Tingkat konsumsi energi dan zat gizi pasien penerima diet rendah

advertisement
TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN ZAT GIZI PASIEN PENERIMA
DIET RENDAH GARAM YANG DISAJIKAN DI RUMAH SAKIT ROYAL
TARUMA JAKARTA
YUNI HARIANTI SAGA
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
ABSTRACT
YUNI HARIANTI SAGA. Energy and Nutritients Consumption Levels of The
Patients receiving the Low Salt Diet Treatment in Royal Taruma Hospital Jakarta.
Under direction of HADI RIYADI and VERA URIPI.
The purpose of this research was to identify energy and nutrition
consumption levels on the patients of the low salt diet treatment in Royal Taruma
hospital. Cross sectional study design was applied in this research and samples
were drawn by purposive sampling. The total sample of 26 patients, consist of 15
man and 11 women. Primary data consisted of characteristic sample, history of
disease, food availability in hospital and food consumption. Secondary data was
the data from the Royal Taruma hospital. Data collected using a questionnaire
and also with observasional. Energy availability levels was normally category.
Protein avability levels was over the RDA. Energy and protein consumption level
was defisit category. Energy sufficiency level was defisit and protein sufficiency
level was over the RDA. Result showed that there was significantly correlation
(p<0.05) between waste food and energy and nutrients consumption levels.
Keywords : nutrients, consumption, low salt diet, patients, hospital.
RINGKASAN
YUNI HARIANTI SAGA. Tingkat Konsumsi Energi Dan Zat Gizi Pasien Penerima
Diet Rendah Garam Yang Disajikan Di Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta.
Dibimbing oleh HADI RIYADI dan VERA URIPI.
Tujuan umum penelitian ini untuk mengetahui tingkat konsumsi energi
dan zat gizi pasien penerima diet rendah garam yang disajikan di Rumah Sakit
Royal Taruma Jakarta. Tujuan khususnya adalah (1) mempelajari karakteristik
contoh (jenis kelamin, usia, berat badan, tinggi badan, status gizi, pendidikan dan
pekerjaan); (2) mempelajari riwayat penyakit contoh (jenis diit rendah garam
yang diberikan, jenis penyakit penyerta, aktifitas fisik, lama perawatan di RS dan
status pengalaman konsultasi); (3) mempelajari ketersediaan dan tingkat
ketersediaan energi dan zat gizi terhadap kebutuhan; (4) mengamati konsumsi
energi dan zat gizi contoh terhadap makanan yang disajikan RS dan tingkat
konsumsi energi dan zat gizi contoh terhadap ketersediaan dan kebutuhan; (5)
Menganalisis hubungan lama rawat dengan tingkat konsumsi terhadap
ketersediaan energi dan zat gizi contoh; (6) Menganalisis hubungan sisa
makanan dengan tingat konsumsi terhadap ketersediaan energi dan zat gizi
contoh.
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional
survey, dilakukan di Rumah Sakit Royal Taruma pada bulan Juni-Agustus 2010.
Contoh dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap (usia 20-80 tahun) yang
telah dirawat minimal tiga hari, dirawat di kelas II dan kelas III, penderita
hipertensi dengan atau tanpa komplikasi, mendapatkan diit rendah garam,
kesadaran baik, bisa berkomunikasi dan bersedia menjadi responden. Jumlah
contoh yang diperoleh sesuai dengan kriteria selama penelitian yaitu 26 pasien
(15 contoh pria dan 11 contoh wanita).
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah terdiri atas data primer
dan data sekunder. Data primer terdiri dari : (1) Karakteristik contoh (jenis
kelamin, usia, berat badan, tinggi badan dan aktivitas fisik); (2) Kebutuhan
energi, protein dan lemak sehari contoh; (3) Ketersediaan energi dan zat gizi
makanan yang disajikan di rumah sakit; (4) Konsumsi makanan contoh yang
berasal dari rumah sakit. Data karakteristik contoh dan data kebutuhan energi
dan protein contoh dikumpulkan dengan wawancara menggunakan kuesioner,
pengukuran berat badan tinggi badan dilakukan dengan pengukuran berat badan
dengan timbangan injak dan pengukuran tinggi badan dengan meteran kain .
Data ketersediaan energi dan zat gizi yang disajikan diperoleh dengan melihat
standar porsi di instalasi gizi. Data konsumsi energi dan zat gizi diperoleh dengan
mengamati sisa makan berdasarkan porsi. Data sekunder antara lain: (1)
Gambaran umum rumah sakit meliputi sejarah, pelayanan dan fasilitas, struktur
organisasi, tipe kelas perawatan, kapasitas tempat tidur; (2) Gambaran umum
instalasi gizi rumah sakit diantaranya struktur organisasi, tenaga kerja,
perencanaan menu, penyelenggaan makanan; (3) Data jenis komplikasi, lama
perawatan contoh diperoleh dari dokumen rekam medis pasien. Analisis data
dilakukan dengan menggunaan program Microsoft Excel dan program SPSS
versi 16. Analisis yang dilakukan diantaranya adalah Deskriptif (persentase, ratarata dan simpangan baku) yang terdiri dari: (a) peubah karakteristik contoh
(umur, jenis kelamin, pendidikan dan jenis penyakit penyerta, pekerjaan, aktifitas
fisik); (b) peubah faktor internal (pengetahuan, lama perawatan dan pengalaman
konsultasi); (c) kebutuhan energi dan protein contoh; (d) ketersediaan energi dan
protein; (e) tingkat konsumsi energi dan zat gizi; (f) tingkat kecukupan energi dan
protein.
Contoh 15 pria (58%) berada pada kelompok usia dewasa menengah,
status gizi normal dan 11 wanita (42%) berada pada kelompok usia dewasa
menengah dan status gizi normal. Mayoritas contoh lulusan universitas/akademi
(61,5%) dan seorang wiraswasta (46%). Persentase tertinggi aktifitas adalah
ambulasi (57,7%), lama perawatan 10-20 (54%). Mayoritas contoh pernah
melakukan konsultasi gizi (69%).
Rata-rata kebutuhan energi dan protein pasien pria hipertensi dengan
penyakit penyerta Diabetes Mellitus masing-masing 1726 Kal dan 86 g,
sedangkan rata-rata kebutuhan energi dan protein pasien wanita sebesar 1483
Kal dan 74 g. Rata-rata kebutuhan energi dan protein hipertensi pasien pria
dengan penyakit penyerta gagal ginjal sebesar 1656 Kal dan 42 g, kebutuhan
energi dan protein pasien wanita sebesar 1536 Kal dan 33.8 g. Rata-rata
kebutuhan energi dan protein pasien hipertensi dengan penyakit penyerta
penyakit jantung sebesar 1437 Kal dan 42.2 g. Rata-rata kebutuhan energi dan
protein hipertensi pasien pria tanpa penyakit penyerta sebesar 1740 Kal dan 54.4
g dan pasien wanita sebesar 1518 Kal dan 47.2 g.
Angka rata-rata ketersediaan energi contoh gagal ginjal paling tinggi yaitu
sebesar 2087 Kal. Berdasarkan konsistensi diet, ketersediaan energi dan zat gizi
diet berkonsistensi biasa lebih besar daripada diet berkonsistensi lunak. Tingkat
ketersediaan energi sebagian besar termasuk dalam kategori normal (90-119%
angka kebutuhan) sebanyak 57.7%. Sebanyak 7.7% yang termasuk dalam
kategori defisit (<90% angka kebutuhan) yaitu contoh hipertensi dengan penyakit
penyerta Diabetes Mellitus. Tingkat ketersediaan protein, sebagian besar
termasuk dalam kategori lebih (>120% angka kebutuhan) sebanyak 69.2%, untuk
kategori defisit dan normal memiliki nilai yang sama yaitu 15.4%.
Konsumsi energi terendah adalah hipertensi dengan penyakit penyerta
Diabetes Mellitus sebesar 963 Kal dan gagal ginjal sebesar 1006 Kal. Tingkat
konsumsi energi berada dalam kategori defisit ringan dan defisit berat sebanyak
38.5%. Tingkat konsumsi protein berada dalam kategori defisit tingkat berat
sebanyak 50%. Sebagian besar tingkat kecukupan energi contoh berada di
kategori defisit tingkat berat (70-79% angka kebutuhan). Untuk tingkat
kecukupan protein termasuk dalam kategori diatas angka kebutuhan (>120%
angka kebutuhan).
Sisa makanan tertinggi pada waktu makan pagi adalah makanan pokok
(59%) kemudian diikuti oleh hidangan sayur (36,2%). Pada waktu makan siang,
sisa makanan tertinggi adalah makanan pokok (34,9%), hidangan sayuran
(27,6%) dan lauk hewani (26,8%). Pada waktu malam, sisa makanan tertinggi
adalah sayuran (27,7%), makanan pokok (27,2%) dan lauk nabati (23,7%).
.
TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN ZAT GIZI PASIEN PENERIMA
DIET RENDAH GARAM YANG DISAJIKAN DI RUMAH SAKIT ROYAL
TARUMA JAKARTA
YUNI HARIANTI SAGA
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
Judul :
Nama :
NRP :
Tingkat Konsumsi Energi dan Zat Gizi Pasien Penerima Diet Rendah
Garam Yang Disajikan Di Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta
Yuni Harianti Saga
I 14076010
Menyetujui,
Pembimbing 1
Pembimbing 2
Dr. Ir. Hadi Riyadi. MS
dr. Vera Uripi. S. Ked
NIP. 19610615 1986031004
NIP. 195112071988032001
Mengetahui,
Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS
NIP. 196212041989032002
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tanjung Priuk Jakarta Utara, pada tanggal 3 Juni
1986. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan
Baharuddin Saga dan Munawati.
Pada tahun 1990 penulis memulai pendidikan di Taman Kanak-Kanak
Fajar Jakarta Utara, lalu melanjutkan pendidikan di SDN Pondok Benda II
Pamulang. Pada tahun 1997 pendidikan di SLPN I Pamulang, tahun 2003
menyelesaikan pendidikan di SMU Muhammadiyah 25 Pamulang.
Pada tahun 2004, penulis meneruskan di D III Fakultas Peternakan
program studi Teknologi dan Industri Pakan Institut Pertanian Bogor. Kemudian
penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor program Gizi
Masyarakat, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut
Pertanian Bogor.
Pada tahun 2011, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Tingkat
Konsumsi Energi Dan Zat Gizi Pasien Penerima Diet Rendah Garam Yang
Disajikan Di Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta” yang merupakan salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, memberi kemudahan dan
kesabaran sehingga penulis menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai syarat
Sarjana Jurusan Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian
Bogor. Dalam penyelesaian penulisan skripsi ini penulis tidak terlepas dari doa,
bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS sebagai dosen pembimbing yang telah mengarahkan
penulis
dan
memberi
saran-saran
sejak
penulisan
proposal
sampai
penyempurnaan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Budi Setiawan, MS sebagai dosen penguji yang telah memberikan
koreksi serta saran-saran untuk penyempurnaan penulisan skripsi ini.
3. Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS sebagai dosen pembimbing akademik yang
telah memberikan bimbingan selama penulis menempuh pendidikan di
jurusan Gizi Masyarakat.
4. dr. Yekti Hartati Effendi sebagai dosen pembimbing Internship Dietetik yang
telah memberikan bimbingan, saran, pustaka untuk penyempurnaan penulisan
5. Direktur Utama RS Royal Taruma, Kepala Instalasi Gizi RS Royal Taruma Ibu
Nurhatati SKm dan seluruh karyawan Instalasi Gizi.
6. Papa Baharuddin Saga, Mama Munawati terima kasih atas kasih sayang,
perhatian dan doa tak henti-hentinya untuk keberhasilan penulis. Adik-adik
tersayang Akbar Adi Saputra dan Azzahra Amalia.
7. Dosen-dosen di Jurusan Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia IPB.
Terima kasih atas ilmu yang telah diberikan selama ini hingga penulis dapat
meraih gelar sarjana.
8. Annisa Rizkiriani, SGz yang telah memberikan saran-saran dalam penulisan
skripsi ini.
9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dalam dukungan dan
doa yang diberikan.
vi DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ xii
PENDAHULUAN .....................................................................................................1
Latar Belakang .............................................................................................1
Tujuan ...........................................................................................................3
Kegunaan Penelitian .....................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA
Diet Rendah Garam .....................................................................................4
Penyakit Penerima Diet Rendah Garam......................................................5
Hipertensi .................................................................................................5
Gagal Ginjal .............................................................................................7
Diabetes Mellitus .....................................................................................7
Penyakit Jantung .....................................................................................9
Pelayanan Gizi Rumah Sakit .....................................................................10
Penyelenggaraan Makanan .......................................................................11
Perencanaan Menu ....................................................................................12
Status Gizi .................................................................................................13
Faktor Lingkungan......................................................................................13
Kelas Perawatan ...................................................................................13
Waktu Makan ........................................................................................13
Konsistensi Diet ....................................................................................14
Pengalaman Konsultasi Gizi ................................................................14
Kebutuhan Energi dan Zat Gizi ..................................................................14
Kebutuhan Energi ................................................................................15
Kebutuhan Protein ...............................................................................15
vii Konsumsi Pangan ......................................................................................16
Jenis Kelamin ........................................................................................17
Pendidikan .............................................................................................17
Lemak .........................................................................................................17
Serat ...........................................................................................................18
Natrium .......................................................................................................19
Angka Kebutuhan Gizi ...............................................................................20
Sisa Makanan .............................................................................................21
KERANGKA PEMIKIRAN .....................................................................................22
METODE PENELITIAN
Desain, Tempat dan Waktu........................................................................24
Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh .....................................................24
Jenis dan Cara Pengumpulan Data ...........................................................24
Pengolahan dan Analisis Data ...................................................................26
Analisis Data...............................................................................................29
Definisi Operasional ...................................................................................30
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum RS Royal Taruma .........................................................33
Gambaran Umum Instalasi Gizi .................................................................33
Komponen Ketenagaan .....................................................................33
Struktur Organisasi Instalasi Gizi RS Royal Taruma .........................33
Kegiatan Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakit ..........................34
Karakteristik Pasien....................................................................................36
Jenis Kelamin dan Usia........................................................................36
Status Gizi Berdasarkan Indeks Massa Tubuh ...................................36
Tingkat Pendidikan dan Jenis Pekerjaan ............................................37
Aktifitas Fisik ........................................................................................37
viii Data Riwayat Hipertensi Pasien ................................................................38
Lama Perawatan dan Jenis Penyakit Penyerta Hipertensi .................38
Jenis Penyakit Penyerta dan Usia .......................................................39
Status Melakukan Konsultasi ...............................................................39
Kebutuhan Total Energi dan Protein,Sehari ..............................................40
Ketersediaan Energi dan Gizi Makanan RS ..............................................41
Tingkat Ketersediaan Energi dan Zat Gizi .................................................46
Konsumsi Energi dan Zat Gizi ...................................................................48
Tingkat Konsumsi dan Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi .........50
Sisa Makanan .....................................................................................52
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................53
Kesimpulan.................................................................................................53
Saran ..........................................................................................................54
DAFTARA PUSTAKA ...........................................................................................55
LAMPIRAN ............................................................................................................58
ix DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1
Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO..................................................
6
2
Dietary References Intake (DRI) natrium (IOM 2004) .......................
19
3
Data, Jenis Data, Cara Pengumpulan Data dan Alat Yang
Digunakan .........................................................................................
25
4
Faktor Penyakit (injury factor) ...........................................................
27
5
Peubah dan Kategori Peubah Karakteristik, Lingkungan dan
Konsumsi Contoh ..............................................................................
28
6
Peubah dan Kategori Tingkat Ketersediaan, Tingkat Konsumsi dan
Tingkat Kecukupan Menurut Direktorat Bina Gizi Masyarakat
(1996) ..............................
28
7
Sebaran Pasien Berdasarkan Kelompok Usia dan Jenis Kelamin....
37
8
Sebaran Pasien Berdasarkan Status Gizi ........................................
38
9
Sebaran Pasien Berdasarkan Jenis Pekerjaan dan Tingkat
Pendidikan ........................................................................................
38
10
Sebaran Pasien Berdasarkan Aktifitas Fisik dan Jenis Penyakit
Penyerta dengan Hipertensi ..............................................................
39
11
Sebaran Pasien Berdasarkan Jenis Penyakit Penyerta dengan
Hipertensi dan Lama Rawat ..............................................................
39
12
Sebaran Pasien Berdasarkan Jenis Penyakit Penyerta dan
Kelompok Usia ..................................................................................
40
13
Sebaran Pasien Berdasarkan Jenis Penyakit Penyerta &
Pengalaman Konsultasi ....................................................................
41
14
Kebutuhan Energi dan Zat Gizi menurut Jenis Penyakit Penyerta
Hipertensi dengan Jenis Kelamin ......................................................
42
15
Ketersediaan Sarapan Makanan RS Berdasarkan Paket Yang
Disediakan ........................................................................................
43
16
Ketersediaan Energi, Protein dan Lemak berdasarkan Menu dan
Konsistensi Diet
44
17
Ketersediaan Serat dan Natrium berdasarkan Menu dan
Konsistensi Diet ................................................................................
44
18
Ketersediaan Snack RS Berdasarkan Diet Yang Diberikan ..............
45
19
Rata-rata Ketersediaan Serat dan Natrium Buah berdasarkan Jenis
Diet ....................................................................................................
45
20
Rata-rata Ketersediaan Energi dan Zat Gizi Contoh Berdasarkan
Jenis Penyakit Penyerta dengan Hipertensi .....................................
46
21
Rata-rata Ketersediaan Energi dan Zat Gizi Berdasarkan Jenis
Penyakit Penyerta dengan Hipertensi dan Konsistensi Lunak
(bubur) ...............................................................................................
47
x 22
Rata-rata Ketersediaan Energi dan Zat Gizi Berdasarkan Jenis
Komplikasi dengan Hipertensi dan Konsistensi Biasa (nasi tim) ......
46
23
Rata-rata Ketersediaan Energi dan Zat Gizi Berdasarkan Jenis
Komplikasi dengan Hipertensi dan Konsistensi Biasa (nasi) ............
46
24
Tingkat Ketersediaan Energi Berdasarkan Jenis Penyakit Penyerta.
47
25
Tingkat Ketersediaan Protein Berdasarkan Jenis Penyakit Penyerta
47
26
Perbandingan Rata-rata Ketersediaan dan Rata-rata Konsumsi
Berdasarkan Jenis Komplikasi dengan Hipertensi dengan
Konsistensi Diet (bubur, nasi tim dan nasi biasa) .............................
48
27
Konsumsi Energi dan Zat Gizi Berdasarkan Jenis Penyakit
Penyerta ............................................................................................
49
28
Tingkat Konsumsi Energi Berdasarkan Jenis Penyakit Penyerta…...
50
29
Tingkat Konsumsi Protein Berdasarkan Jenis Penyakit Penyerta ....
50
30
Tingkat Konsumsi Lemak, Natrium dan Serat ...................................
51
31
Tingkat Kecukupan Energi Berdasarkan Jenis Penyakit Penyerta....
51
32
Tingkat Kecukupan Protein Berdasarkan Jenis Penyakit Penyerta ..
52
33
Persentase Sisa Makanan Berdasarkan Waktu Makan dan Jenis
Makanan ...........................................................................................
53
xi DAFTAR GAMBAR
Nomor
1
Halaman
Kerangka Pemikiran Tingkat Konsumsi Energi dan Zat Gizi
Pasien Penerima Diet Rendah Garam Yang di Sajikan di RS
Royal Taruma Jakarta ........................................................................
23
xii DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1
Gambar dan Peta Lokasi Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta ..............
61
2
Struktur Organisasi Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta .......................
62
3
Jumlah Kamar dan Tempat Tidur RS Royal Taruma Jakarta ................
63
4
Struktur Organisasi Instalasi Gizi RS Royal Taruma Jakarta .................
64
5
Standar Makanan Pasien Kelas II ..........................................................
65
6
Standar Makanan Pasien Kelas III .........................................................
66
7
Menu Sarapan Pasien RS Royal Taruma Jakarta .................................
67
8
Menu Makan Siang dan Malam Kelas II dan Kelas III RS Royal 70
Taruma Jakarta ......................................................................................
9
Menu Snack Menurut Jenis Diet di RS Royal Taruma Jakarta …………
71
10
Menu Buah Menurut Jenis Diet di RS Royal Taruma Jakarta ................
72
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Menurut UU Kesehatan No 23 tahun 2002. Tujuan Pembangunan
Kesehatan adalah terciptanya harapan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk
untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal sebagai salah
satu kesejahteraan penduduk. Perwujudan derajat kesehatan yang optimal,
diharapkan dapat mencapai kehidupan penduduk yang produktif baik aspek
sosial maupun aspek ekonomi. Tahun 2010 merupakan tahun yang ditetapkan
pemerintah sebagai tahun menuju Indonesia Sehat 2010. Adanya peningkatan
derajat kesehatan diharapkan dapat meningkatan kesejahteraan masyarakat
Indonesia sehingga dapat bersaing dengan individu lain.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No 1204/Menkes/SK/X/2004
rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan, tempat berkumpulnya
orang sakit maupun orang sehat atau dapat menjadi tempat penularan penyakit
serta
memungkinkan
terjadinya
pencemaran
lingkungan
dan
gangguan
kesehatan. Kegiatan perencanaan pelayanan gizi di rumah sakit meliputi
penyelenggaraan makanan bagi pasien rawat inap. Tujuan dilaksanakannya
penyelenggaraan makanan di rumah sakit untuk menyediakan makanan yang
kualitasnya baik dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan serta pelayanan
yang layak dan memadai bagi konsumen yang membutuhkan. Komponen
penyelenggaraan makanan yang kurang terkoordinasi akan mempengaruhi mutu
produk makanan dan selanjutnya akan mempengaruhi persepsi konsumen atas
makanan yang disajikan (Almatsier 2001).
Makanan merupakan salah satu cara pengobatan non medis sehingga
memiliki peran penting bagi pasien. Pengaturan konsumsi makanan bagi orang
sakit perlu memperhatikan faktor psikologis, sosial budaya, keadaan jasmani dan
keadaaan gizi orang sakit tersebut (Moehyi 1992). Tingkat konsumsi pangan
merupakan bagian penting dari suatu kesehatan seseorang. Infeksi dan demam
dapat menyebabkan menurunnya nafsu makan atau menimbulkan kesulitan
menelan dan mencerna makanan. Untuk itu orang yang sakit atau berada dalam
masa penyembuhan memerlukan pangan khusus karena kesehatannya kurang
baik. Makanan atau menu diet yang diberikan kepada pasien harus yang:
a).mempunyai kandungan gizi yang baik dan seimbang sesuai dengan keadaan
pasien; b) tekstur makanan disesuaikan dengan kemampuan dan keadaan
2 pasien; c) makanan harus mudah dicerna dan tidak merangsang; d) bebas
bahan pengawet dan pewarna; e)mempunyai penampilan dan cita rasa menarik
sehingga menggugah selera pasien.
Penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit kronik atau menahun. Dari
hasil penelitian WHO (World Health Organization) menyatakan bahwa 25%
angka kematian berkaitan dengan penyaki kardiovaskuler, sedangkan di
Indonesia, penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian utama
dengan angka sekitar 15%. Dari kasus tersebut 30%-60% adalah kasus
gangguan jantung iskemik dan hipertensi. Hasil Survey Kesehatan (SKRT) tahun
2002 menunjukkan bahwa prevalensi di Indonesia cukup tinggi, 83 per 1000
anggota rumah tangga. Hipertensi adalah tekanan darah yang melebihi dari
batasan normal (Junaidi 2010). Tekanan dihasilkan oleh kekuatan jantung ketika
memompakan darah, yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah sistolik,
tekanan darah diastolik atau keduanya secara terus menerus dan WHO
mendefinisikan tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik adalah lebih
dari 160/95 mmHg.
Hipertensi menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius, karena
jika tidak terkendalikan akan berkembang dan menimbulkan komplikasi yang
berbahaya. Akibatnya bisa fatal karena sering timbul komplikasi, misalnya
diabetes mellitus, gagal ginjal dan penyakit jantung koroner.
Diet rendah garam adalah pembatasan pemberian garam yang natrium
seperti yang terdapat didalam garam dapur (NaCl), soda kue (NaHCO), baking
powder, natrium benzoat dan vetsin. Hipertensi dapat dikurangi dengan
penatalaksanaan diet yang baik. Penatalaksanaan diet yang baik dengan
memberikan diet rendah garam. Diet rendah garam mempengaruhi selera makan
pasien karena pemberian garam yang dibatasi mempengaruhi rasa makanan.
Penurunan selera makanan karena rasa makanan menyebabkan pasien tidak
menghabiskan porsi makanan yang disajikan yang berakibat kebutuhan gizinya
tidak terpenuhi.
Bila keadaan ini terjadi pada pasien yang dirawat di rumah sakit akan
mengakibatkan penurunan berat badan dan menimbulkan masalah gizi kurang
serta memperlambat penyembuhan penyakit. Berdasarkan hal-hal tersebut,
maka perlu dilakukan penelitian mengenai tingkat konsumsi energi dan zat gizi
pasien penerima diet rendah garam.
3 Tujuan
Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat konsumsi
energi dan zat gizi pasien penerima diet rendah garam yang disajikan di Rumah
Sakit Royal Taruma Jakarta.
Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah :
1. Mempelajari karakteristik contoh meliputi jenis kelamin, usia, berat badan,
tinggi badan, status gizi, pendidikan dan pekerjaan.
2. Mempelajari riwayat penyakit contoh meliputi jenis diit rendah garam yang
diberikan, jenis penyakit penyerta, aktifitas fisik, lama perawatan di RS
dan status pengalaman konsultasi.
3. Mempelajari ketersediaan dan tingkat ketersediaan energi dan zat gizi
terhadap kebutuhan.
4. Mengamati konsumsi energi dan zat gizi contoh terhadap makanan yang
disajikan RS dan tingkat konsumsi energi dan zat gizi contoh terhadap
ketersediaan dan kebutuhan.
5. Menganalisis hubungan lama rawat dengan tingkat konsumsi terhadap
ketersediaan energi dan zat gizi contoh.
6. Menganalisis hubungan sisa makanan dengan tingat konsumsi terhadap
ketersediaan energi dan zat gizi contoh.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran dan informasi tentang
tingkat konsumsi energi dan zat gizi pasien yang menerima diet rendah garam di
RS Royal Taruma Jakarta. Selain itu juga dapat menjadi bahan masukan untuk
rumah sakit dalam penyempurnaan kegiatan pelayanan makanan untuk pasien
umumnya dan pasien yang mendapat diet rendah garam khususnya.
TINJAUAN PUSTAKA
Diet Rendah Garam
Diet rendah garam pada dasarnya adalah diet biasa yang dimasak tanpa
garam serta mengurangi penggunaan bahan makanan yang kandungan
natriumnya tinggi (Moehyi, 1999). Diet rendah garam dalam arti sebenarnya
adalah rendah sodium atau natrium (Purwati, Salimar & Rahayu 2001).
Bahan makanan yang dapat dimakan pada diet rendah garam
diantaranya adalah : sumber karbohidrat berupa beras, kentang, singkong,
terigu, tapioka, hunkwe, gula, makanan yang diolah dari bahan makanan tanpa
garam dapur dan soda seperti: makaroni, mi, bihun, roti, biskuit roti kering;
sumber protein hewani berupa daging dan ikan maksimal 100 gram sehari; telur
maksimal 1 butir sehari; sumber protein nabati berupa semua kacang-kacangan
dan hasilnya diolah dan dimasak tanpa garam dapur; sayuran berupa semua
sayuran segar, sayuran yang diawet tanpa garam dapur dan natrium benzoate;
semua buah-buahan segar, buah yang diawet tanpa garam dapur dan natrium
benzoat; lemak berupa minyak goreng, margarin dan mentega tanpa garam;
minuman berupa teh, kopi dan semua bumbu-bumbu kering yang tidak
mengandung garam dan lain ikatan natrium. Garam dapur sesuai ketentuan
untuk Diet Rendah Garam II dan III) (Almatsier 2006).
Bahan makanan yang tidak dianjurkan untuk diberikan atau dimakan
pada diet rendah garam diantaranya adalah: roti, biskuit dan kue-kue yang
dimasak dengan garam dapur atau baking powder dan soda; otak, ginjal, lidah,
sardine; daging, ikan, susu dan telur yang diawet dengan garam dapur seperti
daging asap, ham, bacon, dendeng, abon, keju, ikan asin, ikan kaleng, kornet,
ebi, udang kering, telur asin dan telur pindang; keju kacang tanah dan semua
kacang-kacangan dan hasilnya yang dimasak dengan garam dapur dan lain
ikatan natrium; sayuran yang dimasak dan diawet dengan garam dapur dan lain
ikatan natrium, seperti sayuran dalam kaleng, sawi asin, asinan dan acar; buahbuahan yang diawet dengan garam dapur dan lain ikatan natrium, seperti buah
dalam kaleng; margarin dan mentega biasa; minuman ringan; garam dapur untuk
Diet Rendah Garam I, baking powder, soda kue, vetsin dan bumbu-bumbu yang
mengandung garam dapur seperti kecap, magi, tomato ketchup, petis dan tauco
(Almatsier 2006).
5
Diet rendah garam bertujuan untuk membantu menghilangkan retensi
garam atau air dalam jaringan tubuh dan menurunkan tekanan darah pada
hipertensi. Syarat-syarat diet yaitu cukup kalori, protein, mineral dan vitamin;
bentuk makanan disesuaikan dengan keadaan penyakit; jumlah natrium yang
diperbolehkan disesuaikan dengan keadaan penyakit; jumlah natrium yang
diperbolehkan disesuaikan dengan berat tidaknya retensi garam/air dan atau
hipertensi (Bagian Gizi RS. Dr. Cipto Mangunkusumo dan Persatuan Ahli Gizi
Indonesia 2006).
Sesuai dengan keadaan penyakit, ada berbagai tingkat diet rendah
garam, yaitu Diet Rendah Garam I, II dan III. Diet Rendah Garam I mengandung
200-400 mg natrium, dalam pemanasan tidak ditambahkan garam dapur, bahan
makanan mengandung natrium tinggi dihindarkan, makanan diberikan kepada
penderita dengan oedema, asites dan atau hipertensi berat. Diet Rendah Garam
II mengandung 600-800 mg natrium, dalam pemasakan boleh menggunakan
seperempat sendok teh garam dapur (1g), bahan tinggi natrium dihindarkan,
makanan diberikan kepada penderita dengan oedema, asites dan hipertensi
tidak terlalu berat. Diet Rendah Garam III mengandung 1000-1200 mg natrium,
dalam pemasakan diperbolehkan menggunakan setengah sendok teh (2g)
garam dapur. Makanan ini diberikan kepada penderita dengan oedema dan atau
hipertensi ringan (Bagian Gizi RS. Dr. Cipto Mangunkusumo dan Persatuan Ahli
Gizi Indonesia 2006).
Penyakit Penerima Diet Rendah Garam
Berbagai jenis penyakit yang menerima Diet Rendah Garam. Penyakit
yang menerima Diet Rendah Garam diantaranya adalah penyakit-penyakit yang
disertai dengan hipertensi dan oedem .
Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah tekanan darah yang melebihi
dari batas normal (Junaidi 2010). Nilai normal yang biasanya digunakan adalah
berkisar antara (sistolik/diastolik) 120/80 mmHg sampai dengan 140/90 mmhg
yang juga dipengaruhi oleh bertambahnya usia. Diatas nilai normal, dikatakan
tekanan darah tinggi yang salah satu klasifikasinya berdasarkan berat ringannya
hipertensi yaitu dari kategori hipertensi ringan sampai dengan berat (>180 mmHg
untuk sistolik dan > 105 mmHg diastolik).
6
Patofisiologi hipertensi masih belum jelas, namun pada sejumlah kecil
pasien, penyakit ginjal atau korteks adrenal (2% dan 5%) merupakan penyebab
utama peningkatan tekanan darah (Adib 2009).
WHO dan International Society of Hypertension Working Goup (ISHWG)
telah mengelompokkan hipertensi seperti pada Tabel 1 dibawah ini :
Tabel 1. Klasifikasi hipertensi menurut WHO
Kategori
Optimal
Normal
Normal-tinggi
Tingkat 1 (hipertensi ringan)
Tingkat 2 (hipertensi sedang)
Tingkat 3 (hipertensi berat)
Hipertensi sistol terisolasi (isolated systolic
hypertension)
Sumber: Aulia 2008
Sistol (mmHg)
<120
<130
130-139
140-159
160-179
≥180
≥140
Diastol (mmHg)
<80
<85
85-89
90-99
100-109
≥110
<90
Para ahli berpendapat bahwa hipertensi bisa diturunkan secara herediter.
Itu artinya, bila salah satu dari orang tua kita menderita hipertensi maka
kemungkinan besar anak anaknya juga akan menderita penyakit yang sama.
Penyakit ini sering dialami oleh orang dewasa dan mereka yang sudah berusia
lanjut. Hipertensi lebih sering diderita oleh kaum laki laki daripada kaum
perempuan.
Walaupun
demikian,
perempuan
yang
mengkonsumsi
pil
kontrasepsi juga mudah terkena hipertensi. Orang yang sering mengalami stress
juga rawan terkena hipertensi begitu juga dengan mereka yang perokok berat
(Adib 2009).
Banyak cara mengontrol tekanan darah. Salah satunya dengan menjaga
pola makan. Menghindari konsumsi garam yang berlebihan bisa menjauhkan dari
hipertensi. Peningkatan volume darah dan penyempitan pembuluh darah yang
memaksa kerja jantung untuk memompa darah. Garam menyebabkan tubuh
menahan air dengan tingkat melebihi ambang batas normal tubuh sehingga
dapat meningkatkan volume darah dan tekanan darah tinggi. Apabila asupan
garam bisa dikurangi hingga setengahnya, maka 2,5 juta jiwa di seluruh dunia
akan terselamatkan dari serangan jantung dan stroke. Meskipun sodium
terkandung dalam garam, sebesar 80 persen kandungan sodium terdapat pada
makanan yang diproses atau makanan kemasan. Santoso menyarankan untuk
mewaspadai asupan garam yang berlebih.Hal itu disebabkan garam merupakan
sumber sodium yang utama dan faktor utama penyebab meningkatnya tekanan
darah atau hipertensi yang dapat berkembang menjadi penyakit-penyakit
kardiovaskuler.
7
Gagal Ginjal
Gagal ginjal adalah sebuah penyakit dimana fungsi organ ginjal
mengalami penurunan sehingga tidak lagi mampu bekerja sama seKali dalam
penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan
zat kimia tubuh seperti sodium dan Kalium didalam darah atau produksi urin
(Colvy 2010).
Penyakit gagal ginjal itu sendiri dapat dikategorikan menjadi 2 golongan
besar diantaranya adalah; a) Gagal Ginjal Akut adalah kemunduran yang cepat
dari kemampuan ginjal dalam membersihkan darah dari bahan-bahan racun,
yang menyebabkan penimbunan limbah metabolik di dalam darah. Gagal ginjal
akut merupakan akibat dari berbagai keadaan seperti berkurangnyaaliran darah
ke ginjal, penyumbatan aliran kemih setelah meninggalkan ginjal atau trauma
pada ginja; b) Gagal Ginjal Kronik adalah penurunan fungsi ginjal dalam sKala
kecil. Itu merupakan proses normal bagi setiap manusia seiring bertambahnya
usia. Namun, hal ini tidak menyebabkan kelainan atau menimbulkan gejala
karena masih dalam batas wajar yang dapat ditolerir ginjal dan tubuh (Colvy
2010). Tetapi karena berbagai sebab, dapat terjadi kelainan dimana penurunan
fungsi ginjal terjadi secara progesif sehingga menimbulkan berbagai keluhan dari
ringan sampai bert. Kondisi ini disebut gagal ginjal kronik (GGK) atau Chronic
Renal Failure (CRF).
Penderita gagal ginjal perlu memperhatikan menu makanan yang
dikonsumsi. Selain mendapatkan diet ginjal, diet yang diberikan adalah diet
rendah garam. Penderita gagal ginjal perlu membatasi konsumsi garam. Garam
mengandung unsur natrium yang bersifat menahan air. Konsumsi garam
menyebabkan tumpukan cairan dalam tubuh. Tumpukan cairan ini menyebabkan
jantung dan paru-paru bekerja dengan lebih keras. Pengurangan asupan garam
akan mengurangi penumpukkan cairan dalam tubuh dan akan mengurangi rasa
haus (Colvy 2010).
Diabetes Mellitus
Arateus, pada tahun 200 sebelum Masehi merupakan orang yang
pertama Kali memberi nama Diabetes. Diabetes berarti “mengalir terus” dan
Mellitus berarti “manis”. Disebut Diabetes karena selalu minum dalam jumlah
banyak (polidipsia) yang kemudian mengalir terus berupa urine yang banyak
(poliuria). Disebut mellitus karena urine penderita ini mengandung glukosa
(Tjokroprawiro 2001).
8
Pada dasarnya, Diabetes Mellitus disebabkan oleh hormon insulin
penderita yang tidak mencukupi atau tidak efektif sehingga tidak dapat bekerja
secara normal. Padahal, insulin mempunyai peran utama mengatur kadar
glukosa didalam darah, yaitu (pada orang normal) sekitar 60-120 mg/dl waktu
puasa dan dibawah 140 mg/dl pada dua jam sesudah makan. Komplikasi yang
sering terjadi pada Diabetes Mellitus diantaranya adalah: a) Retinopati Diabetik
adalah penyempitan pembuluh darah di mata; b) Penyakit Jantung Koroner
adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh penyempitan pembuluh darah
koroner. Pembuluh darah koronen adalah pembuluh darah yang memberi makan
jantung. Jika pembuluh darah koroner menyempit, otot jantung akan kekurangan
oksigen dari makanan. Otot jantung menjadi lemah atau sebagian otot jantung
mati, keadaan inilah yang disebut infark jantung atau infark miokard akut; c)
Neuropati Diabetik adalah kelainan urat syaraf akibat penyakit Diabetes Mellitus;
d) Angiopati Diabetik adalah penyempitan pembuluh darah pada Diabetes
Mellitus. Angiopati diabetik pada pembuluh darah besar atau sedang disebut
makroangiopati diabetiki, sedangkan angiopati diabetik pada pembuluh darah
kapiler disebut mikroangiopati diabetik; e) Gangren Diabetik adalah luka pada
kaki yang merah kehitam-hitaman dan berbau busuk yang terjadi karena ada
sumbatan di pembuluh darah sedang atau besar di tungkai (makroangiopati
diabetik). Bila sumbatan terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar, penderita
Diabetes Mellitus akan merasa tungkai sakit sesudah berjalan pada jarak
tertentu, karena aliran darah ke tungkai berkurang disebut claudicatio intermitten;
f) Kulit penderita Diabetes Mellitus umumnya menjadi kurang sehat atau kuat
dalam pertahanannya sehingga mudah terkena infeksi dan penyakit jamur.
Penderita lebih mudah mengalami bisul (furunkel) bahkan bisul bisa sangat besar
(karbunkel) (Tjokroprawiro 2006).
Buah-buahan yang dianjurkan adalah buah yang kurang manis atau
disebut buah golongan B seperti pepaya, kedondong, pisang, apel, tomat dan
semangka yang kurang manis. Buah-buahan yang manis (buah golongan A)
harus dilarang diberikan kepada Diabetisi, cukup seKali seperti sawo, mangga,
jeruk, rambutan, durian, anggur.
Sayur golongan A mengandung 6% karbohidrat dan penggunaanya harus
diperhitungkan Kalorinya. Sayuran golongan B hanya mengandung 3%
karbohidrat, sehingga dapat digunakan dengan agak bebas (Tjokroprawiro
2001).
9
Bawang merah bersifat hipoglikemik yaitu menurunkan kadar glukosa
darah. Buncis bersifat hipoglikemik, hiperkolesterolemik yaitu menurunkan kadar
kolesterol darah dan hipotrigliseridemik yaitu menurunkan kadar trigliserida
darah. Wortel dan sayuran hijau mengandung betakaroten yang penting sebagai
antiradiKal bebas. Bawang putih mempunyai efek 10x lebih kuat daripada
bawang merah. Oleh karena itu, bawang merah dan bawang putih dianjurkan
untuk dipakai sebagai makanan tambahan bagi penderita diabetes demikian pula
buncis (Tjokroprawiro 2006).
Pada umumnya pada Diabetes Mellitus menderita juga hipertensi.
Hipertensi yang tidak dikelola dengan baik akan mempercepat kerusakan pada
ginjal dan kelainan kardiovaskuler. Sebaliknya apabila tekanan darah dapat
dikontrol
makan
akan
memproteksi
terhadap
kompilkasi
mikro
dan
makrovaskuler yang disertai pengelolaan hiperglikemia yang terkontrol.
Penyakit Jantung
Jantung adalah organ berupa otot, berbentuk kerucut, berongga dan
dengan basisnya diatas dan puncaknya dibawah. Ukuran jantung kira-kira
sebesar kepalan tangan. Jantung dewasa beratnya antara 220-260 g. Jantung
terbagi oleh sebuah septum (sekat) menjadi dua belah, yaitu kiri dan kanan.
Jantung merupakan organ pemompa yang besar yang memelihara peredaran
melalui seluruh tubuh. Arteri membawa darah dari jantung dan vena membawa
darah ke jantung (Pearce, 2002).
Penyakit jantung adalah suatu kondisi ketika kerusakan dialami oleh
bagian otot jantung (myocardium) akibat sangat berkurangnya pasokan darah
dan itu terjadi mendadak (Adib 2010). Berkurangnya pasokan darah ke jantung
secara tiba-tiba dapat terjadi ketika salah satu nadi koroner ter-blokade selama
beberapa saat, entah akibat spasme-mengencangnya nadi koroner atau akibat
penggumpalan darah (thrombus). Bagian otot jantung yang biasanya dipasok
oleh nadi yang terblokade akan berhenti berfungsi dengan baik segera setelah
splasme reda dengan sendirinya, sehingga gejala-gejalanya pun hilang secara
menyeluruh dan otot jantung benar-benar berfungsi secara normal. Keadaan ini
sering disebut crescendo angimna atau insufficiency (Eric dkk 2008).
Sebaliknya apabila pasokan darah ke jantung berhenti sama seKali, selsel yang bersangkutan mengalami perubahan yang permanen hanya dalam
beberapa jam saja dan bagian otot jantung tersebut akan mengalami penurunan
10
mutu atau rusak secara permanen. Otot yang mati ini disebut infark. Pada saat
inilah serangan jantung akan terjadi.
Sistem vaskuler membawa darah yang kaya oksigen menjauhi jantung
menuju pembuluh darah, arteri dan kapiler untuk masuk ke jaringan, setelah
jaringan mendapatkan oksigen, darah masuk ke vena dan dibawa kembali ke
jantung dan paru-paru. Hubungan penyakit jantung dengan tekanan darah tinggi
adalah tekanan darah tinggi disebabkan karena menimbunnya lemak dalam
pembuluh darah sehingga menghambat saluran darah, akibatnya jantung akan
memompa darah lebih kuat. Tekanan darah adalah cara sederhana untuk
mengukur seberapa keras jantung bekerja untuk mengedarkan darah ke seluruh
tubuh. Tekanan darah tinggi yang kronis sangat mempengaruhi jantung dan
arteri. Tekanan darah yang tinggi dapat diatasi dengan pemberian diet rendah
garam untuk membatasi kandungan natrium dalam tubuh yang dapat
meningkatkan tekanan darah (Adib 2009).
Pelayanan Gizi di Rumah Sakit
Rumah sakit merupakan instansi penting dalam menyelenggarakan
makanan kelompok. Rumah sakit sebagai salah satu komponen kegiatan dalam
upaya penyembuhan penyakit, makanan yang disajikan di rumah sakit tidak
jarang disajikan sebagai acuan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.
Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGS) adalah bagian integral dari pelayanan
kesehatan paripurna rumah sakit dengan beberapa kegiatan antara lain
pelayanan gizi rawat inap dan rawat jalan. Pelayanan gizi rawat inap dan rawat
jalan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
gizi pasien melalui makanan sesuai penyakit yang diderita (Almasier 2004).
Proses pelayanan gizi rawat inap dan rawat jalan terdiri atas empat yaitu
asesmen atau pengkajian gizi, perencanaan pelayanan gizi dengan menetapkan
tujuan dan strategi, implementasi pelayanan gizi sesuai rencana, monitoring dan
evaluasi pelayanan gizi (Almatsier 2004).
Pelayanan gizi di rumah sakit adalah pelayanan yang diberikan di rumah
sakit bagi pasien rawat inap dan rawat jalan untuk memperoleh makanan yang
sesuai guna mencapai syarat gizi yang optimal (Subandriyo 1993). Tujuan
pelayanan gizi rumah sakit adalah untuk mencapai pelayanan gizi pasien yang
optimal dalam memenuhi kebutuhan gizi orang sakit, baik untuk keperluan
metabolisme tubuhnya, peningkatan kesehatan, ataupun untuk mengoreksi
11
kelainan metabolisme dalam upaya penyembuhan pasien yang dirawat dan
berobat jalan (Zulfah 2002).
Untuk mencapai kondisi kesehatan pasien yang optimal, maka rumah
sakit umumnya akan menyediakan makanan dengan kandungan nutrien yang
baik dan seimbang menurut keadaan penyakit dan status gizi pasien, makanan
dengan teksur dan konsistensi yang sesuai menurut kondisi gastrointestinal dan
penyakit pasien, makanan yang mudah dicerna dan tidak merangsang; makanan
yang bebas unsur aditif yang berbahaya, makanan dengan penampilan dan
citarasa yang menarik untuk menggugah selera makan pasien yang terganggu
oleh penyakit dan kondisi indera pengecap atau pembaunya (Hartono 2000).
Penyelenggaraan Makanan
Secara umum, penyelenggaraan makanan adalah pengelolaan makanan
untuk perorangan, keluarga atau sekelompok orang. Menurut Mukrie (1983),
penyelenggaraan makanan dianggap sebagai suatu rangkaian proses kegiatan
yang saling berkaitan dimulai dari penyusunan anggaran belanja makanan,
perencanaan menu, penyusunan kebutuhan bahan makanan, pembelian bahan
makanan,
pendistribusian
dan
pelayanan
makanan,
pengawasan
dan
pencatatatan serta evaluasi penyelenggaraan makanan. Penyelenggaraan
makanan institusi adalah penyediaan makanan bagi konsumen dalam jumlah
banyak yang berada dalam kelompok masyarakat yang terorganisir disuatu
instansi tertentu (Direktorat Bina Gizi Masyarakat, 1996).
Pada umumnya praktek penyelenggaraan makanan di lembaga sosial
atau non profit memiliki karakteristik diantaranya: pengelolaan menu dibatasi
keuangan, pelaksanaannya dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah, standar gizi
makanan dianggap sebagai hal penting, memperhatikan secara ketat waktu
makan, penyiapan makanan bukan oleh mereka yang terbiasa menjadi staf
katering.
Makanan yang diberikan untuk pasien harus disesuaikan dengan
keadaan penyakit dan keadaan fisik pasien. Berdasarkan konsistensinya,
makanan yang biasa diberikan untuk pasien antara lain: a) makanan biasa
adalah makanan yang susunan maupun bahan makanan yang dipilih tidak beda
dengan makanan orang sehat. Hanya dilakukan modifikasi dalam penggunaan
bumbu, karena dalam keadaan sakit pasien dibatasi makanan yang banyak
menggunakan
bumbu
atau
makanan
yang
mengandung
zat-zat
yang
12
merangsang saluran pencernaan (Moehyi 1999); b) makanan lunak diberikan
kepada pasien yang penyakitnya idak terlalu berat, tapi belum dapat menerima
makanan biasa. Menurut Moehyi (1999), makanan lunak syaratnya harus mudah
dicerna, rendah serat, tidak terbuat dari bahan yang menimbulkan gas, tidak
mengandung bumbu yang merangsang dan tidak mengandung lemak; c)
makanan saring diberikan kepada pasien sesuadah operasi, infeksi akut.
Makanan saring diberikan dalam jangka waktu pendek karena gizinya tidak
memenuhi kebutuhan sehari, terutama Kalori dan thianin (Bagian Gizi Rumah
Sakit dr. Cipto Mangkusumo dan Persatuan Ahli Gizi Indonesia 2001)
Perencanaan Menu
Menu adalah susunan makanan atau hidangan yang dimakan oleh
seseorang untuk seKali makan atau untuk sehari menurut waktu makan
(Persatuan Ahli Gizi Indonesia 2009). Perencanaan menu adalah serangkaian
kegiatan menyusun hidangan dalam variasi yang serasi untuk manajemen
penyelenggaraan makanan di institusi. Perencanaan menu dipertimbangkan
aspek
kebutuhan
gizi,
kesukaan
(persepsi),
kebiasaan
makan,
biaya,
karakteristik makanan, kondisi pasar, tipe pelayanan dan sistem pelayanan juga
fasilitas yang tersedia.
Menurut Moehyi (1992), dalam perencanaan menu ada beberapa faktor
yang diperhatikan antara lain : kebutuhan gizi penerima makan, kebiasaan
makan penerima, masakan harus bervariasi, biaya yang tersedia, iklim dan
musim, peralatan untuk mengolah makanan dan ketentuan-ketentuan lain yang
berlaku pada institusi. Selain itu juga harus diperhatikan keadaan pasar, tenaga,
teknik dan cara pemasakan juga modifikasi menu (Subandriyo 1993).
Menurut Mukrie (1983), langkah-langkah perencanaan menu adalah: (1).
Menentukan jenis menu yang diinginkan, baik menu standar ataupun menu
pilihan. Menu standar adalah menu baku yang disusun sesuai dengan dana
dalam beberapa hari. Menu pilihan memuat beberapa jenis atau macam
hidangan yang dapat dipilih; (2) Menetapkan siklus menu atau putaran menu
yang akan direncanakan; (3) Menetapkan waktu penggunaan siklus menu; (4)
Menetapkan jenis bahan makanan yang akan digunakan dalam suatu siklus dan
menentukan frekuensi pemakaian tiap jenis bahan makanan; (5) Prosedur
menyusun menu: a) membuat format menu. Format ini disusun sesuai dengan
siklus yang digunakan, waktu makan, susunan hidangan dan jenis sasaran; b)
13
pada format menu, pertama cantumkan lauk hewani, karena lauk hewani adalah
makanan yang paling mahal harganya yang dapat menghabiskan setengah atau
dua pertiga dari dana yang telah ditentukan. Lalu diikuti bahan makanan sumber
potein nabati, sayuran dan buah-buahan; c) periksa kembali menu yang telah
disusun, apakah sudah sesuai dengan kecukupan gizi, biaya dan dana yang
tersedia.
.Status Gizi
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik dan
lebih. Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih
zat-zat gizi essensial. Status gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi
dalam
jumlah
berlebihan,
sehingga
menimbulkan
efek
toksik
atau
membahayakan. Gangguan gizi disebabkan oleh faktor primer atau sekunder.
Faktor primer adalah bila susunan makanan seseorang salah dalam kualitas atau
kuantitas yang disebabkan oleh kurangnya penyediaan pangan, kurang baiknya
distribusi pangan, kemiskinan, ketidaktahuan, kebiasaan makan yang salah, dsb.
Faktor sekunder meliputi semua faktor yang menyebabkan zat-zat gizi tidak
sampai di sel-sel tubuh setelah makanan dikonsumsi (Almatsier 2004).
Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan pasien meliputi kelas perawatan, waktu makan,
konsistensi diet dan pengalaman melakukan konsultasi.
Kelas Perawatan
Kelas perawatan adalah ruang rawat inap yang digunakan penderita
selama dirawat di rumah sakit. Klasifikasi ini dibuat berdasarkan tingkat fasilitas
pelayanan yang tersedia di rumah sakit dengan tarif yang berbeda sesuai
dengan masing-masing kelas (Soeprapto 1985).
Waktu Makan
Waktu pembagian makan yang tepat dan jam makan pasien serta jarak
waktu makan yang sesuai antara makan pagi, makan siang dan makan malam
dapat mempengaruhi habis tidaknya makanan yang disajikan. Bila jadwal
pemberian makan tidak sesuai maka makanan yang disajikan tidak bisa
langsung dikonsumsi sehingga pada saat makanan disajikan kepada pasien,
14
makanan telah mengalami perubahan penampilan bentuk serta suhunya telah
dingin (Muchatob 1991).
Kondisi fisik orang sakit yang paling baik pada waktu bangun pagi,
setelah istrirahat penuh dan dapat tidur nyenyak malam harinya. Oleh karena itu,
makanan yang tu baik, diberikan waktu pagi perlu diperhatikan agar orang sakit
dapat makan dalam jumlah yang cukup, sehingga juga waktu makan siang nafsu
makan tidak begitu baik, ia tidak akan menjadi terlalu lemah. Hal ini beda dengan
pendapat yang lazim di lingkungan keluarga, bahwa makan pagi cukup seadanya
saja (Moehyi 1999).
Konsistensi Diet
Penggolongan makanan di rumah sakit berdasarkan aspek kepadatannya
sangat diperlukan dalam rangka menentukan standar makanan. Menurut
kepadatannya makanan rumah sakit dapat digolongkan menjadi makanan biasa,
makanan lunak, makanan saring dan makanan cair (Moehyi 1999).
Pengalaman Konsultasi Gizi
Pengetahuan tentang gizi diperlukan untuk kehidupan manusia sampai
kapanpun. Konsultasi gizi adalah kombinasi antara pengetahuan gizi dan
kemampuan psikologi yang dilakukan oleh konselor gizi yang menggunakan
makanan dan kandungan gizi yang terdapat di dalamnya sebagai upaya
perubahan kebiasaan makan menuju fungsi fisiologis, emosi, kondisi klien yang
lebih baik (Hardinsyah 2005).
Kebutuhan Energi dan Zat Gizi
Makanan yang dikonsumsi setiap hari tersusun dari unsur-unsur gizi atau
nutrien
yang
diklasifikasikan
sebagai
makronutrien
dan
mikronutrien.
Makronutrien terdiri atas karbohidrat, lemak serta protein dan dinamakan
demikian karena dibutuhkan dalam jumlah yang besar (jumlah makro) mengingat
ketiga nutrien ini umumnya terpakai habis dan tidak didaur ulang. Sebaliknya
mikronutrien yang terdiri atas vitamin dan mineral diperlukan tubuh dalam jumlah
sedikit (jumlah mikro) karena didaur ulang. Disamping nutrien yang disebutkan
diatas tubuh juga membutuhkan air, oksigen dan serat makanan (Hartono 2000).
Hardinsyah dan Martianto (1992) membedakan pengertian istilah
kebutuhan gizi dan kecukupan gizi. Kebutuhan zat gizi adalah sejumlah zat gizi
minimal yang harus dipenuhi dari konsumsi makanan. Kekurangan atau
kelebihan konsumsi zat gizi dari kebutuhan, terutama bila berlangsung lama
15
dalam jangka waktu yang berkisanambungan dapat membahayakan kesehatan,
bahkan pada tahap selanjutnya dapat menimbulkan kematian (Hardinsyah &
Martianto 1989). Kebutuhan zat gizi adalah (recommended dietary allowancess)
adalah jumlah masing-masing zat gizi yang sebaiknya dipenuhi seseorang atau
rata-rata kelompok orang yang hampir semua orang (sekitar 97,5% populasi)
hidup sehat.
Kebutuhan Energi
Kebutuhan energi seseorang menurut FAO/WHO (1985) dalam Almatsier
(2001) adalah konsumsi energi dari makanan yang diperlukan untuk menutupi
pengeluran energi seseorang dan untuk aktivitas fisik. Pada anak-anak, ibu hamil
dan ibu menyusui kebutuhan energi termasuk kebutuhan untuk pembentukan
jaringan-jaringan baru atau untuk sekresi ASI.
Komponen yang mempengaruhi kebutuhan energi; (1) metabolisme
keadaan istirahat (resting metabolic rate = RMR); (2) aktivitas; (3) tambahan
energi selama pencernaan makanan (thermic effect of food = TEF, dulu disebut
specific dynamic action = SDA); (4) fakultatif termogenesis (perubahan
kebutuhan energi karena perubahan suhu, konsumsi makanan, stress) (Muhilal,
Jalal & Hardinsyah, 1998). Kebutuhan energi terbesar pada umumnya diperlukan
untuk metabolisme basal (Almatsier 2001).
Kebutuhan Protein
Fungsi protein antara lain untuk (1) pertumbuhan, pemeliharaan dan
perbaikan jaringan tubuh yang rusak; (2) pembentukan ikatan-ikatan essensial
tubuh; (3) mengatur keseimbangan; (4) memelihara netralitas tubuh; (5)
pembentukan antibodi; (6) mengangkut zat-zat gizi dan (7) sumber energi
(Almatsier 2001).
Kebutuhan protein menurut FAO/WHO dalam Almatsier (2001) adalah
konsumsi yang diperlukan untuk mencegah kehilangan protein tubuh dan
memungkinkan produksi protein yang diperlukan dalam masa pertumbuhan,
kehamilan atau menyusui.
Kebutuhan protein dapat diestimasi dengan menggunakan metode
keseimbangan nitrogen. Keseimbangan nitrogen dapat dilihat dari perbandingan
antara nitrogen yang dikonsumsi dan nitrogen yang dikeluarkan melalui feses,
urin, keringat dan metabolisme lainnya (Muchtadi 2010). Jika nitrogen yang
dikonsumsi lebih besar yang dikonsumsi lebih besar dari nitrogen yang
diekskresi, keseimbangan nitrogen positif. Jika nitrogen yang dikonsumsi sama
16
banyak dengan nitrogen yang diekskresi, keseimbangan nitrogen seimbang. Jika
nitrogen yang dikonsumsi lebih kecil dari nitrogen yang diekskresi, keseimbangan
nitrogen negatif (Muchtadi 2010).
Konsumsi Pangan
Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan
yang dikonsumsi atau dimakan seseorang atau kelompok orang pada waktu
tertentu. Berdasarkan definisi ini hal yang harus diperhatikan dalam perhitungan
konsumsi adalah jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi (Hardinsyah &
Briawan 1994).
Ada beberapa cara untuk mengumpulkan data konsumsi pangan. Secara
umum ada dua cara pengumpulan data konsumsi pangan yaitu : metode
penimbangan langsung (weighing method dan food inventory method) dan
metode penimbangan tidak langsung, seperti metode mengingat (food recall),
metode pengeluaran pangan (food expenditure method), metode pendaftaran
pangan (food list method), metode frekuensi pangan atau cara lainnya
(Hardinsyah & Briawan 1994).
Secara umum konsumsi pangan sehari merupakan penjumlahan dari
makan pagi, siang, malam dan makanan selingan dalam kurun waktu 24 jam.
Jika pengumpulan data konsumsi pangan lebih dari satu hari maka konsumsi
pangan perhari merupakan jumlah konsumsi pangan menurut jenisnya masingmasing dibagi dengan jumlah hari survei atau jumlah hari pengumpulan data
tersebut.
Penilaian terhadap kandungan zat gizi dari beragam pangan merupakan
penjumlahan dari masing-masing zat gizi pangan komponennya. Untuk
mengetahui tingkat konsumsi gizi, penilaian konsumsi pangan dilakukan
terhadap makanan yang dikonsumsi dengan satuan per orang per hari atau unit
konsumen (adult equivalent unit).
Pada dasarnya pengolahan data konsumsi pangan adalah proses
menghitung jumlah pangan yang dikonsumsi menurut jenis-jenis pangan dalam
satuan berat dan waktu yang sama. Satuan akhir pengolahan data konsumsi
pangan harus sama untuk tiap jenis pangan yaitu kalori untuk energi dan gram
untuk zat gizi. Selanjutnya untuk penilaian konsumsi pangan, data dikonversikan
menjadi satu atau lebih zat gizi, sesuai dengan tujuan penilaian. Dengan
pertimbangan masalah gizi utama di Indonesia pada umumnya konsumsi gizi
17
yang dinilai adalah energi, protein, lemak, vitamin A, natrium, serat dan mineral
Fe (Hardinsyah & Briawan 1994).
Menurut Sanjur (1982) dalam Suhardjo (1989) ada tiga faktor utama yang
mempengaruhi konsumsi pangan yaitu : 1) karakteristik individu (umur, jenis
kelamin, pendidikan, pendapatan, pengetahuan gizi, keterampilan memasak dan
kesehatan); 2) karakteristik makanan (rasa, rupa, tekstur, harga, bentuk, bumbu
dan kombinasi makanan); 3) karakteristik lingkungan (musim, pekerjaan, jumlah
keluarga dan tingkat sosial masyarakat).
Jenis Kelamin
Tubuh yang besar memerlukan energi lebih banyak dibandingkan tubuh
yang kecil untuk melakukan kegiatan fisik yang sama. Dapat dikatakan wanita
dengan ukuran tubuh yang lebih kecil umumnya memerlukan energi yang lebih
sedikit dibandingkan dengan laki-laki pada tingkat kegiatan fisik yang sama
(Suhardjo 1989).
Pendidikan
Tingkat pendidikan yang lebih tinggi berkaitan dengan pengetahuan gizi
yang lebih tinggi pula sehingga memungkinkan seseorang untuk memiliki
informasi tentang gizi dan kesehatan yang lebih baik yang dapat mendorong
terbentuknya perilaku makan yang baik (Tupito 2006). Pendidikan tertinggi
pasien menunjang tingkat pengetahuan tentang kesehatan, penerimaan
informasi formal lebih mudah diterima (Tupito 2006).
Lemak
Lemak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan
tubuh manusia. Lemak juga merupakan sumber energi yang lebih efektif
dibanding karbohidrat dan protein (Winarno 2008). Lemak terdapat pada hampir
semua bahan pangan dengan kandungan yang berbeda-beda. Pengolahan
bahan pangan, lemak berfungsi sebagai media penghantar panas, seperti
minyak goreng, mentega dan margarin. Selain itu juga penambahan lemak
dimaksudkan untuk menambah Kalori serta memperbaiki tekstur dan cita rasa
bahan pangan (Winarno 2008).
Kebutuhan
lemak
tidak
dinyatakan
secara
mutlak
WHO
(1990)
menganjurkan konsumsi lemak sebayak 15%-30% kebutuhan energi total
dianggap baik untuk kesehatan. Jumlah ini memenuhi kebutuhan akan asam
lemak essensial dan untuk membant penyerapan witamin larut lemak. Diantara
18
lemak yang dikonsumsi sehari dianjurkan paling banyak 10% dari kebutuhan
energi total berasal dari lemak jenuh dan 3%-7% dari lemak tidak jenuh ganda.
Konsumsi kolesterol yang dianjurkan adalah ≤ 300 mg sehari. Kolesterol didalam
tubuh terutama diperoleh dari hasil sintesis di dalam hati. Berasal dari
karbohidrat, protein, lemak jumlah yang disintesis bergantung pada kebutuhan
tubuh dan jumlah yang diperoleh dari makanan (Almatsier 2002).
Serat
Serat makanan adalah polisakarida yang terdapat dalam semua makanan
nabati. Serat tidak dapat dicernakan oleh enzim cerna api berpengaruh baik
untuk kesehatan. Serat tergolong zat non gizi dan kini konsumsinya makin
dianjurkan agar bisa dilakukan secara teratur dan seimbang setiap hari, serat
adalah zat non gizi yang berguna untuk diet (dietary fiber). Serat makanan
sebagai salah satu jenis polisakarida yang lebih lazim disebut karbohidrat
kompleks.
Serat makanan tidak dapat diserap oleh dinding halus dan tidak dapat
masuk ke dalam sirkulasi darah. Namun akan dilewatkan menuju ke usus besar
(kolon) dengan gerakan perisaltik usus. Serat makanan yang tersisa didalam
kolon tidak membahayakan organ usus, justru kehadirannya berpengaruh posiif
terhadap proses-proses didalam saluran pencernaan dan metabolisme zat-zat
gizi, asalkan jumlahnya tidak berlebihan (Sulisijani 2002). Serat makanan
berdasarkan jenis kelarutannya dapat digolongkan menjadi dua yaitu serat tidak
larut dalam air dan serat yang larut dalam air.
Asupan serat yang dianjurkan untuk pria dewasa sebesar 27-35 g/hari
dengan rata-rata konsumsi energi 2700 Kal/hari dan untuk wanita dewasa
sebanyak 21-27 g/hari dengan rata-rata konsumsi energi 2100 Kal/hr (Sulisijani
2002).
Kebiasaan pola makan dengan makanan mengandung tinggi serat
sebaiknya diperkenalkan sejak dini, karena pada masa inilah seorang belajar
akan pola makan yang sehat. Pola makan dengan kandungan gizi lengkap
seimbang pada masa ini menjadi sangat penting karena merupakan langkah
pencegahan akan beragam penyakit degeneratif dimasa dewasa dan tua.
Mengkonsumsi jumlah serat yang terlalu tinggi (>40g/hr) sangat tidak
disarankan karena akan menurunkan penurunan penyerapan mineral-mineral
penting seperti zat besi, zinc dan Kalsium. Hal ini terjadi karena serat akan
19
mengikat mineral-mineral ini dan akan dikeluarkan bersama didalam feses.
Peningkatan jumlah konsumsi serat yang terlalu cepat dapat menyebabkan
gangguan kesehatan seperti perut kembung, kram usus dan dapat meningkatkan
gas usus. Peningkatan konsumsi serat secara perlahan-lahan sangat disarankan
agar saluran pencernaan mampu untuk beradaptasi.
Beberapa sumber makanan berserat yang dapat dikonsumsi sebagai
berikut golongan biji-bijian yang masih diselimuti kulit ari, misal beras tumbuk,
beras merah, havermout dan jagung.
Natrium
Natrium adalah kation utama dalam cairan ekstraseluler. Natrium
menjaga keseimbangan cairan dalam kompartemen ersebut. Natriumlah yang
sebagian besar mengatur tekanan osmosis yang menjaga cairan tidak keluar dari
darah dan masuk ke dalam sel-sel (Almatsier 2004).
Konsep DRI IOM (2002) menetapkan kebutuhan Na dengan angka AI dan
UL (upper level). Penetapan AI untuk Na antara lain didasarkan pada kebutuhan
Na yang keluar melalui keringat pada orang dengan aktivitas fisik rata-rata. Tabel
2 memperlihatkan Dietary Reference Intake (DRI) natrium (IOM 2004).
Tabel 2. Dietary Reference Intake (DRI) Na
Kelompok Umur
Laki-laki
19-30 tahun
31-50 tahun
51-70 tahun
>70 tahun
Perempuan
19-30 tahun
31-50 tahun
51-70 tahun
>70 tahun
Sumber: WNPG VIIII, 2004
Adequate Intake (AI)
(g/hari)
Tolerable Upper Intake Level (UL)
(g/hari)
1.5
1.5
1.3
1.2
2.3
2.3
2.3
2.3
1.5
1.5
1.3
1.2
2.3
2.3
2.3
2.3
Kelebihan natrium dapat menyebabkan kadar natrium dalam darah
meningkat. Akibatnya volume darah juga meningkat karena kelebihan air
disebabkan osmosis. Peningkatan volume darah menyebabkan tekanan darah
naik sehingga terjadi hipertensi. Kekurangan (defisiensi) natrium dapat
menyebabkan kelesuan, mual, muntah, lekas marah, pusing dan lemah. Apabila
berkepanjangan defisiensi bisa menyebabkan koma dan kematian (Devi 2010).
Natrium berhubungan erat baik sebagai bahan makanan maupun
fungsinya dalam tubuh. Konsumsi garam per hari diperkirakan sekitar 6-18 g
20
NaCl. Sebanyak 95%natrium yang akan dicerna akan diserap oleh tubuh.
Sebagian besar pengeluaran natrium terjadi melalui ginjal. Natrium yang terlalu
banyak ditandai dengan pengembangan volume cairan ekstraseluler yang
menyebabkan oedem.
Kadar natrium dalam darah tidak dapat digunakan sebagai indikator
status natrium dalam tubuh. Indikator yang baik bagi keseimbangan natrium ialah
keadaan kardiovaskuler. Sumber utama natrium adalah garam dapur, ikan asin,
kecap dan sebagainya. Kebutuhan badan akan natrium didasarkan pada
konsumsi air. Disarankan 1 gram natrium klorida untuk setiap liter air yang
diminum. Seorang dewasa diperkirakan memerlukan 1ml air/Kal perhari. Orang
yang mengkonsumsi kalori lebih sedikit memerlukan garam lebih sedikit pula.
Dalam kenyataannya konsumsi garam masyrakat Indonesia jauh lebih tinggi dari
angka tersebut. Kandungan natrium dalam air minum biasanya sangat sedikit
yaitu sekitar 20 mg perliter. Kandungan natrium dalam garam secara teoritis
adalah 39,34 g/100 g atau kira-kira 2,8 g/sendok teh (Winarno 2008).
Angka Kebutuhan Gizi
Angka kebutuhan gizi adalah banyaknya zat-zat gizi yang dibutuhkan
seseorang atau individu untuk mencapai dan mempertahankan status gizi
adekuat. Selain kebutuhan gizi menurut umur, gender, aktivitas fisik dan kondisi
khusus dalam keadaan sakit, penetapan kebutuhan gizi karena infeksi,
gangguan metabolik, penyakit kronik dan kondisi abnormal lainnya. Terutama
bila penderita mengalami penyakit infeksi yang menyebabkan terjadi banyak
kehilangan nitrogen tubuh, sehingga memerlukan konsumsi protein sebagai
pengganti. Dalam hal ini perlu diet khusus.
Angka Kebutuhan Gizi (Dietary Requirement)) berbeda dengan Angka
Kecukupan Gizi (AKG). Angka Kecukupan Gizi adalah tingkat konsumsi zat-zat
gizi essensial yang dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi hampir semua
orang sehat di suatu negara. AKG digunakan sebagai standar untuk mencapai
status gizi optimal bagi penduduk dalam hal penyediaan pangan secara nasional
dan regional serta penilaian kecukupan gizi penduduk golongan masyarakat
tertentu yang diperoleh dari konsumsi makanannya. Sehingga, secara umum
digunakan untuk menghitung kecukupan zat gizi untuk rata-rata penduduk
(Almatsier 2004).
21
Sisa Makanan
Sisa makanan adalah bahan makanan atau makanan yang tidak habis
dimakan. Menurut JADA (1979) secara khusus sisa makanan dapat dibagi dalam
dua kategori:1) Waste yaitu bahan makanan yang rusak karena tidak diolah atau
bahan makanan yang hilang karena tercecer; 2) Plate waste yaitu makanan yang
terbuang karena setelah disajikan tidak habis dikonsumsi.
Menurut Moehyi (1992) habis tidaknya suatu makanan yang disajikan
banyak dipengaruhi oleh cita rasa, selera makan dan cara penyajian (kerapihan
dan kebersihan peralatan). Faktor utama yang mempengaruhi terjadinya sisa
makanan adalah selera makan. Menurut Moehyi (1992) citarasa makanan terdiri
dari rasa dan penampilan makanan yang sangat berpengaruh terhadap selera
makan seseorang dan akan berpengaruh terhadap terjadinya sisa makanan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi rasa makanan yakni aroma, bumbu, bahan
penyedap, keempukan, kerenyahan, tingkat kematangan, serta temperatur
makanan sedangkan penampilan makanan mengenai warna, konsistensi atau
tekstur, bentuk, besar porsi dan penyajian makanan.
KERANGKA PEMIKIRAN
Salah
satu
upaya
mempercepat
penyembuhan
penyakit
dan
mempersingkat perawatan adalah dengan melalui penyelenggaraan makanan
yang memenuhi standar kecukupan yang dianjurkan.
Perencanaan menu bagi penderita hipertensi sangat penting diperhatikan.
Oleh karena itu instalasi gizi di rumah sakit harus memperhatikan faktor-faktor
yang mempengaruhi perencanaan menu. Dalam setiap penyelenggaraan makan
di rumah sakit meliputi beberapa kegiatan yaitu perencanaan menu, pengadaan
dan penyimpanan bahan makanan dan distribusi makanan. Pada setiap kegiatan
tersebut harus memperhatikan kaidah-kaidah sanitasi dan higienitasi.
Kebutuhan gizi pasien, syarat diet dan kelas perawatan adalah faktorfaktor yang diperkirakan dapat memberikan pengaruh pada perencanaan menu
diit di rumah sakit. Dalam perencanaan menu harus memperhatikan ketersediaan
zat gizi dari menu yang disajikan. Ketersediaan dan konsumsi zat gizi berbeda
antara pasien laki-laki dan perempuan. Karena itu perencanaan menu dapat
disesuaikan dengan jenis kelamin agar status gizi tetap baik.
Konsumsi pasien terhadap menu diet rendah garam, berpengaruh kepada
tingkat konsumsi energi dan zat gizi. Tingkat konsumsi merupakan perbandingan
konsumsi energi dan protein ketersediaan energi dan zat gizi contoh. Bagan
kerangka pemikiran disajikan pada Gambar 1.
23
Kebutuhan Energi &
Zat Gizi Contoh
Ketersediaan
Energi & zat Gizi
makanan RS
Menu Diet
Rendah
Garam
(DRG)
Karakteristik
contoh (Usia,
berat badan, tinggi
badan,pendidikan,
pekerjaan, aktifitas
fisik, jenis penyakit
penyerta
hipertensi: DM,
gagal ginjal,
penyakit jantung)
Faktor
internal
(pengetauan,
pernah
konsultasi,
Lama Rawat)
Konsumsi Energi & zat
gizi Contoh
Tingkat Konsumsi
Tingkat Kecukupan
Keterangan :
= Variabel diteliti
= Hubungan yang dianalisis
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Tingkat Konsumsi Energi dan Zat Gizi Pasien
Penerima Diet Rendah Garam Yang Disajikan di RS Royal Taruma,
Jakarta
METODE PENELITIAN
Desain, Tempat dan Waktu
Penelitian ini merupakan cross sectional survey karena pengambilan data
dilakukan pada satu waktu dan tidak berkelanjutan (Hidayat 2007). Penelitian
dilakukan di Rumah Sakit Royal Taruma, Jakarta khususnya di sub unit instalasi
gizi dan dilaksanakan pada bulan Juni-Agustus 2010.
Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh
Contoh dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap di Royal Taruma
Hospital dan mendapatkan pelayanan makanan dari instalasi gizi rumah sakit.
Pemilihan contoh ditentukan dengan cara Purposive Sampling (Singarimbun dan
Effendi 1999) dengan kriteria sebagai berikut : (1) Laki-laki atau perempuan yang
berumur 20-80 tahun; (2) Pasien hipertensi dengan penyakit penyerta Diabetes
Mellitus, gagal ginjal, penyakit jantung dan hipertensi tanpa penyakit penyerta;
(3) Dirawat di kelas II dan kelas III; (4) Mendapatkan diet rendah garam; (5)
Telah dirawat minimal tiga hari; (6) Kesadaran baik dan dapat berkomunikasi
dengan baik; (7) Bersedia menjadi responden. Jumlah contoh yang diambil
sesuai dengan kriteria diatas diperoleh 26 pasien yang terdiri 15 pasien pria dan
11 pasien wanita.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah terdiri atas data primer
dan data sekunder. Data primer terdiri dari : (1) Karakteristik contoh (jenis
kelamin, usia, berat badan, tinggi badan dan aktivitas fisik); (2) Kebutuhan
energi, protein dan lemak sehari contoh; (3) Ketersediaan energi dan zat gizi
makanan yang disajikan di rumah sakit; (4) Konsumsi makanan contoh yang
berasal dari rumah sakit
Data karakteristik contoh dan data kebutuhan energi dan protein contoh
dikumpulkan dengan wawancara menggunakan kuesioner, pengukuran berat
badan dilakukan dengan timbangan injak dan pengukuran tinggi badan dengan
meteran kain. Data ketersediaan energi dan zat gizi yang disajikan diperoleh
dengan melihat standar porsi di instalasi gizi. Data konsumsi energi dan zat gizi
diperoleh dengan mengamati sisa makan berdasarkan porsi.
Data sekunder meliputi: (1) Gambaran umum rumah sakit meliputi
sejarah, pelayanan dan fasilitas, struktur organisasi, tipe kelas perawatan,
25 kapasitas tempat tidur; (2) Gambaran umum instalasi gizi rumah sakit meliputi
struktur organisasi, tenaga kerja, perencanaan menu, penyelenggaan makanan;
(3) Data jenis komplikasi, lama perawatan contoh diperoleh dari dokumen rekam
medis pasien. Secara singkat data, jenis data, cara pengumpulan data dan alat
yang digunakan, disajikan dalam Tabel 3
Tabel 3. Data, jenis data, cara pengumpulan data dan alat yang digunakan
No
1
Data
Jenis Data
Cara Pengambilan
data
Alat
Karakteristik contoh
(identitas contoh)
Tinggi Badan dan Berat
Badan
Primer
Wawancara
Kuesioner
Primer
Pengukuran berat
badan dan tinggi
badan
3
Kebutuhan Energi dan
Protein
Primer
Menghitung AMB
dengan rumus Harris
Benedict, kebutuhan
energi total sehari
dengan rumus Total
Daily Energy (TDE)
4
Ketersediaan energi dan
zat gizi
Primer dan
Sekunder
Standar Porsi dan
Perhitungan
Kandungan Bahan
Makan
5
Konsumsi Energi dan zat
gizi
Primer
6
Gambaran umum Royal
Taruma Hospital
Gambaran umum
instalasi gizi
Sekunder
Ketersediaan dikurang
makanan sisa meliputi
makan pagi,makan
siang,makan
malam,selingan pagi
dan sore,
dikategorikan 0, ¼ , ½
. ¾ dan 1
Dokumen &
wawancara
Dokumen dan
pengamatan
Pengukuran
berat
menggunakan
timbangan
injak dengan
tingkat
ketelitian 0.1
kg dan tinggi
badan
menggunakan
meteran kain
dengan
tingkat
ketelitiannya
0,1 cm
Kuesioner,
wawancara
dan
pengukuran
berat badan
dan tinggi
badan
Kuesioner dan
menghitung
kandungan
energi dan zat
gizi dengan
DKBM 2004
Kuesioner,
2
7
sekunder
Kuesioner
Kuesioner
26 Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan Data
Salah satu data karakteristik contoh adalah berat badan dan tinggi badan.
Data ini digunakan untuk menentukan status gizi contoh yang ditentukan
menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT), yaitu:
IMT =
BB
——
TB2
Keterangan :
™ BB = Berat badan (kg)
™
TB = Tinggi badan (m)
Data karakteristik contoh meliputi umur, berat badan, tinggi badan, jenis
kelamin, pendidikan, jenis komplikasi dengan hipertensi dan pekerjaan.
Pengkategorian data karakteristik contoh dapat dilihat pada Tabel 5.
Data lingkungan contoh meliputi lama perawatan, konsistensi diet, dan
pengalaman melakukan konsultasi. Pengkategorian data lingkungan contoh
dapat dilihat pada Tabel 5.
Data ketersediaan yang disajikan dan data konsumsi (pagi, selingan I,
siang, selingan II dan malam) dikonversikan ke dalam energi, protein, lemak,
natrium dan serat lalu hitung kandungan bahan makanan dengan menggunakan
DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan) tahun 2008.
Menurut School dalam Almatsier (2006) kebutuhan energi untuk pasien di
rumah sakit dihitung dengan menggunakan rumus Kebutuhan Kalori Total (Total
Calorie Requirements) , yaitu
Kebutuhan Energi Sehari (Kal/hari) = BEE x FA x FI
Keterangan:
™ BEE
: Basal Energy Expenditure
™ FA
: Faktor Aktivitas (Factor Activity)
™ FI
: Faktor Injury (Faktor Penyakit)
BEE (Basal Energy Expenditure) dihitung dengan menggunakan
persamaan harris-Bennedict (Hartono 2000), yaitu :
™ Laki-laki
= 66 + 13,7 BB + 5 TB – 6,8 U
™ Perempuan
= 665 + 9,6 BB + 1,8 TB – 4,7 U
27 Keterangan :
™ BB = Berat badan (kg)
™ TB = Tinggi badan (cm)
™ U = umur (tahun)
Faktor Aktivitas (activity factor) :
™ Ambulasi
= 1,3
™ Tirah Baring
= 1,2
Tabel 4. Faktor penyakit (injury factor) :
No
Jenis Injuri
1
Infeksi Sedang
2
Infeksi berat
3
Gagal hati
4
Stroke
5
Hipoglikemik, hiperglikemik
6
Gagal ginjal kronis
7
Hemodialisis
Sumber : Asuhan Nutrisi Rumah Sakit (Hartono 2000)
Faktor
1.2-1.3
1.4-1.5
1.5
1.1
1.0
1
1-1.05
Kebutuhan protein kurang lebih 1,5-2,0 g/kg berat badan menurut jenis
penyakit. Kebutuhan protein contoh dihitung berdasarkan rasio Kalori:nitrogen
yaitu 150 : 1, untuk luka bakar digunakan rasio 100 : 1. Jadi kebutuhan
protein/hari (g/hari) = [(Kebutuhan Kalori Total : 150) x 6,25 gram protein ]
(Hartono 2000). Konsumsi natrium yang dianjurkan adalah kategori diet rendah
garam I (200-400mg.hari) (bagian Gizi RS dr. Cipto Mangunkusumo & Persatuan
Ahli Gizi Indonesia 2001). Menurut Hartono (2000) konsumsi maksimum
kolesterol yang dianjurkan adalah <300 mg/hari.
Tingkat ketersediaan energi dan protein dihitung dengan membandingkan
jumlah energi dan protein dari makanan yang disajikan rumah sakit dengan
kebutuhan energi total sehari dan protein yang sesuai dengan syarat diet dari
masing-masing jenis penyakit penyerta dengan hipertensi. Tingkat ketersediaan
energi dan protein dikategorikan menjadi tiga dapat dilihat pada Tabel 6.
Tingkat konsumsi energi dan zat gizi terhadap ketersediaan energi dan
zat gizi dihitung dengan membandingkan jumlah energi dan zat gizi yang
dikonsumsi dengan jumlah energi dan zat gizi makanan yang disediakan di
rumah sakit. Tingkat konsumsi energi dan zat gizi dikategorikan menjadi empat
(Direktorat Bina Gizi Masyarakat 1996) dapat dilihat pada Tabel 6.
28 Tabel 5. Peubah dan Kategori Peubah Karakteristik, Lingkungan dan Konsumsi
Contoh.
Peubah
Usia Contoh
Jenis Kelamin
Pendidikan
Pekerjaan
Jenis Penyakit Penyerta dengan
hipertensi
Lama Perawatan
Konsistensi Diet
Pengalaman Konsultasi
Aktifitas Fisik
a.
b.
c.
a.
b.
a.
b.
c.
d.
a.
b.
c.
d.
a.
b.
c.
d.
a.
b.
a.
b.
c.
a.
b.
a.
b.
Kategori Peubah
Dewasa awal (20-40 th)
Dewasa menengah (40-64 th)
Dewasa akhir (>65 tahun)
Laki-laki
Perempuan
Tamat SMP
SMU
Tidak Tamat SMU
Universitas/Akademi
IRT
Wiraswasta
Pegawai Negeri
Pegawai Swasta
Diabetes Mellitus
Gagal Gnjal
Penyakit Jantung
Tanpa Penyakit Penyerta
<10 hari
10-20 hari
Bubur
Nasi Tim
Nasi biasa
Pernah
Tidak pernah
Tirah baring (1,2)
ambulasi (1,3)
Tabel 6 merupakan tabel peubah dan kategori tingkat ketersediaan,
tingkat konsumsi dan tingkat kecukupan menurut Direktorat Bina Gizi Masyarakat
(1996).
Tabel 6. Peubah dan Kategori Tingkat Ketersediaan, Tingkat Konsumsi dan
Tingkat Kecukupan.
Peubah
Tingkat Ketersediaan Energi dan
Protein
Tingkat Kecukupan Energi dan
Protein
a.
b.
c.
a.
b.
c.
d.
e.
Tingkat Konsumsi Energi dan Zat
Gizi
a.
b.
c.
d.
Kategori Peubah
Defisit (<90% angka kebutuhan)
Normal (90-119% angka kebutuhan)
Lebih (>120% angka kebutuhan)
Defisit Tingkat Berat (<70% angka kebutuhan)
Defisit Tingkat Sedang (70-79% angka
kebutuhan)
Defisit Tingkat Ringan (80-89% angka
kebutuhan)
Normal (90-119% angka kebutuhan)
Diatas Angka kebutuhan (≥120% angka
kebutuhan)
Defisit Tingkat Berat (<70% angka
ketersediaan
Desifit Tingkat Sedang (70-79% angka
ketersediaan)
Defisit Tingkat Ringan (80-89% angka
ketersediaan)
Normal (90-119% angka ketersediaan)
29 Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel.
Analisis yang dilakukan diantaranya adalah Deskriptif (persentase, rata-rata dan
simpangan baku) yang terdiri dari: a) peubah karakteristik contoh (umur, jenis
kelamin, pendidikan dan jenis penyakit penyerta, pekerjaan, aktifitas fisik); b)
peubah faktor internal (pengetahuan, lama perawatan dan pengalaman
konsultasi); c) kebutuhan energi dan protein contoh; d) ketersediaan energi dan
protein terhadap kebutuhan energi dan protein; e) tingkat konsumsi energi dan
protein terhadap kebutuhan energi dan protein; f) tingkat konsumsi energi dan
zat gizi terhadap ketersediaan energi dan zat gizi.
30 Definisi Operasional
Menu adalah susunan hidangan makanan yang disajikan dalam suatu acara
makan.
Penyelenggaraan makanan adalah serangkaian kegiatan perencanaan menu,
pembelian dan penyimpanan bahan makanan, pengolahan makanan,
pemorsian, distribusi, penyajian dan pengelolaan sisa bahan
makanan maupun pasien.
Perencanaan menu adalah serangkaian kegiatan menyusun hidangan diet
untuk pasien agar sebagain besar kebutuhan zat gizinya dapat
terpenuhi guna mempercepat masa penyembuhan.
Siklus Menu adalah serangkaian menu yang direncanakan untuk jangka waktu
tertentu.
Standar Porsi adalah berat berbagai macam bahan makanan untuk suatu
hidangan yang dicantumkan berat bersih.
Variasi Menu adalah keanekaragaman susunan yang disajikan sesuai dengan
perputaran menu selama masa perawatan.
Makanan Seimbang adalah suatu susunan makanan yang memenuhi seluruh
kebutuhan gizi, baik jumlah ataupun jenisnya.
Makanan Sepinggan adalah makanan yang terdiri dari makanan pokok dan lauk
pauk dan dihidangkan dalam satu tempat makan dan biasanya
merupakan satu kesatuan.
Rawat Inap adalah pelayanan terhadap pasien masuk rumah sakit yang
menempati tempat tidur perawatan untuk keperluan observasi,
diagnosa, terapi, rehabilitas medik dan atau pelayanan medik lainnya.
Kelas perawatan adalah ruangan rawat inap yang digunakan oleh contoh
selama masa perawatan.
Lama Perawatan adalah jumlah hari contoh dirawat pada ruang rawat inap
dihitung sejak contoh masuk sampai dengan saat wawancara.
Konsistensi Diet adalah modifikasi makanan untuk orang sakit dengan kategori
makanan lunak, makanan biasa nasi tim dan makanan lunak.
Penyakit hipertensi adalah salah satu penyakit degeneratif yang diakibatkan
peningkatan tekanan darah dari keadaan normal.
31 Penyakit gagal ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal
mengalami penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja
sama seKali dalam hal penyaringan pembuangan elektrolit tubuh,
menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium
dan Kalium didalam darah atau produksi urin.
Penyakit
jantung adalah suatu keadaan yang serius, dimana jumlah darah
yang dipompa oleh jantung setiap menitnya (cardiac output, curah
jantung) tidak mampu memenuhi kebutuhan normal tubuh akan
oksigen dan zat-zat makanan.
Diet adalah pengaturan pola dan konsumsi makanan dan minuman yang
dilarang, dibatasi jumlahnya, dimodifikasi atau diperbolehkan dengan
jumlah tertentu untuk tujuan terapi penyakit yang diderita, kesehatan
atau penurunan berat badan.
Diet Rendah Garam (DRG) adalah diet yang diberikan dengan membatasi
jumlah garam. Diet ini bertujuan untuk membantu menghilangkan
retensi garam atau air dalam jaringan tubuh dan menurunkan
tekanan darah pada pasien hipertensi.
DRG I
adalah diet yang diberikan dengan jumlah natrium sebanyak 200400mg. Diet ini diberikan kepada pasien dengan edema, asites dan
hipertensi berat.
DRG II
adalah diet yang diberikan dengan jumlah natrium sebanyak 600800mg. Diet ini diberikan kepada pasien dengan edema, asites dan
hipertensi tidak terlalu berat.
DRG III
adalah diet yang diberikan dengan jumlah natrium sebanyak 10001200mg. Diet ini diberikan kepada pasien dengan edema dan
hipertensi ringan.
Contoh
adalah pasien laki-laki dan perempuan berumur lebih 20 tahun,
dalam keadaan tidak demam, sadar, dapat berkomunikasi dengan
baik, dan bersedia menjadi responden.
Zat gizi
adalah zat gizi terpenting khususnya bagi penderita hipertensi yang
terkandung dalam menu diet yang disajikan seperti energi, protein,
lemak, serat dan natrium.
AMB (Angka Metabolisme Basal) adalah energi yang diperlukan untuk
kebutuhan dasar kehidupan seperti bernapas, fungsi jantung dan
mempertahankan suhu tubuh (Hartono,2006).
32 Faktor Aktivitas (FA) adalah faktor aktivitas yang digunakan untuk menghitung
kebutuhan energi total seseorang, tergantung dari keadaan pasien.
Faktor Stress (FS) adalah faktor penyakit yang digunakan untuk menghitung
kebutuhan energi total seseorang, etrgantung dari berat ringannya
penyakit yang diderita.
Kebutuhan Energi dan Protein adalah jumlah energi dan protein minimum yang
diperlukan oleh pasien per hari.
Ketersediaan Energi, Protein, Lemak, Serat dan Natrium adalah jumlah
energi, protein, lemak, serat dan natrium dari diet yang disajikan
untuk pasien di tiap kelas perawaan dalam satu hari rawat.
Konsumsi Energi, Protein, Lemak, Serat dan Natrium adalah jumlah energi,
protein, lemak, serat dan natrium yang dikonsumsi oleh pasien dalam
satu hari rawat.
Tingkat Ketersediaan Energi dan protein adalah perbandingan jumlah energi
dan protein makanan yang disajikan rumah sakit terhadap kebutuhan
energi dan protein contoh.
Tingkat Konsumsi Energi dan Zat Zat Gizi adalah perbandingan jumlah energi
dan zat gizi yang dikonsumsi dari makanan yang disajikan rumah
sakit terhadap jumlah energi dan zat gizi yang disajikan oleh rumah
sakit, dikategorikan menjadi empat, yaitu: Defisit Tingkat Berat (<70%
angka ketersediaan), Defisit Tingkat Sedang (70-79% angka
ketersediaan), Defisit Tingkat Ringan (80-89% angka ketersediaan)
dan normal (90-100% angka ketersediaan).
Tingkat Kecukupan Energi dan Protein adalah perbandingan jumlah energi
dan protein yang dikonsumsi dari diet rumah sakit terhadap
kebutuhan energi dan protein contoh, dikategorikan menjadi lima,
yaitu : Defisit Tingkat Berat (<70% angka kebutuhan), Defisit Tingkat
Sedang (70-79% angka kebutuhan), Defisit Tingkat Ringan (80-89%
angka kebutuhan), Normal (90-119% angka kebutuhan) dan di atas
Angka Kebutuhan (≥120% angka kebutuhan).
Sisa Makanan adalah bahan makanan atau makanan yang tidak habis dimakan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum RS Royal Taruma
Rumah Sakit Royal Taruma didirikan pada tanggal 29 Maret 2007,
berlokasi di Jl Daan Mogot N0 34, Jakarta Barat 11470. Gambar rumah sakit dan
lokasi RS Royal Taruma dapat dilihat pada Lampiran 1.
Struktur organisasi Rumah Sakit Royal Taruma diatur berdasarkan SK
Menkes RI tentang Organisasi dan Tata Kerja RS Royal Taruma. Struktur
organisasi di RS Royal Taruma dapat dilihat pada Lampiran 2.
Rumah Sakit Royal Taruma terdiri dari 8 lantai yang dibangun dengan
gaya arsitektur simple dan modern, dengan rencana pengadaan 326 tempat
tidur. Namun untuk tahap awal, RS Royal Taruma membuka kamar perawatan
dengan 120 tempat tidur.
Beberapa pelayanan yang terdapat di RS Royal taruma diantaranya
adalah Instalasi Gawat darurat yang dilengkapi dengan radiologi, laboratorium,
endoskopi, kolposkopi, rehabilitasi medik, hemodialisa, apotik 24 jam, instalasi
rawat jalan memberikan pelayanan dengan unggulan spesialistik, instalasi rawat
inap dibagi menjadi 7 bagian yaitu kamar perawatan (paviliun emerald, paviliun
diamond, pavilin sapphire, paviliun zircon, paviliun topaz), ICU (Intensive Care
Unit)/ICCU (Intensive Cardiac Care Unit)/IMC (Intermediate Care), NICU
(Neotanal Intensive Care Unit)/PICU (Perinatal Intensive care Unit), kamar
isolasi, kamar bayi/perinatology, kamar bersalin dan kamar operasi. Jumlah
kamar dan tempat tidur di RS Royal Taruma dapat dilihat pada Lampiran 3.
Gambaran Umum Instalasi Gizi
Komponen Ketenagaan
Berdasarkan jenis kegiatan ketenagaan terdiri atas ahli gizi (3 orang),
supervisor gizi (3 orang), supervisor cook (1 orang), cook (3 orang), helper cook
(2 orang), petugas gizi ruangan (10 orang), petugas kebersihan (outsourcing).
Pendidikan di Instalasi Gizi RS Royal Taruma antara lain: S1 Gizi 2
orang; D3 Gizi 1 orang; D1 Gizi 1 orang; D1 Boga 1 orang; SMK Boga 5 orang;
SMA 13 orang.
Strukur Organisasi Instalasi Gizi RS Royal Taruma
Instalasi gizi RS Royal Taruma dipimpin oleh seorang ahli gizi. Struktur
organisasi instalasi gizi RS Royal Taruma dapat dilihat pada Lampiran 4.
34
Kegiatan Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakit
Sistem penyelenggaraan makanan yang dilakukan di instalasi gizi RS
Royal Taruma adalah sistem swakelola, pada sistem ini unit pelayanan gizi atau
instalasi gizi bertanggung jawab untuk melaksanakan semua kegaiatan makanan
dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Sistem penyelenggaraan tersebut telah disesuaikan dengan pedoman
pelayanan gizi rumah sakit Departemen Kesehatan RI. Mekanisme kerja di RS
Royal Taruma antara lain:
Perencanaan anggaran belanja makanan (PAMB) adalah suatu kegiatan
penyusunan anggaran biaya yang diperlukan untuk pengadaan bahan makanan
bagi
pasien yang dilayani dengan tujuan memenuhi kebutuhan macam dan
jumlah bahan makanan bagi pasien dan karyawan yang dilayani sesuai dengan
standar kecukupan gizi. Perencanaan anggaran belanja makanan dibuat oleh
instalasi gizi atas persetujuan rumah sakit.
Perencanaan menu adalah serangkaian kegiatan penyusunan menu yang
akan diolah untuk memenuhi selera pasien dan kebutuhan zat gizi yang
memenuhi selera pasien dan kebutuhan zat gizi yang memenuhi prinsip gizi
seimbang. Tujuan dari perencanaan menu adalah tersedianya siklus menu
berdasarkan klasifikasi pelayanan yang ada dirumah sakit. Siklus menu yang
ditetapkan di instalasi gizi adalah siklus menu 10 hari dan kembali ke menu 6 bila
ada tanggal 31 untuk makan siang dan malam. Untuk VIP menggunakan siklus
menu pilihan paket A (makanan khas Indonesia) dan paket B (menu Eropa dan
China). Untuk menu sarapan, sesuaikan dengan hari. Untuk snack atau selingan
dibedakan atas snack biasa lunak dan snack rendah serat. Untuk buah
dibedakan atas diet yaitu diet biasa, DM, GE dan rendah serat. Standar makanan
untuk kelas II dan III dapat dilihat di Lampiran 5 dan Lampiran 6.
Perhitungan kebutuhan makanan adalah serangkaian kegiatan menyusun
kebutuhan bahan makanan yang diperlukan untuk pengadaan bahan makanan.
Di Instalasi gizi RS Royal Taruma, perencanaan kebutuhan bahan makanan
dilakukan 1 bulan sebelum waktu berjalan.
Prosedur pengadaan bahan makanan adalah membuat perencanaan
yang dilakukan oleh bagian cook diajukan kepada Kepala Instalasi Gizi, lalu
memesan kepada suplayer bahan makanan yang ditunjuk oleh rumah sakit,
untuk selanjutnya melakukan pembelian bahan makanan.
35
Pemesanan dan pembelian bahan makanan adalah suatu proses atau
kegiatan yang menyusun order atau permintaan bahan makanan berdasarkan
menu dan rata-rata jumlah pasien yang dilayani. Tujuannya adalah agar
tersedianya daftar pesanan sesuai standar atau spesifikasi yang ditetapkan.
Pemesanan dan pembelian bahan makanan meliputi bahan makanan segar
dipesan setiap hari dan bahan makanan kering setiap 1 bulan sekali.
Penerimaan bahan makanan adalah kegiatan memeriksa, meneliti,
mencatat dan melaporkan macam, jumlah dan kualitas bahan makanan yang
diterima sesuai dengan pesanan. Apabila ada kesalahan pengiriman bahan
makanan yang dikirim oleh pihak rekanan maka barang tersebut dikembalikan
dan diganti dengan makanan yang sesuai dengan pemesanan.
Penyimpanan bahan makanan adalah proses pemasukan, penyimpanan
dan penyaluran bahan makan. Penyimpanan bahan makanan yang dilakukan di
Instalasi Gizi RS Royal Taruma dilakukan dua pemisahan yaitu bahan makanan
segar dan bahan makanan kering. Penyimpanan bahan makanan terdapat di
gudang. Gudang yang ada di instalasi gizi terdapat dua yaitu gudang gizi yang
berfungsi sebagai tempat penyimpanan bahan makanan kering dan segar yang
disesuaikan dengan pemesanan dan gudang harian.
Pengolahan bahan makanan dibagi menjadi pengolahan untuk pasien
tanpa diet, pasien diet rendah garam, pasien rendah serat, makanan cair.
Pengolahan makanan disesuaikan dengan bahan makanan yang diterima
gudang untuk pagi dan siang, bahan makanan yang akan diolah disiapkan pada
hari sebelumnya. Untuk makan sore bahan makanan yang akan diolah disiapkan
pada hari itu. Kegiatan pengolahan makanan meliputi : (a) persiapan meliputi
persiapan alat, bahan makanan bumbu termasuk mengupas, memotong dan
meracik; (b) pengolahan dan pemasakan. Pengolahan makanan dimulai dari
bahan makanan diambil dari gudang gizi untuk bahan makanan segar dan
gudang harian untuk bahan makanan kering oleh cook yang sesuai dengan shift
kerjanya. Untuk bahan makanan segar seperti sayuran yang sudah dipotong dan
dicuci lalu diolah sesuai dengan menu pada hari tersebut; (c) distribusi makanan
dan penyajian Makanan. Sistem distribusi pembagian makanan di instalasi gizi
RS Royal Taruma adalah sistem senrtralisasi karena semua hidangan yang
disajikan langsung disajikan ke pasien. Hidangan yang disajikan ke pasien kelas
II dan kelas III menggunakan alat hidang berupa plato yang terbuat dari melamin
yang bersekat untuk memisahkan makan dan sendok stainless steel, untuk kelas
36
I, VIP dan SVIP menggunakan piring makan, mangkok lauk, mangkuk sup yang
terbuat dari keramik serta sendok dan garpu yang terbuat dari stainless steel.
Waktu pendistribusian makan pagi jam 07.00-07.30 WIB, siang jam 11-12.00
WIB dan sore 16.30-17.00 WIB. Setelah hidangan diporsi lalu distribusikan ke
pasien menggunakan troley makananan yang terdapat mesin penghangat, ketika
sampai di nurse station makanan dapat dihangatkan kembali sehingga diberikan
kepada pasien dalam keadaan hangat.
Pengawasan mutu makanan di RS Royal Taruma dilakukan oleh pihak
instalasi gizi melalui uji cita rasa. Hal ini dilakukan untuk menilai kualitas dan
kesesuaian makanan yang dihasilkan apakah sudah selesai dengan standar
menu. Uji cita rasa dilakukan setiap akhir tahun, sehingga tiap tahun menu bisa
dievaluasi.
Pencatatan dan pelaporan adalah serangkaian kegiatan pengumpulan
data dan pengolahan data kegiatan pelayanan gizi rumah sakit dalam jangka
waktu tertentu untuk menghasikan bahan bagi penilaian kegiatan pelayanan gizi
rumah sakit maupun dalam pengambilan keputusan.
Karakteristik Pasien
Jenis Kelamin dan Usia
Sebanyak 58% pasien adalah pria. Sebagian besar pasien berada pada
rentang usia dewasa menengah (40-65 tahun) dan dewasa akhir (>65 tahun)
yaitu 42%, sedangkan usia dewasa awal (20-40 tahun) hanya 15%.
Tabel 7. Sebaran Pasien berdasarkan Kelompok Usia dan Jenis Kelamin
Kelompok Umur
Dewasa Awal (20-40 tahun)
Dewasa Menengah (40-64 tahun)
Dewasa Akhir (>65 tahun)
Total
Wanita
n
%
4
15
5
19
2
8
11
42
Pria
n
0
6
9
15
Total
%
0
23
35
58
n
4
11
11
26
%
15
42
42
100
Hasil studi yang dilakukan oleh Abolfotouth et. al (1996) orang yang
beresiko hipertensi berusia lebih dari 45 tahun.
Status Gizi Berdasarkan Indeks Massa Tubuh
Indeks Massa Tubuh (IMT) digunakan untuk menentukan status gizi
pasien. Sebelum diketahui IMT dilakukan penimbangan berat badan dan
pengukuran tinggi badan untuk pasien yang bisa berjalan atau berdiri,
sedangkan untuk pasien dalam keadaan terbaring dengan melihat status rekam
37
medis yang telah dilakukan pengukuran oleh perawat. Sebaran pasien
berdasarkan IMT dapat dilihat pada Tabel 8
Tabel 8. Sebaran Pasien berdasarkan Status Gizi
Status Gizi IMT (kg/m²)
Wanita
n
0
9
1
10
Kurus (<18,5)
Normal (18,5-22,9)
Gemuk (>23)
Total
%
0
34.6
3.8
38
Pria
n
1
10
5
16
Total
n
1
19
6
26
%
3.8
38.4
19.2
62
%
4
73
23
100
Berdasarkan Tabel 8 sebanyak 73% status gizi pasien adalah normal dan
sebanyak 23% status berstatus gizi gemuk.
Tingkat Pendidikan dan Jenis Pekerjaan
Tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan pasien sangat bervariasi, yang
dikelompokkan menjadi 4 tingkat pendidikan dan 4 jenis pekerjaan. Sebaran
pasien berdasarkan tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan dapat dilihat pada
Tabel 9
Tabel 9. Sebaran Pasien Berdasarkan Jenis Pekerjaan dan Tingkat Pendidikan
Jenis
Pekerjaan
Peg Negeri
Peg Swasta
IRT
Wiraswasta
Total
Tamat SMP
n
0
0
0
2
2
%
0
0
0
7,7
7.7
n
1
0
1
3
5
Tingkat Pendidikan
SMU
Tidak
Tamat
SMU
%
n
%
3.8
0
0
0
0
0
3.8
0
0
11.5
3
11.5
19.1
3
11.5
Total
Univ/Akademi
n
2
8
2
4
16
%
7.7
30.8
7.7
15.4
61.6
n
2
8
3
12
26
%
8
31
12
46
100
Berdasarkan Tabel 9, sebagian besar pekerjaan pasien adalah
wiraswasta sebanyak 46%, pegawai swasta sebanyak 31%, ibu rumah tangga
sebanyak 12% dan pegawai negeri sebanyak 8%. Sebagian besar tingkat
pendidikan pasien adalah lulusan universitas/akademi sebanyak 61,6%.
Pendidikan tertinggi pasien menunjang tingkat pengetahuan tentang kesehatan,
penerimaan informasi formal lebih mudah diterima (Tupito 2006).
Aktifitas fisik
Aktivitas fisik merupakan faktor yang menentukan kebutuhan energi
pasien. Aktivitas dibedakan atas dua jenis yaitu aktifitas di tempat tidur dan diluar
tempat tidur. Sebaran pasien berdasarkan aktifitas fisik dan jenis penyakit
penyerta hipertensi disajikan pada Tabel 10.
38
Tabel 10. Tabel Sebaran Pasien Berdasarkan Aktifitas Fisik dan Jenis Penyakit
Penyerta Hipertensi.
Jenis Penyakit Penyerta
Tirah Baring
n
%
5
19.2
2
7.7
4
15.4
0
0
11
42.3
Diabetes Mellitus
Gagal Ginjal
Penyakit Jantung
Tanpa Penyakit Penyerta
Total
Keterangan
Tirah Baring
Ambulasi
Ambulasi
n
%
3
11.5
5
19.2
0
0
7
26,9
15
57.7
Total
n
8
7
4
7
26
%
30.8
26.9
15.4
26.9
100
: 1,2
: 1,3
Berdasarkan Tabel 10, hipertensi dengan penyakit penyerta Diabetes
Mellitus yang aktifitas tirah baring sebanyak 19.2% dan melakukan aktifitas
ambulasi sebanyak 11.5% . Hipertensi dengan penyakit penyerta gagal ginjal
yang melakukan aktifitas tirah baring sebanyak 7.7% dan ambulasi sebanyak
19.2%. Hipertensi dengan penyakit penyerta penyakit jantung yang tirah baring
sebanyak 15.4%. Hipertensi tanpa penyakit penyerta yang ambulasi sebanyak
26.9%.
Data Riwayat Hipertensi Pasien
Lama Perawatan dan Jenis Penyakit Penyerta Hipertensi
Perubahan lingkungan pada orang yang dirawat dalam waktu lama di
rumah sakit, dapat menyebabkan tekanan psikologis pada orang yang
bersangkutan. Hal ini menyebabkan hilangnya nafsu makan dan rasa mual
terhadap makanan yang disajikan (Subandriyo 2000).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah meningkat
melebihi batas normal, disebabkan karena peningkatan resistensi (tahanan) dari
pembuluh darah tepi (Adib 2009). Hipertensi merupakan penyakit penyerta dari
penyakit lainnya diantaranya adalah Diabetes Mellitus, Gagal ginjal dan Penyakit
Jantung. Tabel sebaran pasien berdasarkan jenis penyakit penyerta dengan
Hipertensi dan lama rawat dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Sebaran pasien berdasarkan Jenis Penyakit Penyerta dengan
Hipertensi dan lama rawat
Jenis Penyakit Penyerta
Diabetes Mellitus
Gagal Ginjal
Penyakit Jantung
Tanpa penyakit penyerta
Total
Lama Rawat
<10 hari
10-20 hari
n
%
n
%
3
11.5
5
19.3
3
11.5
4
15.4
1
3.8
3
11.6
5
19.2
2
7.7
12
46
14
54
Total
n
8
7
4
7
26
%
31
27
15
27
100
39
Berdasarkan Tabel 11, sebanyak 19.3% pasien hipertensi dengan
penyakit penyerta Diabetes Mellitus dan sebanyak 15.4% pasien hipertensi
dengan gagal ginjal dirawat selama 10-20 hari. Kedua penyakit penyerta ini
dirawat paling lama, hal ini dikarenakan perawatan dari penyakit penyerta
tersebut. Hipertensi dengan penyakit penyerta Diabetes Mellitus dirawat lama
karena harus melakukan perawatan terhadap gangren, untuk penyakit penyerta
gagal ginjal dirawat lama karena harus melakukan cuci darah. Berdasarkan
konsensus PERKENI, orang yang hipertensi dengan tekanan sistolik ≥140
mmHg dan diastol 90 mmHg memiliki resiko Diabetes Mellitus (Tjokroprawiro
2006).
Jenis Penyakit Penyerta dan Usia
Penyakit penyerta ditemukan pada usia dewasa akhir sebanyak 34.6%.
Penyakit penyerta terbanyak adalah hipertensi dengan penyakit penyerta
Diabetes Melitus. Hipertensi tanpa penyakit penyerta paling banyak pada usia
dewasa menengah sebanyak 11.5%. Sebaran pasien berdasarkan jenis penyakit
penyerta dan kelompok usia dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12 . Sebaran Pasien berdasarkan Jenis Penyakit Penyerta dan Kelompok
Usia
Jenis Penyakit Penyerta
Diabetes Mellitus
Gagal Ginjal
Penyakit Jantung
Tanpa Penyakit Penyerta
Total
Dewasa awal
n
0
2
0
2
4
%
0
7.7
0
7.7
15
Dewasa
Menengah
n
%
5
19.2
3
11.5
0
0
3
11.5
11
42
Dewasa
Akhir
n
%
3
11.5
2
7.7
4
15.4
2
7.7
11
42
Total
n
8
7
4
7
26
%
31
27
15
27
100
Menurut Tjokroprawiro (2006), komplikasi menahun yang tercatat di
Poliklinik Diabetes RSU Dr. Soetomo tahun 1993, antara lain hipertensi (12,8%),
Penyakit Jantung Koroner (10%).
Status Melakukan Konsultasi
Pengetahuan tentang gizi akan selalu diperlukan untuk kehidupan
manusia
sampai
kapanpun.
Konsultasi
gizi
adalah
kombinasi
antara
pengetahuan gizi dan kemampuan psikologi yang dilakukan oleh konselor gizi
yang menggunakan makanan dan kandungan gizi yang terdapat di dalamnya
sebagai upaya perubahan kebiasaan makan menuju fungsi fisiologis, emosi,
kondisi klien yang lebih baik (Hardinsyah 2005).
Pendidikan tertinggi pasien menunjang tingkat pengetahuan tentang
kesehatan, penerimaan informasi formal lebih mudah diterima (Tupito 2006).
40
Tabel 13 merupakan tabel sebaran pasien berdasarkan jenis penyakit penyerta
yang pernah atau tidak pernah melakukan konsultasi.
Tabel 13. Sebaran Pasien Berdasarkan Jenis Penyakit Penyerta & Pengalaman
Konsultasi
Jenis Penyakit Penyerta
Pernah Konsultasi
Pernah
Tidak Pernah
n
%
n
%
6
23.1
2
7.7
5
19.2
2
7.7
4
15.4
0
0
4
15.4
3
11.5
19
73
7
27
Diabetes Mellitus
Gagal Ginjal
Penyakit Jantung
Tanpa penyakit penyerta
Total
Total
n
8
7
4
7
26
%
31
27
15
27
100
Berdasarkan Tabel 13, penderita dengan penyakit penyerta yang pernah
melakukan konsultasi terbanyak adalah hipertensi dengan penyakit penyerta
dengan Diabetes Mellitus sebanyak 23.1%, sedangkan yang tidak pernah
konsultasi terbanyak adalah hipertensi tanpa penyakit penyerta sebanyak 11.5%.
Kebutuhan Total Energi dan Protein Sehari
Kebutuhan protein disesuaikan dengan syarat diet dari jenis penyakit
penyerta. Pasien hipertensi dengan penyakit penyerta Diabetes Mellitus, menurut
syarat diet B1 karena pasien sebagian besar adalah gangren, kebutuhan protein
sebesar 20% dari kebutuhan energi total sehari. Untuk pasien hipertensi dengan
penyakit penyerta gagal ginjal, menurut syarat diet gagal ginjal kebutuhan protein
sebesar 0,6-0,75 g/kg BB. Pasien hipertensi dengan penyakit penyerta penyakit
jantung, menurut syarat diet penyakit jantung kebutuhan protein cukup yaitu 0,8
g/kg BB. Pasien hipertensi tanpa penyakit penyerta kebutuhan protein
disesuaikan dengan syarat diet rendah garam yaitu untuk kebutuhan protein
sebesar 10-15% kebutuhan energi total sehari. Tabel 14 memperlihatkan
kebutuhan
energi,
protein
menurut
jenis
penyakit
penyerta
hipertensi
berdasarkan jenis kelamin.
Tabel 14. Kebutuhan Energi dan Zat Gizi menurut Jenis Penyakit Penyerta
Hipertensi dengan Jenis Kelamin
Penyakit Penyerta
Diabetes Mellitus
Gagal Ginjal
Penyakit Jantung
Hipertensi tanpa penyakit penyerta
Jenis
Kelamin
Pria
Wanita
Pria
Wanita
Pria
Wanita
Pria
Wanita
n
4
4
4
2
4
3
4
Energi dan Zat Gizi
Energi (Kal)
Protein (g)
1726
86
1483
74
1656
42
1536
33.8
1437
42.2
1740
54.4
1518
47.2
41
Rata-rata kebutuhan energi dan protein pasien pria hipertensi dengan
penyakit penyerta Diabetes Mellitus masing-masing 1726 Kal dan 86 g,
sedangkan rata-rata kebutuhan energi dan protein pasien wanita sebesar 1483
Kal dan 74 g. Rata-rata kebutuhan energi dan protein hipertensi pasien pria
dengan penyakit penyerta gagal ginjal sebesar 1656 Kal dan 42 g, kebutuhan
energi dan protein pasien wanita sebesar 1536 Kal dan 33.8 g. Rata-rata
kebutuhan energi dan protein pasien hipertensi dengan penyakit penyerta
penyakit jantung sebesar 1437 Kal dan 42.2 g. Rata-rata kebutuhan energi dan
protein hipertensi pasien pria tanpa penyakit penyerta sebesar 1740 Kal dan 54.4
g dan pasien wanita sebesar 1518 Kal dan 47.2 g.
Menurut Hardinsyah dan Martiato (1989), kebutuhan energi terbesar
diperlukan untuk metabolisme basal karena berat badan dan luas permukaan
tubuh
serta
aktivitas
yang
bervariasi
antara
laki-laki
dan
perempuan
menunjukkan adanya perbedaan rata-rata yang nyata dalam metabolisme basal
laki-laki dan perempuan sehingga kebutuhan energinya pun berbeda.
Ketersediaan Energi dan Zat Gizi Makanan RS
Makanan yang disajikan di RS Royal Taruma untuk diet rendah garam
disamakan baik untuk diet rendah garam I, diet rendah garam II dan diet rendah
garam III. Setiap pasien dapat memesan menu makanan yang sesuai dengan
dietnya.
Sarapan terdiri atas tiga paket dengan menu yang berbeda. Pada Tabel
15 akan disajikan jumlah energi dan zat gizi setiap paket makanannya.
Tabel 15. Ketersediaan Sarapan Makanan RS berdasarkan Paket yang disediakan
Menu
Zat Gizi
Paket B
Paket C
E
P
E
P Lemak Serat Natrium
Lemak Serat Natrium
(Kal) (g)
(g)
(g)
(mg)
(Kal) (g)
(g)
(g)
(mg)
Senin
103
4
3.8
0,1
8.1
183 7.8
5,7
0.2
0.6
Selasa 327 12.6
7.1
0.1
14.2
154 2.9
13
0.3
9.2
Rabu
253 5.7
14
0.1
8.1
274 12
8.2
4.2
Kamis 209 5.7
9.5
0.1
8.1
201
8
7.1
3.6
Jumat 281 7.3
9.6
0.1
14.2
261 12
14
0.6
Sabtu
164 5.9
4.5
0.1
8.1
95 2.8
3.6
0.3
1.3
Minggu 298 7.1
12
0.1
14.2
134 14
1
0
Rata233 6.9
8.6
0.1
10
186 8.5
7.5
0.1
2.8
rata
Keterangan:
E: Energi
P : Protein
Menu sarapan yang disediakan Rumah Sakit terdiri dari 3 paket yaitu
paket A, paket B dan paket C. Ketiga menu tersebut memiliki kandungan energi
42
dan zat gizi yang berbeda. Menu Paket A yang diberikan sama setiap harinya
yaitu roti putih dengan selai strawberry. Paket A mengandung rata-rata energi
sebanyak 74 Kal, dan natrium 16 mg. Paket B mengandung rata-rata energi
sebanyak 233 Kal, protein 6.9 g, lemak 8.6 g, serat 0.1 g dan natrium 10 mg.
Paket C mengandung rata-rata energi 186 Kal, protein 8.5 g, lemak 7.5 g, serat
0.1 g dan natrium 2.8 mg. Sarapan setiap hari ditawarkan pilihan minuman yang
berbeda, energi dan zat gizi dari setiap minuman yang diberikan adalah jus jeruk
energi 40 Kal, protein 1.4 g, lemak 0.2 g; jus pepaya energi sebesar 42 Kal,
protein 1.1 g, serat 3.6 g dan natrium 3 mg; jus apel energi sebesar 58 Kal,
protein 1 g, natrium 1.7 mg; jus melon energi 39 Kal, protein 1.4 g, lemak 1 g,
serat 3.8 g.
Untuk makan siang dan malam, menu yang disajikan di RS Royal Taruma
dibedakan atas bubur, nasi tim dan biasa. Tabel ketersediaan makanan yang
disediakan untuk pasien waktu siang dan malam menurut bubur, nasi tim dan
nasi biasa.
Tabel 16. Ketersediaan Energi, Protein dan Lemak berdasarkan Menu dan
Konsistensi Diet
Menu
Zat Gizi dan Konsistensi
Energi (Kal)
Protein (g)
Lemak (g)
B
NT
NB
B
NT
NB
B
NT
1
1729 1873
2017
103.1
105.9
108.6
90.8
91.9
2
1160 1304
1448
51.2
53.9
56.6
52.6
52.9
3
1361 1433
1649
60.3
61.7
65.8
40.3
40.4
4
1278 1422
1566
66.6
69.4
72.1
47.3
47.6
5
1321 1465
1609
59.3
62
64.7
68.3
68.6
6
1382 1454
1525
61.4
62.2
63
71
71
7
1639 1675
1782
101
101.4
102.7
84.7
84.7
8
1567 1638
1907
72.1
73
73.8
78
78.1
9
1638 1709
1781
91.8
92.6
93.5
67.7
67.8
10
1696 1696
1802
92.5
92.5
93.8
88.3
88.3
Rata-rata 1477 1567
1689
75.9
75.9
79.5
68.9
69
Keterangan:
B : Bubur
NT : Nasi Tim
NB : Nasi Biasa
NB
91.4
53.2
40.9
47.8
68.9
71.1
84.7
78.1
67.8
88.3
69,2
43
Tabel
17
memperlihatkan
kandungan
serat
dan
natrium
dari
ketersediaan menu makan siang dan malam berdasarkan konsistensi diet.
Tabel 17. Ketersediaan Serat dan Natrium berdasarkan Menu dan Konsistensi
Diet
Menu
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Rata-rata
Keterangan:
B
: Bubur
Zat Gizi dan Konsistensi
B
6.0
6.7
2.8
4.0
3.9
3.2
4.6
4.3
3.4
5.6
4.5
Serat (g)
NT
6.0
6.7
2.9
4.1
4.0
3.3
4.6
4.4
3.5
5.6
4.5
NT
NB
6.1
6.9
3.0
4.2
4.1
3.4
4.8
4.5
3.6
5.7
4.6
B
56.3
80.8
20.9
70.5
87.4
83.9
89.6
60.1
67.8
57.9
67.5
: Nasi Tim
Natrium (mg)
NT
67.1
91.6
26.3
81.3
98.2
94.7
95.2
70.8
78.6
57.9
76.1
NB
NB
77.9
102.4
42.5
92.1
109.4
105.5
111.2
81.6
89.4
74.1
88.6
: Nasi Biasa
Berdasarkan Tabel 16 dan Tabel 17, terlihat perbedaan kandungan dari
setiap konsistensi diet yang diberikan kepada pasien. Hal ini disebabkan, berat
dari bahan makanan yang diberikan berbeda. Bubur berat beras yang diberikan
sebesar 30 g, nasi tim seberat 50 g dan nasi biasa beras yang diberikan sebesar
70 g.
Snack yang disajikan di RS Royal Taruma, snack dibedakan atas dua
jenis yaitu snack biasa lunak yang diberikan untuk pasien diet biasa dan diet
lunak. Selain itu adalah snack rendah serat yang diberikan untuk pasien diet
rendah serat. Snack dibedakan atas 7 jenis sesuai hari yang diberikan pada saat
itu. Tabel ketersediaan snack yang disediakan RS untuk pasien berdasarkan
jenis diet pasien dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Ketersediaan Snack RS berdasarkan Diet yang diberikan
Menu
Senin
Selasa
Rabu
Kamis
Jumat
Sabtu
Minggu
Rata-rata
Energi
(Kal)
BL
RS
231
178
360
284
209
209
199
229
387
180
301
301
256
256
194
163
Protein
(g)
BL
RS
2.2
1.6
7.4
8.2
3.9
3.9
7.9
9.1
4.8
3.6
8.5
8.5
10.5
10.5
4.5
4.5
Keterangan:
BL : Biasa Lunak RS : Rendah Serat
Lemak
(g)
BL
RS
1.7
1.5
13.5
12.6
1.4
1.4
10.1
10.3
11.5
0.1
10.4
10.4
1.8
1.8
5
3.8
Serat
(g)
BL
RS
1.1
1.1
0.5
0.5
0.2
0.2
2.2
2.2
0.4
0.4
2.3
2.3
0.7
0.4
Natrium
(mg)
BL
RS
11.5
7.7
13.9 29.2
10.6 10.6
2.1
2.1
0.9
11
11
10.8 10.8
8.6
7.1
44
Berdasarkan Tabel 18, snack biasa lunak mengandung rata-rata energi
sebesar 194 Kal, protein 45 g, lemak 5 g, serat 0.7 g dan natrium sebesar 8.6
mg. Untuk snack rendah serat mengandung rata-rata energi sebesar 163 Kal,
protein 4.5 g, lemak sebesar 3.8 g, serat sebesar 0.4 g dan natrium 7.1 mg.
Buah yang disajikan di RS Royal Taruma dibedakan atas 4 jenis diet
diantaranya adalah diet biasa, diet DM (Diabetes Mellitus), GE (Gastro Enteritis)
dan RS (Rendah Serat). Tabel rata-rata ketersediaan buah yang disediakan
untuk pasien waktu siang dan malam menurut diet biasa, diet DM, diet GE
(Gastro Enteritis) dan diet RS (Rendah Serat) dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Rata-rata Ketersediaan Serat dan Natrium Buah berdasarkan Jenis Diet
Jenis Diet
Zat Gizi
Serat (g)
Natrium (mg)
Diabetes Mellitus
0.9
17.4
Gastro Enteritis
1.1
11.7
Biasa
0.3
2.9
Rendah Serat
0.5
5.1
Berdasarkan Tabel 19 rata-rata kandungan serat untuk diet GE sebesar
1.1 g, diet biasa 0.3 g dan diet rendah serat 0.5 g. Rata-rata kandungan natrium
buat diet DM 17.4 mg, diet GE 11.7 mg, diet biasa 2.9 mg dan diet rendah serat
sebesar 5.1 mg.
Buah untuk diet Diabetes Melitus diberikan sama setiap harinya yaitu
melon untuk pagi hari dan diberikan pepaya untuk sore hari. Begitu juga dengan
buah untuk diet GE (Gastro Enteritis) sama untuk setiap harinya yaitu pisang
ambon untuk pagi hari dan jus apel untuk sore hari.
Buah untuk diet biasa, pada pagi hari diberikan melon, apel, pepaya,
jeruk medan, pisang ambon dan semangka. Untuk sore hari diberikan jeruk
medan, jambu biji, belimbing, pear. Buah yang diberikan untuk diet rendah serat
adalah sari melon, sari pepaya, sari semangka, melon dan pisang ambon.
Rata-rata ketesediaan energi, protein, lemak, natrium dan serat
berdasarkan hipertensi dengan jenis komplikasi dapat dilihat pada Tabel 20
dibawah ini.
Tabel 20. Rata-rata Ketersediaan Energi dan Zat Gizi Pasien Berdasarkan Jenis
Penyakit Penyerta dengan Hipertensi
Jenis Penyakit Penyerta
n
Diabetes Mellitus
Gagal Ginjal
Penyakit Jantung
8
7
4
Energi
(Kal)
1960
2087
1970
Protein
(g)
90.2
91.4
85.5
Lemak
(g)
83.1
83.3
78.2
Serat
(g)
3.2
9.6
9.3
Natrium
(mg)
193.2
94.3
90.5
45
Tanpa Penyakit Penyerta
7
2038
96.1
70.4
8.1
86.6
Dari Tabel 20, rata-rata ketersediaan energi untuk pasien gagal ginjal
paling tinggi yaitu sebesar 2087 Kal. Hal ini dibutuhkan karena pasien gagal
ginjal membutuhkan asupan makanan yang lebih untuk mempertahankan status
gizi yang optimal. Pasien gagal ginjal sering mengalami muntah-muntah saat
hemodialisa dan juga sering mengalami diare.
Konsistensi diet adalah salah satu modifikasi makanan yang diberikan
kepada orang sakit yang disesuaikan dengan keadaan penyakitnya, meliputi
makanan biasa, lunak, saring dan cair. Makanan biasa adalah makanan yang
susunannya maupun bahan makanan yang dipilih tidak berbeda dengan
makanan orang sehat maupun menghindari makanan yang pedas dan
mengandung zat-zat yang merangsang saluran pencernaan atau yang
menyebabkan diare. Makanan biasa diberikan kepada penderita yang tidak
memerlukan makanan khusus berhubungan dengan penyakitnya (Moehyi 1999).
Perbedaan makanan lunak dengan makanan biasa terletak pada
konsistensi serta cara memasaknya. Makanan lunak mudah dicerna, rendah
serat, menghindari bahan makanan yang dapat menimbulkan gas atau bumbu
yang merangsang juga mengandung lemak. Makanan lunak diberikan kepada
penderita sesudah operasi tertentu dan pada penyakit infeksi dengan kenaikan
suhu badan yang tidak terlalu tinggi. Menurut Moehyi (1999) jika demam
berlangsung lama, keadaan tubuh orang sakit malas mengunyah makanannya.
Tabel 21-23 memperlihatkan rata-rata ketersediaan energi, protein,
lemak, serat dan natrium berdasarkan jenis komplikasi dan konsistensi.
Tabel 21. Rata-rata Ketersediaan Energi dan Zat Gizi Berdasarkan Jenis
penyakit Penyerta dengan Hipertensi dan konsistensi lunak (bubur)
Jenis Komplikasi
n
Diabetes Mellitus
Gagal Ginjal
Penyakit Jantung
Tanpa komplikasi
8
7
4
7
Energi
(Kal)
1594
1630
1677
1522
Protein
(g)
71.9
73.1
74.4
76.1
Lemak
(g)
64.2
67.2
69.2
53.7
Natrium
(mg)
70.8
73.4
76.7
76.5
serat(g)
8.2
8.2
8.2
7.5
Berdasarkan Tabel 21, rata-rata ketersediaan energi tertinggi dengan
konsistensi lunak (bubur) yaitu hipertensi dengan penyakit penyerta penyakit
jantung sebesar 1677 Kal, lalu diikuti gagal ginjal sebesar 1630 Kal. Angka ratarata ketersediaan energi terendah yaitu hipertensi tanpa penyakit penyerta
sebesar 1522 Kal. Angka rata-rata ketersediaan protein tertinggi yaitu hipertensi
tanpa penyakit penyerta sebesar 76.1 g. Angka rata-rata ketersediaan protein
46
terendah yaitu hipertensi dengan penyakit penyerta Diabetes Mellitus sebesar
71.9 g. Untuk angka rata-rata ketersediaan lemak tertinggi yaitu hipertensi
dengan penyakit penyerta penyakit jantung sebesar 69.2 g dan rata-rata angka
ketersediaan lemak terendah yaitu hipertensi tanpa penyakit penyerta sebesar
53.7 g. Angka rata-rata ketersediaan natrium tertinggi yaitu hipertensi dengan
penyakit penyerta penyakit jantung sebesar 76.7 mg.
Tabel 22. Rata-rata Ketersediaan Energi dan Zat Gizi Berdasarkan Jenis
Penyakit Penyerta dengan Hipertensi dan Konsistensi Biasa (nasi
tim)
Jenis Penyakit Penyerta
n
Diabetes Mellitus
Gagal Ginjal
Penyakit Jantung
Tanpa Penyakit penyerta
3
6
3
7
Energi
(Kal)
1239
1459
1320
1446
Protein
(g)
54.4
65.1
51.9
65.2
Lemak
(g)
45.1
56.8
46.7
58.9
Serat
(g)
5.0
6.8
5.6
4.3
Natrium
(mg)
71,9
66.4
66.0
65.2
Berdasarkan Tabel 22, angka rata-rata ketersediaan energi tertinggi
dengan konsistensi nasi tim yaitu hipertensi dengan penyakit penyerta gagal
ginjal sebesar 1593 dan angka ketersediaan energi terendah adalah hipertensi
dengan penyakit penyerta Diabetes Mellitus sebesar 1239 Kal.
Tabel 23. Rata-rata ketersediaan energi dan zat gizi berdasarkan jenis
komplikasi dengan hipertensi dan konsistensi biasa (nasi)
Jenis Penyakit Penyerta
n
Gagal Ginjal
Tanpa Penyakit Penyerta
2
4
Energi
(Kal)
1664
2033
Protein
(g)
64.2
51.5
Lemak
(g)
54.3
44.9
Serat
(g)
6.5
5.5
Natrium
(mg)
73.5
56.0
Berdasarkan Tabel 23, hipertensi dengan penyakit penyerta gagal ginjal
dengan konsistensi biasa (nasi) rata-rata ketersediaan energi sebesar 1664 Kal,
protein 64.2 g, lemak 54.3 g, serat 6.5 g dan natrium sebesar 73,5 mg. Hipertensi
tanpa penyakit penyerta rata-rata ketersediaan energi sebesar 2033 Kal, protein
51.5 g, lemak 44.9 g, serat 5.5 g dan natrium 56.0 mg.
Tingkat Ketersediaan Energi dan Zat Gizi
Tingkat Ketersediaan Energi dan Zat Gizi Pasien
Menurut Moehyi (1999) bahwa makanan yang disajikan harus dapat satu
bentuk terapi, penunjang pengobatan dan tindakan medis. Kebutuhan fisiologis
pertama dan sangat penting akan zat gizi dalam tubuh adalah menyediakan
energi bagi mereka yang sedang dalam proses penyembuhan.
Seseorang yang tidak makan cukup pangan secara teratur dapat
mengakibatkan tubuh kehilangan zat gizi yang diperlukan. Simpanan zat gizi
47
yang hilang dari tubuh harus digantikan sebelum orang tersebut memperoleh
kembali kesehatan normal. Agar seseorang pulih kedalam kesehatan normal.
Diperlukan peningkatan protein dan zat gizi lain dalam makanan (Hardinsyah dkk
1988).
Tingkat ketersediaan energi berdasarkan hipertensi dengan jenis penyakit
penyerta dapat dilihat pada Tabel 24
Tabel 24. Tingkat Ketersediaan Energi Berdasarkan Jenis Penyakit Penyerta
Jenis Penyakit Penyerta
n
2
0
0
0
2
Diabetes Mellitus
Gagal Ginjal
Penyakit Jantung
Tanpa Penyakit Penyerta
Total
Berdasarkan
Tabel
Tingkat Ketersediaan Energi (%)
<90%
90-119%
>120%
%
n
%
n
%
7.7
5
19.2
1
3.8
0
2
7.7
5
19.2
0
4
15.4
0
0
0
4
15.4
3
11.6
7.7
15
57.7
9
34.6
24,
tingkat
ketersediaan
energi
Total
n
8
7
4
7
26
%
30.8
26.9
15.4
26.9
100
berdasarkan
Direktorat Bina Gizi Masyarakat 1996 sebagian besar termasuk dalam kategori
normal (90-119% angka kebutuhan) sebanyak 57.7%. Sebanyak 7.7% yang
termasuk dalam kategori defisit (<90% angka kebutuhan) yaitu pasien hipertensi
dengan penyakit penyerta Diabetes Mellitus. Tingkat ketersediaan protein dapat
dilihat pada Tabel 25.
Tabel 25. Tingkat Ketersediaan Protein Berdasarkan Jenis Penyakit Penyerta
Jenis Penyakit Penyerta
n
4
0
0
0
4
Diabetes Mellitus
Gagal Ginjal
Penyakit Jantung
Tanpa Penyakit Penyerta
Total
Tingkat Ketersediaan Protein (%)
<90%
90-119%
>120%
%
n
%
n
%
15.4
4
15.4
0
0
0
0
0
7
26.9
0
0
0
4
15.4
0
0
0
7
26.9
15.4
4
15.4
18
69.2
Total
n
%
8
30.8
7
26.9
4
15.4
7
26.9
26
100
Tingkat ketersediaan protein, sebagian besar termasuk dalam kategori
lebih (>120% angka kebutuhan) sebanyak 69.2%, untuk kategori defisit dan
normal memiliki nilai yang sama yaitu 15.4%.
Makanan yang disediakan rumah sakit sudah sangat baik, karena sudah
berada dalam kategori normal untuk energi dan berada dalam kategori lebih
untuk tingkat ketersediaan protein. Ketersediaan energi dan protein terhadap
kebutuhan bila berada pada kategori defisit ini tidak baik karena orang sakit yang
tidak
mendapatkan
keseimbangan
makanan
nitrogen
negatif
dalam
dalam
jumlah
yang
tubuhnya
cukup
(jumlah
akan
terjadi
nitrogen
yang
dikonsumsi lebih sedikit dari jumlah nitrogen yang diekskresi). Ini terjadi bila
48
pemecahan jaringan tubuh lebih cepat terjadi daripada penggantiannya, yaitu
dalam keadaan sakit dan sesudah operasi. Keadaan ini dapat mengakibatkan
hipoproteinemia, pengurangan berat badan dan akhirnya akan memperlambat
penyembuhan penyakit (Almatsier 2001).
Konsumsi Energi dan Zat Gizi
Konsumsi energi, protein, lemak, natrium dan serat pasien diperoleh dari
makanan yang disajikan rumah sakit. Saat penelitian berlangsung, pasien tidak
diperbolehkan untuk mengkonsumsi makanan yang berasal dari luar rumah sakit.
Karena pihak manajemen rumah sakit melarang dan memeriksa bila ada
kunjungan dari keluarga pasien.
Untuk mengetahui perbandingan rata-rata ketersediaan dan konsumsi
berdasarkan jenis penyakit penyerta dengan hipertensi dengan konsistensi diet
(bubur, nasi tim dan nasi) dapat dilihat pada Tabel 26.
Tabel 26. Perbandingan Rata-rata Ketersediaan dan Rata-rata Konsumsi
Berdasarkan Jenis Penyakit Penyerta dengan Hipertensi dengan
Konsistensi Diet (bubur, nasi tim dan nasi biasa)
Jenis
Penyakit
Penyerta
n
Kons
Diet
Rata-rata Ketersediaan
E
P
L
Na
Srt
(Kal) (g) (g) (mg) (g)
Diabetes
Mellitus
8
3
7
6
2
4
3
7
7
4
Lnk
NT
NB
Lnk
NT
NB
Lnk
NT
NB
Lnk
NT
NB
1594
1239
1630
1593
1664
1677
1451
1522
1377
2033
Gagal
Ginjal
Penyakit
Jantung
72
54
73
69
64
74
53
76
60
51
64
45
67
61
54
69
44
53
56
44
70.8
71.9
73.4
70.4
73.5
76.7
82.9
76.5
619
56.0
8.2
5.0
8.2
7.2
6.5
8.2
6.7
7.5
4.5
5.5
Rata-rata Konsumsi
E
P
L
Na
(Kal) (g)
(g)
(mg
)
967
45
35
46
1359 78
49
50
1457 68
58
65
1210 58
49
50
1309 54
43
45
1129 51
39
53
855
37
28
44
1046 47
36
47
1233 62
46
48
1093 48
33
40
Tanpa
Penyakit
Penyerta
Keterangan
Kons Diet : Konsistensi diet NT: Nasi Tim NB : Nasi Biasa Lnk : Lunak E: Energi
P
: Protein
L : Lemak
Na : Natrium
Srt : Serat
Srt
(g)
9.2
9.4
8.1
10
6.5
5.9
5.5
5.7
5.1
5.0
Tabel 26 terlihat bahwa berdasarkan konsistensi diet, ketersediaan energi
dan zat gizi diet berkonsistensi biasa lebih besar daripada diet berkonsistensi
lunak. Hal ini dikarenakan cara pengolahan makanan pokok (beras) yang
berbeda. Pada diet berkonsistensi biasa, beras dimasak menjadi nasi sedangkan
pada diet berkonsistensi lunak, beras dimasak menjadi nasi tim dan bubur. Nilai
konversi beras mentah masak dari bubur atau tim ke nasi sebesar 0.2. Berarti
nilai energi dan protein dari bubur dan tim hanya seperlima dari energi dan
protein nasi (Hardinsyah & Dodik B 1994).
49
Setiap jenis komplikasi berbeda kemampuan dalam mengkonsumsi
makanan, hal ini dipengaruhi oleh efek obat yang diberikan, keadaan fisiologis
penyakit dan efek dari yang ditimbulkan dari jenis komplikasi penyakit tersebut.
Tabel 27 memperlihatkan konsumsi energi dan zat gizi berdasarkan jenis
penyakit penyerta dengan hipertensi.
Tabel 27. Konsumsi Energi dan Zat Gizi Berdasarkan Jenis Penyakit Penyerta
Jenis Penyakit Penyerta
Diabetes Mellitus
Gagal Ginjal
Penyakit Jantung
Tanpa Penyakit Penyerta
Energi
(Kal)
963
1006
1330
1525
Konsumsi Energi dan Zat Gizi
Protein
Lemak
Natrium
(g)
(g)
(mg)
49.5
37.1
46.5
62.7
53.6
57.9
60.8
49.5
58.3
68.7
56.8
62.2
Serat
(g)
7.4
6.8
7.8
7.1
Berdasarkan Tabel 27, konsumsi energi terendah adalah hipertensi
dengan penyakit penyerta Diabetes Mellitus sebesar 963 Kal dan gagal ginjal
sebesar 1006 Kal. Menurut Hanns (2006), bahwa faktor konsumsi obat juga
berpengaruh
menyebabkan
tergadap
konsumsi
menurunnya
nafsu
pangan,
makan.
obat-obatan
Pasien
yang
tertentu
tidak
dapat
mampu
menghabiskan makanan yang disediakan rumah sakit dengan alasan mual, tidak
nafsu makan dan tidak cocok dengan rasa makanan rumah sakit.
Semua pasien telah mengkonsumsi lemak sesuai anjuran tidak lebih dari
30% dari kebutuhan Kalori. Semua pasien mengkonsumsi natrium sesuai
anjuran berdasarkan syarat diet rendah garam. Diet rendah garam I,II,III dalam
pemasakan tidak ditambahkan garam. Cara ini dilakukan agar penambahan
garam tidak mengganggu penyakit.
Pola konsumsi makanan sehat pada penderita hipertensi, penyakit
jantung, penyakit gagal ginjal sangat diperlukan terutama konsumsi garam harus
ditekan kurang dari 5 gram, karena kelebihan asupan garam dapat memicu
pengerasan pembuluh nadi serta mendorong tubuh meretensi cairan yang akan
membebani kerja jantung (Effendi 2003)
Asupan serat yang dianjurkan untuk pria dewasa sebesar 27-35 g/hari
(dengan rata-rata konsumsi energi 2700 Kal/hari dan untuk wanita dewasa
sebanyak 21-27 g/hari (dengan rata-rata konsumsi energi 2100 Kal/hr) (Sulistijani
2002).
Untuk konsumsi serat pasien sangat kurang yaitu sekitar 7,4 g/hari. Hal
ini harus ditambahkan lagi dengan menambah makanan yang mengandung serat
lebih banyak.
50
Beberapa sumber makanan berserat yang dapat dikonsumsi sebagai
berikut golongan biji-bijian yang masih diselimuti kulit ari, misal beras tumbuk,
beras merah, havermount dan jagung. Konsumsi roti yang kasar dan hindari
makanan rendah serat dan tinggi kalori, seperti biskuit dan tart, banyak
mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan segar dan mengkonsumsi makanan
yang berasal dari golongan kacang-kacangan yang masih diselimuti kulit ari,
seperti kacang hijau, kacang merah, kacang tolo dan kacang kedelai.
Tingkat Konsumsi dan Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi
Menurut Almatsier (2001) zat-zat gizi yang dapat memberikan energi
adalah karbohidrat, lemak dan protein. Kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi
essensial akan mengakibatkan timbulnya status gizi kurang. Bila keadaan ini
terjadi pada pasien yang dirawat di rumah sakit akan memperlambat proses
penyembuhan, memperpanjang hari perawatan bahkan pada tahap lanjut dapat
mengakibatkan kematian. Pada Tabel 28 akan memperlihatkan tingkat konsumsi
energi berdasarkan hipertensi dengan jenis penyakit penyerta.
Tabel 28. Tingkat Konsumsi Energi Berdasarkan Jenis Penyakit Penyerta
Jenis Penyakit
Penyerta
Diabetes Mellitus
Gagal Ginjal
Penyakit Jantung
Tanpa Penyerta
Total
Tingkat Konsumsi Energi (%)
<70%
70-79%
80-89%
n
`%
n
%
n
%
6
23.1
2
7.7
0
0
3
11.6
3
11.5
1
3.8
0
0
2
7.7
2
7.6
1
3.8
3
11.6
2
7.6
10
38.5
10
38.5
5
19
90-119%
n
%
0
0
0
0
0
0
1
4
1
4
Total
n
8
7
4
7
26
%
30.8
26.9
15.4
26.9
100
Pada Tabel 28 tingkat konsumsi energi berada dalam kategori defisit
ringan dan defisit berat sebanyak 38.5%. Tabel 29 akan memperlihatkan tingkat
konsumsi protein berdasarkan jenis penyakit penyerta.
Tabel 29. Tingkat Konsumsi Protein Berdasarkan Jenis Penyakit Penyerta
Jenis Penyakit
Penyerta
Diabetes Mellitus
Gagal Ginjal
Penyakit Jantung
Tanpa Penyerta
Total
Tingkat Konsumsi Protein (%)
<70%
70-79%
80-89%
90-119%
n
`%
n
%
n
%
n
%
5
19.3
2
7.8
1
3.8
0
0
3
11.5
3
11.7
1
3.8
0
0
1
3.8
3
11.7
0
0
0
0
4
15.4
1
3.8
2
7.4
0
0
13
50
9
35
4
15
0
0
Total
n
8
7
4
7
26
%
30.8
26.9
15.4
26.9
100
Pada Tabel 29 tingkat konsumsi protein berada dalam kategori defisit
tingkat berat sebanyak 50%. Tingkat konsumsi energi dan protein terhadap
ketersediaan apabila berada dalam kategori defisit akan berdampak buruk
terhadap proses penyembuhan pasien. Menurut Harper, Deaton dan Driskel
51
dalam Oktarina (2002) kebutuhan fisilogis pertama dan sangat penting akan zat
gizi dalam tubuh adalah menyediakan energi bagi mereka yang sakit dan sedang
dalam proses penyembuhan. Tingkat konsumsi lemak, natrium dan serat dapat
dilihat pada Tabel 30.
Tabel 30. Tingkat Konsumsi Lemak, natrium dan serat
Jenis Penyakit Penyerta
Tingkat Konsumsi (%)
Lemak
Natrium
Serat
Diabetes Mellitus
55
64
88
Gagal Ginjal
67
64
77
Penyakit Jantung
63
64
84
Tanpa Penyakit Penyerta
79
72
88
n
8
7
4
7
Total
%
30.8
26.9
15.4
26.9
Tabel 30 menunjukkan tingkat konsumsi hipertensi dengan penyakit
penyerta Diabetes Mellitus yaitu lemak 55%, natrium 64% dan serat 88%.
Tingkat konsumsi terhadap ketersediaan hipertensi dengan penyakit penyerta
gagal ginjal yaitu lemak 67%, natrium 64% dan serat 77%. Tingkat konsumsi
terhadap ketersediaan hipertensi dengan penyakit penyerta penyakit jantung
yaitu lemak 63%, natrium 64% dan serat 84%. Tingkat konsumsi terhadap
ketersediaan hipertensi tanpa penyakit penyerta yaitu lemak 79%, natrium 72%
dan serat 88%.
Tingkat kecukupan energi dan protein berdasarkan jenis penyakit
penyerta dapat dilihat pada Tabel 31 dan 32.
Tabel 31. Tingkat Kecukupan Energi Berdasarkan Jenis Penyakit Penyerta
Jenis
Penyakit
Penyerta
Diabetes
Mellitus
Gagal
Ginjal
Penyakit
Jantung
Tanpa
Penyakit
Penyerta
Total
<70%
n
%
5
19.2
Tingkat Kecukupan Energi (%)
70-79%
80-89%
90-119%
n
%
n
%
n
%
2
7.7
1
3.8
0
0
>120%
n
%
0
0
n
8
Total
%
30.8
0
0
2
7.7
2
7.7
3
11.6
0
0
7
26.9
0
0
2
7.7
2
7.7
0
0
0
0
4
15.4
0
0
2
7.7
1
3.8
4
15.5
0
0
7
26.9
5
19.2
8
30.7
6
23
7
27.1
0
0
26
100
Berdasarkan Tabel 31, sebagian besar tingkat kecukupan energi pasien
berada di kategori defisit tingkat berat (70-79% angka kebutuhan). Tingkat
kecukupan protein berdasarkan jenis penyakit penyerta dari hipertensi dapat
dilihat pada Tabel 32.
52
Tabel 32. Tingkat Kecukupan Protein Berdasarkan Jenis Penyakit Penyerta
Jenis
Penyakit
Penyerta
Diabetes Mellitus
Gagal Ginjal
Penyakit Jantung
Tanpa Penyakit
Penyerta
Total
<70%
n
%
5 19.2
0
0
0
0
0
0
Tingkat Kecukupan Protein (%)
70-79% 80-89%
90-119%
n
%
n
%
n
%
2 7.7
1
3.8
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3
11.5
>120%
n
%
0
0
7
27
4 15.4
4 15.4
n
8
7
4
7
5
2
15
26
19.2
7.7
1
3.8
3
11.5
57.8
Total
%
30.8
26.9
15.4
26.9
100
Tingkat kecukupan protein pada Tabel 32 termasuk dalam kategori diatas
angka kebutuhan (>120% angka kebutuhan) menurut pengkategorian Direktorat
Bina Gizi Masyarakat (1996).
Sisa Makanan
Sisa makanan adalah bahan makanan atau makanan yang tidak habis
dimakan. Tabel 33 memperlihatkan persentase sisa makanan berdasarkan waktu
makan dan jenis makanan.
Tabel 33. Persentase Sisa Makanan Berdasarkan Jenis Makanan dan Waktu
Makan
Waktu Makan
Jenis Makanan
Sisa Makanan (%)
Makan Pagi
Makanan Pokok
59
Lauk Hewani
26.1
Hidangan Sayur
36.2
Makan Siang
Makanan Pokok
34.9
Lauk Hewani
26.8
Lauk Nabati
13
Hidangan sayur
27.6
Selingan
7.4
Makan Malam
Makanan Pokok
27.2
Lauk Hewani
16.8
Lauk Nabati
23.7
Hidangan sayur
27.7
Selingan
5.8
Tabel 33 terlihat sisa makanan tertinggi adalah makanan pokok
dan
hidangan sayur. Jenis makanan yang perlu diperhatikan adalah hidangan sayur
karena menurut pasien hidangan sayur yang diberikan saat pemberian tidak
dalam keadaan hangat, sehingga pasien enggan untuk memakannya. Hal yang
diduga penyebab terjadinya sisa makanan adalah rasa makanan tidak enak atau
kurang enak, makanan tidak bervariasi, suhu makanan tidak sesuai atau dalam
keadaan dingin saat pemberian.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Royal Taruma dari bulan Juni-Agustus 2010.
Hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Contoh 15 pria (58%) berada pada kelompok usia dewasa menengah, status
gizi normal dan 11 wanita (42%) berada pada kelompok usia dewasa
menengah
dan
status
gizi
normal.
mayoritas
contoh
lulusan
universitas/akademi (61,5%) dan seorang wiraswasta (46%).
2. Aktivitas dengan persentase tertinggi adalah ambulasi (57.7%), lama
perawatan 10-20 (54%). Mayoritas contoh pernah melakukan konsultasi gizi
(69%).
3. Tingkat ketersediaan energi sebagian besar termasuk dalam kategori normal
(90-119% angka kebutuhan) sebanyak 57.7%. Sebanyak 7.7% yang
termasuk dalam kategori defisit (<90% angka kebutuhan) yaitu contoh
hipertensi dengan penyakit penyerta diabetes mellitus. Tingkat ketersediaan
protein terhadap kebutuhan, sebagian besar termasuk dalam kategori lebih
(>120% angka kebutuhan) sebanyak 69.2%, untuk kategori defisit dan
normal memiliki nilai yang sama yaitu 15.4%.
4. Tingkat konsumsi energi berada dalam kategori defisit ringan dan defisit
berat sebanyak 38.5%. Tingkat konsumsi protein berada dalam kategori
defisit tingkat berat sebanyak 50%. Sebagian besar tingkat kecukupan energi
contoh berada di kategori defisit tingkat berat (70-79% angka kebutuhan).
Untuk tingkat kecukupan protein termasuk dalam kategori diatas angka
kebutuhan (>120% angka kebutuhan).
SARAN
Peningkatan konseling gizi oleh dietisien sangat diperlukan untuk memotivasi
pasien menghabiskan makanan yang disajikan sehingga dapat mempercepat masa
penyembuhan pasien. Penilaian daya terima pasien dilakukan setiap hari jangan
hanya dilakukan setiap akhir tahun, hal ini dapat membantu rumah sakit mengetahui
menu makanan yang disukai ataupun yang kurang disukai pasien agar dilakukan
perubahan meu makanan untuk pengembangan dan perbaikan menu makanan
rumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA
Adib M. 2009. Cara Mudah Memahami dan Menghindari Hipertensi, Jantung dan
Stroke. Dianloka Pustaka. Yogyakarta.
Almatsier, I, Jus’at & N. Akmal.2001. Persepsi Pasien terhadap Makanan di RS
(survey pada 10 RS di DKI Jakarta). Gizi Indonesia, 17. 87-96
Almatsier S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama Jakarta.
.2004. Penuntut Diet. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
. 2006. Penuntut Diet. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Aulia. 2008. Hypertension Current Perspective. Medya Crea. Jakarta.
Bagian Gizi Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo & Persatuan Ahli Gizi di
Indonesia. 2001. Penuntut Diit. Gramedia. Jakarta.
Colvy J. 2010. Gagal Ginjal (Tips Cerdas Mengenali & Mencegah Gagal Ginjal.
Dafa Publishing. Yogyakarta.
Depkes RI. 2003. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Departemen
Kesehatan. Jakarta
Devi N. 2010. Nutrition and Food Gizi Untuk Keluarga. Kompas Media
Nusantara. Jakarta.
Direktorat Bina Gizi Masyarakat. 1996. Laporan Akhir Survey Konsumsi Gizi
Tahun 1995. Departemen Kesehatan. Jakarta.
Effendi, Y.H. 2003. Pencegahan dan Pengendalian Hipertensi. Bahan Ajar
Dietetika. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Eric B, Dasha B. 2008. Penyakit Jantung dan Penyembuhannya Secara Alami.
Gramedia. Jakarta.
Hanns. 2006. Your Health Guide Hipertensi. Gramedia. Jakarta
Hardinsyah, dkk. 1988. Aspek Gizi dan Daya Terima Menu dengan Pangan
Pokok Beragam dalam Upaya Penganekaragaman Konsumsi Pangan
Bogor : Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB. Bogor.
& D. Martianto. 1989. Menaksir Kecukupan Energi dan Protein serta
Penilaian Mutu Gizi Konsumsi Pangan. Wirasari, Jakarta.
& Dodik B. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan
(Diktat Ilmu Gizi Dasar). Departemen Gizi Masyarakat dan Keluarga IPB.
Bogor.
56
. 2005. Pengertian Konsultasi Gizi. Bahan Ajar Konsultasi Gizi.
Jurusan Gizi Masyarakat. Institut Pertanian Bogor.
Hartono, A. 2000. Asuhan Nutrisi Rumah Sakit (Diagnosis, Konseling dan
Preskripsi). EGC. Jakarta.
Hidayat, A. 2007. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Salemba
Medika. Jakarta.
Institute of Medicine (IOM). 2002. Dietary References Intakes for Energy,
Carbohydrate, Fiber, Fat, Fatty Acids, Cholesterol, Protein and Amino
Acids. IOM. Washington DC.
JADA. 1979. Factor influencing plate waste by hospitalized patient. The
University of Kansas College of Health Science and Hospital, 75,
September, Kansas City.
Junaidi I. 2010. Hipertensi. Buana Ilmu Populer. Jakarta.
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia.
Nomor
1204/MENKES/SK/X/2004. Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah
Sakit. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal
Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta.
Moehyi. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Bhrata.
Jakarta.
Moehyi, S. 1999. Pengaturan Makanan dan Diit untuk Penyembuhan Penyakit.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Muchatob, E. 1991. Manajemen Pelayan Gizi Makanan Kelompok. Diktat yang
tidak dipublikasikan. Pusdiknakes. Jakarta.
Muchtadi D. 2010. Teknik Evaluasi Nilai Gizi Protein. Alfabeta. Bandung.
Muchtadi, D., N.H. Palupi&M.Astawan. 2010. Metabolisme Zat Gizi 1; Sumber,
Fungsi dan Kebutuhan bagi Tubuh Manusia. Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta.
Mukrie. 1983. Manajemen Makanan Institusi. Akademi Gizi. Jakarta.
Pearce, E. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi). 2009. Kamus Gizi Pelengkap Kesehatan
Keluarga. Kompas Media Nusantara. Jakarta.
Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi). 2008. Tabel Komposisi Pangan
Indonesia. Elex Media Komputindo. Jakarta
Primadhani. 2006. Konsumsi Energi dan Protein pada Penderita Penyakit Hati
Rawat Inap di PERJAN DR. Cipto Mangunkusumo. Jakarta : Institut
Pertanian Bogor.
57
Purwati. S. Salimar, & S. Rahayu. 2001. Perencanaan Menu Untuk Penderita
Tekanan Darah Tinggi. Penebar Swadaya. Jakarta
Soeprapto, A.S. 1985. Administrasi Rumah Sakit. CV Brata Jaya. Surabaya.
Singarimbun, M & E. Sofyan. 1989. Metode Penelitian Survey. LP3S. Jakarta.
Subandriyo, V.U. 1993. Pengelolaan Makanan di Rumah Sakit. Diktat yang tidak
dipublikasikan, Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga.
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor
Subandriyo, V.U. 2000. Penyelenggaraan Makanan di Rumah Sakit. Jurusan Gizi
Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian. Bogor.
Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Pusat Antar Universitas, IPB. Bogor.
Sulistijani A. D. 2002. Sehat dengan Menu Berserat. Trubus Agriwijaya Jakarta.
Tjokroprawiro, A. 1996. Diabetes Mellitus ; Klasifikasi, Diagnosis dan Terapi.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
. 2001. Diabetes melitus: Klasifikasi, Diagnosis dan Terapi.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
. 2006. Hidup Sehat dan Bahagia bersama Diabetes Mellitus.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Tupito. 2006. Menumbuhkan Sistem Pangan yang Berimbang berdasarkan
Aneka Pangan Khusus bagi Keluarga Tani dan Nelayan. Dian Rakyat.
Jakarta.
Winarno. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Embrio Biotekindo. Bogor.
Zulfah, O. 2002. Mempelajari Konsumsi dan Persepsi Pasien Rawat Inap
Terhadap Diit Rendah Garam dan Diit Non Rendah Garam di Rumah Sakit
Fatmawati Jakarta. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
LAMPIRAN
58 Lampiran 1. Gambar dan Peta Lokasi Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta
Gambar . Rumah Sakit RS Royal Taruma dan Peta Lokasi RS
Lampiran 2. Struktur Organisasi Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta
DIREKTUR
Kepala Biro
Informasi&Teknologi
Kepala Divisi
Media
Kepala Divisi
Penunjang Medis
Rawat
Jalan
Kepala Divisi
Umum dan Personalia
Kadep
Penunjang Medis
Kadep
Perawatan
Rawat
Inap
Kepala Biro
Pengembangan
Laboratorium
Radiologi
Kabag
Gizi
Farmasi
Kabag
HRD
Kabag
Pembelian
Lampiran 3. Jumlah Kamar dan Tempat Tidur RS Royal Taruma Jakarta
Lanta
NS
i
SVIP
VIP
Kelas 1
Kelas 3
isolasi
Kama
Be
Kama
Be
Kama
Be
Kama
Be
Kama
Be
Kama
be
r
d
r
d
r
d
r
d
r
d
r
d
3
9
3
18
4
4
Topaz
3
Kelas 2
ICU
IC
IM
NICU
K.Bay
Tota
U
C
/
i
l
PICu
Bed
31
17
IMC
12
13
NICU/PIC
8
1
1
U
Zircon
Diamond
7
1
1
VK
6
6
3
3
6
21
7
42
63
12
19
3
K. Bayi
5
Emerald
Total
5
1
1
8
8
10
20
2
2
28
28
26
52
5
29
13
39
13
78
4
4
17
13
1
5
171
Lampiran 4. Struktur Organisasi Instalasi Gizi RS Royal Taruma Jakarta
Kepala Divisi Umum
(Dr Lien Liaty)
Kepala Bagian Gizi
(Nurhatati, SKm)
Penanggung Jawab
Pelayanan Gizi
SPV Pelayanan Gizi Pasien
Waiters
Waiters
Penanggung Jawab
Pengolahan Makanan Pasien
SPV Administrasi&Laporan
Waiters
Juru Masak
Senior
Logistik
SPV Juru Masak
Helper
Pastry
Juru Masak
Senior
62
Lampiran 5. Standar Makanan Pasien Kelas II
No
Bahan Makanan
Satuan
Jumlah
1
Beras
Gram
300
2
Roti
Lembar
2
3
Telur Ayam
Butir
2
4
Lauk Hewani
Gram
150
5
Lauk Nabati
Gram
150
6
Sayur
Gram
250
7
Buah
Porsi
2
8
Selingan
Porsi
2
9
Margarin
Gram
25
10
Isi Roti
Gram
20
11
Minyak Goreng
Gram
20
12
Gula Pasir
Gram
30
13
Susu Bubuk
Gram
30
14
Bumbu
Gram
-
63
Lampiran 6. Standar Makanan Pasien Kelas IIi
No
Bahan Makanan
Satuan
Jumlah
1
Beras
Gram
400
2
Roti
Lembar
1½
3
Telur Ayam
Butir
1
4
Lauk Hewani
Gram
150
5
Lauk Nabati
Gram
150
6
Sayur
Gram
250
7
Buah
Porsi
2
8
Selingan
Porsi
2
9
Margarin
Gram
25
10
Isi Roti
Gram
20
11
Minyak Goreng
Gram
20
12
Gula Pasir
Gram
30
13
Susu Bubuk
Gram
30
14
Bumbu
Gram
-
64
Lampiran 7. Menu Sarapan Pasien RS Royal Taruma Jakarta
Menu
Senin
Selasa
Rabu
Paket A
• Roti Panggang
• Roti biasa
Dengan Isi
• Selai Strowbery
• Selai Srikaya
Juice Buah
•
Jeruk
•
Pepaya
•
Apel
•
Melon
Minuman
•
Teh manis
•
Ovaltine
•
Milo
•
Energen
•
Susu Non Fat
• Roti Panggang
• Roti biasa
Dengan Isi
• Selai Strowbery
• Selai Srikaya
Juice Buah
•
Jeruk
•
Pepaya
•
Apel
•
Melon
Minuman
•
Teh manis
•
Ovaltine
•
Milo
•
Energen
•
Susu Non fat
• Roti Panggang
• Roti biasa
Dengan Isi
• Selai Strowbery
• Selai Srikaya
Juice Buah
•
Jeruk
•
Apel
•
Melon
•
Pepaya
Minuman
•
Teh manis
•
Ovaltine
•
Milo
•
Energen
•
Susu Non fat
Paket B
• Bubur Ayam Sote
• Telur Rebus
Juice Buah
•
Jeruk
•
Pepaya
•
Apel
•
Melon
Minuman
•
Teh manis
•
Ovaltine
•
Milo
•
Energen
•
Susu Non Fat
Paket C
Paket C
• Misuha Kuah
Sup Baso Ayam
Juice Buah
•
Jeruk
•
Pepaya
•
Apel
•
Melon
Minuman
•
Teh manis
•
Ovaltine
•
Milo
•
Energen
•
Susu Non Fat
• Tim Ayam Jamur
• Sup Baso Sapi
Juice Buah
•
Jeruk
•
Pepaya
•
Apel
•
Melon
Minuman
•
Teh manis
•
Ovaltine
•
Milo
•
Energen
•
Susu Non Fat
• Mie Goreng
Capcay
• Telur Mata Sapi
Juice Buah
•
Jeruk
•
Pepaya
•
Apel
•
Melon
Minuman
•
Teh manis
•
Ovaltine
•
Milo
•
Energen
Susu Non Fat
•
Bubur Ayam
Wijen
• Telur Puyuh
Bumbu Kecap
Juice Buah
•
Jeruk
•
Pepaya
•
Apel
•
Melon
Minuman
•
Teh manis
•
Ovaltine
•
Milo
•
Energen
•
Susu Non Fat
• Bihun Kuah
• Sup Baso Ikan
Juice Buah
•
Jeruk
•
Pepaya
•
Apel
•
Melon
Minuman
•
Teh manis
•
Ovaltine
•
Milo
•
Energen
•
Susu Non Fat
65
Lampiran 7 (Lanjutan)
Menu
Paket A
Kamis
• Roti Panggang
• Roti biasa
Dengan Isi
• Selai Strowbery
• Selai Srikaya
Juice Buah
•
Jeruk
•
Pepaya
•
Apel
•
Melon
Minuman
•
Teh manis
•
Ovaltine
•
Milo
•
Energen
•
Susu Non Fat
Jumat
• Roti Panggang
• Roti biasa
Dengan Isi
• Selai Strowbery
• Selai Srikaya
Juice Buah
•
Jeruk
•
Pepaya
•
Apel
•
Melon
Minuman
•
Teh manis
•
Ovaltine
•
Milo
•
Energen
•
Susu Non fat
Sabtu
• Roti Panggang
• Roti biasa
Dengan Isi
• Selai Strowbery
• Selai Srikaya
Juice Buah
•
Jeruk
•
Apel
•
Melon
•
Pepaya
Minuman
•
Teh manis
•
Ovaltine
•
Milo
•
Energen
•
Susu Non fat
Paket B
• Bubur Ayam
Jakara
• Sate Telur Puyuh
Juice Buah
•
Jeruk
•
Pepaya
•
Apel
•
Melon
Minuman
•
Teh manis
•
Ovaltine
•
Milo
•
Energen
•
Susu Non Fat
•
Paket C
Paket C
• Bihun Goreng
Seafood
• Omelet
Juice Buah
•
Jeruk
•
Pepaya
•
Apel
•
Melon
Minuman
•
Teh manis
•
Ovaltine
•
Milo
•
Energen
•
Susu Non Fat
Tim Ayam
Hainan
• Telur Bumbu
Kecap
Juice Buah
•
Jeruk
•
Pepaya
•
Apel
•
Melon
Minuman
•
Teh manis
•
Ovaltine
•
Milo
•
Energen
•
Susu Non Fat
• Kwetiau Kuah
• Sup Baso sapi
Juice Buah
•
Jeruk
•
Pepaya
•
Apel
•
Melon
Minuman
•
Teh manis
•
Ovaltine
•
Milo
•
Energen
Susu Non Fat
• Bubur Ayam Sote
• Telur Rebus
Juice Buah
•
Jeruk
•
Pepaya
•
Apel
•
Melon
Minuman
•
Teh manis
•
Ovaltine
•
Milo
•
Energen
•
Susu Non Fat
• Mie Ayam Jamur
• Sup Pangsit
Ayam
Juice Buah
•
Jeruk
•
Pepaya
•
Apel
•
Melon
Minuman
•
Teh manis
•
Ovaltine
•
Milo
•
Energen
•
Susu Non Fat
66
Lampiran 7 (Lanjutan)
Menu
Paket A
Minggu
• Roti Panggang
• Roti biasa
Dengan Isi
• Selai Strowbery
• Selai Srikaya
Juice Buah
•
Jeruk
•
Pepaya
•
Apel
•
Melon
Minuman
•
Teh manis
•
Ovaltine
•
Milo
•
Energen
•
Susu Non Fat
Paket B
• Bubur Ayam
Jakara
• Sate Telur Puyuh
Juice Buah
•
Jeruk
•
Pepaya
•
Apel
•
Melon
Minuman
•
Teh manis
•
Ovaltine
•
Milo
•
Energen
•
Susu Non Fat
Paket C
Paket C
• Bubur Ayam
Wijen
• Telur Asin
Juice Buah
•
Jeruk
•
Pepaya
•
Apel
•
Melon
Minuman
•
Teh manis
•
Ovaltine
•
Milo
•
Energen
•
Susu Non Fat
67
Lampiran 8. Menu Makan Siang dan Malam Kelas II dan III di RS Royal Taruma
Jakarta
Menu Ke1
2
3
4
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
5
6
7
8
9
10
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
Siang
Sup Kacang Merah
(kentang+Tomat+Wtl+Kacang
Merah)
Semur Daging
Bola-bola Kentang
Ca’Puten,Tomat,Kac Polong
Tekwan
Ayam Goreng Tepung
Asmanis
Tahu Masak Kucai
Ca Brokolli + Jg Manis
Soto Betawi
Tumis Daging Sapi
Perkedel Tahu
Acar Wortel+Sucini
Laksa Ayam
Ikan Goreng Bumbu Kecap
Tahu Kuning Masak Daun
Bawang
Ca’ Kacang Panjang +Kedele
kuning
Asam-asam Buncis
Rumput Daging
Tahu Kotak Bumbu Sereh
Ca’Kapri +Wortel
Sop Ayam
Ayam Semur
Tempe Masak Kucai
Ca’ Sayur Campur
Kimlo
Telur Bumbu Bali
Ca’ Buncis Tomat
Tempe Bumbu Sereh
Soto Lamongan
Ayam Paniki
Perkedel Kentang
Ca’ Bokcay
Sop Oyong Misoa
Telur Saus Bolognise
Ca’Wortel Putren
Tempe Woku
Soto Bandung
Ayam Goreng Kalasan
Tahu Gelatin
Orak-arik Tauge+ Jagung
Manis
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
Malam
Bening Bayam+Jagung Manis
Ayam Goreng Lengkuas
Tempe Bacem
Ca’ Kembang Kol+Wortel
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
Sop Bakso Kriuk
Naget Udang Pedas
Ca Buncis +Kedele Hitam
Soufle Macaroni
ƒ
ƒ
Sop Bakso Udang Mini
Bola-Bola Telur isi Ayam Saos
Tomat
Ca’ Tempe Tomat
Tumis Sawai Hijau
Sop Jagung
Ayam Goreng Mentega
Soufel Kentang sayuran
Kailan Saus Tiram
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
Sop Baso Rambutan
Loaf Telur
Soun Masak Sayuran
Ca’Bayam Jg Manis
Sup Pangsit
Stik Ikan saus Asam Manis
Ca’ Tahu Kuning Saus Tiram
Tumis Sawi Putih +Wortel
Sup Ayam Jamur
Rollade Daging SausTomat
Mun Tahu
Orak arik Sayuran
Sop Wortel Sosis
Ikan Kriuk Saos Asam Manis
Tahu Masak Kucai
Ca’ Brokolli +Jg Manis
Sup Roll sea Food
Beef Katsu saus Asam Manis
Ca’ kacang Panjang +Teri
Medan
Bacian Kentang
Sup Ayam Wortel+Brokoli
Tenggiri Tusuk Serai
Fantasi Macaroni + Smoke
Beef
Cah Kedele Hitam, Wortel,
Kacang Polong
68
Lampiran 9. Menu Snack Menurut Jenis Diet di RS Royal Taruma Jakarta
Menu
Senin
Jenis Diit
Rendah
Pagi
Sore
Kolak pisang
Crackers
Biasa Lunak
Kolak pisang
Jus Jambu merah
Rendah serat
Roti isi srikaya
Mie skutel
Biasa Lunak
Puding Gula Merah
Mie skutel
Rendah serat
Sum-sum pandan
Roti isi Srikaya
Biasa Lunak
Sum-sum pandan
Roti isi Srikaya
Rendah serat
Roti isi srikaya
Risoles Roghut
Biasa Lunak
Nutrijell rasa anggur
Risoles Roghut
Rendah serat
Crackers
Crackers
Biasa Lunak
Sarang burung
Bola Cokelat
Rendah serat
Roti isi fla jagung
Kroket kentang isi daging
Biasa Lunak
Puding Jagung
Kroket kentang isi daging
Rendah serat
Bubur Kacang Hijau
Roti panggang pai apel
Biasa Lunak
Bubur Kacang Hijau
Roti panggang pai apel
Serat
Selasa
Rabu
Kamis
Jumat
Sabtu
Minggu
69
Lampiran 10. Menu Buah Menurut Jenis Diet di RS Royal Taruma Jakarta
Menu
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
IX
X
Jenis Diit
Biasa
DM
GE
Rendah Serat
Biasa
DM
GE
Rendah Serat
Biasa
DM
GE
Rendah Serat
Biasa
DM
GE
Rendah Serat
Biasa
DM
GE
Rendah Serat
Biasa
DM
GE
Rendah Serat
Biasa
DM
GE
Rendah Serat
Biasa
DM
GE
Rendah Serat
Biasa
DM
GE
Rendah Serat
Biasa
DM
GE
Rendah Serat
Pagi
Melon
Melon
Pisang ambon
Sari melon
Apel
Melon
Pisang ambon
Sari Apel
Pepaya
Melon
Pisang ambon
Sari Pepaya
Semangka
Melon
Pisang ambon
Sari Semangka
Jeruk Medan
Melon
Pisang ambon
Sari Pepaya
Pisang Ambon
Melon
Pisang ambon
Melon
Semangka
Melon
Pisang ambon
Apel
Pepaya
Melon
Pisang ambon
Pisang ambon
Jeruk Medan
Melon
Pisang ambon
Pepaya
Pisang ambon
Melon
Pisang ambon
Melon
Malam
Jeruk Medan
Pepaya
Jus apel
Sari papaya
Jambu biji
Pepaya
Jus apel
Sari Melon
Belimbing
Pepaya
Jus apel
Pisang ambon
Pear
Pepaya
Jus apel
Sari apel
Pepaya
Pepaya
Jus apel
Sari Melon
Jambu Biji
Pepaya
Jus apel
Sari Pepaya
Melon
Pepaya
Jus apel
Pisang Ambon
Belimbing
Pepaya
Jus apel
Sari Melon
Apel
Pepaya
Jus apel
Apel
Semangka
Pepaya
Jus apel
Sari Pepaya
Download