Gambar 11. Menghilangkan Gelembung Udara dari dalam Spuit
INJEKSI INTRAMUSKULER
Obat-obat yang diberikan secara injeksi intramuskuler adalah obat-obat yang
menyebabkan iritasi jaringan lemak subkutan dengan onset aksi obat relatif cepat dan
durasi kerja obat cukup panjang. Obat yang diinjeksikan ke dalam otot membentuk
deposit obat yang diabsorpsi secara gradual ke dalam pembuluh darah. Teknik injeksi
intramuskuler adalah teknik injeksi yang paling mudah dan paling aman, meski teknik
injeksi intramuskuler memerlukan otot dalam keadaan relaksasi sehingga sangat penting
pasien dalam keadaan rileks.
46
Lokasi injeksi
Panjang jarum yang digunakan biasanya 1-1.5” dengan ukuran jarum 20-22. Tempat
yang dipilih adalah tempat yang jauh dari arteri, vena dan nervus, misalnya :
1. Regio Gluteus (gambar 12)

Jika volume obat lebih dari 1 mL, biasanya dipilih daerah gluteus karena otototot di daerah gluteus tebal sehingga mengurangi rasa sakit dan kaya
vaskularisasi sehingga absorpsi lebih baik.

Volume obat yang diinjeksikan maksimal 5 mL. Jika volume obat lebih dari 5 mL,
maka dosis obat dibagi 2 kali injeksi.

Penentuan lokasi injeksi harus ditentukan secara tepat untuk menghindarkan
trauma dan kerusakan ireversibel terhadap tulang, pembuluh darah besar dan
nervus sciaticus, yaitu di kuadran superior lateral gluteus.

Posisi pasien paling baik adalah berbaring tengkurap dengan regio gluteus
terpapar.

Paling mudah dilakukan, namun angka terjadi komplikasi paling tinggi.

Hati-hati terhadap nervus sciaticus dan arteri glutea superior.
Gambar 12. Lokasi injeksi intramuskuler di regio gluteus (kuadran superior lateral)
47
2.
Regio superior lateral femur

Yang diinjeksi adalah m. vastus lateralis, salah satu otot dari 4 otot dalam
kelompok quadriceps femoris, berada di regio superior lateral femur. Titik injeksi
kurang lebih berada di antara 5 jari di atas lutut sampai 5 jari di bawah lipatan
inguinal.

Pada orang dewasa, m. vastus lateralis terletak pada sepertiga
tengah paha
bagian luar. Pada bayi atau orang tua, kadang-kadang kulit di atasnya perlu
ditarik atau sedikit dicubit untuk membantu jarum mencapai
kedalaman yang
tepat.

Meski di area ini tidak ada pembuluh darah besar atau syaraf utama, kadang
dapat terjadi trauma pada nervus cutaneus femoralis lateralis superficialis.

Jangan melakukan injeksi terlalu dekat dengan lutut atau inguinal.

Pada orang dewasa, volume obat yang diijeksikan di area ini sampai 2 mL (untuk
bayi kurang lebih 1 mL).

Merupakan area injeksi intramuskuler pilihan pada bayi baru lahir (pada bayi baru
lahir jangan melakukan injeksi intramuskuler di gluteus, karena otot-otot regio
gluteus belum sempurna sehingga absorpsi obat kurang baik dan risiko trauma
nervus sciaticus mengakibatkan paralisis ekstremitas bawah.

Posisi pasien dalam keadaan duduk atau berdiri dengan bagian kontralateral
tubuh ditopang secara stabil.
Gambar 13. Lokasi injeksi intramuskuler di
superior lateral femur
48
3. Regio femur bagian depan

Yang diinjeksi adalah m. rectus femoris. Pada orang dewasa terletak pada regio
femur 1/3 medial anterior.

Pada bayi atau orang tua, kadang-kadang kulit di atasnya perlu
ditarik atau
sedikit dicubit untuk membantu jarum mencapai kedalaman yang tepat.

Pada orang dewasa, volume obat yang diijeksikan di area ini sampai 2 mL (untuk
bayi kurang lebih 1 mL).

Lokasi ini jarang digunakan, namun biasanya sangat penting untuk melakukan
auto-injection, misalnya pasien dengan
riwayat alergi berat biasanya
menggunakan tempat ini untuk menyuntikkan steroid injeksi yang mereka bawa
ke mana-mana.
4. Regio deltoid

Pasien dalam posisi duduk. Lokasi injeksi biasanya di pertengahan regio deltoid, 3
jari di bawah sendi bahu (gambar 14). Luas area suntikan paling sempit
dibandingkan regio yang lain.

Indikasi injeksi intramuskuler antara lain untuk menyuntikkan
antibiotik,
analgetik, anti vomitus dan sebagainya.

Volume obat yang diinjeksikan maksimal 1 mL.

Organ penting yang mungkin terkena adalah arteri brachialis atau nervus radialis.
Hal ini terjadi apabila kita menyuntik lebih jauh ke bawah daripada yang
seharusnya.

Minta pasien untuk meletakkan tangannya di pinggul (seperti gaya seorang
peragawati), dengan demikian tonus ototnya akan berada kondisi yang mudah
untuk disuntik dan dapat mengurangi nyeri.
Gambar 14. Lokasi injeksi di regio deltoid
49
Prosedur injeksi intramuskuler

Regangkan kulit di atas area injeksi. Jarum akan lebih mudah ditusukkan bila
kulit teregang. Dengan teregangnya kulit, maka secara mekanis akan membantu
mengurangi sensitivitas ujung-ujung saraf di permukaan kulit.

Spuit dipegang dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan kanan (gambar 15).
Gambar 15. Cara memegang spuit untuk injeksi intramuskuler

Jarum ditusukkan dengan cepat melalui kulit dan subkutan sampai ke dalam otot
dengan jarum tegak lurus terhadap permukaan kulit, bevel jarum menghadap ke
atas (gambar 16).
Gambar 16. Injeksi intramuskuler. Arah jarum tegak lurus permukaan kulit

Setelah jarum berada dalam lapisan otot, lakukan aspirasi untuk mengetahui
apakah jarum mengenai pembuluh darah atau tidak (gambar 17).
50
Gambar 17. Lakukan aspirasi

Injeksikan obat dengan ibu jari tangan kanan mendorong plunger perlahanlahan, jari telunjuk dan jari tengah menjepit barrel tepat di bawah kait plunger.

Setelah obat diinjeksikan seluruhnya, tarik jarum keluar dengan arah yang sama
dengan arah masuknya jarum dan masase area injeksi secara sirkuler
menggunakan kapas alkohol kurang lebih 5 detik.


Melakukan kontrol perdarahan.

Pasang plester di atas luka tusuk.

Lakukan observasi terhadap pasien beberapa saat setelah injeksi.
Aspirasi harus selalu dilakukan sebelum menginjeksikan obat, karena
obat yang seharusnya masuk ke dalam otot atau jaringan lemak
subkutan dapat menjadi emboli yang berbahaya bila masuk ke dalam
pembuluh darah.

Pastikan semua obat dalam spuit habis diinjeksikan ke dalam otot,
karena sisa obat dalam spuit dapat menyebabkan iritasi subkutan saat
jarum ditarik keluar.

Jika pasien mendapatkan suntikan berulang, lakukan di sisi yang
berbeda.
INJEKSI SUBKUTAN
Obat diinjeksikan ke dalam jaringan di bawah kulit (subkutis). Obat yang
diinjeksikan secara subkutan biasanya adalah obat yang kecepatan absorpsinya
dikehendaki lebih lambat dibandingkan injeksi intramuskuler atau efeknya diharapkan
51
bertahan lebih lama. Obat yang diinjeksikan secara subkutan harus obat-obat yang
dapat diabsorpsi dengan sempurna supaya tidak menimbulkan iritasi jaringan lemak
subkutan. Indikasi injeksi subkutan antara lain untuk menyuntikkan adrenalin pada
shock anafilaktik, atau untuk obat-obat yang diharapkan mempunyai efek sistemik lama,
misalnya insulin pada penderita diabetes.
Injeksi subkutan dapat dilakukan di hampir seluruh area tubuh, tetapi tempat
yang dipilih biasanya di sebelah lateral lengan bagian atas (deltoid), di permukaan
anterior paha (vastus lateralis) atau di pantat (gluteus). Area deltoid dipilih bila volume
obat yang diinjeksikan sebanyak 0.5 – 1.0 mL atau kurang. Jika volume obat lebih dari
itu (sampai maksimal 3 mL) biasanya dipilih di area vastus lateralis.
Cara melakukan injeksi subkutan adalah :
a. Pilih area injeksi.
b. Sterilkan area injeksi dengan kapas alkohol 70% dengan gerakan memutar dari
pusat ke tepi. Buka tutup jarum dengan menariknya lurus ke depan (supaya jarum
tidak bengkok), letakkan tutup jarum pada tray/ tempat yang datar.
c. Stabilkan area injeksi dengan mencubit kulit di sekitar tempat injeksi dengan ibu jari
dan jari telunjuk tangan kiri (jangan menyentuh tempat injeksi).
d. Pegang spuit dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan kanan, bevel jarum
menghadap ke atas.
e. Jarum ditusukkan menembus kulit, sampai jaringan lemak di bawah kulit sampai
kedalaman kurang lebih ¾ panjang jarum. Arah jarum pada injeksi subkutan adalah
membentuk sudut 450 terhadap permukaan kulit.
52
f.
Lepaskan cubitan dengan tetap menstabilkan posisi spuit.
Gambar 17. Injeksi subkutan, arah jarum membentuk sudut 45o terhadap permukaan kulit
g. Aspirasi untuk mengetahui apakah ujung jarum masuk ke dalam pembuluh darah
atau tidak.
h. Injeksikan obat dengan menekan plunger dengan ibu jari perlahan dan stabil, karena
injeksi yang terlalu cepat akan menimbulkan rasa nyeri.
i.
Tarik jarum keluar tetap dengan sudut 450 terhadap permukaan kulit. Letakkan
kapas alkohol di atas bekas tusukan.
j.
Berikan masase perlahan di atas area suntikan untuk membantu merapatkan
kembali jaringan bekas suntikan dan meratakan obat sehingga lebih cepat
diabsorpsi.
INJEKSI INTRADERMAL
Pada injeksi Intradermal, obat disuntikkan ke dalam lapisan atas dari kulit.
Teknik injeksi Intradermal sering merupakan bagian dari prosedur diagnostik, misalnya
tes tuberkulin, atau tes alergi (skin test), di mana biasanya hanya disuntikkan sejumlah
kecil obat sebelum diberikan dalam dosis yang lebih besar dengan teknik lain (misal :
diinjeksikan 0.1 mL antibiotik secara Intradermal untuk skin test sebelum diberikan dosis
lebih besar secara intravena).
Indikasi injeksi intra dermal antara lain untuk vaksinasi BCG, skin test sebelum
menyuntikkan antibiotika dan injeksi alergen (contoh : injeksi lamprin untuk
desensitisasi).
53
Gambar 18. Lapisan-lapisan kulit.
Panjang jarum yang dipilih adalah ¼ - 1/2” dan spuit ukuran 26. Biasanya yang
sesuai ukuran itu adalah spuit tuberkulin atau spuit insulin. Tempat injeksi yang dipilih
biasanya bagian medial/ volair dari regio antebrachii.
Prosedur injeksi Intradermal :
a. Posisi pasien : pasien duduk dengan siku kanan difleksikan, telapak tangan pada
posisi supinasi, sehingga permukaan volair regio antebrachii terekspos.
b. Tentukan area injeksi.
c. Lakukan sterilisasi area injeksi dengan kapas alkohol.
d. Fiksasi kulit : menggunakan ibu jari tangan kiri, regangkan kulit area injeksi, tahan
sampai bevel jarum dinsersikan.
Gambar 22. Posisi Jarum pada Injeksi Intradermal
54
e. Pegang spuit dengan tangan kanan, bevel jarum menghadap ke atas. Jangan
menempatkan ibu jari atau jari lain di bawah spuit karena akan menyebabkan sudut
jarum lebih dari 150 sehingga ujung jarum di bawah dermis.
f.
Jarum ditusukkan membentuk sudut 150 terhadap permukaan kulit, menelusuri
epidermis. Tanda bahwa ujung jarum tetap berada dalam dermis adalah terasa
sedikit tahanan. Bila tidak terasa adanya tahanan, berarti insersi terlalu dalam,
tariklah jarum sedikit ke arah luar.
g. Obat diinjeksikan, seharusnya muncul indurasi kulit, yang menunjukkan bahwa obat
berada di antara jaringan intradermal.
h. Setelah obat diinjeksikan seluruhnya, tarik jarum keluar dengan arah yang sama
dengan arah masuknya jarum.
i.
Jika tidak terjadi indurasi, ulangi prosedur injeksi di sisi yang lain.
j.
Pasien diinstruksikan untuk tidak menggosok, menggaruk atau mencuci/ membasahi
area injeksi.
k. Tes tuberkulin : pasien diinstruksikan untuk kembali setelah 48-72 jam untuk
dilakukan evaluasi hasil tes tuberkulin.
l. Skin test/ allergy test : reaksi akan muncul dalam beberapa menit, berupa kemerahmerahan pada kulit di sekitar tempat injeksi.
Gambar 23. Injeksi intradermal
55
Gambar 24. Indurasi kulit setelah injeksi intradermal

Tanda bahwa injeksi intradermal berhasil adalah terasa sedikit tahanan saat jarum
dimasukkan dan menelusuri dermis serta terjadinya indurasi kulit sesudahnya.
INJEKSI INTRAVENA
Injeksi intravena dbiasanya dilakukan terhadap pasien yang dirawat di rumah
sakit. Injeksi intravena dapat dilakukan secara :
1. Bolus : sejumlah kecil obat diinjeksikan sekaligus ke dalam pembuluh darah
menggunakan spuit perlahan-lahan.
2. Infus intermiten : sejumlah kecil obat dimasukkan ke dalam vena melalui cairan infus
dalam waktu tertentu, misalnya Digoksin dilarutkan dalam 100 mL cairan infus yang
diberikan secara intermiten).
3. Infus kontinyu : memasukkan cairan infus atau obat dalam jumlah cukup besar yang
dilarutkan dalam cairan infus dan diberikan dengan tetesan kontinyu.
Jenis obat yang diberikan dengan injeksi intravena adalah antibiotik,
cairan
intravena, diuretik, antihistamin, antiemetik, kemoterapi, darah dan produk darah. Untuk
injeksi bolus, vena yang dipilih antara lain vena mediana cubitii dengan alasan lokasi
superficial, terfiksir dan mudah dimunculkan. Untuk infus intermiten dan kontinyu dipilih
dipilih vena yang lurus (menetap) dan paling distal atau dimasukkan melalui jalur
intravena yang sudah terpasang.
56
Gambar 21. Pemasangan torniket
Prosedur injeksi intravena

Tidak boleh ada gelembung udara di dalam spuit. Partikel obat benar-benar harus
terlarut sempurna.

Melakukan pemasangan torniket 2 – 3 inchi di atas vena tempat injeksi akan
dilakukan (gambar 25).

Melakukan desinfeksi lokasi pungsi secara sirkuler, dari dalam ke arah luar dengan
alkohol 70%, biarkan mengering.

Cara melakukan injeksi intravena :

Spuit dipegang dengan tangan kanan, bevel jarum menghadap ke atas.

Jarum ditusukkan dengan sudut 150 – 300 terhadap permukaan kulit ke arah
proksimal sehingga obat yang disuntikkan tidak akan mengakibatkan turbulensi
ataupun pengkristalan di lokasi suntikan.

Lakukan aspirasi percobaan.
1) Bila tidak ada darah, berarti ujung jarum tidak masuk ke dalam pembuluh
darah. Anda boleh melakukan probing dan mencari venanya, selama tidak
terjadi hematom. Pendapat yang lain menganjurkan untuk mencabut jarum
dan mengulang prosedur.
2) Bila darah mengalir masuk ke dalam spuit, berwarna merah terang, sedikit
berbuih, dan memiliki tekanan, berarti tusukan terlalu dalam dan ujung
jarum masuk ke dalam lumen arteri. Segera tarik jarum dan langsung
lakukan penekanan di bekas lokasi injeksi tadi.
3) Bila darah yang mengalir masuk ke dalam spuit berwarna merah gelap, tidak
berbuih dan tidak memiliki tekanan, berarti ujung jarum benar telah berada
di dalam vena. Lanjutkan dengan langkah berikutnya.
57

Setelah terlihat darah memasuki spuit, lepaskan torniket dengan hati-hati
(supaya tidak menggeser ujung jarum dalam vena) dan tekan plunger dengan
sangat perlahan sehingga isi spuit memasuki pembuluh darah.

Setelah semua obat masuk ke dalam pembuluh darah pasien, tarik jarum keluar
sesuai dengan arah masuknya.

Tekan lokasi tusukan dengan kapas kering sampai tidak lagi mengeluarkan
darah, kemudian pasang plester.
Gambar 26. Injeksi Intravena

Bila injeksi dimasukkan melalui jalur intravena yang sudah terpasang :

Tidak perlu memasang torniket.

Lakukan desinfeksi pada karet infus yang dengan kapas alkohol 70%, tunggu
mengering.

Injeksikan obat melalui jalur intravena dengan sangat perlahan.

Setelah semua obat diinjeksikan, tarik jarum keluar. Lihat apakah terjadi
kebocoran pada karet jalur intravena.

Lakukan flushing, dengan cara membuka pengatur tetesan infus selama 30-60
detik untuk membilas selang jalur intravena dari obat.

Injeksi intravena harus dilakukan dengan sangat perlahan, yaitu minimal dalam
50-70 detik, supaya kadar obat dalam darah tidak meninggi terlalu cepat.

Karena pada teknik injeksi intravena obat demikian cepat tersebar ke seluruh
tubuh, harus dilakukan observasi pasca injeksi terhadap pasien.
58
OBSERVASI SETELAH INJEKSI
Setelah injeksi harus selalu dilakukan observasi terhadap pasien. Lama observasi
bervariasi tergantung kondisi pasien dan jenis obat yang diberikan. Observasi dilakukan
terhadap :
Munculnya efek yang diharapkan, misalnya hilangnya nyeri setelah suntikan
-
analgetik.
-
Reaksi spesifik, misalnya timbulnya indurasi kulit dan hiperemia setelah skin test.
-
Komplikasi dari obat yang disuntikkan, misalnya terjadinya diare setelah injeksi
ampicillin.

Di setiap ruang praktek dokter, ruang injeksi di rumah sakit atau dalam
tray alat-alat injeksi harus tersedia peralatan dan obat-obat
emergensi untuk mengatasi keadaan darurat yang mungkin
terjadi pasca injeksi, misalnya shock anafilaktik atau cardiac arrest.

Obat darurat yang harus disediakan adalah adrenalin 1:1000
(ampul adrenalin 1 mL) yang disuntikkan secara intramuskuler.
KETERAMPILAN PUNGSI VENA DAN KAPILER
PENDAHULUAN
Pungsi vena dan kapiler merupakan bagian dari prosedur diagnostik, yaitu
mengambil darah pasien untuk keperluan pemeriksaan laboratorium. Untuk itu
dokter harus mengetahui tujuan dilakukan pemeriksaan laboratorium tersebut
sehingga dapat melakukan pengambilan sampel darah secara tepat. Kesalahan dalam
persiapan
pasien
dan
pengambilan
sampel
(pemilihan
antikoagulan,
teknik
pengambilan sampel, volume darah yang diambil, pemilihan kontainer dan
pengiriman sampel darah ke laboratorium) sangat mempengaruhi hasil pemeriksaan
pasien.
59
Jenis pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis
pasien adalah :
-
Pemeriksaan darah rutin (kadar Hb, jumlah lekosit, eritrosit, trombosit, kadar
hematokrit, hitung jenis lekosit, laju enap darah dll).
-
Pemeriksaan kimia darah (glukosa, profil lemak darah, fungsi hati, fungsi ginjal,
enzim-enzim, elektrolit, dll).
-
Pemeriksaan sero-imunologi (petanda tumor, petanda infeksi, hormon, kadar obat
dalam tubuh, dll).
Karena jenis pemeriksaan dan cara pengambilan sampel untuk berbagai jenis
pemeriksaan laboratorium bervariasi, bila dokter ragu-ragu akan cara persiapan pasien,
tujuan pemeriksaan atau cara pengambilan sampel, ada baiknya menanyakan secara
langsung kepada pihak laboratorium.
ALAT-ALAT YANG DIGUNAKAN UNTUK PUNGSI VENA & KAPILER
Pada prinsipnya alat yang dipergunakan untuk tindakan pungsi vena sama
dengan alat yang diperlukan untuk injeksi intravena kecuali pada pungsi vena diperlukan
kontainer-kontainer
sampel sesuai pemeriksaan yang akan dilakukan dan kontainer
tersebut harus diberi identitas pasien. Selain itu, selain dapat dipakai spuit injeksi biasa
untuk mengaspirasi darah, dapat juga dipergunakan berbagai jenis tabung vakum
(evacuated tube) sehingga kita tidak perlu lagi menarik plunger saat aspirasi.
60
Gambar 27. Alat yang Diperlukan untuk Pungsi Vena
Gambar 24. Tabung Vakum (evacuated tube)
Kontainer sampel
Untuk kontainer sampel dapat dipakai tabung-tabung reaksi dari kaca, tanpa
atau dengan penambahan antikoagulan dengan jenis dan jumlah sesuai pemeriksaan
yang akan dilakukan.
Antikoagulan
Penambahan antikoagulan menyebabkan darah tidak dapat membeku setelah
berada di luar tubuh. Antikoagulan bekerja dengan mekanisme tertentu misalnya :
1. Mengikat kalsium dalam darah :
-
Potassium EDTA/ K2-EDTA,
Sodium EDTA/ Na2-EDTA : untuk pemeriksaan
hematologi rutin dan pemeriksaan diagnostik molekuler seperti PCR (Polymerase
Chain Reaction).
-
Sodium Citrat, Potassium Citrat : untuk pemeriksaan koagulasi dan hemostasis.
-
Potassium Oksalat.
-
Sodium Fluoride (NaF) : sebagai pengawet untuk pemeriksaan kimia darah.
61
2. Penghambat trombin (Sodium Heparin, Lithium Heparin) : dipergunakan untuk
pemeriksaan analisis gas darah (pemeriksaan analisis gas darah mempergunakan
sampel darah arteri – bukan vena) dan kimia darah (selain elektrolit).
Tabung vakum (evacuated tube)
Terdiri dari :

Multisample needle, dengan hub dihubungkan pada needle holder dan katub karet
(rubber sheath) untuk mencegah kebocoran darah sewaktu mengganti tabung
vakum sesuai kebutuhan.

Needle holder, dipergunakan untuk ”memegang” jarum

Berbagai jenis tabung vakum, yaitu tabung terbuat dari kaca atau plastik yang
disegel oleh segel karet, dengan tekanan vakum negatif dalam tabung, dengan
perbedaan warna tutup tabung sesuai tujuan pemeriksaan (tanpa antikoagulan dan
dengan
berbagai
jenis
antikoagulan).
Tabung
plastik
dipergunakan
untuk
pemeriksaan koagulasi dan hemostasis.
PUNGSI VENA
Lokasi pungsi vena paling sering adalah vena mediana cubiti, karena cukup
besar, lurus dan letaknya superfisial.
Gambar 29. Lokasi pungsi vena, vena mediana cubiti
62
Gambar 30. Pemasangan Torniket
Gambar 31. Insersi Jarum
Gambar 32. Aspirasi Darah
PROSEDUR PUNGSI VENA MENGGUNAKAN SPUIT INJEKSI

Menyapa pasien, mempersilakan pasien untuk duduk senyaman mungkin dan
memberi kesempatan pada pasien untuk beristirahat sejenak.

Mencocokkan identitas pasien (nama, alamat).

Mengecek pemeriksaan yang diminta dan menyiapkan kontainer sampel sesuai
kebutuhan.

Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan.

Mengenakan sarung tangan dengan benar.

Memberi identitas pasien pada kontainer sampel dengan jelas.
63

Memilih lokasi pungsi dengan benar dan sesuai kondisi pasien. Hindari daerah yang
hematom, luka, sikatrik, oedem.

Diutamakan di lengan (lengan kiri), hindari daerah yang hematom, luka, sikatrik,
oedem.


Pilih vena yang paling jelas dan lurus.

Jangan menusuk sampai benar-benar yakin bahwa lokasi pungsi sudah ideal.
Melakukan pemasangan torniket dengan benar (lokasi pemasangan, kekencangan,
lama).

Torniket dipasang 2 – 3 inchi di atas vena yang akan dipungsi.

Torniket baru dipasang setelah petugas yakin sudah menemukan lokasi vena
yang akan dipungsi.

Pemasangan torniket tidak terlalu kencang, asal cukup untuk menampakkan
vena.

Pasien diminta membantu dengan mengepalkan tangan.

Pemasangan
torniket
paling
lama
1
menit.
Bila
terlalu
lama,
terjadi
hemokonsentrasi yang akan mempengaruhi hasil pemeriksaan.

Bila pungsi vena tertunda, torniket dilepas dulu dan dipasang kembali saat akan
dilakukan pungsi.

Melakukan desinfeksi lokasi pungsi dengan benar, dibiarkan kering & tidak disentuh
lagi.

Desinfeksi lokasi pungsi dengan alkohol 70%.

Biarkan mengering, alkohol tidak boleh ditiup. Bila pungsi dilakukan saat masih
ada sisa alkohol, sisa alkohol akan menyebabkan hemolisis dan menimbulkan
rasa nyeri.


Setelah desinfeksi lokasi pungsi tidak boleh dipalpasi lagi
Melakukan pungsi vena dengan benar :
1. Mengeluarkan udara dari dalam spuit.
2. Spuit dipegang dengan tangan kanan, bevel jarum menghadap ke atas.
3. Jarum ditusukkan dengan sudut 150 – 300. Untuk mengalihkan perhatian pasien,
saat akan menusukkan jarum, pasien diminta untuk menarik nafas dalam.
Demikian juga saat jarum akan ditarik keluar.
64
4. Darah diaspirasi perlahan-lahan dengan tangan kanan menarik piston spuit,
tangan kiri memfiksasi jarum supaya tidak bergerak dalam pembuluh darah
karena jarum yang bergerak akan menimbulkan rasa nyeri bagi pasien.
5. Darah diaspirasi perlahan-lahan, sebab jika aspirasi terlalu cepat dapat
menyebabkan :
1) Darah akan mengalami hemolisis;
2) Vena kolaps dan menutup lubang jarum sehingga darah berhenti mengalir;
3) Jarum tertarik keluar dari vena.
6. Darah diaspirasi sesuai kebutuhan (perhitungkan kebutuhan darah, semakin
banyak jumlah pemeriksaan, semakin banyak darah yang dibutuhkan).
7. Setelah darah tampak teraspirasi, pasien diminta melepaskan kepalan tangan,
segera melepaskan torniket. Bila darah belum teraspirasi, gerakkan jarum sedikit
ke kanan/ ke kiri atau ke atas/ ke bawah
8. Setelah darah diaspirasi sesuai kebutuhan, letakkan kapas kering pada tempat
pungsi, jarum ditarik perlahan dan lurus sesuai dengan arah masuknya jarum
(dengan tangan kanan), pasien diminta menekan lokasi pungsi dengan kapas
selama beberapa menit. Post pungsi vena mediana cubiti pasien diharuskan
lengan tetap lurus, tidak boleh ditekuk sambil lokasi pungsi ditekan dengan
kapas beralkohol 2-3 menit. Apabila lengan ditekuk akan mempermudah atau
mengakibatkan terjadinya hematom
9. Melepas jarum dari spuit, darah dialirkan perlahan melalui dinding tabung, spuit
bekas dibuang ke tempat sampah infeksius.
10. Segera menghomogenkan tabung kontainer dengan antikoagulan dengan cara
membalik
tabung
beberapa
kali
(tidak
mengocok).
Bila
tidak
segera
dihomogenkan maka sebagian darah akan mengalami pembekuan sehingga
mempengaruhi hasil pemeriksaan laboratorium.

Melakukan kontrol perdarahan sampai perdarahan benar-benar berhenti. Pasien
diinstruksikan untuk tidak menekuk siku atau menggosok
lokasi pungsi karena
justru akan menyebabkan hematom.

Menutup luka dengan kapas baru, kemudian memasang plester.
65

Memberikan instruksi kepada pasien untuk mencegah dan mengatasi hematom :
sesampai di rumah, pasien diinstruksikan untuk mengompres bekas luka dengan es
untuk menghentikan perdarahan. Sehari sesudahnya, dikompres dengan air hangat
untuk mempercepat resorpsi bekuan.
PENGAMBILAN DARAH VENA MENGGUNAKAN TABUNG VAKUM

Beri identitas pasien pada tabung vakum.

Pegang jarum pada bagian tutup yang berwarna dengan satu tangan, kemudian
putar dan lepaskan bagian yang berwarna putih dengan tangan lainnya

Pasang jarum pada holder, biarkan tutup yang berwarna tetap pada jarum.

Bila posisi pungsi telah siap, lepaskan tutup jarum yang berwarna, lakukan
pungsi vena seperti biasa.

Masukkan tabung vakum sesuai jenis pemeriksaan ke holder, tempatkan jari
telunjuk dan tengah pada pinggiran holder dan ibu jari pada dasar tabung
mendorong tabung sampai ujung holder.

Lepaskan torniket saat darah mulai mengalir ke tabung, bila kevakuman habis
maka pengaliran darah akan berhenti secara otomatis.
PUNGSI VENA PADA BEBERAPA KEADAAN KHUSUS

Jika pasien adalah bayi/ anak kecil :

Pergunakan jarum kecil (ukuran 23 atau 25 atau wing needle).

Pungsi vena dilakukan di punggung tangan atau punggung kaki, dapat juga
dilakukan pungsi kapiler dari jari tengah atau jari manis;


Pada bayi baru lahir : dilakukan pungsi kapiler, diambil dari kapiler tumit.

Posisi bayi/ anak dipangku orang tua atau dibaringkan di tempat tidur.

Minta bantuan asisten untuk memegangi anak.
Jika di lengan pasien terpasang infus :

Pungsi dilakukan di lengan yang lain.

Bila terpaksa : matikan dulu infus selama 1-2 menit, ambil darah dari vena yang
berbeda dengan vena yang terpasang infus di bawah jalur infus; sejumlah kecil
darah yang terambil pertama kali dibuang terlebih dahulu.
66

Jika vena kecil/ kolaps :

Pasien diminta membuka dan menutup telapak tangan beberapa kali, atau

Lakukan masase pelan-pelan dari pergelangan tangan ke arah siku, atau

Tepuk pelan-pelan area yang akan dilakukan pungsi dengan jari telunjuk & jari
tengah, atau

Area pungsi dikompres dengan handuk hangat, atau

Biarkan lengan dalam keadaan tergantung (lebih rendah dari jantung) selama
beberapa menit, kemudian dipasang torniket, atau

Bila pasien tampak sangat lemas, pasien diminta untuk makan atau minum teh
hangat manis lebih dahulu.

Hindarkan memijit-mijit area pungsi dengan keras untuk mencegah dilusi darah
oleh cairan jaringan.

Pasien pingsan setelah diambil darah :
1) Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah daripada kaki (kaki diganjal
bantal).
2) Ikat pinggang/ pakaian pasien dilonggarkan.
3) Menilai kesadaran pasien, dengan cara :

Memanggil nama pasien.

Memberi rangsang nyeri dengan menekan kuku ibu jari atau daerah antara
ibu jari dan telunjuk pasien dengan keras.

Bila pasien masih merespon (misal menggerakkan tangan, ada gerakan
kelopak mata atau mengeluarkan suara), lanjutkan pertolongan.
4) Bila pasien tidak berespon terhadap rangsang nyeri, berarti pasien mengalami
KOMA, lakukan penanganan koma (dibahas dalam manual Cardio-Pulmonary
Resuscitation dan Basic Life Support).
5) Ukur tensi pasien.

Bila normal atau terlalu rendah dan tidak ada gejala khusus yang lain,
teruskan tindakan pertolongan.

Bila tensi tinggi atau ada gejala lain (misal kejang, nyeri dada, sesak nafas,
gangguan gerakan/ kelumpuhan, gangguan kesadaran), pasien dirujuk untuk
penanganan selanjutnya (dibahas di blok Kedaruratan Medik) .
67
6) Sadarkan pasien dengan membaui hidung pasien menggunakan kapas alkohol.
7) Setelah pasien sadar, beri minum teh manis hangat.
Untuk mencegah tertusuk jarum, setelah injeksi atau pungsi vena, tutup
kembali jarum bekas injeksi dengan cara : letakkan tutup jarum di meja yang
datar dan masukkan jarum ke dalam tutupnya, angkat dan kencangkan.
PUNGSI KAPILER/ PUNGSI KULIT
Darah yang diperoleh melalui pungsi kapiler merupakan campuran darah arteri,
darah vena dan cairan jaringan, dengan proporsi darah arteri sedikit lebih banyak
dibandingkan komponen yang lain, sehingga komposisi hematologi dan kimia darah
kapiler sedikit lebih mirip darah arteri. Perbedaan paling besar adalah hasil Hb, AL, AE
dan AT (lebih rendah pada darah kapiler), kadar glukosa (lebih tinggi dalam darah
kapiler), protein total, kalsium dan kalium (lebih rendah pada darah kapiler). Meski
demikian, beberapa jenis pemeriksaan laboratorium, misalnya kultur, pemeriksaan
koagulasi dan hemostasis serta pemeriksaan-pemeriksaan yang memerlukan jumlah
sampel cukup banyak.
Pungsi kapiler merupakan metode pungsi pilihan untuk bayi dan anak, selain itu
pengambilan sampel untuk skrining gangguan metabolisme bawaan atau turunan pada
neonatus (misalnya fenilketonuria) hanya dapat dilakukan dengan pungsi kapiler.
Lokasi pungsi

Dipilih lokasi pungsi yang hangat, tidak pucat, tidak edematous, tidak sianotik, tidak
luka, tidak hematom dan di sisi yang tidak dipasang jalur intravena.

Untuk neonatus dan bayi kurang dari 1 tahun, lokasi terpilih adalah permukaan
plantar di medial garis imajiner yang ditarik dari pertengahan ibu jari ke tumit atau
di lateral garis imajiner yang menghubungkan
sela jari keempat dan kelima ke
tumit.

Untuk anak, lokasi terpilih adalah ujung distal ibu jari kaki.

Untuk anak yang lebih besar dan orang dewasa (misalnya pada pasien dengan luka
bakar parah, obesitas, kecenderungan trombosis, orang tua dengan vena rapuh,
pasien dengan jalur intravena di kedua lengan dan kaki, self-monitoring blood
68
glucose di rumah), lokasi terpilih adalah bagian distal jari ketiga atau keempat
(gambar 32).
Alat yang diperlukan

Kapas alkohol 70%

Lanset disposable dan terstandarisasi : dalamnya tusukan tidak boleh melebihi 2.0
mm karena jarak os calcaneus pada bayi prematur kurang dari 2.4 mm di bawah kulit
tumit. Jika tusukan terlalu dalam atau dilakukan di tempat yang salah, dapat
mengakibatkan osteomyelitis atau osteochondritis. Jangan melakukan pungsi kapiler
pada lengkung tumit atau ujung-ujung jari bayi/neonatus karena mengakibatkan
trauma pada tulang, kartilago dan syaraf, selain itu, berbeda dengan pada orang
dewasa, jumlah darah yang terkumpulpun terlalu sedikit.

Tabung kapiler atau mikropipet dan sealernya (parafin). Perhatikan warna cincin pada
dinding tabung kapiler, tabung denga cincin warna biru tidak mengandung
antikoagulan, sementara dengan cincin merah mengandung heparin sebagai
antikoagulan sehingga harus segera dihomogenkan dengan membalikkannya
beberapa kali.

Kaca objek.
Cara melakukan pungsi kapiler
-
Hangatkan lokasi yang akan dipungsi dengan kompres hangat selama 2-3 menit.
-
Beri identitas pasien pada sampel (masukkan tabung kapiler ke dalam tabung
vakum atau tabung reaksi yang telah diberi identitas pasien).
-
Desinfeksi lokasi pungsi dengan kapas alkohol 70% dan biarkan kering.
-
Lakukan tusukan menggunakan lanset di area pungsi yang sudah didesinfeksi. Bila
pungsi dilakukan di distal jari ketiga atau keempat, lakukan tusukan melintang
memotong garis sidik jari karena bila tusukan dilakukan searah garis sidik jari maka
aliran darah akan mengikuti alur sidik jari sehingga darah sulit untuk dikumpulkan.
-
Tetesan pertama dibuang, karena kemungkinan besar terkontaminasi oleh cairan
jaringan. Cairan jaringan mengandung faktor koagulasi yang akan mempercepat
69
pembekuan
darah,
selain
itu
juga
menyebabkan
dilusi
darah
sehingga
mempengaruhi hasil pemeriksaan.
-
Tetesan berikutnya ditampung menggunakan tabung kapiler. Tabung pertama
dipergunakan untuk pemeriksaan hematologi terlebih dulu (pilih tabung kapiler
dengan antikoagulan).
-
Lakukan masase ringan untuk memperlancar keluarnya darah, jangan memijit-mijit
terlalu keras.
-
Jangan sampai ada gelembung udara di dalam tabung. Jangan mengisi tabung
kapiler terlalu penuh (2/3 – ¾ panjang tabung).
-
Setelah dirasakan cukup, segel kedua ujung tabung dengan parafin dengan
memegang ujung tabung dan memasukkan ujung tabung ke dalam parafin 2-3 kali
(jangan memegang bagian tengah tabung, karena risiko patah/ pecah dan melukai
tangan).
-
Masukkan tabung kapiler yang sudah disegel ke dalam tabung reaksi yang sudah
diberi identitas pasien.
-
Lakukan kontrol perdarahan, tunggu sampai perdarahan benar-benar berhenti.
-
Tutup bekas tusukan dengan plester.
Bila tertusuk jarum yang terkontaminasi darah pasien :

Segera cuci dengan air mengalir, keluarkan darah dengan memijatmijat luka tusukan.

Lakukan selama 3 – 5 menit.

Gosok dengan kapas alkohol 70%.

Cuci tangan menggunakan sabun antiseptik.
70
DAFTAR PUSTAKA
Barbara A. Brown : Hematology :Principles And Procedures Lea and Febiger,
Philadelphia 1993
Sir John V Dacif, SM Lewis : Practical H
71
CEKLIS PENILAIAN
KETERAMPILAN INJEKSI INTRAMUSKULER
No
Aspek Keterampilan yang Dinilai
0
Skor
1
2
Persiapan pasien
1.
Menyapa pasien, mempersilakan pasien untuk duduk
2.
Mengecek kembali identitas pasien
3.
Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan
4.
Menanyakan riwayat alergi pasien
Persiapan obat
5.
Mengecek nama, dosis, cara pemberian, tanggal kadaluwarsa obat,
kondisi fisik obat dan kontainernya
6.
Memilih jarum dan spuit yang digunakan untuk injeksi dengan tepat
7.
Menyiapkan obat dan peralatan injeksi dalam 1 tray
8.
Mencuci tangan
9.
Mengenakan sarung tangan
10.
Memasang jarum pada spuit
11.
Melakukan aspirasi obat dari dalam vial/ ampul
12.
Menghilangkan gelembung udara
13.
Mengecek kembali ketepatan dosis
Melakukan injeksi intramuskuler dengan benar
14.
Memilih lokasi injeksi dengan benar
15.
Desinfeksi lokasi injeksi dengan benar
16.
Meregangkan kulit
17.
Memegang spuit
18.
Menginsersikan jarum (sudut insersi jarum terhadap permukaan kulit
90o)
19.
Melakukan aspirasi (cek ujung jarum masuk vena atau tidak)
20.
Melakukan injeksi
21.
Melakukan masase area injeksi
22.
Melakukan kontrol perdarahan
23.
Melakukan observasi pasca injeksi
24.
Menyebutkan tindakan yang dilakukan manakala dihadapkan pada
komplikasi injeksi
JUMLAH SKOR
Penjelasan :
0
1
2
Tidak dilakukan mahasiswa
Dilakukan, tapi belum sempurna
Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena
situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario yang sedang
dilaksanakan).
Nilai Mahasiswa
=
Jumlah Skor
50
x 100%
72
CEKLIS PENILAIAN
KETERAMPILAN INJEKSI SUBKUTAN
No
Aspek Keterampilan yang Dinilai
0
Skor
1
2
Persiapan pasien
1.
Menyapa pasien, mempersilakan pasien untuk duduk.
2.
Mengecek kembali identitas pasien.
3.
Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan.
4.
Menanyakan riwayat alergi pasien.
Persiapan obat
5.
Mengecek nama, dosis, cara pemberian, tanggal kadaluwarsa obat,
kondisi fisik obat dan kontainernya.
6.
Memilih jarum dan spuit yang digunakan untuk injeksi dengan tepat
7.
Menyiapkan obat dan peralatan injeksi dalam 1 tray.
8.
Mencuci tangan.
9.
Mengenakan sarung tangan.
10.
Memasang jarum pada spuit
11.
Melakukan aspirasi obat dari dalam vial/ ampul
12.
Menghilangkan gelembung udara
13.
Mengecek kembali ketepatan dosis
Melakukan injeksi subkutan dengan benar
14.
Memilih lokasi injeksi dengan benar
15.
Desinfeksi lokasi injeksi dengan benar
16.
Mencubit kulit
17.
Memegang spuit
18.
Menginsersikan jarum (sudut insersi jarum terhadap permukaan kulit
45o)
19.
Melakukan aspirasi (cek ujung jarum masuk vena atau tidak)
20.
Melakukan injeksi
21.
Melakukan masase area injeksi
22.
Melakukan kontrol perdarahan
23.
Melakukan observasi pasca injeksi
24.
Menyebutkan tindakan yang dilakukan manakala dihadapkan pada
komplikasi injeksi
JUMLAH SKOR
Penjelasan :
0
1
2
Tidak dilakukan mahasiswa
Dilakukan, tapi belum sempurna
Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena
situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario yang sedang
dilaksanakan).
Nilai Mahasiswa
=
Jumlah Skor
50
x 100%
73
CEKLIS PENILAIAN
KETERAMPILAN INJEKSI INTRAKUTAN
No
Aspek Keterampilan yang Dinilai
0
Skor
1
2
Persiapan pasien
1.
Menyapa pasien, mempersilakan pasien untuk duduk.
2.
Mengecek kembali identitas pasien.
3.
Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan.
4.
Menanyakan riwayat alergi pasien.
Persiapan obat
5.
Mengecek nama, dosis, cara pemberian, tanggal kadaluwarsa obat,
kondisi fisik obat dan kontainernya.
6.
Memilih jarum dan spuit yang digunakan untuk injeksi dengan tepat
7.
Menyiapkan obat dan peralatan injeksi dalam 1 tray.
8.
Mencuci tangan.
9.
Mengenakan sarung tangan.
10.
Memasang jarum pada spuit
11.
Melakukan aspirasi obat dari dalam vial/ ampul
12.
Menghilangkan gelembung udara
13.
Mengecek kembali ketepatan dosis
Melakukan injeksi intrakutan dengan benar
14.
Memilih lokasi injeksi dengan benar
15.
Desinfeksi lokasi injeksi dengan benar
16.
Meregangkan dan memfiksasi kulit
17.
Memegang spuit
18.
Menginsersikan jarum (sudut insersi jarum terhadap permukaan kulit
10-15o)
19.
Melakukan injeksi sampai terjadi indurasi kulit
20.
Melakukan kontrol perdarahan
21.
Melakukan observasi pasca injeksi
22.
Memberikan instruksi kepada pasien
23.
Mengidentifikasi reaksi yang diharapkan muncul
24.
Menyebutkan tindakan yang dilakukan manakala dihadapkan pada
komplikasi injeksi
JUMLAH SKOR
Penjelasan :
0
1
2
Tidak dilakukan mahasiswa
Dilakukan, tapi belum sempurna
Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena
situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario yang sedang
dilaksanakan).
Nilai Mahasiswa
=
Jumlah Skor
50
x 100%
74
CEKLIS PENILAIAN
KETERAMPILAN INJEKSI INTRAVENA
No
Aspek Keterampilan yang Dinilai
0
Skor
1
2
Persiapan pasien
1.
Menyapa pasien, mempersilakan pasien untuk duduk.
2.
Mengecek kembali identitas pasien.
3.
Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan.
4.
Menanyakan riwayat alergi pasien.
Persiapan obat
5.
Mengecek nama, dosis, cara pemberian, tanggal kadaluwarsa obat,
kondisi fisik obat dan kontainernya.
6.
Memilih jarum dan spuit yang digunakan untuk injeksi dengan tepat
7.
Menyiapkan obat dan peralatan injeksi dalam 1 tray.
8.
Mencuci tangan.
9.
Mengenakan sarung tangan.
10.
Memasang jarum pada spuit
11.
Melakukan aspirasi obat dari dalam vial/ ampul
12.
Menghilangkan gelembung udara
13.
Mengecek kembali ketepatan dosis
Melakukan injeksi intravena dengan benar
14.
Mengidentifikasi vena lokasi injeksi
15.
Memasang torniket dengan benar
16.
Desinfeksi lokasi injeksi dengan benar
17.
Memegang spuit dengan benar
18.
Menginsersikan jarum (sudut insersi jarum terhadap permukaan
kulit)
19.
Mengecek ujung jarum masuk vena atau tidak (darah tampak
mengalir ke dalam spuit)
20.
Melepas torniket setelah darah tampak mengalir ke dalam spuit
21.
Melakukan injeksi perlahan-lahan
22.
Melakukan kontrol perdarahan
23.
Memasang plester
24.
Melakukan observasi pasca injeksi
25.
Menyebutkan tindakan yang dilakukan manakala dihadapkan pada
komplikasi injeksi
JUMLAH SKOR
Penjelasan :
0
1
2
Tidak dilakukan mahasiswa
Dilakukan, tapi belum sempurna
Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena
situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario yang sedang
dilaksanakan).
Nilai Mahasiswa
=
Jumlah Skor
50
x 100%
75
CEKLIS PENILAIAN
KETERAMPILAN PUNGSI VENA
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
Aspek Keterampilan yang Dinilai
0
Skor
1
2
Menyapa pasien, mempersilakan pasien untuk duduk.
Mencocokkan identitas pasien (nama, alamat).
Mengecek pemeriksaan yang diminta.
Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan.
Mengenakan sarung tangan dengan benar.
Menyiapkan kontainer sampel sesuai kebutuhan.
Memberi identitas sampel pada kontainer sampel dengan jelas.
Memilih lokasi pungsi dengan benar dan sesuai kondisi pasien.
Melakukan pemasangan torniket dengan benar (lokasi, kekencangan,
lama).
Melakukan desinfeksi lokasi pungsi dengan benar
Melakukan pungsi vena dengan benar
Mengeluarkan udara dari dalam spuit.
Spuit dipegang dengan tangan kanan, bevel jarum menghadap ke atas.
Jarum ditusukkan dengan sudut 150 – 300
Darah diaspirasi perlahan-lahan dengan tangan kanan menarik plunger
spuit, tangan kiri memfiksasi jarum supaya tidak bergerak.
Setelah darah tampak teraspirasi, segera melepaskan torniket.
Setelah darah diaspirasi sesuai kebutuhan, letakkan kapas kering pada
tempat pungsi, jarum ditarik perlahan dan lurus (dengan tangan
kanan), pasien diminta menekan lokasi pungsi dengan kapas selama
beberapa menit.
Melepas jarum dari spuit dengan benar dan aman
Mengalirkan darah perlahan melalui dinding tabung, spuit bekas
dibuang ke tempat sampah infeksius.
Segera menghomogenkan tabung kontainer dengan antikoagulan
dengan cara membalik tabung beberapa kali (tidak mengocok).
Melakukan kontrol perdarahan sampai perdarahan benar-benar
berhenti.
Menutup luka dengan kapas baru, kemudian memasang plester.
Memberikan instruksi kepada pasien untuk mencegah dan mengatasi
hematom.
Mampu mengatasi kesulitan pungsi pada beberapa keadaan khusus.
JUMLAH SKOR
Penjelasan :
0
1
2
Tidak dilakukan mahasiswa
Dilakukan, tapi belum sempurna
Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena
situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario yang sedang
dilaksanakan).
Nilai Mahasiswa
=
Jumlah Skor
46
x 100%
76
CEKLIS PENILAIAN
KETERAMPILAN PUNGSI KAPILER
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
Aspek Keterampilan yang Dinilai
0
Skor
1
2
Menyapa pasien, mempersilakan pasien untuk duduk
Mencocokkan identitas pasien (nama, alamat)
Mengecek pemeriksaan yang diminta
Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan
Mengenakan sarung tangan dengan benar
Menyiapkan peralatan untuk pungsi kapiler dengan benar sesuai
kebutuhan
Memberi identitas sampel pada kontainer sampel dengan jelas
Memilih lokasi pungsi dengan benar dan sesuai kondisi pasien
Menghangatkan lokasi pungsi kapiler dengan benar
Melakukan desinfeksi lokasi pungsi dengan benar
Melakukan pungsi kapiler dengan benar
Memegang lanset dengan benar
Menusukkan lanset disposable dengan kedalaman maksimal 2 mm
Menghapus darah yang pertama kali menetes
Menampung darah dengan tabung kapiler
Melakukan masase ringan (tidak memijat dengan keras)
Segera menghomogenkan tabung kontainer dengan antikoagulan
dengan cara membalik tabung beberapa kali (tidak mengocok)
Menyegel kedua ujung tabung dengan parafin dengan benar
Memasukkan tabung kapiler ke dalam tabung reaksi yang sudah diberi
identitas pasien
Melakukan kontrol perdarahan sampai perdarahan benar-benar berhenti
Memasang plester
JUMLAH SKOR
Penjelasan :
0
1
2
Tidak dilakukan mahasiswa
Dilakukan, tapi belum sempurna
Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena
situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario yang sedang
dilaksanakan).
Nilai Mahasiswa
=
Jumlah Skor
40
x 100%
77
ACCIDENT DAN EMERGENCY (FIRST AID)
Kristanto Yuli Yarsa*, Nanang Wiyono**, Agus Djoko Susanto***,
R.T.H. Soepraptomo****
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari topik keterampilan ini mahasiswa diharapkan mampu :
1. Mengetahu keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan pertolongan pertama.
2. Mengenali pasien dengan kegawatdaruratan yang memerlukan pertolongan pertama.
3. Melakukan penanganan pertama yang diperlukan.
4. Melakukan tindakan penanganan untuk mencegah cedera lebih lanjut.
5. Memutuskan perlunya pasien mendapatkan penanganan lebih lanjut.
*Bagian Bedah RS Dr.Moewardi Surakarta, **Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas
Maret Surakarta, *** Bagian Ilmu Penyakit Dalam RS Dr.Moewardi Surakarta , **** Bagian Anestesiologi
& Terapi Intensive RS Dr.Moewardi Surakarta
78
Pertolongan pertama adalah prosedur tindakan terbatas yang dilakukan untuk
menangani keadaan sakit atau cedera yang biasanya dilakukan oleh orang awam terhadap
penderita sakit atau cedera sampai penanganan definitif dapat diberikan, atau sampai sakit atau
cedera tersebut tertangani (tidak semua sakit atau cedera memerlukan tingkat penanganan
yang lebih lanjut).
Pada umumnya ini meliputi suatu rangkaian teknik medis sederhana atau tindakan
penyelamatan hidup, yang dapat dilatihkan kepada individu dengan kemampuan atau tanpa
kemampuan medis, dan dengan peralatan yang minimal. Keadaan-keadaan emergency yang
memerlukan pertolongan pertama misalnya penanganan pada kasus :
1. Kejang
2. Trauma spinal
3. Heatstroke
4. Perdarahan
5. Syok Anafilaktik
6. Gigitan Ular berbisa
7. Tersedak
1. KEJANG
Kejang merupakan manifestasi klinis lepas muatan listrik berlebihan dari sel neuron di otak yang
terganggu fungsinya. Fungsi otak normal dapat terganggu karena kejang. Kejang dapat
disebabkan oleh :
1. Panas tinggi pada anak
2. Epilepsi
3. Trauma otak, tumor atau stroke
4. Metabolik: kelainan elektrolit, Syndroma Reye's
5. Hipoksia
6. Shock elektris
7. Heatstroke
8. Keracunan
9. Infeksi
10. Reaksi atau overdosis obat
11. Gigitan ular
79
Kadang-kadang penyebab kejang tidak diketahui. Kejang dikelompokkan menjadi 2 :
kejang umum dan parsial. Kejang parsial mempengaruhi sebagian area otak. Kejang umum
mempengaruhi seluruh otak dan dapat terjadi kehilangan kesadaran. Pertolongan pertama
harus diberikan pada orang yang mengalami kejang tersebut.
Ciri-ciri kejang :
1. Munculnya tiba-tiba
2. Penurunan atau kehilangan kesadaran
3. Gerakan ekstremitas yang sinkron: kaku seluruh tubuh (tonik), kelojotan (klonik),
tiba-tiba terjatuh (atonik), bengong (absent)
4. Stereotipi gerakan
5. Gerakan abnormal bola mata: mendelik ke atas, melirik ke kanan atau ke kiri
6. Sianosis (kebiruan) di sekitar mulut
Sesudah kejang otot penderita lemas, kadang kehilangan kontrol dalam BAB/BAK
dan bingung, mengantuk dan nyeri kepala. Sebagian besar kejang berlangsung < 5 menit.
Penatalaksanaan kejang
Pada anak:
1. Usahakan jalan nafas terjaga tetap bebas.
2. Jangan memasukkan apapun ke dalam mulut
3. Miringkan anak
4. Baju yang ketat harus dilonggarkan.
5. Penderita ditempatkan sedemikian agar jangan terjadi cidera.
6. Pemberantasan kejang secepatnya diberi Diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan
berat badan kurang dari 10 kg, diazepam rektal 10 mg bila berat badan anak lebih
dari 10 kg. Apabila sudah terpasang jalur intravena maka diberikan diazepam IV
secara perlahan-lahan dengan dosis 0,25-0,5 mg/kg.
Bila dalam 10-20 menit pertama setelah suntikan pertama masih kejang, dilakukan suntikan
IV kedua dengan dosis yang sama.
80
Penyuntikan Diazepam IV adalah perlahan-lahan dalam 2-3 menit dan apabila sebelum obat
habis penderita sudah sadar kembali maka suntikan dihentikan. Karena masa kerja
Diazepam singkat, maka perlu diberi antikonvulsan lain, misalnya Fenobarbital, Fenitoin.
Pada orang dewasa
Prinsip penatalaksanaan adalah sama dengan pada anak, hanya perbedaan pada dosis obat,
yaitu :
1. bebaskan jalan nafas
2. evaluasi pernafasan
3. evaluasi sirkulasi (denyut nadi)
1. Diazepam diberikan 0,1 mg/kgbb IV perlahan-lahan. Bila kejang masih timbul, dosis
tersebut dapat diulang sampai 3 kali setelah 30-60 menit suntikan sebelumnya.
2. Bila tidak ada Diazepam, dapat diberikan fenobarbital IM sebanyak 3-5/kgBB dan dapat
diulang 2-3 kali.
3. Untuk hibernasi diberi Klorpromazin dengan dosis 50-100 mg IM/IV atau per infus
sebagai Lytic-Coctail (50 mg Largactil, 75 mg Pethidin dan 40 mg Phenergan) dalam
larutan glukosa 5% sebanyak 500 cc.
2. TRAUMA SPINAL
Trauma di daerah cervical biasanya merupakan trauma ekstensi-fleksi yaitu
mana kepala tiba-tiba bergerak
ke belakang,
kemudian
fleksi
ke
keadaan di
depan
ataupun
sebaliknya (whiplash injury).
Gejala dan tanda :
a. Terdapat bukti adanya trauma kepala, dengan adanya gangguan kesadaran.
b. Ada keluhan nyeri di daerah tengkuk.
c. Tidak dapat menggerakkan dirinya atau lehernya.
d. Ada keluhan lemah, paralisis atau kehilangan kontrol atas anggota gerak, ngompol.
Jika ada kecurigaan trauma kepala atau punggung, berhati-hatilah dalam menolong
penderita, karena jika tidak hati-hati dapat menyebabkan kelumpuhan permanen.
Jika anda mendapatkan seseorang yang dicurigai mengalami trauma spinal :
81
a. Panggil 118 atau bantuan lain untuk mendapatkan bantuan darurat. Minta bantuan
dengan cara berteriak “Tolong !!!” untuk mengaktifkan sistem pelayanan medis yang
lebih lanjut.
b. Tujuan utama pertolongan pertama pada trauma spinal adalah untuk menjaga agar
korban tetap pada posisi yang sama dengan saat ditemukan. Tempatkan handuk tebal
pada kedua sisi leher atau sangga kepala dan leher untuk mencegah gerakan.
c. Lakukan pertolongan pertama yang memungkinkan dengan tanpa menggerakkan kepala
atau leher korban. Jika korban menunjukkan gejala henti nafas, lakukan RJP, tetapi
jangan menarik kepala ke belakang.
d. Buka jalan nafas. Gunakan jari dengan hati-hati membuka rahang dan angkat ke depan.
e. Jika anda harus memutar korban karena muntah, ada jendalan darah atau khawatir
trauma lebih berat, lakukan sekurangnya berdua. Lakukan bersama agar kepala, leher
dan punggung tetap segaris ketika memutar korban pada posisi lain.
f. Stabilisasi korban
g. Persiapan transportasi korban
3. HEAT EXHAUSTION & HEAT STROKE
Heat exhaustion
Keringat bekerja sebagai natural air conditioner, keringat yang keluar dari kulit, akan
berefek mendinginkan tubuh. Kemampuan sistem pendingin kita dapat gagal jika kita
paksakan pada kondisi panas dan lembab. Jika hal ini terjadi, tubuh kita akan mengalami
panas pada kondisi yang membahayakan. Dapat terjadi pada kondisi yang disebut heat
exhaustion atau heat stroke yang harus memerlukan perawatan segera.
Heat exhaustion memerlukan waktu untuk terjadinya. Cairan dan garam merupakan
unsur penting untuk kesehatan. Cairan dan garam bisa hilang jika seseorang beraktivitas
banyak dan berat. Sangat penting untuk minum cairan sebelum, selama dan sesudah
aktivitas saat udara panas. Pada keadaan seseorang yang menderita heat exhaustion dapat
mempunyai suhu rendah, normal atau sedikit peningkatan. Tanda dan gejala :
a. Dingin, kulit pucat
b. Berkeringat
c. Mulut kering
82
d. Fatigue dan kelemahan
e. Pusing
f.
Nyeri kepala
g. Mual, kadang sampai muntah
h. Kram otot
i.
Nadi kecil dan cepat
Heat stroke
Heat stroke, bisa terjadi secara tiba-tiba, tanpa peringatan. Jika sistem pendingin. tubuh
gagal, suhu tubuh meningkat dengan cepat, menimbulkan kondisi emergency.
Gejala heat stroke :
a. Suhu tubuh tinggi, 104° F atau lebih (40°C atau lebih)
b. Kulit kering, panas dan berwarna merah
c. Tidak berkeringat
d. Nafas dalam dan nadi cepat, kemudian nafas dangkal dan nadi kecil
e. Pupil dilatasi
f.
Bingung, delirium dan halusinasi.
g. Kejang
h. Penurunan kesadaran
Kondisi dengan penyakit kronis, seperti DM, pemakaian alkohol dan muntaber pada anak
dan dewasa dapat menimbulkan heat stroke pada cuaca yang sangat panas. Heat stroke
pada anak tidak hanya berkaitan dengan suhu dan kelembaban tinggi, tetapi juga karena
kurangnya asupan cairan.
Pencegahan
Heat exhaustion dan heat stroke dapat dicegah dengan beberapa cara :
a. Jangan tinggal atau meninggalkan seseorang dalam mobil yang diparkir dengan kondisi
tertutup saat cuaca panas.
b. Hati-hati jika harus berada di bawah terik matahari (gunakan pelindung). Jika mulai
timbul gejala heat exhaustion, segera berteduh.
83
c. Jangan berolahraga keras saat kondisi cuaca panas. Sebagai pengganti, lakukan olah
raga saat pagi atau sore hari. Jika suhu udara luar 28° atau lebih, lakukan olahrga
ringan dan singkat saja.
d. Kenakan pakaian yang ringan dan tidak ketat, berbahan katun, sehingga panas tubuh
dan keringat dapat keluar dengan bebas. Kenakan topi yang mempunyai ventilasi.
e. Minum air yang banyak, terutama jika urin anda berwarna kuning tua, untuk
menggantikan cairan yang hilang lewat keringat. Haus bukan merupakan tanda yang
reliable bahwa tubuh kita membutuhkan cairan. Jika anda berlatih, lebih baik cukup
cairan daripada kekurangan cairan.
f.
Minumlah air atau air garam jika anda berkeringat banyak (campurkan 1 sendok teh
garam pada ¼ liter air (quart water). Dapat juga anda minum cairan olah raga yang
sudah tersedia dalam kemasan.
g. Jika anda merasakan sangat panas, usahakan untuk mendinginkan dengan cara
membuka jendela atau memakai kipas angin atau AC.
h. Kurangi berlama-lama berendam di hot tube atau heated whirlpool (< 15'). Jangan
berendam jika hanya sendirian.
i.
Jangan minum alkohol atau minuman berkafein karena mempercepat kehilangan cairan.
j.
Hindari paparan sinar matahari jika anda mengkonsumsi obat yang mengandung
antispasmodik atau pengubah mood. Konsultasikan dengan dokter apakah obat tersebut
aman.
k. Jangan mengenakan pada bayi anda jaket atau pakaian yang tebal, sebab bayi belum
dapat mentoleransi panas karena kelenjar keringatnya belum berfungsi sempurna.
1. Kenali dan jangan abaikan gejala heat stroke atau heat exhaustion.
Penatalaksanaan
Heat exhaustion
a. Penderita dibaringkan di tempat sejuk dengan kepala lebih rendah, pakaian
dilonggarkan.
b. Beri minum air dingin.
c. Bila keadaan berat, dapat diberikan :

Infus NaCl 0.9%/plasma expander untuk mengatasi kolaps sirkulasi,

Epinephrin 1/1000 0.3-1 ml subkutan
84

Oksigen

Jangan berikan Na-bikarbonat
d. Bila keadaan cepat teratasi, biasanya keadaan umum penderita segera membaik; tetapi
bila tidak, dapat memberat menjadi heat stroke.
Heat stroke
a. Turunkan suhu tubuh segera dengan cara memindahkan penderita ke tempat sejuk dan
berventilasi baik (gunakan kipas angin) dan pakaian ditanggalkan.
b. Mengguyur penderita dengan air dingin.
c. Lakukan massage kulit untuk mengatasi efek vasokonstriksi dari air dingin dan
mempercepat aliran darah.
d. Periksa suhu rektal tiap 10' dan jangan sampai kurang dari 38,5°C karena dapat timbul
hipothermia (pengukuran suhu axilaris tidak berguna). Hati-hati kemungkinan relaps,
yang dapat diatasi dengan tindakan yang sama.
e. Obat-obatan jika perlu :

Infus cairan

Sedatif hanya diberikan bila kejang terus-menerus, misalnya Diazepam 10-20 mg IV

Jangan berikan morfin atau epinephrin.
4. PERDARAHAN
Jika terjadi trauma sangat mungkin terjadi perdarahan, maka tindakan
mengontrol
perdarahan merupakan prioritas pada pertolongan pertama.
Tipe perdarahan dapat kita kelompokkan sebagai berikut :
-
Perdarahan yang bertitik-titik dan menyebar merupakan perdarahan kapiler.
-
Darah yang mengalir berwarna merah gelap merupakan perdarahan vena.
-
Darah yang memancar atau mengalir deras, berwarna merah segar merupakan
perdarahan arteri.
Penatalaksanaan (pada perdarahan banyak) :
1. Baringkan penderita, perhatikan jika ada darah yang mengalir ke jalan nafas jangan
sampai menyumbat jalan nafas
85
Gambar 1. Posisi penderita tidak sadar untuk mencegah obstruksi jalan nafas
2. Angkat bagian yang berdarah untuk mengurangi derasnya aliran.
3. Singkirkan pakaian yang menghalangi darah tersebut.
4. Lindungi luka dengan perban tekan yang bersih.
5. Atasi syok
6. Untuk perdarahan arteri, diberikan tekanan pada daerah proksimal luka atau bila tidak
bisa, boleh menggunakan tourniqet (jika darurat bisa menggunakan sapu tangar, dasi,
seutas tali atau potongan pakaian). Tourniqet diikat selama 15 menit dan dikendorkan 1
menit, selang-seling demikian seterusnya. Hati-hati tourniqet bisa menimbulkan penyulit
gangren sehingga hanya dipakai bila perdarahan masif dan atau anggota gerak yang
teramputasi di mana arteri terputus yang kemudian tertarik ke dalam dan perdarahan
baru tidak nampak akibat tertutup bekuan darah.
86
Gambar 2. Cara pemasangan balut tekan
Batuk darah dan muntah darah
Batuk darah (hemoptoe) terjadi karena terdapat pembuluh darah saluran pernafasan
yang pecah. Tanda batuk darah adalah darah keluar secara dibatukkan. Darah berwarna
merah segar (bila masih baru) dan berbusa. Hemoptoe biasanya terjadi karena penyakit di
paru-paru.
Muntah darah (hematemesis) terjadi karena ada pembuluh darah saluran cerna yang
pecah. Tanda hematemesis adalah darah keluar karena dimuntahkan. Darah yang keluar
berwarna merah tua (kadang-kadang kehitaman), sering disertai sisa makanan.
Hematemesis biasanya karena luka/ ulkus di lambung, varises oesofagus atau ingesti zat
yang bersifat korosif.
Tindakan pertolongan untuk hemoptoe :
1) Lihat adanya tanda-tanda shock (bila ada, lakukan penanganan pertama untuk Shock,
bawa penderita segera ke RS).
87
2) Bila tidak ada, pasien diminta beristirahat dengan posisi tidur, kepala lebih tinggi
daripada tubuh. Jika hendak batuk, pasien diminta tidak menarik nafas panjang lebih
dahulu.
3) Kompres es di dada kadang dapat mengurangi rasa panas dan diharapkan membantu
mengurangi perdarahan.
4) Bawa penderita segera ke dokter.
Tindakan pertolongan untuk hematemesis :
1) Lihat adanya tanda-tanda shock (bila ada, lakukan penanganan pertama untuk Shock,
bawa penderita segera ke RS).
2) Bila tidak ada, pasien diminta beristirahat dengan posisi tidur, kepala lebih tinggi
daripada tubuh.
3) Berikan antasida
4) Bawa penderita segera ke RS.
5. SYOK ANAFILAKTIK
Anafilaktik adalah keadaan reaksi alergi yang berat, muncul mendadak, dengan
cepat memburuk dan dapat mematikan. Anafilaktik terjadi setelah tubuh terpapar oleh
suatu zat yang menyebabkan reaksi tubuh mengeluarkan -amin seperti histamine yang
menyebabkan gejala alergi.
Gejala
Gejala dapat sangat berbeda dari tiap orang. Gejala awal mungkin ringan seperti
keluar cairan ingus dari hidung, ruam kulit atau perasaan aneh. Gejala ini dengan cepat
menjadi berat menjadi :
o
Kesulitan bernafas
o
Merah gatal atau bengkak
o
Penyempitan tenggorokan
o
Serak
o
Mual
o
Muntah
o
Nyeri perut
o
Diare
88
o
Pusing
o
Penurunan tekanan darah
o
Peningkatan frekuensi nadi
o
Henti jantung
Penatalaksanaan
Pemberian adrenalin atau epinefrin adalah terapi yang umum dikerjakan pada
keadaan gawat. Epinefrin dapat menaikan tekanan darah dan memudahkan pernafasan.
Paling baik epinefrin diberikan begitu masalah timbul. Beberapa obat biasanya digunakan
seperti antihistamin dan kortikosteroid. Obat-obat ini tidak dapat menghentikan terjadinya
anafilaksis, tetapi dapat menghilangkan gejala alergi yang lain seperti gatal dan bengkak.
1. Hubungi unit gawat darurat terdekat.
2. Letakkan penderita dengan posisi kepala lebih rendah.
3. Buka pakaian yang ketat, jangan memberikan minum.
4. Bila penderita muntah segera dimiringkan agar tidak terjadi aspirasi.
5. Bila tidak ada nadi dan nafas segera lakukan RJP.
6. Mempertahankan jalan nafas pasien : bebaskan jalan nafas, berikan oksigen, pernafasan
buatan, kateter transtrakeal / krikotirotomi / trakeotomi)
7. Pengobatan
a. Epinefrin / Adrenalin adalah obat pilihan untuk pengobatan awal anafilaksi dengan
dosis 0.3 – 0.5 mg ( 0.3 – 0.5 ml larutan 1:1000 ) diberikan SC dan diulangi sampai
2 kali setiap 20 menit kalau perlu. Pasien dengan gangguan pernafasan berat /
hipotensi dapat diberikan epinefrin secara sublingual ( 0,5 mL larutan 1:1000 ) atau
disuntikkan ke dalam vena jugularis interna atau melalui pipa endotrakeal (3 - 5 ml
larutan 1 : 10.000 ). Untuk reaksi berat yang tidak segera berrespon terhadap terapi
awal, diberikan infus epinefrin 1 mg diencerkan dalam 250 ml larutan Dekstrosa 5%.
b. Peningkatan volume intravaskuler
Diberikan 500 - 1000 ml larutan kristaloid atau koloid yang kemudian jumlah dan
kecepatan pemberiannya disesuaikan dengan tekanan darah dan produksi urin.
c. Aminophylin digunakan untuk mengatasi bronkospasme pada reaksi anafilaksi
dengan dosis 6 mg/kgBB diberikan IV perlahan-lahan selama 20 menit.
89
d. Antihistamin kurang bermanfaat pada tahap akut. Bertujuan untuk mengeblok
histamin lebih lanjut ke organ target sehingga memperpendek reaksi dan mencegah
kekambuhan. Difenhidramin HCl (Delladryl) dengan dosis 25 - 50 mg IV (IM / oral)
tiap 6 jam.
e. Glucocorticoid tidak mempunyai pengaruh yang berarti dalam waktu 6 - 12 jam,
namun dapat mencegah kekambuhan reaksi yang lebih parah. Dosis yang adekuat
adalah hidrokortison 125 mg IV tiap 6 jam.
8. Observasi
Pasien dengan anafilaksi ringan - sedang (gatal atau sesak nafas ringan) agar
diobservasi setidaknya selama 6 jam. Pasien dengan reaksi berat dan cenderung
mengalami kekambuhan sebaiknya dilakukan rawat inap (dilakukan pengawasan ketat
bila terdapat sesak nafas yang parah, hipotensi atau gangguan irama jantung)
6. GIGITAN ULAR BERBISA
Insidennya meliputi 8000 kasus setiap tahun di Amerika, 98% mengenai
ekstermitas. Bisa ular mengandung hialuronidase yang menyebabkan bisa cepat menyebar
melalui jaringan limfatik superfisial. Toksin lain yang terkandung dalam bisa ular antara lain
neurotoksin, toksin hemoragik, toksin trombogenik, toksin hemolitik, sitotoksin dan
antikoagulan.
Gejala
Gejala paling mudah mengenali gigitan ular berbisa adalah rasa sakit yang sangat
menyiksa. Terdapat satu atau dua bekas taring dengan ekimosis, bengkak dan perlunakan
jaringan sekitarnya. Jika tidak terjadi pembengkakan setelah 30 menit gigitan mungkin tidak
ada bisa yang disuntikkan. Setelah 8 jam mungkin timbul bula, vesikel hemoragik atau
petekia. Gejala sistemik termasuk fasikulasi otot, hipotensi, badan lemas, berkeringat,
pusing, mual dan muntah.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan lokal dengan memfiksasi ekstermitas yang terkena kemudian
dipasang tourniquet di sebelah proksimal dari gigitan. Jika kejadian kurang dari 1 jam maka
insisi dan penghisapan pada tempat gigitan akan banyak membantu. Bisa yang berada di
90
subkutan 50%nya dapat dihilangkan dengan penghisapan bila dilakukan dalam waktu 30
menit. Penghisapan yang dilakukan dalam waktu 30 menit dapat menghilangkan 90% bisa.
Insisi dilakukan pada jejas taring, sekitar 2/3 cm dengan kedalaman 1/3-2/3 cm longitudinal
dan tidak boleh menyilang. Penghisapan dilakukan dengan alat penghisap atau bila tidak
tersedia dapat dilakukan dengan mulut asal penolong tidak mempunyai luka atau kerusakan
pada mukosa mulut. Pilihan lain dengan eksisi seluruh daerah gigitan termasuk kulit dan
jaringan sub kutan. Ini dilakukan bila gigitan terjadi dalam waktu 1 jam. Hal ini jarang
dilakukan karena terapi medis yang dilakukan secara dini biasanya efektif pada sebagian
besar pasien. Tomiquet dapat dilepaskan bila penderita telah terpasang infus, antivenin
telah disiapkan dan penderita tidak dalam keadaan syok.
Antivenin tidak diberikan pada keracunan derajat 0-1. Pada keracunan derajat
diperlukan 3-4 ampul, derajat 3 diperlukan 5-15 ampul. Jika gejala bertambah berat dapat
diberikan beberapa ampul lagi dalam 2 jam pertama. Pada penderita yang bertubuh kecil
atau pada anak-anak dibutuhkan anti venin yang lebih banyak karena mereka termasuk
kelompok risiko tinggi. Antivenin diberikan secara intravena dalam dosis 3-5 ampul dalam
500 cc garam fisiologis atau glukosa 5%. Bila lebih parah dapat ditambah 6-8 ampul.
Antivenin diberikan sampai gejala lokal dan sistemik membaik.
Bila penderita alergi terhadap serum kuda maka diberikan 1 ampul antivenin dalam
250 cc glukosa 5% dalam waktu 90 menit dengan mengawasi tahda-tanda alergi.
Bila terjadi gangguan nafas dapat terjadi kegagalan nafas dapat diatasi dengan
pemasangan endotrakheal tube. Bila terjadi gagal ginjal
akut
mungkin
diperlukan
hemodialisis. Bila terjadi koagulopati diberikan darah, fibrinogen dan vitamin K. Juga perlu
diberikan antibiotik dan anti tetanus serum.
Derajat keracunan bisa :
I
: satu atau lebih tanda gigitan, nyeri minimal, kurang dari 1 inci dikelilingi edema dan
tidak ada bisa.
II
: keracunan bisa minimal, terdapat nyeri sedang - berat di sekitar gigitan. Dengan luas
1-5 inci, dikelilingi oleh edema dan kemerahan di sekitar luka selama 12 jam pertama.
III
: keracunan bisa sedang, terdapat nyeri hebat di sekitar gigitan. Dengan luas 6-12 inci,
dikelilingi oleh edema dan kemerahan di sekitar luka selama 12 jam pertama. Tampak
tanda-tanda sistemik.
91
IV
: keracunan bisa yang berat. Terdapat nyeri hebat di sekitar gigitan. Dengan luas lebih
dari 12 inci, dikelilingi oleh edema dan kemerahan di sekitar luka selama 12 jam
pertama. Tanda-tanda sistemik tampak, dengan petekia dan ekimosis menyeluruh.
V
: keracunan bisa yang parah selalu terdapat gejala sistemik, bisa berupa gagal ginjal,
sekret bercampur darah, koma dan kematian. Edema bisa meluas sampai ekstremitas
dan perrnukaan ipsilateral tubuh.
7. TERSEDAK
Tersedak adalah sumbatan mekanik di jalan napas menuju
menyebabkan
paru.
Tersedak
terganggunya pernapasan yang dapat terjadi sebagian atau total. Bila
sumbatan sebagian,
penderita
masih
dapat
bernafas
walaupun
tidak mencukupi
aliran udara ke paru. Tersedak yang terlalu lama atau obstruksi total akan menyebabkan
asfiksia, hipoksia dan berakibat fatal.
Tersedak secara umum diketahui karena adanya benda asing yang tersangkut pada
jalan nafas. Ini sering dialami oleh anak kecil yang belum mengerti bahaya memasukkan
benda kecil ke dalam mulut atau hidung. Pada orang dewasa ini sering terjadi pada saat
penderita makan.
Gejala :
o
Penderita tidak dapat bicara atau menangis.
o
Penderita menjadi biru karena kekurangan oxigen.
o
Penderita memegangi tenggorokannya.
o
Penderita batuk-batuk lemah, dan nafas sulit menyebabkan suara nafas brisik dengan
nada yang tinggi.
o
Penderita akhirnya tidak sadar.
Penatalaksaan
Tersedak dapat ditolong dengan beberapa prosedur, yang dapat dilakukan baik oleh orang
awam atau petugas kesehatan. Banyak organisasi menyatakan tekanan pada abdomen atau
"Heimlich Manoeuvre" adalah prosedur yarig tepat untuk keadaan tersedak.
Hampir semua protokol terbaru (termasuk American Heart Association dan American
Red Cross tahun 2006) menambahkan beberapa tahap dari hanya menekan abdomen saja,
dengan tujuan untuk meningkatkan tekanan.
92
Gambar 3. Kiri : Heimlich maneuver pada orang dewasa, kanan : pada anak
Gambar 4. Heimlich maneuver pada bayi, Kiri : menepuk punggung, kanan : dorongan abdomen
Gambar 5. Heimlich maneuver oleh pasien sendiri
93
Menepuk punggung
Kebanyakan dari protokol sekarang menganjurkan dengan memukul punggung
penderita bagian atas menggunakan tumit tangan secara keras. Berapa kali ini dilakukan
tergantung dari organisasi pelatihan. Tetapi biasanya antara 5 sampai 20 kali pukulan.
Tepukan pada punggung ini dirancang dengan menggunakan pukulan di belakang
sumbatan, yang akan membantu pasien untuk melepaskan benda asing tersebut. Pada
beberapa kasus getaran mekanik dari gerakan ini bisa menggerakan benda asing yang
menyumbat jalan nafas tersebut sehingga cukup untuk membuka jalan nafas. Kebanyakan
protokol memberikan pukulan punggung sebagai teknik yang pertama digunakan sebelum
teknik penekanan pada abdomen yang dipertimbangkan dapat mencederai saat penolong
melakukan penekanan pada abdomen pada penderita yang tersedak.
Dorongan Abdomen
Dorongan Abdomen juga dikenal sebagai Heimlich Maneuver. Melakukan dorongan
abdomen melibatkan penolong berdiri di belakang penderita dengan menggunakan tangan
mereka untuk menekan dasar dari diafragma. Raihlah melingkar pinggang penderita,
letakkan kepalan tangan pertama di atas pusar dan di bawah rongga iga. Genggam kepalan
tangan pertama menggunakan tangan yang lain. Tarik kepalan tangan tadi ke belakang atas
di bawah rongga dada. Ini akan menekan paru dan dapat mendorong benda yang
menyangkut di trakea yang akan membantu penderita mengeluarkan benda asing. Ini
serupa dengan batuk buatan.
Karena sifat dari prosedur ini yang memberikan daya dorong yang kuat, walaupun
dilakukan dengan benar ini dapat mencederai penderita. Memar pada abdomen sering
terjadi dan cedera yang lebih berat dapat terjadi seperti termasuk fraktur pada prosesus
xiphoideus atau fraktur pada tulang iga.
Pada kasus dengan penderita yang gemuk atau hamil gunakan tekanan pada dada.
Penolong berdiri di belakang penderita, letakkan ibu jari dari kepalan tangan kiri di depan
sternum. Genggam kepalan tangan kiri dengan tangan kanan. Remaslah dada 4 kali secara
cepat.
94
Melepas benda asing (hanya bila penolong dapat melihat benda asing tersebut)
Bila penderita tidak sadar cobalah untuk meraih benda asing di tenggorokan dengan
menggunakan jari. Bila tidak berhasil cobalah dorongan abdomen kembali.
Gambar 6. Mengambil benda asing dalam tenggorokan, kiri : pada orang dewasa,
kanan : pada bayi
Transportasi pasien (transport of casuality)
Trasportasi pasien adalah sarana yang digunakan untuk mengangkut penderita/korban dari
lokasi bencana ke sarana kesehatan yang memadai dengan aman tanpa memperberat keadaan
penderita ke sarana kesehatan yang memadai.
A. Prosedur transport pasien :
1. Lakukan pemeriksaan menyeluruh. Terdiri dari pemeriksaan Airway (jalan nafasnya
harus bebas), Breathing ( pasien harus bisa bernafas spontan, dan bila tidak bisa
bernafas spontan dapat dilakukan pernafasan buatan). Circulation ( nadi teraba dan
tensi terukur).
2. Amankan posisi tandu di dalam ambulans. Pastikan selalu bahwa pasien dalam posisi
amam selama perjalanan ke rumah sakit
3. Posisikan dan amankan pasien. Selama pemindahan ke ambulans, pasien harus
diamankan dengan kuat ke usungan
4. Pastikan pasien terikat dengan baik dengan tandu. Tali ikat keamanan digunakan ketika
pasien siap untuk dipindahkan ke ambulans, sesuaikan kekencangan tali pengikat
sehingga dapat menahan pasien dengan aman.
95
5. Persiapkan jika timbul komplikasi pernafasan dan jantung. Jika kondisi pasien cenderung
berkembnag ke arah heti jantung, letakkan spinal board pendek atau papan RJP di
bawah matras sebelum ambulans dijalankan.
6. Melonggarkan pakaian yang ketat
7. Periksa perbannya
8. Periksa bidainya
9. Naikkan keluarga atau teman dekat yang harus menemani pasien
10. Naikkan barang-barang pribadi
11. Tenangkan pasien.
B. Teknik Pemindahan pada pasien
Teknik pemindahan pada klien termasuk dalam transport pasien, seperti pemindahan
pasien dari satu tempat ke tempat lain, baik menggunakan alat transport seperti
ambulance , dan branker yang berguna sebagai pengangkut pasien gawat darurat.
Macam-macam pemindahan pasien yaitu :
1. Pemindahan pasien dari tempat tidur ke brankar
2. Pemindahan pasien dari tempat tidur ke kursi
3. Pemindahan pasien ke posisi lateral atau prone di tempat tidur
C. Transportasi pasien kritis
Transportasi pasien-pasien kritis ini berisiko tinggi sehingga diperlukan komunikasi yang
baik perencanaan dan tenaga-tenaga kesehatan yang sesuai. Pasien harus distabilisasi
lebih dulu sebelum diberangkatkan. Prinsipnya pasien hanya ditranspotasi untuk
mendapat fasilitas yang lebih baik dan lebih tinggi di tempat tujuan.
Perencanaan dan persiapan meliputi :

Menentukan jenis transportasi (mobil, perahu, pesawat terbang)

Menentukan tenaga kesehatan yang mendampingi pasien

Menetukan peralatan dan persediaan obat yang diperlukan selama perjalanan
baik kebutuhan rutin maupun darurat

Menentukan kemungkinan penyulit

Menentukan pemantauan pasien selama transportasi
96
Komunikasi yang efektif sangat penting untuk menghubungkan :

Rumah sakit tujuan

Penyelenggara transportasi

Petugas pendamping pasien

Pasien dan keluarganya
Untuk stabilisasi yang efektif diperlukan :

Resusitasi yang cepat

Menghentikan perdarahan dan menjaga sirkulasi

Imobilisasi fraktur

analgesia
97
DAFTAR PUSTAKA
American Institute for Preventive Medicine. 1996.
http://www.healthy.net/asp/leftSide.asp?lnk=19
Mayo
Clinic
Staf.
2006.
First-Aid
com/health/FirstAidlndex/FirstAidlndex
Emergency
Guide.
&
First
Aid.
http://www.mayoclinic.
Schwartz, Shires & Spencer. 1994. Principles of Surgery, VI edition, Mc Graw Hill Inc. London.
Stead, L.G., Stead, S.M. and Kaufman, M.S, 2006, First Aid for The Emergency Medicine
Clerkship, Mc. Graw Hill Company, New York, USA
Wikipedia. 2007. First Aid. http://en.wiikipedia.org/wiki/Main_Page.
98
CEKLIS PENILAIAN KETERAMPILAN
PERTOLONGAN PERTAMA PADA KEJANG
No
Aspek Keterampilan yang Dinilai
1
Memastikan penderita mengalami kejang
2
Menjaga jalan nafas tetap terbuka
3
Memiringkan penderita
4
Melonggarkan pakaian yang ketat
5
Menempatkan penderita pada posisi yang nyaman (mencegah
terjadinya cidera)
6
Mengatasi kejang secepatnya (bila ada antikonvulsan)
Skor
0
1
2
JUMLAH SKOR
Penjelasan :
0
1
2
Tidak dilakukan mahasiswa
Dilakukan, tapi belum sempurna
Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa
karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario
yang sedang dilaksanakan).
Nilai Mahasiswa :
Jumlah Skor x 100%
12
99
CEKLIS PENILAIAN KETERAMPILAN
PERTOLONGAN PERTAMA PADA TRAUMA SPINAL
No
Aspek Keterampilan yang Dinilai
1
Memanggil bantuan emergency
2
Menjaga korban tetap pada posisinya, dengan memasang 2
bantal tebal atau yang sejenis di kedua sisi leher korban
3
Menilai keadaan korban (A, B, C)
4
Membuka jalan nafas. Gunakan jari untuk membuka rahang
dan mengangkat dagu ke depan (lift chin)
5
Bila henti nafas, lakukan RJP tanpa menarik kepala ke belakang
6
Bila perlu memutar korban, dlakukan minimal berdua dengan
gerakan secara bersama-sama; kepala, leher dan punggung
tetap segaris
7
Stabilisasi korban
8
Mempersiapkan transportasi korban
Skor
0
1
2
JUMLAH SKOR
Penjelasan :
0
1
2
Tidak dilakukan mahasiswa
Dilakukan, tapi belum sempurna
Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa
karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario
yang sedang dilaksanakan).
Nilai Mahasiswa
=
Jumlah Skor x 100%
16
100
CEKLIS PENILAIAN KETERAMPILAN
PERTOLONGAN PERTAMA PADA HEAT STROKE
No
Aspek Keterampilan yang Dinilai
1
Memastikan korban mengalami heat stroke
2
Memindahkan korban ke tempat sejuk dan berventilasi baik
3
Mengguyur penderita dengan air dingin
4
Massage kulit untuk mengatasi efek vasokonstriksi dari air
dingin dan mempercepat aliran darah
5
Memeriksa suhu rektal tiap 10 menit jangan sampai kurang
dari 38.5oC (pertimbangan etis bisa dilakukan sublingual)
6
Memperhatikan penderita jangan sampai relaps
7
Pemberian obat jika perlu :
- Infus cairan
- Sedatif bila kejang terus-menerus
Skor
0
1
2
JUMLAH SKOR
Penjelasan :
0
1
2
Tidak dilakukan mahasiswa
Dilakukan, tapi belum sempurna
Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa
karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario
yang sedang dilaksanakan).
Nilai Mahasiswa =
Jumlah Skor x 100%
14
101
CEKLIS PENILAIAN KETERAMPILAN
PERTOLONGAN PERTAMA PADA PERDARAHAN
No
Aspek Keterampilan yang Dinilai
1
Baringkan penderita (pada pasien tidak sadar posisi mantap
sehingga darah tidak akan masuk jalan nafas)
2
Angkat bagian yang mengalami perdarahan
3
Menyingkirkan pakaian yang menghalangi darah
4
Melindungi luka dengan perban tekan yang bersih
5
Mengatasi syok (bila ada)
6
Melakukan pembebatan dengan torniket untuk perdarahan
arteri
Skor
0
1
2
JUMLAH SKOR
Penjelasan :
0
1
2
Tidak dilakukan mahasiswa
Dilakukan, tapi belum sempurna
Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa
karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario
yang sedang dilaksanakan).
Nilai Mahasiswa =
Jumlah Skor x 100%
12
102
CEKLIS PENILAIAN KETERAMPILAN
PERTOLONGAN PERTAMA PADA TERSEDAK
No
Aspek Keterampilan yang Dinilai
1
Memastikan penderita benar tersedak (mengetahui gejala
korban tersedak)
2
Melakukan terpukan pada punggung minimal 5 kali dengan
tumit tangan
3
Melakukan Heimlich maneuver sampai 4 kali dengan cepat
4
Dapat melakukan Heimlich maneuver pada orang hamil
5
Bila penderita menjadi tidak sadar, melakukan evakuasi korpus
alienum
6
Menyiapkan transportasi korban
Skor
0
1
2
JUMLAH SKOR
Penjelasan :
0
1
2
Tidak dilakukan mahasiswa
Dilakukan, tapi belum sempurna
Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa
karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario
yang sedang dilaksanakan).
Nilai Mahasiswa =
Jumlah Skor x 100%
12
103
CEKLIS PENILAIAN KETERAMPILAN
PERTOLONGAN PERTAMA PADA GIGITAN ULAR BERBISA
No
Aspek Keterampilan yang Dinilai
1
Menghubungi UGD terdekat
2
Dapat mengidentifikasi gigitan ular dan gejala keracunan
3
Megistirahatkan dan memfiksasi ekstremitas yang terkena
gigitan
4
Melakukan insisi dengan alat yang tersedia dan menghisap
5
Melakukan torniket vena dan limfe
6
Memberikan anti venin
7
Memasang infus
8
Melakukan identifikasi masalah lain dan penanganannya
Skor
0
1
2
JUMLAH SKOR
Penjelasan :
0
1
2
Tidak dilakukan mahasiswa
Dilakukan, tapi belum sempurna
Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa
karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario
yang sedang dilaksanakan).
Nilai Mahasiswa =
Jumlah Skor x 100%
16
104
CEKLIS PENILAIAN KETERAMPILAN
PERTOLONGAN PERTAMA PADA SYOK ANAFILAKTIK
No
Aspek Keterampilan yang Dinilai
1
Menghubungi UGD terdekat
2
Melakukan posisi head down
3
Membuka pakaian yang ketat
4
Mengamankan jalan nafas
5
Melakukan pemeriksaan tanda vital
6
Memberikan suntikan adrenalin
7
Melakukan RJP bila penderita mengalami arrest
Skor
0
1
2
JUMLAH SKOR
Penjelasan :
0
1
2
Tidak dilakukan mahasiswa
Dilakukan, tapi belum sempurna
Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa
karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario
yang sedang dilaksanakan).
Nilai Mahasiswa =
Jumlah Skor x 100%
14
105
PEMBEBATAN DAN PEMBIDAIAN
Jarot Subandono*, Warsito^, Ida Nurwati*, Mutmainah**, E. Listyaningsih**,
Isna Qadrijati+, Dian Ariningrum*, Rieva Ermawan#, Tito Sumarwoto#, Desy Kurniawati
Tandiyo@, Anak Agung Alit Kirti##
A. PENDAHULUAN
Kasus traumatologi seiring dengan kemajuan jaman akan cenderung semakin
meningkat, sehingga seorang dokter umum dituntut mampu memberikan pertolongan pertama
pada kasus kecelakaan yang menimpa pasien. Di antara kasus traumatologi tersebut sering
dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, misalnya kaki tergelincir saat menuruni tangga, seorang
peragawati yang menggunakan sepatu berhak tinggi tergelincir saat berjalan di atas cat walk,
bahkan kasus
patah tulang leher akibat kecelakaan lalu-lintas yang dapat menyebabkan
kematian. Pemberian pertolongan pertama dengan imobilisasi yang benar akan sangat
bermanfaat dan menentukan prognosis penyakit.
Sebagian besar kasus traumatologi membutuhkan pertolongan dengan pembebatan
dan pembidaian. Pembebatan adalah keterampilan medis yang harus dikuasai oleh seorang
dokter umum. Bebat memiliki peranan penting dalam membantu mengurangi pembengkakan,
mengurangi kontaminasi oleh mikroorganisme dan membantu mengurangi ketegangan jaringan
luka.
Pertolongan pertama yang harus diberikan pada patah tulang adalah berupaya agar
tulang yang patah tidak saling bergeser (mengusahakan imobilisasi), apabila tulang saling
bergeser akan terjadi kerusakan lebih lanjut. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah
dengan memasang bidai yang dipasang melalui dua sendi. Dengan prosedur yang benar,
apabila dilakukan dengan cara yang salah akan menyebabkan cedera yang lebih parah.
* Bagian Biokimia Fakultas Kedokteran UNS, ^ Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran UNS/ RSU dr
Moewardi, ** Bagian Histologi Fakultas Kedokteran UNS, + Bagian Fisiologi Fakultas Kedokteran UNS, #
Bagian Orthopedi – Traumatologi FK UNS/RS dr. Moewardi, @ Bagian Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi FK
UNS/RS dr. Moewardi, ## Bagian Skillslab Fakultas Kedokteran UNS
106
Pembebatan dan pembidaian memegang peranan penting dalam manajemen awal dari
trauma muskuloskeletal, seperti fraktur ekstremitas, dislokasi sendi dan sprain (terseleo).
Pemasangan bebat dan bidai yang adekuat akan menstabilkan ekstremitas yang mengalami
trauma, mengurangi ketidaknyamanan pasien dan memfasilitasi proses penyembuhan jaringan.
Tegantung kepada tipe trauma atau kerusakan, pembebatan atau pembidaian dapat menjadi
satu-satunya terapi atau menjadi tindakan pertolongan awal sebelum dilakukan proses
diagnostik atau intervensi bedah lebih lanjut.
Teori dan keterampilan medis mengenai pembebatan dan pembidaian ini sangat
penting bagi mahasiswa kedokteran untuk bekal menjadi seorang dokter umum agar dapat
menolong pasien yang mengalami kasus-kasus traumatologi.
B. TUJUAN
1. Umum
a.
Mahasiswa terampil dalam melakukan berbagai teknik membebat pada berbagai
organ tubuh manusia sesuai dengan prosedur.
b.
Mahasiswa terampil dalam melakukan pemasangan bidai dengan tepat.
2. Khusus
a.
Persiapan
1)
Pembebatan
 Mahasiswa mampu membangun komunikasi efektif dengan pasien.
 Mahasiswa mampu mengidentifikasi bagian tubuh yang mengalami cedera
melalui pemeriksaan inspeksi dan palpasi serta mampu memeriksa ROM
(Range of Movement).
 Mahasiswa mengenal dengan baik bermacam-macam jenis bebat dan mampu
memilihnya dengan tepat sesuai kasus.
 Mahasiswa mampu melakukan disinfeksi luka dengan baik sebelum melakukan
pembebatan.
2) Pembidaian
 Mahasiswa mampu membangun komunikasi efektif dengan pasien.
 Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan inspeksi dan palpasi pada daerah
cedera dan memeriksa ROM (Range of Movement).
 Mahasiswa dapat memilih bidai yang benar sesuai kasus.
107
b.
Pemasangan
1) Pembebatan
 Mahasiswa mampu melakukan pembebatan sesuai prosedur.
 Mahasiswa mampu melakukan evaluasi hasil pembebatan dengan tepat
(terutama mengenai tekanan bebat).
 Mahasiswa mampu menilai kondisi fisik dan psikologis pasien, serta daerah di
bawah lokasi luka (meliputi warna, suhu, respon sensorik) karena gangguan
sirkulasi.
2) Pembidaian
 Mahasiswa mampu memasang bidai dengan benar.
 Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan hasil pemasangan bidai dan
menilainya dengan benar (apakah bidai terlalu longgar atau terlalu ketat).
 Mahasiswa mampu menilai kondisi fisik dan psikologis pasien.
C. DASAR TEORI
1. Sistem Rangka / Tulang Manusia
Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan melindungi
beberapa organ tubuh terutama dalam tengkorak, rongga dada dan panggul.
Kerangka juga
berfungsi sebagai ungkit pada gerakan dan menyediakan permukaan untuk kaitan otot-otot
kerangka. Tulang pada tubuh manusia digolongkan menjadi kerangka sumbu dan appendikular.
Kerangka sumbu (kerangka axial) terdiri atas kepala dan badan seperti tengkorak,
tulang belakang, tulang dada dan iga-iga. Kerangka appendikular terdiri atas ekstremitas
(anggota gerak) dan gelang panggul.
Tulang dapat diklasifikasikan sesuai dengan bentuknya, yaitu terdiri dari :
a.
Tulang pendek, misalnya tulang karpalia di tangan dan tarsalia di kaki. Tulang ini bersifat
ringan dan kuat, misalnya pada pergelangan tangan.
b.
Tulang panjang atau tulang pipa. Tulang panjang terdiri atas bagian batang dan dua
bagian
ujung.
Tulang
panjang
berfungsi
sebagai
alat
ungkit
dari
tubuh
dan
memungkinkannya bergerak.
c.
Tulang pipih terdiri atas dua lapisan jaringan tulang keras dengan ditengahnya lapisan
tulang seperti spons, tulang tengkorak.
108
d.
Tulang sesamoid, tulang ini berkembang dalam tendon otot-otot dan dijumpai di dekat
sendi. Patela adalah contoh dari tulang jenis ini.
e.
Tulang tak beraturan adalah tulang yang tidak dapat dimasukkan dalam salah satu dari ke
empat kelas di atas, contohnya adalah vertebra dan tulang wajah.
Gambar 1. Gambar Anatomi Tulang Manusia
2. PEMBEBATAN
a.
Prinsip Dasar Pembebatan
Derajat penekanan yang dihasilkan oleh suatu pembebatan sangat penting untuk
diperhatikan, penekanan yang diberikan tidak boleh meningkatkan tekanan hidrostatik
yang berakibat meningkatkan edema jaringan, juga jangan sampai mengganggu
sirkulasi darah di daerah luka dan sekitar luka.
109
Derajat penekanan tersebut ditentukan oleh interaksi yang kompleks antara
empat faktor utama yaitu :
1) Struktur fisik dan keelastisan dari pembebat.
2) Ukuran dan bentuk ekstremitas yang akan dibebat.
3) Keterampilan dan keahlian dari orang yang melakukan pembebatan.
4) Bentuk semua aktivitas fisik yang dilakukan pasien.
Tekanan dari suatu pembebat merupakan fungsi dari tekanan oleh bahan
pembebat, jumlah lapisan pembebat dan diameter dari ekstremitas yang dibebat.
Hubungan faktor-faktor ini telah disusun oleh Hukum Laplace yang menyatakan bahwa
”tekanan dari tiap lapisan pembebat berbanding lurus dengan tekanan pembebat dan
berbanding terbalik dengan diameter dari ekstremitas yang dibebat”.
Rumus untuk menghitung tekanan tiap lapis pembebatan (sub-bandage pressure) :
Tekanan (mmHg) = Kekuatan pada pembebatan (Kgf) x n x 4620
Diameter daerah yg dibebat (cm) x lebar pembebat (cm)
n = jumlah lapisan pembebatan
Rumus ini hanya berlaku pada saat awal pembebatan dilakukan karena kebanyakan
pembebat kehilangan elastisitas yang signifikan dari tahanan awal sesuai dengan
berjalannya waktu.
Hal yang penting
dalam pembebatan adalah metode dari pembebatan itu
sendiri, karena pada prakteknya pembebatan dilakukan dengan bentuk spiral di mana
terjadi overlapping antar pembebat yang menentukan jumlah lapisan yang melingkari
titik tertentu pada ekstremitas. Overlap 50 % secara efektif menghasilkan tekanan dua
lapis, overlap 66 % secara efektif menghasilkan tekanan tiga lapisan. Hal ini perlu
mendapat perhatian agar tidak terjadi penekanan berlebihan pada suatu titik di daerah
pembebatan yang dapat mengakibatkan nekrosis jaringan.
b. Pentingnya pemilihan lebar pembebat yang tepat.
Pada pembebatan diperlukan pemilihan pembebat yang tepat karena hal ini
sangat mempengaruhi besarnya tekanan yang diberikan oleh pembebat pada bagian
110
yang dibebat. Sesuai formula di atas bahwa tekanan tiap lapis pembebatan
berbanding lurus dengan tahanan yang diberikan serta berbanding terbalik dengan
diameter lokasi pembebatan dan lebar pembebat sehingga semakin lebar pembebat
tekanan yang dihasilkan makin kecil.
c. Pentingnya jumlah lapisan pembebatan yang diberikan.
Pada pembebatan diperlukan penentuan jumlah lapisan pembebat yang tepat
karena hal
ini
sangat
mempengarihi besarnya tekanan yang diberikan oleh
pembebat pada bagian yang dibebat. Sesuai formula di atas bahwa tekanan tiap lapis
pembebatan berbanding lurus dengan tahanan yang diberikan serta berbanding
terbalik dengan diameter lokasi pembebatan dan lebar pembebat sehingga semakin
banyak lapisan pembebatan yang dilakukan tekanan yang dihasilkan makin besar.
d. Manfaat Pembebatan (Bandage)
1) Menopang suatu luka, misalnya tulang yang patah.
2) Mengimobilisasi suatu luka, misalnya bahu yang keseleo.
3) Memberikan tekanan, misalnya dengan bebat elastik pada ekstremitas inferior
untuk meningkatkan laju darah vena.
4) Menutup luka, misalnya pada luka setelah operasi abdomen yang luas.
5) Menopang bidai (dibungkuskan pada bidai).
6) Memberikan kehangatan, misalnya bandage flanel pada sendi yang rematik.
e. Tipe-Tipe Pembebat
1) Stretchable Roller Bandage
Pembebat ini biasanya terbuat dari kain, kasa, flanel atau bahan yang elastis.
Kebanyakan terbuat dari kasa karena menyerap air dan darah serta tidak mudah
longgar. Jenis-jenisnya :
- Lebar 2.5 cm : digunakan untuk jari-kaki tangan
- Lebar 5 cm : digunakan untuk leher dan pergelangan tangan
- Lebar 7.5 cm : digunakan untuk kepala, lengan atas, daerah, fibula dan kaki.
- Lebar 10 cm : digunakan untuk daerah femur dan pinggul.
- Lebar 10-15 cm : digunakan untuk dada, abdomen dan punggung.
111
Gambar 2. Roller bandage
2) Triangle Cloth
Pembebat ini berbentuk segitiga terbuat dari kain, masing-masing panjangnya
50-100 cm. Digunakan untuk bagian-bagian tubuh yang berbentuk melingkar atau
untuk menyokong bagian tubuh yang terluka. Biasanya dipergunakan untuk luka pada
kepala, bahu, dada, tangan, kaki, ataupun menyokong lengan atas.
3) Tie shape
Merupakan triangle cloth yang dilipat berulang kali. Biasanya digunakan untuk
membebat mata, semua bagian dari kepala atau wajah, mandibula, lengan atas, kaki,
lutut, maupun kaki.
4) Plaster
Pembebat ini digunakan untuk menutup luka, mengimobilisasikan sendi yang
cedera, serta mengimobilisasikan tulang yang patah. Biasanya penggunaan plester
ini disertai dengan pemberian antiseptic terutama apabila digunakan untuk
menutup luka.
5) Steril Gauze (kasa steril)
Digunakan untuk menutup luka yang kecil yang telah diterapi dengan
antiseptik, antiradang dan antibiotik.
f.
Putaran Dasar Dalam Pembebatan
1) Putaran Spiral (Spiral Turns)
Digunakan untuk membebat bagian tubuh yang memiliki lingkaran yang
sama, misalnya pada lengan atas, bagian dari kaki. Putaran dibuat dengan sudut
yang kecil, ± 30 dan setiap putaran menutup 2/3-lebar bandage dari putaran
sebelumnya.
112
Gambar 3. Putaran Spiral (Spiral Turns)
2) Putaran Sirkuler (Circular Turns)
Biasanya digunakan untuk mengunci bebat sebelum mulai memutar bebat,
mengakhiri pembebatan, dan untuk menutup bagian tubuh yang berbentuk
silinder/tabung misalnya pada bagian proksimal dari jari kelima. Biasanya tidak
digunakan untuk menutup daerah luka karena menimbulkan ketidaknyamanan.
Bebat ditutupkan pada bagian tubuh sehingga setiap putaran akan menutup
dengan tepat bagian putaran sebelumnya.
Gambar 4. Putaran Sirkuler (Circular Turns)
113
3). Putaran Spiral terbalik (Spiral Reverse Turns)
Digunakan untuk membebat bagian tubuh dengan bentuk silinder yang panjang
kelilingnya tidak sama, misalnya pada tungkai bawah kaki yang berotot. Bebat
diarahkan ke atas dengan sudut 30, kemudian letakkan ibu jari dari tangan yang
bebas di sudut bagian atas dari bebat. Bebat diputarkan membalik sepanjang 14 cm
(6 inch), dan tangan yang membawa bebat diposisikan pronasi, sehingga bebat
menekuk di atas bebat tersebut dan lanjutkan putaran seperti sebelumnya.
Gambar 5. Putaran Spiral terbalik (Spiral Reverse Turns)
4). Putaran Berulang (Recurrent Turns)
Digunakan untuk menutup bagian bawah dari tubuh misalnya tangan, jari, atau
pada bagian tubuh yang diamputasi. Bebat diputar secara sirkuler di bagian
proksimal, kemudian ditekuk membalik dan dibawa ke arah sentral menutup semua
bagian distal. Kemudian kebagian inferior, dengan dipegang dengan tangan yang lain
dan dibawa kembali menutupi bagian distal tapi kali ini menuju ke bagian kanan dari
sentral bebat. Putaran kembali dibawa ke arah kiri dari bagian sentral bebat. Pola ini
dilanjutkan bergantian ke arah kanan dan kiri, saling tumpang-tindih pada putaran
awal dengan 2/3 lebar bebat. Bebat kemudian diakhiri dengan dua putaran sirkuler
yang bersatu di sudut lekukan dari bebat.
114
Gambar 6. Putaran Berulang (Recurrent Turns)
5). Putaran seperti angka Delapan (Figure-Eight Turns)
Biasanya digunakan untuk membebat siku, lutut, atau tumit. Bebat diakhiri
dengan dua putaran sirkuler menutupi bagian sentral sendi. Kemudian bebat dibawa
menuju ke atas persendian, mengelilinginya, dan menuju kebawah persendian,
membuat putaran seperti angka delapan. Setiap putaran dilakukan ke atas dan ke
bawah dari persendian dengan menutup putaran sebelumnya dengan 2/3 lebar
bebat. Lalu diakhiri dengan dua putaran sirkuler di atas persendian.
Gambar 7. Putaran Seperti Angka delapan (Figure-Eight Turns)
g. Prinsip Pembebatan (Bandage)
1) Memilih bebat berdasarkan jenis bahan, panjang, dan lebarnya.
2) Bila memungkinkan, menggunakan bebat baru; bebat elastik kadangkala
elastisitasnya berkurang setelah digunakan atau dicuci.
3) Memastikan bahwa kulit pasien di daerah yang terluka bersih dan kering.
115
4) Menutup luka sebelum pembebatan dilakukan di daerah yang terluka.
5) Memeriksa neurovaskuler di bagian distal luka, bila relevan.
6) Bila diperlukan, pasang bantalan untuk menekan daerah yang terluka.
7) Mencari asisten bila bagian dari tubuh yang terluka perlu ditopang selama
prosedur pembebatan dilakukan.
8) Meminta pasien memilih posisi senyaman mungkin, dengan bagian yang akan
dibebat ditopang pada posisi segaris dengan sendi sedikit flexi, kecuali bila hal ini
merupakan kontraindikasi.
9) Melakukan pembebatan berhadapan dengan bagian tubuh yang akan dibebat
(kecuali pada pembebatan kepala dilakukan dari belakang pasien).
10) Memegang rol bebat dengan rol menghadap ke atas di satu tangan, ujung bebat
dipegang tangan yang lain.
11) Mulai melakukan pembebatan dari bagian distal menuju proximal, dari bagian
dengan diameter terkecil menuju diameter yang lebih besar dan dari medial
menuju lateral dari bagian tubuh yang terluka. Jangan mulai membebat di daerah
yang terluka.
12) Untuk memperkuat posisi bebat, supaya bebat tidak mudah terlepas/ bergeser,
lakukan penguncian ujung bebat sebelum mulai memutar bebat.
Gambar 8. Mengunci bebat sebelum memulai memutar
13) Bila memungkinkan, pembebatan dilakukan searah dengan pengembalian darah
vena untuk mencegah pengumpulan darah.
116
14) Memutar bebat saling tumpang tindih dengan 2/3 lebar bebat, pasang bebat
dengan lembut meskipun sambil menekan.
15) Menjaga ketegangan dari bebat, hal ini dibantu dengan memastikan bagian bebat
yang bukan rol tetap dekat dengan permukaaan tubuh.
16) Memastikan bebat yang saling tumpang tindih tidak menekuk atau berkerut.
17) Memastikan bahwa bebat terpasang dengan baik dibagian atas dan bawah daerah
yang terluka, namun jari atau ibu jari jangan dibebat supaya dapat mengobservasi
neurovaskuler daerah tersebut.
18) Memotong bebat bila terlalu panjang sisanya; jangan memutar berlebih di akhir
pembebatan.
19) Mengunci atau menutup bagian akhir bebat, dan memastikan pasien tidak akan
melukai dirinya. Mengunci bagian akhir bebat bisa dilakukan dengan :
- Melakukan beberapa kali putaran sirkuler kemudian dijepit dengan pin atau
diplester.
- Menggunakan simpul (gambar di bawah)
Gambar 9. Atas : Mengunci atau menutup bagian akhir bebat; bawah : square knot
117
h. Prosedur Pembebatan
1) Perhatikan hal-hal berikut :
- Lokasi/ tempat cidera
- Luka terbuka atau tertutup
- Perkiraan lebar atau diameter luka
- Gangguan terhadap pergerakan sendi akibat luka
2) Pilihlah pembebat yang benar, dan dapat memakai kombinasi lebih dari satu jenis
pembebat.
3) Jika terdapat luka dibersihkan dahulu dengan disinfektan, jika terdapat dislokasi
sendi diposisikan seanatomis mungkin.
4) Tentukan posisi pembebat dengan benar berdasarkan :
a)
Pembatasan semua gerakan sendi yang perlu imobilisasi
b)
Tidak boleh mengganggu pergerakan sendi yang normal
c)
Buatlah pasien senyaman mungkin pada saat pembebatan
d)
Jangan sampai mengganggu peredaran darah
e)
Pastikan pembebat tidak mudah lepas.
3. PEMBIDAIAN
Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan adalah bantuan pertama yang diberikan
kepada orang yang cedera akibat kecelakaan dengan tujuan menyelamatkan nyawa,
menghindari cedera atau kondisi yang lebih parah dan mempercepat penyembuhan.
Ekstremitas yang mengalami trauma harus diimobilisasi dengan bidai. Bidai (Splint atau
spalk) adalah alat yang terbuat dari kayu, logam atau bahan lain yang kuat tetapi ringan
untuk imobilisasi tulang yang patah dengan tujuan mengistirahatkan tulang tersebut dan
mencegah timbulnya rasa nyeri.
Tanda tanda fraktur atau patah tulang :

Bagian yang patah membengkak (oedema).

Daerah yang patah terasa nyeri (dolor).

Terjadi perubahan bentuk pada anggota badan yang patah.

Anggota badan yang patah mengalami gangguan fungsi (fungsiolesia).
a. Tujuan Pembidaian
Mahasiswa menguasai penggunaan bidai untuk imobilisasi dengan maksud :
118
1) Mencegah pergerakan atau pergeseran fragmen atau bagian tulang yang patah.
2) Menghindari trauma soft tissue (terutama syaraf dan pembuluh darah pada
bagian distal yang cedera) akibat pecahan ujung fragmen tulang yang tajam.
3) Mengurangi nyeri
4) Mempermudah transportasi dan pembuatan foto rontgen.
5) Mengistirahatkan anggota badan yang patah.
b.
Macam-macam Bidai
1) Splint improvisasi
 Tongkat: payung, kayu, koran, majalah
 Dipergunakan dalam keadaan emergency untuk memfiksasi ekstremitas bawah
atau lengan dengan badan.
2) Splint konvensional
 Universal splint extremitas atas dan bawah
c.
Persiapan Pembidaian
1) Periksa bagian tubuh yang akan dipasang bidai dengan teliti dan periksa status
vaskuler dan neurologis serta jangkauan gerakan.
2) Pilihlah bidai yang tepat.
d.
Alat alat pokok yang dibutuhkan untuk pembidaian
1) Bidai atau spalk terbuat dari kayu atau bahan lain yang kuat tetapi ringan.
2) Pembalut segitiga.
3) Kasa steril.
e.
Prinsip Pembidaian
1) Pembidaian menggunakan pendekatan atau prinsip melalui dua sendi, sendi di
sebelah proksimal dan distal fraktur.
2) Pakaian yang menutupi anggota gerak yang dicurigai cedera dilepas, periksa
adanya luka terbuka atau tanda-tanda patah dan dislokasi.
3) Periksa dan catat ada tidaknya gangguan vaskuler dan neurologis (status
vaskuler dan neurologis) pada bagian distal yang mengalami cedera sebelum dan
sesudah pembidaian.
119
4) Tutup luka terbuka dengan kassa steril.
5) Pembidaian dilakukan pada bagian proximal dan distal daerah trauma (dicurigai
patah atau dislokasi).
6) Jangan memindahkan penderita sebelum dilakukan pembidaian kecuali ada di
tempat bahaya.
7) Beri bantalan yang lembut pada pemakaian bidai yang kaku.
a. Periksa hasil pembidaian supaya tidak terlalu longgar ataupun terlalu ketat
sehingga menjamin pemakaian bidai yang baik
b. Perhatikan respons fisik dan psikis pasien.
f.
Syarat-syarat pembidaian
1) Siapkan alat alat selengkapnya.
2) Sepatu dan seluruh aksesoris korban yang mengikat harus dilepas.
3) Bidai meliputi dua sendi tulang yang patah, sebelumnya bidai diukur dulu pada
anggota badan kontralateral korban yang sehat.
4) Ikatan jangan terlalu keras atau terlalu longgar.
5) Sebelum dipasang, bidai dibalut dengan kain pembalut.
6) Ikatan harus cukup jumlahnya, dimulai dari sebelah atas dan bawah tulang yang
patah.
7) Kalau memungkinkan anggota gerak tersebut ditinggikan setelah dibidai.
g.
Prosedur Pembidaian
1) Persiapkan alat-alat yang dibutuhkan.
2) Lepas sepatu, jam atau asesoris pasien sebelum memasang bidai.
3) Pembidaian melalui dua sendi, sebelumnya ukur panjang bidai pada sisi
kontralateral pasien yang tidak mengalami kelainan.
4) Pastikan bidai tidak terlalu ketat ataupun longgar
5) Bungkus bidai dengan pembalut sebelum digunakan
6) Ikat bidai pada pasien dengan pembalut di sebelah proksimal dan distal dari
tulang yang patah
7) Setelah penggunaan bidai cobalah mengangkat bagian tubuh yang dibidai.
120
h. Contoh penggunaan bidai
1). Fraktur humerus (patah tulang lengan atas).
Pertolongan :
-
Letakkan lengan bawah di dada dengan telapak tangan menghadap ke dalam.
-
Pasang bidai dari siku sampai ke atas bahu.
-
Ikat pada daerah di atas dan di bawah tulang yang patah.
-
Lengan bawah digendong.
-
Jika siku juga patah dan tangan tak dapat dilipat, pasang spalk ke lengan bawah
dan biarkan tangan tergantung tidak usah digendong.
-
Bawa korban ke rumah sakit.
Gambar 10. Pemasangan bidai pada fraktur humerus, atas : hanya fraktur humerus, siku bisa dilipat,
bawah : siku tidak bisa dilipat, juga fraktur antebrachii
121
2). Fraktur Antebrachii (patah tulang lengan bawah).
Pertolongan:
-
Letakkan tangan pada dada.
-
Pasang bidai dari siku sampai punggung tangan.
-
Ikat pada daerah di atas dan di bawah tulang yang patah.
-
Lengan digendong.
-
Bawa korban ke rumah sakit.
Gambar 11. Pemasangan bidai pada fraktur antebrachii
Gambar 12. Pemasangan sling untuk menggendong lengan yang cedera
3) Fraktur clavicula (patah tulang selangka).
a) Tanda-tanda patah tulang selangka :
- Korban tidak dapat mengangkat tangan sampai ke atas bahu.
- Nyeri tekan daerah yang patah.
122
b) Pertolongan :
- Dipasang ransel verban.
- Bagian yang patah diberi alas lebih dahulu.
- Pembalut dipasang dari pundak kiri disilangkan melalui punggung ke ketiak
kanan.
- Dari ketiak kanan ke depan dan atas pundak kanan, dari pundak kanan
disilangkan ke ketiak kiri, lalu ke pundak kanan,akhirnya diberi peniti/ diikat.
- Bawa korban ke rumah sakit.
Gambar 13. Kanan atau kiri : Ransel perban
4) Fraktur Femur (patah tulang paha).
123
Gambar 14. Pemasangan bidai pada fraktur femur
Pertolongan :
- Pasang 2 bidai dari :
a.Ketiak sampai sedikit melewati mata kaki.
b.Lipat paha sampai sedikit melewati mata kaki.
- Beri bantalan kapas atau kain antara bidai dengan tungkai yang patah.
- Bila perlu ikat kedua kaki di atas lutut dengan pembalut untuk mengurangi
pergerakan.
- Bawa korban ke rumah sakit.
5) Fraktur Cruris (patah tulang tungkai bawah).
Pertolongan :
-
Pasang 2 bidai sebelah dalam dan sebelah luar tungkai kaki yang patah.
-
Di antara bidai dan tungkai beri kapas atau kain sebagai alas.
-
Bidai dipasang di antara mata kaki sampai beberapa cm di atas lutut.
-
Bawa korban ke rumah sakit.
124
Gambar 15. Pemasangan bidai pada fraktur cruris
D. OBSERVASI SETELAH TINDAKAN
Tanyakan kepada pasien apakah sudah merasa nyaman dengan bebat dan bidai yang
dipasang, apakah nyeri sudah berkurang, apakah terlalu ketat atau terlalu longgar. Bila pasien
masih merasakan bidai terlalu keras, tambahkan kapas di bawah bidai. Longgarkan bebat jika
dirasakan terlalu kencang. Lakukan re-evaluasi terhadap ekstremitas di sebelah distal segera
setelah memasang bebat dan bidai, meliputi :
-
Warna kulit di distal
-
Fungsi sensorik dan motorik ekstremitas.
-
Pulsasi arteri
-
Pengisian kapiler
Perawatan rutin terhadap pasien pasca pemasangan bebat dan bidai adalah elevasi
ekstremitas secara rutin, pemberian obat analgetika dan anti inflamasi, serta anti pruritik untuk
mengurangi rasa gatal dan untuk mengurangi nyeri. Berikan instruksi kepada pasien untuk
menjaga bebatnya dalam keadaan bersih dan kering serta tidak melepasnya lebih awal dari
waktu yang diinstruksikan dokter.
E. KOMPLIKASI PEMASANGAN
Dalam 1-2 hari pasien kemungkinan akan merasakan bebatnya menjadi lebih kencang
karena berkembangnya oedema jaringan. Berikan instruksi secara jelas kepada pasien untuk
datang kembali ke dokter bila muncul gejala atau tanda gangguan neurovaskuler atau
compartment syndrome, seperti bertambahnya pembengkakan atau rasa nyeri, kesulitan
menggerakkan jari, dan gangguan fungsi sensorik.
125
F. REPOSISI FRAKTUR TERTUTUP DAN DISLOKASI
Penatalaksanaan fraktur terdiri dari manipulasi untuk memperbaiki posisi fragmen dan
splintage untuk menahan fragmen sampai menyatu. Penyembuhan fraktur didukung oleh
pemadatan tulang secara fisiologis, sehingga aktivitas otot dan pemberian beban awal penting
untuk dilakukan. Tujuan ini didukung oleh 3 proses yaitu reduksi, imobilisasi dan latihan. Dua
masalah yang penting yaitu bagaimana mengimobilisasi fraktur namun tetap memungkinkan
pasien menggunakan anggota gerak dengan cukup; hal ini adalah dua hal yang berlawanan
(menahan versus menggerakkan) yang dinginkan ahli bedah untuk mempercepat kesembuhan
(misalnya dengan fiksasi internal). Akan tetapi, ahli bedah juga ingin menghindari resiko yang
tidak diinginkan; ini adalah konflik kedua ( kecepatan versus keamanan). Faktor yang paling
penting dalam menentukan kecenderungan untuk sembuh secara alami adalah kondisi jaringan
lunak sekitar dan suplai darah lokal. Fraktur energi rendah ( atau velositas rendah) hanya
menyebabkan kerusakan jaringan lunak yang parah, walaupun fraktur terbuka ataupun
tertutup.
Tscheme (Oestern and Tscherne, 1984) mengklasifikasikan luka tertutup sebagai berikut :
● Grade 0 : Fraktur simple dengan sedikit atau tidak ada luka jaringan lunak
● Grade 1: Fraktur dengan abrasi superficial atau memar pada jaringan kulit dan
jaringan subkutan.
● Grade 2 : Fraktur yang lebih parah dengan tanda kerusakan jaringan lunak dan
ancaman sindrom compartment.
● Grade 3 : Luka berat dengan kerusakan jaringan halus yang jelas.
Semakin parah tingkatan luka makan semakin besar kemungkinan membutuhkan beberapa
bentuk fiksasi mekanis; stabilitas tulang yang baik membantu penyembuhan jaringan lunak.
REDUKSI
Walaupun
penatalaksanaan
umum
dan
resusitasi
harus
didahulukan,
namun
penanganan fraktur diharapkan tidak terlambat; pembengkakan bagian lunak selama 12 jam
pertama menyebabkan reduksi semakin sulit. Walaupun demikian, terdapat beberapa kondisi di
mana reduksi tidak dibutuhkan yaitu : 1. Saat hanya sedikit atau tidak ada dislokasi; 2. Saat
126
dislokasi bukan suatu masalah ( contoh: fraktur clavicula) dan 3. Saat reduksi tidak mungkin
berhasil ( contoh: fraktur kompresi pada vertebra)
Reduksi harus ditujukan untuk fragmen tulang dengan apposisi yang cukup dan garis
fraktur yang normal. Semakin besar area permukaan kontak antarfragmen semakin besar
kemungkinan terjadinya penyembuhan. Adanya jarak antara ujung fragmen merupakan
penyebab sering union yang terlambat atau nonunion. Di sisi lain, selama ada kontak dan
fragmen segaris (alignment) sedikit overlap pada permukaan fraktur masih diperbolehkan.
Pada
fraktur yang meliputi pemukaan sendi, reduksi harus sedekat mungkin mendekati
sempurna karena adanya irreguleritas akan menyebabkan distribusi muatan yang abnormal
antarpermukaan yang akan berpredispoisisi pada perubahan degenaratif pada kartilago sendi.
Terdapat 2 metode reduksi yaitu tertutup dan terbuka.
Reduksi Tertutup
Di bawah anestesi dan relaksasi otot, fraktur direduksi dengan 3 maneuver:
1. Bagian distal anggota gerak ditarik pada garis tulang;
2. Karena fragment terpisah, maka direduksi dengan melawan arah gaya awal
3. Garis fraktur yang lurus diusahakan pada setiap bidang.
Hal ini lebih efektif dilakukan ketika periosteum dan otot pada satu sisi fraktur tetap utuh
karena ikatan jaringan lunak mencegah over-reduction dan menstabilkan fraktur setelah
direduksi (Charnley 1961).
Beberapa fraktur sulit untuk direduksi dengan manipulasi karena tarikan otot yg terlalu
kuat sehingga membutuhkan traksi yg lama. Traksi tulang atau kulit selama beberapa hari
menyebabkan tegangan jaringan lunak menurun dan memudahkan tejadinya alingment yg lebih
baik; sebagai contoh hal dapat dilakukan untuk fraktur femur, fraktur shaft tibia dan fraktur
humerus supracondylus pada anak. Pada umumnya reduksi tertutup digunakan untuk semua
fraktur dislokasi minimal, untuk sebagian besar fraktur pada anak, untuk fraktur yg tidak stabil
setelah reduksi dan dapat digunakan untuk beberapa bidai dan gips. Fraktur tidak stabil dapat
direduksi juga dengan metode tertutup sebelum dengan fiksasi internal atau eksternal. Hal ini
dilakukan untuk menghindari manipulasi langsung sisi fraktur oleh reduksi terbuka yang
merusak suplai darah lokal dan mungkin menyebabkan waktu penyembuhan lebih lambat.
Traksi yg mereduksi fragmen fraktur melalui ligamentotaxis (tarikan ligament) biasanya dapat
diaplikasikan menggunakan fracture table atau bone distraktor.
127
Gambar 16.
Reposisi tertutup
(a) Traksi pada garis tulang (b) Disimpaksi
(c) Menekan
fragmen pada posisi reduksi ( Sumber : Solomon L. Warwick DJ. Nayagam S. Principles of
Fracture. Apley’s System of Orthopaedics and Fractures, 8th ed. Oxford University Press Inc.
New York. 2001)
Reduksi Terbuka
Indikasi reduksi operatif yaitu : 1) reduksi tertutup gagal, baik karena kesulitan mengontrol
fragmen atau karena jaringan lunak berada diantaranya, 2) terdapat fragmen sendi yang
membutuhkan pengaturan posisi yang akurat, 3) untuk traksi (avulsi) fraktur dengan fragmen
yang terpisah.
DISLOKASI
Dislokasi berarti permukaan sendi bergeser secara lengkap dan tidak utuh lagi.
Subluksasi menekankan pada pergeseran dengan derajat yang lebih ringan dengan permukaan
sendi sebagian masih berapposisi.
128
Gambaran Klinis
Oleh karena cedera, sendi terasa nyeri dan pasien berusaha untuk menghindari
pergerakan sendi. Bentuk sendi abnormal dan penanda tulang dapat bergeser. Anggota gerak
yang mengalami dislokasi sering ditahan pada posisi tertentu karena pergerakan menyebabkan
rasa nyeri dan juga terbatas. Foto sinar-X biasanya memperjelas diagnosis, dan juga
menunjukkan apakah ada luka tulang yang mempengaruhi stabilitas sendi- misalnya dislokasi
fraktur. Sendi yang dicurigai terjadi dislokasi dapat dites dengan menekannya, dan bila terjadi
dislokasi pada lokasi tersebut pasien akan merasakan rasa nyeri menetap yang tidak
tertahankan lebih jauh.
Jika batas sendi dan ligamen rusak, dislokasi berulang dapat terjadi. Hal ini terutama
pada dislokasi sendi bahu dan sendi patellofemoral. Pada dislokasi habitual (voluntary), pasien
mengalami dislokasi atau subluksasi sendi karena kontraksi otot secara volunter. Kelemahan
ligament dapat mempermudah terjadinya hal ini.
Penatalaksanaan
Dislokasi harus direposisi sesegera mungkin; anestesi umum dan muscle relaxant
kadang dibutuhkan. Sendi kemudian diistirahatkan atau diimobilisasi sampai pembengkakan
jaringan lunak berkurang, biasanya setelah 2 minggu. Latihan gerakan terkontrol dimulai
dengan penguatan fungsi kemudian bertahap berkembang dengan monitor fisioterapi. Biasanya
rekonstruksi bedah dibutuhkan untuk kondisi ketidakstabilan sendi yang masih tersisa.
Komplikasi
Komplikasi pada fraktur juga terlihat setelah dislokasi yaitu kerusakan pembuluh darah,
kerusakan saraf, nekrosis avaskular tulang, osifikasi heterotopic, kaku sendi dan osteoarthritis
sekunder.
G. PROSES PENYEMBUHAN TULANG
Pada tulang berbentuk tubulus atau tabung, dan juga fiksasi yang tidak mutlak stabil ,
maka pada umumnya, proses penyembuhan patah tulang akan terjadi melalui 5 tahapan, yaitu
:
(33)
129
1. Kerusakan Jaringan dan Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah terputus dan terbentuk hematoma disekeliling sisi patah tulang . Tulang
pada permukaan patah tulang kehilangan suplai aliran darah dan menjadi jaringan yang mati
kurang lebih mencapai 1 – 2 milimeter
2. Inflamasi dan Proliferasi Seluler
Dalam waktu 8 jam setelah patah tulang, terjadi reaksi inflamasi akut dengan terjadi
proliferasi sel di bawah periosteum dan di dalam kanal intamedullar. Ujung – ujung fragmen
dikelilingi oleh jaringan seluler, yang menjembatani ujung - ujung tepi patah tulang.
Hematoma yang menggumpal perlahan lahan diserap dan muncul pertumbuhan kapiler baru
menuju area tersebut.
3. Pembentukan Callus
Sel – sel berkembang biak dan berpotensi secara chodrogenic maupun osteogenic, dalam
suasana dan kondisi yang tepat maka sel – sel tersebut akan mulai terbentuk dan dalam
beberapa kasus juga mulai terbentuk sel tulang rawan. Populasi sel pada fase ini juga
mencakup osteoclast ( yang mungkin berasal dari pembuluh darah baru ) yang mulai
melapisi permukaan tulang yang mati. Massa selular yang tebal dengan gambaran adanya
sekumpulan sel tulang dan kartilago, membentuk kalus atau splinting pada permukaan
periosteal dan endosteal. Sebagai serat tulang yang immatur ( anyaman tulang baru )
menjadi lebih padat dan termineralisasi, dan gerakan pada tepi - tepi patah tulang akan
mengalami pengurangan yang progresif dan akan berhenti pada saat patah tulang telah
bersatu.
4. Konsolidasi
Dengan berlanjutnya aktivitas dari osteoclastic dan osteoblastic, maka tulang woven akan
bertranformasi menjadi tulang lamellar. Sistem ini cukup kuat untuk memungkinkan
osteoclast untuk membuang semua debris pada garis patah tulang dan tepat dibelakang dari
osteoclast tersebut , maka osteoblast akan mengisi jarak yang tersisa antara fragmen patah
tulang dengan tulang yang baru. Hal ini adalah proses yang lambat dan memerlukan waktu
130
beberapa bulan sebelum tulang menjadi benar – benar kuat untuk menahan beban secara
normal.
5. Remodelling
Pada fase ini , garis patah tulang telah terisi atau dijembatani oleh tulang yang utuh.
Selama perjalanan waktu , beberapa bulan atau mungkin beberapa tahun, maka bentuk
tulang akan berubah perlahan – lahan menyerupai tulang seperti aslinya seiring dengan
proses resorpsi dan formasi tulang.
Gambar 17 : 5 tahapan dalam proses penyembuhan patah tulang , (a) Fase kerusakan jaringan dan
pembentukan hematoma, (b) Fase Inflamasi dan proliferasi seluler, (c) Fase pembentukan kalus, (d) Fase
konsolidasi, (e) Fase Remodelling. ( Sumber : Solomon L. Warwick DJ. Nayagam S. Principles of Fracture.
Apley’s System of Orthopaedics and Fractures, 8th ed. Oxford University Press Inc. New York. 2001)
Untuk menentukan berapa lama waktu yang diperlukan untuk proses penyembuhan
patah tulang , mungkin tidak ada jawaban yang tepat yang mungkin banyak dipengaruhi oleh
usia, suplai darah, jenis patah tulang, dan faktor faktor lain yang mempengaruhi selama masa
penyembuhan patah tulang tersebut. Perkiraan atau prediksi yang memungkinkan adalah
berdasarkan Timetable Perkin’s dimana perkiraan ini sanagt sederhana. Patah tulang spiral
pada ekstremitas atas akan menyatu dalam waktu 3 minggu, untuk mencapai proses
konsolidasi harus dikalikan 2, sedangkan untuk ekstremitas bawah dikalikan 2 lagi, dan untuk
patah tulang transversal dikalikan 2 lagi. Untuk formula penghitungan yang lebih sederhana lagi
adalah sebagai berikut, patah tulang spiral pada ekstremitas atas memerlukan waktu 6 – 8
minggu untuk mencapai proses konsolidasi, untuk ekstremitas bawah diperlukan waktu 2 kali
131
lebih lama. Hal ini perlu ditambahkan sebanyak 25% lagi bila patah tulangnya adalah bukan
patah tulang spiral atau melibatkan tulang femur. Sedangkan patah tulang pada anak – anak
tentu saja proses ini akan berlangsung lebih cepat, dengan perkiraan 2 kali lebih cepat. Angka –
angka ini dibuat hanya dengan perkiraan dan panduan secara kasar, dan tetap harus ada bukti
– bukti pemeriksaan secara klinis dan radiologis hingga pasti tercapainya proses konsolidasi
sebelum beban normal diperbolehkan pada tulang yang patah tulang tanpa splinting
H. CONTOH KASUS
1. Seorang pria berusia 35 tahun pada saat menuruni tangga, karena kurang berhati-hati
pria tersebut terpeleset dan jatuh. Kaki kirinya bengkak dan sakit tetapi masih dapat
untuk berjalan. Keesokan harinya dibawa ke rumah sakit, dilakukan foto Rontgen dan
hasilnya tidak ada tulang yang patah. Saudara sebagai dokter umum, selain memberikan
terapi medikamentosa, penanganan apa yang perlu Saudara berikan? Mengapa?
2. Seorang tukang becak sedang mengayuh becaknya di jalan raya yang masih cukup
ramai di malam minggu sekitar pukul 22.00 WIB. Tiba-tiba dari arah berlawanan muncul
sebuah mobil yang dikendarai keluar dari jalurnya dengan kecepatan tinggi, dan
pengendaranya agak mengantuk. Bapak becak berhasil sedikit menghindar, tetapi
sayang paha kanannya tetap terkena hantaman mobil. Bapak becak tersebut sama
sekali tidak dapat mengangkat tungkainya, karena terasa amat nyeri, memar dan
merah. Bapak tersebut adalah pengguna Kartu Sehat. Kebetulan Saudara sebagai dokter
umum dan sedang melewati jalan tersebut. Tindakan apa yang akan Saudara lakukan?
3. Seorang anak laki-laki berusia 10 tahun sedang menaiki sepedanya sepulang dari
sekolah dengan kencang. Kemudian ada beberapa ekor kambing yang berjalan melintasi
jalan 5 meter didepannya. Anak tersebut berusaha mengerem sepedanya dan
menghindari kambing-kambing itu, tetapi akhirnya dia terjatuh dengan tumpuan tangan
kirinya. Anak tersebut merasakan sakit yang luar biasa pada tangan kirinya dan sulit
menggerakkan lengannya, setelah itu lengan kirinya tampak membengkak dan
memerah dan lengan bawahnya ada cekungan ke bawah. Orang yang berada di sekitar
tempat kejadian, segera mengantar anak ini ke Puskesmas yang terdekat. Saudara
sebagai dokter Puskesmas apa yang akan Saudara lakukan?
4. Seorang
mahasiswi Kedokteran semester II mengendarai sepeda motor dengan
terburu-buru menuju ke kampus karena ada pretest. Saat itu kondisi jalan licin setelah
132
diguyur hujan semalaman. Tiba-tiba di tikungan jalan sepeda motornya oleng karena
bannya selip. Dia terjatuh dan bahu kanannya terantuk stang sepeda motornya
sehingga memar dan nyeri bila digerakkan. Kebetulan Anda adalah seorang dokter
umum terdekat dan dia diantar ke tempat praktek saudara, pertolongan dan saran apa
yang akan saudara berikan?
E. PENUTUP
Pembebatan dan pembidaian merupakan keterampilan medis untuk memberikan
pertolongan pertama pada kecelakaan dengan prinsip mengimobilisasikan bagian tubuh yang
mengalami gangguan atau patah tulang.
133
DAFTAR PUSTAKA
Bouwhuizen, M. 1991. Bahan Bebat dan Pembebatan Luka dalam Ilmu Keperawatan Bagian I.
EGC. Jakarta.
Ellis, J.R., Nowlis, E.A., Bentz, P.M. 1996. Applying Bandages and Binders in Modules for Basic
Nursing Skills. 6th Edition. Lippincot. New York.
http: // www. Worldwidewounds.com/2003/june/Thomas/Laplace-Bandagews.html.
Kozier, B., Erb, G. 1983. Wound Care in Fundamental of Nursing: Concepts and Procedures. 2nd
Edition. Addison-Wesley Publishing Company. Massachuset. USA
Pearce, EC., 1999, Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, Penerbit PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta
Skills Laboratory Manual, 2003, Vital sign Examination and Bandages and Splints, Skills
Laboratory, School of Medicine Gadjah Mada University, Yogyakarta.
Stevens, P.J.M., Almekinders, G.I., Bordui, F., Caris, J., van der Meer, W.E., van der Weyde,
J.A.G. 2000. Pemberian Pertolongan Pertama dalam Ilmu Keperawatan. EGC. Jakarta.
Suwardi, Imobilisasi dan Transportasi
Tim Penyusun Buku Pedoman Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan, Markas Besar Palang
Merah Indonesia.
Wolff, L.V., Weitzel, M.H., Fuerst, E.F. 1984. Dasar-Dasar Ilmu Keperawatan. Buku Kedua.
Gunung Agung. Jakarta.
134
CHECKLIST PENILAIAN KETERAMPILAN
PEMBEBATAN (BANDAGE)
No
Aspek Keterampilan yang Dinilai
Bobot
1.
Berkomunikasi dengan pasien dan menjelaskan tujuan dari
pembebatan dan meminta persetujuan tertulis pasien
dan/atau keluarga (informed consent)
1
2.
Cuci tangan sesuai prosedur (sebelum dan setelah tindakan)
1
3.
Inspeksi dan palpasi bagian tubuh yang terluka, memeriksa
neurovaskuler di bagian distal luka dan range of motion.
1
4.
Perlindungan diri (sarung tangan steril)
1
5.
Memberikan perawatan pertama
disinfektan, kasa steril, reposisi)
6.
Memilih bebat yang sesuai dengan luka
2
7.
Melakukan pembebatan sesuai prosedur dan posisi anatomis
yang benar
2
8.
Memeriksa hasil pembebatan : terlalu kencang? Mudah
lepas? Membatasi gerakan sendi normal?
2
9.
Memeriksa ulang bagian distal dan proximal dari daerah
yang dibebat (pulsasi, oedema, sensasi rasa, suhu, dan
gerakan)
2
10.
Menasehati pasien untuk merawat luka dengan baik,
menjelaskan akibat dari luka dan follow up (kapan bebat
harus diperiksa)
1
11.
Edukasi pada pasien dan keluarga saat merujuk pasien pada
kondisi terpasang bebat
SKOR TOTAL
1
pada
luka
(dengan
0
Skor
1
2
1
Penjelasan :
0
Tidak dilakukan mahasiswa
1
Dilakukan, tapi belum sempurna
2
Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa
karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario
yang sedang dilaksanakan).
Nilai Mahasiswa =
Skor Total
30
x 100%
135
CHECK LIST PENILAIAN KETERAMPILAN
PEMBIDAIAN
No
Aspek Keterampilan yang Dinilai
Bobot
1.
Berkomunikasi dengan pasien dan menjelaskan tujuan
dari tindakan dan meminta persetujuan tertulis pasien
dan/atau keluarga (informed consent)
1
2.
Cuci tangan sesuai prosedur (sebelum dan setelah
tindakan)
Inspeksi dan palpasi bagian tubuh yang terluka,
memeriksa neurovaskuler bagian distal luka, dan range
of motion
Perlindungan diri (sarung tangan steril)
Memberikan perawatan I pada luka (dengan disinfektan,
kasa steril, reposisi, menutup luka / pembebatan)
Memilih splint yang tepat dengan tulang yang patah
Melakukan prosedur pemasangan splint dengan benar
meliputi dua sendi di proksimal dan distal tulang yang
patah
Memeriksa hasil pemasangan splint: terlalu kencang?
Mudah lepas? Membatasi gerakan sendi normal?
Mengimobilisasi ekstremitas yang terluka?
Memeriksa ulang bagian distal dan proximal dari daerah
yang dibebat (pulsasi, oedema, sensasi rasa, suhu, dan
gerakan)
Menasehati pasien untuk mengimobilisasi tulang yang
patah
1
11.
Edukasi pada pasien dan keluarga saat merujuk pasien
pada kondisi terpasang bidai
1
12.
Menjelaskan masa penyembuhan tulang, waktu serta
keuntungan dan kerugian pemasangan bidai
SKOR TOTAL
1
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
0
Skor
1
2
1
1
1
2
2
2
2
1
Penjelasan :
0
Tidak dilakukan mahasiswa
1
Dilakukan, tapi belum sempurna
2
Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa
karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario
yang sedang dilaksanakan).
Nilai Mahasiswa =
Skor Total
32
x 100%
136
BANTUAN HIDUP DASAR (BHD)
Purwoko*, Eko Setijanto*, Rth. Supraptomo, MH*. Sudjito*,Heri Dwi Purnomo*, Novianto Adi
Nugroho^, Rini Setyaningsih^
Tim Skills Lab FK UNS Surakarta
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari keterampilan Triage dan Bantuan Hidup Dasar (BHD) ini,
diharapkan mahasiswa dapat melakukan :
1. Penilaian kesadaran menggunakan AVPU
2. Pijat Jantung Luar (external cardiac massage)
3. Ventilasi mulut – mulut/ mulut – hidung dan sungkup (mask ventilation)
4. Pengelolaan jalan nafas tanpa alat dan menggunakan alat (orofaring tube,intubasi )
pada anak dan dewasa.
5. Cara pemberian oksigen.
*
Bagian Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Surakarta/RSUD dr. Moewardi Surakarta, ^Skills Lab Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas
Maret Surakarta
^
Laboratorium Keterampilan Klinik/Skills Lab FK UNS Surakarta
137
BANTUAN HIDUP DASAR (BHD)
Tata laksana BHD atau RJP memerlukan pengaturan yang sistematis untuk menentukan
keberhasilan resusitasi tersebut. Oleh karena itu diperlukan :
-
Segera tentukan kasus henti jantung dan hubungi sistem kegawatan
-
Lakukan RJP yang terfokus pada kompresi jantung
-
Defibrilasi segera
-
Tindakan advance life support yang efektif
-
Penanganan pasca cardiac arrest yang terintegrasi
Sistematika BHD disusun berdasrkan pedoman menurut American Heart Association (AHA)
2010
-
C-A-B sebagai pengganti A-B-C untuk RJP dewasa, anak dan bayi. Pengecualian hanya
untuk RJP neonatus
-
Tidak ditekankan lagi looking, listening, feeling. Kunci untuk menolong korban henti
jantung adalah aksi (action) tidak lagi penilaian (assesment)
-
Tekan lebih dalam. Dulu antara 3-5 cm. Saat ini AHA menganjurkan penekanan dada
sampai 5 cm
-
Tekan lebih cepat. Untuk frekuensi penekanan, dulu AHA menggunakan kata-kata sekitar
100x/m. Saat ini AHA menganjurkan frekuensi paling tidak (minimal) 100x/m.
-
Untuk awam, AHA tetap menganjurkan: Hands only CPR untuk yang tak terlatih
-
Kenali tanda-tanda henti jantung akut
-
Jangan berhenti memompa/ menekan dada semampunya, sampai AED dipasang dan
menganalisis ritme jantung. Bila perlu memberikan ventilasi mulut ke mulut, dilakukan
dengan cepat dan segera kembali menekan jantung
KUALITAS RJP
-
Kompresi kuat (kedalaman 5 cm) DAN cepat > 100 x/menit. Dengan kembalinya (recoil)
dinding dada yang sempurna setelah kompresi
138
-
Kurangi gangguan pada kompresi
-
Hindari ventilasi yang berlebihan
-
Rotasi penolong yang melakukan kompresi setiap 2 menit
-
Jika tidak ada bantuan jalan nafas advance (misal: intubasi), lakukan RJP
dengan rasio kompresi – ventilasi 30:2
-
Kapnografi gelombang kuantitatif. Bila PetCO2 < 10 mmhg, perbaiki RJP
- Tekanan intra arterial, bila diastolik < 20 mmHg, perbaiki RJP
Kembalinya sirkulasi spontan / ROSC (Return of Spontaneous Circulation)
-
Adanya pulsasi dan terukurnya tekanan darah
-
Meningkatnya PetCO2, biasanya > 40 mmHg
-
Adanya gelombang tekanan arteri yang spontan pada pemantauan tekanan intra arterial
defibrilator
-
Bifasik: sesuai rekomendasi alat (misalnya dosis inisial 120 – 200 joule). Kalau tidak diketahui
gunakan yang terbesar. Kejutan kedua dan seterusnya menggunakan energi yang sama. Energi
yang lebih besar bisa dipertimbangkan.
-
Monofasik: 360 Joule.
139
REKOMENDASI AHA 2010
Dewasa
Deteksi
Anak
Bayi
.................Tidak ada respons (semua usia).........................
Tidak bernafas
Bernafas tidak normal (nafas satu-satu)
Palpasi 10 detik, tidak ada pulsasi (hanya pada RJP oleh tenaga
kesehatan)
Urutan RJP
C-A-B
C-A-B
Frekuensi
Minimal 100 x/menit
Kedalaman
5 cm
5 cm
C-A-B
4 cm
kompresi
Recoil
dinding
Recoil sempurna setelah setiap kompresi dada
dada
RJP oleh tenaga kesehatan: rotasi setiap 2 menit
Dewasa
Gangguan
kompresi
pada
Anak
Bayi
Perkecil gangguan pada kompresi dada
Gangguan pada kompresi dibatasi kurang dari 10 detik
140
Head tilt – chin lift
Jalan nafas
bila tenaga kesehatan mencurigai trauma: lakukan jaw thrust
Ratio K-V sampai
jalan
nafas
advance terpasang
30 – 2
30 – 2
30 – 2
seorang
seorang penolong
penolong
15 – 2
15 – 2
lebih dari seorang penolong
lebih
dari
seorang
penolong
Ventilasi
Ventilasi
jalan
Bila penolong tidak terlatih: hanya kompresi tanpa ventilasi
dengan
nafas
1 nafas setiap 6 – 8 detik ( 8 – 10 pernafasan/ menit )
Tidak perlu sinkron dengan kompresi
advance
(hanya
Sekitar 1 detik setiap nafas
oleh
tenaga
Dinding dada terangkat
kesehatan)
Defibrilasi
Gunakan AED bila tersedia
Kurangi gangguan pada kompresi sebelun dan setelah defibrilasi
Lanjutkan RJP segera setelah setiap defibrilasi
141
PENYEBAB HENTI JANTUNG YANG REVERSIBEL :
-
Hipovolemia
- Tension pneumotoraks
-
Hipoksia
- Tamponade jantung
-
Hidrogen ion (asidosis)
- Toksin
-
Hipokalemia/ hiperkalemia
- Trombosis paru
-
Hipotermia
- Trombosis koroner
142
PENGELOLAAN JALAN NAPAS TINGKAT LANJUT
-
Supraglottic advanced airway (LMA) atau intubasi trakea
-
Kapnografi dengan grafik gelombang untuk memastikan dan memantau posisi intubasi
trakea.
-
Frekuensi 8 – 10 x/menit dengan kompresi jantung kontinyu
TERAPI OBAT
-
Epinefrin IV/IO
: 1 mg setiap 3-5 menit
-
Vasopressin IV/IO
: 40 unit dapat menggantikan dosis pertama dan kedua epinefrin
-
Amiodaron IV/IO
: dosis I 300mg bolus, dosis II 150mg
143
CIRCULATION
Gambar 1. Pijat jantung (separuh bawah dari sternum)
Tangan pertama diletakkan ditengah sternum separuh bawah dari sternum. Tangan kedua
diletakkan diatas tangan pertama, sehingga kedua tangan overlapping dan pararel.
Gambar 2. kompresi jantung
Melakukan pijat luar dengan :
-
Kecepatan minimal 100x/menit
-
Frekuensi 30 kompresi : 2 ventilasi
144
-
Kedalaman minimal 5 cm
-
memberikan dada kesempatan untuk recoil sempurna
-
Rotasi pemijat jantung setiap 2 menit
-
Interupsi minimal selama kompresi (<10 detik)
-
Periksa nadi setiap 2 menit.
AIRWAY MANAJEMEN
Gambar 3. Head tilt dan chin lift
Gambar 4 : Cara melakukan napas buatan mouth to mouth
145
Cara napas buatan :
- posisi bebas jalan nafas
- jepit hidung
- buka mulut
- tiup 1,5 – 2 detik
- lepas / ekshalasi
Bila napas buatan kurang efektif :
- bersihkan dari sumbatan
- head tilt – chin lift  benar
- coba 5 x nafas buatan
Bantuan alat sederhana : Oropharyngeal airway (OPA) dan Nasopharyngeal airway
(NPA)
Bantuan alat lanjutan : Laryngeal mask airway, Combitube, Intubasi dg ETT.
Gambar 5. Jaw thrust
(DEFRIBILLATION)
Defibrilation atau dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan istilah defibrilasi
adalah suatu terapi dengan memberikan energi listrik. Hal ini dilakukan jika penyebab henti
jantung (cardiac arrest) adalah kelainan irama jantung yang disebut dengan fibrilasi ventrikel.
Dimasa sekarang ini sudah tersedia alat untuk defibrilasi (defibrilator) yang dapat digunakan
146
oleh orang awam yang disebut Automatic External Defibrillation (AED),
di mana
alat
tersebut dapat mengetahui korban henti jantung ini harus dilakukan defibrilasi atau tidak. Jika
perlu dilakukan defibrilasi alat tersebut dapat memberikan tanda kepada penolong untuk
melakukan defibrilasi atau melanjutkan bantuan napas dan bantuan sirkulasi saja.
Gambar 6. Tindakan Defibrilasi dengan AED
Penilaian Ulang/Evaluasi
Sesudah 5 siklus ventilasi dan kompresi (+ 2 menit) kemudian korban dievaluasi kembali
- Jika tidak ada nadi dilakukan kembali kompresi dan bantuan napas dengan rasio 30 : 2.
- Jika ada napas dan denyut nadi teraba letakkan korban pada posisi mantap.
- Jika tidak ada napas tetapi nadi teraba, berikan bantuan napas sebanyak 8-10 kali
permenit dan monitor nadi setiap saat.
- Jika sudah terdapat pernapasan spontan dan adekuat serta nadi teraba, jaga agar jalan
napas tetap terbuka kemudian korban / pasien dibaringkan pada posisi mantap (recovery
position).
147
Recovery position :
2
Gambar 7. Posisi sisi mantap (Recovery Position)
148
SUMBER PUSTAKA
AHA. 2010. Cardiopulmonary Resuscitation Guidlaine. Downloaded on April, 10, 2013
Supplement to Circulation. 2010. Journal of The American Heart Association. volume 122
number 18 supplement 3
Anonim. 2010. http : // circ.ahajournals. Org/ content/ vol122/ 18 suppl 3
European Resuscitation Council. https://www.erc.edu/index.php/doclibrary/en/209/1
149
CHECK LIST PENILAIAN KETERAMPILAN
BANTUAN HIDUP DASAR
NO
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
ASPEK KETERAMPILAN YANG DINILAI
Meletakkan telapak tangan yang satunya diatas tangan yang lain
dengan jari-jari tidak boleh menempel di dada.
9.
Melakukan pijat jantung luar dengan :
- Kecepatan minimal 100x/menit
- Frekuensi 30 kompresi : 2 ventilasi
- Kedalaman minimal 5 cm
- Memberikan dada kesempatan untuk recoil sempurna
Membuka jalan nafas dengan cara head tilt dan chin lift atau jaw
thrust.
1 atau 2 penolong : frekuensi tetap 30 kompresi : 2 ventilasi.
Ventilasi dengan terpasang advanced airway (ETT) : 1 kali nafas
tiap 6-8 detik (8-10x nafas/menit). Kompresi tetap 100x/menit
(Hitungan terpisah, tidak ada sinkronisasi antara pijat jantung
dan pemberi nafas).
Membaringkan pasien pada posisi mantap
SKOR TOTAL
11.
12.
2
Memeriksa/ menentukan kesadaran pasien, dengan memanggil
namanya, menepuk bahu dll.
Berteriak minta tolong/aktivasi sistem emergensi
Posisi pasien harus tidur terlentang, dipertahankan pada posisi
horisontal dengan alas yang keras dengan kedua tangan di
samping.
Posisi penolong, berlutut sejajar di samping kanan atau kiri
pasien.
Memastikan ada / tidaknya denyut jantung dengan
memeriksa denyut arteri karotis selama 10 detik
Bila tidak teraba lakukan pijat jantung
Menentukan titik tumpu, dengan meletakan tangan pertama pada
tengah sternum bagian bawah.
8.
10.
0
SKOR
1
Keterangan :
0
1
2
Tidak dilakukan mahasiswa
Dilakukan, tapi belum sempurna
Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa
karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario yang
sedang dilaksanakan).
Nilai Mahasiswa :
Skor Total x 100%
24
150
Download