TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN ZAT GIZI PASIEN PENERIMA DIET RENDAH GARAM YANG DISAJIKAN DI RUMAH SAKIT ROYAL TARUMA JAKARTA YUNI HARIANTI SAGA DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 ABSTRACT YUNI HARIANTI SAGA. Energy and Nutritients Consumption Levels of The Patients receiving the Low Salt Diet Treatment in Royal Taruma Hospital Jakarta. Under direction of HADI RIYADI and VERA URIPI. The purpose of this research was to identify energy and nutrition consumption levels on the patients of the low salt diet treatment in Royal Taruma hospital. Cross sectional study design was applied in this research and samples were drawn by purposive sampling. The total sample of 26 patients, consist of 15 man and 11 women. Primary data consisted of characteristic sample, history of disease, food availability in hospital and food consumption. Secondary data was the data from the Royal Taruma hospital. Data collected using a questionnaire and also with observasional. Energy availability levels was normally category. Protein avability levels was over the RDA. Energy and protein consumption level was defisit category. Energy sufficiency level was defisit and protein sufficiency level was over the RDA. Result showed that there was significantly correlation (p<0.05) between waste food and energy and nutrients consumption levels. Keywords : nutrients, consumption, low salt diet, patients, hospital. RINGKASAN YUNI HARIANTI SAGA. Tingkat Konsumsi Energi Dan Zat Gizi Pasien Penerima Diet Rendah Garam Yang Disajikan Di Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta. Dibimbing oleh HADI RIYADI dan VERA URIPI. Tujuan umum penelitian ini untuk mengetahui tingkat konsumsi energi dan zat gizi pasien penerima diet rendah garam yang disajikan di Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta. Tujuan khususnya adalah (1) mempelajari karakteristik contoh (jenis kelamin, usia, berat badan, tinggi badan, status gizi, pendidikan dan pekerjaan); (2) mempelajari riwayat penyakit contoh (jenis diit rendah garam yang diberikan, jenis penyakit penyerta, aktifitas fisik, lama perawatan di RS dan status pengalaman konsultasi); (3) mempelajari ketersediaan dan tingkat ketersediaan energi dan zat gizi terhadap kebutuhan; (4) mengamati konsumsi energi dan zat gizi contoh terhadap makanan yang disajikan RS dan tingkat konsumsi energi dan zat gizi contoh terhadap ketersediaan dan kebutuhan; (5) Menganalisis hubungan lama rawat dengan tingkat konsumsi terhadap ketersediaan energi dan zat gizi contoh; (6) Menganalisis hubungan sisa makanan dengan tingat konsumsi terhadap ketersediaan energi dan zat gizi contoh. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional survey, dilakukan di Rumah Sakit Royal Taruma pada bulan Juni-Agustus 2010. Contoh dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap (usia 20-80 tahun) yang telah dirawat minimal tiga hari, dirawat di kelas II dan kelas III, penderita hipertensi dengan atau tanpa komplikasi, mendapatkan diit rendah garam, kesadaran baik, bisa berkomunikasi dan bersedia menjadi responden. Jumlah contoh yang diperoleh sesuai dengan kriteria selama penelitian yaitu 26 pasien (15 contoh pria dan 11 contoh wanita). Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer terdiri dari : (1) Karakteristik contoh (jenis kelamin, usia, berat badan, tinggi badan dan aktivitas fisik); (2) Kebutuhan energi, protein dan lemak sehari contoh; (3) Ketersediaan energi dan zat gizi makanan yang disajikan di rumah sakit; (4) Konsumsi makanan contoh yang berasal dari rumah sakit. Data karakteristik contoh dan data kebutuhan energi dan protein contoh dikumpulkan dengan wawancara menggunakan kuesioner, pengukuran berat badan tinggi badan dilakukan dengan pengukuran berat badan dengan timbangan injak dan pengukuran tinggi badan dengan meteran kain . Data ketersediaan energi dan zat gizi yang disajikan diperoleh dengan melihat standar porsi di instalasi gizi. Data konsumsi energi dan zat gizi diperoleh dengan mengamati sisa makan berdasarkan porsi. Data sekunder antara lain: (1) Gambaran umum rumah sakit meliputi sejarah, pelayanan dan fasilitas, struktur organisasi, tipe kelas perawatan, kapasitas tempat tidur; (2) Gambaran umum instalasi gizi rumah sakit diantaranya struktur organisasi, tenaga kerja, perencanaan menu, penyelenggaan makanan; (3) Data jenis komplikasi, lama perawatan contoh diperoleh dari dokumen rekam medis pasien. Analisis data dilakukan dengan menggunaan program Microsoft Excel dan program SPSS versi 16. Analisis yang dilakukan diantaranya adalah Deskriptif (persentase, ratarata dan simpangan baku) yang terdiri dari: (a) peubah karakteristik contoh (umur, jenis kelamin, pendidikan dan jenis penyakit penyerta, pekerjaan, aktifitas fisik); (b) peubah faktor internal (pengetahuan, lama perawatan dan pengalaman konsultasi); (c) kebutuhan energi dan protein contoh; (d) ketersediaan energi dan protein; (e) tingkat konsumsi energi dan zat gizi; (f) tingkat kecukupan energi dan protein. Contoh 15 pria (58%) berada pada kelompok usia dewasa menengah, status gizi normal dan 11 wanita (42%) berada pada kelompok usia dewasa menengah dan status gizi normal. Mayoritas contoh lulusan universitas/akademi (61,5%) dan seorang wiraswasta (46%). Persentase tertinggi aktifitas adalah ambulasi (57,7%), lama perawatan 10-20 (54%). Mayoritas contoh pernah melakukan konsultasi gizi (69%). Rata-rata kebutuhan energi dan protein pasien pria hipertensi dengan penyakit penyerta Diabetes Mellitus masing-masing 1726 Kal dan 86 g, sedangkan rata-rata kebutuhan energi dan protein pasien wanita sebesar 1483 Kal dan 74 g. Rata-rata kebutuhan energi dan protein hipertensi pasien pria dengan penyakit penyerta gagal ginjal sebesar 1656 Kal dan 42 g, kebutuhan energi dan protein pasien wanita sebesar 1536 Kal dan 33.8 g. Rata-rata kebutuhan energi dan protein pasien hipertensi dengan penyakit penyerta penyakit jantung sebesar 1437 Kal dan 42.2 g. Rata-rata kebutuhan energi dan protein hipertensi pasien pria tanpa penyakit penyerta sebesar 1740 Kal dan 54.4 g dan pasien wanita sebesar 1518 Kal dan 47.2 g. Angka rata-rata ketersediaan energi contoh gagal ginjal paling tinggi yaitu sebesar 2087 Kal. Berdasarkan konsistensi diet, ketersediaan energi dan zat gizi diet berkonsistensi biasa lebih besar daripada diet berkonsistensi lunak. Tingkat ketersediaan energi sebagian besar termasuk dalam kategori normal (90-119% angka kebutuhan) sebanyak 57.7%. Sebanyak 7.7% yang termasuk dalam kategori defisit (<90% angka kebutuhan) yaitu contoh hipertensi dengan penyakit penyerta Diabetes Mellitus. Tingkat ketersediaan protein, sebagian besar termasuk dalam kategori lebih (>120% angka kebutuhan) sebanyak 69.2%, untuk kategori defisit dan normal memiliki nilai yang sama yaitu 15.4%. Konsumsi energi terendah adalah hipertensi dengan penyakit penyerta Diabetes Mellitus sebesar 963 Kal dan gagal ginjal sebesar 1006 Kal. Tingkat konsumsi energi berada dalam kategori defisit ringan dan defisit berat sebanyak 38.5%. Tingkat konsumsi protein berada dalam kategori defisit tingkat berat sebanyak 50%. Sebagian besar tingkat kecukupan energi contoh berada di kategori defisit tingkat berat (70-79% angka kebutuhan). Untuk tingkat kecukupan protein termasuk dalam kategori diatas angka kebutuhan (>120% angka kebutuhan). Sisa makanan tertinggi pada waktu makan pagi adalah makanan pokok (59%) kemudian diikuti oleh hidangan sayur (36,2%). Pada waktu makan siang, sisa makanan tertinggi adalah makanan pokok (34,9%), hidangan sayuran (27,6%) dan lauk hewani (26,8%). Pada waktu malam, sisa makanan tertinggi adalah sayuran (27,7%), makanan pokok (27,2%) dan lauk nabati (23,7%). . TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN ZAT GIZI PASIEN PENERIMA DIET RENDAH GARAM YANG DISAJIKAN DI RUMAH SAKIT ROYAL TARUMA JAKARTA YUNI HARIANTI SAGA Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 Judul : Nama : NRP : Tingkat Konsumsi Energi dan Zat Gizi Pasien Penerima Diet Rendah Garam Yang Disajikan Di Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta Yuni Harianti Saga I 14076010 Menyetujui, Pembimbing 1 Pembimbing 2 Dr. Ir. Hadi Riyadi. MS dr. Vera Uripi. S. Ked NIP. 19610615 1986031004 NIP. 195112071988032001 Mengetahui, Ketua Departemen Gizi Masyarakat Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP. 196212041989032002 Tanggal Lulus : RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tanjung Priuk Jakarta Utara, pada tanggal 3 Juni 1986. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Baharuddin Saga dan Munawati. Pada tahun 1990 penulis memulai pendidikan di Taman Kanak-Kanak Fajar Jakarta Utara, lalu melanjutkan pendidikan di SDN Pondok Benda II Pamulang. Pada tahun 1997 pendidikan di SLPN I Pamulang, tahun 2003 menyelesaikan pendidikan di SMU Muhammadiyah 25 Pamulang. Pada tahun 2004, penulis meneruskan di D III Fakultas Peternakan program studi Teknologi dan Industri Pakan Institut Pertanian Bogor. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor program Gizi Masyarakat, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Pada tahun 2011, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Tingkat Konsumsi Energi Dan Zat Gizi Pasien Penerima Diet Rendah Garam Yang Disajikan Di Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, memberi kemudahan dan kesabaran sehingga penulis menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai syarat Sarjana Jurusan Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Dalam penyelesaian penulisan skripsi ini penulis tidak terlepas dari doa, bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS sebagai dosen pembimbing yang telah mengarahkan penulis dan memberi saran-saran sejak penulisan proposal sampai penyempurnaan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Budi Setiawan, MS sebagai dosen penguji yang telah memberikan koreksi serta saran-saran untuk penyempurnaan penulisan skripsi ini. 3. Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS sebagai dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan selama penulis menempuh pendidikan di jurusan Gizi Masyarakat. 4. dr. Yekti Hartati Effendi sebagai dosen pembimbing Internship Dietetik yang telah memberikan bimbingan, saran, pustaka untuk penyempurnaan penulisan 5. Direktur Utama RS Royal Taruma, Kepala Instalasi Gizi RS Royal Taruma Ibu Nurhatati SKm dan seluruh karyawan Instalasi Gizi. 6. Papa Baharuddin Saga, Mama Munawati terima kasih atas kasih sayang, perhatian dan doa tak henti-hentinya untuk keberhasilan penulis. Adik-adik tersayang Akbar Adi Saputra dan Azzahra Amalia. 7. Dosen-dosen di Jurusan Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia IPB. Terima kasih atas ilmu yang telah diberikan selama ini hingga penulis dapat meraih gelar sarjana. 8. Annisa Rizkiriani, SGz yang telah memberikan saran-saran dalam penulisan skripsi ini. 9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dalam dukungan dan doa yang diberikan. vi DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .................................................................................................... ix DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xi DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ xii PENDAHULUAN .....................................................................................................1 Latar Belakang .............................................................................................1 Tujuan ...........................................................................................................3 Kegunaan Penelitian .....................................................................................3 TINJAUAN PUSTAKA Diet Rendah Garam .....................................................................................4 Penyakit Penerima Diet Rendah Garam......................................................5 Hipertensi .................................................................................................5 Gagal Ginjal .............................................................................................7 Diabetes Mellitus .....................................................................................7 Penyakit Jantung .....................................................................................9 Pelayanan Gizi Rumah Sakit .....................................................................10 Penyelenggaraan Makanan .......................................................................11 Perencanaan Menu ....................................................................................12 Status Gizi .................................................................................................13 Faktor Lingkungan......................................................................................13 Kelas Perawatan ...................................................................................13 Waktu Makan ........................................................................................13 Konsistensi Diet ....................................................................................14 Pengalaman Konsultasi Gizi ................................................................14 Kebutuhan Energi dan Zat Gizi ..................................................................14 Kebutuhan Energi ................................................................................15 Kebutuhan Protein ...............................................................................15 vii Konsumsi Pangan ......................................................................................16 Jenis Kelamin ........................................................................................17 Pendidikan .............................................................................................17 Lemak .........................................................................................................17 Serat ...........................................................................................................18 Natrium .......................................................................................................19 Angka Kebutuhan Gizi ...............................................................................20 Sisa Makanan .............................................................................................21 KERANGKA PEMIKIRAN .....................................................................................22 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu........................................................................24 Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh .....................................................24 Jenis dan Cara Pengumpulan Data ...........................................................24 Pengolahan dan Analisis Data ...................................................................26 Analisis Data...............................................................................................29 Definisi Operasional ...................................................................................30 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum RS Royal Taruma .........................................................33 Gambaran Umum Instalasi Gizi .................................................................33 Komponen Ketenagaan .....................................................................33 Struktur Organisasi Instalasi Gizi RS Royal Taruma .........................33 Kegiatan Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakit ..........................34 Karakteristik Pasien....................................................................................36 Jenis Kelamin dan Usia........................................................................36 Status Gizi Berdasarkan Indeks Massa Tubuh ...................................36 Tingkat Pendidikan dan Jenis Pekerjaan ............................................37 Aktifitas Fisik ........................................................................................37 viii Data Riwayat Hipertensi Pasien ................................................................38 Lama Perawatan dan Jenis Penyakit Penyerta Hipertensi .................38 Jenis Penyakit Penyerta dan Usia .......................................................39 Status Melakukan Konsultasi ...............................................................39 Kebutuhan Total Energi dan Protein,Sehari ..............................................40 Ketersediaan Energi dan Gizi Makanan RS ..............................................41 Tingkat Ketersediaan Energi dan Zat Gizi .................................................46 Konsumsi Energi dan Zat Gizi ...................................................................48 Tingkat Konsumsi dan Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi .........50 Sisa Makanan .....................................................................................52 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................53 Kesimpulan.................................................................................................53 Saran ..........................................................................................................54 DAFTARA PUSTAKA ...........................................................................................55 LAMPIRAN ............................................................................................................58 ix DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1 Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO.................................................. 6 2 Dietary References Intake (DRI) natrium (IOM 2004) ....................... 19 3 Data, Jenis Data, Cara Pengumpulan Data dan Alat Yang Digunakan ......................................................................................... 25 4 Faktor Penyakit (injury factor) ........................................................... 27 5 Peubah dan Kategori Peubah Karakteristik, Lingkungan dan Konsumsi Contoh .............................................................................. 28 6 Peubah dan Kategori Tingkat Ketersediaan, Tingkat Konsumsi dan Tingkat Kecukupan Menurut Direktorat Bina Gizi Masyarakat (1996) .............................. 28 7 Sebaran Pasien Berdasarkan Kelompok Usia dan Jenis Kelamin.... 37 8 Sebaran Pasien Berdasarkan Status Gizi ........................................ 38 9 Sebaran Pasien Berdasarkan Jenis Pekerjaan dan Tingkat Pendidikan ........................................................................................ 38 10 Sebaran Pasien Berdasarkan Aktifitas Fisik dan Jenis Penyakit Penyerta dengan Hipertensi .............................................................. 39 11 Sebaran Pasien Berdasarkan Jenis Penyakit Penyerta dengan Hipertensi dan Lama Rawat .............................................................. 39 12 Sebaran Pasien Berdasarkan Jenis Penyakit Penyerta dan Kelompok Usia .................................................................................. 40 13 Sebaran Pasien Berdasarkan Jenis Penyakit Penyerta & Pengalaman Konsultasi .................................................................... 41 14 Kebutuhan Energi dan Zat Gizi menurut Jenis Penyakit Penyerta Hipertensi dengan Jenis Kelamin ...................................................... 42 15 Ketersediaan Sarapan Makanan RS Berdasarkan Paket Yang Disediakan ........................................................................................ 43 16 Ketersediaan Energi, Protein dan Lemak berdasarkan Menu dan Konsistensi Diet 44 17 Ketersediaan Serat dan Natrium berdasarkan Menu dan Konsistensi Diet ................................................................................ 44 18 Ketersediaan Snack RS Berdasarkan Diet Yang Diberikan .............. 45 19 Rata-rata Ketersediaan Serat dan Natrium Buah berdasarkan Jenis Diet .................................................................................................... 45 20 Rata-rata Ketersediaan Energi dan Zat Gizi Contoh Berdasarkan Jenis Penyakit Penyerta dengan Hipertensi ..................................... 46 21 Rata-rata Ketersediaan Energi dan Zat Gizi Berdasarkan Jenis Penyakit Penyerta dengan Hipertensi dan Konsistensi Lunak (bubur) ............................................................................................... 47 x 22 Rata-rata Ketersediaan Energi dan Zat Gizi Berdasarkan Jenis Komplikasi dengan Hipertensi dan Konsistensi Biasa (nasi tim) ...... 46 23 Rata-rata Ketersediaan Energi dan Zat Gizi Berdasarkan Jenis Komplikasi dengan Hipertensi dan Konsistensi Biasa (nasi) ............ 46 24 Tingkat Ketersediaan Energi Berdasarkan Jenis Penyakit Penyerta. 47 25 Tingkat Ketersediaan Protein Berdasarkan Jenis Penyakit Penyerta 47 26 Perbandingan Rata-rata Ketersediaan dan Rata-rata Konsumsi Berdasarkan Jenis Komplikasi dengan Hipertensi dengan Konsistensi Diet (bubur, nasi tim dan nasi biasa) ............................. 48 27 Konsumsi Energi dan Zat Gizi Berdasarkan Jenis Penyakit Penyerta ............................................................................................ 49 28 Tingkat Konsumsi Energi Berdasarkan Jenis Penyakit Penyerta…... 50 29 Tingkat Konsumsi Protein Berdasarkan Jenis Penyakit Penyerta .... 50 30 Tingkat Konsumsi Lemak, Natrium dan Serat ................................... 51 31 Tingkat Kecukupan Energi Berdasarkan Jenis Penyakit Penyerta.... 51 32 Tingkat Kecukupan Protein Berdasarkan Jenis Penyakit Penyerta .. 52 33 Persentase Sisa Makanan Berdasarkan Waktu Makan dan Jenis Makanan ........................................................................................... 53 xi DAFTAR GAMBAR Nomor 1 Halaman Kerangka Pemikiran Tingkat Konsumsi Energi dan Zat Gizi Pasien Penerima Diet Rendah Garam Yang di Sajikan di RS Royal Taruma Jakarta ........................................................................ 23 xii DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1 Gambar dan Peta Lokasi Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta .............. 61 2 Struktur Organisasi Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta ....................... 62 3 Jumlah Kamar dan Tempat Tidur RS Royal Taruma Jakarta ................ 63 4 Struktur Organisasi Instalasi Gizi RS Royal Taruma Jakarta ................. 64 5 Standar Makanan Pasien Kelas II .......................................................... 65 6 Standar Makanan Pasien Kelas III ......................................................... 66 7 Menu Sarapan Pasien RS Royal Taruma Jakarta ................................. 67 8 Menu Makan Siang dan Malam Kelas II dan Kelas III RS Royal 70 Taruma Jakarta ...................................................................................... 9 Menu Snack Menurut Jenis Diet di RS Royal Taruma Jakarta ………… 71 10 Menu Buah Menurut Jenis Diet di RS Royal Taruma Jakarta ................ 72 PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut UU Kesehatan No 23 tahun 2002. Tujuan Pembangunan Kesehatan adalah terciptanya harapan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal sebagai salah satu kesejahteraan penduduk. Perwujudan derajat kesehatan yang optimal, diharapkan dapat mencapai kehidupan penduduk yang produktif baik aspek sosial maupun aspek ekonomi. Tahun 2010 merupakan tahun yang ditetapkan pemerintah sebagai tahun menuju Indonesia Sehat 2010. Adanya peningkatan derajat kesehatan diharapkan dapat meningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia sehingga dapat bersaing dengan individu lain. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No 1204/Menkes/SK/X/2004 rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan, tempat berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat atau dapat menjadi tempat penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan. Kegiatan perencanaan pelayanan gizi di rumah sakit meliputi penyelenggaraan makanan bagi pasien rawat inap. Tujuan dilaksanakannya penyelenggaraan makanan di rumah sakit untuk menyediakan makanan yang kualitasnya baik dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan serta pelayanan yang layak dan memadai bagi konsumen yang membutuhkan. Komponen penyelenggaraan makanan yang kurang terkoordinasi akan mempengaruhi mutu produk makanan dan selanjutnya akan mempengaruhi persepsi konsumen atas makanan yang disajikan (Almatsier 2001). Makanan merupakan salah satu cara pengobatan non medis sehingga memiliki peran penting bagi pasien. Pengaturan konsumsi makanan bagi orang sakit perlu memperhatikan faktor psikologis, sosial budaya, keadaan jasmani dan keadaaan gizi orang sakit tersebut (Moehyi 1992). Tingkat konsumsi pangan merupakan bagian penting dari suatu kesehatan seseorang. Infeksi dan demam dapat menyebabkan menurunnya nafsu makan atau menimbulkan kesulitan menelan dan mencerna makanan. Untuk itu orang yang sakit atau berada dalam masa penyembuhan memerlukan pangan khusus karena kesehatannya kurang baik. Makanan atau menu diet yang diberikan kepada pasien harus yang: a).mempunyai kandungan gizi yang baik dan seimbang sesuai dengan keadaan pasien; b) tekstur makanan disesuaikan dengan kemampuan dan keadaan 2 pasien; c) makanan harus mudah dicerna dan tidak merangsang; d) bebas bahan pengawet dan pewarna; e)mempunyai penampilan dan cita rasa menarik sehingga menggugah selera pasien. Penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit kronik atau menahun. Dari hasil penelitian WHO (World Health Organization) menyatakan bahwa 25% angka kematian berkaitan dengan penyaki kardiovaskuler, sedangkan di Indonesia, penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian utama dengan angka sekitar 15%. Dari kasus tersebut 30%-60% adalah kasus gangguan jantung iskemik dan hipertensi. Hasil Survey Kesehatan (SKRT) tahun 2002 menunjukkan bahwa prevalensi di Indonesia cukup tinggi, 83 per 1000 anggota rumah tangga. Hipertensi adalah tekanan darah yang melebihi dari batasan normal (Junaidi 2010). Tekanan dihasilkan oleh kekuatan jantung ketika memompakan darah, yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik atau keduanya secara terus menerus dan WHO mendefinisikan tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik adalah lebih dari 160/95 mmHg. Hipertensi menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius, karena jika tidak terkendalikan akan berkembang dan menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Akibatnya bisa fatal karena sering timbul komplikasi, misalnya diabetes mellitus, gagal ginjal dan penyakit jantung koroner. Diet rendah garam adalah pembatasan pemberian garam yang natrium seperti yang terdapat didalam garam dapur (NaCl), soda kue (NaHCO), baking powder, natrium benzoat dan vetsin. Hipertensi dapat dikurangi dengan penatalaksanaan diet yang baik. Penatalaksanaan diet yang baik dengan memberikan diet rendah garam. Diet rendah garam mempengaruhi selera makan pasien karena pemberian garam yang dibatasi mempengaruhi rasa makanan. Penurunan selera makanan karena rasa makanan menyebabkan pasien tidak menghabiskan porsi makanan yang disajikan yang berakibat kebutuhan gizinya tidak terpenuhi. Bila keadaan ini terjadi pada pasien yang dirawat di rumah sakit akan mengakibatkan penurunan berat badan dan menimbulkan masalah gizi kurang serta memperlambat penyembuhan penyakit. Berdasarkan hal-hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian mengenai tingkat konsumsi energi dan zat gizi pasien penerima diet rendah garam. 3 Tujuan Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat konsumsi energi dan zat gizi pasien penerima diet rendah garam yang disajikan di Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta. Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah : 1. Mempelajari karakteristik contoh meliputi jenis kelamin, usia, berat badan, tinggi badan, status gizi, pendidikan dan pekerjaan. 2. Mempelajari riwayat penyakit contoh meliputi jenis diit rendah garam yang diberikan, jenis penyakit penyerta, aktifitas fisik, lama perawatan di RS dan status pengalaman konsultasi. 3. Mempelajari ketersediaan dan tingkat ketersediaan energi dan zat gizi terhadap kebutuhan. 4. Mengamati konsumsi energi dan zat gizi contoh terhadap makanan yang disajikan RS dan tingkat konsumsi energi dan zat gizi contoh terhadap ketersediaan dan kebutuhan. 5. Menganalisis hubungan lama rawat dengan tingkat konsumsi terhadap ketersediaan energi dan zat gizi contoh. 6. Menganalisis hubungan sisa makanan dengan tingat konsumsi terhadap ketersediaan energi dan zat gizi contoh. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran dan informasi tentang tingkat konsumsi energi dan zat gizi pasien yang menerima diet rendah garam di RS Royal Taruma Jakarta. Selain itu juga dapat menjadi bahan masukan untuk rumah sakit dalam penyempurnaan kegiatan pelayanan makanan untuk pasien umumnya dan pasien yang mendapat diet rendah garam khususnya. TINJAUAN PUSTAKA Diet Rendah Garam Diet rendah garam pada dasarnya adalah diet biasa yang dimasak tanpa garam serta mengurangi penggunaan bahan makanan yang kandungan natriumnya tinggi (Moehyi, 1999). Diet rendah garam dalam arti sebenarnya adalah rendah sodium atau natrium (Purwati, Salimar & Rahayu 2001). Bahan makanan yang dapat dimakan pada diet rendah garam diantaranya adalah : sumber karbohidrat berupa beras, kentang, singkong, terigu, tapioka, hunkwe, gula, makanan yang diolah dari bahan makanan tanpa garam dapur dan soda seperti: makaroni, mi, bihun, roti, biskuit roti kering; sumber protein hewani berupa daging dan ikan maksimal 100 gram sehari; telur maksimal 1 butir sehari; sumber protein nabati berupa semua kacang-kacangan dan hasilnya diolah dan dimasak tanpa garam dapur; sayuran berupa semua sayuran segar, sayuran yang diawet tanpa garam dapur dan natrium benzoate; semua buah-buahan segar, buah yang diawet tanpa garam dapur dan natrium benzoat; lemak berupa minyak goreng, margarin dan mentega tanpa garam; minuman berupa teh, kopi dan semua bumbu-bumbu kering yang tidak mengandung garam dan lain ikatan natrium. Garam dapur sesuai ketentuan untuk Diet Rendah Garam II dan III) (Almatsier 2006). Bahan makanan yang tidak dianjurkan untuk diberikan atau dimakan pada diet rendah garam diantaranya adalah: roti, biskuit dan kue-kue yang dimasak dengan garam dapur atau baking powder dan soda; otak, ginjal, lidah, sardine; daging, ikan, susu dan telur yang diawet dengan garam dapur seperti daging asap, ham, bacon, dendeng, abon, keju, ikan asin, ikan kaleng, kornet, ebi, udang kering, telur asin dan telur pindang; keju kacang tanah dan semua kacang-kacangan dan hasilnya yang dimasak dengan garam dapur dan lain ikatan natrium; sayuran yang dimasak dan diawet dengan garam dapur dan lain ikatan natrium, seperti sayuran dalam kaleng, sawi asin, asinan dan acar; buahbuahan yang diawet dengan garam dapur dan lain ikatan natrium, seperti buah dalam kaleng; margarin dan mentega biasa; minuman ringan; garam dapur untuk Diet Rendah Garam I, baking powder, soda kue, vetsin dan bumbu-bumbu yang mengandung garam dapur seperti kecap, magi, tomato ketchup, petis dan tauco (Almatsier 2006). 5 Diet rendah garam bertujuan untuk membantu menghilangkan retensi garam atau air dalam jaringan tubuh dan menurunkan tekanan darah pada hipertensi. Syarat-syarat diet yaitu cukup kalori, protein, mineral dan vitamin; bentuk makanan disesuaikan dengan keadaan penyakit; jumlah natrium yang diperbolehkan disesuaikan dengan keadaan penyakit; jumlah natrium yang diperbolehkan disesuaikan dengan berat tidaknya retensi garam/air dan atau hipertensi (Bagian Gizi RS. Dr. Cipto Mangunkusumo dan Persatuan Ahli Gizi Indonesia 2006). Sesuai dengan keadaan penyakit, ada berbagai tingkat diet rendah garam, yaitu Diet Rendah Garam I, II dan III. Diet Rendah Garam I mengandung 200-400 mg natrium, dalam pemanasan tidak ditambahkan garam dapur, bahan makanan mengandung natrium tinggi dihindarkan, makanan diberikan kepada penderita dengan oedema, asites dan atau hipertensi berat. Diet Rendah Garam II mengandung 600-800 mg natrium, dalam pemasakan boleh menggunakan seperempat sendok teh garam dapur (1g), bahan tinggi natrium dihindarkan, makanan diberikan kepada penderita dengan oedema, asites dan hipertensi tidak terlalu berat. Diet Rendah Garam III mengandung 1000-1200 mg natrium, dalam pemasakan diperbolehkan menggunakan setengah sendok teh (2g) garam dapur. Makanan ini diberikan kepada penderita dengan oedema dan atau hipertensi ringan (Bagian Gizi RS. Dr. Cipto Mangunkusumo dan Persatuan Ahli Gizi Indonesia 2006). Penyakit Penerima Diet Rendah Garam Berbagai jenis penyakit yang menerima Diet Rendah Garam. Penyakit yang menerima Diet Rendah Garam diantaranya adalah penyakit-penyakit yang disertai dengan hipertensi dan oedem . Hipertensi Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah tekanan darah yang melebihi dari batas normal (Junaidi 2010). Nilai normal yang biasanya digunakan adalah berkisar antara (sistolik/diastolik) 120/80 mmHg sampai dengan 140/90 mmhg yang juga dipengaruhi oleh bertambahnya usia. Diatas nilai normal, dikatakan tekanan darah tinggi yang salah satu klasifikasinya berdasarkan berat ringannya hipertensi yaitu dari kategori hipertensi ringan sampai dengan berat (>180 mmHg untuk sistolik dan > 105 mmHg diastolik). 6 Patofisiologi hipertensi masih belum jelas, namun pada sejumlah kecil pasien, penyakit ginjal atau korteks adrenal (2% dan 5%) merupakan penyebab utama peningkatan tekanan darah (Adib 2009). WHO dan International Society of Hypertension Working Goup (ISHWG) telah mengelompokkan hipertensi seperti pada Tabel 1 dibawah ini : Tabel 1. Klasifikasi hipertensi menurut WHO Kategori Optimal Normal Normal-tinggi Tingkat 1 (hipertensi ringan) Tingkat 2 (hipertensi sedang) Tingkat 3 (hipertensi berat) Hipertensi sistol terisolasi (isolated systolic hypertension) Sumber: Aulia 2008 Sistol (mmHg) <120 <130 130-139 140-159 160-179 ≥180 ≥140 Diastol (mmHg) <80 <85 85-89 90-99 100-109 ≥110 <90 Para ahli berpendapat bahwa hipertensi bisa diturunkan secara herediter. Itu artinya, bila salah satu dari orang tua kita menderita hipertensi maka kemungkinan besar anak anaknya juga akan menderita penyakit yang sama. Penyakit ini sering dialami oleh orang dewasa dan mereka yang sudah berusia lanjut. Hipertensi lebih sering diderita oleh kaum laki laki daripada kaum perempuan. Walaupun demikian, perempuan yang mengkonsumsi pil kontrasepsi juga mudah terkena hipertensi. Orang yang sering mengalami stress juga rawan terkena hipertensi begitu juga dengan mereka yang perokok berat (Adib 2009). Banyak cara mengontrol tekanan darah. Salah satunya dengan menjaga pola makan. Menghindari konsumsi garam yang berlebihan bisa menjauhkan dari hipertensi. Peningkatan volume darah dan penyempitan pembuluh darah yang memaksa kerja jantung untuk memompa darah. Garam menyebabkan tubuh menahan air dengan tingkat melebihi ambang batas normal tubuh sehingga dapat meningkatkan volume darah dan tekanan darah tinggi. Apabila asupan garam bisa dikurangi hingga setengahnya, maka 2,5 juta jiwa di seluruh dunia akan terselamatkan dari serangan jantung dan stroke. Meskipun sodium terkandung dalam garam, sebesar 80 persen kandungan sodium terdapat pada makanan yang diproses atau makanan kemasan. Santoso menyarankan untuk mewaspadai asupan garam yang berlebih.Hal itu disebabkan garam merupakan sumber sodium yang utama dan faktor utama penyebab meningkatnya tekanan darah atau hipertensi yang dapat berkembang menjadi penyakit-penyakit kardiovaskuler. 7 Gagal Ginjal Gagal ginjal adalah sebuah penyakit dimana fungsi organ ginjal mengalami penurunan sehingga tidak lagi mampu bekerja sama seKali dalam penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium dan Kalium didalam darah atau produksi urin (Colvy 2010). Penyakit gagal ginjal itu sendiri dapat dikategorikan menjadi 2 golongan besar diantaranya adalah; a) Gagal Ginjal Akut adalah kemunduran yang cepat dari kemampuan ginjal dalam membersihkan darah dari bahan-bahan racun, yang menyebabkan penimbunan limbah metabolik di dalam darah. Gagal ginjal akut merupakan akibat dari berbagai keadaan seperti berkurangnyaaliran darah ke ginjal, penyumbatan aliran kemih setelah meninggalkan ginjal atau trauma pada ginja; b) Gagal Ginjal Kronik adalah penurunan fungsi ginjal dalam sKala kecil. Itu merupakan proses normal bagi setiap manusia seiring bertambahnya usia. Namun, hal ini tidak menyebabkan kelainan atau menimbulkan gejala karena masih dalam batas wajar yang dapat ditolerir ginjal dan tubuh (Colvy 2010). Tetapi karena berbagai sebab, dapat terjadi kelainan dimana penurunan fungsi ginjal terjadi secara progesif sehingga menimbulkan berbagai keluhan dari ringan sampai bert. Kondisi ini disebut gagal ginjal kronik (GGK) atau Chronic Renal Failure (CRF). Penderita gagal ginjal perlu memperhatikan menu makanan yang dikonsumsi. Selain mendapatkan diet ginjal, diet yang diberikan adalah diet rendah garam. Penderita gagal ginjal perlu membatasi konsumsi garam. Garam mengandung unsur natrium yang bersifat menahan air. Konsumsi garam menyebabkan tumpukan cairan dalam tubuh. Tumpukan cairan ini menyebabkan jantung dan paru-paru bekerja dengan lebih keras. Pengurangan asupan garam akan mengurangi penumpukkan cairan dalam tubuh dan akan mengurangi rasa haus (Colvy 2010). Diabetes Mellitus Arateus, pada tahun 200 sebelum Masehi merupakan orang yang pertama Kali memberi nama Diabetes. Diabetes berarti “mengalir terus” dan Mellitus berarti “manis”. Disebut Diabetes karena selalu minum dalam jumlah banyak (polidipsia) yang kemudian mengalir terus berupa urine yang banyak (poliuria). Disebut mellitus karena urine penderita ini mengandung glukosa (Tjokroprawiro 2001). 8 Pada dasarnya, Diabetes Mellitus disebabkan oleh hormon insulin penderita yang tidak mencukupi atau tidak efektif sehingga tidak dapat bekerja secara normal. Padahal, insulin mempunyai peran utama mengatur kadar glukosa didalam darah, yaitu (pada orang normal) sekitar 60-120 mg/dl waktu puasa dan dibawah 140 mg/dl pada dua jam sesudah makan. Komplikasi yang sering terjadi pada Diabetes Mellitus diantaranya adalah: a) Retinopati Diabetik adalah penyempitan pembuluh darah di mata; b) Penyakit Jantung Koroner adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh penyempitan pembuluh darah koroner. Pembuluh darah koronen adalah pembuluh darah yang memberi makan jantung. Jika pembuluh darah koroner menyempit, otot jantung akan kekurangan oksigen dari makanan. Otot jantung menjadi lemah atau sebagian otot jantung mati, keadaan inilah yang disebut infark jantung atau infark miokard akut; c) Neuropati Diabetik adalah kelainan urat syaraf akibat penyakit Diabetes Mellitus; d) Angiopati Diabetik adalah penyempitan pembuluh darah pada Diabetes Mellitus. Angiopati diabetik pada pembuluh darah besar atau sedang disebut makroangiopati diabetiki, sedangkan angiopati diabetik pada pembuluh darah kapiler disebut mikroangiopati diabetik; e) Gangren Diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman dan berbau busuk yang terjadi karena ada sumbatan di pembuluh darah sedang atau besar di tungkai (makroangiopati diabetik). Bila sumbatan terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar, penderita Diabetes Mellitus akan merasa tungkai sakit sesudah berjalan pada jarak tertentu, karena aliran darah ke tungkai berkurang disebut claudicatio intermitten; f) Kulit penderita Diabetes Mellitus umumnya menjadi kurang sehat atau kuat dalam pertahanannya sehingga mudah terkena infeksi dan penyakit jamur. Penderita lebih mudah mengalami bisul (furunkel) bahkan bisul bisa sangat besar (karbunkel) (Tjokroprawiro 2006). Buah-buahan yang dianjurkan adalah buah yang kurang manis atau disebut buah golongan B seperti pepaya, kedondong, pisang, apel, tomat dan semangka yang kurang manis. Buah-buahan yang manis (buah golongan A) harus dilarang diberikan kepada Diabetisi, cukup seKali seperti sawo, mangga, jeruk, rambutan, durian, anggur. Sayur golongan A mengandung 6% karbohidrat dan penggunaanya harus diperhitungkan Kalorinya. Sayuran golongan B hanya mengandung 3% karbohidrat, sehingga dapat digunakan dengan agak bebas (Tjokroprawiro 2001). 9 Bawang merah bersifat hipoglikemik yaitu menurunkan kadar glukosa darah. Buncis bersifat hipoglikemik, hiperkolesterolemik yaitu menurunkan kadar kolesterol darah dan hipotrigliseridemik yaitu menurunkan kadar trigliserida darah. Wortel dan sayuran hijau mengandung betakaroten yang penting sebagai antiradiKal bebas. Bawang putih mempunyai efek 10x lebih kuat daripada bawang merah. Oleh karena itu, bawang merah dan bawang putih dianjurkan untuk dipakai sebagai makanan tambahan bagi penderita diabetes demikian pula buncis (Tjokroprawiro 2006). Pada umumnya pada Diabetes Mellitus menderita juga hipertensi. Hipertensi yang tidak dikelola dengan baik akan mempercepat kerusakan pada ginjal dan kelainan kardiovaskuler. Sebaliknya apabila tekanan darah dapat dikontrol makan akan memproteksi terhadap kompilkasi mikro dan makrovaskuler yang disertai pengelolaan hiperglikemia yang terkontrol. Penyakit Jantung Jantung adalah organ berupa otot, berbentuk kerucut, berongga dan dengan basisnya diatas dan puncaknya dibawah. Ukuran jantung kira-kira sebesar kepalan tangan. Jantung dewasa beratnya antara 220-260 g. Jantung terbagi oleh sebuah septum (sekat) menjadi dua belah, yaitu kiri dan kanan. Jantung merupakan organ pemompa yang besar yang memelihara peredaran melalui seluruh tubuh. Arteri membawa darah dari jantung dan vena membawa darah ke jantung (Pearce, 2002). Penyakit jantung adalah suatu kondisi ketika kerusakan dialami oleh bagian otot jantung (myocardium) akibat sangat berkurangnya pasokan darah dan itu terjadi mendadak (Adib 2010). Berkurangnya pasokan darah ke jantung secara tiba-tiba dapat terjadi ketika salah satu nadi koroner ter-blokade selama beberapa saat, entah akibat spasme-mengencangnya nadi koroner atau akibat penggumpalan darah (thrombus). Bagian otot jantung yang biasanya dipasok oleh nadi yang terblokade akan berhenti berfungsi dengan baik segera setelah splasme reda dengan sendirinya, sehingga gejala-gejalanya pun hilang secara menyeluruh dan otot jantung benar-benar berfungsi secara normal. Keadaan ini sering disebut crescendo angimna atau insufficiency (Eric dkk 2008). Sebaliknya apabila pasokan darah ke jantung berhenti sama seKali, selsel yang bersangkutan mengalami perubahan yang permanen hanya dalam beberapa jam saja dan bagian otot jantung tersebut akan mengalami penurunan 10 mutu atau rusak secara permanen. Otot yang mati ini disebut infark. Pada saat inilah serangan jantung akan terjadi. Sistem vaskuler membawa darah yang kaya oksigen menjauhi jantung menuju pembuluh darah, arteri dan kapiler untuk masuk ke jaringan, setelah jaringan mendapatkan oksigen, darah masuk ke vena dan dibawa kembali ke jantung dan paru-paru. Hubungan penyakit jantung dengan tekanan darah tinggi adalah tekanan darah tinggi disebabkan karena menimbunnya lemak dalam pembuluh darah sehingga menghambat saluran darah, akibatnya jantung akan memompa darah lebih kuat. Tekanan darah adalah cara sederhana untuk mengukur seberapa keras jantung bekerja untuk mengedarkan darah ke seluruh tubuh. Tekanan darah tinggi yang kronis sangat mempengaruhi jantung dan arteri. Tekanan darah yang tinggi dapat diatasi dengan pemberian diet rendah garam untuk membatasi kandungan natrium dalam tubuh yang dapat meningkatkan tekanan darah (Adib 2009). Pelayanan Gizi di Rumah Sakit Rumah sakit merupakan instansi penting dalam menyelenggarakan makanan kelompok. Rumah sakit sebagai salah satu komponen kegiatan dalam upaya penyembuhan penyakit, makanan yang disajikan di rumah sakit tidak jarang disajikan sebagai acuan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGS) adalah bagian integral dari pelayanan kesehatan paripurna rumah sakit dengan beberapa kegiatan antara lain pelayanan gizi rawat inap dan rawat jalan. Pelayanan gizi rawat inap dan rawat jalan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan gizi pasien melalui makanan sesuai penyakit yang diderita (Almasier 2004). Proses pelayanan gizi rawat inap dan rawat jalan terdiri atas empat yaitu asesmen atau pengkajian gizi, perencanaan pelayanan gizi dengan menetapkan tujuan dan strategi, implementasi pelayanan gizi sesuai rencana, monitoring dan evaluasi pelayanan gizi (Almatsier 2004). Pelayanan gizi di rumah sakit adalah pelayanan yang diberikan di rumah sakit bagi pasien rawat inap dan rawat jalan untuk memperoleh makanan yang sesuai guna mencapai syarat gizi yang optimal (Subandriyo 1993). Tujuan pelayanan gizi rumah sakit adalah untuk mencapai pelayanan gizi pasien yang optimal dalam memenuhi kebutuhan gizi orang sakit, baik untuk keperluan metabolisme tubuhnya, peningkatan kesehatan, ataupun untuk mengoreksi 11 kelainan metabolisme dalam upaya penyembuhan pasien yang dirawat dan berobat jalan (Zulfah 2002). Untuk mencapai kondisi kesehatan pasien yang optimal, maka rumah sakit umumnya akan menyediakan makanan dengan kandungan nutrien yang baik dan seimbang menurut keadaan penyakit dan status gizi pasien, makanan dengan teksur dan konsistensi yang sesuai menurut kondisi gastrointestinal dan penyakit pasien, makanan yang mudah dicerna dan tidak merangsang; makanan yang bebas unsur aditif yang berbahaya, makanan dengan penampilan dan citarasa yang menarik untuk menggugah selera makan pasien yang terganggu oleh penyakit dan kondisi indera pengecap atau pembaunya (Hartono 2000). Penyelenggaraan Makanan Secara umum, penyelenggaraan makanan adalah pengelolaan makanan untuk perorangan, keluarga atau sekelompok orang. Menurut Mukrie (1983), penyelenggaraan makanan dianggap sebagai suatu rangkaian proses kegiatan yang saling berkaitan dimulai dari penyusunan anggaran belanja makanan, perencanaan menu, penyusunan kebutuhan bahan makanan, pembelian bahan makanan, pendistribusian dan pelayanan makanan, pengawasan dan pencatatatan serta evaluasi penyelenggaraan makanan. Penyelenggaraan makanan institusi adalah penyediaan makanan bagi konsumen dalam jumlah banyak yang berada dalam kelompok masyarakat yang terorganisir disuatu instansi tertentu (Direktorat Bina Gizi Masyarakat, 1996). Pada umumnya praktek penyelenggaraan makanan di lembaga sosial atau non profit memiliki karakteristik diantaranya: pengelolaan menu dibatasi keuangan, pelaksanaannya dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah, standar gizi makanan dianggap sebagai hal penting, memperhatikan secara ketat waktu makan, penyiapan makanan bukan oleh mereka yang terbiasa menjadi staf katering. Makanan yang diberikan untuk pasien harus disesuaikan dengan keadaan penyakit dan keadaan fisik pasien. Berdasarkan konsistensinya, makanan yang biasa diberikan untuk pasien antara lain: a) makanan biasa adalah makanan yang susunan maupun bahan makanan yang dipilih tidak beda dengan makanan orang sehat. Hanya dilakukan modifikasi dalam penggunaan bumbu, karena dalam keadaan sakit pasien dibatasi makanan yang banyak menggunakan bumbu atau makanan yang mengandung zat-zat yang 12 merangsang saluran pencernaan (Moehyi 1999); b) makanan lunak diberikan kepada pasien yang penyakitnya idak terlalu berat, tapi belum dapat menerima makanan biasa. Menurut Moehyi (1999), makanan lunak syaratnya harus mudah dicerna, rendah serat, tidak terbuat dari bahan yang menimbulkan gas, tidak mengandung bumbu yang merangsang dan tidak mengandung lemak; c) makanan saring diberikan kepada pasien sesuadah operasi, infeksi akut. Makanan saring diberikan dalam jangka waktu pendek karena gizinya tidak memenuhi kebutuhan sehari, terutama Kalori dan thianin (Bagian Gizi Rumah Sakit dr. Cipto Mangkusumo dan Persatuan Ahli Gizi Indonesia 2001) Perencanaan Menu Menu adalah susunan makanan atau hidangan yang dimakan oleh seseorang untuk seKali makan atau untuk sehari menurut waktu makan (Persatuan Ahli Gizi Indonesia 2009). Perencanaan menu adalah serangkaian kegiatan menyusun hidangan dalam variasi yang serasi untuk manajemen penyelenggaraan makanan di institusi. Perencanaan menu dipertimbangkan aspek kebutuhan gizi, kesukaan (persepsi), kebiasaan makan, biaya, karakteristik makanan, kondisi pasar, tipe pelayanan dan sistem pelayanan juga fasilitas yang tersedia. Menurut Moehyi (1992), dalam perencanaan menu ada beberapa faktor yang diperhatikan antara lain : kebutuhan gizi penerima makan, kebiasaan makan penerima, masakan harus bervariasi, biaya yang tersedia, iklim dan musim, peralatan untuk mengolah makanan dan ketentuan-ketentuan lain yang berlaku pada institusi. Selain itu juga harus diperhatikan keadaan pasar, tenaga, teknik dan cara pemasakan juga modifikasi menu (Subandriyo 1993). Menurut Mukrie (1983), langkah-langkah perencanaan menu adalah: (1). Menentukan jenis menu yang diinginkan, baik menu standar ataupun menu pilihan. Menu standar adalah menu baku yang disusun sesuai dengan dana dalam beberapa hari. Menu pilihan memuat beberapa jenis atau macam hidangan yang dapat dipilih; (2) Menetapkan siklus menu atau putaran menu yang akan direncanakan; (3) Menetapkan waktu penggunaan siklus menu; (4) Menetapkan jenis bahan makanan yang akan digunakan dalam suatu siklus dan menentukan frekuensi pemakaian tiap jenis bahan makanan; (5) Prosedur menyusun menu: a) membuat format menu. Format ini disusun sesuai dengan siklus yang digunakan, waktu makan, susunan hidangan dan jenis sasaran; b) 13 pada format menu, pertama cantumkan lauk hewani, karena lauk hewani adalah makanan yang paling mahal harganya yang dapat menghabiskan setengah atau dua pertiga dari dana yang telah ditentukan. Lalu diikuti bahan makanan sumber potein nabati, sayuran dan buah-buahan; c) periksa kembali menu yang telah disusun, apakah sudah sesuai dengan kecukupan gizi, biaya dan dana yang tersedia. .Status Gizi Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik dan lebih. Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi essensial. Status gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah berlebihan, sehingga menimbulkan efek toksik atau membahayakan. Gangguan gizi disebabkan oleh faktor primer atau sekunder. Faktor primer adalah bila susunan makanan seseorang salah dalam kualitas atau kuantitas yang disebabkan oleh kurangnya penyediaan pangan, kurang baiknya distribusi pangan, kemiskinan, ketidaktahuan, kebiasaan makan yang salah, dsb. Faktor sekunder meliputi semua faktor yang menyebabkan zat-zat gizi tidak sampai di sel-sel tubuh setelah makanan dikonsumsi (Almatsier 2004). Faktor Lingkungan Faktor lingkungan pasien meliputi kelas perawatan, waktu makan, konsistensi diet dan pengalaman melakukan konsultasi. Kelas Perawatan Kelas perawatan adalah ruang rawat inap yang digunakan penderita selama dirawat di rumah sakit. Klasifikasi ini dibuat berdasarkan tingkat fasilitas pelayanan yang tersedia di rumah sakit dengan tarif yang berbeda sesuai dengan masing-masing kelas (Soeprapto 1985). Waktu Makan Waktu pembagian makan yang tepat dan jam makan pasien serta jarak waktu makan yang sesuai antara makan pagi, makan siang dan makan malam dapat mempengaruhi habis tidaknya makanan yang disajikan. Bila jadwal pemberian makan tidak sesuai maka makanan yang disajikan tidak bisa langsung dikonsumsi sehingga pada saat makanan disajikan kepada pasien, 14 makanan telah mengalami perubahan penampilan bentuk serta suhunya telah dingin (Muchatob 1991). Kondisi fisik orang sakit yang paling baik pada waktu bangun pagi, setelah istrirahat penuh dan dapat tidur nyenyak malam harinya. Oleh karena itu, makanan yang tu baik, diberikan waktu pagi perlu diperhatikan agar orang sakit dapat makan dalam jumlah yang cukup, sehingga juga waktu makan siang nafsu makan tidak begitu baik, ia tidak akan menjadi terlalu lemah. Hal ini beda dengan pendapat yang lazim di lingkungan keluarga, bahwa makan pagi cukup seadanya saja (Moehyi 1999). Konsistensi Diet Penggolongan makanan di rumah sakit berdasarkan aspek kepadatannya sangat diperlukan dalam rangka menentukan standar makanan. Menurut kepadatannya makanan rumah sakit dapat digolongkan menjadi makanan biasa, makanan lunak, makanan saring dan makanan cair (Moehyi 1999). Pengalaman Konsultasi Gizi Pengetahuan tentang gizi diperlukan untuk kehidupan manusia sampai kapanpun. Konsultasi gizi adalah kombinasi antara pengetahuan gizi dan kemampuan psikologi yang dilakukan oleh konselor gizi yang menggunakan makanan dan kandungan gizi yang terdapat di dalamnya sebagai upaya perubahan kebiasaan makan menuju fungsi fisiologis, emosi, kondisi klien yang lebih baik (Hardinsyah 2005). Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Makanan yang dikonsumsi setiap hari tersusun dari unsur-unsur gizi atau nutrien yang diklasifikasikan sebagai makronutrien dan mikronutrien. Makronutrien terdiri atas karbohidrat, lemak serta protein dan dinamakan demikian karena dibutuhkan dalam jumlah yang besar (jumlah makro) mengingat ketiga nutrien ini umumnya terpakai habis dan tidak didaur ulang. Sebaliknya mikronutrien yang terdiri atas vitamin dan mineral diperlukan tubuh dalam jumlah sedikit (jumlah mikro) karena didaur ulang. Disamping nutrien yang disebutkan diatas tubuh juga membutuhkan air, oksigen dan serat makanan (Hartono 2000). Hardinsyah dan Martianto (1992) membedakan pengertian istilah kebutuhan gizi dan kecukupan gizi. Kebutuhan zat gizi adalah sejumlah zat gizi minimal yang harus dipenuhi dari konsumsi makanan. Kekurangan atau kelebihan konsumsi zat gizi dari kebutuhan, terutama bila berlangsung lama 15 dalam jangka waktu yang berkisanambungan dapat membahayakan kesehatan, bahkan pada tahap selanjutnya dapat menimbulkan kematian (Hardinsyah & Martianto 1989). Kebutuhan zat gizi adalah (recommended dietary allowancess) adalah jumlah masing-masing zat gizi yang sebaiknya dipenuhi seseorang atau rata-rata kelompok orang yang hampir semua orang (sekitar 97,5% populasi) hidup sehat. Kebutuhan Energi Kebutuhan energi seseorang menurut FAO/WHO (1985) dalam Almatsier (2001) adalah konsumsi energi dari makanan yang diperlukan untuk menutupi pengeluran energi seseorang dan untuk aktivitas fisik. Pada anak-anak, ibu hamil dan ibu menyusui kebutuhan energi termasuk kebutuhan untuk pembentukan jaringan-jaringan baru atau untuk sekresi ASI. Komponen yang mempengaruhi kebutuhan energi; (1) metabolisme keadaan istirahat (resting metabolic rate = RMR); (2) aktivitas; (3) tambahan energi selama pencernaan makanan (thermic effect of food = TEF, dulu disebut specific dynamic action = SDA); (4) fakultatif termogenesis (perubahan kebutuhan energi karena perubahan suhu, konsumsi makanan, stress) (Muhilal, Jalal & Hardinsyah, 1998). Kebutuhan energi terbesar pada umumnya diperlukan untuk metabolisme basal (Almatsier 2001). Kebutuhan Protein Fungsi protein antara lain untuk (1) pertumbuhan, pemeliharaan dan perbaikan jaringan tubuh yang rusak; (2) pembentukan ikatan-ikatan essensial tubuh; (3) mengatur keseimbangan; (4) memelihara netralitas tubuh; (5) pembentukan antibodi; (6) mengangkut zat-zat gizi dan (7) sumber energi (Almatsier 2001). Kebutuhan protein menurut FAO/WHO dalam Almatsier (2001) adalah konsumsi yang diperlukan untuk mencegah kehilangan protein tubuh dan memungkinkan produksi protein yang diperlukan dalam masa pertumbuhan, kehamilan atau menyusui. Kebutuhan protein dapat diestimasi dengan menggunakan metode keseimbangan nitrogen. Keseimbangan nitrogen dapat dilihat dari perbandingan antara nitrogen yang dikonsumsi dan nitrogen yang dikeluarkan melalui feses, urin, keringat dan metabolisme lainnya (Muchtadi 2010). Jika nitrogen yang dikonsumsi lebih besar yang dikonsumsi lebih besar dari nitrogen yang diekskresi, keseimbangan nitrogen positif. Jika nitrogen yang dikonsumsi sama 16 banyak dengan nitrogen yang diekskresi, keseimbangan nitrogen seimbang. Jika nitrogen yang dikonsumsi lebih kecil dari nitrogen yang diekskresi, keseimbangan nitrogen negatif (Muchtadi 2010). Konsumsi Pangan Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi atau dimakan seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Berdasarkan definisi ini hal yang harus diperhatikan dalam perhitungan konsumsi adalah jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi (Hardinsyah & Briawan 1994). Ada beberapa cara untuk mengumpulkan data konsumsi pangan. Secara umum ada dua cara pengumpulan data konsumsi pangan yaitu : metode penimbangan langsung (weighing method dan food inventory method) dan metode penimbangan tidak langsung, seperti metode mengingat (food recall), metode pengeluaran pangan (food expenditure method), metode pendaftaran pangan (food list method), metode frekuensi pangan atau cara lainnya (Hardinsyah & Briawan 1994). Secara umum konsumsi pangan sehari merupakan penjumlahan dari makan pagi, siang, malam dan makanan selingan dalam kurun waktu 24 jam. Jika pengumpulan data konsumsi pangan lebih dari satu hari maka konsumsi pangan perhari merupakan jumlah konsumsi pangan menurut jenisnya masingmasing dibagi dengan jumlah hari survei atau jumlah hari pengumpulan data tersebut. Penilaian terhadap kandungan zat gizi dari beragam pangan merupakan penjumlahan dari masing-masing zat gizi pangan komponennya. Untuk mengetahui tingkat konsumsi gizi, penilaian konsumsi pangan dilakukan terhadap makanan yang dikonsumsi dengan satuan per orang per hari atau unit konsumen (adult equivalent unit). Pada dasarnya pengolahan data konsumsi pangan adalah proses menghitung jumlah pangan yang dikonsumsi menurut jenis-jenis pangan dalam satuan berat dan waktu yang sama. Satuan akhir pengolahan data konsumsi pangan harus sama untuk tiap jenis pangan yaitu kalori untuk energi dan gram untuk zat gizi. Selanjutnya untuk penilaian konsumsi pangan, data dikonversikan menjadi satu atau lebih zat gizi, sesuai dengan tujuan penilaian. Dengan pertimbangan masalah gizi utama di Indonesia pada umumnya konsumsi gizi 17 yang dinilai adalah energi, protein, lemak, vitamin A, natrium, serat dan mineral Fe (Hardinsyah & Briawan 1994). Menurut Sanjur (1982) dalam Suhardjo (1989) ada tiga faktor utama yang mempengaruhi konsumsi pangan yaitu : 1) karakteristik individu (umur, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, pengetahuan gizi, keterampilan memasak dan kesehatan); 2) karakteristik makanan (rasa, rupa, tekstur, harga, bentuk, bumbu dan kombinasi makanan); 3) karakteristik lingkungan (musim, pekerjaan, jumlah keluarga dan tingkat sosial masyarakat). Jenis Kelamin Tubuh yang besar memerlukan energi lebih banyak dibandingkan tubuh yang kecil untuk melakukan kegiatan fisik yang sama. Dapat dikatakan wanita dengan ukuran tubuh yang lebih kecil umumnya memerlukan energi yang lebih sedikit dibandingkan dengan laki-laki pada tingkat kegiatan fisik yang sama (Suhardjo 1989). Pendidikan Tingkat pendidikan yang lebih tinggi berkaitan dengan pengetahuan gizi yang lebih tinggi pula sehingga memungkinkan seseorang untuk memiliki informasi tentang gizi dan kesehatan yang lebih baik yang dapat mendorong terbentuknya perilaku makan yang baik (Tupito 2006). Pendidikan tertinggi pasien menunjang tingkat pengetahuan tentang kesehatan, penerimaan informasi formal lebih mudah diterima (Tupito 2006). Lemak Lemak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Lemak juga merupakan sumber energi yang lebih efektif dibanding karbohidrat dan protein (Winarno 2008). Lemak terdapat pada hampir semua bahan pangan dengan kandungan yang berbeda-beda. Pengolahan bahan pangan, lemak berfungsi sebagai media penghantar panas, seperti minyak goreng, mentega dan margarin. Selain itu juga penambahan lemak dimaksudkan untuk menambah Kalori serta memperbaiki tekstur dan cita rasa bahan pangan (Winarno 2008). Kebutuhan lemak tidak dinyatakan secara mutlak WHO (1990) menganjurkan konsumsi lemak sebayak 15%-30% kebutuhan energi total dianggap baik untuk kesehatan. Jumlah ini memenuhi kebutuhan akan asam lemak essensial dan untuk membant penyerapan witamin larut lemak. Diantara 18 lemak yang dikonsumsi sehari dianjurkan paling banyak 10% dari kebutuhan energi total berasal dari lemak jenuh dan 3%-7% dari lemak tidak jenuh ganda. Konsumsi kolesterol yang dianjurkan adalah ≤ 300 mg sehari. Kolesterol didalam tubuh terutama diperoleh dari hasil sintesis di dalam hati. Berasal dari karbohidrat, protein, lemak jumlah yang disintesis bergantung pada kebutuhan tubuh dan jumlah yang diperoleh dari makanan (Almatsier 2002). Serat Serat makanan adalah polisakarida yang terdapat dalam semua makanan nabati. Serat tidak dapat dicernakan oleh enzim cerna api berpengaruh baik untuk kesehatan. Serat tergolong zat non gizi dan kini konsumsinya makin dianjurkan agar bisa dilakukan secara teratur dan seimbang setiap hari, serat adalah zat non gizi yang berguna untuk diet (dietary fiber). Serat makanan sebagai salah satu jenis polisakarida yang lebih lazim disebut karbohidrat kompleks. Serat makanan tidak dapat diserap oleh dinding halus dan tidak dapat masuk ke dalam sirkulasi darah. Namun akan dilewatkan menuju ke usus besar (kolon) dengan gerakan perisaltik usus. Serat makanan yang tersisa didalam kolon tidak membahayakan organ usus, justru kehadirannya berpengaruh posiif terhadap proses-proses didalam saluran pencernaan dan metabolisme zat-zat gizi, asalkan jumlahnya tidak berlebihan (Sulisijani 2002). Serat makanan berdasarkan jenis kelarutannya dapat digolongkan menjadi dua yaitu serat tidak larut dalam air dan serat yang larut dalam air. Asupan serat yang dianjurkan untuk pria dewasa sebesar 27-35 g/hari dengan rata-rata konsumsi energi 2700 Kal/hari dan untuk wanita dewasa sebanyak 21-27 g/hari dengan rata-rata konsumsi energi 2100 Kal/hr (Sulisijani 2002). Kebiasaan pola makan dengan makanan mengandung tinggi serat sebaiknya diperkenalkan sejak dini, karena pada masa inilah seorang belajar akan pola makan yang sehat. Pola makan dengan kandungan gizi lengkap seimbang pada masa ini menjadi sangat penting karena merupakan langkah pencegahan akan beragam penyakit degeneratif dimasa dewasa dan tua. Mengkonsumsi jumlah serat yang terlalu tinggi (>40g/hr) sangat tidak disarankan karena akan menurunkan penurunan penyerapan mineral-mineral penting seperti zat besi, zinc dan Kalsium. Hal ini terjadi karena serat akan 19 mengikat mineral-mineral ini dan akan dikeluarkan bersama didalam feses. Peningkatan jumlah konsumsi serat yang terlalu cepat dapat menyebabkan gangguan kesehatan seperti perut kembung, kram usus dan dapat meningkatkan gas usus. Peningkatan konsumsi serat secara perlahan-lahan sangat disarankan agar saluran pencernaan mampu untuk beradaptasi. Beberapa sumber makanan berserat yang dapat dikonsumsi sebagai berikut golongan biji-bijian yang masih diselimuti kulit ari, misal beras tumbuk, beras merah, havermout dan jagung. Natrium Natrium adalah kation utama dalam cairan ekstraseluler. Natrium menjaga keseimbangan cairan dalam kompartemen ersebut. Natriumlah yang sebagian besar mengatur tekanan osmosis yang menjaga cairan tidak keluar dari darah dan masuk ke dalam sel-sel (Almatsier 2004). Konsep DRI IOM (2002) menetapkan kebutuhan Na dengan angka AI dan UL (upper level). Penetapan AI untuk Na antara lain didasarkan pada kebutuhan Na yang keluar melalui keringat pada orang dengan aktivitas fisik rata-rata. Tabel 2 memperlihatkan Dietary Reference Intake (DRI) natrium (IOM 2004). Tabel 2. Dietary Reference Intake (DRI) Na Kelompok Umur Laki-laki 19-30 tahun 31-50 tahun 51-70 tahun >70 tahun Perempuan 19-30 tahun 31-50 tahun 51-70 tahun >70 tahun Sumber: WNPG VIIII, 2004 Adequate Intake (AI) (g/hari) Tolerable Upper Intake Level (UL) (g/hari) 1.5 1.5 1.3 1.2 2.3 2.3 2.3 2.3 1.5 1.5 1.3 1.2 2.3 2.3 2.3 2.3 Kelebihan natrium dapat menyebabkan kadar natrium dalam darah meningkat. Akibatnya volume darah juga meningkat karena kelebihan air disebabkan osmosis. Peningkatan volume darah menyebabkan tekanan darah naik sehingga terjadi hipertensi. Kekurangan (defisiensi) natrium dapat menyebabkan kelesuan, mual, muntah, lekas marah, pusing dan lemah. Apabila berkepanjangan defisiensi bisa menyebabkan koma dan kematian (Devi 2010). Natrium berhubungan erat baik sebagai bahan makanan maupun fungsinya dalam tubuh. Konsumsi garam per hari diperkirakan sekitar 6-18 g 20 NaCl. Sebanyak 95%natrium yang akan dicerna akan diserap oleh tubuh. Sebagian besar pengeluaran natrium terjadi melalui ginjal. Natrium yang terlalu banyak ditandai dengan pengembangan volume cairan ekstraseluler yang menyebabkan oedem. Kadar natrium dalam darah tidak dapat digunakan sebagai indikator status natrium dalam tubuh. Indikator yang baik bagi keseimbangan natrium ialah keadaan kardiovaskuler. Sumber utama natrium adalah garam dapur, ikan asin, kecap dan sebagainya. Kebutuhan badan akan natrium didasarkan pada konsumsi air. Disarankan 1 gram natrium klorida untuk setiap liter air yang diminum. Seorang dewasa diperkirakan memerlukan 1ml air/Kal perhari. Orang yang mengkonsumsi kalori lebih sedikit memerlukan garam lebih sedikit pula. Dalam kenyataannya konsumsi garam masyrakat Indonesia jauh lebih tinggi dari angka tersebut. Kandungan natrium dalam air minum biasanya sangat sedikit yaitu sekitar 20 mg perliter. Kandungan natrium dalam garam secara teoritis adalah 39,34 g/100 g atau kira-kira 2,8 g/sendok teh (Winarno 2008). Angka Kebutuhan Gizi Angka kebutuhan gizi adalah banyaknya zat-zat gizi yang dibutuhkan seseorang atau individu untuk mencapai dan mempertahankan status gizi adekuat. Selain kebutuhan gizi menurut umur, gender, aktivitas fisik dan kondisi khusus dalam keadaan sakit, penetapan kebutuhan gizi karena infeksi, gangguan metabolik, penyakit kronik dan kondisi abnormal lainnya. Terutama bila penderita mengalami penyakit infeksi yang menyebabkan terjadi banyak kehilangan nitrogen tubuh, sehingga memerlukan konsumsi protein sebagai pengganti. Dalam hal ini perlu diet khusus. Angka Kebutuhan Gizi (Dietary Requirement)) berbeda dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG). Angka Kecukupan Gizi adalah tingkat konsumsi zat-zat gizi essensial yang dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi hampir semua orang sehat di suatu negara. AKG digunakan sebagai standar untuk mencapai status gizi optimal bagi penduduk dalam hal penyediaan pangan secara nasional dan regional serta penilaian kecukupan gizi penduduk golongan masyarakat tertentu yang diperoleh dari konsumsi makanannya. Sehingga, secara umum digunakan untuk menghitung kecukupan zat gizi untuk rata-rata penduduk (Almatsier 2004). 21 Sisa Makanan Sisa makanan adalah bahan makanan atau makanan yang tidak habis dimakan. Menurut JADA (1979) secara khusus sisa makanan dapat dibagi dalam dua kategori:1) Waste yaitu bahan makanan yang rusak karena tidak diolah atau bahan makanan yang hilang karena tercecer; 2) Plate waste yaitu makanan yang terbuang karena setelah disajikan tidak habis dikonsumsi. Menurut Moehyi (1992) habis tidaknya suatu makanan yang disajikan banyak dipengaruhi oleh cita rasa, selera makan dan cara penyajian (kerapihan dan kebersihan peralatan). Faktor utama yang mempengaruhi terjadinya sisa makanan adalah selera makan. Menurut Moehyi (1992) citarasa makanan terdiri dari rasa dan penampilan makanan yang sangat berpengaruh terhadap selera makan seseorang dan akan berpengaruh terhadap terjadinya sisa makanan. Beberapa faktor yang mempengaruhi rasa makanan yakni aroma, bumbu, bahan penyedap, keempukan, kerenyahan, tingkat kematangan, serta temperatur makanan sedangkan penampilan makanan mengenai warna, konsistensi atau tekstur, bentuk, besar porsi dan penyajian makanan. KERANGKA PEMIKIRAN Salah satu upaya mempercepat penyembuhan penyakit dan mempersingkat perawatan adalah dengan melalui penyelenggaraan makanan yang memenuhi standar kecukupan yang dianjurkan. Perencanaan menu bagi penderita hipertensi sangat penting diperhatikan. Oleh karena itu instalasi gizi di rumah sakit harus memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi perencanaan menu. Dalam setiap penyelenggaraan makan di rumah sakit meliputi beberapa kegiatan yaitu perencanaan menu, pengadaan dan penyimpanan bahan makanan dan distribusi makanan. Pada setiap kegiatan tersebut harus memperhatikan kaidah-kaidah sanitasi dan higienitasi. Kebutuhan gizi pasien, syarat diet dan kelas perawatan adalah faktorfaktor yang diperkirakan dapat memberikan pengaruh pada perencanaan menu diit di rumah sakit. Dalam perencanaan menu harus memperhatikan ketersediaan zat gizi dari menu yang disajikan. Ketersediaan dan konsumsi zat gizi berbeda antara pasien laki-laki dan perempuan. Karena itu perencanaan menu dapat disesuaikan dengan jenis kelamin agar status gizi tetap baik. Konsumsi pasien terhadap menu diet rendah garam, berpengaruh kepada tingkat konsumsi energi dan zat gizi. Tingkat konsumsi merupakan perbandingan konsumsi energi dan protein ketersediaan energi dan zat gizi contoh. Bagan kerangka pemikiran disajikan pada Gambar 1. 23 Kebutuhan Energi & Zat Gizi Contoh Ketersediaan Energi & zat Gizi makanan RS Menu Diet Rendah Garam (DRG) Karakteristik contoh (Usia, berat badan, tinggi badan,pendidikan, pekerjaan, aktifitas fisik, jenis penyakit penyerta hipertensi: DM, gagal ginjal, penyakit jantung) Faktor internal (pengetauan, pernah konsultasi, Lama Rawat) Konsumsi Energi & zat gizi Contoh Tingkat Konsumsi Tingkat Kecukupan Keterangan : = Variabel diteliti = Hubungan yang dianalisis Gambar 1. Kerangka Pemikiran Tingkat Konsumsi Energi dan Zat Gizi Pasien Penerima Diet Rendah Garam Yang Disajikan di RS Royal Taruma, Jakarta METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian ini merupakan cross sectional survey karena pengambilan data dilakukan pada satu waktu dan tidak berkelanjutan (Hidayat 2007). Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Royal Taruma, Jakarta khususnya di sub unit instalasi gizi dan dilaksanakan pada bulan Juni-Agustus 2010. Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Contoh dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap di Royal Taruma Hospital dan mendapatkan pelayanan makanan dari instalasi gizi rumah sakit. Pemilihan contoh ditentukan dengan cara Purposive Sampling (Singarimbun dan Effendi 1999) dengan kriteria sebagai berikut : (1) Laki-laki atau perempuan yang berumur 20-80 tahun; (2) Pasien hipertensi dengan penyakit penyerta Diabetes Mellitus, gagal ginjal, penyakit jantung dan hipertensi tanpa penyakit penyerta; (3) Dirawat di kelas II dan kelas III; (4) Mendapatkan diet rendah garam; (5) Telah dirawat minimal tiga hari; (6) Kesadaran baik dan dapat berkomunikasi dengan baik; (7) Bersedia menjadi responden. Jumlah contoh yang diambil sesuai dengan kriteria diatas diperoleh 26 pasien yang terdiri 15 pasien pria dan 11 pasien wanita. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer terdiri dari : (1) Karakteristik contoh (jenis kelamin, usia, berat badan, tinggi badan dan aktivitas fisik); (2) Kebutuhan energi, protein dan lemak sehari contoh; (3) Ketersediaan energi dan zat gizi makanan yang disajikan di rumah sakit; (4) Konsumsi makanan contoh yang berasal dari rumah sakit Data karakteristik contoh dan data kebutuhan energi dan protein contoh dikumpulkan dengan wawancara menggunakan kuesioner, pengukuran berat badan dilakukan dengan timbangan injak dan pengukuran tinggi badan dengan meteran kain. Data ketersediaan energi dan zat gizi yang disajikan diperoleh dengan melihat standar porsi di instalasi gizi. Data konsumsi energi dan zat gizi diperoleh dengan mengamati sisa makan berdasarkan porsi. Data sekunder meliputi: (1) Gambaran umum rumah sakit meliputi sejarah, pelayanan dan fasilitas, struktur organisasi, tipe kelas perawatan, 25 kapasitas tempat tidur; (2) Gambaran umum instalasi gizi rumah sakit meliputi struktur organisasi, tenaga kerja, perencanaan menu, penyelenggaan makanan; (3) Data jenis komplikasi, lama perawatan contoh diperoleh dari dokumen rekam medis pasien. Secara singkat data, jenis data, cara pengumpulan data dan alat yang digunakan, disajikan dalam Tabel 3 Tabel 3. Data, jenis data, cara pengumpulan data dan alat yang digunakan No 1 Data Jenis Data Cara Pengambilan data Alat Karakteristik contoh (identitas contoh) Tinggi Badan dan Berat Badan Primer Wawancara Kuesioner Primer Pengukuran berat badan dan tinggi badan 3 Kebutuhan Energi dan Protein Primer Menghitung AMB dengan rumus Harris Benedict, kebutuhan energi total sehari dengan rumus Total Daily Energy (TDE) 4 Ketersediaan energi dan zat gizi Primer dan Sekunder Standar Porsi dan Perhitungan Kandungan Bahan Makan 5 Konsumsi Energi dan zat gizi Primer 6 Gambaran umum Royal Taruma Hospital Gambaran umum instalasi gizi Sekunder Ketersediaan dikurang makanan sisa meliputi makan pagi,makan siang,makan malam,selingan pagi dan sore, dikategorikan 0, ¼ , ½ . ¾ dan 1 Dokumen & wawancara Dokumen dan pengamatan Pengukuran berat menggunakan timbangan injak dengan tingkat ketelitian 0.1 kg dan tinggi badan menggunakan meteran kain dengan tingkat ketelitiannya 0,1 cm Kuesioner, wawancara dan pengukuran berat badan dan tinggi badan Kuesioner dan menghitung kandungan energi dan zat gizi dengan DKBM 2004 Kuesioner, 2 7 sekunder Kuesioner Kuesioner 26 Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan Data Salah satu data karakteristik contoh adalah berat badan dan tinggi badan. Data ini digunakan untuk menentukan status gizi contoh yang ditentukan menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT), yaitu: IMT = BB —— TB2 Keterangan : BB = Berat badan (kg) TB = Tinggi badan (m) Data karakteristik contoh meliputi umur, berat badan, tinggi badan, jenis kelamin, pendidikan, jenis komplikasi dengan hipertensi dan pekerjaan. Pengkategorian data karakteristik contoh dapat dilihat pada Tabel 5. Data lingkungan contoh meliputi lama perawatan, konsistensi diet, dan pengalaman melakukan konsultasi. Pengkategorian data lingkungan contoh dapat dilihat pada Tabel 5. Data ketersediaan yang disajikan dan data konsumsi (pagi, selingan I, siang, selingan II dan malam) dikonversikan ke dalam energi, protein, lemak, natrium dan serat lalu hitung kandungan bahan makanan dengan menggunakan DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan) tahun 2008. Menurut School dalam Almatsier (2006) kebutuhan energi untuk pasien di rumah sakit dihitung dengan menggunakan rumus Kebutuhan Kalori Total (Total Calorie Requirements) , yaitu Kebutuhan Energi Sehari (Kal/hari) = BEE x FA x FI Keterangan: BEE : Basal Energy Expenditure FA : Faktor Aktivitas (Factor Activity) FI : Faktor Injury (Faktor Penyakit) BEE (Basal Energy Expenditure) dihitung dengan menggunakan persamaan harris-Bennedict (Hartono 2000), yaitu : Laki-laki = 66 + 13,7 BB + 5 TB – 6,8 U Perempuan = 665 + 9,6 BB + 1,8 TB – 4,7 U 27 Keterangan : BB = Berat badan (kg) TB = Tinggi badan (cm) U = umur (tahun) Faktor Aktivitas (activity factor) : Ambulasi = 1,3 Tirah Baring = 1,2 Tabel 4. Faktor penyakit (injury factor) : No Jenis Injuri 1 Infeksi Sedang 2 Infeksi berat 3 Gagal hati 4 Stroke 5 Hipoglikemik, hiperglikemik 6 Gagal ginjal kronis 7 Hemodialisis Sumber : Asuhan Nutrisi Rumah Sakit (Hartono 2000) Faktor 1.2-1.3 1.4-1.5 1.5 1.1 1.0 1 1-1.05 Kebutuhan protein kurang lebih 1,5-2,0 g/kg berat badan menurut jenis penyakit. Kebutuhan protein contoh dihitung berdasarkan rasio Kalori:nitrogen yaitu 150 : 1, untuk luka bakar digunakan rasio 100 : 1. Jadi kebutuhan protein/hari (g/hari) = [(Kebutuhan Kalori Total : 150) x 6,25 gram protein ] (Hartono 2000). Konsumsi natrium yang dianjurkan adalah kategori diet rendah garam I (200-400mg.hari) (bagian Gizi RS dr. Cipto Mangunkusumo & Persatuan Ahli Gizi Indonesia 2001). Menurut Hartono (2000) konsumsi maksimum kolesterol yang dianjurkan adalah <300 mg/hari. Tingkat ketersediaan energi dan protein dihitung dengan membandingkan jumlah energi dan protein dari makanan yang disajikan rumah sakit dengan kebutuhan energi total sehari dan protein yang sesuai dengan syarat diet dari masing-masing jenis penyakit penyerta dengan hipertensi. Tingkat ketersediaan energi dan protein dikategorikan menjadi tiga dapat dilihat pada Tabel 6. Tingkat konsumsi energi dan zat gizi terhadap ketersediaan energi dan zat gizi dihitung dengan membandingkan jumlah energi dan zat gizi yang dikonsumsi dengan jumlah energi dan zat gizi makanan yang disediakan di rumah sakit. Tingkat konsumsi energi dan zat gizi dikategorikan menjadi empat (Direktorat Bina Gizi Masyarakat 1996) dapat dilihat pada Tabel 6. 28 Tabel 5. Peubah dan Kategori Peubah Karakteristik, Lingkungan dan Konsumsi Contoh. Peubah Usia Contoh Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Jenis Penyakit Penyerta dengan hipertensi Lama Perawatan Konsistensi Diet Pengalaman Konsultasi Aktifitas Fisik a. b. c. a. b. a. b. c. d. a. b. c. d. a. b. c. d. a. b. a. b. c. a. b. a. b. Kategori Peubah Dewasa awal (20-40 th) Dewasa menengah (40-64 th) Dewasa akhir (>65 tahun) Laki-laki Perempuan Tamat SMP SMU Tidak Tamat SMU Universitas/Akademi IRT Wiraswasta Pegawai Negeri Pegawai Swasta Diabetes Mellitus Gagal Gnjal Penyakit Jantung Tanpa Penyakit Penyerta <10 hari 10-20 hari Bubur Nasi Tim Nasi biasa Pernah Tidak pernah Tirah baring (1,2) ambulasi (1,3) Tabel 6 merupakan tabel peubah dan kategori tingkat ketersediaan, tingkat konsumsi dan tingkat kecukupan menurut Direktorat Bina Gizi Masyarakat (1996). Tabel 6. Peubah dan Kategori Tingkat Ketersediaan, Tingkat Konsumsi dan Tingkat Kecukupan. Peubah Tingkat Ketersediaan Energi dan Protein Tingkat Kecukupan Energi dan Protein a. b. c. a. b. c. d. e. Tingkat Konsumsi Energi dan Zat Gizi a. b. c. d. Kategori Peubah Defisit (<90% angka kebutuhan) Normal (90-119% angka kebutuhan) Lebih (>120% angka kebutuhan) Defisit Tingkat Berat (<70% angka kebutuhan) Defisit Tingkat Sedang (70-79% angka kebutuhan) Defisit Tingkat Ringan (80-89% angka kebutuhan) Normal (90-119% angka kebutuhan) Diatas Angka kebutuhan (≥120% angka kebutuhan) Defisit Tingkat Berat (<70% angka ketersediaan Desifit Tingkat Sedang (70-79% angka ketersediaan) Defisit Tingkat Ringan (80-89% angka ketersediaan) Normal (90-119% angka ketersediaan) 29 Analisis Data Analisis data dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel. Analisis yang dilakukan diantaranya adalah Deskriptif (persentase, rata-rata dan simpangan baku) yang terdiri dari: a) peubah karakteristik contoh (umur, jenis kelamin, pendidikan dan jenis penyakit penyerta, pekerjaan, aktifitas fisik); b) peubah faktor internal (pengetahuan, lama perawatan dan pengalaman konsultasi); c) kebutuhan energi dan protein contoh; d) ketersediaan energi dan protein terhadap kebutuhan energi dan protein; e) tingkat konsumsi energi dan protein terhadap kebutuhan energi dan protein; f) tingkat konsumsi energi dan zat gizi terhadap ketersediaan energi dan zat gizi. 30 Definisi Operasional Menu adalah susunan hidangan makanan yang disajikan dalam suatu acara makan. Penyelenggaraan makanan adalah serangkaian kegiatan perencanaan menu, pembelian dan penyimpanan bahan makanan, pengolahan makanan, pemorsian, distribusi, penyajian dan pengelolaan sisa bahan makanan maupun pasien. Perencanaan menu adalah serangkaian kegiatan menyusun hidangan diet untuk pasien agar sebagain besar kebutuhan zat gizinya dapat terpenuhi guna mempercepat masa penyembuhan. Siklus Menu adalah serangkaian menu yang direncanakan untuk jangka waktu tertentu. Standar Porsi adalah berat berbagai macam bahan makanan untuk suatu hidangan yang dicantumkan berat bersih. Variasi Menu adalah keanekaragaman susunan yang disajikan sesuai dengan perputaran menu selama masa perawatan. Makanan Seimbang adalah suatu susunan makanan yang memenuhi seluruh kebutuhan gizi, baik jumlah ataupun jenisnya. Makanan Sepinggan adalah makanan yang terdiri dari makanan pokok dan lauk pauk dan dihidangkan dalam satu tempat makan dan biasanya merupakan satu kesatuan. Rawat Inap adalah pelayanan terhadap pasien masuk rumah sakit yang menempati tempat tidur perawatan untuk keperluan observasi, diagnosa, terapi, rehabilitas medik dan atau pelayanan medik lainnya. Kelas perawatan adalah ruangan rawat inap yang digunakan oleh contoh selama masa perawatan. Lama Perawatan adalah jumlah hari contoh dirawat pada ruang rawat inap dihitung sejak contoh masuk sampai dengan saat wawancara. Konsistensi Diet adalah modifikasi makanan untuk orang sakit dengan kategori makanan lunak, makanan biasa nasi tim dan makanan lunak. Penyakit hipertensi adalah salah satu penyakit degeneratif yang diakibatkan peningkatan tekanan darah dari keadaan normal. 31 Penyakit gagal ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal mengalami penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama seKali dalam hal penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium dan Kalium didalam darah atau produksi urin. Penyakit jantung adalah suatu keadaan yang serius, dimana jumlah darah yang dipompa oleh jantung setiap menitnya (cardiac output, curah jantung) tidak mampu memenuhi kebutuhan normal tubuh akan oksigen dan zat-zat makanan. Diet adalah pengaturan pola dan konsumsi makanan dan minuman yang dilarang, dibatasi jumlahnya, dimodifikasi atau diperbolehkan dengan jumlah tertentu untuk tujuan terapi penyakit yang diderita, kesehatan atau penurunan berat badan. Diet Rendah Garam (DRG) adalah diet yang diberikan dengan membatasi jumlah garam. Diet ini bertujuan untuk membantu menghilangkan retensi garam atau air dalam jaringan tubuh dan menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi. DRG I adalah diet yang diberikan dengan jumlah natrium sebanyak 200400mg. Diet ini diberikan kepada pasien dengan edema, asites dan hipertensi berat. DRG II adalah diet yang diberikan dengan jumlah natrium sebanyak 600800mg. Diet ini diberikan kepada pasien dengan edema, asites dan hipertensi tidak terlalu berat. DRG III adalah diet yang diberikan dengan jumlah natrium sebanyak 10001200mg. Diet ini diberikan kepada pasien dengan edema dan hipertensi ringan. Contoh adalah pasien laki-laki dan perempuan berumur lebih 20 tahun, dalam keadaan tidak demam, sadar, dapat berkomunikasi dengan baik, dan bersedia menjadi responden. Zat gizi adalah zat gizi terpenting khususnya bagi penderita hipertensi yang terkandung dalam menu diet yang disajikan seperti energi, protein, lemak, serat dan natrium. AMB (Angka Metabolisme Basal) adalah energi yang diperlukan untuk kebutuhan dasar kehidupan seperti bernapas, fungsi jantung dan mempertahankan suhu tubuh (Hartono,2006). 32 Faktor Aktivitas (FA) adalah faktor aktivitas yang digunakan untuk menghitung kebutuhan energi total seseorang, tergantung dari keadaan pasien. Faktor Stress (FS) adalah faktor penyakit yang digunakan untuk menghitung kebutuhan energi total seseorang, etrgantung dari berat ringannya penyakit yang diderita. Kebutuhan Energi dan Protein adalah jumlah energi dan protein minimum yang diperlukan oleh pasien per hari. Ketersediaan Energi, Protein, Lemak, Serat dan Natrium adalah jumlah energi, protein, lemak, serat dan natrium dari diet yang disajikan untuk pasien di tiap kelas perawaan dalam satu hari rawat. Konsumsi Energi, Protein, Lemak, Serat dan Natrium adalah jumlah energi, protein, lemak, serat dan natrium yang dikonsumsi oleh pasien dalam satu hari rawat. Tingkat Ketersediaan Energi dan protein adalah perbandingan jumlah energi dan protein makanan yang disajikan rumah sakit terhadap kebutuhan energi dan protein contoh. Tingkat Konsumsi Energi dan Zat Zat Gizi adalah perbandingan jumlah energi dan zat gizi yang dikonsumsi dari makanan yang disajikan rumah sakit terhadap jumlah energi dan zat gizi yang disajikan oleh rumah sakit, dikategorikan menjadi empat, yaitu: Defisit Tingkat Berat (<70% angka ketersediaan), Defisit Tingkat Sedang (70-79% angka ketersediaan), Defisit Tingkat Ringan (80-89% angka ketersediaan) dan normal (90-100% angka ketersediaan). Tingkat Kecukupan Energi dan Protein adalah perbandingan jumlah energi dan protein yang dikonsumsi dari diet rumah sakit terhadap kebutuhan energi dan protein contoh, dikategorikan menjadi lima, yaitu : Defisit Tingkat Berat (<70% angka kebutuhan), Defisit Tingkat Sedang (70-79% angka kebutuhan), Defisit Tingkat Ringan (80-89% angka kebutuhan), Normal (90-119% angka kebutuhan) dan di atas Angka Kebutuhan (≥120% angka kebutuhan). Sisa Makanan adalah bahan makanan atau makanan yang tidak habis dimakan. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum RS Royal Taruma Rumah Sakit Royal Taruma didirikan pada tanggal 29 Maret 2007, berlokasi di Jl Daan Mogot N0 34, Jakarta Barat 11470. Gambar rumah sakit dan lokasi RS Royal Taruma dapat dilihat pada Lampiran 1. Struktur organisasi Rumah Sakit Royal Taruma diatur berdasarkan SK Menkes RI tentang Organisasi dan Tata Kerja RS Royal Taruma. Struktur organisasi di RS Royal Taruma dapat dilihat pada Lampiran 2. Rumah Sakit Royal Taruma terdiri dari 8 lantai yang dibangun dengan gaya arsitektur simple dan modern, dengan rencana pengadaan 326 tempat tidur. Namun untuk tahap awal, RS Royal Taruma membuka kamar perawatan dengan 120 tempat tidur. Beberapa pelayanan yang terdapat di RS Royal taruma diantaranya adalah Instalasi Gawat darurat yang dilengkapi dengan radiologi, laboratorium, endoskopi, kolposkopi, rehabilitasi medik, hemodialisa, apotik 24 jam, instalasi rawat jalan memberikan pelayanan dengan unggulan spesialistik, instalasi rawat inap dibagi menjadi 7 bagian yaitu kamar perawatan (paviliun emerald, paviliun diamond, pavilin sapphire, paviliun zircon, paviliun topaz), ICU (Intensive Care Unit)/ICCU (Intensive Cardiac Care Unit)/IMC (Intermediate Care), NICU (Neotanal Intensive Care Unit)/PICU (Perinatal Intensive care Unit), kamar isolasi, kamar bayi/perinatology, kamar bersalin dan kamar operasi. Jumlah kamar dan tempat tidur di RS Royal Taruma dapat dilihat pada Lampiran 3. Gambaran Umum Instalasi Gizi Komponen Ketenagaan Berdasarkan jenis kegiatan ketenagaan terdiri atas ahli gizi (3 orang), supervisor gizi (3 orang), supervisor cook (1 orang), cook (3 orang), helper cook (2 orang), petugas gizi ruangan (10 orang), petugas kebersihan (outsourcing). Pendidikan di Instalasi Gizi RS Royal Taruma antara lain: S1 Gizi 2 orang; D3 Gizi 1 orang; D1 Gizi 1 orang; D1 Boga 1 orang; SMK Boga 5 orang; SMA 13 orang. Strukur Organisasi Instalasi Gizi RS Royal Taruma Instalasi gizi RS Royal Taruma dipimpin oleh seorang ahli gizi. Struktur organisasi instalasi gizi RS Royal Taruma dapat dilihat pada Lampiran 4. 34 Kegiatan Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakit Sistem penyelenggaraan makanan yang dilakukan di instalasi gizi RS Royal Taruma adalah sistem swakelola, pada sistem ini unit pelayanan gizi atau instalasi gizi bertanggung jawab untuk melaksanakan semua kegaiatan makanan dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Sistem penyelenggaraan tersebut telah disesuaikan dengan pedoman pelayanan gizi rumah sakit Departemen Kesehatan RI. Mekanisme kerja di RS Royal Taruma antara lain: Perencanaan anggaran belanja makanan (PAMB) adalah suatu kegiatan penyusunan anggaran biaya yang diperlukan untuk pengadaan bahan makanan bagi pasien yang dilayani dengan tujuan memenuhi kebutuhan macam dan jumlah bahan makanan bagi pasien dan karyawan yang dilayani sesuai dengan standar kecukupan gizi. Perencanaan anggaran belanja makanan dibuat oleh instalasi gizi atas persetujuan rumah sakit. Perencanaan menu adalah serangkaian kegiatan penyusunan menu yang akan diolah untuk memenuhi selera pasien dan kebutuhan zat gizi yang memenuhi selera pasien dan kebutuhan zat gizi yang memenuhi prinsip gizi seimbang. Tujuan dari perencanaan menu adalah tersedianya siklus menu berdasarkan klasifikasi pelayanan yang ada dirumah sakit. Siklus menu yang ditetapkan di instalasi gizi adalah siklus menu 10 hari dan kembali ke menu 6 bila ada tanggal 31 untuk makan siang dan malam. Untuk VIP menggunakan siklus menu pilihan paket A (makanan khas Indonesia) dan paket B (menu Eropa dan China). Untuk menu sarapan, sesuaikan dengan hari. Untuk snack atau selingan dibedakan atas snack biasa lunak dan snack rendah serat. Untuk buah dibedakan atas diet yaitu diet biasa, DM, GE dan rendah serat. Standar makanan untuk kelas II dan III dapat dilihat di Lampiran 5 dan Lampiran 6. Perhitungan kebutuhan makanan adalah serangkaian kegiatan menyusun kebutuhan bahan makanan yang diperlukan untuk pengadaan bahan makanan. Di Instalasi gizi RS Royal Taruma, perencanaan kebutuhan bahan makanan dilakukan 1 bulan sebelum waktu berjalan. Prosedur pengadaan bahan makanan adalah membuat perencanaan yang dilakukan oleh bagian cook diajukan kepada Kepala Instalasi Gizi, lalu memesan kepada suplayer bahan makanan yang ditunjuk oleh rumah sakit, untuk selanjutnya melakukan pembelian bahan makanan. 35 Pemesanan dan pembelian bahan makanan adalah suatu proses atau kegiatan yang menyusun order atau permintaan bahan makanan berdasarkan menu dan rata-rata jumlah pasien yang dilayani. Tujuannya adalah agar tersedianya daftar pesanan sesuai standar atau spesifikasi yang ditetapkan. Pemesanan dan pembelian bahan makanan meliputi bahan makanan segar dipesan setiap hari dan bahan makanan kering setiap 1 bulan sekali. Penerimaan bahan makanan adalah kegiatan memeriksa, meneliti, mencatat dan melaporkan macam, jumlah dan kualitas bahan makanan yang diterima sesuai dengan pesanan. Apabila ada kesalahan pengiriman bahan makanan yang dikirim oleh pihak rekanan maka barang tersebut dikembalikan dan diganti dengan makanan yang sesuai dengan pemesanan. Penyimpanan bahan makanan adalah proses pemasukan, penyimpanan dan penyaluran bahan makan. Penyimpanan bahan makanan yang dilakukan di Instalasi Gizi RS Royal Taruma dilakukan dua pemisahan yaitu bahan makanan segar dan bahan makanan kering. Penyimpanan bahan makanan terdapat di gudang. Gudang yang ada di instalasi gizi terdapat dua yaitu gudang gizi yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan bahan makanan kering dan segar yang disesuaikan dengan pemesanan dan gudang harian. Pengolahan bahan makanan dibagi menjadi pengolahan untuk pasien tanpa diet, pasien diet rendah garam, pasien rendah serat, makanan cair. Pengolahan makanan disesuaikan dengan bahan makanan yang diterima gudang untuk pagi dan siang, bahan makanan yang akan diolah disiapkan pada hari sebelumnya. Untuk makan sore bahan makanan yang akan diolah disiapkan pada hari itu. Kegiatan pengolahan makanan meliputi : (a) persiapan meliputi persiapan alat, bahan makanan bumbu termasuk mengupas, memotong dan meracik; (b) pengolahan dan pemasakan. Pengolahan makanan dimulai dari bahan makanan diambil dari gudang gizi untuk bahan makanan segar dan gudang harian untuk bahan makanan kering oleh cook yang sesuai dengan shift kerjanya. Untuk bahan makanan segar seperti sayuran yang sudah dipotong dan dicuci lalu diolah sesuai dengan menu pada hari tersebut; (c) distribusi makanan dan penyajian Makanan. Sistem distribusi pembagian makanan di instalasi gizi RS Royal Taruma adalah sistem senrtralisasi karena semua hidangan yang disajikan langsung disajikan ke pasien. Hidangan yang disajikan ke pasien kelas II dan kelas III menggunakan alat hidang berupa plato yang terbuat dari melamin yang bersekat untuk memisahkan makan dan sendok stainless steel, untuk kelas 36 I, VIP dan SVIP menggunakan piring makan, mangkok lauk, mangkuk sup yang terbuat dari keramik serta sendok dan garpu yang terbuat dari stainless steel. Waktu pendistribusian makan pagi jam 07.00-07.30 WIB, siang jam 11-12.00 WIB dan sore 16.30-17.00 WIB. Setelah hidangan diporsi lalu distribusikan ke pasien menggunakan troley makananan yang terdapat mesin penghangat, ketika sampai di nurse station makanan dapat dihangatkan kembali sehingga diberikan kepada pasien dalam keadaan hangat. Pengawasan mutu makanan di RS Royal Taruma dilakukan oleh pihak instalasi gizi melalui uji cita rasa. Hal ini dilakukan untuk menilai kualitas dan kesesuaian makanan yang dihasilkan apakah sudah selesai dengan standar menu. Uji cita rasa dilakukan setiap akhir tahun, sehingga tiap tahun menu bisa dievaluasi. Pencatatan dan pelaporan adalah serangkaian kegiatan pengumpulan data dan pengolahan data kegiatan pelayanan gizi rumah sakit dalam jangka waktu tertentu untuk menghasikan bahan bagi penilaian kegiatan pelayanan gizi rumah sakit maupun dalam pengambilan keputusan. Karakteristik Pasien Jenis Kelamin dan Usia Sebanyak 58% pasien adalah pria. Sebagian besar pasien berada pada rentang usia dewasa menengah (40-65 tahun) dan dewasa akhir (>65 tahun) yaitu 42%, sedangkan usia dewasa awal (20-40 tahun) hanya 15%. Tabel 7. Sebaran Pasien berdasarkan Kelompok Usia dan Jenis Kelamin Kelompok Umur Dewasa Awal (20-40 tahun) Dewasa Menengah (40-64 tahun) Dewasa Akhir (>65 tahun) Total Wanita n % 4 15 5 19 2 8 11 42 Pria n 0 6 9 15 Total % 0 23 35 58 n 4 11 11 26 % 15 42 42 100 Hasil studi yang dilakukan oleh Abolfotouth et. al (1996) orang yang beresiko hipertensi berusia lebih dari 45 tahun. Status Gizi Berdasarkan Indeks Massa Tubuh Indeks Massa Tubuh (IMT) digunakan untuk menentukan status gizi pasien. Sebelum diketahui IMT dilakukan penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan untuk pasien yang bisa berjalan atau berdiri, sedangkan untuk pasien dalam keadaan terbaring dengan melihat status rekam 37 medis yang telah dilakukan pengukuran oleh perawat. Sebaran pasien berdasarkan IMT dapat dilihat pada Tabel 8 Tabel 8. Sebaran Pasien berdasarkan Status Gizi Status Gizi IMT (kg/m²) Wanita n 0 9 1 10 Kurus (<18,5) Normal (18,5-22,9) Gemuk (>23) Total % 0 34.6 3.8 38 Pria n 1 10 5 16 Total n 1 19 6 26 % 3.8 38.4 19.2 62 % 4 73 23 100 Berdasarkan Tabel 8 sebanyak 73% status gizi pasien adalah normal dan sebanyak 23% status berstatus gizi gemuk. Tingkat Pendidikan dan Jenis Pekerjaan Tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan pasien sangat bervariasi, yang dikelompokkan menjadi 4 tingkat pendidikan dan 4 jenis pekerjaan. Sebaran pasien berdasarkan tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 9 Tabel 9. Sebaran Pasien Berdasarkan Jenis Pekerjaan dan Tingkat Pendidikan Jenis Pekerjaan Peg Negeri Peg Swasta IRT Wiraswasta Total Tamat SMP n 0 0 0 2 2 % 0 0 0 7,7 7.7 n 1 0 1 3 5 Tingkat Pendidikan SMU Tidak Tamat SMU % n % 3.8 0 0 0 0 0 3.8 0 0 11.5 3 11.5 19.1 3 11.5 Total Univ/Akademi n 2 8 2 4 16 % 7.7 30.8 7.7 15.4 61.6 n 2 8 3 12 26 % 8 31 12 46 100 Berdasarkan Tabel 9, sebagian besar pekerjaan pasien adalah wiraswasta sebanyak 46%, pegawai swasta sebanyak 31%, ibu rumah tangga sebanyak 12% dan pegawai negeri sebanyak 8%. Sebagian besar tingkat pendidikan pasien adalah lulusan universitas/akademi sebanyak 61,6%. Pendidikan tertinggi pasien menunjang tingkat pengetahuan tentang kesehatan, penerimaan informasi formal lebih mudah diterima (Tupito 2006). Aktifitas fisik Aktivitas fisik merupakan faktor yang menentukan kebutuhan energi pasien. Aktivitas dibedakan atas dua jenis yaitu aktifitas di tempat tidur dan diluar tempat tidur. Sebaran pasien berdasarkan aktifitas fisik dan jenis penyakit penyerta hipertensi disajikan pada Tabel 10. 38 Tabel 10. Tabel Sebaran Pasien Berdasarkan Aktifitas Fisik dan Jenis Penyakit Penyerta Hipertensi. Jenis Penyakit Penyerta Tirah Baring n % 5 19.2 2 7.7 4 15.4 0 0 11 42.3 Diabetes Mellitus Gagal Ginjal Penyakit Jantung Tanpa Penyakit Penyerta Total Keterangan Tirah Baring Ambulasi Ambulasi n % 3 11.5 5 19.2 0 0 7 26,9 15 57.7 Total n 8 7 4 7 26 % 30.8 26.9 15.4 26.9 100 : 1,2 : 1,3 Berdasarkan Tabel 10, hipertensi dengan penyakit penyerta Diabetes Mellitus yang aktifitas tirah baring sebanyak 19.2% dan melakukan aktifitas ambulasi sebanyak 11.5% . Hipertensi dengan penyakit penyerta gagal ginjal yang melakukan aktifitas tirah baring sebanyak 7.7% dan ambulasi sebanyak 19.2%. Hipertensi dengan penyakit penyerta penyakit jantung yang tirah baring sebanyak 15.4%. Hipertensi tanpa penyakit penyerta yang ambulasi sebanyak 26.9%. Data Riwayat Hipertensi Pasien Lama Perawatan dan Jenis Penyakit Penyerta Hipertensi Perubahan lingkungan pada orang yang dirawat dalam waktu lama di rumah sakit, dapat menyebabkan tekanan psikologis pada orang yang bersangkutan. Hal ini menyebabkan hilangnya nafsu makan dan rasa mual terhadap makanan yang disajikan (Subandriyo 2000). Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah meningkat melebihi batas normal, disebabkan karena peningkatan resistensi (tahanan) dari pembuluh darah tepi (Adib 2009). Hipertensi merupakan penyakit penyerta dari penyakit lainnya diantaranya adalah Diabetes Mellitus, Gagal ginjal dan Penyakit Jantung. Tabel sebaran pasien berdasarkan jenis penyakit penyerta dengan Hipertensi dan lama rawat dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Sebaran pasien berdasarkan Jenis Penyakit Penyerta dengan Hipertensi dan lama rawat Jenis Penyakit Penyerta Diabetes Mellitus Gagal Ginjal Penyakit Jantung Tanpa penyakit penyerta Total Lama Rawat <10 hari 10-20 hari n % n % 3 11.5 5 19.3 3 11.5 4 15.4 1 3.8 3 11.6 5 19.2 2 7.7 12 46 14 54 Total n 8 7 4 7 26 % 31 27 15 27 100 39 Berdasarkan Tabel 11, sebanyak 19.3% pasien hipertensi dengan penyakit penyerta Diabetes Mellitus dan sebanyak 15.4% pasien hipertensi dengan gagal ginjal dirawat selama 10-20 hari. Kedua penyakit penyerta ini dirawat paling lama, hal ini dikarenakan perawatan dari penyakit penyerta tersebut. Hipertensi dengan penyakit penyerta Diabetes Mellitus dirawat lama karena harus melakukan perawatan terhadap gangren, untuk penyakit penyerta gagal ginjal dirawat lama karena harus melakukan cuci darah. Berdasarkan konsensus PERKENI, orang yang hipertensi dengan tekanan sistolik ≥140 mmHg dan diastol 90 mmHg memiliki resiko Diabetes Mellitus (Tjokroprawiro 2006). Jenis Penyakit Penyerta dan Usia Penyakit penyerta ditemukan pada usia dewasa akhir sebanyak 34.6%. Penyakit penyerta terbanyak adalah hipertensi dengan penyakit penyerta Diabetes Melitus. Hipertensi tanpa penyakit penyerta paling banyak pada usia dewasa menengah sebanyak 11.5%. Sebaran pasien berdasarkan jenis penyakit penyerta dan kelompok usia dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 . Sebaran Pasien berdasarkan Jenis Penyakit Penyerta dan Kelompok Usia Jenis Penyakit Penyerta Diabetes Mellitus Gagal Ginjal Penyakit Jantung Tanpa Penyakit Penyerta Total Dewasa awal n 0 2 0 2 4 % 0 7.7 0 7.7 15 Dewasa Menengah n % 5 19.2 3 11.5 0 0 3 11.5 11 42 Dewasa Akhir n % 3 11.5 2 7.7 4 15.4 2 7.7 11 42 Total n 8 7 4 7 26 % 31 27 15 27 100 Menurut Tjokroprawiro (2006), komplikasi menahun yang tercatat di Poliklinik Diabetes RSU Dr. Soetomo tahun 1993, antara lain hipertensi (12,8%), Penyakit Jantung Koroner (10%). Status Melakukan Konsultasi Pengetahuan tentang gizi akan selalu diperlukan untuk kehidupan manusia sampai kapanpun. Konsultasi gizi adalah kombinasi antara pengetahuan gizi dan kemampuan psikologi yang dilakukan oleh konselor gizi yang menggunakan makanan dan kandungan gizi yang terdapat di dalamnya sebagai upaya perubahan kebiasaan makan menuju fungsi fisiologis, emosi, kondisi klien yang lebih baik (Hardinsyah 2005). Pendidikan tertinggi pasien menunjang tingkat pengetahuan tentang kesehatan, penerimaan informasi formal lebih mudah diterima (Tupito 2006). 40 Tabel 13 merupakan tabel sebaran pasien berdasarkan jenis penyakit penyerta yang pernah atau tidak pernah melakukan konsultasi. Tabel 13. Sebaran Pasien Berdasarkan Jenis Penyakit Penyerta & Pengalaman Konsultasi Jenis Penyakit Penyerta Pernah Konsultasi Pernah Tidak Pernah n % n % 6 23.1 2 7.7 5 19.2 2 7.7 4 15.4 0 0 4 15.4 3 11.5 19 73 7 27 Diabetes Mellitus Gagal Ginjal Penyakit Jantung Tanpa penyakit penyerta Total Total n 8 7 4 7 26 % 31 27 15 27 100 Berdasarkan Tabel 13, penderita dengan penyakit penyerta yang pernah melakukan konsultasi terbanyak adalah hipertensi dengan penyakit penyerta dengan Diabetes Mellitus sebanyak 23.1%, sedangkan yang tidak pernah konsultasi terbanyak adalah hipertensi tanpa penyakit penyerta sebanyak 11.5%. Kebutuhan Total Energi dan Protein Sehari Kebutuhan protein disesuaikan dengan syarat diet dari jenis penyakit penyerta. Pasien hipertensi dengan penyakit penyerta Diabetes Mellitus, menurut syarat diet B1 karena pasien sebagian besar adalah gangren, kebutuhan protein sebesar 20% dari kebutuhan energi total sehari. Untuk pasien hipertensi dengan penyakit penyerta gagal ginjal, menurut syarat diet gagal ginjal kebutuhan protein sebesar 0,6-0,75 g/kg BB. Pasien hipertensi dengan penyakit penyerta penyakit jantung, menurut syarat diet penyakit jantung kebutuhan protein cukup yaitu 0,8 g/kg BB. Pasien hipertensi tanpa penyakit penyerta kebutuhan protein disesuaikan dengan syarat diet rendah garam yaitu untuk kebutuhan protein sebesar 10-15% kebutuhan energi total sehari. Tabel 14 memperlihatkan kebutuhan energi, protein menurut jenis penyakit penyerta hipertensi berdasarkan jenis kelamin. Tabel 14. Kebutuhan Energi dan Zat Gizi menurut Jenis Penyakit Penyerta Hipertensi dengan Jenis Kelamin Penyakit Penyerta Diabetes Mellitus Gagal Ginjal Penyakit Jantung Hipertensi tanpa penyakit penyerta Jenis Kelamin Pria Wanita Pria Wanita Pria Wanita Pria Wanita n 4 4 4 2 4 3 4 Energi dan Zat Gizi Energi (Kal) Protein (g) 1726 86 1483 74 1656 42 1536 33.8 1437 42.2 1740 54.4 1518 47.2 41 Rata-rata kebutuhan energi dan protein pasien pria hipertensi dengan penyakit penyerta Diabetes Mellitus masing-masing 1726 Kal dan 86 g, sedangkan rata-rata kebutuhan energi dan protein pasien wanita sebesar 1483 Kal dan 74 g. Rata-rata kebutuhan energi dan protein hipertensi pasien pria dengan penyakit penyerta gagal ginjal sebesar 1656 Kal dan 42 g, kebutuhan energi dan protein pasien wanita sebesar 1536 Kal dan 33.8 g. Rata-rata kebutuhan energi dan protein pasien hipertensi dengan penyakit penyerta penyakit jantung sebesar 1437 Kal dan 42.2 g. Rata-rata kebutuhan energi dan protein hipertensi pasien pria tanpa penyakit penyerta sebesar 1740 Kal dan 54.4 g dan pasien wanita sebesar 1518 Kal dan 47.2 g. Menurut Hardinsyah dan Martiato (1989), kebutuhan energi terbesar diperlukan untuk metabolisme basal karena berat badan dan luas permukaan tubuh serta aktivitas yang bervariasi antara laki-laki dan perempuan menunjukkan adanya perbedaan rata-rata yang nyata dalam metabolisme basal laki-laki dan perempuan sehingga kebutuhan energinya pun berbeda. Ketersediaan Energi dan Zat Gizi Makanan RS Makanan yang disajikan di RS Royal Taruma untuk diet rendah garam disamakan baik untuk diet rendah garam I, diet rendah garam II dan diet rendah garam III. Setiap pasien dapat memesan menu makanan yang sesuai dengan dietnya. Sarapan terdiri atas tiga paket dengan menu yang berbeda. Pada Tabel 15 akan disajikan jumlah energi dan zat gizi setiap paket makanannya. Tabel 15. Ketersediaan Sarapan Makanan RS berdasarkan Paket yang disediakan Menu Zat Gizi Paket B Paket C E P E P Lemak Serat Natrium Lemak Serat Natrium (Kal) (g) (g) (g) (mg) (Kal) (g) (g) (g) (mg) Senin 103 4 3.8 0,1 8.1 183 7.8 5,7 0.2 0.6 Selasa 327 12.6 7.1 0.1 14.2 154 2.9 13 0.3 9.2 Rabu 253 5.7 14 0.1 8.1 274 12 8.2 4.2 Kamis 209 5.7 9.5 0.1 8.1 201 8 7.1 3.6 Jumat 281 7.3 9.6 0.1 14.2 261 12 14 0.6 Sabtu 164 5.9 4.5 0.1 8.1 95 2.8 3.6 0.3 1.3 Minggu 298 7.1 12 0.1 14.2 134 14 1 0 Rata233 6.9 8.6 0.1 10 186 8.5 7.5 0.1 2.8 rata Keterangan: E: Energi P : Protein Menu sarapan yang disediakan Rumah Sakit terdiri dari 3 paket yaitu paket A, paket B dan paket C. Ketiga menu tersebut memiliki kandungan energi 42 dan zat gizi yang berbeda. Menu Paket A yang diberikan sama setiap harinya yaitu roti putih dengan selai strawberry. Paket A mengandung rata-rata energi sebanyak 74 Kal, dan natrium 16 mg. Paket B mengandung rata-rata energi sebanyak 233 Kal, protein 6.9 g, lemak 8.6 g, serat 0.1 g dan natrium 10 mg. Paket C mengandung rata-rata energi 186 Kal, protein 8.5 g, lemak 7.5 g, serat 0.1 g dan natrium 2.8 mg. Sarapan setiap hari ditawarkan pilihan minuman yang berbeda, energi dan zat gizi dari setiap minuman yang diberikan adalah jus jeruk energi 40 Kal, protein 1.4 g, lemak 0.2 g; jus pepaya energi sebesar 42 Kal, protein 1.1 g, serat 3.6 g dan natrium 3 mg; jus apel energi sebesar 58 Kal, protein 1 g, natrium 1.7 mg; jus melon energi 39 Kal, protein 1.4 g, lemak 1 g, serat 3.8 g. Untuk makan siang dan malam, menu yang disajikan di RS Royal Taruma dibedakan atas bubur, nasi tim dan biasa. Tabel ketersediaan makanan yang disediakan untuk pasien waktu siang dan malam menurut bubur, nasi tim dan nasi biasa. Tabel 16. Ketersediaan Energi, Protein dan Lemak berdasarkan Menu dan Konsistensi Diet Menu Zat Gizi dan Konsistensi Energi (Kal) Protein (g) Lemak (g) B NT NB B NT NB B NT 1 1729 1873 2017 103.1 105.9 108.6 90.8 91.9 2 1160 1304 1448 51.2 53.9 56.6 52.6 52.9 3 1361 1433 1649 60.3 61.7 65.8 40.3 40.4 4 1278 1422 1566 66.6 69.4 72.1 47.3 47.6 5 1321 1465 1609 59.3 62 64.7 68.3 68.6 6 1382 1454 1525 61.4 62.2 63 71 71 7 1639 1675 1782 101 101.4 102.7 84.7 84.7 8 1567 1638 1907 72.1 73 73.8 78 78.1 9 1638 1709 1781 91.8 92.6 93.5 67.7 67.8 10 1696 1696 1802 92.5 92.5 93.8 88.3 88.3 Rata-rata 1477 1567 1689 75.9 75.9 79.5 68.9 69 Keterangan: B : Bubur NT : Nasi Tim NB : Nasi Biasa NB 91.4 53.2 40.9 47.8 68.9 71.1 84.7 78.1 67.8 88.3 69,2 43 Tabel 17 memperlihatkan kandungan serat dan natrium dari ketersediaan menu makan siang dan malam berdasarkan konsistensi diet. Tabel 17. Ketersediaan Serat dan Natrium berdasarkan Menu dan Konsistensi Diet Menu 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-rata Keterangan: B : Bubur Zat Gizi dan Konsistensi B 6.0 6.7 2.8 4.0 3.9 3.2 4.6 4.3 3.4 5.6 4.5 Serat (g) NT 6.0 6.7 2.9 4.1 4.0 3.3 4.6 4.4 3.5 5.6 4.5 NT NB 6.1 6.9 3.0 4.2 4.1 3.4 4.8 4.5 3.6 5.7 4.6 B 56.3 80.8 20.9 70.5 87.4 83.9 89.6 60.1 67.8 57.9 67.5 : Nasi Tim Natrium (mg) NT 67.1 91.6 26.3 81.3 98.2 94.7 95.2 70.8 78.6 57.9 76.1 NB NB 77.9 102.4 42.5 92.1 109.4 105.5 111.2 81.6 89.4 74.1 88.6 : Nasi Biasa Berdasarkan Tabel 16 dan Tabel 17, terlihat perbedaan kandungan dari setiap konsistensi diet yang diberikan kepada pasien. Hal ini disebabkan, berat dari bahan makanan yang diberikan berbeda. Bubur berat beras yang diberikan sebesar 30 g, nasi tim seberat 50 g dan nasi biasa beras yang diberikan sebesar 70 g. Snack yang disajikan di RS Royal Taruma, snack dibedakan atas dua jenis yaitu snack biasa lunak yang diberikan untuk pasien diet biasa dan diet lunak. Selain itu adalah snack rendah serat yang diberikan untuk pasien diet rendah serat. Snack dibedakan atas 7 jenis sesuai hari yang diberikan pada saat itu. Tabel ketersediaan snack yang disediakan RS untuk pasien berdasarkan jenis diet pasien dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Ketersediaan Snack RS berdasarkan Diet yang diberikan Menu Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Minggu Rata-rata Energi (Kal) BL RS 231 178 360 284 209 209 199 229 387 180 301 301 256 256 194 163 Protein (g) BL RS 2.2 1.6 7.4 8.2 3.9 3.9 7.9 9.1 4.8 3.6 8.5 8.5 10.5 10.5 4.5 4.5 Keterangan: BL : Biasa Lunak RS : Rendah Serat Lemak (g) BL RS 1.7 1.5 13.5 12.6 1.4 1.4 10.1 10.3 11.5 0.1 10.4 10.4 1.8 1.8 5 3.8 Serat (g) BL RS 1.1 1.1 0.5 0.5 0.2 0.2 2.2 2.2 0.4 0.4 2.3 2.3 0.7 0.4 Natrium (mg) BL RS 11.5 7.7 13.9 29.2 10.6 10.6 2.1 2.1 0.9 11 11 10.8 10.8 8.6 7.1 44 Berdasarkan Tabel 18, snack biasa lunak mengandung rata-rata energi sebesar 194 Kal, protein 45 g, lemak 5 g, serat 0.7 g dan natrium sebesar 8.6 mg. Untuk snack rendah serat mengandung rata-rata energi sebesar 163 Kal, protein 4.5 g, lemak sebesar 3.8 g, serat sebesar 0.4 g dan natrium 7.1 mg. Buah yang disajikan di RS Royal Taruma dibedakan atas 4 jenis diet diantaranya adalah diet biasa, diet DM (Diabetes Mellitus), GE (Gastro Enteritis) dan RS (Rendah Serat). Tabel rata-rata ketersediaan buah yang disediakan untuk pasien waktu siang dan malam menurut diet biasa, diet DM, diet GE (Gastro Enteritis) dan diet RS (Rendah Serat) dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Rata-rata Ketersediaan Serat dan Natrium Buah berdasarkan Jenis Diet Jenis Diet Zat Gizi Serat (g) Natrium (mg) Diabetes Mellitus 0.9 17.4 Gastro Enteritis 1.1 11.7 Biasa 0.3 2.9 Rendah Serat 0.5 5.1 Berdasarkan Tabel 19 rata-rata kandungan serat untuk diet GE sebesar 1.1 g, diet biasa 0.3 g dan diet rendah serat 0.5 g. Rata-rata kandungan natrium buat diet DM 17.4 mg, diet GE 11.7 mg, diet biasa 2.9 mg dan diet rendah serat sebesar 5.1 mg. Buah untuk diet Diabetes Melitus diberikan sama setiap harinya yaitu melon untuk pagi hari dan diberikan pepaya untuk sore hari. Begitu juga dengan buah untuk diet GE (Gastro Enteritis) sama untuk setiap harinya yaitu pisang ambon untuk pagi hari dan jus apel untuk sore hari. Buah untuk diet biasa, pada pagi hari diberikan melon, apel, pepaya, jeruk medan, pisang ambon dan semangka. Untuk sore hari diberikan jeruk medan, jambu biji, belimbing, pear. Buah yang diberikan untuk diet rendah serat adalah sari melon, sari pepaya, sari semangka, melon dan pisang ambon. Rata-rata ketesediaan energi, protein, lemak, natrium dan serat berdasarkan hipertensi dengan jenis komplikasi dapat dilihat pada Tabel 20 dibawah ini. Tabel 20. Rata-rata Ketersediaan Energi dan Zat Gizi Pasien Berdasarkan Jenis Penyakit Penyerta dengan Hipertensi Jenis Penyakit Penyerta n Diabetes Mellitus Gagal Ginjal Penyakit Jantung 8 7 4 Energi (Kal) 1960 2087 1970 Protein (g) 90.2 91.4 85.5 Lemak (g) 83.1 83.3 78.2 Serat (g) 3.2 9.6 9.3 Natrium (mg) 193.2 94.3 90.5 45 Tanpa Penyakit Penyerta 7 2038 96.1 70.4 8.1 86.6 Dari Tabel 20, rata-rata ketersediaan energi untuk pasien gagal ginjal paling tinggi yaitu sebesar 2087 Kal. Hal ini dibutuhkan karena pasien gagal ginjal membutuhkan asupan makanan yang lebih untuk mempertahankan status gizi yang optimal. Pasien gagal ginjal sering mengalami muntah-muntah saat hemodialisa dan juga sering mengalami diare. Konsistensi diet adalah salah satu modifikasi makanan yang diberikan kepada orang sakit yang disesuaikan dengan keadaan penyakitnya, meliputi makanan biasa, lunak, saring dan cair. Makanan biasa adalah makanan yang susunannya maupun bahan makanan yang dipilih tidak berbeda dengan makanan orang sehat maupun menghindari makanan yang pedas dan mengandung zat-zat yang merangsang saluran pencernaan atau yang menyebabkan diare. Makanan biasa diberikan kepada penderita yang tidak memerlukan makanan khusus berhubungan dengan penyakitnya (Moehyi 1999). Perbedaan makanan lunak dengan makanan biasa terletak pada konsistensi serta cara memasaknya. Makanan lunak mudah dicerna, rendah serat, menghindari bahan makanan yang dapat menimbulkan gas atau bumbu yang merangsang juga mengandung lemak. Makanan lunak diberikan kepada penderita sesudah operasi tertentu dan pada penyakit infeksi dengan kenaikan suhu badan yang tidak terlalu tinggi. Menurut Moehyi (1999) jika demam berlangsung lama, keadaan tubuh orang sakit malas mengunyah makanannya. Tabel 21-23 memperlihatkan rata-rata ketersediaan energi, protein, lemak, serat dan natrium berdasarkan jenis komplikasi dan konsistensi. Tabel 21. Rata-rata Ketersediaan Energi dan Zat Gizi Berdasarkan Jenis penyakit Penyerta dengan Hipertensi dan konsistensi lunak (bubur) Jenis Komplikasi n Diabetes Mellitus Gagal Ginjal Penyakit Jantung Tanpa komplikasi 8 7 4 7 Energi (Kal) 1594 1630 1677 1522 Protein (g) 71.9 73.1 74.4 76.1 Lemak (g) 64.2 67.2 69.2 53.7 Natrium (mg) 70.8 73.4 76.7 76.5 serat(g) 8.2 8.2 8.2 7.5 Berdasarkan Tabel 21, rata-rata ketersediaan energi tertinggi dengan konsistensi lunak (bubur) yaitu hipertensi dengan penyakit penyerta penyakit jantung sebesar 1677 Kal, lalu diikuti gagal ginjal sebesar 1630 Kal. Angka ratarata ketersediaan energi terendah yaitu hipertensi tanpa penyakit penyerta sebesar 1522 Kal. Angka rata-rata ketersediaan protein tertinggi yaitu hipertensi tanpa penyakit penyerta sebesar 76.1 g. Angka rata-rata ketersediaan protein 46 terendah yaitu hipertensi dengan penyakit penyerta Diabetes Mellitus sebesar 71.9 g. Untuk angka rata-rata ketersediaan lemak tertinggi yaitu hipertensi dengan penyakit penyerta penyakit jantung sebesar 69.2 g dan rata-rata angka ketersediaan lemak terendah yaitu hipertensi tanpa penyakit penyerta sebesar 53.7 g. Angka rata-rata ketersediaan natrium tertinggi yaitu hipertensi dengan penyakit penyerta penyakit jantung sebesar 76.7 mg. Tabel 22. Rata-rata Ketersediaan Energi dan Zat Gizi Berdasarkan Jenis Penyakit Penyerta dengan Hipertensi dan Konsistensi Biasa (nasi tim) Jenis Penyakit Penyerta n Diabetes Mellitus Gagal Ginjal Penyakit Jantung Tanpa Penyakit penyerta 3 6 3 7 Energi (Kal) 1239 1459 1320 1446 Protein (g) 54.4 65.1 51.9 65.2 Lemak (g) 45.1 56.8 46.7 58.9 Serat (g) 5.0 6.8 5.6 4.3 Natrium (mg) 71,9 66.4 66.0 65.2 Berdasarkan Tabel 22, angka rata-rata ketersediaan energi tertinggi dengan konsistensi nasi tim yaitu hipertensi dengan penyakit penyerta gagal ginjal sebesar 1593 dan angka ketersediaan energi terendah adalah hipertensi dengan penyakit penyerta Diabetes Mellitus sebesar 1239 Kal. Tabel 23. Rata-rata ketersediaan energi dan zat gizi berdasarkan jenis komplikasi dengan hipertensi dan konsistensi biasa (nasi) Jenis Penyakit Penyerta n Gagal Ginjal Tanpa Penyakit Penyerta 2 4 Energi (Kal) 1664 2033 Protein (g) 64.2 51.5 Lemak (g) 54.3 44.9 Serat (g) 6.5 5.5 Natrium (mg) 73.5 56.0 Berdasarkan Tabel 23, hipertensi dengan penyakit penyerta gagal ginjal dengan konsistensi biasa (nasi) rata-rata ketersediaan energi sebesar 1664 Kal, protein 64.2 g, lemak 54.3 g, serat 6.5 g dan natrium sebesar 73,5 mg. Hipertensi tanpa penyakit penyerta rata-rata ketersediaan energi sebesar 2033 Kal, protein 51.5 g, lemak 44.9 g, serat 5.5 g dan natrium 56.0 mg. Tingkat Ketersediaan Energi dan Zat Gizi Tingkat Ketersediaan Energi dan Zat Gizi Pasien Menurut Moehyi (1999) bahwa makanan yang disajikan harus dapat satu bentuk terapi, penunjang pengobatan dan tindakan medis. Kebutuhan fisiologis pertama dan sangat penting akan zat gizi dalam tubuh adalah menyediakan energi bagi mereka yang sedang dalam proses penyembuhan. Seseorang yang tidak makan cukup pangan secara teratur dapat mengakibatkan tubuh kehilangan zat gizi yang diperlukan. Simpanan zat gizi 47 yang hilang dari tubuh harus digantikan sebelum orang tersebut memperoleh kembali kesehatan normal. Agar seseorang pulih kedalam kesehatan normal. Diperlukan peningkatan protein dan zat gizi lain dalam makanan (Hardinsyah dkk 1988). Tingkat ketersediaan energi berdasarkan hipertensi dengan jenis penyakit penyerta dapat dilihat pada Tabel 24 Tabel 24. Tingkat Ketersediaan Energi Berdasarkan Jenis Penyakit Penyerta Jenis Penyakit Penyerta n 2 0 0 0 2 Diabetes Mellitus Gagal Ginjal Penyakit Jantung Tanpa Penyakit Penyerta Total Berdasarkan Tabel Tingkat Ketersediaan Energi (%) <90% 90-119% >120% % n % n % 7.7 5 19.2 1 3.8 0 2 7.7 5 19.2 0 4 15.4 0 0 0 4 15.4 3 11.6 7.7 15 57.7 9 34.6 24, tingkat ketersediaan energi Total n 8 7 4 7 26 % 30.8 26.9 15.4 26.9 100 berdasarkan Direktorat Bina Gizi Masyarakat 1996 sebagian besar termasuk dalam kategori normal (90-119% angka kebutuhan) sebanyak 57.7%. Sebanyak 7.7% yang termasuk dalam kategori defisit (<90% angka kebutuhan) yaitu pasien hipertensi dengan penyakit penyerta Diabetes Mellitus. Tingkat ketersediaan protein dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25. Tingkat Ketersediaan Protein Berdasarkan Jenis Penyakit Penyerta Jenis Penyakit Penyerta n 4 0 0 0 4 Diabetes Mellitus Gagal Ginjal Penyakit Jantung Tanpa Penyakit Penyerta Total Tingkat Ketersediaan Protein (%) <90% 90-119% >120% % n % n % 15.4 4 15.4 0 0 0 0 0 7 26.9 0 0 0 4 15.4 0 0 0 7 26.9 15.4 4 15.4 18 69.2 Total n % 8 30.8 7 26.9 4 15.4 7 26.9 26 100 Tingkat ketersediaan protein, sebagian besar termasuk dalam kategori lebih (>120% angka kebutuhan) sebanyak 69.2%, untuk kategori defisit dan normal memiliki nilai yang sama yaitu 15.4%. Makanan yang disediakan rumah sakit sudah sangat baik, karena sudah berada dalam kategori normal untuk energi dan berada dalam kategori lebih untuk tingkat ketersediaan protein. Ketersediaan energi dan protein terhadap kebutuhan bila berada pada kategori defisit ini tidak baik karena orang sakit yang tidak mendapatkan keseimbangan makanan nitrogen negatif dalam dalam jumlah yang tubuhnya cukup (jumlah akan terjadi nitrogen yang dikonsumsi lebih sedikit dari jumlah nitrogen yang diekskresi). Ini terjadi bila 48 pemecahan jaringan tubuh lebih cepat terjadi daripada penggantiannya, yaitu dalam keadaan sakit dan sesudah operasi. Keadaan ini dapat mengakibatkan hipoproteinemia, pengurangan berat badan dan akhirnya akan memperlambat penyembuhan penyakit (Almatsier 2001). Konsumsi Energi dan Zat Gizi Konsumsi energi, protein, lemak, natrium dan serat pasien diperoleh dari makanan yang disajikan rumah sakit. Saat penelitian berlangsung, pasien tidak diperbolehkan untuk mengkonsumsi makanan yang berasal dari luar rumah sakit. Karena pihak manajemen rumah sakit melarang dan memeriksa bila ada kunjungan dari keluarga pasien. Untuk mengetahui perbandingan rata-rata ketersediaan dan konsumsi berdasarkan jenis penyakit penyerta dengan hipertensi dengan konsistensi diet (bubur, nasi tim dan nasi) dapat dilihat pada Tabel 26. Tabel 26. Perbandingan Rata-rata Ketersediaan dan Rata-rata Konsumsi Berdasarkan Jenis Penyakit Penyerta dengan Hipertensi dengan Konsistensi Diet (bubur, nasi tim dan nasi biasa) Jenis Penyakit Penyerta n Kons Diet Rata-rata Ketersediaan E P L Na Srt (Kal) (g) (g) (mg) (g) Diabetes Mellitus 8 3 7 6 2 4 3 7 7 4 Lnk NT NB Lnk NT NB Lnk NT NB Lnk NT NB 1594 1239 1630 1593 1664 1677 1451 1522 1377 2033 Gagal Ginjal Penyakit Jantung 72 54 73 69 64 74 53 76 60 51 64 45 67 61 54 69 44 53 56 44 70.8 71.9 73.4 70.4 73.5 76.7 82.9 76.5 619 56.0 8.2 5.0 8.2 7.2 6.5 8.2 6.7 7.5 4.5 5.5 Rata-rata Konsumsi E P L Na (Kal) (g) (g) (mg ) 967 45 35 46 1359 78 49 50 1457 68 58 65 1210 58 49 50 1309 54 43 45 1129 51 39 53 855 37 28 44 1046 47 36 47 1233 62 46 48 1093 48 33 40 Tanpa Penyakit Penyerta Keterangan Kons Diet : Konsistensi diet NT: Nasi Tim NB : Nasi Biasa Lnk : Lunak E: Energi P : Protein L : Lemak Na : Natrium Srt : Serat Srt (g) 9.2 9.4 8.1 10 6.5 5.9 5.5 5.7 5.1 5.0 Tabel 26 terlihat bahwa berdasarkan konsistensi diet, ketersediaan energi dan zat gizi diet berkonsistensi biasa lebih besar daripada diet berkonsistensi lunak. Hal ini dikarenakan cara pengolahan makanan pokok (beras) yang berbeda. Pada diet berkonsistensi biasa, beras dimasak menjadi nasi sedangkan pada diet berkonsistensi lunak, beras dimasak menjadi nasi tim dan bubur. Nilai konversi beras mentah masak dari bubur atau tim ke nasi sebesar 0.2. Berarti nilai energi dan protein dari bubur dan tim hanya seperlima dari energi dan protein nasi (Hardinsyah & Dodik B 1994). 49 Setiap jenis komplikasi berbeda kemampuan dalam mengkonsumsi makanan, hal ini dipengaruhi oleh efek obat yang diberikan, keadaan fisiologis penyakit dan efek dari yang ditimbulkan dari jenis komplikasi penyakit tersebut. Tabel 27 memperlihatkan konsumsi energi dan zat gizi berdasarkan jenis penyakit penyerta dengan hipertensi. Tabel 27. Konsumsi Energi dan Zat Gizi Berdasarkan Jenis Penyakit Penyerta Jenis Penyakit Penyerta Diabetes Mellitus Gagal Ginjal Penyakit Jantung Tanpa Penyakit Penyerta Energi (Kal) 963 1006 1330 1525 Konsumsi Energi dan Zat Gizi Protein Lemak Natrium (g) (g) (mg) 49.5 37.1 46.5 62.7 53.6 57.9 60.8 49.5 58.3 68.7 56.8 62.2 Serat (g) 7.4 6.8 7.8 7.1 Berdasarkan Tabel 27, konsumsi energi terendah adalah hipertensi dengan penyakit penyerta Diabetes Mellitus sebesar 963 Kal dan gagal ginjal sebesar 1006 Kal. Menurut Hanns (2006), bahwa faktor konsumsi obat juga berpengaruh menyebabkan tergadap konsumsi menurunnya nafsu pangan, makan. obat-obatan Pasien yang tertentu tidak dapat mampu menghabiskan makanan yang disediakan rumah sakit dengan alasan mual, tidak nafsu makan dan tidak cocok dengan rasa makanan rumah sakit. Semua pasien telah mengkonsumsi lemak sesuai anjuran tidak lebih dari 30% dari kebutuhan Kalori. Semua pasien mengkonsumsi natrium sesuai anjuran berdasarkan syarat diet rendah garam. Diet rendah garam I,II,III dalam pemasakan tidak ditambahkan garam. Cara ini dilakukan agar penambahan garam tidak mengganggu penyakit. Pola konsumsi makanan sehat pada penderita hipertensi, penyakit jantung, penyakit gagal ginjal sangat diperlukan terutama konsumsi garam harus ditekan kurang dari 5 gram, karena kelebihan asupan garam dapat memicu pengerasan pembuluh nadi serta mendorong tubuh meretensi cairan yang akan membebani kerja jantung (Effendi 2003) Asupan serat yang dianjurkan untuk pria dewasa sebesar 27-35 g/hari (dengan rata-rata konsumsi energi 2700 Kal/hari dan untuk wanita dewasa sebanyak 21-27 g/hari (dengan rata-rata konsumsi energi 2100 Kal/hr) (Sulistijani 2002). Untuk konsumsi serat pasien sangat kurang yaitu sekitar 7,4 g/hari. Hal ini harus ditambahkan lagi dengan menambah makanan yang mengandung serat lebih banyak. 50 Beberapa sumber makanan berserat yang dapat dikonsumsi sebagai berikut golongan biji-bijian yang masih diselimuti kulit ari, misal beras tumbuk, beras merah, havermount dan jagung. Konsumsi roti yang kasar dan hindari makanan rendah serat dan tinggi kalori, seperti biskuit dan tart, banyak mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan segar dan mengkonsumsi makanan yang berasal dari golongan kacang-kacangan yang masih diselimuti kulit ari, seperti kacang hijau, kacang merah, kacang tolo dan kacang kedelai. Tingkat Konsumsi dan Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Menurut Almatsier (2001) zat-zat gizi yang dapat memberikan energi adalah karbohidrat, lemak dan protein. Kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi essensial akan mengakibatkan timbulnya status gizi kurang. Bila keadaan ini terjadi pada pasien yang dirawat di rumah sakit akan memperlambat proses penyembuhan, memperpanjang hari perawatan bahkan pada tahap lanjut dapat mengakibatkan kematian. Pada Tabel 28 akan memperlihatkan tingkat konsumsi energi berdasarkan hipertensi dengan jenis penyakit penyerta. Tabel 28. Tingkat Konsumsi Energi Berdasarkan Jenis Penyakit Penyerta Jenis Penyakit Penyerta Diabetes Mellitus Gagal Ginjal Penyakit Jantung Tanpa Penyerta Total Tingkat Konsumsi Energi (%) <70% 70-79% 80-89% n `% n % n % 6 23.1 2 7.7 0 0 3 11.6 3 11.5 1 3.8 0 0 2 7.7 2 7.6 1 3.8 3 11.6 2 7.6 10 38.5 10 38.5 5 19 90-119% n % 0 0 0 0 0 0 1 4 1 4 Total n 8 7 4 7 26 % 30.8 26.9 15.4 26.9 100 Pada Tabel 28 tingkat konsumsi energi berada dalam kategori defisit ringan dan defisit berat sebanyak 38.5%. Tabel 29 akan memperlihatkan tingkat konsumsi protein berdasarkan jenis penyakit penyerta. Tabel 29. Tingkat Konsumsi Protein Berdasarkan Jenis Penyakit Penyerta Jenis Penyakit Penyerta Diabetes Mellitus Gagal Ginjal Penyakit Jantung Tanpa Penyerta Total Tingkat Konsumsi Protein (%) <70% 70-79% 80-89% 90-119% n `% n % n % n % 5 19.3 2 7.8 1 3.8 0 0 3 11.5 3 11.7 1 3.8 0 0 1 3.8 3 11.7 0 0 0 0 4 15.4 1 3.8 2 7.4 0 0 13 50 9 35 4 15 0 0 Total n 8 7 4 7 26 % 30.8 26.9 15.4 26.9 100 Pada Tabel 29 tingkat konsumsi protein berada dalam kategori defisit tingkat berat sebanyak 50%. Tingkat konsumsi energi dan protein terhadap ketersediaan apabila berada dalam kategori defisit akan berdampak buruk terhadap proses penyembuhan pasien. Menurut Harper, Deaton dan Driskel 51 dalam Oktarina (2002) kebutuhan fisilogis pertama dan sangat penting akan zat gizi dalam tubuh adalah menyediakan energi bagi mereka yang sakit dan sedang dalam proses penyembuhan. Tingkat konsumsi lemak, natrium dan serat dapat dilihat pada Tabel 30. Tabel 30. Tingkat Konsumsi Lemak, natrium dan serat Jenis Penyakit Penyerta Tingkat Konsumsi (%) Lemak Natrium Serat Diabetes Mellitus 55 64 88 Gagal Ginjal 67 64 77 Penyakit Jantung 63 64 84 Tanpa Penyakit Penyerta 79 72 88 n 8 7 4 7 Total % 30.8 26.9 15.4 26.9 Tabel 30 menunjukkan tingkat konsumsi hipertensi dengan penyakit penyerta Diabetes Mellitus yaitu lemak 55%, natrium 64% dan serat 88%. Tingkat konsumsi terhadap ketersediaan hipertensi dengan penyakit penyerta gagal ginjal yaitu lemak 67%, natrium 64% dan serat 77%. Tingkat konsumsi terhadap ketersediaan hipertensi dengan penyakit penyerta penyakit jantung yaitu lemak 63%, natrium 64% dan serat 84%. Tingkat konsumsi terhadap ketersediaan hipertensi tanpa penyakit penyerta yaitu lemak 79%, natrium 72% dan serat 88%. Tingkat kecukupan energi dan protein berdasarkan jenis penyakit penyerta dapat dilihat pada Tabel 31 dan 32. Tabel 31. Tingkat Kecukupan Energi Berdasarkan Jenis Penyakit Penyerta Jenis Penyakit Penyerta Diabetes Mellitus Gagal Ginjal Penyakit Jantung Tanpa Penyakit Penyerta Total <70% n % 5 19.2 Tingkat Kecukupan Energi (%) 70-79% 80-89% 90-119% n % n % n % 2 7.7 1 3.8 0 0 >120% n % 0 0 n 8 Total % 30.8 0 0 2 7.7 2 7.7 3 11.6 0 0 7 26.9 0 0 2 7.7 2 7.7 0 0 0 0 4 15.4 0 0 2 7.7 1 3.8 4 15.5 0 0 7 26.9 5 19.2 8 30.7 6 23 7 27.1 0 0 26 100 Berdasarkan Tabel 31, sebagian besar tingkat kecukupan energi pasien berada di kategori defisit tingkat berat (70-79% angka kebutuhan). Tingkat kecukupan protein berdasarkan jenis penyakit penyerta dari hipertensi dapat dilihat pada Tabel 32. 52 Tabel 32. Tingkat Kecukupan Protein Berdasarkan Jenis Penyakit Penyerta Jenis Penyakit Penyerta Diabetes Mellitus Gagal Ginjal Penyakit Jantung Tanpa Penyakit Penyerta Total <70% n % 5 19.2 0 0 0 0 0 0 Tingkat Kecukupan Protein (%) 70-79% 80-89% 90-119% n % n % n % 2 7.7 1 3.8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 11.5 >120% n % 0 0 7 27 4 15.4 4 15.4 n 8 7 4 7 5 2 15 26 19.2 7.7 1 3.8 3 11.5 57.8 Total % 30.8 26.9 15.4 26.9 100 Tingkat kecukupan protein pada Tabel 32 termasuk dalam kategori diatas angka kebutuhan (>120% angka kebutuhan) menurut pengkategorian Direktorat Bina Gizi Masyarakat (1996). Sisa Makanan Sisa makanan adalah bahan makanan atau makanan yang tidak habis dimakan. Tabel 33 memperlihatkan persentase sisa makanan berdasarkan waktu makan dan jenis makanan. Tabel 33. Persentase Sisa Makanan Berdasarkan Jenis Makanan dan Waktu Makan Waktu Makan Jenis Makanan Sisa Makanan (%) Makan Pagi Makanan Pokok 59 Lauk Hewani 26.1 Hidangan Sayur 36.2 Makan Siang Makanan Pokok 34.9 Lauk Hewani 26.8 Lauk Nabati 13 Hidangan sayur 27.6 Selingan 7.4 Makan Malam Makanan Pokok 27.2 Lauk Hewani 16.8 Lauk Nabati 23.7 Hidangan sayur 27.7 Selingan 5.8 Tabel 33 terlihat sisa makanan tertinggi adalah makanan pokok dan hidangan sayur. Jenis makanan yang perlu diperhatikan adalah hidangan sayur karena menurut pasien hidangan sayur yang diberikan saat pemberian tidak dalam keadaan hangat, sehingga pasien enggan untuk memakannya. Hal yang diduga penyebab terjadinya sisa makanan adalah rasa makanan tidak enak atau kurang enak, makanan tidak bervariasi, suhu makanan tidak sesuai atau dalam keadaan dingin saat pemberian. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Royal Taruma dari bulan Juni-Agustus 2010. Hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Contoh 15 pria (58%) berada pada kelompok usia dewasa menengah, status gizi normal dan 11 wanita (42%) berada pada kelompok usia dewasa menengah dan status gizi normal. mayoritas contoh lulusan universitas/akademi (61,5%) dan seorang wiraswasta (46%). 2. Aktivitas dengan persentase tertinggi adalah ambulasi (57.7%), lama perawatan 10-20 (54%). Mayoritas contoh pernah melakukan konsultasi gizi (69%). 3. Tingkat ketersediaan energi sebagian besar termasuk dalam kategori normal (90-119% angka kebutuhan) sebanyak 57.7%. Sebanyak 7.7% yang termasuk dalam kategori defisit (<90% angka kebutuhan) yaitu contoh hipertensi dengan penyakit penyerta diabetes mellitus. Tingkat ketersediaan protein terhadap kebutuhan, sebagian besar termasuk dalam kategori lebih (>120% angka kebutuhan) sebanyak 69.2%, untuk kategori defisit dan normal memiliki nilai yang sama yaitu 15.4%. 4. Tingkat konsumsi energi berada dalam kategori defisit ringan dan defisit berat sebanyak 38.5%. Tingkat konsumsi protein berada dalam kategori defisit tingkat berat sebanyak 50%. Sebagian besar tingkat kecukupan energi contoh berada di kategori defisit tingkat berat (70-79% angka kebutuhan). Untuk tingkat kecukupan protein termasuk dalam kategori diatas angka kebutuhan (>120% angka kebutuhan). SARAN Peningkatan konseling gizi oleh dietisien sangat diperlukan untuk memotivasi pasien menghabiskan makanan yang disajikan sehingga dapat mempercepat masa penyembuhan pasien. Penilaian daya terima pasien dilakukan setiap hari jangan hanya dilakukan setiap akhir tahun, hal ini dapat membantu rumah sakit mengetahui menu makanan yang disukai ataupun yang kurang disukai pasien agar dilakukan perubahan meu makanan untuk pengembangan dan perbaikan menu makanan rumah sakit. DAFTAR PUSTAKA Adib M. 2009. Cara Mudah Memahami dan Menghindari Hipertensi, Jantung dan Stroke. Dianloka Pustaka. Yogyakarta. Almatsier, I, Jus’at & N. Akmal.2001. Persepsi Pasien terhadap Makanan di RS (survey pada 10 RS di DKI Jakarta). Gizi Indonesia, 17. 87-96 Almatsier S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama Jakarta. .2004. Penuntut Diet. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. . 2006. Penuntut Diet. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Aulia. 2008. Hypertension Current Perspective. Medya Crea. Jakarta. Bagian Gizi Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo & Persatuan Ahli Gizi di Indonesia. 2001. Penuntut Diit. Gramedia. Jakarta. Colvy J. 2010. Gagal Ginjal (Tips Cerdas Mengenali & Mencegah Gagal Ginjal. Dafa Publishing. Yogyakarta. Depkes RI. 2003. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Departemen Kesehatan. Jakarta Devi N. 2010. Nutrition and Food Gizi Untuk Keluarga. Kompas Media Nusantara. Jakarta. Direktorat Bina Gizi Masyarakat. 1996. Laporan Akhir Survey Konsumsi Gizi Tahun 1995. Departemen Kesehatan. Jakarta. Effendi, Y.H. 2003. Pencegahan dan Pengendalian Hipertensi. Bahan Ajar Dietetika. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Eric B, Dasha B. 2008. Penyakit Jantung dan Penyembuhannya Secara Alami. Gramedia. Jakarta. Hanns. 2006. Your Health Guide Hipertensi. Gramedia. Jakarta Hardinsyah, dkk. 1988. Aspek Gizi dan Daya Terima Menu dengan Pangan Pokok Beragam dalam Upaya Penganekaragaman Konsumsi Pangan Bogor : Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB. Bogor. & D. Martianto. 1989. Menaksir Kecukupan Energi dan Protein serta Penilaian Mutu Gizi Konsumsi Pangan. Wirasari, Jakarta. & Dodik B. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan (Diktat Ilmu Gizi Dasar). Departemen Gizi Masyarakat dan Keluarga IPB. Bogor. 56 . 2005. Pengertian Konsultasi Gizi. Bahan Ajar Konsultasi Gizi. Jurusan Gizi Masyarakat. Institut Pertanian Bogor. Hartono, A. 2000. Asuhan Nutrisi Rumah Sakit (Diagnosis, Konseling dan Preskripsi). EGC. Jakarta. Hidayat, A. 2007. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Salemba Medika. Jakarta. Institute of Medicine (IOM). 2002. Dietary References Intakes for Energy, Carbohydrate, Fiber, Fat, Fatty Acids, Cholesterol, Protein and Amino Acids. IOM. Washington DC. JADA. 1979. Factor influencing plate waste by hospitalized patient. The University of Kansas College of Health Science and Hospital, 75, September, Kansas City. Junaidi I. 2010. Hipertensi. Buana Ilmu Populer. Jakarta. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004. Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta. Moehyi. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Bhrata. Jakarta. Moehyi, S. 1999. Pengaturan Makanan dan Diit untuk Penyembuhan Penyakit. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Muchatob, E. 1991. Manajemen Pelayan Gizi Makanan Kelompok. Diktat yang tidak dipublikasikan. Pusdiknakes. Jakarta. Muchtadi D. 2010. Teknik Evaluasi Nilai Gizi Protein. Alfabeta. Bandung. Muchtadi, D., N.H. Palupi&M.Astawan. 2010. Metabolisme Zat Gizi 1; Sumber, Fungsi dan Kebutuhan bagi Tubuh Manusia. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Mukrie. 1983. Manajemen Makanan Institusi. Akademi Gizi. Jakarta. Pearce, E. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi). 2009. Kamus Gizi Pelengkap Kesehatan Keluarga. Kompas Media Nusantara. Jakarta. Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi). 2008. Tabel Komposisi Pangan Indonesia. Elex Media Komputindo. Jakarta Primadhani. 2006. Konsumsi Energi dan Protein pada Penderita Penyakit Hati Rawat Inap di PERJAN DR. Cipto Mangunkusumo. Jakarta : Institut Pertanian Bogor. 57 Purwati. S. Salimar, & S. Rahayu. 2001. Perencanaan Menu Untuk Penderita Tekanan Darah Tinggi. Penebar Swadaya. Jakarta Soeprapto, A.S. 1985. Administrasi Rumah Sakit. CV Brata Jaya. Surabaya. Singarimbun, M & E. Sofyan. 1989. Metode Penelitian Survey. LP3S. Jakarta. Subandriyo, V.U. 1993. Pengelolaan Makanan di Rumah Sakit. Diktat yang tidak dipublikasikan, Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor Subandriyo, V.U. 2000. Penyelenggaraan Makanan di Rumah Sakit. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian. Bogor. Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Pusat Antar Universitas, IPB. Bogor. Sulistijani A. D. 2002. Sehat dengan Menu Berserat. Trubus Agriwijaya Jakarta. Tjokroprawiro, A. 1996. Diabetes Mellitus ; Klasifikasi, Diagnosis dan Terapi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. . 2001. Diabetes melitus: Klasifikasi, Diagnosis dan Terapi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. . 2006. Hidup Sehat dan Bahagia bersama Diabetes Mellitus. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Tupito. 2006. Menumbuhkan Sistem Pangan yang Berimbang berdasarkan Aneka Pangan Khusus bagi Keluarga Tani dan Nelayan. Dian Rakyat. Jakarta. Winarno. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Embrio Biotekindo. Bogor. Zulfah, O. 2002. Mempelajari Konsumsi dan Persepsi Pasien Rawat Inap Terhadap Diit Rendah Garam dan Diit Non Rendah Garam di Rumah Sakit Fatmawati Jakarta. Institut Pertanian Bogor. Bogor. LAMPIRAN 58 Lampiran 1. Gambar dan Peta Lokasi Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta Gambar . Rumah Sakit RS Royal Taruma dan Peta Lokasi RS Lampiran 2. Struktur Organisasi Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta DIREKTUR Kepala Biro Informasi&Teknologi Kepala Divisi Media Kepala Divisi Penunjang Medis Rawat Jalan Kepala Divisi Umum dan Personalia Kadep Penunjang Medis Kadep Perawatan Rawat Inap Kepala Biro Pengembangan Laboratorium Radiologi Kabag Gizi Farmasi Kabag HRD Kabag Pembelian Lampiran 3. Jumlah Kamar dan Tempat Tidur RS Royal Taruma Jakarta Lanta NS i SVIP VIP Kelas 1 Kelas 3 isolasi Kama Be Kama Be Kama Be Kama Be Kama Be Kama be r d r d r d r d r d r d 3 9 3 18 4 4 Topaz 3 Kelas 2 ICU IC IM NICU K.Bay Tota U C / i l PICu Bed 31 17 IMC 12 13 NICU/PIC 8 1 1 U Zircon Diamond 7 1 1 VK 6 6 3 3 6 21 7 42 63 12 19 3 K. Bayi 5 Emerald Total 5 1 1 8 8 10 20 2 2 28 28 26 52 5 29 13 39 13 78 4 4 17 13 1 5 171 Lampiran 4. Struktur Organisasi Instalasi Gizi RS Royal Taruma Jakarta Kepala Divisi Umum (Dr Lien Liaty) Kepala Bagian Gizi (Nurhatati, SKm) Penanggung Jawab Pelayanan Gizi SPV Pelayanan Gizi Pasien Waiters Waiters Penanggung Jawab Pengolahan Makanan Pasien SPV Administrasi&Laporan Waiters Juru Masak Senior Logistik SPV Juru Masak Helper Pastry Juru Masak Senior 62 Lampiran 5. Standar Makanan Pasien Kelas II No Bahan Makanan Satuan Jumlah 1 Beras Gram 300 2 Roti Lembar 2 3 Telur Ayam Butir 2 4 Lauk Hewani Gram 150 5 Lauk Nabati Gram 150 6 Sayur Gram 250 7 Buah Porsi 2 8 Selingan Porsi 2 9 Margarin Gram 25 10 Isi Roti Gram 20 11 Minyak Goreng Gram 20 12 Gula Pasir Gram 30 13 Susu Bubuk Gram 30 14 Bumbu Gram - 63 Lampiran 6. Standar Makanan Pasien Kelas IIi No Bahan Makanan Satuan Jumlah 1 Beras Gram 400 2 Roti Lembar 1½ 3 Telur Ayam Butir 1 4 Lauk Hewani Gram 150 5 Lauk Nabati Gram 150 6 Sayur Gram 250 7 Buah Porsi 2 8 Selingan Porsi 2 9 Margarin Gram 25 10 Isi Roti Gram 20 11 Minyak Goreng Gram 20 12 Gula Pasir Gram 30 13 Susu Bubuk Gram 30 14 Bumbu Gram - 64 Lampiran 7. Menu Sarapan Pasien RS Royal Taruma Jakarta Menu Senin Selasa Rabu Paket A • Roti Panggang • Roti biasa Dengan Isi • Selai Strowbery • Selai Srikaya Juice Buah • Jeruk • Pepaya • Apel • Melon Minuman • Teh manis • Ovaltine • Milo • Energen • Susu Non Fat • Roti Panggang • Roti biasa Dengan Isi • Selai Strowbery • Selai Srikaya Juice Buah • Jeruk • Pepaya • Apel • Melon Minuman • Teh manis • Ovaltine • Milo • Energen • Susu Non fat • Roti Panggang • Roti biasa Dengan Isi • Selai Strowbery • Selai Srikaya Juice Buah • Jeruk • Apel • Melon • Pepaya Minuman • Teh manis • Ovaltine • Milo • Energen • Susu Non fat Paket B • Bubur Ayam Sote • Telur Rebus Juice Buah • Jeruk • Pepaya • Apel • Melon Minuman • Teh manis • Ovaltine • Milo • Energen • Susu Non Fat Paket C Paket C • Misuha Kuah Sup Baso Ayam Juice Buah • Jeruk • Pepaya • Apel • Melon Minuman • Teh manis • Ovaltine • Milo • Energen • Susu Non Fat • Tim Ayam Jamur • Sup Baso Sapi Juice Buah • Jeruk • Pepaya • Apel • Melon Minuman • Teh manis • Ovaltine • Milo • Energen • Susu Non Fat • Mie Goreng Capcay • Telur Mata Sapi Juice Buah • Jeruk • Pepaya • Apel • Melon Minuman • Teh manis • Ovaltine • Milo • Energen Susu Non Fat • Bubur Ayam Wijen • Telur Puyuh Bumbu Kecap Juice Buah • Jeruk • Pepaya • Apel • Melon Minuman • Teh manis • Ovaltine • Milo • Energen • Susu Non Fat • Bihun Kuah • Sup Baso Ikan Juice Buah • Jeruk • Pepaya • Apel • Melon Minuman • Teh manis • Ovaltine • Milo • Energen • Susu Non Fat 65 Lampiran 7 (Lanjutan) Menu Paket A Kamis • Roti Panggang • Roti biasa Dengan Isi • Selai Strowbery • Selai Srikaya Juice Buah • Jeruk • Pepaya • Apel • Melon Minuman • Teh manis • Ovaltine • Milo • Energen • Susu Non Fat Jumat • Roti Panggang • Roti biasa Dengan Isi • Selai Strowbery • Selai Srikaya Juice Buah • Jeruk • Pepaya • Apel • Melon Minuman • Teh manis • Ovaltine • Milo • Energen • Susu Non fat Sabtu • Roti Panggang • Roti biasa Dengan Isi • Selai Strowbery • Selai Srikaya Juice Buah • Jeruk • Apel • Melon • Pepaya Minuman • Teh manis • Ovaltine • Milo • Energen • Susu Non fat Paket B • Bubur Ayam Jakara • Sate Telur Puyuh Juice Buah • Jeruk • Pepaya • Apel • Melon Minuman • Teh manis • Ovaltine • Milo • Energen • Susu Non Fat • Paket C Paket C • Bihun Goreng Seafood • Omelet Juice Buah • Jeruk • Pepaya • Apel • Melon Minuman • Teh manis • Ovaltine • Milo • Energen • Susu Non Fat Tim Ayam Hainan • Telur Bumbu Kecap Juice Buah • Jeruk • Pepaya • Apel • Melon Minuman • Teh manis • Ovaltine • Milo • Energen • Susu Non Fat • Kwetiau Kuah • Sup Baso sapi Juice Buah • Jeruk • Pepaya • Apel • Melon Minuman • Teh manis • Ovaltine • Milo • Energen Susu Non Fat • Bubur Ayam Sote • Telur Rebus Juice Buah • Jeruk • Pepaya • Apel • Melon Minuman • Teh manis • Ovaltine • Milo • Energen • Susu Non Fat • Mie Ayam Jamur • Sup Pangsit Ayam Juice Buah • Jeruk • Pepaya • Apel • Melon Minuman • Teh manis • Ovaltine • Milo • Energen • Susu Non Fat 66 Lampiran 7 (Lanjutan) Menu Paket A Minggu • Roti Panggang • Roti biasa Dengan Isi • Selai Strowbery • Selai Srikaya Juice Buah • Jeruk • Pepaya • Apel • Melon Minuman • Teh manis • Ovaltine • Milo • Energen • Susu Non Fat Paket B • Bubur Ayam Jakara • Sate Telur Puyuh Juice Buah • Jeruk • Pepaya • Apel • Melon Minuman • Teh manis • Ovaltine • Milo • Energen • Susu Non Fat Paket C Paket C • Bubur Ayam Wijen • Telur Asin Juice Buah • Jeruk • Pepaya • Apel • Melon Minuman • Teh manis • Ovaltine • Milo • Energen • Susu Non Fat 67 Lampiran 8. Menu Makan Siang dan Malam Kelas II dan III di RS Royal Taruma Jakarta Menu Ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Siang Sup Kacang Merah (kentang+Tomat+Wtl+Kacang Merah) Semur Daging Bola-bola Kentang Ca’Puten,Tomat,Kac Polong Tekwan Ayam Goreng Tepung Asmanis Tahu Masak Kucai Ca Brokolli + Jg Manis Soto Betawi Tumis Daging Sapi Perkedel Tahu Acar Wortel+Sucini Laksa Ayam Ikan Goreng Bumbu Kecap Tahu Kuning Masak Daun Bawang Ca’ Kacang Panjang +Kedele kuning Asam-asam Buncis Rumput Daging Tahu Kotak Bumbu Sereh Ca’Kapri +Wortel Sop Ayam Ayam Semur Tempe Masak Kucai Ca’ Sayur Campur Kimlo Telur Bumbu Bali Ca’ Buncis Tomat Tempe Bumbu Sereh Soto Lamongan Ayam Paniki Perkedel Kentang Ca’ Bokcay Sop Oyong Misoa Telur Saus Bolognise Ca’Wortel Putren Tempe Woku Soto Bandung Ayam Goreng Kalasan Tahu Gelatin Orak-arik Tauge+ Jagung Manis Malam Bening Bayam+Jagung Manis Ayam Goreng Lengkuas Tempe Bacem Ca’ Kembang Kol+Wortel Sop Bakso Kriuk Naget Udang Pedas Ca Buncis +Kedele Hitam Soufle Macaroni Sop Bakso Udang Mini Bola-Bola Telur isi Ayam Saos Tomat Ca’ Tempe Tomat Tumis Sawai Hijau Sop Jagung Ayam Goreng Mentega Soufel Kentang sayuran Kailan Saus Tiram Sop Baso Rambutan Loaf Telur Soun Masak Sayuran Ca’Bayam Jg Manis Sup Pangsit Stik Ikan saus Asam Manis Ca’ Tahu Kuning Saus Tiram Tumis Sawi Putih +Wortel Sup Ayam Jamur Rollade Daging SausTomat Mun Tahu Orak arik Sayuran Sop Wortel Sosis Ikan Kriuk Saos Asam Manis Tahu Masak Kucai Ca’ Brokolli +Jg Manis Sup Roll sea Food Beef Katsu saus Asam Manis Ca’ kacang Panjang +Teri Medan Bacian Kentang Sup Ayam Wortel+Brokoli Tenggiri Tusuk Serai Fantasi Macaroni + Smoke Beef Cah Kedele Hitam, Wortel, Kacang Polong 68 Lampiran 9. Menu Snack Menurut Jenis Diet di RS Royal Taruma Jakarta Menu Senin Jenis Diit Rendah Pagi Sore Kolak pisang Crackers Biasa Lunak Kolak pisang Jus Jambu merah Rendah serat Roti isi srikaya Mie skutel Biasa Lunak Puding Gula Merah Mie skutel Rendah serat Sum-sum pandan Roti isi Srikaya Biasa Lunak Sum-sum pandan Roti isi Srikaya Rendah serat Roti isi srikaya Risoles Roghut Biasa Lunak Nutrijell rasa anggur Risoles Roghut Rendah serat Crackers Crackers Biasa Lunak Sarang burung Bola Cokelat Rendah serat Roti isi fla jagung Kroket kentang isi daging Biasa Lunak Puding Jagung Kroket kentang isi daging Rendah serat Bubur Kacang Hijau Roti panggang pai apel Biasa Lunak Bubur Kacang Hijau Roti panggang pai apel Serat Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Minggu 69 Lampiran 10. Menu Buah Menurut Jenis Diet di RS Royal Taruma Jakarta Menu I II III IV V VI VII VIII IX X Jenis Diit Biasa DM GE Rendah Serat Biasa DM GE Rendah Serat Biasa DM GE Rendah Serat Biasa DM GE Rendah Serat Biasa DM GE Rendah Serat Biasa DM GE Rendah Serat Biasa DM GE Rendah Serat Biasa DM GE Rendah Serat Biasa DM GE Rendah Serat Biasa DM GE Rendah Serat Pagi Melon Melon Pisang ambon Sari melon Apel Melon Pisang ambon Sari Apel Pepaya Melon Pisang ambon Sari Pepaya Semangka Melon Pisang ambon Sari Semangka Jeruk Medan Melon Pisang ambon Sari Pepaya Pisang Ambon Melon Pisang ambon Melon Semangka Melon Pisang ambon Apel Pepaya Melon Pisang ambon Pisang ambon Jeruk Medan Melon Pisang ambon Pepaya Pisang ambon Melon Pisang ambon Melon Malam Jeruk Medan Pepaya Jus apel Sari papaya Jambu biji Pepaya Jus apel Sari Melon Belimbing Pepaya Jus apel Pisang ambon Pear Pepaya Jus apel Sari apel Pepaya Pepaya Jus apel Sari Melon Jambu Biji Pepaya Jus apel Sari Pepaya Melon Pepaya Jus apel Pisang Ambon Belimbing Pepaya Jus apel Sari Melon Apel Pepaya Jus apel Apel Semangka Pepaya Jus apel Sari Pepaya